PENDAHULUAN
KAJIAN PUSTAKA
a. Pesisir adalah daerah darat di tepi laut yang masih mendapat pengaruh laut
seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air laut.
b. Pantai adalah daerah di tepi perairan sebatas antara surut terendah dan pasang
tertinggi.
c. Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan air laut, dimana
posisinya tidak tetap dan dapat bergerak sesuai dengan pasang surut air laut
dan erosi pantai yang terjadi.
d. Sempadan pantai adalah daerah sepanjang pantai yang diperuntukan bagi
pengamanan dan pelestarian pantai.
e. Perairan pantai adalah daerah yang masih dipengaruhi aktivitas daratan.
f. Lautan adalah daerah yang terletak diatas dan dibawa permukaan laut diulai
dari sisi lautpada garis surut terendah, termaksut dasar laut dan bagian bumi
dibawahnya.
Berdasarkan karakteristik gelombang di daerah sekitar pantai, menurut
Triatmodjo (1999) pada saat perbandingan tinggi gelombang dan panjang gelombang
mencapai batas maksimum, gelombang akan pecah. Karakteristik gelombang yang
sudah pecah berbeda dengan yang belum pecah. Gelombang pecah merambat ke arah
pantai sampai akhirnya gelombang bergerak naik dan turun pada permukaan pantai
atau yang dikenal dengan uprush dan downrush. Garis gelombang pecah merupakan
batas perubahan perilaku gelombang dan juga transpor sedimen pantai (Triatmodjo,
1999). Daerah dari garis gelombang pecah ke arah laut disebut offshore, sedangkan
daerah dari garis gelombang pecah ke arah pantai dibagi menjadi tiga daerah, yaitu
breaker zone, surf zone, dan swash zone. Untuk kepentingan rekayasa atau teknik
pantai, triatmodjo mendefinisikan pantai sebagai berikut:
(Sumber : Triatmodjo. B, 1999 )
a. Surf Zone adalah daerah yang terbentang antara bagian dalam dari
gelombang pecah sampai batas naik turunnya gelombang pantai.
b. Breaker Zone adalah daerah dimana terjadi gelombang pecah.
c. Swash Zone adalah daerah yang dibatasi oleh garis batas tertinggi niknya
gelombang dan batas terendah turunnya gelombang dipantai.
d. Offshore adalah daerah dari gelombang (mulai) pecah samapai kelaut lepas.
e. Foreshore adalah daerah yang terbentang dari garis pantai pada saat surut
terendah sampai batas atas dari uprush pada saat air pasang tinggi.
f. Coast adalah daratan pantai yang masih terpengaruh laut secara langsung,
misalnya pengaruh pasang surut, angin laut, dan ekosistem pantai.
g. Coastal Area adalah daratan pantai dan perairan pantai sampai kedalaman
100 atau 150 m.
2.2 Angin
2.2.1 Distribusi Kecepatan Angin
Distribusi kecepatan angin di atas permukaan laut terbagi dalam tiga daerah sesuai
dengan elevasi di atas permukaan. Di daerah geostropik yang berada di atas
1000 m kecepatan angin adalah konstan. Di bawah elevasi tersebut terdapat dua
daerah yaitu daerah Ekman yang berada pada elevasi 100 sampai 1000 m dan
daerah dimana tegangan konstan yang berada pada elevasi 10 sampai 100m. Di kedua
daerah tersebut kecepatan dan arah angin berubah sesuai dengan elevasi,
karena adanya gesekkan dengan permukaan laut dan perbedaan temperatur antara
air dan udara (Triatmodjo, 1999:149)
2.4 Gelombang
Gelombang merupakan faktor penting di dalam perencanaan bangunan pantai.
Gelombang di laut bisa dibangkitkan oleh angin (gelombang angin), gaya tarik
matahari dan bulan (pasang surut), letusan gunung berapi atau gempa di laut
(tsunami), kapal yang bergerak dan sebagainya.Pada umumnya bentuk gelombang di
alam adalah sangat kompleks dan sulit digunakan secara matematis karna ketidak
linieran, tiga dimensi dan mempunyai bentuk yang random (suatu deret gelombang
mempunya tinggi dan periode berbeda). Beberapa teori yang ada hanya
menggambarkan bentuk gelombang yang sederhana dan merupakan pendekatan
gelombang alam.
Teori paling sederhana adalah teori gelombang Airy, yang juga disebut teori
gelombang linier atau teori gelombang amplitudo kecil, yang pertama kali ditemukan
oleh Airy pada tahun 1845. Selain mudah dipahami, teori tersebut sudah dapat
digunakan sebagai dasar dalam merencanakan bangunan pantai (Triatmodjo,2010).
.
(Sumber :Triatmodjo, 2010:83)
Gambar 2.5 Sketsa Definisi Gelombang
Gelombang adalah dinamika/pergerakan naik dan turunnya permukaan laut
yang disebabkan oleh berbagai kekuatan, dimana profil/fluktuasi muka air merupakan
fungsi ruang (x) dan waktu (t) yang mempunyai bentuk persamaan sebagai berikut)
𝐻
𝜇= 𝐶𝑂𝑆(𝑘𝑥 − 𝜎𝑡 (2.1)
2
Dengan :
𝜇 = fluktuasi muka air terhadap muka air diam (still water level, SWL)
d = jarak antara swl dan dasar laut
H = tinggi gelombang
a = amplitudo gelombang = 2a
L = panjang gelombang
C = kecepatan rambat gelombang = L/T
K = angka gelombang = 2 𝜋 /L
𝜎= frekuensi sudut gelombang = 2𝜋/T
T = periode gelombang.
Dengan :
g = Percepatan gravitasi (9,81 m/det 2)
tanh = tangen hiperbolik
Jika persamaan frekuensi sudut gelomabang (𝜎) dan persamaan angka gelombang (k)
disubtitusikan ke dalam persamaan (2.2), maka persamaan disperse menjadi:
2𝜋 2𝜋 2𝜋
( 𝑇 )2 = g tanh 𝑑 (2.3)
𝐿 𝐿
𝐿 2𝜋
C2 g 2𝜋 tanh 𝑑 (2.4)
𝐿
Dengan :
C0 = Kecepatan rambat gelombang di laut dalam (m/det)
L0 = Panjang gelombang di laut dalam (m)
G = Percepatan gravitasi (9,81 m/det 2)
Untuk gelombang di laut transisi, dengan nilai 0,05 < d/L < 0,50, maka
kecepatan rambat gelombang dan panjag gelombang adalah :
𝐶 𝐿 2𝜋𝑑
= tanh (2.9)
𝐶0 𝐿0 𝐿
Apabila kedua ruas dari persamaan (2.9) dikalikan dengan d/L maka akan
didapat :
𝑑 𝑑 2𝜋𝑑 2𝜋𝑑
= tanh atau L = 1,562 tanh (2.10)
𝐿0 𝐿 𝐿 𝐿
Untuk gelombang di laut dangkal, apabila kedalaman relatif d/L = 0,05, maka
nilai tanh (2_d/L) sehingga persamaan (2.5) dan (2.6) menjadi:
C = √𝑔𝑑 (2.11)
L = √𝑔𝑑 T = CT (2.12)
2.4.3 Gelombang Pecah
Gelombang akan pecah jika kecepatan partikel air melebihi kecepatan jalar
gelombangnya. Pada saat itu partikel air di puncak gelombang mendahului bentuk
gelombang atau puncaknya sehingga gelombang tidak stabil dan pecah. CERC (1984)
menyatakan bahwa gelombang pecah di air dangkal terjadi pada H b/db= 0,78 dengan
angka 0,78 merupakan koefisien tinggi relatif gelombang pecah atau koefisien
gelombang pecah.
Ada beberapa persamaan empiris dalam menentukan tinggi gelombang pecah,
salah satunya adalah rumus empiris yang ditemukan oleh Kaminski dan Kraus (1993)
dalam Muriadin (2010) yakni sebagai berikut :
𝐻𝐵 𝐻
= 0,46 [ 𝐿0´ ] -0,28 (2.13)
𝐻 0´ 0
Dengan :
Hb = tonggi gelombang pecah (m)
H0 = tinggi gelombang laut dalam ekivalen (m)
L0 = panjang gelombang di laut dalam (m).
𝐻𝑏 𝐻𝑏
𝛾𝑏 = =𝑏−𝑎 (2.14)
𝑑𝑏 𝑔𝑇 2
𝑎´
𝑏´ (𝑔𝑇 2 ) (2.15)
Dengan :
a = 43,75 (1)-𝑒 −19 tan 𝛽
1,56
b= (1+𝑒 −19 𝑡𝑎𝑛𝛽 )
H0= H0 X KR X KD X KS
.
cos 𝜃
Kr = √ cos 𝑏0 (2.18)
Dengan :
Kr = koefisien refraksi
𝜃𝑏 = sudut datang gelombang pecah
𝜃0 = sudut gelombang gelombang dilaut dalam
Cb = kecepatan rambat gelombang pecah (m/det).
10
U10 = Uz( 𝑧 )1/7
(2.19)
Dengan:
U10 = kecepatan angin hasil koreksi elevasi (m/det)
Uz = kecepatan angin yang tidak diukur pada ketinggin 10 m(m/det)
z = elevasi atau ketinggian alat ukur di atas permukaan laut (m).
b) Koreksi Durasi
Data angin yang tersedia biasanya tidak disebutkan durasinya atau merupakan
data hasil pengamatan sesaat. Kondisi sebenarnya kecepatan angin adalah selalu
berubah-ubah meskipun pada arah yang sama. Untuk melakukan peramalan
gelombang diperlukan juga durasi angin bertiup, dimana selama dalam durasi tersebut
dianggap kecepatan angin adalah konstan. Oleh karena itu, koreksi durasi ini
dilakukan untuk mendapatkan kecepatan angin rata-rata selama durasi angin bertiup
diinginkan. Berdasarkan data hasil pengamatan angin sesaat, dapat dihitung
kecepatan angin rata rata untuk durasi angin tertentu, dengan prosedur sebagai
berikut:
1. Diketahui kecepatan angin sesaat adalah U10, akan ditentukan angin
dengan durasi ti detik (Ut).
1609
t1 = det (2.20)
𝑈10
2. menghitung U3600
U10
C1 (2.21)
𝑈3600
𝑈10
3 𝑈3600 =
𝐶1
𝑢1 = 𝑢3600 𝑥 𝑐𝑑 ( 2.24)
Dengan nilai Cd adalah sebagai berikut :
untuk 1< ti< 3600 det
45
Cd = 1,277 + 0,296 tanh (1,9log( 𝑡 ) (2.25)
𝑖
Dengan:
Ut = kecepatan angin untuk durasi angin yang diinginkan (m/det)
ti = durasi angin yang diinginkan (detik)
Gambar 2.9 Kurva Rasio Kecepatan Angin di atas Laut Dengan Di Daratan
d) Koreksi Koefisien Seret
Setelah data kecepatan angin melalui koreksi-koreksi di atas, maka data
kecepatan tersebut dikonversi menjadi wind stress factor (UA) dengan menggunakan
persamaan di bawah ini :
UA = 0,71UW1,23 (2.29)
Dengan:
UW = kecepatan angin untuk durasi yang diinginkan (m/det)
UA = wind stress factor (m/det).
B. Fetch
Fetch didefinisikan sebagai daerah angin bergerak dengan arah dan kecepatan
angin yang relatif konstan. Di dalam tinjauan pembangkitan gelombang di laut, fetch
dibatasi oleh bentuk daratan yang mengelilingi laut. Di daerah pembentukan
gelombang, gelombang tidak hanya dibangkitkan dalam arah yang sama dengan arah
angin tetapi juga dalam berbagai sudut terhadap arah angin. Arah angin yang masih
dapat diterima sebagai konstan untuk hitungan adalah bila perubahan arahnya kurang
dari 150 Perubahan arah angin lebih dari 450 seyogyanya dianggap sebagai arah yang
berbeda.
Pada beberapa pustaka, dikenal fetch efektif untuk meramalkan gelombang.
Menurut beberapa penelitian terakhir, ternyata penggunaan fetch efektif berakibat
terlalu rendahnya hasil hitungan, namun demikian CERC (1984) masih menganjurkan
untuk menggunakan fetch efektif yang dihitung dengan memperhatikan perairan dan
pulau di depan atau di sekitar lokasi yang ditinjau. Perhitungan panjang fetch efektif
dilakukan dengan menggunakan bantuan peta topografi lokasi dengan skala yang
cukup besar atau menggunakan Google Earth. Menurut CERC (1984) penggambaran
dan perhitungan fetch gelombang dilakukan dengan menarik garis lurus sebanyak 9
radial dari titik yang ditinjau ke arah laut dengan garis radial ditengah merupakan
garis arah angin yang ditinjau. Sudut antara atau deviasi garis radial ini 3 0 dengan
total sudut 240 dan setiap garis dibuat hingga sampai ke pulau atau daratan. Panjang
garis radial kemudian direratakan yang menunjukkan fetch efektif. Persamaannya
dapat ditulis dalam bentuk berikut ini :
∑9𝑖=1𝑓𝑖
Feff = (2.30)
9
Dengan :
Feff = Fetch efektif
Fi = panjang segemen fetch yang diukur dari titik observasi gelombang ke
ujung akhir fetch
ά = deviasi pada kedua sisi arah angin, dengan menggunakan pertambahan
6osampai sudut sebesar 42o pada kedua sisi arah angin.
𝑈 𝐴2 𝑔𝐹𝑒𝑓𝑓 1/3
TP = 0,2875 ( ) (2.33)
𝑔 𝑈 𝐴2
𝑔𝑡 𝑔𝐹𝑒𝑓𝑓 2/3
68,8 ( ) (2.34)
𝑈𝐴 𝑈𝐴
𝑔𝑡
= ≤ 7,15 x 104 (2.35)
𝑈𝐴
𝑈
Tp =8,134 𝑔𝐴 (2.37)
c) Memeriksa durasi angin aktual yang ditentukan (t d), lalu membandingkan terhadap
durasi hasil hitungan (t min).
Jika td> tmin, maka gelombang yang terjadi merupakan gelombang hasil
pembentukan terbatas fetch. Pada pembentukan jenis ini, durasi angin yang
bertiup cukup lama. Penghitungan tinggi dan periode gelombangnyadilakukan
dengan menggunakan Persamaan (2.32) dan (2.33).
Jika td< tmin, maka gelombang yang terjadi merupakan gelombang hasil
pembentukan terbatas durasi. Pada pembentukan ini, durasi angin yang
bertiup tidakcukup lama. Penghitungan tinggi dan periode gelombangnya
dilakukan denganmenggunakan Persamaan (2.32) dan (5.31) dengan terlebih
dahulu menggantipanjang Feff dengan Fmin berikut ini:
𝑈 𝐴2 𝑔𝑡
Fmin = (68,8 𝑈𝑑 ) (2.39)
𝑔 𝐴2
Dengan :
Feff = panjang fetch efektif (m)
H0 = tinggi gelombang signifikan menurut teori spektral energi (m)
tp = periode puncak spektrum (detik)
g = percepatan gravitasi = 9.81 (m/det
UA= wind stress factor (m/det)
ta = durasi angin (detik)
td= durasi angin aktual yang ditentukan (detik)
tmin= durasi angin kritik/minimum (detik).
Berikut ini adalah bagan alir proses peramalan gelombang dengan metode
CERC (1984) :
𝜔𝑎 = 𝜔𝑟 + 𝑘𝑈 cos(𝛿 − 𝛼) (2.42)
Dengan :
U = kecepatan arus
𝛿 = arah dari arus relatif terhadap koordinat tetap
𝛼 = arah gelombang orthogonal
𝜔𝑟
Cr= (2.43)
𝑘
2𝑘𝑑
Cgr = 0.5 Cr sinh 2𝑘𝑑 (2.44)
C 𝛼 = Cr + U cos (𝛿 − 𝛼) (2.45)
𝐷𝛼 𝑐𝑟 𝑘 𝐷𝑑 𝐾1 𝐷𝑈𝑡
Cga = =− (2.48)
𝐷𝑅 sinh 2𝑘𝑑 𝑘 𝑘 𝐷𝑠
Dengan:
D= turunan
R= kordinat dengan arah gelombang
N= koordinat normal terhadap gelombang orthogonal
Dengan :
E = kerapatan energi gelombang dibagi dengan (𝑝𝜔 𝑔) dimana 𝑝𝜔 adalah
masa jenis air
S = energi source dan sink
2.6.2 Spektrum Energi Teoritis
Pierson – Moskowitz (1946) mengajukan suatu ungkapan teoritis yang
berhasil memenuhi seluruh batasan teoritis dan didukung dengan data empiris
yang dikumpulkan. Spektrum Pierson – Moskowitz dituliskan dalam bentuk
seperti di bawah ini :
𝑊 4
𝑎𝑔2 −𝛽( 04 )
S = (w)( 𝑤 5 𝐸𝑋𝑃 𝑊 ) (2.50)
Dengan :
𝛼= 0,0081 (konstanta tak berdimensi)
𝛽= 0,74 (konstanta tak berdimensi)
w0 = g/U
U = kecepatan angin
w = frekuensi gelombang yang ditinjau
η(t)= ∑𝑁
𝑖=1 𝛼1 cos(𝑘𝑖 𝑥 − 𝜔𝑖 𝑡 + 𝜀𝑖 (2.51)
Dengan:
i = komponen gelombang ke i
a = amplitude gelombang
w = frekuensi sudut gelombang
𝜀=fase gelombang
BAB III
METODE PENELITIAN
3.2 Waktu
Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan November 2021 yaitu persiapan
penelitian, pelaksanaan penelitian dilapangan pengelolaan data dan pengajian hasil.
3.3 Metode
Pada penelitian ini digunakan metode pemodelan yaitu suatu metode dimana
gejala alam dimodelkan dalam skala kecil dengan menggunakan suatu software
perangkat lunak pemodelan serta menggunakan metode analitik dengan
mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan penelitian ini. Inti sari dari
penelitian ini adalah menghitung peramalan gelombang secara analitik dengan
menggunakan metode CERC (1984) dan mensimulasikan dalam model penjalaran
gelombang pada Software Surface Water Modelling System.
1. Survey batimetri
Pelaksanaan survey bathimetri dilakukan untuk mengetahui kontur dasar laut
dengan melakukan tracking sepanjang pantai Waemputang survey ini
dilakukan sepanjang 500 m dari bibir pantai kearah laut.
2. Pengamatan pasang surut
Pengumpulan data pasang surut dilakukan dengan pengamatan langsung
dilapangan dengan lama waktu pengamatan yaitu 15 hari dengan interval
waktu pembacaan tiap 1 jam
1 Data Angin
Data angin yang digunakan adalah data angin selama 13 tahun yaitu dari
tahun 2009 hingga tahun 2021 yang diperoleh dari data angin NOAA
(National Aceanic and Atmospheric Administration) pada stasiun BMKG
Stamet Bombana.
2 Peta Adminisrasi
Peta administrasi Kabupaten Bombana diperoleh dari situs resmi
pemerintah Kabupaten Bombana
3 Peta Google Earth
Peta administrasi Kabupaten Bombana diperoleh dari situs resmi
pemerintah Kabupaten Bombana
a Menganalisa kecepatan dan arah angin dari mawar angin dan diagram
angin sehingga diperoleh distribusi kecepatan dan arah. Distribusi kecepatan
dan arah angin ini digunakan untuk mengetahui persentase kejadian dari
masing-masing kecepatan untuk setiap arah angin yang akan digunakan untuk
analisa angkutan sedimen, pembangkitan gelombang dan untuk mengetahui
arah dominan angin
b Melakukan perhitungan fetch efektif dari arah angin dominan. Sebelum
menghitung fetch efektif, harus menggambar garis fetch efektif dengan jarak
sudut 5° sejumlah 15 garis. Setelah itu, menghitung panjang garis fetch dari
titik base point sampai titik dimana memotong daratan untuk pertama kalinya
(Xi). Selanjutnya menghitung panjang fetch efektif dari masing-masing sudut
α dan Xi.
c Menghitung koreksi elevasi, koreksi kestabilan, koreksi efek lokasi untuk
mengubah data angin darat menjadi data angin permukaan laut.
d Menghitung faktor tegangan angin (UA) untuk digunakan pada
pengolahan data peramalan gelombang.