Anda di halaman 1dari 8

STRATIGRAFI ANALISIS

ARTIKEL
“DEPOSITIONAL SYSTEM AND FACIES MODEL CONTINENTAL
SEDIMENT.”

Disusun Oleh:
Muhammad Duta Firdaus
2004010

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI MIGAS
BALIKPAPAN
2022
Sistem Pengendapan

Menurut Djauhari Noor, sistem pengendapan adalah deskripsi dari


hubungan antara bentuk dan proses-proses fisika, kimia atau biologi yang terlibat
didalam perkembangan sikuen stratigrafi. Lingkungan pengendapan adalah tempat
dimana akumulasi sedimen terendapkan melalui proses kimiawi atau mekanis.

Pada kenyataannya, pengendapan secara luas dapat dikelompokan sebagai


system pengendapan klastik terrigeneous dan sistem pengendapan kimiawi dan
biologis. Masing-masing dari sistem ini dibagi bagi lagi berdasarkan sistem
pengendapan tertentu, didalam setiap kelompoknya merupakan kumpulan dari
facies yang merupakan satuan satuan dasar dari sistem pengendapan.

Sistem sedimen klastik yang berasal dari daratan (terrigeneous clastic


system) umumnya didominasi oleh batupasir dan serpih. Sistem ini dapat dibagi
dalam 8 sistem, yaitu: (1). Sistem Sungai (Fluvial); (2). Sistem Delta; (3). Sistem
Garis Pantai; (4). Sistem Kipas; (5). Sistem Danau (Lacustrine); (6). Sistem Angin
Benua (Eolian Continent); (7) Sistem Tepi Benua; dan (8). Sistem Lereng dan
Abyssal. Adapun sistem kimiawi-biologis dapat dikelompokan menjadi 3 sistem,
yaitu: (1). Sistem Karbonat; (2). Sistem Paparan Authigenic dan Glauconitic; dan
(3). Sistem Evaporit.

Konsep dari lingkungan pengendapan menurut salah satu paleontologist


asal amerika yaitu Stephen Jay Gould yang mengemukakan bahwa lingkungan
pengendapan adalah tempat mengendapnya material sedimen beserta kondisi fisik,
kimia, dan biologi yang mencirikan terjadinya mekanisme pengendapan tertentu.
Karena adanya mekanisme dalam suatu pengendapan akan membentuk sebuah
struktur sedimen yang nantinya akan di interpretasi. Hasil dari interpretasi tersebut
akan menguak tempat dan waktu lingkungan pengendapan. Beberapa aspek
lingkungan sedimentasi purba yang dapat dievaluasi dari data struktur sedimen di
antaranya adalah mekanisme transportasi sedimen, arah aliran arus purba,
kedalaman air relatif, dan kecepatan arus relatif.
Selain itu ada pula sisa-sisa organisme dan tumbuhan yang terawetkan ini
dinamakan fossil. Jadi fosill adalah bukti atau sisa-sisa kehidupan zaman lampau.
Dapat berupa sisa organisme atau tumbuhan, seperti cangkang kerang, tulang atau
gigi maupun jejak ataupun cetakan.

Secara umum dikenal 3 lingkungan pengendapan, lingkungan darat,


transisi, dan laut. Beberapa contoh lingkungan darat misalnya endapan sungai dan
endapan danau, ditransport oleh air, juga dikenal dengan endapan gurun dan
glestsyer yang diendapkan oleh angin yang dinamakan eolian. Endapan transisi
merupakan endapan yang terdapat di daerah antara darat dan laut seperti delta,
lagoon, dan litorial. Sedangkan yang termasuk endapan laut adalah endapan-
endapan neritik, batial, dan abisal.

a. Variabel-variabel yang mempengaruhi sejarah pengendapan

Pada gambar diatas perkembangan siklus sedimentasi dipengaruhi oleh (1).


Perubahan muka air laut eustatik, (2) Kecepatan penurunan cekungan, dan (3)
Pasokan sedimen yang dipengaruhi oleh iklim dan sumber dan relief cekungan.
Hubungan Lingkungan Pengendapan Sedimen dan Fasies Sedimen
lingkungan pengendapan mengarah pada unit geomorfik dimana terjadi
pengendapan. Lingkungan ini dibentuk dari parameter khusus fisika, kimia, dan
biologi yang sesuai terhadap unit geomorfik dari geometri dan ukuran partikular.
Proses ini akan mengoperasikan tingkat dan tensitas yang menghasilkan tekstur
khas, struktur, dan sifat lainnya, sehingga pengendapan yang khusus akhirnya
terbentuk.
Fasies menunjukkan unit stratigrafi yang mengacu pada aspek litologi,
struktural, dan karakter organisme yang dapat dikenali di lapangan. Tiap
lingkungan sedimen memiliki karakteristik akibat parameter fisika, kimia, dan
biologi dalam fungsinya untuk menghasilkan suatu badan karakteristik sedimen
oleh tekstur khusus, struktur, dan sifat komposisi. Hal tersebut biasa disebut sebagai
fasies. Istilah fasies sendiri akan mengarah kepada perbedaan unit stratigrafi akibat
pengaruh litologi, struktur, dan karakteristik organik yang terdeteksi di lapangan.
Fasies sedimen merupakan suatu unit batuan yang memperlihatkan suatu
pengendapan pada lingkungan. Interpretasi lingkungan umumnya menghambat
karena adanya suatu kenyataan mengenai kecenderungan fasies yang sama yang
dihasilkan pada setting lingkungan yang berbeda. Hal tersebut sering terjadi
sehingga akan membuat suatu penyajian lingkungan yang khas pada suatu dasar
fasies pengendapan tunggal.
Hubungan suatu fasies dapat digagaskan dalam pembagian grup fasies yang
terjadi secara bersama-sama yang selanjutnya akan berkaitan dengan lingkungan.
Sebagai contohnya, jika pada perlapisan silang siur batupasir asosiasi terdekatnya
adalah dengan terkandungnya tanah, batubara, atau serpih lanauan yang
mengandung akar, daun, dan batang, kita bisa membuat interpretasi
pengendapannya pada sistem sungai.
b. Contoh Struktur Silang Siur Batuan Sedimen
Dua tipe umum dari perubahan fasies vertikal yaitu Sikuen Mengkasar Keatas
(Coarsening Upward Sequence) yang menunjukan adanya peningkatan energi arus
pengendapan dan Sikuen Menghalus Keatas (Fining Upward Sequence) yang
menunjukkan penurunan energi arus pengendapan.

Klasifikasi Lingkungan Pengendapan


Klasifikasi lingkungan pengendapan dapat dibedakan menjadi:
a. kontinental, antara lain gurun atau eolian, fluvial termasuk braided river dan
point bar river, dan limnic. Lingkungan daratan (kontinen) umumnya
didominasi oleh batuan sedimen silisi-klastik (konglomerat, batupasir,
batulanau, batulempung, dsb) dengan kehadiran fosil yang sangat jarang.

c. Lingkungan Pengendapan Darat (Sungai)


b. peralihan, termasuk delta. lobate, esturine, litoral (pantai, laguna, dan barrier
islands, offshore bar, tidal flat. Delta terbentuk saat sungai masuk kedalam
badan air yang diam, secara berlahan mengendapkan sedimen yang
kemudian dapat dipindahkan kembali oleh gelombang atau arus. Walaupun
delta juga dapat terbentuk di dalam danau, namun kebanyakan delta
terbentuk di lautan. Delta berkomposisi dari beberapa lingkungan, mulai
dari fluvial delta bagian atas hingga ke bagian dasar bawah laut. Bersamaan
dengan pembentukan delta, ada sejumlah jenis fosil dan struktur sedimen
yang memungkinkan terbentuk. Endapan delta purba kebanyakan mudah
dikenali, karena proses pembentukannya dimana ada gradasi ukuran butir
secara lateral (dan jenis batuannya) sepanjang suatu delta, mulai dari pasir
dekat mulut sungai menjadi endapan lempung kearah bagian bawah laut.
Dengan bertambahnya sedimen, delta akan terbentuk pada badan air yang
diam, dengan sedimen yang lebih kasar bermigrasi melalui lempung yang
dipakai untuk membentuk delta bagian ujung. Dengan demikian sikuen
sedimen akan mengkasar kearah atas (regresif).

d. Lingkungan Pengendapan Transisi (Delta)


c. marine, meliputi neritik atau laut dangkal, batial, abisal. Pada lingkungan
pengendapan ini terdapat pelagic dan turbidit. Pelagic adalah sedimen
berbutir halus yang diendapkan jauh dari daratan dipengaruhi oleh
pengendapan secara perlahan lahan dari material suspensi didalam kolom
air. endapan yang menghalus keatas yang diangkut kearah laut berada pada
saluran laut yang dalam dan ngarai oleh arus pekat (densitas tinggi), aliran
gravitasi sedimen. Pada peta, turbidit biasanya berbentuk kipas yang
tersebar kearah luar pada lantai dasar laut yang berasal dari mulut ngarai.

e. Lingkungan Pengendapan Marine

Kesimpulan
Lingkungan pengendapan akan dipengaruhi oleh system pengendapan yang akan
mempengaruhi sifat fisik, kimia dan biologi suatu unit stratigrafi. Lingkungan
pengendapan terbagi menjadi tiga klasifikasi, yaitu: 1. Darat(Kontinen), 2.
Transisi(Peralihan), dan 3. Marine(Laut). Lingkungan Pengendapan yang berbeda
menghasilkan fasies yang berbeda pula. Sebagai contoh perbedaaan ukuran butir
lingkungan pengendapan kontinen yang menghalus keatas dengan ukuran butir
lingkungan pengendapan delta yang mengkasar keatas karena adanya peningkatan
energi arus pengendapan.
Referensi

Djuhaeni, Martodjojo S. 1989, Stratigrafi Daerah Majalengka dan Hubungannya


dengan Tatanama Satuan Lithostratigrafidi Cekungan Bogor, Geologi
Indonesia,PPPG-Bandung, v.12, no.1, p.227-252
Reading, H. G. 1996. Sedimentary Environments: Processes, Facies and
Stratigraphy 3th. Department of Earth Sciences, University of Oxford.
Ramdhani Reza Ahmad. 2016. Geologi daerah Bantarujeg dan sekitarnya,
Bantarujeg, Majalengka, Jawa Barat.Fakultas Teknik Geologi, Universitas
Padjadjaran. Jatinangor.

Anda mungkin juga menyukai