Anda di halaman 1dari 15

IDENTIFIKASI AQUIFER DENGAN METODE GEOLISTRIK

HAMBATAN JENIS DI KELURAHAN PETOBO, KECAMATAN


PALU SELATAN, KOTA PALU

PROPOSAL

SITI MURNIASIH
G 101 16 012

PROGRAM STUDI FISIKA JURUSAN FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO

[] 2019
i
IDENTIFIKASI AQUIFER DENGAN METODE GEOLISTRIK
HAMBATAN JENIS DI KELURAHAN PETOBO,
KECAMATAN PALU SELATAN, KOTA PALU

A. Latar Belakang
Kelurahan Petobo merupakan salah satu kelurahan terdampak likuifaksi
ketika terjadi gempa Palu, 28 September 2018 dengan magnitude 7.4 SR.
Kelurahan Petobo terletak di Kecamatan Palu Selatan Kota Palu.

Kota Palu, merupakan salah satu daerah yang sering terjadi gempa karena
memiliki seismisitas yang tinggi. Geologi regional daerah Palu dan sekitarnya
di dominasi oleh endapan kuarter yang terdiri atas endapan fluviati dan
alluvium. Kondisi alam tersebut memiliki potensi yang merugikan, salah
satunya ialah potensi likuifaksi (Risna, 2012).

Likuifaksi merupakan fenomena hilangnya kekuatan lapisan tanah akibat


getaran gempa. Likuifaksi terjadi pada tanah yag berpasir lepas (tidak padat)
dan jenuh air (Towhata, dalam Alwyn T, 2013). Saat likuifaksi terjadi, lapisan
pasir berubah menjadi seperti cairan sehingga tak mampu manopang beban
bangunan di dalam atau di atasnya. Suatu proses hilangnya kekuatan geser
tanah akibat kenaikan tegangan air pori tanah yang timbul akibat beban siklis
(cyclic mobility). Hal ini dapat terjadi pada suatu deposit tanah yang tidak
kohesif (cohesionless) dan jenuh air (saturated) menerima beban siklik
dengan kondisi pembebanan undrained (Alwyn T, 2013).

Jenis batuan dan lapisan pembawa air juga dapat menjadi pemicu terjadinya
suatu fenomena likuifaksi. Hal tersebut dikaji dalam ilmu hidrogeologi.
Hidrogeologi merupakan studi tentang air yang mempelajari distribusi
maupun pergerakan air tanah pada suatu media batuan. Dengan kata lain,
hidrogeologi adalah interaksi antara material-material geologi beserta proses-
prosesnya dengan air khususnya air tanah (Fetter, dalam Alwyn T, 2013).

Menurut Soebowo, dalam Alwyn T (2013), menyatakan bahwa likuifaksi


hanya terjadi pada tanah jenuh, sehingga kedalaman muka air tanah akan
mempengaruhi kerentanan terhadap likuifaksi. Kerentanan terhadap likuifaksi

1
akan menurun dengan bertambahnya kedalaman muka air tanah. Berdasarkan
pernyataan tersebut, maka akan dilakukan penelitian hidrogeologi sebagai
dugaan awal penyebab terjadinya likuifaksi dengan menggunakan metode
geolistrik hambatan jenis di kelurahan Petobo, Kecamatn Palu Selatan, Kota
Palu.

Geolistrik hambatan jenis merupakan metode geofisika yang mempelajari


kelistrikan batuan dalam bumi dengan cara mendeteksinya di permukaan
bumi. Metode hambatan jenis merupakan metode geolistrik yang mempelajari
hambatan jenis listrik lapisan material atau batuan dari dalam bumi, dalam hal
ini meliputi pengukuran potensial dan arus listrik yang terjadi baik secara
alamiah maupun akibat injeksi arus ke dalam bumi. Bumi yang menerima
injeksi arus memberi respon berupa nilai potensial sehingga diperoleh
hambatan jenis (Rahmawati, 2011).

B. Rumusan Masalah
Terjadinya likuifaksi di Kelurahan Petobo, Kecamatan Palu Selatan, Kota
Palu pada 28 September 2018 diakibatkan oleh gempa dengan magnitude 7.4
SR. Selain disebabkan oleh gempa, perlu adanya penelitian mengenai
penyebab lain terjadinya likuifaksi seperti kondisi akuifer dan batuan yang
dikaji dalam ilmu hidrogeologi menggunakan metode geolistrik hambatan
jenis.

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini yaitu untuk
mengidentifikasi hidrogeologi menggunakan metode geolistrik hambatan
jenis.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut.
1. Mengetahui adanya akuifer dan jenis batuan di Kelurahan Petobo,
Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu.
2. Mengetahui penyebab lain terjadinya likuifaksi di Kelurahan Petobo,
Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu yang di tinjau dari hidrogeologinya.

2
3. Sebagai bahan informasi untuk pemerintah dan warga setempat mengenai
penyebab terjadinya likuifaksi di Kelurahan Petobo, Kecamatan Palu
Selatan, Kota Palu.

E. Batasan Masalah
Penelitian ini dilakukan di sekitar Kelurahan Petobo, Kecamatan Palu
Selatan, Kota Palu yang terdampak likuifaksi dengan mengidentifikasi
hidrogeologi menggunakan metode geolistrik hambatan jenis.

F. Tinjauan Pustaka
1. Kondisi Geologi Kota Palu
Zona palu didominasi oleh batuan terobosan granodionit dan batuan
metamorfosa termal-dinamo yang kaya akan biotit. Diantara zona Palu dan
zona Poso terdapat cekungan memanjang yang dinamakan Cekungan
Tawaeli yang ditutupi batuan sedimen muda berumur miosen atas, serta
mengandung pula lava yang berkomposisi andesitic dan dasitik.

Batuan tertua yang terdapat di Lembah Palu dan sekitarnya adalah formasi
Palolo yang terdiri dari sekis biotit, sekis kholorit, amfibolit, genes biotit,
sekis aktinolit, sekis hornblende, dan granulit. Formasi ini secara tidak
selaras ditutupi oleh Formasi Tinombo yang terdiri dari serpih berwarna
kelabu, hitam dan merah, batupasir konglomerat, batugamping rijang
radiolarian, batupasir tufaan, batu sabak, filit dan kuarsit serta rombakan

3
batuan metamorfosa. Keduanya kemudian diterobos oleh batuan granitit
berkomposisi granodirit yang tersingkap luas terutama di sebelah barat
Lembah Palu (Sudrajat, dalam Ayu, 2016).

Selain Formasi Palolo dan Tinombo, juga terdapat formasi Pakuli Formasi
ini mewakili batuan yang tersebar sangat intensif di Lembah Palu dan
sangat mudajh dikenali yang berbentuk sebagai kipas alluvium.
Pembentukannya sangat berhubungan dengan pertumbuhan patahan Palu-
Koro. Formasi Pakuli terdiri dari batuan klastik berpilah buruk, menyudut,
tidak terkompaksi sampai agak terkompaksi dengan ukuran komponen
mulai dari pasir sampai dengan karakal. Komponen umumnya dalah
batuan granit dan batuan metamorfosa. Formasi Pakuli tersebar secara
intensif sepanjang gawir patahan Palu-Koro, terutama sepanjang bagian
barat dan timur Lembah Palu serta Lembah Palolo. Kedudukan stratigrafi
Formasi Pakuli terletak secara tidak selaras di atas Formasi Matindok dan
batuan granit serta Formasi Palolo. Bagian atasnya sebagian tertutup
sendapan alluvium lembah dan alluvium sungai (Sudrajat, dalam Ayu,
2016).
2. Hidrogeologi

Hidrogeologi adalah suatu studi tentang air yang mempelajari distribusi


maupun pergerakan airtanah pada suatu media batuan, dengan kata lain
hidrogeologi adalah studi tentang interaksi antara material-material
geologi beserta proses–prosesnya dengan air khususnya airtanah (Fetter,
dalam Alwyn, 2013).

Berdasarkan perlakuan terhadap airtanah, sifat batuan terhadap airtanah


dapat dibagi menjadi empat, yaitu :
a. Akuifer (lapisan pembawa air) yaitu batuan atau lapisan batuan yang
mempunyai susunan sedemikian rupa sehingga dapat mengalirkan air
yang cukup berarti di bawah kondisi lapangan (mempunyai
permeabilitas dan porositas yang baik).
b. Akuiklud (lapisan kedap air/impermeable) yaitu batuan atau lapisan

4
batuan yang dapat menyimpan air tetapi tidak dapat mengalirkannya
dalam jumlah yang berarti. Contoh : Batu lempung.
c. Akuifug (lapisan kebal air) yaitu batuan atau lapisan batuan yang tidak
dapat menyimpan dan mengalirkan air. Contoh : Granit.
d. Akuitar yaitu batuan atau lapisan batuan yang mempunyai susunan
sedemikian rupa sehingga dapat menyimpan air tetapi hanya dapat
mengalirkan air dalam jumlah yang terbatas. Contoh : Batu lempung
pasiran.

3. Likuifaksi

Likuifaksi merupakan fenomena hilangnya kekuatan lapisan tanah akibat


getaran gempa. Likuifaksi terjadi pada tanah yang berpasir lepas (tidak
padat) dan jenuh air (Towhata, dalam Alwyn T, 2013). Saat likuifaksi
terjadi, lapisan pasir berubah menjadi seperti cairan sehingga tak mampu
menopang beban bangunan di dalam atau di atasnya. Suatu proses
hilangnya kekuatan geser tanah akibat kenaikan tegangan air pori tanah
yang timbul akibat beban siklis (cyclic mobility). Hal ini dapat terjadi pada
suatu deposit tanah yang tidak kohesif (cohesionless) dan jenuh air
(saturated) menerima beban siklik dengan kondisi pembebanan
undrained.

Lapisan tanah yang peka terhadap kejadian likuifaksi umumnya dibentuk


dalam lingkungan geologi kuarter (Seed dan Idris, dalam Alwyn T, 2013).
Secara spesifik, umumnya berhubungan dengan endapan sedimen kuarter
seperti aliran sungai, lembah daratan kuarter, sejarah pasang surut daratan,
rawa, payau, estuari, pantai, endapan danau, dan endapan gumuk pasir
lepas. Material lapisan tanah yang dibentuk tersebut oleh proses
pergerakan sehingga mengalami pemisahan dan membentuk distribusi
ukuran butir seragam dalam kondisi lepas yang memungkinkan untuk
terjadinya proses likuifaksi.

Likuifaksi hanya terjadi pada tanah jenuh, sehingga kedalaman muka

5
airtanah akan mempengaruhi kerentanan terhadap likuifaksi. Kerentanan
terhadap likuifaksi akan menurun dengan bertambahnya kedalaman muka
airtanah, dan pengaruh likuifaksi secara langsung dapat diamati di
lapangan dimana muka airtanah berada beberapa meter dari permukaan
tanah. Di daerah dimana level muka airtanah berfluktuasi (berubah) secara
jelas, bahaya likuifaksi juga akan berubah.

Fenomena likuifaksi terjadi seiring terjadinya gempabumi. Secara visual,


peristiwa likuifaksi ini ditandai munculnya lumpur pasir di permukaan
tanah berupa semburan pasir (sand boil), rembesan air melalui rekahan
tanah, atau bisa juga dalam bentuk tenggelamnya struktur bangunan di
atas permukaan, penurunan muka tanah dan perpindahan lateral. Evaluasi
potensi likuifaksi pada suatu lapisan tanah dapat ditentukan dari kombinasi
sifat-sifat tanah (gradasi butiran dan ukuran butir), lingkungan geologi
(proses pembentukan lapisan tanah, sejarah kegempaan, kedalaman muka
airtanah).

4. Metode Geolistrik
Metode geolistrik merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui
sifat aliran listrik di dalam bumi dengan cara mendeteksinya di permukaan
bumi. Pendeteksian ini meliputi pengukuran potensial, arus dan medan
elektromagnetik yang terjadi baik itu oleh injeksi arus maupun secara
alamiah. Salah satu metode geolistrik yang sering digunakan dalam
pengukuran aliran listrik dan untuk mempelajari keadaan geologi bawah
permukaan adalah dengan metode tahanan jenis (Telford, dalam Wijaya,
2015). Metode geolistrik merupakan metode yang banyak sekali digunakan
dan hasilnya cukup baik yaitu untuk memperoleh gambaran mengenai
lapisan tanah dibawah permukaan dan kemungkinan terdapatnya air tanah.
Pendugaan geolistrik ini didasarkan pada kenyataan bahwa material yang
berbeda akan mempunyai tahanan jenis yang berbeda apabila dialiri arus
listrik (Wijaya, 2015).

6
Metode geolistrik merupakan salah satu metode geofisika yang
mempelajari sifat aliran listrik di dalam bumi dan bagaimana cara
mendeteksinya di dalam bumi dan bagaimana cara mendeteksinya di
permukaan bumi. Metode ini pada dasarnya adalah pengukuran harga
resistivitas batuan (Sakka, dalam Munaji dkk, 2015).

5. Geolistrik Resistivity

Geolistrik adalah salah satu metode dalam geofisika yang mempelajari


sifat aliran listrik di dalam bumi. Pendeteksian di atas permukaan meliputi
pengukuran medan potensial, arus, dan elektromagnetik yang terjadi baik
secara alamiah maupun akibat penginjeksian arus ke dalam bumi. Prinsip
kerja metode geolistrik dilakukan dengan cara menginjeksikan arus listrik
ke permukaan tanah melalui sepasang elektroda dan mengukur beda
potensial dengan sepasang elektroda yang lain. Bila arus listrik
diinjeksikan ke dalam suatu medium dan diukur beda potensialnya
(tegangan), maka nilai hambatan dari medium tersebut dapat diperkirakan.
Berdasarkan pada tujuan penelitian metode yang digunakan yaitu metode
mapping. Metode resistivitas mapping merupakan metode resistivitas yang
bertujuan mempelajari variasi resistivitas lapisan bawah permukaan secara
horizontal (Wijaya, 2015).

Metode Geolistrik tahanan jenis merupakan salah satu metode geofika


yang menggunakan sifat listrik dengan menginjeksikan arus kedalam bumi
melalui dua buah elektroda arus, kemudian mengukur beda potensial yang
terjadi diukur melalui dua buah elektroda potensial. Metode geolistrik
bumi diasumsikan sebagai medium homogen dan isotropis, arus yang
dialirkan ke dalam bumi akan mengalir ke segala arah membentuk bidang
equipotensial setengah bola. Penjalaran arus listrik ke dalam bumi dapat
dilihat pada Gambar 1 (Hakim dkk, 2015).

7
Gambar 1. Titik Sumber Arus pada Permukaan dari Medium Homogen
(Loke, dalam Hakim dkk, 2016)

Tabel 1. Nilai Tahanan Jenis Berbagai Batuan dan Air


Tahanan Jenis Tahanan Jenis
Batuan (Ω.m) Air (Ω.m)
Tanah penutup 2501700 Air meteorik 301000
Pasir lempungan 30–215 Air laut 0,2
Lempung
1–100 Saline water 3% 0,15
(basah)
Tanah berpasir Saline water
80–1050 0,05
(kering) 20%
Tanah (40% Air permukaan
8 0,13000
lempung) (batuan beku)
Tanah (20% Air permukaan
33 10100
lempung) (batuan sedimen)
Lempung Airtanah alami
50–150 0,5150
(kering) (batuan beku)
Airtanah alami
Pasit tufaan 20100 1100
(batuan sedimen)
(Sumber: Sugito dkk, 2010)

6. Resistivitas Semu
Metode geolistrik tahanan jenis didasarkan pada anggapan bahwa bumi
mempunyai sifat homogen isotropis. Melalui asumsi ini, tahanan jenis yang

8
terukur merupakan tahanan jenis yang sebenarnya dan tidak tergantung
pada spasi elektroda, namun pada kenyataanya bumi tersusun atas lapisan-
lapisan dengan resistivitas yang berbeda-beda, sehingga potensial yang
terukur merupakan pengaruh dari lapisan-lapisan tersebut. Oleh karena itu,
harga resistivitas yang diukur seolah-olah merupakan harga resistivitas
untuk satu lapisan saja. Resistivitas yang terukur sebenarnya adalah
resistivitas semu (ρa) (Reynolds, dalam Wijaya, 2015).

Besarnya resistivitas semu (ρa) adalah:

ρa = (1)

atau

ρa = (2)

dengan

K= (3)

Dimana 𝜌� merupakan nilai tahanan jenis semu, K merupakan nilai faktor


geometri, ∆� merupakan nilai beda potensial dan � merupakan nilai arus.
Nilai K bergantung kepada jenis konfigurasi yang digunakan.

7. Konfigurasi Wenner

9
Metode ini diperkenalkan oleh Wenner (1915). Konfigurasi Wenner lah
satu konfigurasi yang sering digunakan dalam eksplorasi geolistrik dengan
susunan jarak spasi sama panjang (r1 = r4 = a dan r2 = r3 = 2a). Jarak antara
elektroda arus adalah tiga kali jarak elektroda potensial, jarak potensial
dengan titik souding-nya adalah a/2, maka jarak masing elektroda arus
dengan titik sounding-nya adalah 3a/2. Target kedalaman yang mampu
dicapai pada metode ini adalah a/2. Dalam akuisisi data lapangan susunan
elektroda arus dan potensial diletakkan simetri dengan titik sounding. Pada
konfigurasi Wenner jarak antara elektroda arus dan elektroda potensial
adalah sama. Seperti yang tertera pada gambar 2 (Wijaya, 2015).

Gambar 2. Elektroda arus dan potensial pada konfigurasi Wenner


(Wijaya, 2015)
Berdasarkan gambar diatas, terlihat bahwa AM=NB=a dan jarak
AN=MB=2a. dengan menggunakan persamaan (3) diperoleh:

K= (4)

K = 2πa (5)

Sehingga, factor geometri untuk konfigurasi wenner adalah:

Kw = 2πa (6)

dengan hambatan jenisnya:

(7)

10
Konfigurasi wenner merupakan salah satu konfigurasi dalam ekplorasi
geofisika dengan susanan elektroda terletak dalam satu garis yang simetris
terhadap titik tengah. Konfigurasi elektroda wenner memiliki resolusi
vertikal yang bagus, sensitivitas terhadap perubahan lateral yang tinggi
tapi lemah terhadap penetrasi arus terhadap kedalam (Hakim dkk, 2016).

G. Metode Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian akan dilakukan di kawasan sekitar Kelurahan Petobo,
Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu yang terdampak likuifaksi.

11
Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian

2. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
a. Satu set alat ukur geolistrik hambatan jenis, yang terdiri dari:
 Resistivitymeter
 Kabel
 Sumber arus DC
 Elektroda berjumlah 21 buah.
b. Palu, berfungsi untuk memukul patok elektroda potensial dan elektroda
arus ke dalam tanah.
c. GPS (Global Positioning System), berfungsi untuk menentukan
koordinat posisi titik-titik ukur dan ketinggian tempat diatas permukaan
bumi.
d. Kompas, berfungsi untuk menentukan arah bentangan dan pengukuran
geolistrik.
e. Rollmeter (meteran), berfungsi untuk mengukur panjang lintasan yang
akan di ukur.

3. Metode Pengambilan Data


a. Survey Pendahuluan
Survey pendahuluan perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi geologi
Kelurahan Petobo, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu.
b. Pengukuran
Pada penelitian ini, dilakukan pengukuran menggunakan metode
geolistrik hambatan jenis untuk mendapatkan profil permukaan bawah
tanah di Kelurahan Petobo Kecamatan Palu Selatan Kota Palu.
Penelitian ini menggunakan 3 lintasan. Data yang diperoleh dari
pengukuran ini yaitu data arus (I), beda potensial (ΔV), serta jarak

12
elektroda (a). Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam
pengukuran yaitu:
 Menentukan posisi titik ukur.
 Menentukan arah bentangan dengan menggunakan kompas.
 Menentukan jarak lintasan elektroda arus dan elektroda potensial.
 Mengupayakan titik ukur sedemikian rupa sehingga membentuk
garis lurus, agar titik ukur dapat dikorelasikansatu sama lain.
 Menginjeksikan arus ke dalam tanah melalui elektroda arus dan
selisih potensial pada jarak elektroda yang telah ditentukan.
 Data yang di peroleh dari pengukuran di lapangan adalah data arus
(I), beda potensial (ΔV) serta jarak elektroda (a).
c. Data Sekunder
Selain menggunakan data hasil pengukuran, perlu adanya data sekunder
yang berhubungan dengan daerah penelitian. Data sekunder tersebut
adalah:
 Peta geologi lembar Palu.
 Peta RBI Palu.
d. Pengolahan Data
Perolehan data arus dan tegangan selanjutnya diolah dengan langkah-
langkah berikut ini.
 Menghitung factor geometri (K) dari hasil pengukuran menggunakan
persamaan (5).
 Menghitung hambatan jenis dengan menggunakan persamaan (6).
 Berdasarkan persamaan (6), diperoleh hasil pengukuran hambatan
jenis yang kemudian diinversikan menggunkana program Res2Dinv,
sehingga diperoleh penampang 2D distribusi hambatan jenis bawah
permukaan.
e. Interpretasi
Interpretasi dilakukan dengan mempertimbangkan hasil pengolahan
data software Res2Dinv yang berupa informasi (nilai resistivitas,
kedalaman dan hambatan jenis) dengan nilai hambatan jenis batuan
seperti pada tabel 1.

H. Daftar Pustaka

13
Alwyn, T. (2013). Pemetaan Kerentanan Daerah Potensi Likuifaksi Akibat
GempabumiTektonik Studi Kasus Daerah Desa Panjangrejo dan
sekitarnya Kecamatan Pundong Kabupaten Bantul Daerah Istimewa
Yogyakarta. Geological Engineering E-Journal, 6(1)

Ayu Sri Nelan. (2016). Identifikasi Potensi Tanah Longsor Dengan


Menggunakan Seismik Refraksi Di Derah Kebun Kopi Desa
Nupadomba Kecamatan Tanantovea Kabupaten Donggala. Skripsi.
Fakultas MIPA, Universitas Tadulako.

Hakim, Rahma Hi. Manrulu. (2016). Aplikasi Konfigurasi Wener dalam


Menganalisis Jenis Material Bawah Permukaan. Jurnal Ilmiah
Pendidikan Fisika Al-BiruNi, 5(1), 95-103. Doi:
10.24042/jpifalburuni.v5i1.109

Munaji, Syaiful Imam, Lutfinur. (2013). Penentuan Tahanan Jenis Batuan


Andesit Menggunakan Metode Geolistrik Konfigurasi Schlumberger
(Studi kasus Desa Polosiri). Jurnal Fisika, 3(2), 117-121.

Risna, W. (2012). Penyelidikan Geologi Teknik Potensi Liquifaksi Daerah


Palu Provinsi Sulawesi Tengah. Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral Badan Geologi. Bandung.

Rahmawati Kanti. (2011). Identifikasi Pencemaran Air Tanah Akibat


Pembuangan Limbah Rumah Sakit Undata dengan Metode Geolistrik.
Skripsi. Fakultas MIPA, Universitas Tadulako, Palu

Sugito, Zaroh Irayani, dan Indra Permana Jati. (2010). Investigasi Bidang
Gelincir Tanah Longsor Menggunakan Metode Geolistrik Tahanan Jenis
di Desa Kebarongan Kec. Kemranjen Kab. Banyumas. 13(2), 49-54.

Wijaya Sanggra Andrias. (2015). Aplikasi Metode Geolistrik Resistivitas


Konfigurasi Wenner untuk Menentukan Struktur Tanah di Halaman
Belakang SCC ITS Surabaya. Jurnal Fisika Indonesia, 19(55), 1-5

14

Anda mungkin juga menyukai