Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

“HUBUNGAN PEMBANGUNAN JALAN DESA DENGAN PELAYANAN PUBLIK”

Disusun Oleh:

Aji Tarra Alvito Jayasakti

201110013509082

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS SAMARINDA

2020

Alamat:Jl. Ir. H. Juanda, No.80 Universitas 17 Agustus 1945, Air Hitam, Kec. Samarinda Ulu, Kota
Samarinda, Kalimantan Timur 75123
Telp:62541743390 Email:webmaster@untag-smd.ac.id.
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat- Nya saya
bisa menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun makalah ini membahas tentang
“Hubungan Pembangunan Jalan Desa Dengan Pelayanan Publik”.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saya

mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk kemajuan di masa- masa mendatang. Atas
perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

Samarinda, 3 Januari 2022

Aji Tarra Alvito Jayasakti


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................................ 2

DAFTAR ISI .......................................................................................................................................................... 3

BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................................................................... 4

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................................................. 4

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................................................... 7

1.3 Tujuan ........................................................................................................................................................... 7

1.4 Manfaat......................................................................................................................................................... 8

BAB II LANDASAN TEORI ................................................................................................................................. 9

2.1 Definisi Pelayanan Publik .......................................................................................................................... 9

2.2 Gambaran Umum Pelayanan Publik di Indonesia ............................................................................. 12

2.2 Penyebab Tidak maksimalnya Pelayanan Publik di Indonesia ....................................................... 13

2.3 Upaya Mengatasi Pelayanan Yang Tidak Maksimal .......................................................................... 14

BAB III PEMBAHASAN ................................................................................................................................... 16

3.1 Hubungan Pembangunan Jalan Dengan Pelayanan Publik .......................................................... 16

3.2 Faktor Pembangunan Jalan desa berhubungan dengan Pelayanan Publik ................................. 17

BAB IV PENUTUP ............................................................................................................................................ 18

4.1 Kesimpulan ................................................................................................................................................ 18

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................................... 20


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan nasional pada hakikatnya adalah pembangunan nasional Indonesia seutuhnya

dan pembangunan masyarakat seluruhnya berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Dengan demikian usaha pembangunan berarti humanisasi atau peningkatan taraf hidup manusia
sebagai subjek dan sekaligus objek pembangunan dan senantiasa menciptakan keselarasan dan

keseimbangan dalam hidupnya, baik secara rohani dan jasmani. Wilayah negara Indonesia terbagi atas
daerah provinsi, dan provinsi terbagi atas daerah yang lebih kecil yaitu kabupaten atau kota, kecamatan

dan desa. Daerah-daerah tersebut menjadi satu kesatuan dalam wilayah negara Republik Indonesia.
Oleh karena itu pembangunan harus tersebar secara merata dari seluruh wilayah Republik Indonesia

agar terwujud masyarakat yang adil dan makmur.

Desa merupakan kesatuan masyarakat kecil seperti sebuah rumah tangga yang besar, yang
dipimpin oleh anggota keluarga yang paling dituakan atau dihormati berdasarkan garis keturunan. Pola

hubungan dan tingkat komunikasi pun masih sangat rendah, terutama di pedesaan terpencil dan

pedalaman. Menurut UU No 32 tahun 2004, merupakan self comunity, yaitu komunitas yang mengatur
dirinya sendiri. Dengan pemahaman bahwa desa memiliki kewenangan untuk mengurus dan mengatur
kepentingan masyarakatnya sesuai dengan kondisi dan sosial budaya setempat, posisi desa yang

memiliki otonomi asli sangat strategis sehingga memerlukan perhatian yang seimbang terhadap

penyelenggaraan otonomi daerah. Hal tersebut dengan otonomi desa yang kuat akan mempengaruhi
secara signifikan perwujudan otonomi daerah.

Otonomi berarti kemandirian untuk mentukan nasib sendiri. Penentuan nasib sendiri merupakan
hal dan kebebasan setiap warga masyarakat tanpa melihat status politik internasional atau wilayah yang
yang mereka huni. Ketentuan ini hanya berlaku bagi rakyat diberbagai wilayah yang belum merdeka
secara politik, tetapi juga pada rakyat diberbagai negara yang merdeka dan berdaulat. Penentuan nasib

dilakukan baik secara internal maupun eksternal. Secara internal berarti rakyat dalam suatu negara yang
berdaulat maupun yang masih bergantung pada negara, memiliki hak untuk menentukan kebijakan
sosial, ekonomi, dan budaya. Rakyat bebas menentukan status politik dan bebas mengejar

pembangunan ekonomi, sosial dan kebudayaan mereka sendiri.


Pembangunan merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan kemajuan suatu

daerah, pembangunan memiliki pengertian sebagai upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan
sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa. Pembangunan juga bisa melakukan perubahan
kearah yang lebih baik, sehingga tercipta kesejahteraan masyarakat. Pembangunan merupakan bentuk

perubahan sosial yang terarah dan terencana melalui berbagai macam kebijakan yang bertujuan untuk
meningkatkan taraf kehidupan masyarakat. Keadaan yang serba terbatas seperti hal diatas tersebut
berdampak pada masyarakat tempat yang merasa tertinggal dan tersisih dari daerah pusat
pemerintahan kabupaten. Untuk itu pemerintah harus mengetahui bahwa pelaksanaan pembangunan

tidak saja untuk masyarakat dan oleh masyarakat melainkan harus pula dipandu dengan bersama

masyarakat.

Menurut pengamatan sementara peneliti yang terjadi di Desa Sukakerta, peran dari pemerintah
Desa Sukakerta dalam pelaksanaan pembangunan masih tergolong lemah, bahkan seolah tidak terlihat

fungsinya dalam menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan infrastruktur


desa. Beberapa infrastruktur desa rusak namun permasalahan pokok dari Desa Sukakerta yaitu

pemabangunan infrastruktur jalan yang kurang merata. Sehingga perlu penanganan yang serius dari

pemerintah desa. Dimana dalam keberlangsungan pembangunan desa tidak terlepas dari peran
masyarakat serta kepemimpinan kepala desa, dan perangkat desa. Yang mana peran dari aparat desa
maupun masyarakat sangat penting dalam pembangunan desa. Pada realitanya masyarakat desa

Sukakerta kebanyakan tidak merasakan manfaat dari pembangunan tersebut. Apalagi dalam

pembangunan infrastruktur jalan, kondisi jalan Desa Sukakerta sangat memperihatinkan. Jalan dipenuhi

dengan genangan air dan batu-batu koral berserakan. Sampai saat ini jalan belum diaspal,
pembangunan infrastruktur jalan hanya dicor dan tidak bertahan lama disebabkan pembangunannya

terkesan asal-asalan sehingga dalam waktu sebulan, dua bulan coran rusak kembali, pembangunan
tidak merata satu jalan di bagi dua dan tengahnya dikosongkan. Pemerintah desa membangun jalan
yang sekiranya berbahaya dilewati ketika musim hujan tiba, jalan tersebut diselimuti oleh tanah dan

tidak bisa dilewati oleh kendaraan. Jika dipaksakan untuk digunakan dapat menyebabkan keselamatan
pengendaranya terancam

Dalam hal ini pemerintah desa harus mampu mengkoordinasikan sebagai unit dalam
pemerintahan agar dapat menggunakan fungsi mereka dengan baik dan memberikan kontribusi yang

nyata bagi proses pembangunan. Pembangunan yang dilaksanakan ditingkat desa atau kelurahan
merupakan realisasi pembangunan nasional. Untuk menunjang pembangunan di desa, peran
pemerintah desa serta partisipasi seluruh masyarakat sangat diperlukan. Pemerintah desa merupakan

penyelenggara dan penanggungjawab atas jalannya roda pemerintahan dan pembangunan yang ada
diwilayahnya.

Peran aktif dari partisipasi masyarakat sangat diperlukan, karena tanpa partispasi aktif dari
masyarakat maka tujuan pembangunan infarstruktur jalan tidak akan tercapai sebagai mana yang di
harapkan. Partisipasi masyarakat Desa sangat menentukan tentang keberhasilan pembangunan yang

ada di desa. Baik partisipasi secara langsung maupun tidak langsung, dan tidak adanya jalinan
komunikasi yang baik antara pemerintah desa dan masyarakat menyebabkan terjadinya ketimpangan

dalam program pembangunan di Desa , dan tidak ditempuhnya musyawarah desa. Berangkat dari
realita diatas, peneliti ingin meneliti lebih jauh tentang peran aparat desa dalam pembangunan.

Pembangunan jalan desa berhubungan dengan pelayanan public. Pelayanan publik sudah
menjadi kebutuhan dan perhatian di era otonomi daerah sesuai dengan Undang-undang Nomor 25
Tahun 2009 tentang pelayanan publik. Undang-undang yang mengatur tentang prinsip-prinsip

pemerintahan yang baik merupakan fungsi pemerintahan itu sendiri. Dalam tugas pokok fungsinya
pemerintahan yang baik adalah yang dapat memperkuat demokrasi dan hak azasi manusia,
meningkatkan kualitas ekonomi, sosial budaya, mengurangi angka kemiskinan, memperkuat

perlindungan terhadap masyarakat dan lingkungan, serta bijak dalam memanfaatkan sumber daya alam

sehingga meningkatkan kepercayaan terhadap pemerintah.

Negara berkewajiban melayani setiap warga Negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan

kebutuhan dasar masyarakat dalam kerangka pelayanan publik yang merupakan amanat dari Undang-

undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, membangun kepercayaan masyarakat melalui
pelayanan publik yang dilaksanakan seiring dengan harapan dan tuntutan masyarakat atas peningkatan
pelayanan publik sebagai upaya untuk mempertegas capaian pemerintahan yang baik.

Dewasa ini kehidupan masyarakat mengalami banyak perubahan sebagai akibat dari kemajuan
yang telah dicapai dalam proses pembangunan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
begitu pesat. Perubahan yang 2 dapat dirasakan sekarang ini adalah terjadinya perubahan pola pikir
masyarakat ke arah yang semakin kritis. Hal tersebut dimungkinkan karena semakin hari masyarakat

semakin cerdas dan semakin memahami hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Kondisi
masyarakat yang demikian menuntut hadirnya pemerintah yang mampu memenuhi berbagai tuntutan
kebutuhan dalam segala aspek kehidupan mereka, terutama dalam mendapatkan pelayanan yang
sebaikbaiknya dari pemerintah.
Dalam Undang-Undang Pelayanan Publik terdapat pengertian bahwa pelayanan publik

merupakan kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai
dengan peratuan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa,
dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Penyelenggara

merupakan setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk
berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lainyang dibentuk
semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik. Atasan satuan kerja Penyelenggara merupakan pimpinan
satuan kerja yang membawahi secara langsung satu atau lebih satuan kerja yang melaksanakan

pelayanan publik.

1.2 Rumusan Masalah

Sebagai mana yang telah diterangkan dalam makalah ini agar tidak terjadi kesalah pahaman pengertian
tentang masalah yang dibahas maka perlu identifikasi masalah tentang terkait judul diatas:

1. Apa yang dimaksud pelayanan publik


2. Apa hubungan pembangunan jalan desa dengan pelayanan public
3. Mengapa pembangunan infrasruktur desa sangat penting
4. Bagaimana pebanguan desa bisa mebuat pemlayanan public menjadi berkualitas.

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang penulis tetapkan adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui Apa yang dimaksud pelayanan publik


2. Untuk mengetahui hubungan pembangunan jalan desa dengan pelayanan public
3. Untuk mengetahui Mengapa pembangunan infrasruktur desa sangat penting
4. Untuk mengetahui Bagaimana pebanguan desa bisa mebuat pemlayanan public menjadi
berkualitas.
1.4 Manfaat

Ada beberapa hal yang dipandang bermanfaat dengan melakukanpembahasan ini, diantaranya yaitu:

1. Memahami apa itupelayanan publik


2. mengetahui hubungan pembangunan jalan desa dengan pelayanan public
3. mengetahui alasan Mengapa pembangunan infrasruktur desa sangat penting
4. Memberikan Informasi Bagaimana pebanguan desa bisa mebuat pemlayanan public
menjadi berkualitas.
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Pelayanan Publik

Pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa

pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi
tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah baik di pusat, daerah, dan lingkungan Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dalam rangka upaya pemenuhan

kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan perundang-undangan.

Berdasarkan organisasi yang menyelenggarakannya, pelayanan publik atau pelayanan umum


dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh organisasi privat, adalah
semua penyediaan barang atau jasa publik yang diselenggarakan oleh swasta, seperti misalnya
rumah sakit swasta, perguruan tinggi swasta, perusahaan pengangkutan milik swasta, dan lain-

lain.
2. Pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh organisasi publik. Yang
dapat dibedakan lagi menjadi:

a. Yang bersifat primer, adalah semua penyediaan barang atau jasa publik yang
diselenggarakan oleh pemerintah yang di dalamnya pemerintah merupakan satu-

satunya penyelenggara dan pengguna/klien/customer mau tidak mau harus


memanfaatkannya. Misalnya adalah pelayanan di kantor imigrasi, pelayanan perizinan,

dan pelayanan identitas penduduk.


b. Yang bersifat sekunder, adalah segala bentuk penyediaan barang atau jasa yang
diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi yang di dalamnya pengguna/klien/customer
tidak harus mempergunakannya karena adanya beberapa penyelenggara pelayanan.
Misalnya adalah pelayanan kesehatan.

Ada 5 (lima) karakteristik yang dapat dipakai untuk membedakan ketiga jenis penyelenggaraan
pelayanan publik tersebut, yaitu:

1. Adaptabilitas layanan. Ini berarti derajat perubahan layanan sesuai dengan tuntutan
perubahan yang diminta oleh pengguna.
2. Posisi tawar pengguna/klien. Semakin tinggi posisi tawar pengguna/klien, maka akan

semakin tinggi pula peluang pengguna/klien untuk meminta pelayanan yang lebih baik.
3. Tipe pasar. Karakteristik ini menggambarkan jumlah penyelenggara pelayanan yang ada
dan hubungannya dengan pengguna/klien.

4. Locus kontrol. Karakteristik ini menjelaskan siapa yang memegang kontrol atas transaksi,
apakah penguna/klien atau penylenggara pelayananan.
5. Sifat pelayanan. Hal ini menunjukkan kepentingan pengguna atau penyelenggara pelayanan
yang lebih dominan.

Soewarno Handayaningrat yang mengatakan bahwa” Aparatur ialah aspek-aspek administrasi


yang diperlukan dalam penyelenggaraan pemerintahan atau negara, sebagai alat untuk mencapai

tujuan organisasi. Aspek-aspek administrasi itu terutama ialah kelembagaan atau organisasi dan
kepegawaian”. Aparatur menurut definisi diatas dikatakan bahwa aparatur merupakan organisasi

kepegawaian dalam penyelenggaraan administrasi pemerintahan ataunegara dalam melayani


masyarakat. Aspek-aspek administrasi merupakan kelembagaan atau organisasi dalam penyelenggaraan

pemerintahan.

Dalam peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara nomor 87/M.PAN/8/2005 tentang

pedoman peningkatan pelaksanaan efisiensi, penghematan dan disiplin kerja Menteri Pendayagunaan

Aparatur Negara, menyebutkan dalam penyelenggaraan Pemerintahan, Aparatur Negara adalah

Aparatur Pemerintah yang bertanggung jawab mewujudkan kepemerintahan yang baik (good
governance) dan kepemerintahan yang bersih (clean governance). Sumber Daya Manusia Aparatur
Pemerintah dalam melaksanakan tanggungjawabnya wajib melakukan perubahan sikap, tindakan, dan
perilaku ke arah budaya kerja efisien, hemat, disiplin tinggi, dan anti korupsi, kolusi, dan nepotisme

(KKN). Dalam melaksanakan ketentuan tersebut, aparatur pemerintah berupaya secara sistematis dan
berkelanjutan menjadi panutan dan teladan dalam lingkungan masyarakat.

Pengaturan tentang kecamatan sedikit banyak mengalami perubahan bahkan penguatan oleh

UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Hal ini bisa dimengerti karena kendali pengaturan
negara akan lebih efektif dan efisien dengan cara terhubungnya simpul-simpul kecamatan dalam

perspektif pengendalian pembangunan, pemerintahan dan kemasyarakatan dalam makro kosmos


Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pembuktian akan hal ini dapat dilihat dalam rangkaian pasal pada
undang-undang yang telah diundangkan tanggal 2 Oktober 2014.
Berawal dari pasal 221 ayat (1) difahami bahwa semangat ataupun ruh pembentukan kecamatan

adalah dalam rangka meningkatkan koordinasi pemerintahan, pelayanan publik dan pemberdayaan
masyarakat baik desa maupun kelurahan. Dijelaskan lebih lanjut dalam ayat (3) bahwa dalam rangka
mekanisme pembentukan kecamatan tidak boleh meninggalkan keikutsertaan propinsi sebagai wakil

pemerintah pusat. Hal ini menegaskan bahwa harus adanya rentang kendali yang kuat yang
menghubungkaan antara Kecamatan, Kabupaten, Provinsi, dan Kementrian Dalam Negeri. Ini semakin
dikuatkan oleh pasal 224 ayat (3) yang berisi bahwa Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat dapat
mempengaruhi dalam pengangkatan Camat.

Yang lebih spektakuler adalah bahwa berdasarkan pasal 225 ayat (1) point a bahwa salah satu
tugas Camat adalah melaksanakan urusan pemerintahan umum. Dijelaskan pada pasal 9 ayat (5) bahwa

urusan pemerintahan umum pada dasarnya adalah kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan.
Lebih rinci dijelaskan pada pasal 25 ayat (1) bahwa tugas pemerintahan umum adalah pembinaan

wawasan kebangsaan dan ketahanan nasional dalam rangka memantapkan pengamalan Pancasila,
pelaksanaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pelestarian Bhinneka

Tunggal Ika serta pemertahanan dan pemeliharaan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa, pembinaan kerukunan antarsuku dan intrasuku, umat
beragama, ras, dan golongan lainnya guna mewujudkan stabilitas keamanan lokal, regional, dan
nasional; penanganan konflik sosial sesuai ketentuan peraturan perundang undangan, koordinasi

pelaksanaan tugas antarinstansi pemerintahan yang ada di wilayah Daerah provinsi dan Daerah

kabupaten/kota untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul dengan memperhatikan prinsip

demokrasi, hak asasi manusia, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan, potensi serta
keanekaragaman Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan, pengembangan

kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila; dan pelaksanaan semua Urusan Pemerintahan yang bukan
merupakan kewenangan Daerah dan tidak dilaksanakan oleh Instansi Vertikal.

Meski dalam pasal 209 ayat (2) definisi kecamatan sebagai unsur aparatur daerah tidak seperti

UU No 5 tahun 1974 Camat sebagai unsur wilayah namun UU 23 tahun 2014 cukup memberikan ruang
berkreasi dalam rangka pelaksanaan seluruh fungsi-fungsi manajemen pemerintahan dalam
mewujudkan kesejahteraan rakyat dengan menggunakan alat kelengkapan kecamatan yang ada
sebagaimana di atur dalam pasal 225 ayat (3) baik dalam unsur staf maupun unsur lini sebagai

pelaksana misi kecamatan mencapai tata kelola pemerintahan yang baik, mewujudkan pelayanan publik
maupun pemberdayaan masyarakat.
Selain melaksanakan urusan di atas kecamatan juga dimungkinkan untuk mendapatkan

pelimpahan urusan dari Bupati sebagaimana termaktub dalam pasal 226 ayat 1,2, dan 3 dengan
Keputusan Bupati dalam rangka efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan
publik dan pemberdayaan masyarakat. Aspek pelimpahan kewenangan dari Bupati kepada Camat

disertai dengan penganggaran dari APBN merupakan pelimpahan kewenangan urusan dekonsentrasi
(pasal 225 ayat 2) dan dari APBD merupakan pelimpahan kewenangan urusan desentralisasi (pasal 227).

Sebelum ditebitkannya undang-undang yang baru ini kecamatan lebih dikenal dengan
pelaksana tugas-tugas fasilitasi dan koordinasi namun sekarang banyak diberikan tugas pembinaan dan

pengawasan terhadap desa/kelurahan sebagaimana pasal 225 ayat (1) huruf g. Hal ini makin berat
dengan diterbitkannya UU No 6 tahun 2014 tentang Desa, dimana disamping kecamatan harus

mengelola potensi internal namun juga mengelola desa/kelurahan dengan multi dimensi yang
melingkupinya. Berkait dengan hal itu sangat diperlukan kemampuan managemen yang tangguh baik

dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan fungsi kontrolnya.

Dalam penyelenggaraan pemerintahan kecamatan, UU 23 Tahun 2014 juga membuka ruang


untuk berinovasi. Inovasi tersebut dapat berbentuk bagaimana menyelenggarakan pemerintahan yang
efektif dan efisien, bagaimana memberikan pelayanan publik yang baik, maupun inovasi tentang

bagaimana cara memberdayakan masyarakat dengan tepat dan berhasil guna. Ruang-ruang tersebut

dibuka dalam koridor peningkatan efisiensi, perbaikan efektivitas, perbaikan kualitas pelayanan, tidak

ada konflik kepentingan, berorientasi kepada kepentingan umum, dilakukan secara terbuka, memenuhi
nilai-nilai kepatutan, dan dapat dipertanggungjawabkan hasilnya tidak untuk kepentingan diri sendiri
(pasal 387). Bahkan Pasal 389 menyebutkan dalam hal pelaksanaan inovasi yang telah menjadi kebijakan
Pemerintah Daerah dan inovasi tersebut tidak mencapai sasaran yang telah ditetapkan, aparatur sipil

negara tidak dapat dipidana.

2.2 Gambaran Umum Pelayanan Publik di Indonesia

Berbicara mengenai pelayanan publik, tidak akan ada habisnya untuk dibahas. Banyak
pandangan miring manakala kata pelayanan publik itu dibahas. Pelayanan publik sering dikaitan dengan
hal-hal yang kotor, korup, berbelit-belit, dan petugas yang kurang ramah. Mungkin hal ini bisa saja

tidak terjadi tetapi inilah realita yang dirasakan penulis terjadi di Negara kita. Seharusnya pelayanan
publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam
bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan
dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara
atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam

rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.2 Penyebab Tidak maksimalnya Pelayanan Publik di Indonesia

Faktor-faktor penyebab buruknya pelayanan publik selama ini antara lain:

1. Kebijakan dan keputusan yang cenderung menguntungkan para elit politik dan sama sekali
tidak pro rakyat. Teori kebijakan menyatakan bahwa “Kebijakan di buat untuk menguntungkan
orang yang membuat kebijakan tersebut”. Terlepas dari keuntungan positif atau negatif

terhadap orang tersebut. Namun realita yang terjadi pada sistem pemerintahan kita yaitu masih
banyaknya kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dengan latar belakang ingin meperoleh

keuntungan. Banyak contoh yang dapat kita temukan, salah satunya. Msalnya, di beberapa
kotakota besar dilakukan penggusuran besar-besaran sektor informal dan pedagang kaki lima

dengan alasan keberadaan sektor informal dan pedagang kaki lima tersebut mengganggu
ketertiban, kenyamanan serta kepentingan umum (publik). Namun, sebagian besar publik

adalah penduduk miskin yang butuh lapangan pekerjaan. Bila diteliti maka kebutuhan kota
yang bersih tanpa pedagang kaki lima sebenarnya, cuman kebutuhan sebagian kecil masyarakat

menengah ke atas. Dalam hal ini Kota Makassar, karena penulis berasal dari kota Makassar. Di

kota Makassar, sektor informal dan pedagang kaki lima bukannya di gusur tetapi di tata. Di
Kawasan Pantai Losari , tiap hari sabtu dan minggu pagi sampai siang diperbolehkan bagi
pedagang kaki lima untuk berjualan.

2. Kelembagaan yang dibangun selalu menekankan sekedar teknis-mekanis saja dan bukan
pedekatan pe-martabat-an kemanusiaan.
3. Kecenderungan masyarakat yang mempertahankan sikap menerima (pasrah) apa adanya yang
telah diberikan oleh pemerintah sehingga berdampak pada sikap kritis masyarakat yang tumpul.
Pada umumnya masyarakat yang hidup di desa, baik itu desa dekat kota maupun desa

pedalaman, memiliki sikap acuh dan tidak mau tau (apatis) terhadap apa yang telah diberikan

oleh pemerintah. Padahal pemerintah telah berusaha untuk memberikan pelayanan yang baik
kepada mereka. Hal ini dipicu karena masyarakat berfikir pelayanan yang memakan waktu

banyak dan urusan yang berbelit-belit dapat mengganggu waktu mereka untuk mencari nafkah
di sawah dan dikebun.
4. Adanya sikap-sikap pemerintah yang berkecenderungan mengedepankan informality birokrasi
dan mengalahkan proses formalnya dengan asas mendapatkan keuntungan pribadi. Hal ini
sangat sering kita temukan dalam kehidupan bermasyarakat kita. Salah satu contoh, pada saat

kita ingin mengurus surat kehilangan di kantor polisi, untuk mempercepat proses pembuatnya
penyelenggara pelayanan tersebut memita upah sebagai uang pelicin/pungli (pungutan liar)
untuk mempermudah proses pembuatannya. Prilaku tersebut mencerminkan prilaku yang tidak

benar pada seorang penyelenggara pelayanan publik, pasalnya kegiatan pungli tersebut sangat
diharamkan dalam aturan pelayanan. Hal ini bisa saja dipicu karena kurangnnya gaji atau upah
yang didapatkan oleh penyelenggara pemerintah, namun di sisi lain kenaikan gaji para pelayan
masyarakat juga dinaikkan untuk mengimbangi kinerjanya tersebut. Tetapi itulah realitanya di

Indonesia.

2.3 Upaya Mengatasi Pelayanan Yang Tidak Maksimal

Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam peningkatan kualitas pelayanan publik,
diantaranya adalah:

1. Revitalisasi, restrukturisasi, dan deregulasi di bidang pelayanan publik; Dilakukan dengan


mengubah posisi dan peran (revitalisasi) birokrasi dalam memberikan layanan kepada

publik. Dari yang suka mengatur dan memerintah, merubah menjadi suka melayani, dari
yang suka menggunakan pendekatan kekuasaan, berubah menjadi suka menolong menuju
kearah yang fleksibel kolaboratis, dan dari cara-cara sloganis menuju cara-cara kerja yang

realitas. Namun sebelum melakukan revitalisasi dan restrukturisasi kelembagaan, maka

langkah pertama yang harus di tempuh adalah deregulasi, dengan mengkaji dan
menyempurnakan peraturan perundangperundangan yang melandas penyelenggaraan
pelayanan di berbagai Instansi Pemerintah Daerah untuk lebih disesuaikan dengan

reformasi dengan memangkas berbagai peraturan yang menghambat agar menjadi lebih
sederhana/efesien dan memperpendek jalur birokrasi yang panjang untuk kemudian dan
kelancaran pelaksanaan pelayanan. Dalam upaya ini antara lain juga termasuk melalui
penetapan bebagai standar pelayanan, penyederhanaan kelembagaan dan rentang
kendalinya.

2. Peningkatan profesionalisme pejabat pelayan publik; Langkah-langkah yang harus dilakukan


dalam upaya meningkatkan profesionalisme petugas pemberi pelayanan, antara lain:
a) Melakukan kajian/analisis kebutuhan diklat teknis fungsional oleh pemerintah pusat dan
pemerintah darah yang aplikatif dan praktis;
b) Menetapkan kewenangan penyelenggaraan diklat teknis fungsional diantara

pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota;


c) Mengupayakan pengembangan jabatan fungsional bidang pelayanan publik; dan
d) Melakukan studi banding tentang sistem penyelenggaraan pelayanan publik.

3. Korporatisasi unit pelayanan publik; Kebijakan otonomi manajemen (korporatisasi), yaitu


pemberian kewenangan secara eksplisit dan jelas kepada unit/satuan kerja tertentu dari
Instansi Pemerintah untuk menyelenggarakan manajemen operasional pelayanan secara
mandiri dan otonom. Kebijakan tersebut pada dasarnya dimaksudkan untuk membangun

dan meningkatkan kinerja satuan-satuan organisasi pemerintah, agar mampu memberikan

pelayanan prima dan memilih keunggulan kompetitif (competitive advantages), terutama


terhadap unit kerja yang menyelenggarakan fungsi pelayanan masyarakat. Langkah

korporatisasi ini tentu harus diikuti dengan berbagai perubahan dan penyesuaian sistem
dan manajemen unit-unit pelayanan tersebut termasuk perubahan tata nilai dan budaya

kerja dari para penyelenggara.


4. Pengembangan dan pemanfaatan E-Government bagi instansi pelayanan publik. Sejalan
dengan program pembangunan tekhnologi informasi di Indonesia, di sektor pemerintahan,
sebagai aplikasi pemberdayaan aparatur negara, pemerintah meningkatkan dan

mengembangkan penyelenggaraan EGovernment atau E-Government On Line. Pada seluruh


organisasi pemerintah, baik pusat maupun daerah terutama kepada instansi yang

memberikan pelayanan kepada masyarakat, sehingga penyediaan data dan informasi dapat

diakses dan dimanfaatkan secara cepat, akurat dan aman oleh masyarakat dan para
pengguna lainnya.
5. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pelayanan publik. Dalam rangka mewujudkan
tranparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan pelayanan publik oleh aparatur,
dikembangkan suatu konsep dengan membangun keterlibatan/partisipasi masyarakat

dalam menyelenggarakan fungsi-fungsi pelayanan publik untuk membangun kreativitas dan


partisipasi masyarakat dalam pembangunan di samping masyarakat dapat berpartisipasi

penuh dan melakukan pengawasan sosial.


BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Hubungan Pembangunan Jalan Dengan Pelayanan Publik

Jalan umum adalah salah satu pelayanan publik sebagai sarana yang akan di lalui oleh

kendaraan bermotor. Jalan umum yang layak dan nyaman harus di berikan oleh pemerintah agar
kegiatan seseorang untuk mencapai suatu tujuannya bisa tercapai. Jika jalan umum ini tidak layak dan
rusak maka masyarakat akan terkendala dalam mencapai tujuannya khususnya untuk menemui

pasangannya.

jalan terbagi lagi atas dua jenis, yaitu jalan primer dan jalan sekunder. Pada Pasal 10 Ayat 4
peraturan tersebut disebutkan bahwa jalan primer menghubungkan antar pusat kegiatan di dalam

kawasan perdesaan dan jalan di dalam lingkungan kawasan perdesaan. Sedangkan pada Pasal 11 Ayat
4 selanjutnya disebutkan bahwa jalan sekunder menghubungkan antar persil dalam kawasan perkotaan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan pada Pasal 12

Ayat 1 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan persyaratan teknis jalan dalam pelaksanaan
pembangunan jalan meliputi kecepatan rencana, lebar badan jalan, kapasitas, jalan masuk,
persimpangan sebidang, bangunan pelengkap, perlengkapan jalan, penggunaan jalan sesuai dengan

fungsinya dan tidak terputus. Dengan demikian, persyatan teknis jalan secara singkat dapat dikatakan

harus memenuhi ketentuan keamanan, keselamatan dan lingkungan. Khusus untuk jalan lingkungan,

dalam Pasal 16 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan
disebutkan bahwa jalan lingkungan primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 15

kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikir 6,5 meter. Persyaratan teknis jalan lingkungan
primer diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda tiga atau lebih.

Sedangkan jalan lingkungan primer yang tidak diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda

tiga atau lebih, harus mempunyai lebar badan jalan paling sedikit 3,5 meter. Sedangkan untuk
persyaratan teknis jalan lingkungan sekunder dijabarkan dalam Pasal 20 Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan. Disebutkan bahwa jalan lingkungan sekunder didesain
berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 10 kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling

sedikit 6,5 meter. Persyaratan teknis jalan lingkungan sekunder diperuntukkan bagi kendaraan bermotor
beroda tiga atau lebih. Sedangkan jalan lingkungan sekunder yang tidak diperuntukkan bagi kendaraan
bermotor roda tiga atau lebih, harus mempunyai lebar badan jalan paling sedikit 3,5 meter.
3.2 Faktor Pembangunan Jalan desa berhubungan dengan Pelayanan Publik

Infrastruktur merupakan bagian dari usaha yang dilakukan sebagai langkah untuk membangun
manusia. Hal ini mengandung arti bahwa setiap kebijakan yang akan diambil yang berkaitan dengan
pembangunan harus tertuju pada pembangunan yang merata dan diselenggarakan untuk kepentingan
masyarakat agar hasil pembangunan tersebut benar-benar dapat dirasakan oleh masyarakat sehingga
pada akhirnya dapat berdampak terhadap perbaikan dan peningkatan taraf hidup masyarakat.

Faktor-faktor yang mengharuskan pembangunan jalan di desa:

1. Lalu lintas yang telah berkembang mengahruskan pembuatan jalan yang lebih layak.
2. Sulitnya pelayanan distribusi barang dan jasa karena akses jalan yang tidak layak.
3. Pemerataan hasil pembangunan dan keadilan.
4. Terganggunya pertukaran budaya, dukungan ketahanan, dan pertahanan.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Kesimpulannya adalah pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai

segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada
prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah baik di pusat, daerah,
dan lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dalam

rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan
perundang-undangan.

Berdasarkan organisasi yang menyelenggarakannya, pelayanan publik atau pelayanan umum dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh organisasi privat.
2. Pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh organisasi publik. Yang

terdiri dari primer dan sekunder.

Ada 5 (lima) karakteristik yang dapat dipakai untuk membedakan ketiga jenis penyelenggaraan
pelayanan publik tersebut, yaitu:

a) Adaptabilitas layanan
b) Posisi tawar pengguna/klien
c) Tipe pasar
d) Locus kontrol
e) Sifat pelayanan

Hubungan pelayanan publik dengan pembangunan jalan desa. Jalan adalah salah satu
pelayanan publik sebagai sarana yang akan di lalui oleh kendaraan bermotor. Jalan umum yang layak

dan nyaman harus di berikan oleh pemerintah agar kegiatan seseorang untuk mencapai suatu tujuannya
bisa tercapai. Jika jalan umum ini tidak layak dan rusak maka masyarakat akan terkendala dalam
mencapai tujuannya. jalan terbagi lagi atas dua jenis, yaitu jalan primer dan jalan sekunder. Pada Pasal
10 Ayat 4 peraturan tersebut disebutkan bahwa jalan primer menghubungkan antar pusat kegiatan di
dalam kawasan perdesaan dan jalan di dalam lingkungan kawasan perdesaan. Sedangkan pada Pasal
11 Ayat 4 selanjutnya disebutkan bahwa jalan sekunder menghubungkan antar persil dalam kawasan

perkotaan.

Faktor-faktor yang mengharuskan pembangunan jalan di desa:

1. Lalu lintas yang telah berkembang mengahruskan pembuatan jalan yang lebih layak.
2. Sulitnya pelayanan distribusi barang dan jasa karena akses jalan yang tidak layak.
3. Pemerataan hasil pembangunan dan keadilan.
4. Terganggunya pertukaran budaya, dukungan ketahanan, dan pertahanan.
DAFTAR PUSTAKA

Djunaidi, E. (2014). Implementasi Pembangunan Jalan Lingkungan Masyarakat Dalam. eJournal, 11.

Khutimah, A. H. (2018). KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DI KANTOR KELURAHAN CEMPAKA. Jurnal

Stiami, 25.

Mustafa, C. S. (2017). IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JALAN DESA. JISIP: Jurnal Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, 5.

Anda mungkin juga menyukai