Anda di halaman 1dari 8

Nama

: Wisnu Perdana

Stambuk : F1H1 14 013


Prodi

: Teknik Geofisika

Tugas

: Sedimentologi

Ciri ciri lingkungan pengendapan darat :


1. Sungai
Sungai adalah aliran air yang besar dan memanjang yang mengalir
secara terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai
terbagi atas :
a. Sungai Lurus (Straight)
Sungai lurus umumnya berada pada daerah bertopografi terjal
mempunyai energi aliran kuat atau deras. Energi yang kuat ini berdampak
pada intensitas erosi vertikal yang tinggi, jauh lebih besar dibandingkan
erosi mendatarnya. Kondisi seperti itu membuat sungai jenis ini
mempunyai pengendapan sedimen yang lemah, sehingga alirannya lurus
tidak berbelok-belok (low sinuosity). Karena kemampuan sedimentasi
yang kecil inilah maka sungai tipe ini jarang yang meninggalakan endapan
tebal. Sungai tipe ini biasanya dijumpai pada daerah pegunungan, yang
mempunyai topografi tajam. Sungai lurus ini sangat jarang dijumpai dan
biasanya dijumpai pada jarak yang sangat pendek Sungai Kekelok
(Meandering).
b. Sungai Berkelok (Meandering)
Sungai kekelok adalah sungai yang alirannya berkelok-kelok atau
berbelok-belok . Leopold dan Wolman (1957) dalam Reineck dan Singh
(1980) menyebut sungai meandering jika sinuosity-nya lebih dari 1.5.
Pada sungai tipe ini erosi secara umum lemah sehingga pengendapan
sedimen kuat. Erosi horisontalnya lebih besar dibandingkan erosi vertikal,
perbedaan ini semakin besar pada waktu banjir. Hal ini menyebabkan
aliran sungai sering berpindah tempat secara mendatar. Ini terjadi karena
adanya pengikisan tepi sungai oleh aliran air utama yang pada daerah
kelokan sungai pinggir luar dan pengendapan pada kelokan tepi dalam.
Kalau proses ini berlangsung lama akan mengakibatkan aliran sungai
semakin bengkok. Pada kondisi tertentu bengkokan ini terputus, sehingga
terjadinya danau bekas aliran sungai yang berbentuk tapal kuda atau
oxbow lake.
c. Sungai Teranyam (Brainded)
Sungai teranyam umumnya terdapat pada daerah datar dengan
energi arus alirannya lemah dan batuan di sekitarnya lunak. Sungai tipe
ini bercirikan debit air dan pengendapan sedimen tinggi. Daerah yang rata

menyebabkan aliran dengan mudah belok karena adanya benda yang


merintangi aliran sungai utama. Tipe sungai teranyam dapat dibedakan
dari sungai kekelok dengan sedikitnya jumlah lengkungan sungai, dan
banyaknya pulau-pulau kecil di tengah sungai yang disebut gosong.
Sungai teranyam akan terbentuk dalam kondisi dimana sungai
mempunyai fluktuasi dischard besar dan cepat, kecepatan pasokan
sedimen yang tinggi yang umumnya berbutir kasar, tebing mudah tererosi
dan tidak kohesif (Cant, 1982). Biasanya tipe sungai teranyam ini diapit
oleh bukit di kiri dan kanannya. Endapannya selain berasal dari material
sungai juga berasal dari hasil erosi pada bukit-bukit yang mengapitnya
yang kemudian terbawa masuk ke dalam sungai. ).. Runtunan endapan
sungai teranyam ini biasanya dengan pemilahan dan kelulusan yang baik,
sehingga bagus sekali untuk batuan waduk (reservoir).
d. Sungai Anastomasing
Sungai anastomasing terjadi karena adanya dua aliran sungai yang
bercabang-cabang, dimana cabang yang satu dengan cabang yang lain
bertemu kembali pada titik dan kemudian bersatu kembali pada titik yang
lain membentuk satu aliran. Energi alir sungai tipe ini rendah. Ada
perbedaan yang jelas antara sungai teranyam dan sungai anastomosing.
Pada sungai teranyam (braided), aliran sungai menyebar dan kemudian
bersatu kembali menyatu masih dalam lembah sungai tersebut yang
lebar. Sedangkan untuk sungai anastomasing adalah beberapa sungai
yang terbagi menjadi beberapa cabang sungai kecil dan bertemu kembali
pada induk sungai pada jarak tertentu . Pada daerah onggokan sungai
sering diendapkan material halus dan biasanya ditutupi oleh vegetasi.
2. Danau
Danau adalah suatu lingkungan tempat berkumpulnya air yang tidak
berhubungan dengan laut. Lingkungan ini bervariasi dalam kedalaman,
lebar dan salinitas yang berkisar dari air tawar hingga hipersaline. Pada
lingkungan ini juga dijumpai adanya delta, barried island hingga kipas
bawah air yang diendapkan dengan arus turbidit. Danau juga
mengendapkan klastika dan endapan karbonat termasuk oolit dan
terumbu dari alga. Pada daerah beriklim kering dapat terbentuk endapan
evaporit. Endapan danau ini dibedakan dari endapan laut dari kandungan
fosil dan aspek geokimianya.
Danau dapat terbentuk melalui beberapa mekanisme, yaitu berupa
pergerakan tektonik sebagai pensesaran dan pemekaran; proses glasiasi
seperti ice scouring, ice damming dan moraine damming (penyumbatan
oleh batu); pergerakan tanah atau hasil dari aktifitas volkanik sebagai
penyumbatan lava atau danau kawah hasil peledakan.
Visher (1965) dan Kukal (1971) dalam selley (1988) membagi
lingkungan lacustrin menjadi dua yaitu danau permanen dan danau
ephemeral.
a. Danau Permanen

Danau permanen model pertama adalah danau yang terisi oleh


endapan klastika yang terletak di daerah pegunungan. Danau ini
mempunyai hubungan dengan lingkungan delta sungai yang berkembang
ke arah danau dengan mengendapkan pasir dan sedimen suspensi
berukuran halus. Ciri dari endapan danau ini dan juga endapan model
lainnya adalah berupa varve yaitu laminasi lempung yang reguler. Pada
endapan danau periglasial, varves berbentuk perselingan antara lempung
dan lanau. .. Lanau diendapkan pada saat mencairnya es, sedangkan
lempung diendapkan pada musim dingin dimana tidak ada air sungai yang
mengallir ke danau.
Danau permanen model kedua adalah danau yang terletak di
dataran rendah dengan iklim yang hangat. Material yang dibawa oleh
sungai dalam jumlah yang sedikit. Endapan karbonat terbentuk pada
daerah yang jauh dari mulut sungai disekitar pantai. Cangkang-cangkang
molluska dijumpai pada endapan pantai, yang dapat membentuk
kalkarenit jika energi gelombang cukup besar. Kearah dalam dijumpai
adanya ganggang merah berkomposisi gampingan. Contoh danau ini
adalah Danau Schonau di Jerman dan Danau Great Ploner di Kanada
Selatan.
Danau permanen model ketiga adalah danau dengan endapan
sapropelite (lempung kaya akan organik) pada bagian dalam yang
dikelilingi oleh karbonat di daerah dangkal. Endapan pantai berupa
ganggang dan molluska. Danau permanen model ke empat dicirikan oleh
adanya marsh pada daerah dangkal yang kearah dalam menjadi
sapropelite. Contoh dari danau ini adalah Danau Gytta di Utara Kanada.
a. Danau Ephemeral
Danau ephemeral adalah danau yang terbentuk dalam jangka waktu
yang pendek di daerah gurun dengan iklim yang panas. Hujan hanya
terjadi sesekali dalam setahun. Danau playa antar-gunung pada bagian
dekat pegunungan berupa fan alluvial piedmont yang kearah luar berubah
menjadi pasir dan lempung. Ciri dari danau playa ini adalah lempung
berwarna merah-coklat yang setempat disisipi oleh lanau dan gamping.
Contoh danau ini adalah Danau Qa Saleb dan Qa Disi di Jordania. Karena
adanya pengaruh evaporasi, danau ephemeral ini dapat membentuk
endapan evaporite pada lingkungan sabkha. Contoh dari danau ini adalah
Danau Soda di Amerika Utara dan di Gurun Sahara dan Arab.
3. Gurun
Gurun memiliki endapan yang dibawa oleh angin atau dengan kata
lain endapan aeolis yang membentuk gumuk/gundukan. Material
endapannya berupa pasir yang tidak berasosiasi dengan material lanau
dan lempung. Memiliki kebundaran butir dan sortasi yang baik.

Ciri-ciri lingkungan pengendapan daerah transisi :

1. Langun
Lagun adalah suatu kawasan berair dangkal yang masih
berhubungan dengan laut lepas, dibatasi oleh suatu punggungan
memanjang (barrier) dan relatif sejajar dengan pantai (Gambar VII.15).
Maka dari itu lagun umumnya tidak luas dan dangkal dengan energi
rendah. Beberapa lagun yang dianggap besar, misalnya Leeward Lagoon
di Bahama luasnya hanya 10.000 km dengan kedalaman + 10 m (Jordan,
1978, dalam Bruce W. Sellwood, 1990).
Bentuk dan genesa lagun berkaitan erat dengan genesa tanggul
(barrier), sehingga dalam hal ini mencirikan pula kondisi geologi dan
fisiografi daerah lagun. Bentuk lagun umunnya memanjang relatif sejajar
dengan garis panti sedangkan yang dibatasi oleh atol reef bentuk
lagunnya relatif melingkar.
Lingkungan lagun karena ada tanggul maka berenergi rendah
sehingga material yang diendapkan berupa fraksi halus, kadang juga
dijumpai batupasir dan batulumpur. Beberapa lagun yang tidak bertindak
sebagai muara sungai, maka material yang diendapkan didominasi oleh
material marin. Material pengisi lagun dapat berasal dari erosi barrier
(wash over) yang berukuran pasir dan lebih kasar. Apabila ada
penghalang berupa reef, dapat juga dijumpai pecahan-pecahan cangkang
di bagian backbarier atau di tidal delta. Akibat angin partikel halus dari
tanggul dapat terangkut dan diendapkan di lagun. Angin tersebut dapat
juga menyebabkan terjadinya gelombang pasang yang menerpa garis
pantai dan menimbulkan energi tinggi sehingga terjadi pengikisan dan
pengendapan fraksi kasar. Struktur sedimen yang berkembang umumnya
pejal (pada batulempung abu-abu gelap) dengan sisipan tipis batupasir
halus (batulempung Formasi Lidah di Kendang Timur), gelembur gelombang dengan beberapa internal small scale cross lamination yang
melibatkan batulempung pasiran. Struktur bioturbasi sering dijumpai pada
batulempung pasiran (siltstone) yang bersisipan batupasir dibagian dasar
lagun (Boggs, 1995). Batupasir tersebut ditafsirkan sebagai hasil endapan
angin, umumnya berstruktur perarian sejajar dan kadang juga berstruktur
ripple cross-lamination.
2. Delta
Berdasarkan fisiografinya, delta dapat diklasifikasikan menjadi tiga
bagian utama (Gambar VII.29), yaitu :
a. Delta Plain
Delta plain merupakan bagian kearah darat dari suatu delta.
Umumnya terdiri dari endapan marsh dan rawa yang berbutir halus
seperti serpih dan bahan-bahan organik (batubara). Delta plain
merupakan bagian dari delta yang karakteristik lingkungannya didominasi
oleh proses fluvial dan tidal. Pada delta plain sangat jarang ditemukan
adanya aktivitas dari gelombang yang sangat besar. Daerah delta plain ini
ditoreh (incised) oleh fluvial distributaries dengan kedalaman berkisar dari

5 30 m. Pada distributaries channel ini sering terendapkan endapan


batupasir channel-fill yang sangat baik untuk reservoir (Allen & Coadou,
1982).
b. Delta Front
Delta front merupakan daerah dimana endapan sedimen dari sungai
bergerak memasuki cekungan dan berasosiasi/berinteraksi dengan proses
cekungan (basinal). Akibat adanya perubahan pada kondisi hidrolik, maka
sedimen dari sungai akan memasuki cekungan dan terjadi penurunan
kecepatan secara tiba-tiba yang menyebabkan diendapkannya materialmaterial dari sungai tersebut. Kemudian material-material tersebut akan
didistribusikan dan dipengaruhi oleh proses basinal. Umumnya pasir yang
diendapkan pada daerah ini terendapkan pada distributary inlet sebagai
bar. Konfigurasi dan karakteristik dari bar ini umumnya sangat cocok
sebagai reservoir, didukung dengan aktivitas laut yang mempengaruhinya
(Allen & Coadou, 1982).
c. Prodelta
Prodelta adalah bagian delta yang paling menjauh kearah laut atau
sering disebut pula sebagai delta front slope. Endapan prodelta biasanya
dicirikan dengan endapan berbutir halus seperti lempung dan lanau. Pada
daerah ini sering ditemukan zona lumpur (mud zone) tanpa kehadiran
pasir. Batupasir umumnya terendapkan pada delta front khususnya pada
daerah distributary inlet, sehingga pada daerah prodelta hanya
diendapkan suspensi halus. Endapan-endapan prodelta merupakan
transisi kepada shelf-mud deposite. Endapan prodelta umumnya sulit
dibedakan dengan shelf-mud deposite. Keduanya hanya dapat dibedakan
ketika adanya suatu data runtutan vertikal dan horisontal yang baik
(Reineck & Singh, 1980).
3. Estuari
Endapan sedimen pada lingkungan estuarin dibawa dua aktivitas,
yaitu oleh arus sungai dan dari laut terbuka. Transpor sedimen dari laut
lepas akan sangat tergantung dari rasio besaran tidal dan disharge
sungai. Estuarin diklasifikasikan menjadi tiga daerah yaitu :

a. Marine atau lower estuarin

Marine atau lower estuarin adalah estuarine yang secara bebas


berhubungan dengan laut bebas, sehingga karakteristik air laut sangat
terasa pada daerah ini.
b. Middle estuarin

Middle estuarin adalah daerah dimana terjadi percampuran antara


fresh water dan air asin secara seimbang.
c. Fluvial atau upper estuarin

Fluvial atau upper estuarin, yaitu daerah estuarin dimana fresh


water lebih mendominasi, tetapi tidal masih masih berpengaruh (harian).
Friendman & Sanders (1978) dalam Reineck & Singh mengungkapkan
bahwa pada fluvial estuarin memiliki konsentrasi suspensi yang
terendapkan lebih kecil (<160mg/l) dibanding pada sungai yang
membentuk delta.
4. Tidal Flat
Tidal flat merupakan lingkungan yang terbentuk pada energi
gelombang laut yang rendah dan umumnya terjadi pada daerah dengan
daerah pantai mesotidal dan makrotidal. Pasang surut dengan amplitudo
yang besar umumnya terjadi pada pantai dengan permukaan air yang
sangat besar/luas. Danau dan cekungan laut kecil yang terpisah dari laut
terbuka biasanya hanya mengalami efek yang kecil dari pasang surut ini,
seperti pada laut mediterania yang ketinggian pasang surutnya hanya
berkisar dari 10 20 cm. Luas dari daerah tidal flat ini berkisar antara
beberapa kilometer sampai 25 km (Boggs, 1995). Berdasarkan pada
elevasinya terhadap tinggi rendahnya pasang surut, lingkungan tidal flat
dapat dibagi menjadi tiga zona, yaitu subtidal, intertidal dan supratidal .
Pembagian serta hubungan antara zona-zona pada lingkungan tidal flat
(Boggs, 1995) Zona subtidal meliputi daerah dibawah rata-rata level
pasang surut yang rendah dan biasanya selalu digenangi air secara terus
menerus. Zona ini sangat dipengaruhi oleh tidal channel dan pengaruh
gelombang laut, sehingga pada daerah ini sering diendapkan bedload
dengan ukuran pasir (sand flat). Pada zona ini sering terbentuk subtidal
bar dan shoal. Pengendapan pada daerah subtidal utamanya terjadi oleh
akresi lateral dari sedimen pasiran pada tidal channel dan bar. Migrasi
pada tidal channel ini sama dengan yang terjadi pada lingkungan sungai
meandering. Zona intertidal meliputi daerah dengan level pasang surut
rendah sampai tinggi. Endapannya dapat tersingkap antara satu atau dua
kali dalam sehari, tergantung dari kondisi pasang surut dan angin lokal.
Pada daerah ini biasanya tidak tumbuh vegetasi yang baik, karena adanya
aktifitas air laut yang cukup sering (Boggs, 1995). Karena intertidal
merupakan daerah perbatasan antara pasang surut yang tinggi dan
rendah, sehinnga merupakan daerah pencampuran antara akresi lateral
dan pengendapan suspensi, maka daerah ini umumnya tersusun oleh
endapan yang berkisar dari lumpur pada daerah batas pasang surut tinggi
sampai pasir pada batas pasang surut rendah (mix flat). Pada daerah
dengan pasang surut lemah disertai adanya aktivitas ombak pada
endapan pasir intertidal dapat menyebabkan terbentuknya asimetri dan
simetri ripples. Facies intertidal didominasi oleh perselingan lempung,
lanau dan pasir yang memperlihatkan struktur flaser, wavy dan lapisan
lentikular. Facies seperti ini menunjukan adanya fluktuasi yang konstan
dengan kondisi energi yang rendah (Reading, 1978) Zona supratidal
berada diatas rata-rata level pasang surut yang tinggi. Karena letaknya
yang lebih dominan ke arah darat, zona ini sangat dipengaruhi oleh iklim.
Pada daerah sedang, daerah ini kadang-kadang ditutupi oleh endapan
marsh garam , dengan perselingan antara lempung dan lanau (mud flat)
serta sering terkena bioturbasi (skolithtos). Pada daerah beriklim kering

sering terbentuk endapan evaporit flat. Daerah ini umumnya ditoreh oleh
tidal channel (incised tidal channel) yang membawa endapan bedload di
sepanjang alur sungainya. Pengendapan pada tidal channel umumnya
sangat dipengaruhi oleh arus tidal sendiri, sedangkan pada daerah datar
di sekitarnya (tidal flat), pengendapannya akan dipengaruhi pula oleh
aktivitas dari gelombang yang diakibatkan oleh air ataupun angin. Suksesi
endapan pada lingkungan tidal flat umumnya memperlihatkan sistem
progadasi dengan penghalusan ke atas sebagai refleksi dari batupasir
pada pasang surut rendah (subtidal) ke lumpur pada pasang surut tinggi
(supratidal dan intertidal bagian atas). Blok gram silisiklastik pada
lingkungan tidal flat (Dalrymple, 1992 dalam Walker & James, 1992).

Ciri-ciri lingkunngan pengendapan laut :


1. Terumbu (Reef)
Terumbu atau reef merupakan lingkungan yang unik yang sangat
berbeda dari bagian lingkungan pengendapan lainnya di lingkungan
paparan (shelf). Terumbu ini umumnya dijumpai pada bagian pinggir
platform paparan luar (outer-shelf) yang hampir menerus sepanjang arah
pantai, sehingga merupakan penghalang yang efektif terhadap gerakan
gelombang yang melintasi paparan tersebut
2. Naritik (Shelf Environment)
Naritik merupakan daerah lingkungan pengendapan yang berada
diantara daerah laut dangkal sampai batas shelf break . Heckel (1967)
dalam Boggs (1995) membagi lingkungan shelf ini menjadi dua jenis,
perikontinental (marginal) dan epikontinental (epeiric).
Perikontinental shelf adalah lingkungan laut dangkal yang terutama
menempati daerah di sekitar batas kontinen (transitional crust) shelf
dengan laut dalam. Perikontinental seringkali kehilangan sebagian besar
dari endapan sedimennya (pasir dan material berbutir halus lainnya),
karena endapan-endapan tersebut bergerak memasuki laut dalam dengan
proses arus traksi dan pergerakan graviti (gravity mass movement).
Karena keberadaannya di daerah kerak transisi (transitional crust),
perikontinental juga sering menunjukan penurunan (subsidence) yang
besar, khususnya pada tahap awal pembentukan cekungan, yang dapat
mengakibatkan terbentuknya endapan yan tebal pada daerah ini (Einsele,
1992).
Sedangkan epikontinental adalah lingkungan laut yang berada pada
daerah kontinen (daratan) dengan sisi-sisinya dibatasi oleh beberapa
daratan. Daerah ini biasanya dibentuk jauh dari pusat badai (storm) dan
arus laut, sehingga seringkali terproteksi dengan baik dari kedua
pengaruh tersebut. Jika sebagian dari daerah epeiric ini tertutup, maka ini
akan semakin tidak dipengaruhi oleh gelombang dan arus tidal.
3. Batial

Memiliki kedalaman antara 200-1000 m. Berjarak beberapa ratus


kilometer. Tipe utama dari aedimennya berupa lempung biru, lempung
gelap dengan butiran halus dan dengan kandungan karbonatan kurang
dari 30 %. Butiran mineral terestrialnya melimpah. Variasi lempung relatif
berupa calcareous mud.
4. Abisal
Dataran abisal merupakan daerah yang relatif sangat datar, kadangkadang menjadi sedikit bergelombang karena adanya seamount.
Beberapa dataran abisal juga kadang-kadang terpotong oleh channelchannel laut dalam. Pada pusat cekungan laut dalam biasanya
terendapkan sedimen dari material pelagik. Abisal terbagi atas :
a. Abisal Hemipelagic
Memiliki kedalaman antara 200-1000 m. Berjarak beberapa ratus
kilometer. Tipe utama dari aedimennya berupa lempung biru, lempung
gelap dengan butiran halus dan dengan kandungan karbonatan kurang
dari 30 %. Butiran mineral terestrialnya melimpah. Variasi lempung relatif
berupa calcareous mud.
b. Abisal Pelagic
Terletak tidak kurang dari beberapa ratus meter dari garis pantai
dengan kedalaman lebih dari 1000 m. Tipe utama dari endapannya berupa
lempung merah, lutite dengan butir halus yang mengandung material
karbonatan kurang dari 30%. Radiolaria dan diatome ooze dengansiliceous
skeleton atau frustules yang melimpah, Globigerina ooze dengan kandungan
karbonatan lebih dari 30%. Sebagian besar berupa foraminifera planktonic.
Luasan lingkungan pengendapan ini tidak kurang dari 250 x 10 4 km2.

REFERENSI :

Dayatullah,
M.2013.Karya
Ilmiah
Geologi
Dasar
Lingkungan
Pengendapan.Universitas
Mulawarman.Samarinda.
https://sangrisang.wordpress.com/2010/04/12/zonasi-laut/

Anda mungkin juga menyukai