A. Batuan Beku
Pembagian genetik batuan beku adalah sebagai berikut:
Pluton atau Intrusi, terbentuk dalam lingkungan yang jauh di dalam perut bumi dalam
kondisi tekanan tinggi. Bentuk intrusi secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Bentuk konkordan adalah tubuh batuan yang mempunyai hubungan struktur batuan
intrusi dengan batuan sekelilingnya sedemikian rupa sehingga batas/bidang kontaknya
sejajar dengan bidang perlapisan batuan sekelilingnya. Ccontoh: sill, laccolith,
phacolith, lopolith.
b. Bentuk diskordan adalah tubuh batuan yang mempunyai hubungan struktur yang
memotong (tidak sejajar) dengan batuan induk yang diterobosnya. Macamnya : dike,
batolith, stock.
Batuan beku ekstrusif adalah batuan beku yang proses pembekuannya berlangsung
dipermukaan bumi. Batuan beku ekstrusif ini yaitu lava yang memiliki berbagai struktur
yang memberi petunjuk mengenai proses yang terjadi pada saat pembekuan lava tersebut.
Struktur ini diantaranya:
a. Masif, yaitu struktur yang memperlihatkan suatu masa batuan yang terlihat seragam.
b. Sheeting joint, yaitu struktur batuan beku yang terlihat sebagai lapisan.
c. Columnar joint, yaitu struktur yang memperlihatkan batuan terpisah poligonal seperti
batang pensil.
d. Pillow lava, yaitu struktur yang menyerupai bantal yang bergumpal-gumpal. Hal ini
diakibatkan proses pembekuan terjadi pada lingkungan air.
e. Vesikular, yaitu struktur yang memperlihatkan lubang-lubang pada batuan beku.
Lubang ini terbentuk akibat pelepasan gas pada saat pembekuan.
f. Amigdaloidal, yaitu struktur vesikular yang kemudian terisi oleh mineral lain seperti
kalsit, kuarsa atau zeolit.
g. Struktur aliran, yaitu struktur yang memperlihatkan adanya kesejajaran mineral pada
arah tertentu akibat aliran
Tingkat kristalisasi
Tingkat kristalisasi meliputi:
a. Holokristalin
b. Holohyalin
c. Hypokristalin/hypohyalin
Keterbentukan gelas diakibatkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah pendinginan
yang cepat, viskositas tinggi, dan gas keluar yang sangat cepat. Umumnya dijumpai pada
lava.
Ukuran kristal
Ukuran kristal menurut Cox, Price, dan Harte, meliputi:
a. Halus : <1 mm
b. Sedang : 1-5 mm
c. Kasar : >5 mm
Bentuk Kristal
a. Euhedral
b. Subhedral
c. Anhedral
Klasifikasi
(Batuan Plutonik)
(Batuan vulkanik)
B. Batuan Sedimen
Batuan sedimen merupakan batuan yang terbentuk dari batuan yang telah ada sebelumnya,
dapat berupa batuan beku, batuan metamorf, atau batuan sedimen itu sendiri. Asal mula batuan
sedimen terbentuk dari proses – proses yang menyangkut proses sedimentasi yaitu pelapukan,
erosi, transportasi, sedimentasi, dan diagenesa. Medium transportnya berupa air, angin,
ataupun salju.
Deskripsi
1. Warna batuan
Warna dapat menunjukkan warna mineral yang mendominasi.
2. Tekstur
a. Ukuran butir
Ukuran butir sedimen silisiklastik dapat dilihat dan disesuaikan dengan klasifikasi
ukuran butir Wenworth adalah seperti di bawah ini :
Boulder : > 256 mm
Cobble : 64 – 256 mm
Pebble : 4 – 64 mm
Granule : 2 – 4 mm
Sand : 1/16 – 2 mm
Silt : 1/256 – 1/16 mm
Clay : < 1/256 mm
b. Sortasi
Sortasi atau pemilahan terbagi menjadi 2 yaitu :
• Sortasi baik : batuan yang memiliki ukuran butir yang merata dan hanya
mengandung sedikit matriks.
• Sortasi buruk : batuan yang memiliki ukuran butir tidak merata dan dijumpai
banyak matriks.
• Floating mass
Adanya massa yang mengambang diantara matriks dan antara fragmen tidak
saling bersentuhan satu sama lain.
• Point contact
Hubungan antar butir sedimen yang hanya berhubungan satu dengan yang lain
di satu titik.
• Suture contact
Hubungan antara butiran sedimen yang bidang batasnya saling mengunci
(menggigit) satu sama lain dengan bentuk seperti gigi.
• Long contact
Hubungan antar butir sedimen yang bidang batasnya garis lurus.
• Concave convex
Hubungan antar butir sedimen yang bidang batasnya bidang cekungan dan
cembungan.
3. Komposisi
Ada 3 unsur komposisi utama batuan sedimen silisiklastik, yaitu :
• Butiran (grain) : butiran klastik yang tertransport dan berupa fragmen.
• Massa dasar (matrix) : lebih halus dari butiran dan diendapakan bersama fragmen
/ butiran
• Semen (cemen) : berukuran halus, merekat pada fragmen dan matriks yang
terendapkan setelah fragmen dan matrik telah terendapkan
`Klasifikasi
2. Wackes
Untuk penentuan nama batuan jika matrik lebih dari 25 % dan kurang dari 75 %. Wackes
digolongkan menjadi 3 yaitu :
• Quartzwacke : jika kelimpahan kuarsa lebih dari 95 %.
• Feldspar greywacke : jika kelimpahan feldspar lebih dari 50 %.
• Litik greywacke : jika kelimpahan litik lebih dari 50 %.
3. Mudrocks
Untuk penentuan nama batuan jika mengandung matrik lebih dari 75 %.
C. Batuan Metamorf
Batuan metamorf adalah batuan ubahan yang terbentuk dari batuan aslinya, berlangsung dalam
keadaan padat, akibat pengaruh peningkatan suhu (T) dan tekanan (P). Proses ini utamanya
berkaitan dengan penyesuaian batuan terhadap perbedaan kondisi pada saat batuan itu
terbentuk serta antara kondisi normal di permukaan bumi dengan zona diagenesis. Proses
tersebut berdampingan dengan pelelehan sebagian (partial melting) dan bisa menyebabkan
perubahan komposisi kimia utama batuan. (Fettes dan Desmond, 2007).
Struktur dan tekstur batuan metamorf
Struktur Batuan Metamorf
Struktur adalah susunan bagian massa batuan yang tidak tergantung kepada skala,
termasuk hubungan antara bagian-bagiannya, ukuran relatif, bentuk dan bentuk internal dari
masing-masing bagian. Secara umum struktur batuan metamorf dibagi menjadi 2 yaitu foliasi
dan non foliasi.
Foliasi, adalah struktur planar pada batuan metamorf sebagai akibat dari pengaruh tekanan
pada saat proses metamorfosa.
Non foliasi, adalah struktur batuan metamorf yang tidak memperlihatkan penjajaran
mineral-mineral dalam batuan tersebut
b) Tekstur Khusus
Selain tekstur yang diatas terdapat beberapa tekstur khusus lainnya diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Porfiroblastik, apabila terdapat mineral yang ukurannya lebih besar tersebut sering disebut
porphyroblasts.
2. Poikiloblastik/Sieve texture, tekstur porfiroblastik dengan porphyroblasts tampak melingkupi
beberapa kristal yang lebih kecil.
3. Mortar texture, apabila fragmen mineral yang lebih besar terdapat pada massa dasar material
yang barasal dari kristal yang sama yang terkena pemecahan (crushing).
4. Decussate texture yaitu tekstur kristaloblastik batuan polimeneralik yang tidak menunjukkan
keteraturan orientasi.
5. Saccaroidal Texture yaitu tekstur yang kenampakannya seperti gula pasir.
Fasies Metamorfisme
Fasies metamorfisme adalah suatu kumpulan mineral-mineral metamorfik, secara berulang
berasosiasi dalam ruang dan waktu dan menunjukkan hubungan umum antara komposisi mineral
dan komposisi kimia secara keseluruhan. Oleh karena itu
fasies metamorfisme terkait dengan kondisi metamorfisme yang berbeda, pada suhu dan tekanan
yang khusus, walaupun beberapa variabel, seperti PH2O juga dapat dipertimbangkan (Fettes dan
Desmond, 2007). Posisi relatif dari fasies metamorfik terhadap P-T dan lokasi pembentukan fasies
metamorfik pada zona subduksi dapat dilihat pada gambar 3.3 dan 3.4 secara berurutan.
Gambar 3.3. Fasies metamorfisme yang digambarkan oleh wilayah-wilayah pada grafik P-T (Winter,
2010).
a. Fasies Zeolite
b. Fasies Prehnite-pumpellyite
c. Fasies Greenschist
d. Fasies Amphibolite
e. Fasies Granulite
f. Fasies Blueschist
g. Fasies Eclogite
h. Fasies Hornfels
D. Densitas
Densitas adalah perbandingan antara massa dan volume batuan. Densitas menentukan
seberapa besar kekuatan yang digunakan untuk menghancurkan batuan. Semakin besar
densitas suatu batuan (serta batuan dalam keadaan segar), maka semakin kuat batuan tersebut.
Densitas dapat dirumuskan seperti berikut.
E. Specific Gravity
Spesific gravity adalah perbandingan antara densitas batuan dengan densitas air pada
tekanan dan temperatur yang normal. Setiap batuan memiliki nilai spesific gravity yang
berbeda-beda dan menentukan kekuatan batuan tersebut, dapat dinyatakan dalam persamaan:
1. Tabung pycnometer
2. Sampel batuan
3. Timbangan
4. Vaccum pump
5. Sendok
6. Porcelain dish
7. Air
Cara penggunaan:
1. Pastikan pycnometer telah bersih dan ditimbang massanya.
2. Isi pycnometer dengan air hingga penuh, lalu ditimbang massanya.
3. Buang sedikit air dan sisakan 1⁄2 tabung air.
4. Tumbuk batuan hingga ukuran kecil sehingga muat di tabung pycnometer.
5. Timbang batuan yang sudah dihaluskan tadi sebanyak 50 gram dan masukkan ke dalam
pycnometer
6. Pastikan tidak ada udara di dalam tabung menggunakan alat vaccum, lakukan selama 8-10
menit.
7. Tambahkan air hingga penuh, kemudian ditimbang lagi massanya.
8. Lakukan perhitungan seperti tabel di bawah