Anda di halaman 1dari 14

RESUME

STRATIGRAFI ANALISIS

NAMA : ARBY DHARMA


NIM : 471421051
KELAS : B

PRODI S1 TEKNIK GEOLOGI


JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGRI GORONTALO
2023

1
RESUME
STRATIGRAFI ANALISIS

1. Lingkungan Pengendapan

Lingkungan pengendapan adalah bagian dari permukaan bumi dimana


proses fisik, kimia dan biologi berbeda dengan daerah yang berbatasan
dengannya (Selley, 1988). Sedangkan menurut Boggs (1995) lingkungan
pengendapan adalah karakteristik dari suatu tatanan geomorfik dimana proses
fisik, kimia dan biologi berlangsung yang menghasilkan suatu jenis endapan
sedimen tertentu. Nichols (1999) menambahkan yang dimaksud dengan
proses tersebut adalah proses yang berlangsung selama proses pembentukan,
transportasi dan pengendapan sedimen. Perbedaan fisik dapat berupa elemen
statis ataupun dinamis. Elemen statis antara lain geometri cekungan, material
endapan, kedalaman air dan suhu, sedangkan elemen dinamis adalah energi,
kecepatan dan arah pengendapan serta variasi angin, ombak dan air.
Termasuk dalam perbedaan kimia adalah komposisi dari cairan pembawa
sedimen, geokimia dari batuan asal di daerah tangkapan air (oksidasi dan
reduksi (Eh), keasaman (Ph), salinitas, kandungan karbon dioksida dan
oksigen dari air, presipitasi dan solusi mineral). Sedangkan perbedaan biologi
tentu saja perbedaan pada fauna dan flora di tempat sedimen diendapkan
maupun daerah sepanjang perjalanannya sebelum diendapkan.

Litofasies: didasarkan pada ciri fisik dan kimia pada suatu batuan
Biofasies: didasarkan pada kandungan fauna dan flora pada batuan
Iknofasies: difokuskan pada fosil jejak dalam batuan.

- Lingkungan Pengendapan Darat


1. Sungai
Berdasarkan morfologinya sistem sungai dikelompokan menjadi 4
tipe sungai, sungai lurus (straight), sungai teranyam (braided), sungai
anastomasing, dan sungai kekelok (meandering).

2
Sungai lurus umumnya berada pada daerah bertopografi terjal
mempunyai energi aliran kuat atau deras. Energi yang kuat ini berdampak
pada intensitas erosi vertikal yang tinggi, jauh lebih besar dibandingkan
erosi mendatarnya. Kondisi seperti itu membuat sungai jenis ini
mempunyai pengendapan sedimen yang lemah, sehingga alirannya lurus
tidak berbelok-belok (low sinuosity). Karena kemampuan sedimentasi
yang kecil inilah maka sungai tipe ini jarang yang meninggalakan endapan
tebal. Sungai tipe ini biasanya dijumpai pada daerah pegunungan, yang
mempunyai topografi tajam. Sungai lurus ini sangat jarang dijumpai dan
biasanya dijumpai pada jarak yang sangat pendek.

Sungai kekelok adalah sungai yang alirannya berkelok-kelok atau


berbelok-belok . Leopold dan Wolman (1957) dalam Reineck dan Singh
(1980) menyebut sungai meandering jika sinuosity-nya lebih dari 1.5.
Pada sungai tipe ini erosi secara umum lemah sehingga pengendapan
sedimen kuat. Erosi horisontalnya lebih besar dibandingkan erosi vertikal,
perbedaan ini semakin besar pada waktu banjir. Hal ini menyebabkan
aliran sungai sering berpindah tempat secara mendatar. Ini terjadi karena
adanya pengikisan tepi sungai oleh aliran air utama yang pada daerah
kelokan sungai pinggir luar dan pengendapan pada kelokan tepi dalam.
Kalau proses ini berlangsung lama akan mengakibatkan aliran sungai
semakin bengkok. Pada kondisi tertentu bengkokan ini terputus, sehingga
terjadinya danau bekas aliran sungai yang berbentuk tapal kuda atau
oxbow lake.

3
Sungai teranyam umumnya terdapat pada daerah datar dengan
energi arus alirannya lemah dan batuan di sekitarnya lunak. Sungai tipe ini
bercirikan debit air dan pengendapan sedimen tinggi. Daerah yang rata
menyebabkan aliran dengan mudah belok karena adanya benda yang
merintangi aliran sungai utama.Sungai anastomasing terjadi karena adanya
dua aliran sungai yang bercabang-cabang, dimana cabang yang satu
dengan cabang yang lain bertemu kembali pada titik dan kemudian bersatu
kembali pada titik yang lain membentuk satu aliran. Energi alir sungai tipe
ini rendah. Ada perbedaan yang jelas antara sungai teranyam dan sungai
anastomosing. Pada sungai teranyam (braided), aliran sungai menyebar
dan kemudian bersatu kembali menyatu masih dalam lembah sungai
tersebut yang lebar. Sedangkan untuk sungai anastomasing adalah
beberapa sungai yang terbagi menjadi beberapa cabang sungai kecil dan
bertemu kembali pada induk sungai pada jarak tertentu . Pada daerah
onggokan sungai sering diendapkan material halus dan biasanya ditutupi
oleh vegetasi.

2. Lacustrin
Lacustrin atau danau adalah suatu lingkungan tempat
berkumpulnya air yang tidak berhubungan dengan laut. Lingkungan ini
bervariasi dalam kedalaman, lebar dan salinitas yang berkisar dari air
tawar hingga hipersaline. Pada lingkungan ini juga dijumpai adanya delta,
barried island hingga kipas bawah air yang diendapkan dengan arus
turbidit. Danau juga mengendapkan klastika dan endapan karbonat
termasuk oolit dan terumbu dari alga. Pada daerah beriklim kering dapat
terbentuk endapan evaporit. Endapan danau ini dibedakan dari endapan
laut dari kandungan fosil dan aspek geokimianya.
Danau dapat terbentuk melalui beberapa mekanisme, yaitu berupa
pergerakan tektonik sebagai pensesaran dan pemekaran; proses glasiasi
seperti ice scouring, ice damming dan moraine damming (penyumbatan

4
oleh batu); pergerakan tanah atau hasil dari aktifitas volkanik sebagai
penyumbatan lava atau danau kawah hasil peledakan.

- Lingkungan Pengendapan Transisi


1. Delta
Proses pembentukan delta adalah akibat akumulasi dari sedimen
fluvial (sungai) pada “lacustrine” atau “marine coastline”. Delta
merupakan sebuah lingkungan yang sangat komplek dimana beberapa
faktor utama mengontrol proses distribusi sedimen dan morfologi delta,
faktor-faktor tersebut adalah regime sungai, pasang surut (tide),
gelombang, iklim, kedalaman air dan subsiden (Tucker, 1981). Untuk
membentuk sebuah delta, sungai harus mensuplai sedimen secara cukup
untuk membentuk akumulasi aktif, dalam hal ini prograding system.
Secara sederhana ini berarti bahwa jumlah sedimen yang diendapkan harus
lebih banyak dibandingkan dengan sedimen yang terkena dampak
gelombang dan pasang surut. Dalam beberapa kasus, pengendapan
sedimen fluvial ini banyak berubah karena faktor diatas, sehingga banyak
ditemukan variasi karakteristik pengendapan sedimennya, meliputi
distributary channels, river-mouth bars, interdistributary bays, tidal flat,
tidal ridges, beaches, eolian dunes, swamps, marshes dan evavorites flats
(Coleman, 1982).

5
Deposit (endapan) pada delta purba telah diteliti dalam urutan
umur stratigrafi, dan sedimen yang ada di delta sangat penting dalam
pencarian minyak, gas, batubara dan uranium. Delta - delta modern saat ini
berada pada semua kontinen kecuali Antartica. Bentuk delta yang besar
diakibatkan oleh sistem drainase yang aktif dengan kandungan sedimen
yang tinggi. Berdasarkan fisiografinya, delta dapat diklasifikasikan
menjadi tiga bagian utama , yaitu Delta plain, Front Delta dan Prodelta.
Delta plain merupakan bagian kearah darat dari suatu delta.
Umumnya terdiri dari endapan marsh dan rawa yang berbutir halus seperti
serpih dan bahan-bahan organik (batubara). Delta plain merupakan bagian
dari delta yang karakteristik lingkungannya didominasi oleh proses fluvial
dan tidal. Pada delta plain sangat jarang ditemukan adanya aktivitas dari
gelombang yang sangat besar. Daerah delta plain ini ditoreh (incised) oleh
fluvial distributaries dengan kedalaman berkisar dari 5 – 30 m. Pada
distributaries channel ini sering terendapkan endapan batupasir channel-fill
yang sangat baik untuk reservoir (Allen & Coadou, 1982).
Delta front merupakan daerah dimana endapan sedimen dari sungai
bergerak memasuki cekungan dan berasosiasi/berinteraksi dengan proses
cekungan (basinal). Akibat adanya perubahan pada kondisi hidrolik, maka
sedimen dari sungai akan memasuki cekungan dan terjadi penurunan
kecepatan secara tiba-tiba yang menyebabkan diendapkannya material-
material dari sungai tersebut. Kemudian material-material tersebut akan
didistribusikan dan dipengaruhi oleh proses basinal. Umumnya pasir yang
diendapkan pada daerah ini terendapkan pada distributary inlet sebagai
bar. Konfigurasi dan karakteristik dari bar ini umumnya sangat cocok
sebagai reservoir, didukung dengan aktivitas laut yang mempengaruhinya
(Allen & Coadou, 1982).
Prodelta adalah bagian delta yang paling menjauh kearah laut atau
sering disebut pula sebagai delta front slope. Endapan prodelta biasanya
dicirikan dengan endapan berbutir halus seperti lempung dan lanau. Pada
daerah ini sering ditemukan zona lumpur (mud zone) tanpa kehadiran

6
pasir. Batupasir umumnya terendapkan pada delta front khususnya pada
daerah distributary inlet, sehingga pada daerah prodelta hanya diendapkan
suspensi halus. Endapan-endapan prodelta merupakan transisi kepada
shelf-mud deposite. Endapan prodelta umumnya sulit dibedakan dengan
shelf-mud deposite. Keduanya hanya dapat dibedakan ketika adanya suatu
data runtutan vertikal dan horisontal yang baik (Reineck & Singh, 1980).

2. Estuarin
Pritchard, 1967 (Reineck & Singh, 1980) mengemukakan bahwa
estuarin adalah “a semi-enclosed coastal body of water which has a free
connection with the open sea and within which sea water is measurably
diluted with fresh water derived from land drainage”. Ada dua faktor
penting yang mengontrol aktivitas di estuarin, yaitu volume air pada saat
pasang surut dan volume air tawar (fresh water) serta bentuk estuarin.
Endapan sedimen pada lingkungan estuarin dibawa dua aktivitas, yaitu
oleh arus sungai dan dari laut terbuka. Transpor sedimen dari laut lepas
akan sangat tergantung dari rasio besaran tidal dan disharge sungai.
Estuarin diklasifikasikan menjadi tiga daerah yaitu marine atau
lower estuarin, yaitu estuarine yang secara bebas berhubungan dengan laut
bebas, sehingga karakteristik air laut sangat terasa pada daerah ini, Middle
estuarin, yaitu daerah dimana terjadi percampuran antara fresh water dan

7
air asin secara seimbang dan Fluvial atau upper estuarin, yaitu daerah
estuarin dimana fresh water lebih mendominasi, tetapi tidal masih masih
berpengaruh (harian)
3. Lagun ( Lagoon )
Lagun adalah suatu kawasan berair dangkal yang masih
berhubungan dengan laut lepas, dibatasi oleh suatu punggungan
memanjang (barrier) dan relatif sejajar dengan pantai. Maka dari itu lagun
umumnya tidak luas dan dangkal dengan energi rendah. Beberapa lagun
yang dianggap besar, misalnya Leeward Lagoon di Bahama luasnya hanya
10.000 km dengan kedalaman + 10 m (Jordan, 1978, dalam Bruce W.
Sellwood, 1990).
Akibat terhalang oleh tanggul, maka pergerakan air di lagun
dipengaruhi oleh arus pasang surut yang keluar/masuk lewat celah tanggul
(inlet). Kawasan tersebut secara klasik dikelompokkan sebagi daerah
peralihan darat - laut (Pettijohn, 1957), dengan salinitas air dari tawar
(fresh water) sampai sangat asin (hypersalin). Keragaman salinitas tersebut
akibat adanya pengaruh kondisi hidrologi, iklim dan jenis material batuan
yang diendapkan di lagun. Lagun di daerah kering memiliki salinitas yang
lebih tinggi dibanding dengan lagun di daerah basah (humid), hal ini
dikarenakan kurangnya air tawar yang masuk ke daerah itu.
Berdasarkan batasan-batasan tersebut diatas maka batuan sedimen
lagun sepintas kurang berarti dalam aspek geologi. Akan tetapi bila
diamati lebih rinci mengenai aspek lingkungan pengendapannya, lagun
akan dapat bertindak sebagai penyekat perangkap stratigrafi minyak.
Transportasi material sedimen di lagun dilakukan oleh, air pasang
energi ombak, angin yang dengan sendirinya dikendalikan iklim sehingga
akan mempengaruhi kondisi biologi dan kimia lagun. Endapan delta (tidal
delta) dapat terbentuk dibagian ujung alur pemisah tanggul, yaitu didalam
lagun atau dibagian laut terbuka (Boggs, 1995). Material delta tersebut
agak kasar sebagai sisipan pada fraksi halus, yaitu bila terjadi aktifitas

8
gelombang besar yang mengerosi tanggul dan terendapkan di lagun
melalui celah tersebut.
Lingkungan lagun karena ada tanggul maka berenergi rendah
sehingga material yang diendapkan berupa fraksi halus, kadang juga
dijumpai batupasir dan batulumpur. Beberapa lagun yang tidak bertindak
sebagai muara sungai, maka material yang diendapkan didominasi oleh
material marin. Material pengisi lagun dapat berasal dari erosi barrier
(wash over) yang berukuran pasir dan lebih kasar. Apabila ada penghalang
berupa reef, dapat juga dijumpai pecahan-pecahan cangkang di bagian
backbarier atau di tidal delta. Akibat angin partikel halus dari tanggul
dapat terangkut dan diendapkan di lagun. Angin tersebut dapat juga
menyebabkan terjadinya gelombang pasang yang menerpa garis pantai dan
menimbulkan energi tinggi sehingga terjadi pengikisan dan pengendapan
fraksi kasar. Struktur sedimen yang berkembang umumnya pejal (pada
batulempung abu-abu gelap) dengan sisipan tipis batupasir halus
(batulempung Formasi Lidah di Kendang Timur), gelembur - gelombang
dengan beberapa internal small scale cross lamination yang melibatkan
batulempung pasiran. Struktur bioturbasi sering dijumpai pada
batulempung pasiran (siltstone) yang bersisipan batupasir dibagian dasar
lagun (Boggs, 1995). Batupasir tersebut ditafsirkan sebagai hasil endapan
angin, umumnya berstruktur perarian sejajar dan kadang juga berstruktur
ripple cross-lamination.
4. Tidal Flat
Tidal flat merupakan lingkungan yang terbentuk pada energi
gelombang laut yang rendah dan umumnya terjadi pada daerah dengan
daerah pantai mesotidal dan makrotidal. Pasang surut dengan amplitudo
yang besar umumnya terjadi pada pantai dengan permukaan air yang
sangat besar/luas. Danau dan cekungan laut kecil yang terpisah dari laut
terbuka biasanya hanya mengalami efek yang kecil dari pasang surut ini,
seperti pada laut mediterania yang ketinggian pasang surutnya hanya
berkisar dari 10 – 20 cm. Luas dari daerah tidal flat ini berkisar antara

9
beberapa kilometer sampai 25 km (Boggs, 1995). Berdasarkan pada
elevasinya terhadap tinggi rendahnya pasang surut, lingkungan tidal flat
dapat dibagi menjadi tiga zona, yaitu subtidal, intertidal dan supratidal .
Pembagian serta hubungan antara zona-zona pada lingkungan tidal flat
(Boggs, 1995) Zona subtidal meliputi daerah dibawah rata-rata level
pasang surut yang rendah dan biasanya selalu digenangi air secara terus
menerus. Zona ini sangat dipengaruhi oleh tidal channel dan pengaruh
gelombang laut, sehingga pada daerah ini sering diendapkan bedload
dengan ukuran pasir (sand flat). Pada zona ini sering terbentuk subtidal bar
dan shoal. Pengendapan pada daerah subtidal utamanya terjadi oleh akresi
lateral dari sedimen pasiran pada tidal channel dan bar. Migrasi pada tidal
channel ini sama dengan yang terjadi pada lingkungan sungai meandering.
Zona intertidal meliputi daerah dengan level pasang surut rendah sampai
tinggi. Endapannya dapat tersingkap antara satu atau dua kali dalam
sehari, tergantung dari kondisi pasang surut dan angin lokal. Pada daerah
ini biasanya tidak tumbuh vegetasi yang baik, karena adanya aktifitas air
laut yang cukup sering (Boggs, 1995). Karena intertidal merupakan daerah
perbatasan antara pasang surut yang tinggi dan rendah, sehinnga
merupakan daerah pencampuran antara akresi lateral dan pengendapan
suspensi, maka daerah ini umumnya tersusun oleh endapan yang berkisar
dari lumpur pada daerah batas pasang surut tinggi sampai pasir pada batas
pasang surut rendah (mix flat). Pada daerah dengan pasang surut lemah
disertai adanya aktivitas ombak pada endapan pasir intertidal dapat
menyebabkan terbentuknya asimetri dan simetri ripples. Facies intertidal
didominasi oleh perselingan lempung, lanau dan pasir yang
memperlihatkan struktur flaser, wavy dan lapisan lentikular. Facies seperti
ini menunjukan adanya fluktuasi yang konstan dengan kondisi energi yang
rendah (Reading, 1978) Zona supratidal berada diatas rata-rata level
pasang surut yang tinggi. Karena letaknya yang lebih dominan ke arah
darat, zona ini sangat dipengaruhi oleh iklim. Pada daerah sedang, daerah
ini kadang-kadang ditutupi oleh endapan marsh garam , dengan

10
perselingan antara lempung dan lanau (mud flat) serta sering terkena
bioturbasi (skolithtos). Pada daerah beriklim kering sering terbentuk
endapan evaporit flat. Daerah ini umumnya ditoreh oleh tidal channel
(incised tidal channel) yang membawa endapan bedload di sepanjang alur
sungainya. Pengendapan pada tidal channel umumnya sangat dipengaruhi
oleh arus tidal sendiri, sedangkan pada daerah datar di sekitarnya (tidal
flat), pengendapannya akan dipengaruhi pula oleh aktivitas dari
gelombang yang diakibatkan oleh air ataupun angin. Suksesi endapan pada
lingkungan tidal flat umumnya memperlihatkan sistem progadasi dengan
penghalusan ke atas sebagai refleksi dari batupasir pada pasang surut
rendah (subtidal) ke lumpur pada pasang surut tinggi (supratidal dan
intertidal bagian atas). Blok diagram silisiklastik pada lingkungan tidal
flat (Dalrymple, 1992 dalam Walker & James, 1992)
- Lingkungan pengendapan laut
1. Neritik (Shelf Environment)
Daerah shelf merupakan daerah lingkungan pengendapan yang
berada diantara daerah laut dangkal sampai batas shelf break . Heckel
(1967) dalam Boggs (1995) membagi lingkungan shelf ini menjadi dua
jenis, perikontinental (marginal) dan epikontinental (epeiric).
Perikontinental shelf adalah lingkungan laut dangkal yang terutama
menempati daerah di sekitar batas kontinen (transitional crust) shelf
dengan laut dalam. Perikontinental seringkali kehilangan sebagian besar
dari endapan sedimennya (pasir dan material berbutir halus lainnya),
karena endapan-endapan tersebut bergerak memasuki laut dalam dengan
proses arus traksi dan pergerakan graviti (gravity mass movement). Karena
keberadaannya di daerah kerak transisi (transitional crust), perikontinental
juga sering menunjukan penurunan (subsidence) yang besar, khususnya
pada tahap awal pembentukan cekungan, yang dapat mengakibatkan
terbentuknya endapan yan tebal pada daerah ini (Einsele, 1992).
Sedangkan epikontinental adalah lingkungan laut yang berada pada daerah
kontinen (daratan) dengan sisi-sisinya dibatasi oleh beberapa daratan.

11
Daerah ini biasanya dibentuk jauh dari pusat badai (storm) dan arus laut,
sehingga seringkali terproteksi dengan baik dari kedua pengaruh tersebut.
Jika sebagian dari daerah epeiric ini tertutup, maka ini akan semakin tidak
dipengaruhi oleh gelombang dan arus tidal.
Shelf yang didominasi oleh arus tidal ditandai dengan kehadiran
tidal dengan kecepatan berkisar dari 50 sampai 150 cm/det (Boggs, 1995).
Sedangkan Reading (1978) mengungkapkan bahwa beberapa shelf modern
mempunyai ketinggian tidal antara 3 – 4m dengan maksimum kecepatan
permukaan arusnya antara 60 sampai >100 cm/det. Endapan yang khas
yang dihasilkan pada daerah dominasi pasang surut ini adalah endapan-
endapan reworking in situ berupa linear ridge batupasir (sand ribbons),
sand waves (dunes), sand patches dan mud zones. Orientasi dari sand
ridges tersebut umumnya paralel dengan arah arus tidal dengan
kemiringan pada daerah muka sekitar 50. Umumnya batupasir pada shelf
tide ini ditandai dengan kehadiran cross bedding baik berupa small-scale
cross bedding ataupun ripple cross bedding.
Shelf yang didominasi storm dicirikan dengan kecepatan tidal yang
rendah (<25 m/det). Pada daerah ini biasanya sangat sedikit terjadi
pengendapan sedimen berbutir kasar, kecuali pada saat terjadi badai yang
intensif. Kondisi storm dapat mempengaruhi sedimentasi pada kedalaman
20 – 50 m. pada saat terjadi badai, daerah shelf ini menjadi area
pengendapan lumpur dari suspensi. Material klastik berbutir halus dibawa
menuju daerah ini dari mulut sungai dalam kondisi suspensi oleh
geostrphik dan arus yang disebabkan angin (Nichols, 1999). Storm juga
dapat mengakibatkan perubahan (rework) pada dasar endapan sedimen
yang telah diendapkan terlebih dahulu. Pada suksesi daerah laut dangkal
dengan pengaruh storm akan dicirikan dengan simetrikal (wave) laminasi
bergelombang (ripple), hummocky dan stratifikasi horisontal yang kadang-
kadang tidak jelas terlihat karena prose bioturbasi.

12
2. Oceanic (Deep-water Environment)
Sekitar 70% daerah bumi ini merupakan daerah cekungan laut
dengan alas kerak samudra tipe basaltis. Daerah cekungan laut dalam
merupakan daerah yang pada bagian atanya dibatasi oleh lingkungan shelf
pada zona break, secara topografi ditandai dengan kemiringan yang curam
(lebih besar) dibandingkan dengan shelf. Berdasarkan dari fisiografinya,
lingkungan laut dalam ini dibagi menjadi tiga daerah yaitu, continental
slope, continental rise dan cekungan laut dalam .
3. Lingkungan Terumbu (Reef)
Terumbu atau reef merupakan lingkungan yang unik yang sangat
berbeda dari bagian lingkungan pengendapan lainnya di lingkungan
paparan (shelf). Terumbu ini umumnya dijumpai pada bagian pinggir
platform paparan luar (outer-shelf) yang hampir menerus sepanjang arah
pantai, sehingga merupakan penghalang yang efektif terhadap gerakan
gelombang yang melintasi paparan tersebut. Disamping terumbu
berkembang seperti massa yang menyusur sepanjang garis pantai diatas,
juga dapat berkembang sebagai “patch” yang terisolir dalam paparan
bagian dalam atau inner-shelf .
Dunham (1970) memberikan peristilahan ini dengan mengusulkan
dua tipe terumbu, yaitu Terumbu Ecologik : adalah terumbu yang dicirikan
oleh bentuk kaku, struktur tofografi yang tahan terhadap gelombang,
dihasilkan oleh pembentukan aktif dan pengikatan sedimen organism dan
terumbu Stratigrafi dicirikan oleh batuan yang tebal, terbatas secara lateral,
dan merupakan batuan karbonat yang buruk sampai sangat buruk.
Selanjutnya Longman (1981) memodifikasi definisi Heckel (1974), yang
mengatakan bahwa terumbu sebagai karbonat yang tumbuh dipengaruhi
secara biologi dan juga mempengaruhi secara biologi dan juga
mempengaruhi daerah sekitarnya.

13
Daftar pustaka
Boggs, Sam, J. R., 1995, Principles of Sedimentology and Stratigraphy,
University of Oregon, Prentice Hall, Upper Saddle River, New Jersey
Nichols, Gary, 1999, Sedimentology and Stratigraphy, Blackwell Publishing,
Kanada.

14

Anda mungkin juga menyukai