Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari 17.000 pulau dan
wilayah pantai sepanjang 80.000 km. Wilayah pantai ini merupakan daerah yang
sangat intensif dimanfaatkan untuk kegiatan manusia, seperti sebagai kawasan pusat
pemerintahan, pemukiman, industry, pelabuhan, pertambakan, pertanian perikanan,
pariwisata dan sebagaiya. Adanya berbagai kegiatan tersebut dapat menimbulkan
peningkatan kebutuhan akan lahan, sarana dan prasarana, yang selanjutnya akan
mengakibatkan timbulnya masalah-masalah baru. (Sukarnaid, 2019)
Provinsi Sulawesi tenggara merupakan salasatu provinsi yang terletak dipulau
sulawasi. Dimana provinsi sulawasi tinggara banyak memiliki potensi potensi yang
dapat meningkatkan sumber daya masyarakatnya. Salah satu potensiya yaitu disektor
kelautan atau pantai misalnya wisata bahari dan perikanan.
Pantai merupakan daerah ditepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang
tertinggi dan surut terendah. Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan
dan air laut, dimana posisinya tidak tepat dan dapat berubah atau berpindah. Pantai di
Indonesia memiliki potensi yang sangat besar sebagai daerah yang dimanfaatkan
untuk kegiatan manusia. Peningkatan pemanfaatan daerah pantai diiringi oleh
meningkatnya masalah terhadap pantai, seperti mundurnya garis pantai akibat erosi
yang disebabkan oleh gelombang dan berdampak bagi pemukiman dipesisir pantai.
(Sukarnaid, 2019)
Gelombang laut merupakan salah satu parameter laut yang dominan terhadap laju
mundurnya garis pantai. Gelombang laut terjadi karena hembusan angin dipermukaan
laut, perbedaan suhu air laut, perbedaan kadar garam dan letusan gunung berapi yang
berada dibawah atau permukaan laut. Proses mundurnya garis pantai dari kedudukan
semula antara lain disebabkan oleh gelombang dan arus, serta tidak adanya
keseimbangan sedimen yang masuk dan keluar(Mulyabakti et al., 2016).
Kerusakan pantai dapat diakibatkan oleh gerakan angin, arus hingga terjadi
bangkitan gelombang dan dapat menyebabkan terjadiya garis pantai. Perubahan garis
pantai pada umumnya disebabkan tidak saja oleh faktor alam tetapi juga akibat
kegiatan manusia antara lain adalah kegiatan pembangunan pelabuhan, pertambakan,
pengerukan, perlindungan pantai, reklamasi pantai, dan kegiatan wisata pantai. (Putri
et al., 2019)
Poleang selatan merupakan salah satu Kecamatan di Bombana yang merupakan
hasil pemekaran dari Poleang Timur. Kecamatan Poleang Selatan mempunyai luas
wilayah 89,88 km bujur sangkar.poleang selatan terletak di daerah pesisir pantai.
Pantai waemputang terletak di desa Waemputang kecamatan Poleang selatan
kabupaten bombana Sulawesi Tenggara. Masyarakat sekitar sebagian adalah suku
bugis dan bajo, mata pencaharian masyarakat Bajo menggantungkan hidup mereka
dengan sehari-hari bekerja sebagai nelayan lalu sebagian masyarakat partanian dan
peternakan.Namun, karena pantai itu kemungkinan mengalami abrasi Kondisi pantai
di Desa Waemputang Daerah pesisir pantai rawan akan kerusakan pantai seperti
erosi pantai dan sedimentasi yang di sebabkan oleh gelombang besar yang datang
pada saat angin dari barat berhembus. Gelombang besar juga dapat mengancam
pemukiman penduduk di daerah pesisir pantai.
Berdasarkan latar belakang diatas saya tertarik untuk meneliti hal tersebut yang
berjudul”Pemodelan Gelombang Dipantai Waemputang Kec. Poleang Selatan
Kab. Bombana Menggunakan.” Software Surface Water Modelling System
(SMS) CG Wave.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka diperoleh rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana tinggi dan periode gelombang pada pantai Waemputang, kec. Peleang
Selatan, kab. Bombana dengan menggunakan metode CERC SPM 1984?
2. Bagaimana model penjalaran gelombang pada pantai Waemputang, kec. Peleang
Selatan, kab. Bombana dengan menggunakan SMS - CG Wave?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui tinggi dan periode gelombang pada pantai Waemputang, kec. Peleang
Selatan, kab. Bombana dengan menggunakan metode CERC SPM 1984
2. Mengetahui model penjalaran gelombang pada pantai Waemputang, kec. Peleang
Selatan, kab. Bombana denganmenggunakan SMS - CG Wave.

1.4 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat dari dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Dapat mengetahui tinggi dan periode gelombang pada pantai Waemputang, kec.
Peleang Selatan, kab. Bombana dengan menggunakan metode CERC SPM 1984
2. Dapat mengetahui model penjalaran gelombang pada pantai Waemputang, kec.
Peleang Selatan, kab. Bombana dengan menggunakan SMS - CG Wave

1.5 Batasan Masalah


Batasan masalah ini dibuat agar dapat membatasi ruang lingkup pembahasan
pada penelitian ini dan agar penelitian ini lebih terarah dan sejalan dengan tujuan dari
penelitian. Adapun batasan-batasan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penelitian ini dilakukan pada daerah pantai Waemputang, kec. Peleang Selatan,
kab. Bombana
2. Tidak melakukan analisis pasang surut
3. Data angin yang digunakan 10 tahun terakhir
4. Pemodelan gelombang menggunakan SMS - CG Wave.

1.6 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan yang digunakan yaitu membagi kerangka masalah
dalam bab, ke sub bab, dengan maksud masalah yang penilis hendak kemukakan
lebih jelas dan mudah dimengerti. Gambaran umum mengenai keseluruhan isi tulisan,
penulis rinci dengan menggunakan inti bab laporan sebagai berikut:
BAB I PENDHULUAN
Berisikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan
masalah atau ruang lingkup permasalahan, manfaat penelitian, sistematika penulisan
dan penelitian terdahulu.
BA B II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini membahas mengenai uraian teori dasar studi yang berhubungan dengan
penelitian, hal ini dimaksudkan untuk memberikan landasan teori dalam
menganalisis permasalahan yang ada.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini membahas mengenai uraian tentang metodologi penelitian yang
dilakukan dan pelaksanaan pengumpulan data berdasarkan pada pendekatan teori
yang diuraikan.
BAB IV HASIL PEMBAHASAN
Bab ini merupakan bab yang menguraikan tentang penjelasan secara detail analisis
data lapangan dan pembahasan dari nalisis-analisis tersebut.
BAB V PENUTUP
Pada bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang diambil dari tujuan
dan hasil analisa penelitian bab selanjutnya serta sarang yang diharapkan dapat
memberikan masukan untuk penelitian selanjutnya.

1.7. Peneliti Terdahulu


Wihelmus Buanganaen et al (2019) merupakan karakteristik gelombang pecah
menggunakan metode hind casting dipantai namosain kota kupang. Dalam penelitian
ini dilakukan pendekatan teori dan analisis terhadap transformasi gelombang yang
terjadi di kawasan Pantai Namosain Kota Kupang sebagai titik tinjauan penelitian.
Bardasarkan analisa data yang dlakukan untuk kejadian angin dari tahun 2008 sampai
dengan 2017 diperoleh presentasi kejadian angin terbesar dari arah Barat Laut.
Peramalan gelombang dengan metode hindcasting menghasilkan tinggi gelombang
(H ) = 3,225 meter dan periode gelombang (T) = 8,525 detik. Koefisien fefraksi
sebesar 0,993 dan koefisien shoaling sebesar 0,972 tinggi gelombang pecah yang
didapat dari hasil perhitungan sebesar 4,414 meter pada kedalaman 41,00 meter.
Nova Atrianty etal (2017) menemukan pemodelan refraksi gelombang dan
analisis karakteristik gelombang Laut Dipantai Teluk Palu. Penelitian ini
memodelkan refraksi dan menganalisa karakteristik gelombang laut yang
dibangkitkan oleh angin dengan menggunakan model nmerik 2D. lokasi penelitian ini
dilakukan di pantai Kelurahan Baiya. Tahapan data-data ini menggunakan data
primer berupa data gelombang dan data batimetri sedangkan data sekunder terdiri dari
data angin yang terjadi pada tahun 2016.
Koko Ondra etal ( 2017) merupakan karakteristik gelombang pecah data
analisis transport sedimen diperairan Teluk Kendari. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui karakteristik kondisi hidrodinamika, terutama pola sebaran dan
kapasitas sedimen diperairan Teluk Kendari. Dengan pendekatan pemodelan
oseanografi . hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu pendukung informasi
oseanografi didaerah Teluk Krendari. Pengambilan data primer dilokasi penelitian
dilakukan pada bulan Agustus 2015. Analisis yang silakukan adalah analisis pola
sebaran sedimentasi, kapasitas sedimentasi, hindcasting gelombang, data angin dan
data pasang surut dengan menggunakan perangkat lunak.
Tryantini Sundi Putri, dkk (2019), Pemodelan Karakteristik Gelombang
Dengan Surface Water Modelling System (SMS) Pada Pantai Pulau Maginti.
Penelitian bertujuan untuk memodelkan karakteristik gelombang pada daerah Pantai
Pulau Maginti Kabupaten Muna Barat dengan metode analitik peramalan gelombang
dilaut dalam dengan metode CERC SPM 1984, mensimulasikan pada model perangkat
lunak Surface Water Modelling System 10.0.10. dengan model penjalaran gelombang
CG WAVE. Analisa dari model simulasi ini dibuat sesuai pada kondisi sebenarnya
yaitu kondisi arah angin dominan arah Timur Laut dan elevasi muka air laut sebesar
1.72 m. Diperoleh hasil nilai tinggi gelombang terjadi sebesar 0.6 – 5.4 m dengan nilai
rata rata tinggi gelombang 2.15 m dan nilai tinggi gelombang terjadi disekitar garis
pantai ini adalah 1.6 – 2.3 m.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pantai


Menurut Triatmodjo (1999:1) pantai adalah zona yang merupakan batasantara
daratan dan lautan. Terbentuknya pantai dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air
surut terendah ke arah laut. Sedangkan ke arah darat dipengaruhi oleh kegiatan
manusia di lingkungan darat. Penjelasan mengenai definisi daerah pantai dapat dilihat
pada gambar berikut ini.
Garis pantai merupakan batas pertemuan antara daratan dengan bagian laut
saat terjadi air laut pasang tertinggi. Pada dasarnya proses perubahan pantai meliputi
proses erosi dan sedimentasi. Erosi pada sekitar pantai dapat terjadi apabila angkutan
sedimen yang keluar ataupun yang pindah meninggalkan suatu daerah lebih besar
dibandingkan dengan angkutan sedimen yang masuk, apabila terjadi sebaliknya maka
yang terjadi adalah sedimentasi. Pengikisan yang terjadi di daerah pantai akan
menyebabkan berkurangnya areal daratan, sehingga menyebabkan berubahnya garis
panta. Beberapa istilah pantai sebagai berikut:

(Sumber : Triatmodjo, 1999)

Gambar 2.1. Definisi Dan bagian Pantai

a. Pesisir adalah daerah darat di tepi laut yang masih mendapat pengaruh laut
seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air laut.
b. Pantai adalah daerah di tepi perairan sebatas antara surut terendah dan pasang
tertinggi.
c. Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan air laut, dimana
posisinya tidak tetap dan dapat bergerak sesuai dengan pasang surut air laut
dan erosi pantai yang terjadi.
d. Sempadan pantai adalah daerah sepanjang pantai yang diperuntukan bagi
pengamanan dan pelestarian pantai.
e. Perairan pantai adalah daerah yang masih dipengaruhi aktivitas daratan.
f. Lautan adalah daerah yang terletak diatas dan dibawa permukaan laut diulai
dari sisi lautpada garis surut terendah, termaksut dasar laut dan bagian bumi
dibawahnya.
Berdasarkan karakteristik gelombang di daerah sekitar pantai, menurut
Triatmodjo (1999) pada saat perbandingan tinggi gelombang dan panjang gelombang
mencapai batas maksimum, gelombang akan pecah. Karakteristik gelombang yang
sudah pecah berbeda dengan yang belum pecah. Gelombang pecah merambat ke arah
pantai sampai akhirnya gelombang bergerak naik dan turun pada permukaan pantai
atau yang dikenal dengan uprush dan downrush. Garis gelombang pecah merupakan
batas perubahan perilaku gelombang dan juga transpor sedimen pantai (Triatmodjo,
1999). Daerah dari garis gelombang pecah ke arah laut disebut offshore, sedangkan
daerah dari garis gelombang pecah ke arah pantai dibagi menjadi tiga daerah, yaitu
breaker zone, surf zone, dan swash zone. Untuk kepentingan rekayasa atau teknik
pantai, triatmodjo mendefinisikan pantai sebagai berikut:
(Sumber : Triatmodjo. B, 1999 )

Gambar 2.2. Definisi dan karakteristik pantai

a. Surf Zone adalah daerah yang terbentang antara bagian dalam dari
gelombang pecah sampai batas naik turunnya gelombang pantai.
b. Breaker Zone adalah daerah dimana terjadi gelombang pecah.
c. Swash Zone adalah daerah yang dibatasi oleh garis batas tertinggi niknya
gelombang dan batas terendah turunnya gelombang dipantai.
d. Offshore adalah daerah dari gelombang (mulai) pecah samapai kelaut lepas.
e. Foreshore adalah daerah yang terbentang dari garis pantai pada saat surut
terendah sampai batas atas dari uprush pada saat air pasang tinggi.
f. Coast adalah daratan pantai yang masih terpengaruh laut secara langsung,
misalnya pengaruh pasang surut, angin laut, dan ekosistem pantai.
g. Coastal Area adalah daratan pantai dan perairan pantai sampai kedalaman
100 atau 150 m.

2.2 Angin
2.2.1 Distribusi Kecepatan Angin
Distribusi kecepatan angin di atas permukaan laut terbagi dalam tiga daerah sesuai
dengan elevasi di atas permukaan. Di daerah geostropik yang berada di atas
1000 m kecepatan angin adalah konstan. Di bawah elevasi tersebut terdapat dua
daerah yaitu daerah Ekman yang berada pada elevasi 100 sampai 1000 m dan
daerah dimana tegangan konstan yang berada pada elevasi 10 sampai 100m. Di kedua
daerah tersebut kecepatan dan arah angin berubah sesuai dengan elevasi,
karena adanya gesekkan dengan permukaan laut dan perbedaan temperatur antara
air dan udara (Triatmodjo, 1999:149)

2.2.2 Data Angin


Data angin yang digunakan untuk peramalan gelombang adalah data
dipermukaan laut pada lokasi pembangkitan. Data tersebut dapat diperoleh dari
pengukuran langsung di atas permukaan laut (menggunakan kapal yang sedang
berlayar) atau pengukuran di darat (di lapangan terbang) di dekat lokasi peramalan
yang yang kemudian dikonversi menjadi data angin laut. Kecepatan angin diukur
dengan anemometer, dan baiasanya dinyatakan dalam knot. Satu knot adalah panjang
satu menit garis bujur melalui katulistiwa yang ditempuh dalam satu jam, atau 1 knot
= 1,852 km/jam = 0,514 m/d. Data angin dicatat tiap jam dan baiasanya disajikan
dalam bentuk tabel. Dengan pencatatan angin jam-jaman tersebut dapat diketahui
angin dengan kecepatan tertentu dan durasinya, kecepatan angin maksimum, arah
angin dan dapat pula dihitung kecepatan angin rerata (Triatmodjo,1999:151).
Data Angin yang diperlukan merupakan hasil pengamatan beberapa tahun.
Yang disajikan dalam bentuk tabel dengan jumlah data yang sangat besar. Data
tersebut lalu diolah dan disajikan dalam bentuk tabel (ringkasan) atau diagram yang
disebut dengan mawar angin. Contoh penyajian mawar angin yang dibuat
berdasarkan data angin disajikan dalam bentuk mawar angin dapat dilihat pada
gambar di bawah ini :
(Sember: Triatmodjo, 1999:153)
Gambar, 2.3 Mawar Angin
Gambar tersebut menunjukkan presentase kejadian angin dengan kecepatan
tertentu dari berbagai arah dalam periode waktu pencatatan. Dalam gambar tersebut
garis-garis radial adalah arah angin dan tiap lingkaran menunjukkan presentase
kejadian angin dalam periode waktu pengukuran.

2.3 Pasang Surut


Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut sebagai fungsi waktu karena
adanya gaya tarik benda-benda langit, terutama bulan dan matahari terhadap massa
air laut di bumi. Meskipun massa bulan lebuh kecil dari massa matahari, tetapi karena
jaraknya terhadap bumi jauh lebih dekat, maka pengaruh gaya tarik bulan terhadap
bumi lebih besar daripada pengaruh gaya tarik matahari (Triatmodjo,2010).
Sumber, (Data Primer, 2021)
Gambar 2.4. Pengamatan Pasag Surut

2.3.1 Tipe Pasang Surut


Bentuk pasang surut di berbagai daerah tidak sama. Di suatu daerah dalam satu
hari terjadi satu kali atau dua kali pasang surut. Secara umum pasang surut di
berbagai daerah dapat dibedakan dalam empat tipe, yaitu :
1) Tipe pasang surut harian ganda (semi diurnal tid)
Dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dua kali air surut dengan tinggi
yang hampir sama dan pasang surut terjadi secara berurutan secara
teratur.periode pasang surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit.
2) Pasang surut harian tunggal (diurnal tide)
Dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut. Peroide
pasang surut adalah 24 jam 50 menit. Pasang surut tipe ini terjadi diperairan
Kalimantan.
3) Pasang surut campuran condong ke harian ganda (mixed tide prevailing
semidiurnal)
Dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan satu kali air surut , tetapi
tinggi dan periodenya berbeda. Jenis pasang surut seperti ini terdapat
diperairan Indonesia timur.
4) Pasang surut campuran condong ke harian tunggal (mixed tide prevailing
diurnal)
Pada tipe ini dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut,
tetapi kadang-kadang untuk sementara waktu terjadi dua kali pasang dan dua
kali surut dengan tinggi dan periode berbeda.

(Sumber: Triatmodjo, 199;120)


Gambar: 2.12 tipe pasang surut
2.3.2 Beberapa Definisi Elevasi Muka Air
Mengingat elevasi muka air laut selalu berubah setiap saat, maka diperlukan
suatu elevasi yang ditetapkan berdasar data pasang surut, yang dapat digunakan
sebagai pedoman di dalam perencanaan suatu bangunan pantai. Beberapa elevasi
tersebut adalah sebagai berikut:
a) Muka air tinggi (high water level,HWL), muka air tertinggi yang dicapai pada
saat air pasang dalam satu siklus pasang surut
b) Muka air rendah (low water level, LWL), kedudukan air terendah yang dicapai
pada saat air surut dalam satu siklus pasang surut
c) Muka air tinggi rerata (Mean high water level, MHWL), adalah rerata dari
muka air tingggi selama periode 19 tahun
d) Muka air rendah rerata (mean low water level, MLWL), adalah rerata air
dari muka air rendah selama periode 19 tahun
e) Muka air rerata (mean sea level, MSL), adalah muka air rerata antara muka air
tinggi rerata dan muka air rendah rerata. Elevasi ini digunakan sebagai
referensi untuk elevasi di daratan
f) Muka air tertinggi (highest highwater level, HHWL), adalah air tertinggi pada
saat pasang surut purnama atau bulan mati
g) Muka air terendah (Lowest low water level, LLWL), adalah air terendah pada
saat pasang surut purnama atau bulan mati
h) Higher highwater level, adalah air tertinggi dari dua air tinggi dalam satu hari,
seperti dalam pasang surut campuran
i) Lower low water level, adalah air terendah dari dua air rendah dalam satu hari.

2.4 Gelombang
Gelombang merupakan faktor penting di dalam perencanaan bangunan pantai.
Gelombang di laut bisa dibangkitkan oleh angin (gelombang angin), gaya tarik
matahari dan bulan (pasang surut), letusan gunung berapi atau gempa di laut
(tsunami), kapal yang bergerak dan sebagainya.Pada umumnya bentuk gelombang di
alam adalah sangat kompleks dan sulit digunakan secara matematis karna ketidak
linieran, tiga dimensi dan mempunyai bentuk yang random (suatu deret gelombang
mempunya tinggi dan periode berbeda). Beberapa teori yang ada hanya
menggambarkan bentuk gelombang yang sederhana dan merupakan pendekatan
gelombang alam.
Teori paling sederhana adalah teori gelombang Airy, yang juga disebut teori
gelombang linier atau teori gelombang amplitudo kecil, yang pertama kali ditemukan
oleh Airy pada tahun 1845. Selain mudah dipahami, teori tersebut sudah dapat
digunakan sebagai dasar dalam merencanakan bangunan pantai (Triatmodjo,2010).

2.4.1 Teori Gelombang Airy


Teori gelombang linier (Airy) diturukan berdasarkan persamaan Laplace
untuk aliran tak rotasional (irrotional flow) dengan mengambil kondisi batas
(boundary condition) di permukaan air dan dasar laut. Kondisi batas di permukaan air
diperoleh dengan melinierkan persamaan Bernoulli untuk aliran tak mantap.
Penyelesaian persamaan tersebut memberikan potensial kecepatan periodik untuk
aliran tak rotasional. Potensial kecepatan ini kemudian digunakan untuk menurunkan
persamaan dari berbagai karakteristik gelombang seperti fluktuasi muka air,
kecepatan dan percepatan partikel, tekanan, kecepatan rambat gelombang, dan
sebagainya.
Gambar di bawah ini menunjukkan suatu gelombang yang berada pada sistem
koordinat x (absis) dan y (ordinat), dimana gelombang menjalar pada arah sumbu
x

.
(Sumber :Triatmodjo, 2010:83)
Gambar 2.5 Sketsa Definisi Gelombang
Gelombang adalah dinamika/pergerakan naik dan turunnya permukaan laut
yang disebabkan oleh berbagai kekuatan, dimana profil/fluktuasi muka air merupakan
fungsi ruang (x) dan waktu (t) yang mempunyai bentuk persamaan sebagai berikut)
𝐻
𝜇= 𝐶𝑂𝑆(𝑘𝑥 − 𝜎𝑡 (2.1)
2

Dengan :
𝜇 = fluktuasi muka air terhadap muka air diam (still water level, SWL)
d = jarak antara swl dan dasar laut
H = tinggi gelombang
a = amplitudo gelombang = 2a
L = panjang gelombang
C = kecepatan rambat gelombang = L/T
K = angka gelombang = 2 𝜋 /L
𝜎= frekuensi sudut gelombang = 2𝜋/T
T = periode gelombang.

Teori gelombang Airy atau teori gelombang amplitudo kecil, dikembangkan


dengan melakukan linierisasi persamaan gelombang yang kompleks, sehingga
diperoleh persamaan implisit yang disebut dengan persamaan dispersi, yang
menghubungkan antara kecepatan jalar gelombang (C), periode gelombang (T), dan
kedalaman (d), dengan bentuk persamaan sebagai berikut:

𝜎 2 = gk tanh (kd) (2.2)

Dengan :
g = Percepatan gravitasi (9,81 m/det 2)
tanh = tangen hiperbolik
Jika persamaan frekuensi sudut gelomabang (𝜎) dan persamaan angka gelombang (k)
disubtitusikan ke dalam persamaan (2.2), maka persamaan disperse menjadi:
2𝜋 2𝜋 2𝜋
( 𝑇 )2 = g tanh 𝑑 (2.3)
𝐿 𝐿

Oleh karena C=L/T, maka persamaan (2.3) menjadi:

𝐿 2𝜋
C2 g 2𝜋 tanh 𝑑 (2.4)
𝐿

Persamaan (2.4) menunjukkan laju penjalaran gelombang sebagai fungsi


kedalaman air (d) dan panjang gelombang (L)

Jika nilai k = 𝜎 /C = (2𝜋/T)/C disubtitusikan ke dalam persamaan (2.4), maka


didapat nilai kecepatan rambat gelombang (C) sebagai fungisi T dan d, seperti berikut
ini:
𝑇 2𝜋
C = g 2𝜋 tanh 𝑑 (2.5)
𝐿
𝑇2 2𝜋
L= g2𝜋 tanh 𝑑 (2.6)
𝐿

2.4.2 Klasifikasi Gelombang Linier


Gelombang yang menjalar dari laut dalam adalah gelombang sinusoidal.
Penjalaran gelombang di laut dalam tidak dipengaruhi oleh kedalaman dasar (d),
tetapi untuk gelombang di laut transisi dan laut dangkal, penjalaran dipengaruhi oleh
kedalaman dasar. Di zona ini, apabila ditinjau suau garis puncak gelombang, bagian
dari puncak gelombang yang berada di kedalaman yang lebih dangkal akan menjalar
dengan kecepatan lebih kecil daripada bagian yang menjalar di kedalaman yang lebih
besar.
Berdasarkan kedalaman relative (d/L), yaitu perbandingan antara kedalaman
air (d) dan panjang gelombang (L). Gelombang dapat diklasifikasikan menjadi 3
(tiga) macam yaitu:
a) Gelombang di laut dalam jika d/L = 0,50
b) Gelombang di laut transisi jika 0,05 < d/L < 0,50
c) Gelombang di laut dangkal jika d/L = 0,05.
Untuk gelombang di laut dalam, apabila kedalaman relatif d/L lebih besar dari
0,50, maka nilai tanh (2𝜋𝑑/L) = 1,0 sehingga persamaan (2.5) dan (2.6) menjadi:
𝑔𝑇
CO = 2𝜋 = 1,56 T (2.7)
𝑔𝑇 2
LO = = 1,56 T2 (2.8)
2𝜋

Dengan :
C0 = Kecepatan rambat gelombang di laut dalam (m/det)
L0 = Panjang gelombang di laut dalam (m)
G = Percepatan gravitasi (9,81 m/det 2)
Untuk gelombang di laut transisi, dengan nilai 0,05 < d/L < 0,50, maka
kecepatan rambat gelombang dan panjag gelombang adalah :
𝐶 𝐿 2𝜋𝑑
= tanh (2.9)
𝐶0 𝐿0 𝐿

Apabila kedua ruas dari persamaan (2.9) dikalikan dengan d/L maka akan
didapat :

𝑑 𝑑 2𝜋𝑑 2𝜋𝑑
= tanh atau L = 1,562 tanh (2.10)
𝐿0 𝐿 𝐿 𝐿

Untuk gelombang di laut dangkal, apabila kedalaman relatif d/L = 0,05, maka
nilai tanh (2_d/L) sehingga persamaan (2.5) dan (2.6) menjadi:

C = √𝑔𝑑 (2.11)

L = √𝑔𝑑 T = CT (2.12)
2.4.3 Gelombang Pecah
Gelombang akan pecah jika kecepatan partikel air melebihi kecepatan jalar
gelombangnya. Pada saat itu partikel air di puncak gelombang mendahului bentuk
gelombang atau puncaknya sehingga gelombang tidak stabil dan pecah. CERC (1984)
menyatakan bahwa gelombang pecah di air dangkal terjadi pada H b/db= 0,78 dengan
angka 0,78 merupakan koefisien tinggi relatif gelombang pecah atau koefisien
gelombang pecah.
Ada beberapa persamaan empiris dalam menentukan tinggi gelombang pecah,
salah satunya adalah rumus empiris yang ditemukan oleh Kaminski dan Kraus (1993)
dalam Muriadin (2010) yakni sebagai berikut :

𝐻𝐵 𝐻
= 0,46 [ 𝐿0´ ] -0,28 (2.13)
𝐻 0´ 0

Dengan :
Hb = tonggi gelombang pecah (m)
H0 = tinggi gelombang laut dalam ekivalen (m)
L0 = panjang gelombang di laut dalam (m).

Penggunaan Persamaan (2.13) di atas untuk memperkirakan tinggi gelombang


pecah sedangkan untuk memperkirakan letak kedalaman gelombang pecah,
menggunakan kriteria yang dikembangkan oleh Weggel (1972) dalam Muriadin
(2010) dengan bentuk persamaan sebagai berikut :

𝐻𝑏 𝐻𝑏
𝛾𝑏 = =𝑏−𝑎 (2.14)
𝑑𝑏 𝑔𝑇 2

Triatmodjo (1999) menyarankan menggunakan grafik untuk menghitung


tinggi dan kedalaman pecah pada kedalaman tertentu, yang dituliskan dalam bentuk
persamaan sebagai berikut:
𝐻𝑏 1
=
𝑑𝑏 𝐻𝑏

𝑎´
𝑏´ (𝑔𝑇 2 ) (2.15)

Dengan :
a = 43,75 (1)-𝑒 −19 tan 𝛽
1,56
b= (1+𝑒 −19 𝑡𝑎𝑛𝛽 )

a dan b merupakan fungsi kemirigan dasar pantai tan𝛽


db adalah kedalaman gelombang pecah

Untuk menetukan tinggi gelombang laut dalam ekuivalen digunakan


persamaan berikut:

H0= H0 X KR X KD X KS
.

Pemakaian gelombang ini bertujuan menetapkan tinggi gelombang yang


mengalami refraksi, difraksi dan transformasi lainnya, sehingga perkiraan
transformasi dan deformasi gelombang dapat dilakukan dengan mudah.
Koefisien refraksi dihitung dengan menggunakan persamaan Snells Law
seperti berikut ini.

Sin 𝜃𝑏 = 𝐶𝑏/𝐶0 x sin𝜃0 (2.17)

Dengan koefisien refraksi adalah:

cos 𝜃
Kr = √ cos 𝑏0 (2.18)
Dengan :
Kr = koefisien refraksi
𝜃𝑏 = sudut datang gelombang pecah
𝜃0 = sudut gelombang gelombang dilaut dalam
Cb = kecepatan rambat gelombang pecah (m/det).

2.4.4 Pembangkitan Gelombang Angin


Angin yang berhembus di atas permukaan air yang semula tenang, akan
menyebabkan gangguan pada permukaan tersebut, dengan timbulnya riak gelombang
kecil di atas permukaan. Apabila kecepatan angin bertambah, riak tersebut menjadi
semakin besar, dan apabila angin berhembus terus, akhirnya akan terbentuk
gelombang. Semakin lama dan semakin kuat angin berhembus, maka gelombang
yang terbentuk semakin besar.
Sebagian besar gelombang di laut dibangkitkan oleh angin, dimana tinggi dan
periode gelombang yang dibangkitkan dipengaruhi oleh kecepatan angin (U), lama
hembus angin (td), dan fetch (F).

A. Faktor Tegangan Angin (Wind Stress Factor)


Biasanya pengukuran angin dilakukan di daratan, padahal di dalam rumus
rumus pembangkitan gelombang angin yang digunakan adalah diukur di atas
permukaan laut. Seperti data angin yang biasanya diperoleh dari Badan Meteorologi
& Geofisikan, BMG berupa kecepatan angin. Oleh karena itu diperlukan transformasi
dari data angin di daratan yang terdekat dengan lokasi studi ke data angin di atas
permukaan laut. Transformasi tersebut dituangkan dalam bentuk koreksi untuk
mendapatkan faktor tegangan angin, U A (wind stress factor).
a) Koreksi Elevasi
Wind stress factor dihitung dari kecepatan angin yang diukur dari ketinggian
10 m di atas permukaan. Bila data angin diukur tidak dalam ketinggian ini, koreksi
perlu dilakukan dengan persamaan berikut ini (persamaan ini dapat dipakai untuk z <
20 m):

10
U10 = Uz( 𝑧 )1/7

(2.19)
Dengan:
U10 = kecepatan angin hasil koreksi elevasi (m/det)
Uz = kecepatan angin yang tidak diukur pada ketinggin 10 m(m/det)
z = elevasi atau ketinggian alat ukur di atas permukaan laut (m).

b) Koreksi Durasi
Data angin yang tersedia biasanya tidak disebutkan durasinya atau merupakan
data hasil pengamatan sesaat. Kondisi sebenarnya kecepatan angin adalah selalu
berubah-ubah meskipun pada arah yang sama. Untuk melakukan peramalan
gelombang diperlukan juga durasi angin bertiup, dimana selama dalam durasi tersebut
dianggap kecepatan angin adalah konstan. Oleh karena itu, koreksi durasi ini
dilakukan untuk mendapatkan kecepatan angin rata-rata selama durasi angin bertiup
diinginkan. Berdasarkan data hasil pengamatan angin sesaat, dapat dihitung
kecepatan angin rata rata untuk durasi angin tertentu, dengan prosedur sebagai
berikut:
1. Diketahui kecepatan angin sesaat adalah U10, akan ditentukan angin
dengan durasi ti detik (Ut).
1609
t1 = det (2.20)
𝑈10

2. menghitung U3600
U10
C1 (2.21)
𝑈3600
𝑈10
3 𝑈3600 =
𝐶1

Dengan niali C1 adalah sebagai berikut :


untuk 1 < ti < 3600 det
45
CI = 1,277 + 0,296 tanh (1,9log( 𝑡 ) (2.22)
𝑖

untuk 3600 < ti< 360000 det


C1 = -0,15 log ti + 1,5334 (2.23)
4 menghitung ut atau td = durasi angin yeng ditentukan berdasarkan data
𝑢1
= 𝑐1
𝑢3600

𝑢1 = 𝑢3600 𝑥 𝑐𝑑 ( 2.24)
Dengan nilai Cd adalah sebagai berikut :
untuk 1< ti< 3600 det
45
Cd = 1,277 + 0,296 tanh (1,9log( 𝑡 ) (2.25)
𝑖

Untuk 3600 < ti < 36000 det


Cd = -0,15 log ti + 1,5334 (2.26)

Dengan:
Ut = kecepatan angin untuk durasi angin yang diinginkan (m/det)
ti = durasi angin yang diinginkan (detik)

c) Koreksi Stabilitas dan Koreksi Lokasi Pengamatan


Koreksi stabilitas (RT) diperlukan karena adanya perbedaan temperatur antara
udara dan laut. Apabila data temperatur tidak diketahui, maka CERC (1984)
menyarankan penggunaan RT = 1.1. Sedangkan koreksi lokasi dilakukan karenadata
angin yang digunakan adalah data angin daratan sehingga perlu adanya koreksi lokasi
untuk menjadikan data angin daratan menjadi data angin pengukuran di laut. Berikut
ini adalah persamaan yang digunakan untuk koreksi stabilitas :
UL = RT x Ut (2.27)
Sedangkan untuk menentukan kecepatan angin di laut, digunakan persamaan
sebagai berikut :
Uw = RL x UL
Dengan :
RT = rasio amplifikasi, (RT = 1,1)
UL = kecepatan angin di daratan (m/det)
RL = rasio kecepatan angin di atas laut dengan daratan, diperoleh dari kurva
Uw= kecepatan angin di laut (m/det)
Adapun kurva rasio kecepatan angin di atas laut dengan di daratan,
ditunjukkan pada gambar di bwah ini.

(Sumber: Triatmodjo, 1999:154))

Gambar 2.9 Kurva Rasio Kecepatan Angin di atas Laut Dengan Di Daratan
d) Koreksi Koefisien Seret
Setelah data kecepatan angin melalui koreksi-koreksi di atas, maka data
kecepatan tersebut dikonversi menjadi wind stress factor (UA) dengan menggunakan
persamaan di bawah ini :
UA = 0,71UW1,23 (2.29)
Dengan:
UW = kecepatan angin untuk durasi yang diinginkan (m/det)
UA = wind stress factor (m/det).

B. Fetch
Fetch didefinisikan sebagai daerah angin bergerak dengan arah dan kecepatan
angin yang relatif konstan. Di dalam tinjauan pembangkitan gelombang di laut, fetch
dibatasi oleh bentuk daratan yang mengelilingi laut. Di daerah pembentukan
gelombang, gelombang tidak hanya dibangkitkan dalam arah yang sama dengan arah
angin tetapi juga dalam berbagai sudut terhadap arah angin. Arah angin yang masih
dapat diterima sebagai konstan untuk hitungan adalah bila perubahan arahnya kurang
dari 150 Perubahan arah angin lebih dari 450 seyogyanya dianggap sebagai arah yang
berbeda.
Pada beberapa pustaka, dikenal fetch efektif untuk meramalkan gelombang.
Menurut beberapa penelitian terakhir, ternyata penggunaan fetch efektif berakibat
terlalu rendahnya hasil hitungan, namun demikian CERC (1984) masih menganjurkan
untuk menggunakan fetch efektif yang dihitung dengan memperhatikan perairan dan
pulau di depan atau di sekitar lokasi yang ditinjau. Perhitungan panjang fetch efektif
dilakukan dengan menggunakan bantuan peta topografi lokasi dengan skala yang
cukup besar atau menggunakan Google Earth. Menurut CERC (1984) penggambaran
dan perhitungan fetch gelombang dilakukan dengan menarik garis lurus sebanyak 9
radial dari titik yang ditinjau ke arah laut dengan garis radial ditengah merupakan
garis arah angin yang ditinjau. Sudut antara atau deviasi garis radial ini 3 0 dengan
total sudut 240 dan setiap garis dibuat hingga sampai ke pulau atau daratan. Panjang
garis radial kemudian direratakan yang menunjukkan fetch efektif. Persamaannya
dapat ditulis dalam bentuk berikut ini :
∑9𝑖=1𝑓𝑖
Feff = (2.30)
9

Untuk keperluan peramalan gelombang, fetch efektif juga dapat dihitung


dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
∑ 𝑓𝑖 cos 𝛼
Feff = ∑ cos 𝛼
(2.31)

Dengan :
Feff = Fetch efektif
Fi = panjang segemen fetch yang diukur dari titik observasi gelombang ke
ujung akhir fetch
ά = deviasi pada kedua sisi arah angin, dengan menggunakan pertambahan
6osampai sudut sebesar 42o pada kedua sisi arah angin.

(Sumber : Triadmodjo, 1999:156)


Gambar 2.7 Fetch
C. Peramalan / Hindcasting Gelombang di Laut Dalam
Pembentukan gelombang di laut dalam, dianalisa dengan formula-formula
empiris yang diturunkan dari model parametrik berdasarkan spektrum gelombang
JONSWAP (Joint North Sea Wave Project) (CERC, 1984). Prosedur peramalan
tersebut berlaku baik untuk kondisi fetch terbatas (fetch limited condition) maupun
kondisi durasi terbatas (duration limited condition). Pada kondisi fetch terbatas, angin
bertiup secara konstan cukup jauh untuk tinggi gelombang di ujung fetch dalam
mencapai keseimbangan sedangkan pada kondisi durasi terbatas, tinggi gelombang
dibatasi waktu setelah anginbertiup/berhembus. Spektral tinggi gelombang signifikan
(H0) dan periode puncak spektrum (Tp) adalah parameter yang diramalkan
denganpersamaan sebagaierikut:
𝑈 𝐴2 𝑔𝐹𝑒𝑓𝑓 1/2
H0 = 0,0016 ( ) (2.32)
𝑔 𝑈 𝐴2

𝑈 𝐴2 𝑔𝐹𝑒𝑓𝑓 1/3
TP = 0,2875 ( ) (2.33)
𝑔 𝑈 𝐴2

𝑔𝑡 𝑔𝐹𝑒𝑓𝑓 2/3
68,8 ( ) (2.34)
𝑈𝐴 𝑈𝐴

𝑔𝑡
= ≤ 7,15 x 104 (2.35)
𝑈𝐴

Prosedur peramalan gelombang laut dalam adalah sebagai berikut


a) Melakukan analisis perbandingan hasil hitungan Persamaan (2.34) dengan
Persamaan (2.35). Jika tidak memenuhi Persamaan (2.35), maka gelombang yang
terjadi merupakan hasil pembentukan gelombang sempurna atau Fully Developed
Sea (FDS). Penghitungan tinggi dan periode gelombangnya menggunakan
persamaan berikut:
𝑈𝐴2
Ho = 0.2433 (2.36)
𝑔

𝑈
Tp =8,134 𝑔𝐴 (2.37)

b) Jika hasil analisis perbandingan memenuhi Persamaan (2.35), maka gelombang


yang terjadi merupakan hasil pembentukan gelombang tidak sempurna atau Non
Fully Developed Sea (NFDS). Pembentukan gelombang tidak sempurna ini terdiri
dari dua jenis, yaitu pembentukan gelombang terbatas fetch (fetch limited) dan
terbatas durasi (duration limited). Untuk membedakannya perlu dihitung terlebih
dahulu durasi minimum (t min), sebagai berikut:
68.8 𝑢𝐴 𝑔𝐹𝑒𝑓𝑓 2/3
tmin = ( ) (2.38)
𝑔 𝑢𝐴 2

c) Memeriksa durasi angin aktual yang ditentukan (t d), lalu membandingkan terhadap
durasi hasil hitungan (t min).
 Jika td> tmin, maka gelombang yang terjadi merupakan gelombang hasil
pembentukan terbatas fetch. Pada pembentukan jenis ini, durasi angin yang
bertiup cukup lama. Penghitungan tinggi dan periode gelombangnyadilakukan
dengan menggunakan Persamaan (2.32) dan (2.33).
 Jika td< tmin, maka gelombang yang terjadi merupakan gelombang hasil
pembentukan terbatas durasi. Pada pembentukan ini, durasi angin yang
bertiup tidakcukup lama. Penghitungan tinggi dan periode gelombangnya
dilakukan denganmenggunakan Persamaan (2.32) dan (5.31) dengan terlebih
dahulu menggantipanjang Feff dengan Fmin berikut ini:
𝑈 𝐴2 𝑔𝑡
Fmin = (68,8 𝑈𝑑 ) (2.39)
𝑔 𝐴2

Dengan :
Feff = panjang fetch efektif (m)
H0 = tinggi gelombang signifikan menurut teori spektral energi (m)
tp = periode puncak spektrum (detik)
g = percepatan gravitasi = 9.81 (m/det
UA= wind stress factor (m/det)
ta = durasi angin (detik)
td= durasi angin aktual yang ditentukan (detik)
tmin= durasi angin kritik/minimum (detik).
Berikut ini adalah bagan alir proses peramalan gelombang dengan metode
CERC (1984) :

(Sumber : CERC, 1984)


Gambar 2.8 Bagan alir peramalan gelombang metode CERC (1984).
Banyak metode untuk meramalkan gelombang, selain metode CERC (1984),
adapula metode lain yang sering digunakan yakni metode yang dikemukakan oleh
Sverdrup, Munk dan Bretschneider. Metode ini dikenal dengan metode SMB. Untuk
memudahkan penghitungan perkiraan gelombang, metode SMB menyediakan kurva
prediksi gelombang seperti ditunjukkan pada Gambar 5.5. Pada kurva SMB tersebut
terdapat 3 (tiga) variabel penentu tinggi dan periode gelombang yaitu kecepatan angin
(UA), panjang fetch, dan durasi angin

(Sumber : CERC, 1984)


Gambar 2.9 Kurva SMB untuk Peramalan Gelombang Angin

2.5 Sofware Surface-water Modelling System (SMS)


SMS (Surface Water Modeling System) Surface Modeling System (SMS)
adalah salah satu software untuk pemodelan lingkungan dengan model satu, dua atau
tiga dimensi yang dikembangkan oleh Environmental Modeling Research Laboratory
(EMRL) di Bringham Young University (lebih dikenal dengan Engineering Computer
Graphics Laboratory) bekerjasama dengan The U.S. Army Corps of Engineers
Waterways Experiment Station (USACE-WES), dan The U.S. Federal Highway
Administration (FHWA).
Pemodelan numerik akan dihitung dengan berbagai informasi yang dapa
diaplikasikan kedalam Surface Modeling System. Pada prinsipnya, aplikasi ini akan
memodelkan hidrodinamika pada daerah perairan termasuk didalamnya perhitungan
pasang surut dan kecepatan aliran untuk permasalahan perairan dangkal. Dalam
pemodelannya dilengkapi dengan dua model yaitu model steady dan model dinamis.
Selain itu, aplikasi tambahan yang juga termasuk dalam SurfaceModeling System
adalah model dari perpindahan intrusi air laut, sedimen transport (baik yang scouring
atau depositan), disperse energi gelombang, property gelombang (arah, amplitudo).

Sumber. Gani. 2018


Gambar 2.10 Contoh Pemodelan dengan Surface Water Modelling System

2.5.1 Pemodelan CG Wave


Simulasi model gelombang dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai
perubahan tinggi gelombang yang terjadi pada daerah perairan di luar pelabuhan, alur
masuk pelabuhan, dan kolam pelabuhan. Simulasi gelombang dilakukan pada kondisi
elevasi muka air rencana (elevasi pada saat kondisi muka air pasang tertinggi).
Dalam mensimulasikan model gelombang yang digunakan modul CG Wave
pada software Surface water Model System (SMS). CG Wave merupakan program
yang mendeskripsikan model dan arah penjalaran gelombang di daerah pelabuhan,
daerah pantai terbuka, estuaria, dan gelombang disekitar pulau. Software ini
dikembangakan oleh University of Mine dibawah kontrak U.S. Army Corps of
Engineers, Waterways Experiment Station. Simulasi CG Wave merupakan kombinasi
dari refraksidifraksi gelombang, friksi gelombang, gelombang pecah, penyebaran
amplitudo gelombang nonlinier dan alur pelabuhan.
Faktor yang dominan di dalam proses erosi pantai adalah gaya gelombang.
Untuk mengkaji keadaan gelombang di perairan dilakukan pemodelan matematis
refraksi dan difraksi gelombang. Hasil kajian tersebut selain bermanfaat untuk
menetapkan keadaan gelombang rancangan yang akan digunakan untuk merancang
bangunan pelindung pantai juga dapat digunakan untuk mengkaji perubahan garis
pantai. Model matematis refraksi dan difraksi gelombang yang dipakai dalam studi
ini adalah CG Wave (Coastal surface water Wave). CG Wave dapat digunakan untuk
memprediksi perambatan gelombang linier melewati daerah dengan batimetri tak
beraturan. Output dari permodelan dengan CG Wave berupa:
a Amlitudo
b Fase
c Arah
d Kecepatan
e Tekanan gelombang
CGWAVE merupakan program yang mendeskripsikan model dan arah penjalaran
gelombang di daerah pelabuhan, pantai terbuka, estuaria, dan gelombang disekitar
pulau. Software ini dikembangkan oleh University of Mine dibawah kontrak US.
Army Corps of Engineers, Waterways Experiment Station. CG WAVE merupakan
kombinasi dari refraksi-difraksi gelombang, gelombang pecah, penyebaran amplitude
gelombang non linier dan alur pelabuhan. CG WAVE (Coastal surface water Wave)
dapat digunakan untuk memprediksi perambatan gelombang linier melewati daerah
dengan kondisi bathimetri yang tidak beraturan. Persamaan pengatur diselesaikan
dalam model refraksi – difraksi adalah persamaan perambatan gelombang yang
dimodifikasi dari mild slope equation untuk gelombang linier monokromatik
Persamaan tersebut dapat ditulis sebagai berikut (Berkhoff, 1982 dalam Demirbilek,
1998).
cg
∇. (𝐶 𝑔 ∇ ἠ) + σ2 ἠ = 0 (2.40)
c

ἠ (x,y) = fungsi elevasi permukaan gelombang yang diestimasi


σ = frekuensi gelombang (rad/s)
C (x,y) = cepat rambat gelombang = σ / k
Cg(x,y) = cepat rambat kelompok gelombang
σ = n dengan

2.6 Pemodelan Transformasi Gelombang


Pemodelan transformasi gelombang dilakukan dengan menggunakan
software refraksi dan difraksi 2D, model spektrum gelombang di pantai. Input
pemodelan adalah tinggi gelombang, arah, periode, dan parameter spectrum
gelombang. Output pomedalan adalah tinggi dan arah gelombang di pantai
2.6.1 Persamaan Pengatur
Interaksi antara gelombang dan arus sering direferensikan dalam koordinat
yang bergerak. Parameter gelombang dalam koordinat ini dinotasikan dengan r, dan
parameter untuk koordinat yang tidak bergerak dinotasikan dispersi gelombang
dalam arah bergerak pada persamaan berikut :
𝜔𝑟 2 = gk tanh kd (2.41)
Dengan :
ω = frekuensi angular
g = percepatan gravitasi
k = bilangan gelombang
d = kedalaman perairan
Sedangkan persamaan dispresi untuk koordinat tetap :

𝜔𝑎 = 𝜔𝑟 + 𝑘𝑈 cos(𝛿 − 𝛼) (2.42)

Dengan :
U = kecepatan arus
𝛿 = arah dari arus relatif terhadap koordinat tetap
𝛼 = arah gelombang orthogonal

Bilangan gelombang dapat diketahui dengan mensubsitusikan persamaan 2.41


ke persamaan 2.42. Bilangan gelombang dan panjang gelombang untuk kedua
persamaan memiliki nilai yang sama.

Solusi untuk refraksi dan shoaling juga membutuhkan kecepatan


gelombang Cr, dan kecepatan gelombang kelompok Cgr. Berikut ini adalah
persamaan tersebut dalam koordinat relatif terhadap arus

𝜔𝑟
Cr= (2.43)
𝑘

2𝑘𝑑
Cgr = 0.5 Cr sinh 2𝑘𝑑 (2.44)

Arah dari kecepatan gelombang digambarkan sebesar dari orthogonal


gelombang.

C 𝛼 = Cr + U cos (𝛿 − 𝛼) (2.45)

Cga = (Cgr) + (U)1 (2.46)


Dimana arah dari kecepatan gelombang adalah arah gelombang
orthogonal. Arah gelombang dapat diketahui dengan persamaan sebagai berikut
C
µ= tan-1 ( 𝐶gr sin 𝛼 +u sin𝛿
) (2.47)
cos 𝛼+𝑐𝑜𝑠𝛿
𝑔𝑟

Perbedaan antara orthogonal gelombang dan arah gelombang sangat


penting dalam kondisi interaksi arus – gelombang. Tanpa arus arah gelombang
akan sama dengan orthogonal gelombang, tetapi dengan adanya arus, energy
gelombang bergerak sejajar dengan rays, dimana arah gelombang didefinisikan
dengan orthogonal. Arah gelombang orthogonal untuk keadaan steady-state dapat
dihitung dengan :

𝐷𝛼 𝑐𝑟 𝑘 𝐷𝑑 𝐾1 𝐷𝑈𝑡
Cga = =− (2.48)
𝐷𝑅 sinh 2𝑘𝑑 𝑘 𝑘 𝐷𝑠

Dengan:
D= turunan
R= kordinat dengan arah gelombang
N= koordinat normal terhadap gelombang orthogonal

Persamaan pengatur pada keadaan steady untuk spektrum gelombang


sepanjang arah gelombang adalah sebagai berikut :

𝜕.𝑐𝑎 𝑐𝑔𝑎 cos(𝜇−𝛼)𝐸(𝜔𝛼 .𝛼) 𝑠


Cga = - = ∑𝜔 (2.49)
𝜔𝑟 𝑟

Dengan :
E = kerapatan energi gelombang dibagi dengan (𝑝𝜔 𝑔) dimana 𝑝𝜔 adalah
masa jenis air
S = energi source dan sink
2.6.2 Spektrum Energi Teoritis
Pierson – Moskowitz (1946) mengajukan suatu ungkapan teoritis yang
berhasil memenuhi seluruh batasan teoritis dan didukung dengan data empiris
yang dikumpulkan. Spektrum Pierson – Moskowitz dituliskan dalam bentuk
seperti di bawah ini :

𝑊 4
𝑎𝑔2 −𝛽( 04 )
S = (w)( 𝑤 5 𝐸𝑋𝑃 𝑊 ) (2.50)

Dengan :
𝛼= 0,0081 (konstanta tak berdimensi)
𝛽= 0,74 (konstanta tak berdimensi)
w0 = g/U
U = kecepatan angin
w = frekuensi gelombang yang ditinjau

2.6.3 Gelombang Berdasarkan Spektrum Energi Teoritis


Persamaan diatas dapat digunakan untuk menurunkan persamaan gerak
elevasi muka air pada gelombang acak yang terdiri dari banyak komponen
gelombang. Caranya adalah dengan menjumlahkan komponen– komponen
gelombang tersebut, sehingga persamaannya menjadi

η(t)= ∑𝑁
𝑖=1 𝛼1 cos(𝑘𝑖 𝑥 − 𝜔𝑖 𝑡 + 𝜀𝑖 (2.51)
Dengan:
i = komponen gelombang ke i
a = amplitude gelombang
w = frekuensi sudut gelombang
𝜀=fase gelombang
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian

3.1.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini berada dipantai Waemputang, Kec. Poleang Selatan,


Kab. Bombana, Provinsi Sulawesi Tenggara. Dengan titik kordinat geografis 4° 49’
17”S 128° 39’ 45”E. lokasi penelitian ini adalah sebagai berikut:

(Sumber: google earth, 2021)

Gambar ,3.1 Peta Lokasi Penelitian

3.2 Waktu
Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan November 2021 yaitu persiapan
penelitian, pelaksanaan penelitian dilapangan pengelolaan data dan pengajian hasil.
3.3 Metode
Pada penelitian ini digunakan metode pemodelan yaitu suatu metode dimana
gejala alam dimodelkan dalam skala kecil dengan menggunakan suatu software
perangkat lunak pemodelan serta menggunakan metode analitik dengan
mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan penelitian ini. Inti sari dari
penelitian ini adalah menghitung peramalan gelombang secara analitik dengan
menggunakan metode CERC (1984) dan mensimulasikan dalam model penjalaran
gelombang pada Software Surface Water Modelling System.

3.4 Teknik Pengmpilan Data

3.4.1 Pengumpilan Data Primer

1. Survey batimetri
Pelaksanaan survey bathimetri dilakukan untuk mengetahui kontur dasar laut
dengan melakukan tracking sepanjang pantai Waemputang survey ini
dilakukan sepanjang 500 m dari bibir pantai kearah laut.
2. Pengamatan pasang surut
Pengumpulan data pasang surut dilakukan dengan pengamatan langsung
dilapangan dengan lama waktu pengamatan yaitu 15 hari dengan interval
waktu pembacaan tiap 1 jam

3.4.2 Pengumpulan Data Sekunder

1 Data Angin
Data angin yang digunakan adalah data angin selama 13 tahun yaitu dari
tahun 2009 hingga tahun 2021 yang diperoleh dari data angin NOAA
(National Aceanic and Atmospheric Administration) pada stasiun BMKG
Stamet Bombana.
2 Peta Adminisrasi
Peta administrasi Kabupaten Bombana diperoleh dari situs resmi
pemerintah Kabupaten Bombana
3 Peta Google Earth
Peta administrasi Kabupaten Bombana diperoleh dari situs resmi
pemerintah Kabupaten Bombana

3.5 Analisa Data


Analisa data pada penelitian ini terdiri dari Analisa data pasang surut, Analisa
data angin dengan tujuan meramalkan gelombang signifikan, penggabungan peta
bathimetri dan topografi. Dari Analisa data tersebut, berperan penting sebagai dasar
analisa numerik pada penjalaran gelombang yang akan terjadi.
3.5.1 Pengolahan Data Pasang Surut
Data pasang surut yang diperoleh dari pengamatan langsung dilapangan. Data
tersebut kemudian digunakan untuk menentukan HWS, MSL dan LWS.
3.5.2 Penggabukan Peta Topografi Dan Peta Batimetri
Dasar-dasar penggabungan peta bathimetri dan peta topografi harus
diperhatikan untuk menghasilkan sebuah peta yang baik. Untuk peta topografi
tinggi 0 pada peta mengacu terhadap MSL dan Chart Datum adalah sebagai tinggi 0
peta bathimetri.
Untuk keperluan kegiatan aplikatif ini maka perlu dilakukan penyatuan
referensi tinggi guna penggabungan peta bathimetri dan peta topografi. Perbedaan
tinggi antar Mean Sea Level dan Chart Datum ditunjukkan dengan nilai surutan peta
(Zo).
3.5.3 Analisa Data Angin
Pengolahan data angin yang dimaksud untuk mendapatkan data peramalan
gelombang. Data angin yang digunakan adalah data angin selama 13 tahun yaitu dari
tahun 2009 hingga tahun 2021 yang diperoleh dari data angin NOAA (National
Aceanic and Atmospheric Administration) pada stasiun BMKG Stamet Bombana.
Adapun langkah-langkah pengolahan data angin yang dilakukan yaitu sebagai
berikut :

a Menganalisa kecepatan dan arah angin dari mawar angin dan diagram
angin sehingga diperoleh distribusi kecepatan dan arah. Distribusi kecepatan
dan arah angin ini digunakan untuk mengetahui persentase kejadian dari
masing-masing kecepatan untuk setiap arah angin yang akan digunakan untuk
analisa angkutan sedimen, pembangkitan gelombang dan untuk mengetahui
arah dominan angin
b Melakukan perhitungan fetch efektif dari arah angin dominan. Sebelum
menghitung fetch efektif, harus menggambar garis fetch efektif dengan jarak
sudut 5° sejumlah 15 garis. Setelah itu, menghitung panjang garis fetch dari
titik base point sampai titik dimana memotong daratan untuk pertama kalinya
(Xi). Selanjutnya menghitung panjang fetch efektif dari masing-masing sudut
α dan Xi.
c Menghitung koreksi elevasi, koreksi kestabilan, koreksi efek lokasi untuk
mengubah data angin darat menjadi data angin permukaan laut.
d Menghitung faktor tegangan angin (UA) untuk digunakan pada
pengolahan data peramalan gelombang.

3.5.4 Pengolahan Data Gelombang


Pengolahan data gelombang dilakukan untuk mendapatkan input data
gelombang berupa tinggi dan periode gelombang serta gelombang signifikan
3.6 Alur Penelitian
Berikut ini merupakan alur penelitian yang dimulai dari persiapan dalam
menentukan tujuan dari penelitian yang akan dilakukan, tahapan-tahapannya hingga
pada akhirnya akan didapatkan hasil akhir yang ingin dituju dari penelitian ini
3.7 Pemodelan Gelombang Menggunakan Software Surface Water Modeling
System
Pemodelan gelombang pada penelitian di daerah pantai Watubangga
Kabupaten Kolaka ini, disimimulasikan pada program Surface Water Modelling
System 11.1 dengan alat bantu/model yang disebut CG WAVE.
Hasil running atau output pada SMS 11.1 dengan CG WAVE sebagai Analisa
model numerik pada aplikasi ini ada lah berbentuk tinggi gelombang pada daerah
simulasi yang termuat dalam meshing.

Anda mungkin juga menyukai