Anda di halaman 1dari 40

HIDROLIKA DAN

SALURAN TERBUKA
SEDIMENT TRANSPORT CHANNEL

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sungai adalah saluran alamiah di permukaan bumi yang menampung dan
menyalurkan air hujan dari daerah yang tinggi ke daerah yang lebih rendah dan
akhirnya bermuara di danau atau di laut. Di dalam aliran air terangkut juga material-
material sedimen yang berasal dari proses erosi yang terbawa oleh aliran air dan
dapat menyebabkan terjadinya pendangkalan akibat sedimentasi di mana aliran air
tersebut akan bermuara yaitu di danau atau di laut. Sedimen yang dihasilkan oleh
proses erosi dan terbawa oleh aliran air akan diendapkan pada suatu tempat yang
kecepatan alirannya melambat atau terhenti. Peristiwa pengendapan ini dikenal
dengan peristiwa atau proses sedimentasi (Almu, 2023).
Proses sedimentasi pada suatu sungai meliputi proses erosi, transportasi,
pengendapan dan pemadatan dari sedimentasi itu sendiri. Sedimentasi adalah proses
pengendapan material yang terangkut oleh aliran dari bagian hulu menuju hilir akibat
dari erosi. Sungai-sungai membawa sedimen dalam setiap alirannya. Sedimen dapat
berada di berbagai lokasi dalam aliran, tergantung pada keseimbangan antara
kecepatan ke atas pada partikel (gaya tarik dan gaya angkat) dan kecepatan
pengendapan partikel (Amri dkk, 2023).
Sedimentasi menyebabkan pendangkalan sungai, hal itu terjadi karena
ketinggian sedimentasi mengurangi kedalaman dari air, kalau pendangkalan melebihi
kedalaman sungai, bisa menyumbat aliran sungai dan terjadilah banjir. Selain itu
pendangkalan sungai juga bisa mengakibatkan meluapnya air sungai, jika terdapat
debit air yang banyak yang melebihi kemampuan daya tampung aliran sungai. Proses
sedimentasi pada daerah sungai merupakan kejadian yang simultan yang dapat
mengakibatkan pendangkalan pada dasar sungai dan perubahan elevasi sehingga
akan mempengaruhi morfologi sungai, perubahan morfologi sungai tersebut sedikit
banyak mempengaruhi ketersediaan air di lingkungan sekitar, pada musim kemarau
akan berdampak kekurangan air dan sedangkan pada musim penghujan akan
mengalami kebanjiran (Pangestu & Haki, 2013).
HIDROLIKA DAN
SALURAN TERBUKA
SEDIMENT TRANSPORT CHANNEL

Mitigasi bencana banjir ini dapat dilakukan baik dengan pembangunan secara
fisik (struktural) maupun peningkatan kemampuan masyarakat dalam menghadapi
bencana (non-struktural). Metode struktural ada dua jenis, yaitu perbaikan dan
pengaturan sistem sungai yang meliputi sistem jaringan sungai, normalisasi sungai,
perlindungan tanggul, tanggul banjir, sudetan (shortcut), floodway dan pembangunan
pengendali banjir yang meliputi bendungan (dam), kolam retensi, pembuatan
penangkap sedimen (check dam), bangunan pengurang kemiringan sungai,
groundsill, retarding basin dan pembuatan polder. Sedangkan metode non-struktural
adalah pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu pengaturan tata guna lahan,
pengendalian erosi, peramalan banjir, peran serta masyarakat, law enforcement, dsb.
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS), berhubungan erat dengan peraturan,
pelaksanaan dan pelatihan. Kegiatan penggunaan lahan dimaksudkan untuk
menghemat dan menyimpan air dan konservasi tanah (Ali dkk, 2023).
Oleh karena itu, kami kelompok X (Sepuluh) Teknik Sipil melakukan
Praktikum Hidrolika dan Saluran Terbuka pada Percobaan Sediment Transport
Channel di Laboratorium Teknik Kelautan, Fakultas Teknik, Universitas Halu Oleo,
Kendari, Sulawesi Tenggara dengan menggunakan alat Sediment Transport
Demonstration Channel yang bertujuan untuk mengetahui awal gerak butir sedimen,
mengetahui besar debit muatan sedimen, mengetahui kondisi pergerakan butiran
sedimen, serta untuk mengetahui pengaruh penambahan debit dan kemiringan
saluran terhadap pergerakan sedimen.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah praktikum Hidrolika dan Saluran Terbuka pada
Percobaan Sediment Transport Channel adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana cara mengetahui awal gerak butir sedimen?
2. Bagaimana cara mengetahui besar debit muatan sedimen?
3. Bagaimana cara mengetahui kondisi pergerakan sedimen?
4. Bagaimana cara mengetahui pengaruh penambahan debit dan kemiringan
saluran terhadap pergerakan sedimen?
HIDROLIKA DAN
SALURAN TERBUKA
SEDIMENT TRANSPORT CHANNEL

1.3 Tujuan Percobaan


Adapun tujuan praktikum Hidrolika dan Saluran Terbuka pada Percobaan
Sediment Transport Channel adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui awal gerak butir sedimen.
2. Untuk mengetahui besar debit muatan sedimen.
3. Untuk mengetahui kondisi pergerakan sedimen.
4. Untuk mengetahui pengaruh penambahan debit dan kemiringan saluran
terhadap pergerakan sedimen.

1.4 Manfaat Percobaan


1.4.1 Manfaat Untuk Diri Sendiri
Manfaat praktikum ini untuk diri sendiri secara tidak langsung telah
memberikan ilmu yang sangat bermanfaat tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan angkutan sedimen, selain itu, dengan adanya praktikum ini penulis
mendapatkan pengalaman yang baru dan bonusnya ada keluarga baru yang belum
tentu akan dijumpai pada kesempatan lain.

1.4.2 Manfaat Untuk Masyarakat


Dengan hasil percobaan ini, masyarakat dapat menjadikannya sebagai acuan
dalam menyusun upaya penanggulangan terhadap permasalahan akibat sedimen yang
terbentuk pada sungai dan saluran terbuka di sekitar lingkungannya

1.4.3 Manfaat Untuk Ilmu Pengetahuan


Dengan hasil percobaan ini, dapat menambah wawasan dan pengetahuan
tentang angkutan sedimen pada saluran terbuka (sungai), penggunaan alat Sediment
Transport Demonstration Channel, serta mengetahui pengaplikasiannya dalam
kehidupan sehari hari
HIDROLIKA DAN
SALURAN TERBUKA
SEDIMENT TRANSPORT CHANNEL

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M., Aliah Ekawati, S., Akil, A., Arifin, M., Wahidah Osman, W., Dewi, Y. K.,
Rachman, A., Sastrawati, I., Valenti, M. P., Veronica, V. N., Muh Asfan
Mujahid, L., Lakatupa, G., Wahyuni, S., Mandasari, J., Anugrah Yanti, S.,
Sagita Alfadin, D. N., Fachrul Razy, M., & Sriwulandari, M. (2023).
Sosialisasi Mitigasi Bencana Banjir dengan Melibatkan Peran Serta Masyarakat
di Pesisir Danau Tempe Kabupaten Wajo (Vol. 6, Nomor 1).
Amri, K., Mase, L. Z., & Putra, A. M. (2023). Analysis of Sedimentation Rate in the
Air Sambat River, Kaur District Using the Meyer Peter Muller and Van Rijn
Methods. Indonesian Journal of Contemporary Multidisciplinary Research,
2(2), 151–164. https://doi.org/10.55927/modern.v2i2.3427
Pangestu, H., & Haki, H. (2013). Analisis Angkutan Sedimen Total Pada Sungai
Dawas Kabupaten Musi Banyuasin. Dalam Jurnal Teknik Sipil dan
Lingkungan (Vol. 1, Nomor 1).
Sebagai, D., Satu, S., Untuk, P., & Gelar, M. (t.t.). Pengaruh Erosi Dan Sedimentasi
Terhadap Sisa Umur Efektif Bendung Kedung-kandang Di Kota Malang
Skripsi.
HIDROLIKA DAN
SALURAN TERBUKA
SEDIMENT TRANSPORT CHANNEL

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sungai
Sungai menurut PPRI Nomor 38 tahun 2011 adalah alur atau wadah air alami
dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari
hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan.
Sungai adalah suatu saluran drainase yang terbentuk secara alamiah. Akan
tetapi di samping fungsinya sebagai saluran drainase dan dengan adanya air yang
mengalir di dalamnya, sungai menggerus tanah dasarnya secara terus-menerus
sepanjang masa eksistensinya dan terbentuklah lembah-lembah sungai. Volume
sedimen yang sangat besar yang dihasilkan dari keruntuhan tebing-tebing sungai di
daerah pegunungan dan tertimbun di dasar sungai tersebut, terangkut ke hilir oleh
aliran sungai. Hal ini diakibatkan karena pada daerah pegunungan kemiringan
sungainya curam dan gaya tarik aliran airnya cukup besar, setelah itu gaya tariknya
menjadi sangat menurun ketika mencapai dataran (Elshinta, 2017).
Proses terjadinya sungai adalah air yang berada di permukaan daratan, baik air
hujan, mata air, maupun cairan gletser, akan menglir melalui sebuah saluran menuju
tempat yang lebih rendah. Namun, secara alamiah aliran ini mengikis daerah-daerah
yang dilaluinya. Akibatnya, saluran ini semakin lama semakin lebar dan panjang, dan
terbentuklah sungai. Perkembangan suatu lembah sungai menujukan umur dari
sungai tersebut. Umur di sini merupakan umur relatif berdasarkan ketampakan
bentuk lembah tersebut yang terjadi dalam beberapa tingkat (Wardani, 2018).
Menurut Odum (1996), terdapat dua zona utama pada aliran sungai adalah
sebagai berikut yaitu :
1. Zona air deras, yaitu daerah yang dangkal di mana kecepatan arus cukup tinggi
untuk menyebabkan dasar sungai bersih dari endapan dan materi lain yang
lepas, sehingga zona ini padat. Zona ini umumnya terdapat di hulu
pegunungan.
2. Zona air tenang, yaitu bagian sungai yang di mana kecepatan arus mulai
berkurang, maka lumpur dan materi lepas mulai mengendap di dasar sehingga
HIDROLIKA DAN
SALURAN TERBUKA
SEDIMENT TRANSPORT CHANNEL

dasar sungai menjadi lunak. zona ini di jumpai pada daerah landai.
2.2 Daerah Aliran Sungai (DAS)
Penggunaan lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat mempengaruhi
kualitas air seperti adanya perubahan pola terhadap penggunaan lahan yang dapat
mengakibatkan meningkatnya aliran permukaan, mengurangi resapan air tanah dan
tersebarnya polutan (Yogendra, 2008)
Berdasarkan PP No 37 tentang Pengelolaan DAS Pasal 1, Daerah Aliran
Sungai yang selanjutnya disebut DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan
satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi menampung,
menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut
secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut
sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
Pola sungai menentukan bentuk suatu DAS. Bentuk DAS mempengaruhi
waktu konsentrasi air hujan yang mengalir menuju outlet. Semakin bulat bentuk DAS
berarti semakin singkat waktu konsentrasi yang diperlukan, sehingga semakin tinggi
fluktuasi banjir yang terjadi. Sebaliknya semakin lonjong bentuk Daerah Aliran
Sungai (DAS), waktu konsentrasi yang diperlukan semakin lama sehingga fluktuasi
banjir semakin rendah (Sosrodarsono & Takeda, 2003).
Menurut Sosrodarsono dan Takeda (2003), berdasarkan perbedaan debit banjir
yang terjadi, bentuk DAS dapat dibedakan menjadi tiga bentuk yaitu:
1. DAS Berbentuk Bulu Burung
Adalah sebuah DAS yang memiliki bentuk yang sempit dan memanjang, di
mana anak sungai (sub DAS) mengalir memanjang di sebelah kanan dan kiri sungai
utama. Umumnya memiliki debit banjir yang kecil tetapi berlangsung cukup lama
karena suplai air datang silih berganti dari masing-masing anak sungai.

2. DAS Berbentuk Radial


Adalah sebuah DAS yang Sebaran aliran sungai membentuk seperti kipas atau
menyerupai lingkaran. Anak - anak sungai mengalir dari segala penjuru DAS dan
tetapi terkonsentrasi pada satu titik secara radial. Akibat dari bentuk DAS yang
demikian, debit banjir yang dihasilkan umumnya akan besar, dengan catatan hujan
HIDROLIKA DAN
SALURAN TERBUKA
SEDIMENT TRANSPORT CHANNEL

terjadi merata dan bersamaan di seluruh DAS tersebut.


3. DAS Berbentuk Paralel
Adalah sebuah DAS yang tersusun dari percabangan dua sub-DAS yang cukup
besar di bagian hulu, tetapi menyatu di bagian hilirnya. Masing-masing sub-DAS
tersebut dapat memiliki karakteristik yang berbeda, ketika terjadi hujan di kedua sub-
DAS tersebut secara bersamaan, maka akan berpotensi terjadi banjir yang relatif
besar.

Gambar 2.1 Macam-Macam Bentuk DAS


(Sumber : Google Images, 2023)

2.3 Sedimen dan Sedimentasi


Sedimen adalah pecahan-pecahan material yang umumnya terdiri atas uraian
batu-batuan secara fisis dan secara kimia. Partikel seperti ini mempunyai ukuran dari
yang besar (boulder) sampai yang sangat halus (koloid), dan beragam bentuk dari
bulat, lonjong sampai persegi. Hasil sedimen biasanya diperoleh dari pengukuran
sedimen terlarut dalam sungai (suspended sediment), dengan kata lain bahwa
sedimen merupakan pecahan, mineral, atau material organik yang diangkut dari
berbagai sumber dan diendapkan oleh media udara, angin, es, atau oleh air dan juga
termasuk di dalamnya material yang diendapkan dari material yang melayang dalam
air atau dalam bentuk larutan kimia (Usman, 2014).
Pada saluran aliran air terjadi pengikisan sehingga air membawa batuan
mengalir ke sungai, danau, dan akhirnya sampai di laut. Pada saat kekuatan
HIDROLIKA DAN
SALURAN TERBUKA
SEDIMENT TRANSPORT CHANNEL

pengangkutannya berkurang atau habis, batuan diendapkan di daerah aliran air.


Sebagai contoh suatu hembusan angin bisa mengangkat debu, pasir, bahkan bahan
material yang lebih besar. Makin kuat hembusan angin, makin besar pula daya
angkutnya (Hambali, 2016).
Pada umumnya partikel yang terangkut dengan cara bergulung, bergeser, dan
melompat disebut angkutan muatan dasar (bed-load transport) dan jika partikel
terangkut dengan cara melayang disebut angkutan muatan layang suspensi
(suspended load transport).

Gambar 2.2 Bed-Load Transport dan Suspended Load Transport


(Sumber : Google Images, 2023)

Sedimentasi adalah terbawanya material dari hasil pengikisan dan pelapukan


oleh air, angin atau gletser ke suatu wilayah yang kemudian di endapkan. Semua
batuan dari hasil pelapukan dan pengikisan yang di endapkan lama-kelamaan akan
menjadi batuan sedimen. Hasil proses sedimentasi di suatu tempat di tempat lain
akan berbeda. Adapun proses sedimentasi itu sendiri dalam konteks hubungan
dengan sungai meliputi, penyempitan palung, erosi, transportasi sedimentasi
(transport sediment), pengendapan (deposition), dan pemadatan (compaction) dari
sedimen itu sendiri. Karena prosesnya merupakan gejala sangat kompleks yang
merupakan permulaan proses terjadinya erosi tanah menjadi partikel halus, lalu
menggelinding bersama aliran, sebagian akan tertinggal di atas tanah, sedangkan
bagian lainnya masuk ke dalam sungai terbawa aliran menjadi sedimen (Pangestu
HIDROLIKA DAN
SALURAN TERBUKA
SEDIMENT TRANSPORT CHANNEL

dan Haki, 2013).


Proses tersebut berjalan sangat kompleks,dimulai dari jatuhnya air hujan yang
menghasilkan energi kinetik yang merupakan permulaan dari proses erosi. Begitu
tanah menjadi partikel halus, lalu menggelinding bersama aliran, sebagian akan
tertinggal di atas tanah sedangkan bagian lainnya masuk ke sungai terbawa aliran
menjadi angkutan sedimen.
2.4 Klasifikasi Sedimen
2.4.1 Berdasarkan Pergerakan Sedimen (Transport Sediment)
Pergerakan sedimen dipengaruhi oleh kecepatan arus dan ukuran butiran
sedimen. Semakin besar ukuran butiran sedimen tersebut maka kecepatan arus yang
dibutuhkan juga akan semakin besar untuk mengangkut partikel sedimen tersebut.
Arus juga merupakan kekuatan yang menentukan arah dan sebaran sedimen.
Kekuatan ini juga yang menyebabkan karakteristik sedimen berbeda sehingga pada
dasar sungai disusun oleh berbagai kelompok populasi sedimen. Secara umum
partikel berukuran kasar akan diendapkan pada lokasi yang tidak jauh dari
sumbernya, sebaliknya partikel yang berukuran halus akan lebih jauh dari sumbernya
(Daulay dkk, 2014).
Menurut Dewayanto (2018), ada 3 (tiga) macam gerakan sedimen, sebagai
berikut yaitu:
a. Muatan Dasar (Bed Load)
Terdiri dari partikel yang bergeser dan menggelundung di atas dasar. Tidak
terdapat perbedaan yang nyata antara muatan dasar dan muatan melayang. Partikel
yang terangkut sebagai muatan dasar pada suatu saat dapat terangkut sebagai muatan
melayang. Oleh karenanya muatan dasar bersama-sama muatan melayang dinamakan
muatan dasar sedimen (bed material load).

b. Muatan Melayang (Suspended Load)


Terdiri dari partikel yang terangkut dalam suspensi dan dalam arti yang sempit,
partikel dasar yang terangkut dalam suspensi dapat dipandang sebagai muatan
melayang.
HIDROLIKA DAN
SALURAN TERBUKA
SEDIMENT TRANSPORT CHANNEL

c. Muatan Kikisan (wash load)


Terdiri dari partikel-partikel yang kecil, berada di sungai bersama air dan
terangkat dalam suspensi. Muatan kikisan secara umum tidak mempengaruhi
morfologi sungai, karena partikelnya menetap; karenanya wash load atau muatan
kikisan tidak dapat diperhitungkan sebagai fungsi dari suatu aliran. Dan untuknya
apabila jumlah muatan kikisan sangat menentukan maka pengukuran perlu diadakan
(dengan pengambilan contoh/ sampel).

Gambar 2.3 Pergerakan Sedimen (Transport Sediment)


(Sumber : Google Images, 2023)

1.1.1 Berdasarkan Proses Pengendapannya


Sedimentasi adalah suatu proses pengendapan material yang ditransport oleh
media air, angin, es atau gletser di suatu cekungan. Delta yang terdapat di mulut-
mulut sungai adalah hasil dan proses pengendapan material-material yang diangkut
oleh air sungai, sedangkan bukit pasir (sand dunes) yang terdapat di gurun dan di tepi
pantai adalah pengendapan dari material-material yang diangkut oleh angin. Batuan
sedimen (batuan endapan) adalah batuan yang terjadi akibat pengendapan materi
hasil erosi. Sekitar 80% permukaan benua tertutup oleh batuan sedimen. Materi hasil
erosi terdiri atas berbagai jenis partikel yaitu ada yang halus, kasar, berat dan ada
juga yang ringan. Cara pengangkutannya pun bermacam-macam seperti terdorong
(traction), terbawa secara melompat-lompat (saltion), terbawa dalam bentuk
suspensi, dan ada pula yang larut (salution) (Novi, 2016).
Proses sedimentasi akan menciptakan endapan berupa batuan sedimen yang
HIDROLIKA DAN
SALURAN TERBUKA
SEDIMENT TRANSPORT CHANNEL

nantinya membentuk permukaan bumi. Contoh sedimentasi misalnya terjadi pada


pasir dan lanau dapat terbawa dalam suspensi dalam air sungai. Ketika mencapai
wilayah rendah terjadilah proses sedimentasi atau pengendapan. Seiring waktu
berjalan, material tersebut terkubur dapat menjadi batu pasir dan batu lanau (batuan
sedimen) melalui litifikasi.
Berdasarkan proses pengendapannya, jenis sedimentasi dapat dibedakan

menjadi empat yaitu :


a. Sedimen Aquatis
Sedimen jenis ini merupakan hasil pengendapan oleh air dapat berupa meander
yaitu sungai yang berkelok, Oxbow Lake yaitu kelokan sungai atau meander yang
terpisah dari aliran sungai, Delta yaitu endapan sedimen oleh air sungai, dan tanggul
alam jika volume air meningkat dengan cepat.

Gambar 2.4 Batuan Sedimen Aquatis


(Sumber : Google Images, 2023)

b. Sedimen Marine
Merupakan hasil pengendapan air laut yang disebabkan oleh pengaruh
gelombang. Contoh bentang alam hasil pengendapan marine misalnya pesisir, spit,
tombolo, dan penghalang pantai.
HIDROLIKA DAN
SALURAN TERBUKA
SEDIMENT TRANSPORT CHANNEL

Gambar 2.5 Sedimen Marine


(Sumber : Google Images, 2023)
c. Sedimen Aeolis
Pengendapan aeolis merupakan hasil dari endapan oleh angin, biasanya berupa
bukit pasir (sand dune). Adanya gumuk pasir disebabkan akumulasi pasir yang
banyak dan tiupan angin yang kuat. Angin mengangkut pasir dan mengendapkan di
suatu tempat bertahap dan menghasilkan timbunan pasir yang disebut sand dune.

Gambar 2.6 Sedimen Aeolis


(Sumber : Google Images, 2023)

d. Sedimen glasial
Jenis sedimen ini merupakan hasil dari endapan oleh gletser yaitu timbunan
HIDROLIKA DAN
SALURAN TERBUKA
SEDIMENT TRANSPORT CHANNEL

material pada lembah.

Gambar 2.7 Sedimen Glasial


(Sumber : Google Images, 2023)
1.1.2 Berdasarkan Tempat Pengendapannya
Berdasarkan tempat pengendapannya, batuan sedimen dibagi ke dalam lima
jenis, yaitu sebagai berikut:
a. Sedimen Teristris, yaitu jenis batuan sedimen yang diendapkan di daratan yang
dipengaruhi oleh tenaga air, es, dan angin. Hasil dari proses ini akan
menghasilkan sebuah bentukan lahan baru
b. Sedimen Marine, yaitu jenis batuan sedimen yang diendapkan laut, pada
umumnya banyak mengandung mineral karbonat (kapur). Bantuan ini
terbentuk dari sisa-sisa cangkang hewan laut, seperti moluska, alga dan
foraminifera. Batuan karbonat terbentuk di lingkungan laut dangkal. Contoh
sedimen karbonat antara lain batu gamping, dolomit, dan kalkarenit.
c. Sedimen Limnis, yaitu jenis batuan yang diendapkan di danau atau rawa yang
banyak mengandung unsur-unsur organic.
d. Sedimen Fluvial, yaitu jenis batuan sedimen yang diendapkan di sekitar
wilayah sungai dan merupakan akumulasi dari berbagai pengerjaan air sungai.
Sedimen fluvial banyak ditemukan di wilayah hilir atau muara sungai, di mana
aliran sungai melambat, contohnya delta.

1.1.3 Berdasarkan Ukuran Partikel Sedimen


HIDROLIKA DAN
SALURAN TERBUKA
SEDIMENT TRANSPORT CHANNEL

Tekstur adalah kenampakan sedimen yang berkaitan dengan ukuran, bentuk,


dan susunan butir sedimen. Suatu endapan sedimen disusun dari berbagai ukuran
partikel sedimen yang berasal dari sumber yang berbeda-beda, dan percampuran
ukuran ini disebut dengan istilah populasi.
Ada tiga kelompok populasi sedimen yaitu:
a. kerikil (gravel), terdiri dari partikel individual: boulder, cobble dan pebble.
b. pasir (sand), terdiri dari: sangat kasar, kasar, sedang, halus dan sangat halus.
c. lumpur (mud), terdiri dari clay dan silt.

Ukuran butir partikel sedimen adalah salah satu faktor yang mengontrol proses
pengendapan sedimen di sungai, semakin kecil ukuran butir semakin lama partikel
tersebut dalam air dan semakin jauh diendapkan dari sumbernya, begitu juga
sebaliknya (Munandar dkk, 2014).

Gambar 2.8 Kategori Kebundaran dan Keruncingan Butiran Sedimen


(Sumber : Munandar dkk, 2014)

Menurut Enung (2008) ada beberapa istilah yang sering digunakan untuk
menyatakan suatu ukuran butiran yakni sebagai berikut:
a. Diameter nominal, adalah diameter bola yang mempunyai volume yang sama
dengan volume butiran.
b. Diameter jatuh dari butiran, adalah diameter bola dengan berat jenis spesifik
2,65 yang mempunyai kecepatan jatuh standar sama dengan kecepatan jatuh
HIDROLIKA DAN
SALURAN TERBUKA
SEDIMENT TRANSPORT CHANNEL

butiran.
c. Diameter sedimentasi, adalah diameter bola yang mempunyai berat spesifik
dan kecepatan pengendapan yang sama dengan butiran sedimen, dalam zat cair
sama dan pada kondisi yang sama pula.
d. Diameter saringan, adalah diameter yang diperoleh dari hasil proses
penyaringan material sedimen dengan beberapa ukuran lubang yang berbeda,
hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengelompokkan material sedimen ke
dalam beberapa kelompok ukuran yang berbeda. Biasanya pengukuran
diameter dengan cara ini dilakukan untuk butiran yang mempunyai diamter
lebih besar dari 0,0625 mm (ukuran saringan terkecil).

Beberapa ahli hidraulika menggunakan klasifikasi ukuran butiran menurut


(American Geophysical Union) sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel 2.1 di
bawah ini :
Tabel 2.1 Klasifikasi Ukuran Butir Menurut American Geophysical Union
Interval/
Interval/range
range Nama Nama
(mm)
(mm)
Batu sangat besar Pasir sedang
4096 - 2048 1/2 – 1/4
(Very Large Boulders) (Medium Sand)
Batu besar Pasir halus
2048 - 1024 1/4 – 1/8
(Large Boulders) (Fine Sand)
Batu sedang 1/8 – 1/16 Pasir sangat halus
1024 - 512
(Medium Boulders) (s.d 0,0625 mm) (Very Fine Sand)
Batu kecil Lumpur kasar
512 - 256 1/16- 1/32
(Small Boulders) (Coarse Silt)
Kerakal besar Lumpur sedang
256 - 128 1/32 – 1/64
(Large Cobbles) (Medium Silt)
Kerakal kecil Lumpur halus
128 - 64 1/64 – 1/128
(Small Cobbles) (Fine silt)
64 - 32 Kerikil sangat kasar 1/128 – 1/256 Lumpur sangat halus
HIDROLIKA DAN
SALURAN TERBUKA
SEDIMENT TRANSPORT CHANNEL

(Very Coarse Gravel) (Very Fine Silt)


Kerikil kasar Lempung kasar
32 - 16 1/256 – 1/512
(Coarse Gravel) (Coarse Clay)
Kerikil sedang Lempung sedang
16 - 8 1/512 – 1/1024
(Medium Gravel). (Medium Clay)
Kerikil halus Lempung halus
8-4 1/1024 – 1/2048
(Fine Gravel) (Fine Clay)
Kerikil sangat halus Lempung sangat halus
4-2 1/2048 – 1/4096
(Very Fine Gravel) (Very Fine Clay)
Pasir sangat kasar
2-1 Koloid
(Very Coarse Sand)
Pasir kasar
1 - 1/2
(Coarse Sand)
(Sumber : American Geophysical Union)

2.5 Faktor Yang Mempengaruhi Sedimentasi


Faktor terpenting yang biasanya mempengaruhi proses sedimentasi di daerah
pengaliran sungai adalah (Sasrodarsono, 1989) :
1. Cakupan areal daerah erosi : kapasitas sedimen yang dihanyutkan oleh suatu
erosi biasanya berbanding lurus dengan luas daerah pengalirannya.
2. Kondisi geologi di daerah pengaliran : struktur geologi yang membentuk
daerah pengaliran jenis batan serta daerah penyebarannya, tingkat pelapukan
serta daya tahan batuan terhadap pengaruh cuaca dan karakteristik geologi
lainnya.
3. Kondisi topografi : menyangkut elevasi suatu daerah tertentu, kondisi
perbukitan maupun pegunungan serta kemiringannya.
4. Kondisi meteorologi : karakteristik dari hujan yang jatuh di daerah tersebut
antara lain menyangkut intensitas, frekuensi serta durasinya.
5. Karakteristik hidrolika : menyangkut debit sungai, kecepatan aliran,
konfigurasi alur sungai, bentuk penampang lintang sungai, kemiringan dan
kekasaran batuan pembentuk dasar sungai.
HIDROLIKA DAN
SALURAN TERBUKA
SEDIMENT TRANSPORT CHANNEL

2.6 Proses Sedimentasi Sungai


Pada umumnya partikel yang bergerak dengan cara bergulung, meluncur dan
meloncat disebut angkutan muatan dasar (bed-load transport), sedangkan partikel
yang melayang disebut angkutan muatan layang (suspended load transport). Selain
itu sedimen diartikan juga sebagai proses terbawanya material hasil pelapukan dan
erosi oleh air, angin, atau gletser untuk diendapkan di suatu wilayah.
Proses sedimentasi berkaitan erat dengan peristiwa erosi. Banyaknya endapan
sedimentasi hasil erosi menunjukkan tingkat sedimentasi yang tinggi. Akibat dari
terjadinya proses sedimentasi adalah timbulnya pendangkalan pada sungai, danau,
dan waduk. Selanjutnya, semua hasil pelapukan material yang diendapkan melalui
proses sedimentasi lama-kelamaan akan menjadi batuan sedimen. Sedimen yang
dihasilkan oleh proses erosi dan terbawa oleh aliran air akan diendapkan pada suatu
tempat yang kecepatan alirannya melambat atau terhenti. Peristiwa pengendapan ini
dikenal dengan peristiwa atau proses sedimentasi. (Arsyad, 2010).

Proses sedimentasi berjalan sangat kompleks, dimulai dari jatuhnya hujan yang
menghasilkan energi kinetik yang merupakan permulaan dari proses erosi. Begitu
tanah menjadi partikel halus, lalu menggelinding bersama aliran, sebagian akan
tertinggal di atas tanah sedangkan bagian lainnya masuk ke sungai terbawa aliran
menjadi angkutan sedimen.
Material sedimen adalah kuarsa, begitu partikel sedimen terlepas mereka akan
terangkut oleh gaya gravitasi, angin dan atau air. Angkutan sedimen di sungai yang
bergerak oleh aliran air, sangat erat berhubungan dengan erosi tanah permukaan
karena hujan. Air yang meresap ke tanah dapat mengakibatkan longsoran tanah yang
kemudian masuk ke sungai mempunyai andil yang sangat besar pada jumlah
angkutan sedimen di sungai. Seluruh proses merupakan siklus yang saling terkait
antara erosi tanah, angkutan sedimen, pengendapan. Karena muatan dasar senantiasa
bergerak, maka permukaan dasar sungai kadang-kadang naik (agradasi) tetapi
kadang-kadang turun (degradasi) dan naik turunnya dasar sungai disebut alterasi
dasar sungai (river bed alteratiori). Muatan melayang tidak berpengaruh pada
HIDROLIKA DAN
SALURAN TERBUKA
SEDIMENT TRANSPORT CHANNEL

alterasi dasar sungai, tetapi dapat mengendap di dasar waduk atau muara sungai,
yang menimbulkan pendangkalan-pendangkalan waduk atau muara sungai tersebut
yang menyebabkan timbulnya berbagai masalah.
Sedimentasi selalu terkait dengan erosi, yang biasanya disebabkan oleh faktor
iklim (terutama intensitas hujan), topografi, karakteristik tanah, vegetasi penutup
tanah, serta tata guna lahan (landuse). Foster dan Meyer (1977) berpendapat bahwa
erosi sebagai penyebab timbulnya sedimentasi yang disebabkan oleh air terutama
meliputi proses pelepasan (detachment), penghanyutan (Transportation), dan
pengendapan (depotition) dari partikel-partikel tanah yang terjadi akibat tumbukan
air hujan dan aliran air.
Proses sedimentasi dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu :
1. Proses sedimentasi secara geologis : sedimentasi secara geologis merupakan
proses erosi tanah yang berjalan secara normal, artinya proses pengendapan
yang berlangsung masih dalam batas-batas yang diperkenankan atau dalam
keseimbangan alam dari proses degradasi dan agradasi pada perataan kulit
bumi akibat pelapukan.
2. Proses sedimentasi yang dipercepat : sedimentasi yang dipercepat merupakan
proses terjadinya sedimentasi yang menyimpang dari proses secara geologi dan
berlangsung dalam waktu yang cepat, bersifat merusak atau merugikan dan
dapat mengganggu keseimbangan alam atau kelestarian lingkungan hidup.
Kejadian tersebut biasanya disebabkan oleh kegiatan manusia dalam mengolah
tanah. Cara mengolah tanah yang salah dapat menyebabkan erosi tanah dan
sedimentasi yang tinggi.

Proses pengangkutan sedimen (sediment transport) dapat diuraikan meliputi


tiga proses sebagai berikut:
1. Pukulan air hujan (rainfall detachment) terhadap bahan sedimen terdapat di
atas tanah sebagai hasil dari erosi percikan (splash erosion) dapat yang
menggerakkan partikel-partikel tanah tersebut dan akan terangkut bersama-
sama limpasan permukaan (overland flow).
2. Limpasan permukaan (overland flow) juga mengangkat bahan sedimen yang
HIDROLIKA DAN
SALURAN TERBUKA
SEDIMENT TRANSPORT CHANNEL

terdapat di permukaan tanah, selanjutnya dihanyutkan masuk ke dalam alur -


alur (rilis), dan seterusnya masuk ke dalam selokan dan akhirnya ke sungai.
3. Pengendapan sedimen, terjadi pada saat kecepatan aliran yang dapat
mengangkat (pick up velocity) dan mengangkut bahan sedimen mencapai
kecepatan pengendapan (settling velocity) yang dipengaruhi oleh besarnya
partikel-partikel sedimen dan kecepatan aliran.

2.7 Bentuk - Bentuk Pengendapan Sedimen Di Sungai


Batuan hasil pengendapan oleh air disebut sedimen akuatis. Bentang alam hasil
pengendapan oleh air, antara lain meander, oxbow lake, tanggul alam, dan delta.
1. Meander
Meander, merupakan sungai yang berkelok-kelok yang terbentuk karena
adanya pengendapan. Proses berkelok-keloknya sungai dimulai dari sungai bagian
hulu. Pada bagian hulu, volume airnya kecil dan tenaga yang terbentuk juga kecil.
Akibatnya sungai mulai menghindari penghalang dan mencari jalan yang paling
mudah dilewati. Sementara, pada bagian hulu belum terjadi pengendapan.
Pada bagian tengah, yang wilayahnya datar maka aliran airnya lambat,
sehingga membentuk meander. Proses meander terjadi pada tepi sungai, baik bagian
dalam maupun tepi luar. Di bagian sungai yang alirannya cepat, akan terjadi
pengikisan, sedangkan bagian tepi sungai yang lamban alirannya, akan terjadi
pengendapan. Apabila hal itu berlangsung secara terus menerus akan membentuk
meander.

(a) (b)
Gambar 2.9 (a) Proses Terbentuknya Meander dan (b) Meander yang Terdapat di
HIDROLIKA DAN
SALURAN TERBUKA
SEDIMENT TRANSPORT CHANNEL

Sungai Niobrara, Nebraska


(Sumber : Dynamic Earth, 1994)

2. Oxbow Lake
Meander biasanya terbentuk pada sungai bagian hilir, sebab pengikisan dan
pengendapan terjadi secara terus-menerus. Proses pengendapan yang terjadi secara
terus menerus akan menyebabkan kelokan sungai terpotong dan terpisah dari aliran
sungai, sehingga terbentuk oxbow lake, atau disebut juga sungai mati.

Gambar 2.10 Proses Terbentuknya Sungai Mati (Oxbow Lake)


(Sumber : S Arum Novi, 2016)
3. Delta
Pada saat aliran air mendekati muara, seperti danau atau laut, kecepatan
alirannya menjadi lambat. Akibatnya, terjadi pengendapan sedimen oleh air sungai.
Pasir akan diendapkan, sedangkan tanah liat dan lumpur akan tetap terangkut oleh
aliran air. Setelah sekian lama, akan terbentuk lapisan-lapisan sedimen. Akhirnya
lapisan-lapisan sedimen membentuk dataran yang luas pada bagian sungai yang
mendekati muaranya dan membentuk delta.
HIDROLIKA DAN
SALURAN TERBUKA
SEDIMENT TRANSPORT CHANNEL

Gambar 2.11 Contoh proses terbentuknya Delta


(Sumber : S Arum Novi, 2016)

Pembentukan delta harus memenuhi beberapa syarat. Pertama, sedimen yang


dibawa oleh sungai harus banyak ketika akan masuk laut atau danau. Kedua, arus di
sepanjang pantai tidak terlalu kuat. Ketiga, pantai harus dangkal. Contoh bentang
alam ini adalah delta Sungai Musi, Kapuas, dan Kali Brantas.

4. Tanggul Alam
Apabila terjadi hujan lebat, volume air meningkat secara cepat. Akibatnya
terjadi banjir dan air meluap hingga ke tepi sungai. Pada saat air surut, bahan - bahan
yang terbawa oleh air sungai akan terendapkan di tepi sungai. Akibatnya, terbentuk
suatu dataran di tepi sungai.

Gambar 2.12 Proses Pembentukan Tanggul Alam


(Sumber : S Arum Novi, 2016)

Timbulnya material yang tidak halus (kasar) terdapat pada tepi sungai.
Akibatnya tepi sungai lebih tinggi dibandingkan dataran banjir yang terbentuk.
Bentang alam itu disebut tanggul sungai. Selain itu, juga terdapat tanggul pantai
sebagai hasil dari proses pengendapan oleh laut. Kedua tanggul tersebut merupakan
tanggul alam, karena proses terbentuknya berlangsung alami hasil pengerjaan alam
HIDROLIKA DAN
SALURAN TERBUKA
SEDIMENT TRANSPORT CHANNEL

2.8 Dampak Sedimentasi Sungai


Sedimen adalah hasil proses erosi, baik berupa erosi permukaan, erosi parit,
atau jenis erosi tanah lainnya yang mengendap di bagian bawah kaki bukit, di daerah
genangan banjir, saluran air, sungai, dan waduk. Sedangkan sedimentasi adalah
proses mengendapnya material fragmental oleh air sebagai akibat dari adanya erosi.
Proses sedimentasi yaitu proses terkumpulnya butir-butir tanah yang terjadi
karena kecepatan aliran air yang mengangkut bahan sedimen mencapai kecepatan
pengendapan (settling velocity). Proses sedimentasi dapat terjadi pada lahan-lahan
pertanian maupun di sepanjang dasar sungai, dasar waduk, muara, dan sebagainya.
Sebagai akibat dari adanya erosi, sedimentasi memberikan beberapa dampak,
yaitu :
1. Di sungai
Pengendapan sedimen di dasar sungai yang menyebabkan naiknya dasar
sungai, kemudian mengakibatkan tingginya muka air sehingga berakibat sering
terjadi banjir.
2. Di saluran
Jika saluran irigasi dialiri air yang penuh sedimen, maka akan terjadi
pengendapan sedimen di saluran. Tentu akan diperlukan biaya yang cukup besar
untuk pengerukan sedimen tersebut dan pada keadaan tertentu pelaksanaan
pengerukan menyebabkan terhentinya operasi saluran.

3. Di waduk
Pengendapan sedimen di waduk akan mengurangi volume efektif waduk yang
berdampak terhadap berkurangnya umur rencana waduk.

4. Di bendung atau pintu-pintu air


Pengendapan sedimen mengakibatkan pintu air kesulitan dalam
mengoperasikan pintunya, mengganggu aliran air yang lewat melalui bendung atau
pintu air, dan akan terjadi bahaya penggerusan terhadap bagian hilir bangunan jika
beban sedimen di sungai berkurang karena telah mengendap di bagian hulu bendung,
sehingga dapat mengakibatkan terangkutnya material alas sungai.
HIDROLIKA DAN
SALURAN TERBUKA
SEDIMENT TRANSPORT CHANNEL

Berdasarkan proses terjadinya erosi tanah dan proses sedimentasi, maka proses
terjadinya sedimentasi dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu :
1. Proses sedimentasi secara geologis
Yaitu proses erosi tanah dan sedimentasi yang berjalan secara normal atau
berlangsung secara geologi, artinya proses pengendapan yang berlangsung masih
dalam batas-batas yang diperkenankan atau dalam keseimbangan alam dari proses
degradasi dan agradasi pada perataan kulit bumi akibat pelapukan.

2. Proses sedimentasi dipercepat


Yaitu proses terjadinya sedimentasi yang menyimpang dari proses secara
geologi dan berlangsung dalam waktu yang cepat, bersifat merusak atau merugikan
dan dapat mengganggu keseimbangan alam atau kelestarian lingkungan hidup.
Kejadian tersebut biasanya disebabkan oleh kegiatan manusia dalam mengolah tanah.
Cara mengolah tanah yang salah dapat menyebabkan erosi tanah dan sedimentasi
yang tinggi.
Menurut Ministry of Land, Infrastructure and Transport-Japan (2004),
kerusakan akibat bencana sedimen ini dapat terjadi kerugian dalam 4 bentuk, yaitu :
1. Bangunan dan lahan pertanian hilang akibat tanah longsor atau erosi,
2. Rumah-rumah hancur oleh daya rusak tanah dan batuan selama pergerakan
tanah atau batuan,
3. Rumah dan lahan pertanian terkubur di bawah tanah oleh akumulasi skala besar
sedimen dan
4. Peningkatan endapan pada dasar sungai dan penguburan waduk disebabkan
oleh sedimen sepanjang sungai yang dapat mengundang datangnya banjir,
gangguan fungsi penggunaan air dan kerusakan lingkungan.

2.9 Upaya Penanggulangan Dampak Sedimen


Sedimentasi ini disebabkan karena kemiringan dasar sungai yang terlalu curam
dan terjadi erosi di bagian hulu daerah aliran sungai yang menyebabkan sedimentasi
di hilir. Untuk mengatasi ini diperlukan suatu upaya penanganan dengan membuat
HIDROLIKA DAN
SALURAN TERBUKA
SEDIMENT TRANSPORT CHANNEL

suatu bangunan fisik, Check dam. Check dam sendiri adalah bangunan pengendali
sedimen yang dibuat karena adanya aliran air dengan konsentrasi sedimen yang
cukup besar, di mana sedimen tersebut berasal dari erosi tanah pada bagian hulu
sungai. Check Dam ini sendiri mempunyai maksud untuk dapat mengurangi sedimen
yang terjadi di daerah aliran sungai (Pratama dkk, 2014).
Penanggulangan sedimentasi dapat di lakukan dengan cara memfungsikannya
kembali pemecah gelombang perlu dikaji secara mendalam, terutama untuk
penentuan crest level dari struktur serta optimasi tipe armor yang tepat dalam desain
pemecah gelombang tersebut. Selain itu, dalam optimasi desain pemecah gelombang
secara detail dapat dilakukan dengan model fisik, di mana penentuan crest level
maupun potensi runtuhan armor dapat dievaluasi di dalam flume model fisik 2
dimensi. Proses atenuasi gelombang dapat dilakukan di dalam model fisik 3
dimensi khususnya dalam evaluasi orientasi pemecah gelombang terhadap
gelombang dominan di Pelabuhan ( Bachtiar, 2020).
Menurut McAnally (2004), penanggulangan sedimentasi dapat dibagi menjadi
3 kategori, yaitu:
1. Metode dengan Menahan Aliran Sedimen
Merupakan metode yang digunakan untuk mencegah agar sedimen tidak dapat
mengalir. Metode ini dilakukan dengan cara:
- Menstabilkan sumber sedimen
- Membelokkan arah aliran sedimentasi
- Pemasangan perangkap sedimen (Sediment Trapper)

Membelokkan arah aliran sedimentasi dilakukan dengan cara membuat struktur


rekayasa penahan transpor sedimen di daerah pantai. Di salah satu sisi struktur
penahan akan menjadi titik konsentrasi pengendapan sedimen, dan di sisi lain akan
terjadi erosi. Ini terjadi saat posisi struktur arahnya tegak lurus atau hampir tegak
lurus terhadap arah aliran transpor sedimen, sehingga material sedimen yang
terangkut di sisi yang menghadap langsung ke arah aliran akan tertahan dan
mengendap karena kecepatannya menurun. Sedangkan pada sisi yang lain akan
terjadi pembelokan aliran dan material sedimen akan diteruskan serta ada yang
HIDROLIKA DAN
SALURAN TERBUKA
SEDIMENT TRANSPORT CHANNEL

tererosi.

Gambar 2.13 Struktur Penahan Transpor Sedimen


(Sumber : Google images, 2023)

2. Metode dengan Menjaga Sedimen Tetap Mengalir


Konsep dari metode ini adalah dengan menjaga sedimen tetap bergerak di
dalam aliran air ketika melewati sebuah pelabuhan atau muara sungai. Metode ini
dilakukan dengan cara:
- Dibuat struktur yang dapat menjaga kecepatan aliran arus.
- Struktur didesain agar mampu meningkatkan gaya geser (Drag Force) aliran
air untuk menggerakkan material kasar yang berada di dasar.
- Mendesain peralatan yang dapat menjaga pergerakan sedimen agar tidak
terendap.
HIDROLIKA DAN
SALURAN TERBUKA
SEDIMENT TRANSPORT CHANNEL

Gambar 2.14 Desain Transverse Dikes di Sungai


(Sumber : Google images, 2023)

3. Metode Pembersihan Endapan Sedimen


Metode ini dilakukan dengan cara mengeruk (Dredging) sedimen secara
langsung, atau dengan melakukan pengadukan sedimen (Agitation), sehingga
sedimen yang mengendap dapat bercampur kembali dan terangkut oleh aliran air.
Pengerukan dinilai lebih efektif daripada pengadukan karena dalam melakukan
pengadukan dibutuhkan arus yang cukup kuat untuk mengangkut kembali material
sedimen.

Gambar 2.15 Dredging dengan Menggunakan Metode Clamshell


(Sumber : Google images, 2023)
2.10 Awal Gerak Butiran Sedimen
Awal gerak butiran sedimen adalah mulai bergeraknya butiran partikel sedimen
pada saat tegangan kritisnya terlampaui, ketika nilai tegangan geser belum
melampaui tegangan kritis maka material pada dasar saluran akan tetap diam atau
tidak bergerak. Sangat sulit mengukur gerakan partikel pada dasar saluran, hal
tersebut disebabkan karena gerakan partikel sedimen merupakan fenomena acak
dalam ruang dan waktu.
Awal gerak butiran atau partikel merupakan kajian penting dalam pembelajaran
transport sediment, degradasi saluran, dan desain saluran stabil. Karena sifat
stokastik alam akan pergerakan sedimen sepanjang dasar alluvial, sulit untuk
menentukan secara tepat pada kondisi aliran yang bagaimana butiran sedimen akan
HIDROLIKA DAN
SALURAN TERBUKA
SEDIMENT TRANSPORT CHANNEL

mulai bergerak. Akibatnya, hal tersebut akan bergantung pada kurang lebihnya
definisi peneliti terkait awal gerak butiran. Terdapat beberapa istilah yang sering
digunakan para peneliti, di antaranya “awal gerak”, “beberapa butiran bergerak”,
“pergerakan yang sedikit”, dan “gerak kritis”. Meskipun demikian, kemajuan
signifikan terkait pemahaman awal gerak butiran telah dicapai, baik secara teoritis
maupun eksperimen.
Ada beberapa gaya yang bekerja pada suatu partikel sedimen bundar
(spherical) pada dasar saluran terbuka yang dapat dilihat pada gambar berikut ini

Gambar 2.16 Gaya Pada Permulaan Gerak Butiran


(Sumber : Lucky Yuhadi Husein, 2023)

Hampir setiap kriteria permulaan gerak butiran diturunkan dari pendekatan


tegangan geser ataupun kecepatan arus. Gaya yang bekerja pada butiran sedimen
(non kohesif) dalam air antara lain:
1. Gaya berat di air (submerged weight, Ws)
2. Gaya yang menahan (resistance force, Fs)
3. Gaya angkat (lift force, FL)
4. Gaya seret (drag force, FD)

Ada pula faktor-faktor yang berkaitan dengan awal gerak butiran sedimen
adalah kecepatan aliran, diameter ukuran butiran, gaya angkat yang lebih besar dari
gaya berat butiran, dan gaya geser kritis. Suatu kondisi dapat dikatakan terjadinya
awal gerak butiran apabila terjadi dari salah satu peristiwa berikut:
HIDROLIKA DAN
SALURAN TERBUKA
SEDIMENT TRANSPORT CHANNEL

1. Satu butiran bergerak


2. Beberapa (sedikit) butiran bergerak
3. Butiran bersama-sama bergerak dari dasar, dan
4. Kecenderungan pengangkutan butiran yang ada sampai habis.

Graf (1984), menyatakan bahwa awal gerak butiran, atau yang sering juga
disebut kondisi kritis, dapat dijelaskan dengan beberapa metode:
1. Dengan persamaan kecepatan kritis (critical velocity); memperhitungkan
pengaruh air terhadap sedimen
2. Dengan persamaan tegangan geser kritis (critical shear stress);
memperhitungkan gesekan gaya tarik aliran terhadap butiran
3. Gaya angkat; memperhitungkan perbedaan tekanan akibat perbedaan kecepatan

Mengingat bahwa kondisi alami dari pergerakan sedimen sangat tidak teratur
(random), pendekatan dengan teori probabilitas sering kali digunakan. Dengan
demikian ada empat kelompok pendekatan dalam menentukan awal gerak butiran,
yaitu dengan:
1. Pendekatan kecepatan (competent velocity).
2. Pendekatan gaya angkat (lift force)
3. Pendekatan tegangan gesek kritik.
4. Pendekatan dengan cara lain, yang di antaranya dengan teori probabilitas.

2.11 Bilangan Reynolds


Bilangan ini digunakan untuk mengidentifikasikan jenis aliran yang berbeda,
misalnya laminar dan turbulen. Namanya diambil dari Osborne Reynolds (1842–
1912) yang mengusulkannya pada tahun 1883.
Bilangan Reynolds merupakan bilangan tidak berdimensi yang mana
didapatkan dari rasio antara massa jenis aliran, kecepatan aliran, dan diameter
penampang terhadap viskositas fluidanya, berfungsi menggambarkan rezim suatu
aliran fluida dalam saluran maupun permukaan benda. Berdasarkan bilangan
Reynolds, jenis aliran terbagi menjadi 3 aliran, yaitu aliran laminar, aliran turbulen
HIDROLIKA DAN
SALURAN TERBUKA
SEDIMENT TRANSPORT CHANNEL

dan aliran transisi. Aliran pipa pada Bilangan Reynolds mengindikasikan secara
jelas jarak aliran dari tipe yang diberikan bisa berupa laminar (Re<2000),
transisi (2000<Re<4000), dan turbulen (Re>4000). Bentuk profil aliran dalam
saluran akan mempengaruhi kecepatan pendistribusian fluida. Bila aliran itu laminar,
maka kecepatan aliran lambat. Begitu juga sebaliknya, aliran turbulen menunjukkan
bahwa kecepatan fluida dalam saluran tinggi. Aplikasi bilangan Reynolds dalam
kehidupan sehari-hari untuk aliran yang bersifat laminar terbatas pada fluida yang
sangat kental pada kecepatan rendah seperti aliran darah, mesin pelumas dan banyak
lagi. Aliran turbulen terjadi apabila kecepatan aliran besar, saluran besar dan zat cair
mempunyai kekentalan kecil. Aliran di sungai, saluran irigasi atau drainase dan di
laut adalah contoh dari aliran turbulen. Dan untuk transisi contohnya pompa dan
turbin (Khotimi, 2021).
Penerapan prinsip-prinsip mekanika fluida dapat dijumpai pada bidang industri,
transportasi maupun bidang keteknikan lainnya. Namun dalam penggunaannya selalu
terjadi kerugian energi. Dengan mengetahui kerugian energi pada suatu sistem yang
memanfaatkan fluida mengalir sebagai media, akan menentukan tingkat efisiensi
penggunaan energi. Bentuk-bentuk kerugian energi pada aliran fluida antara lain
dijumpai pada aliran dalam pipa. Kerugian-kerugian tersebut diakibatkan oleh
adanya gesekan dengan dinding, perubahan luas penampang, sambungan, katup-
katup, belokan pipa dan kerugian-kerugian khusus lainnya. Pada belokan pipa atau
lengkungan, kerugian energi aliran yang terjadi lebih besar dibandingkan dengan
pipa lurus (Yani dkk, 2021).

2.12 Massa Jenis ( ρ )


Massa jenis (density) suatu zat adalah kuantitas konsentrasi zat dan dinyatakan
dalam massa persatuan volume. Nilai massa jenis suatu zat dipengaruhi oleh
temperatur. Semakin tinggi temperatur, kerapatan suatu zat semakin rendah karena
molekul molekul yang saling berikatan akan terlepas. Kenaikan temperatur
menyebabkan volume suatu zat bertambah, sehingga massa jenis dan volume suatu
zat memiliki hubungan yang berbanding terbalik.
Massa jenis merupakan nilai yang menunjukkan besarnya perbandingan antara
HIDROLIKA DAN
SALURAN TERBUKA
SEDIMENT TRANSPORT CHANNEL

masa benda dengan volume benda tersebut, massa jenis suatu benda bersifat tetap
artinya jika ukuran dan bentuk benda diubah massa jenis benda tidak berubah.
Misalnya ukurannya diperbesar sehingga baik massa benda maupun volume benda
makin besar. Walaupun kedua besaran yang menunjukkan ukuran benda tersebut
makin besar tetapi massa jenisnya tetap, hal ini disebabkan oleh kenaikan massa
benda atau sebaliknya kenaikan volume benda diikuti secara linier dengan kenaikan
volume benda atau massa benda (Maulida, 2019).

Contoh benda yang memiliki massa jenis yang lebih tinggi adalah besi,
sedangkan contoh benda yang memiliki massa jenis lebih rendah adalah air, massa
jenis merupakan ciri-ciri khusus yang membedakan antara zat yang satu dengan zat
lainnya. Hal ini disebabkan, setiap zat memiliki massa jenis yang berbeda-beda
tergantung pada kerapatan molekulnya serta besarnya gaya ikat antar molekul atau
senyawa penyusunnya.
Massa jenis adalah massa dibagi dengan volume, dapat di rumuskan sebagai
berikut :

m
ρ= ...Pers (2.1)
v

Keterangan :
ρ = Massa jenis (kg/m³ atau gr/cm³).
m = Massa benda (kg atau gr).
v = Volume benda (m³ atau cm³).
2.13 Percepatan Gravitasi (g)
Pada abad 16 Masehi Isaac Newton mengemukakan, bahwa ternyata ada suatu
gaya pada suatu jarak tertentu yang memungkinkan dua benda atau lebih saling
berinteraksi. Newton menyimpulkan bahwa gaya gravitasi atau gaya tarik-menarik
dapat berlaku secara universal dan sebanding oleh massa masing-masing benda dan
berbanding terbalik dengan kuadrat jarak kedua benda (Giancoli, 2009)
Fenomena alam yang diakibatkan oleh adanya gaya gravitasi bumi kerap kali
terjadi di muka bumi ini. Gaya gravitasi memberikan efek yang luar biasa terhadap
HIDROLIKA DAN
SALURAN TERBUKA
SEDIMENT TRANSPORT CHANNEL

benda-benda yang ada di muka Bumi ini. Gaya gravitasi adalah gaya tarik-menarik
yang terjadi antara semua partikel yang mempunyai massa di alam semesta. Dalam
analisis Fisika modern mendeskripsikan bahwa gravitasi menggunakan Teori
Relativitas Umum dari Einstein, namun hukum gravitasi universal Newton yang
lebih sederhana merupakan hampiran yang cukup akurat dalam kebanyakan kasus –
kasus yang terjadi (Artawan. 2013).
Sebagai contoh, bumi yang memiliki massa yang sangat besar menghasilkan
gaya gravitasi yang sangat besar untuk menarik benda-benda di sekitarnya, termasuk
makhluk hidup, dan benda-benda yang ada di bumi. Gaya gravitasi ini juga menarik
benda-benda yang ada di luar angkasa, seperti bulan, meteor, dan benda angkasa
lainnya, termasuk satelit buatan manusia. Beberapa teori yang belum dapat
dibuktikan menyebutkan bahwa gaya gravitasi timbul karena adanya partikel
gravitron dalam setiap atom (D.C. Giancoli.1988).
Gravitasi merupakan sifat percepatan pada bumi yang menghasilkan benda
jatuh secara bebas. Percepatan gravitasi pada setiap tempat di permukaan bumi
tidaklah sama. Di equator percepatan gravitasi sekitar 9,78 m/s2, sedangkan di
daerah kutub sekitar 9,83 m/s2. Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi adanya
perbedaan percepatan gravitasi tersebut. Pertama bumi kita tidak benar-benar bulat,
percepatan gravitasi bergantung pada jaraknya dari pusat bumi. Kedua, percepatan
gravitasi tergantung dari jaraknya terhadap permukaan bumi. Ketiga, kepadatan
massa bumi yang berbeda - beda.

Bentuk bumi yang tidak benar-benar bulat mengakibatkan adanya gaya


sentrifugal yang menentang gravitasi lebih besar di daerah equator, hal ini yang
menyebabkan bahwa jarak equator ke pusat bumi lebih jauh daripada jarak kutub ke
pusat bumi. Akibatnya percepatan gravitasi bumi di daerah equator menjadi lebih
kecil dibandingkan percepatan gravitasi di kedua kutub. Keberagaman Topografi
permukaan bumi juga menyebabkan perbedaan besar kecilnya percepatan gravitasi di
setiap tempat karena tergantung dari jaraknya ke permukaan bumi. Artinya semakin
tinggi benda tersebut berada dari permukaan bumi maka semakin kecil percepatan
HIDROLIKA DAN
SALURAN TERBUKA
SEDIMENT TRANSPORT CHANNEL

gravitasi yang dimiliki benda tersebut ( Artawan, 2013).

2.14 Viskositas Kinematika ( μ)


Viskositas fluida merupakan ukuran ketahanan sebuah fluida terhadap
deformasi atau perubahan bentuk. Viskositas dipengaruhi oleh temperatur, tekanan,
kohesi dan laju perpindahan momentum molekulernya. Viskositas zat cair cenderung
menurun dengan seiring bertambahnya kenaikan temperatur hal ini disebabkan gaya-
gaya kohesi pada zat cair bila dipanaskan akan mengalami penurunan dengan
semakin bertambahnya temperatur pada zat cair yang menyebabkan berturunnya
viskositas dari zat cair tersebut. Viskositas dibedakan atas dua macam, yaitu
viskositas kinematika dan viskositas dinamik atau viskositas mutlak
(Saiful Akmal dkk, 2019)
.
Viskositas dibedakan atas dua macam yaitu (Eko Singgih Priyanto, 2019):
1 Viskositas dinamik (absolute viscosity)
Viskositas dinamik adalah sifat fluida yang menghubungkan tegangan geser
dengan gerakan fluida. Viskositas dinamis merupakan pengukuran viskositas umum
yang digunakan di sebagian besar perhitungan.Viskositas dinamik tampaknya sama
dengan rasio tegangan geser terhadap gradient kecepatan sehingga karena itu
dimensinya adalah gaya kali waktu per satuan luas atau massa per satuan panjang dan
waktu

2 Viskositas kinematik
Viskositas kinematik didefinisikan sebagai perbandingan antara viskositas
dinamik dan rapat massa.
Tabel 2.2 Viskositas Kinematika Berdasarkan Suhu
Temperatur Viskositas Temperatur Viskositas
Kinematika Kinematika
(˚C) (1 x 10-6 m2/s) (˚C) (1 x 10-6 m2/s)
0 1.793 25 0.893
1 1.732 26 0.873
2 1.674 27 0.854
HIDROLIKA DAN
SALURAN TERBUKA
SEDIMENT TRANSPORT CHANNEL

3 1.619 28 0.836
4 1.568 29 0.818
5 1.520 30 0.802
6 1.474 31 0.785
7 1.429 32 0.769
8 1.386 33 0.753
9 1.346 34 0.738
10 1.307 35 0,724
11 1.270 36 0.711
12 1.235 37 0.697
13 1.201 38 0.684
14 1.169 39 0.671
15 1.138 40 0.658
16 1.108 45 0.602
17 1.080 50 0.554
18 1.053 55 0.511
19 1.027 60 0.476
20 1.002 65 0.443
21 0.978 70 0.413
22 0.955 75 0.386
23 0.933 80 0.363
24 0.911 85 0.342

(Sumber : Bambang Triadmojo, 1993)

2.15 Koefisien Kekasaran Manning (n)


Penentuan koefisien kekasaran merupakan hal yang sangat penting dalam
menentukan pendistribusian debit aliran yang telah direncanakan pada saluran
terbuka, karena kekasaran memberi efek hambatan terhadap laju aliran air, hal itu
juga akan berpengaruh terhadap debit dan efisiensi penyaluran airnya. Cara untuk
menentukan koefisien kekasaran saluran telah diperkenalkan oleh Manning dan
Chezy melalui nilai kekasaran Manning dan konstanta Chezy (Tahir dan Musa, 2020).
HIDROLIKA DAN
SALURAN TERBUKA
SEDIMENT TRANSPORT CHANNEL

Kebutuhan air dipetak tersier disalurkan melalui saluran tersier. Untuk


pengembangan saluran tersier yang dapat mengalirkan dengan cukup tanpa terjadinya
pengendapan dan penggerusan, pada saluran perlu dirancang saluran yang tepat, baik
ukuran maupun kecepatan air yang mengalir. Kecepatan aliran air yang mengalir
melalui saluran tersier dipengaruhi oleh kekasaran, kemiringan dan ukuran saluran
yang dibuat, semakin besar koefisien kekasaran saluran irigasi maka, kecepatan
aliran air di saluran irigasi semakin kecil. Sehingga mengurangi debit air terutama
pada saluran yang terbuat dari tanah. Pengaruh kekasaran saluran ini dinyatakan
dalam suatu nilai yang disebut koefisien kekasaran Manning (Sanusi dan Pratiwi,
2013).
Faktor-faktor yang mempengaruhi koefisien kekasaran adalah bahan penyusun
permukaan basah saluran, sifat fisik tanah, tidak teraturan saluran, vegetasi yang
tumbuh di dalam saluran dan faktor pengendapan dan penggerusan di dalam saluran.
Bila bahan terdiri dari kerikil dan kerakal, nilai N biasanya tinggi terutama pada taraf
air tinggi atau rendah (Sanusi dan Pratiwi, 2013).
Tabel 2.3 Kekasaran Manning untuk saluran
Saluran Keterangan n Manning
Lurus, baru, seragam, landai dan bersih 0,016 – 0,033
Tanah Berkelok, landai dan kotor 0,023 – 0,040
Tidak berbatu, kasar dan tidak teratur 0,050 – 0,140
Batu kosong 0,023 – 0,035
Pasangan
Pasangan batu belah 0,017 – 0,030
Halus, sambungan baik dan rata 0,014 – 0,018
Beton
Kurang halus dan sambungan kurang rata 0,018 – 0,030
(Sumber : Wawa Sanusi, 2022)

Tabel 2.4 Koefisien Manning Untuk Berbagai Bahan Dinding Saluran


No Bahan Koefisien Manning (n)
.
1. Besi tuang dilapis 0,014
2. Kaca 0,010
3. Saluran beton 0,013
HIDROLIKA DAN
SALURAN TERBUKA
SEDIMENT TRANSPORT CHANNEL

4. Bata dilapis Mortar 0,015


5. Saluran tanah bersih 0,022
6. Pasangan batu disemen 0,025
7. Saluran tanah 0,030
8. Saluran dengan dasar batu dan tebing rumput 0,040
9. Saluran pada galian batu cadas 0,040
(Sumber : Triatmojo B, 1993)

2.16 Diagram Shields


Shield mengaplikasikan analisis dimensional untuk mendapatkan parameter-
parameter tak berdimensi dan menciptakan diagram yang sangat dikenal untuk awal
gerak butiran sedimen. Diagram tersebut menghubungkan tegangan geser dasar tak
berdimensi atau kriteria Shields dengan bilangan Reynolds. Shields (1936) pada
awalnya tidak menggunakan kurva pada diagramnya, melainkan menggambarkan
pita yang cukup lebar untuk menunjukkan tegangan geser kritis. Kurva pada Gambar
Shields pertama kali diusulkan oleh Rouse (1939). Kurva Shields tersebut mewakili
kondisi ambang batas di saat sedimen tepat akan bergerak. Jika titik berada di area di
atas kurva, maka partikel akan bergerak. Sementara titik pada bawah kurva, aliran
tidak dapat menggerakkan partikel (Putri dkk, 2021).

Gambar 2.17 Diagram Shields untuk Awal Gerak Butiran


(Sumber : Google images, 2023)
2.17 Teori Perhitungan Gerak Butiran Sedimen
1.1.4 Rumus Rata - Rata Ketinggian Air (h)
Rata - Rata Ketinggian Air dihitung dengan rumus :
HIDROLIKA DAN
SALURAN TERBUKA
SEDIMENT TRANSPORT CHANNEL

h1 +h 2 …+ hn
H= ...Pers (2.2)
n

Keterangan :
H = Tinggi muka air rata-rata (m)
h1 = Tinggi muka air hasil pembacaan 1 (m)
h2 = Tinggi muka air hasil pembacaan 2 (m)
hn = Tinggi muka air hasil pembacaan (m)
n = Jumlah banyaknya jumlah tinggi muka air

1.1.5 Rumus Luas Penampang Basah (A)


Luas Penampang Basah (A) dapat di hitung dengan rumus :

A=B ∙ h ...Pers (2.3)

Keterangan :
A = Luas penampang basah (m2)
B = Lebar bawah (m)
h = Kedalaman saluran (m)

1.1.6 Rumus Keliling Penampang Basah (P)


Keliling Penampang Basah (A) dapat di hitung dengan rumus :

P=B+(2∙ h) ...Pers (2.4)

Keterangan :
P = Keliling penampang basah (m)
B = Lebar bawah (m)
h = Kedalaman saluran (m)
1.1.7 Rumus Radius Hidraulik (R)
Radius Hidraulik (R) dapat di hitung dengan rumus :
HIDROLIKA DAN
SALURAN TERBUKA
SEDIMENT TRANSPORT CHANNEL

A
R= ...Pers (2.5)
P

Keterangan :
R = Radius hidraulik (m)
A = Luas penampang basah (m2)
P = Keliling penampang basah (m)

1.1.8 Rumus Kecepatan Aliran (v)


Kecepatan Aliran dapat di hitung dengan rumus :

1
v= ¿ ...Pers (2.6)
n

Keterangan:
v = Kecepatan aliran fluida (m/detik)
R = Jari-jari hidrolis (m)
S = Kemiringan dasar saluran (%)
n = Kekasaran manning (m)

1.1.9 Rumus Debit Aliran (Q)


Rumus Debit Aliran dapat di hitung dengan rumus :

Q=v ∙ A ...Pers (2.7)

Keterangan :
Q = Kapasitas saluran (m3/dt)
v = Kecepatan aliran rata-rata (m/dt)
A = Luas penampang (m2)
V = Volume (m3)
t = Waktu (s)
1.1.10 Rumus Kecepatan Geser (U*)
Kecepatan Geser (U*) dapat dihitung dengan rumus :
HIDROLIKA DAN
SALURAN TERBUKA
SEDIMENT TRANSPORT CHANNEL

U ¿ =√ g∙ h ∙ S ...Pers (2.8)

Keterangan :
¿
U = Kecepatan geser (m/s)
g = Percepatan gravitasi (9,81 m/s2)
h = Kedalaman aliran (m2)
S = Kemiringan saluran (m)

1.1.11 Rumus Kecepatan Geser Kritis (U*c)


Kecepatan Geser Kritis (U*c) dapat dihitung dengan rumus :


U c= γ (
ρs −ρw
ρw
) g∙ d ...Pers (2.9)

Keterangan :
¿
Uc = Kecepatan geser kritis (m/s)
γ = Berat jenis (kg)
ρs = Berat massa butiran sedimen (kg/m3)
ρw = Berat massa air (kg/m3)
g = Percepatan gravitasi (9,81 m/s2)
d = Diameter butiran (m)

1.1.12 Rumus Bilangan Reynolds (Re)


Bilangan Reynolds (Re) dapat dihitung dengan rumus :

u x ∙d
ℜ= ...Pers (2.10)
ν

Keterangan :
Re = Bilangan Reynolds
ux = Kecepatan fluida (m/s)
HIDROLIKA DAN
SALURAN TERBUKA
SEDIMENT TRANSPORT CHANNEL

d = Diameter pipa (m)


ν = Viskositas kinematika fluida N.s/m2

1.1.13 Rumus Tegangan Geser (το)


Tegangan Geser (το) dapat dihitung dengan rumus :

τ o = ρw∙g∙hs ...Pers (2.11)

Keterangan :
το = Tegangan geser (N/m3)
ρw = Massa jenis air (1000 kg/m3)
g = Percepatan gravitasi (9,81 m/s2)
h = Kedalaman aliran (m)
S = Kemiringan saluran (%)

1.1.14 Rumus Tegangan Geser Kritis (τc)


Tegangan Geser Kritis (τc) dapat dihitung dengan rumus :

τc = Υ (ρs – ρw) g∙d ...Pers (2.12)

Keterangan :
τc = Tegangan geser kritis (N/m3)
ρs = Massa jenis sedimen (kg/m3)
ρw = Massa jenis air (1000 kg/m3)
g = Percepatan gravitasi (9,81 m/s2)
d = Diameter butiran sedimen (m)

1.1.15 Rumus Muatan Sedimen Dasar (qb)


Adapun rumus yang disederhanakan oleh Mayer Peter – Muller (MPM)
sebagai berikut :
HIDROLIKA DAN
SALURAN TERBUKA
SEDIMENT TRANSPORT CHANNEL

1. Menentukan Nilai Debit Muatan Sedimen Dasar (qb) :

3
γ w ∙ R ∙ (k/k') 2 ∙ S 3 ...Pers (2.13)
- 0,047 = 0,25 ∙ √ρ ¿¿
d ( γs - γ w )

γw
Dimana nilai √3 ρ =
g

(k/k') = 1

2. Menentukan Nilai Muatan Sedimen Dasar Untuk Seluruh Lebar


Dasar Aliran (Qb) :

Qb = B ∙ qb ...Pers (2.14)

Keterangan :
qb = Debit muatan sedimen dasar (kg/s/m)
R = Radius hidrolik (m)
d = Diameter butiran (m)
γs = Berat jenis pasir/sedimen (kg/m3)

γw = Berat jenis air (kg/m3)

g = Percepatan gravitasi (m/s2)


Qb = Muatan sedimen dasar (kg/s)
B = Lebar saluran (m)

Anda mungkin juga menyukai