Anda di halaman 1dari 82

REDUKSI GELOMBANG TSUNAMI DENGAN

BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG


OFFSHORE MENGGUNAKAN
SOFTWARE DELFT3D
(STUDI KASUS PANTAI PUGER DI JEMBER)

THESIS

Oleh
Raden Denisio Edwin Rikarda S.T.
181920301007

PROGRAM STUDI MEGISTER TEKNIK SIPIL


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS JEMBER
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Proposal Tesis berjudul “Reduksi Gelombang Tsunami Denganbangunan


Pemecah Gelombang Offshore Menggunakan Software Delft3d” telah diuji
dan dilakukan revisi pada :

Hari, tanggal :

Tempat : Fakultas Teknik Universitas Jember

Tim Pembimbing

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

Dr. Ir. Entin Hidayah, M.UM Retno U. A. W.,S.T.,M.Eng.,Ph.D


NIP. 19661215 199503 2 001 NIP. 760017219

Tim Penguji
Penguji I, Penguji II,

Dr. Gusfan Halik S.T., M.T Dr. Yeny Dhokhikah. S.T., M.T
NIP. 19710804 1998 03 10 002 NIP. 19730127 199903 2 002

ii
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tsunami merupakan salah satu ancaman bencana untuk banyak wilayah
pesisir Indonesia (BNPB, 2016). Sampai tahun 2000, Indonesia telah mengalami
beberapa kali tsunami besar yang hampir 90% kejadiannya disebabkan oleh
gempa bumi di laut, 9% diakibatkan oleh letusan gunung api dan 1% karena
tanah longsor bawah laut (Hamzah, Puspito, dan Imamura, 2000). Dalam 20 tahun
terakhir Indonesia mengalami lebih dari 20 kejadian tsunami yang diantaranya
merusak dan menyebabkan korban jiwa yaitu kejadian tsunami Kepulauan
Banggai 2000, tsunami Aceh 2004, tsunami Pangandaran 2006, tsunami
Mentawai 2010 (BMKG, 2018) dan beberapa kejadian di tahun lalu yaitu tsunami
Lombok 2018 dan tsunami Selat Sunda 2018.
Kabupaten Jember terkena dampak tsunami Banyuwangi pada tahun
1994. Dampak tsunami di Jember tersebar yaitu daerah Tanjung Pelindu, Pantai
Puger dan Pantai Watu Ulo, Tambak Getem merupakan daerah di Puger yang
mengalami terjangan tsunami dan menyebabkan 6 orang nelayan hilang dengan
beberapa kerusakan. Gelombang tinggi tsunami di Tambak Getem yang mencapai
tinggi 4,70 m dan menggenang hingga 300 m ke darat dengan 3 gelombang besar
yang datang dalam rentan waktu 15 menit (Maramai dan Tinti, 1997).
Pemerintah Daerah dan Badan Penanggulangan Bencana Nasional telah
melakukan upaya mitigasi non struktural diantaranya membuat himbauan dan
pelatihan menghadapi tsunami serta pembuatan peta zonasi bahaya hingga peta
jalur evakuasi ( BPBD, 2009) . Prediksi tsunami akibat gempa dilaut merupakan
hal penting yang perlu dilakukan dalam merancang strategi mitigasi tsunami yang
berupa simulasi dan menghasilkan prediksi bahaya tinggi gelombang tsunami
ditambah dengan adanya bangunan yang dapat mengurangi gempuran gelombang
tsunami seperti membangun tembok laut (seawall) atau pemecah gelombang
(breakwater).

1
Dalam studi ini akan dimodelkan gelombang tsunami dengan beberapa
skenario dan ditambahkan dengan pembuatan struktur bangunan pelindung
sebagai reduksi gelombang tsunami dengan menggunakan software Delft3D.
Software ini dapat memodelkan gelombang tsunami berdasarkan karakteristik
gempa yang dapat diatur letaknya pada posisi gempa sesar atau pada posisi gempa
di lempengan yang termasuk dalam ring of fire. Penelitian ini akan membahas
pengaruh pemecah gelombang offshore sebagai upaya mitigasi struktural terhadap
reduksi waktu tempuh dan tinggi gelombang tsunami yang akan datang.

1.2 Perumusan masalah


Berdasarkan identifikasi masalah, maka dapat dibuat rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana prediksi tinggi gelombang laut akibat tsunami di Pantai
Puger?
2. Bagaimana reduksi gelombang tsunami akibat adanya bangunan pemecah
gelombang offshore di Pantai Puger?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian sebagai berikut.
1. Memprediksi tinggi maksimum gelombang laut akibat tsunami di Pantai
Puger.
2. Menentukan reduksi gelombang tsunami berdasarkan reduksi waktu
tempuh dan tinggi dari gelombang tsunami di Pantai Puger.

1.4 Batasan Penelitian


a. Parameter simulasi berdasarkan karakteristik pada gempa yang
ditentukan yaitu gempa Banyuwangi 1994, katalog tsunami Indonesia
perwilayah dan gempa lempengan Megatrust Jawa Timur-Jawa Tengah
(PUSGEN, 2017).
b. Validasi tsunami Banyuwangi 1994 berdasarkan data survey tsunami
yang dikeluarkan pada tahun 1997.

2
c. Tidak melakukan perhitungan kapasitas ketahanan pemecah gelombang
offshore. perencanaan disain dan dalam pembuatan material pemecah
gelombang offshore.

1.5 Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai peningkatan
kewaspadaan bahaya tsunami dan upaya dalam melakukan strategi mitigasi
tsunami yang bersifat struktural sebagai upaya mengurangi bencana tsunami oleh
pemeritah Kabupaten Jember, BPBD Jember dan intansi terkait di Kabupaten
Jember.

3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Wilayah Pesisir


Menurut Undang-Undang (UU) Nomor 27 tahun 2007, wilayah pesisir
adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh
perubahan di darat dan laut. Wilayah Pesisir adalah wilayah pertemuan antara
daratan dan lautan yang terpengaruhi sifat-sifat laut contohnya tergenangnya area
tersebut akibat pasang surut air laut dan angin laut serta darat atau tanah yang
mempuyai kadar garam (intrusi garam) (Nontji, 2002).

2.2 Potensi Bencana Daerah Pesisir


Di Indonesia banyak terjadi bencana alam, baik di darat maupun sumber
kejadian di lautan. Terjadinya bencana di Indonesia yang bersumber dari lautan
ini cukup menjadi perhatian masyarakat umum karena adanya kejadian-kejadian
yang menghentakkan seperti kejadian tsunami di beberapa tempat yang memakan
korban jiwa dan kerugian material yang cukup besar. Bencana alam dapat terjadi
di belahan bumi manapaun, termasuk di wilayah pesisir. Ancaman bahaya di
daerah pesisir berkaitan dengan proses-proses geologi khas untuk daerah pesisir.
Proses-proses geologi tersebut umumnya adalah proses-proses geologi yang
berkaitan dengan kondisi angin, gelombang, pasang surut dan arus dan
terekpresikan dalam bentuk tsunami, gelombang karena badai, banjir pasang
surut, erosi pantai. Selain itu, ada pula bencana geologi yang tidak berkaitan
dengan berbagai faktor yang disebutkan itu, yaitu sedimentasi yang berkaitan
dengan suplai muatan sedimen dari daratan, dan bencana subsiden yang berkaitan
dengan kompaksi batuan atau endapan sedimen (Setyawan, 2016).

2.2.1 Gelombang
Gelombang laut menurut Holthuijsen (2007) adalah air laut dengan
gerakan naik turun dengan arah tegak lurus permukaan air laut yang
membentuk kurva atau grafik sinusoidal. Jika gelombang menjalar dari

4
tempat yang dalam menuju ke tempat yang makin lama makin dangkal, pada
suatu tempat tertentu gelombang tersebut akan pecah dan dilepaskan kepantai
dalam bentuk hempasan ombak sehingga berpotensi untuk menerjang sesuatu
yang ada disekitar ekosistem pantai tergantung besaran dan kecepatan ombak.
Gelombang menimbulkan energi untuk membentuk pantai,
menimbulkan arus dan transport sedimentasi dalam arah tegak lurus dan
sepanjang pantai, serta menyebabkan gaya-gaya yang bekerja pada bangunan
pantai oleh karena itu gelombang menjadi faktor utama dalam penentuan tata
letak pelabuhan, alur pelayaran, perencanaan bangunan pantai dan
sebagainya.
Timbulnya gelombang laut dapat diklasifikasikan menjadi beberapa
macam berdasarkan daya pembangkitnya , gaya pembangkit tersebut terdapat
4 macam yaitu :
a. Gelombang Angin, merupakan Gelombang laut yang muncul karena
adanya angin di permukaan laut. Gelombang ini mempunyai periode
yang sangat bervariasi, ditinjau dari frekuensi kejadiannya, pada saat-
saat tertentu gelombang yang diciptakan oleh angin ini bisa dalam ukuran
besar, hal ini tergantung pada kekuatan angin yang muncul, dan
gelombang angin merupakan gelombang yang paling dominan terjadi di
laut.
Gelombang yang disebabkan oleh angin ini disebut juga
gelombang badai, gelombang tinggi yang muncul pada saat angin
kencang atau badai berlangsung dan reda ketika angin berlalu. Di
Indonesia gelombang tinggi dapat muncul dari arah Samudera Hindia
atau Pasifik bila terjadi siklon dikawasan kedua Samudera tersebut.
Secara lokal, gelombang tinggi dapat muncul pada saat bertiupnya angin
monsoon, yang di Indonesia dikenal dengan musim barat dan musim
timur (Setyawan, 2016).
b. Gelombang Pasang Surut, merupakan gelombang yang disebabkan
oleh gaya tarik bumi terhdap benda-benda langit, benda langit yang besar
pengaruhnya adalah matahari dan bulan. Pasang surut merupakan

5
fenomena naik turunnya permukaan air laut pada periode tertentu
(Kramadibrata, S., 2002). Pasang surut merupakan fenomena naik
turunnya permukaan air laut dengan periode sekitar 12,4 jam atau 24,8
jam. Fenomena pasut ini juga berpengaruh terhadap perubahan dari
bentuk bumi dan atmosfer. Pengamatan pasut dilakukan untuk
mendapatkan tinggi nol dari permukaan air laut yang nantinya kedalaman
suatu titik di dasar perairan atau ketinggian titik di pantai mengacu pada
permukaan laut yang dianggap sebagai bidang referensi atau yang biasa
disebut sebagai datum vertikal. Arus pasang surut disebabkan oleh
fenomena pasang surut yang dapat berubah sesuai dengan tipe dari
pasang surut tersebut, sehingga arus pasang surut dapat memiliki tipe
seperti tipe pasang surut yaitu diurnal atau harian tunggal dimana dalam
satu hari terdapat satu kali perubahan arus, sedangkan untuk daerah yang
memiliki tipe pasang surut semi diurnal atau harian ganda maka dalam
satu hari akan mengalami dua kali perubahan arah arus (Rudimansyah,
Dkk., 2008).
c. Gelombang Tsunami, merupakan gelombang yang terjadi dipicu
oleh beberapa penyebab yakni gempa bumi, gempa laut, letusan gunung
berapi atau hantaman benda langit kedalam laut. (Sugito Dkk., 2008).
Ketika tsunami berada jauh di tengah lautan, gelombangnya tidak
terlihat, akan tetapi begitu mencapai wilayah atau laut dangkal
gelombangnya yang bergerak cepat akan semakin membesar. Tsunami
memiliki karakteristik yang berbeda dengan gelombang pasang (tidal
wave) atau gelombang permukaan (surface wave) yang biasa dijumpai di
pantai. Tsunami bersifat transient dan implusif, artinya semakin melemah
dengan bertambahnya waktu dan mempunyai umur sesaat. Sedangkan
gelombang permukaan bersifat kontinyu dan berlangsung dalam waktu
yang lama dengan periode gelombang hanya beberapa detik
(Cokrobasworo, 2013).
d. Gelombang Badai adalah sebutan untuk fenomena gelombang laut
yang terjadi karena tiupan angin badai, yang ukurannya di atas ukuran

6
gelombang normal, yang melanda ke daratan. Di Indonesia, secara umum
masyarakat menyebut fenomena gelombang ini dengan Gelombang
Pasang. Gelombang badai dapat menyebabkan air laut naik ke daratan
hingga mencapat jarak 200 meter ke dalam daratan dari tepi pantai.
Berbeda dengan tsunami yang terjadi karena gempa, longsoran bawah
laut atau letusan gunungapi bawah laut, fenomena gelombang badai ini
terjadi menyusul terjadinya badai atau tiupan angn yang sangat kencang
di lautan (fenomena meteorologi), tinggi gelombangnya dapat mencapai
belasan meter di daerah dekat sumber angin, dan gelombang terus
berlangsung selama angin bertiup dan reda bersama dengan redanya
tiupan angin. Berkaitan dengan mekanisme pencetusannya, fenomena
gelombang badai ini hanya terjadi pada waktu-waktu tertentu yang
berkaitan dengan musim angin tertentu, dan hanya melanda lokasi-lokasi
tertentu pula.

2.3 Manajemen Bencana


Manajemen bencana merupakan suatu bentuk trangkaian kegiatan dinamis,
terpadu dan berkelanjutan yang dilaksanakan semenjak sebelum kejadian bencana,
pada saat atau sesaat setelah kejadian bencana hingga pasca kejadian bencana
(Idup dkk., 2004). Kegiatan yang dilakukan dalam rangka menejemen bencana
antara lain:
1. Sebelum Kejadian Bencana
Mitigasi Bencana merupakan kegiatan yang amat penting dalam
penanggulangan bencana, karena kegiatan ini merupakan kegitan
sebelum terjadinya bencana yang dimaksudkan untuk mengantisipasi
agar dampak yang ditimbulkan dapat dikurangi. Mitigasi Bencana di
Wilayah Pesisir dapat dilakukan secara struktural maupun secara non
struktural, yaitu dengan melakukan upaya teknis baik secara alami
maupun buatan, seperti pembangunan breakwater dan dan penanaman
mangrove untuk mitigasi tsunami, pananaman tanggul, kanal-kanal
diversi, pintu-pintu air pengendali banjir, normalisasi sungai dan sistem

7
polder pada daerah rawan banjir, groin pada daerah pesisir yang rentan
erosi dan pembuatan struktur tahan bencana. Sedangkan mitigasi non
struktural adalah upaya non teknis yang menyangkut penyesuaian dan
pengaturan tentang kegiatan manusia agar sejalan dan sesuai dengan
upaya mitigasi struktural. Mitigasi non struktural antara lain dengan
membuat kebijakan tata guna lahan, kebijakan standarisasi bangunan
tahan bencana dan kebijakan tentang ekplorasi dan kegiatan
perekonomian masyarakat kawasan pesisir.
2. Pada saat atau sesaat setelah kejadian bencana
Penyelamatan korban bencana, termasuk pula usaha pencarian dan
evakuasi (pengungsian) korban. Pemberian bantuan kepada korban
bencana, meliputi pemberian bantuan bahan makanan, pelayanan sosial
(santunan), dan pelayanan medik.
3. Pasca kejadian bencana
Rehabilitasi dan rekonstruksi pada bangunan dan infrstruktur yang
rusak bahkan hancur akibat bencana.
Manajemen bencana merupakan salah satu tanggung jawab
pemerintah pusat maupun daerah bersama-sama masyarakat dalam rangka
mewujudkan perlindungan yang maksimal kepada masyarakat beserta aset-
aset sosial, ekonomi dan lingkungannya dari kemungkinan terjadinya
bencana.

2.4 Mitigasi Kebencanaan


Secara Umum pengertian mitigasi adalah usaha untuk mengurangi dan /
atau meniadakan korban dan kerugian yang mungkin timbul, maka titik berat
perlu diberikan pada tahap sebelum terjadinya bencana, yaitu terutama kegiatan
penjinakan / peredaman atau dikenal dengan istilah Mitigasi. Sedangkan menurut
UU No 24 Tahun 2007, Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 angka 9 dan PP No 21
Tahun 2008, Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 angka 6, arti mitigasi adalah upaya
yang ditujukan untuk mengurangi dampak dari bencana, Mitigasi adalah
serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan

8
fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman
bencana. Mitigasi pada prinsipnya harus dilakukan untuk segala jenis bencana,
baik yang termasuk ke dalam bencana alam (natural disaster) maupun bencana
sebagai akibat dari perbuatan manusia (man-made disaster). Secara garis besar
proses penyusunan/penulisan rencana penanggulangan bencana adalah sebagai
berikut :

Gambar. 2.1 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana


( Sumber : Perka BNPB 4-2008)

2.4.1 Pilihan Tindakan Penanggulangan Bencana


Pilihan tindakan yang dimaksud di sini adalah berbagai upaya
penanggulangan yang akan dilakukan berdasarkan perkiraan ancaman
bahaya yang akan terjadi dan kemungkinan dampak yang ditimbulkan.
Secara lebih rinci pilihan tindakan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Pencegahan dan Mitigasi
Upaya atau kegiatan dalam rangka pencegahan dan mitigasi
yang dilakukan, bertujuan untuk menghindari terjadinya bencana serta
mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh bencana. Tindakan mitigasi
dilihat dari sifatnya dapat digolongkan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu
mitigasi pasif dan mitigasi aktif.

9
Tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi pasif
antara lain adalah :
1. Penyusunan peraturan perundang-undangan
2. Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah.
3. Pembuatan pedoman/standar/prosedur
4. Pembuatan brosur/leaflet/poster
5. Penelitian / pengkajian karakteristik bencana
6. Pengkajian / analisis risiko bencana
7. Internalisasi PB dalam muatan lokal pendidikan
8. Pembentukan organisasi atau satuan gugus tugas bencana
9. Perkuatan unit-unit sosial dalam masyarakat, seperti forum
10. Pengarus-utamaan PB dalam perencanaan pembangunan
Sedangkan tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi aktif
antara lain:
1. Pembuatan dan penempatan tanda-tanda peringatan, bahaya,
larangan memasuki daerah rawan bencana dsb.
2. Pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai peraturan tentang
penataan ruang, ijin mendirikan bangunan (IMB), dan
peraturan lain yang berkaitan dengan pencegahan bencana.
3. Pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat.
4. Pemindahan penduduk dari daerah yang rawan bencana ke
daerah yang lebih aman.
5. Penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat
6. Perencanaan daerah penampungan sementara dan jalur-jalur
evakuasi jika terjadi bencana.
7. Pembuatan bangunan struktur yang berfungsi untuk
mencegah, mengamankan dan mengurangi dampak yang
ditimbulkan oleh bencana, seperti: tanggul, dam, penahan
erosi pantai, bangunan tahan gempa dan sejenisnya.
Adakalanya kegiatan mitigasi ini digolongkan menjadi mitigasi
yang bersifat non-struktural (berupa peraturan, penyuluhan,

10
pendidikan) dan yang bersifat struktural (berupa bangunan dan
prasarana).

2.4.2 Mitigasi struktural (Bangunan Pelindung Pantai)


Bangunan pelindung pantai digunakan untuk melindungi pantai
terhadap kerusakan karena serangan gelombang dan arus. Hal ini
sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 64
tahun 2010 Tentang Mitigasi bencana di wilayah pesisir Dan pulau-
pulau kecil. Ada 3 bangunan yang difungsikan sebagai peredam
tsunami yaitu :
1. Tembok Laut (Sea Wall);
2. Pemecah Gelombang (breakwater);
3. Tanggul Laut (Sea Dike);

2.4.3 Pemecah Gelombang


Menurut Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum No .07 /SE/M/
2010 Pemecah Gelombang adalah konstruksi pengaman yang
posisinya sejajar atau kira kira sejajar garis pantai dengan tujuan
untuk meredam gelombang datang. Pemecah Gelombang dibedakan
menjadi dua macam yaitu pemecah gelombang sambung pantai dan
lepas pantai. Tipe pertama digunakan untuk perlindungan perairan
pelabuhan sedang tipe kedua untuk perlindungan pantai terhadap
erosi. Pemecah gelombang lepas pantai bisa dibuat dari satu pemecah
gelombang atau suatu seri bangunan yang terdiri dari beberapa ruas
pemecah gelombang yang dipisahkan oleh celah. Pemecah gelombang
dapat dibedakan menjadi 3 tipe (B. Triatmodjo, 1999) yaitu:

1. Pemecah gelombang tipe sisi miring


Pemecah gelombang ini biasanya terbuat dari tumpukan batu
alam, blok beton, gabungan antara batu pecah dan blok beton, batu
buatan dari beton dengan bentuk khusus seperti tetrapod, quadripods,

11
tribars, dolos dan sebagainya. Menurut Soedjono dan Soehedy (2011)
semakin dalam suatu perairan maka semakin besar dan kekuatan
gelombang makin kecil atau berkurang. Pemecah gelombang dapat
dibedakan menjadi 3 tipe (B. Triatmodjo, 1999) yaitu:

Gambar. 2.2 Pemecah Gelombang Tipe Sisi Miring

2. Pemecah gelombang tipe sisi tegak


Pemecah gelombang ini biasanya ditempatkan di laut dengan
kedalaman lebih besar dari tinggi gelombang, akan memantulkan
gelombang tersebut. Superposisi antara gelombang datang dan
gelombang pantul akan menyebabkan terjadinya gelombang stasioner
yang disebut dengan klapotis. Kedalaman maksimum pemecah
gelombang ini masih bisa dibangun antara kedalaman 15-20 meter.
Bila lebih besar dari kedalaman tersebut, pemecah gelombang menjadi
sangat lebar (Bambang Triatmodjo, 2003).
Pemecah gelombang sisi tegak dibuat apabila tanah dasar
mempunyai daya dukung besar dan tahan terhadap erosi. Pada tanah
dasar dengan daya dukung rendah, dasar dari tumpukan batu dibuat
untuk menyebarkan beban pada luasan yang lebih besar.
Pemecah gelombang sisi tegak dapat terbuat dari blok-blok
beton massa yang disusun secara vertikal, kaison beton, turap beton
atau baja yang dipancang. Suatu blok beton bisa mempunyai berat 10
sampai 50 ton. Kaison adalah konstruksi yang berupa kotak dari beton

12
bertulang yang dapat terapung di laut. Dibawah ini merupakan gambar
dari pemecah gelombang sisi tegak:

Gambar 2.3 Pemecah Gelombang Tipe Sisi Tegak 24


3. Pemecah gelombang tipe campuran
Pemecah gelombang campuran ini terdiri dari pemecah
gelombang sisi tegak yang dibuat di atas pemecah gelombang
tumpukan batu. Bangunan ini dibuat apabila kedalaman air sangat
besar dan tanah dasar tidak mampu menahan beban dari pemecah
gelombang sisi tegak. Pemecah gelombang ini juga harus mampu
menahan serangan gelombang pecah. Tipe ini dibuat digunakan pada
kedalaman air yang besar dan apabila pemecah gelombang sisi miring
dan sisi tegak dinilai tidak ekonomis. Bahan yang digunakan
merupakan kombinasi dari kedua tipe sebelumnya.

Gambar 2.4 Pemecah Gelombang Tipe Campuran

2.5 Pemodelan Tsunami

13
Pemodelan penyebaran gelombang tsunami terbagi menjadi dua yaitu
sumber tsunami dekat (near-field) dan sumber tsunami jauh (far-field) yang
dimana dengan rumusan model pendekatan sumber tsunami jauh menggunakan
sistem koordinat bola dan sumber tsunami dekat menggunakan sistem koordinat
kartesian. Penelitian ini menggunakan sumber tsunami dekat (near-field) sebagai
numerical computation. Pemodelan tsunami dalam pemodelan merupakan hasil
dari sebaran gelombang air laut akibat pembangkitan dari gempa tektonik maupun
vulkanik yang menghasilkan rumusan dan data penelitian tersebut. Persamaan
gelombang dalam model matematika terbagi menjadi beberapa type yaitu shallow
water (non linier dan linier), Boussineq dan Computation Fluid dinamics (Phillip
L-f. Liu. 2013).

2.5.1 Persamaan Pembentuk aliran (governing equation)


Rumusan yang berhubungan dengan gelombang yaitu persamaan dari
pendekatan air dangkal yang dimana dimulai dengan persamaan 2D hingga
3D. Berikut penjelasan persamaan pembentuk aliran (governing equation) :
1. Persamaan tekanan hidrostatis
Persamaan tekanan hidrostatis adalah persamaan momentum arah
vertical yang telah disederhanakan berdasarkan S.W.Assumption :
∂P
+¿−P g …………….....……………..……………... ………... (2,1)
∂z
2. Persamaan kontinuitas
∂u ∂v ∂ w
+ + =0……………..…..………………...…......……...... (2,2)
∂x ∂x ∂ x
3. Persamaan momentum arah x
∂u ∂ u2 ∂ uv ∂ uw 1 ∂ ∂u
+ + + −fv Px −F x − + = 0..….......…..... (2,3)
∂t ∂ x ∂ y ∂z ρ0 ∂z ∂z
4. Persamaaan momentum ke arah y
∂ v ∂ vu ∂ v 2 ∂ vw 1 ∂ ∂v
+ + + −fu P y −F y − + = 0..….........…..... (2,4)
∂t ∂ x ∂ y ∂ z ρ0 ∂z ∂z
Keterangan :
v = Kecepatan aliran pada sumbu x

14
u = Kecepatan aliran pada sumbu y
w = Kecepatan aliran pada sumbu z
P = Tekanan hidrostatis
g = gravitasi 9,81 m/s

Tinggi gelombang tsunami dilaut sebagai titik penelitian yang


disamakan dengan tinggi didarat juga bisa didapatkan menggunakan
persamaan green formula sebagai berikut :

Gambar 2.3 ihtisar perhitungan


1
η2 h 1 4
=( ) …………………..….…………………………….….…….
η1 h 2
Keterangan : η1= Tsunami Height in the sea (m)
η2 = Tsunami Height in coastal area (m)
h1 = Water Depth in the sea (η1 ¿ (m)
h2 = Water Depth in the sea (η2 ¿ (m)

2.5.2 Pemodelan Delft 3D


Untuk proses pemodelan numerik pantai yang sesuai dengan keadaan
di lapangan, para peneliti membutuhkan pemodelan yang mampu
memberikan hasil yang baik dan cukup sesuai dengan kondisi di lapangan.
Delft3D adalah rangkaian perangkat lunak yang dikembangkan oleh
Deltares yang unik dan terintegrasi penuh multi guna untuk pendekatan dan
perhitungan 3D di wilayah pesisir, sungai dan muara. Pemodelan ini dapat
melakukan simulasi arus, pengangkutan sedimen, gelombang, kualitas air
perkembangan morfologi dan ekologi. Delft3D-Flow adalah simulasi multi
dinamik 2D atau 3D (Deltares Systems, 2014).
Dalam penelitian ini Delft3D dimanfaatkan untuk melakukan simulasi
guna mendapatkan informasi keberfungsian seawall sebagai dampak
pengurangan risiko oleh gelombang tsunami. Dengan parameter

15
pembangkitan gelombang tsunami dari delft3d dashboard hingga simulasi
Delf3D flow yang akan menghasilkan pengurangan gaya gelombang
tsunami yang ditampilkan dalam 2D atau angka dengan skenario yang sudah
dipersiapkan sebelumnya, serta akan ditampilkan genangan atau pemodelan
luapan genangan air laut akibat adanya dinding laut.
Persamaan yang mengatur dalam Delft3D yang dipakai dalam
pemodelan ini menggunakan pendekatan system koordinat kartesian dengan
rumus sebagai berikut :
∂ ζ ∂ [ (d+ ζ )U ] ∂ [ (d +ζ )V ]
+ + =Q ……………………………………….…..
∂t ∂x ∂y
…… (2,6)
Persamaan yang digabungkan pada koordinat kartesian :

w=ω +u σ( ∂ H ∂ζ
+
∂x ∂ x
+v σ) (
∂H ∂ζ
+
∂y ∂y
+ σ
∂ H ∂ζ
+
∂ t ∂t)( )
…………….…..…..…

(2,7)

Rumusan teori yang di pakai dalam simulasi delft3D telah di


deskresikan dan diintergasikan dengan persamaan air dangkal yang
tergabung dalam beberapa persamaan baru disebut persamaan tipe ADI.
Teknik Solusi tipe ADI yang dijelaskan merupakan persamaan air dangkal
menghindari yang kuat dengan pembatas numerik dari intergrasi waktu
eksplisit. Berikut rumusan kondisi langkah courant untuk perambatan
gelombang (pada kotak(grid) persegi panjang) :

(2,8)
A=2 Δt √ g H
√ 1
+
1
Δ x Δ y2
2
¿ 1…………….…………..…………….....……...

Delft3D flow juga menggunakan beberapa persamaan diantaranya


persamaan dalam pendeketan turbulensi, persamaan arah angin (z -model)
dan persamaan lainnya yang terbagi dalam 4 skema.

2.5.3 Fourier Analysis


Fourier analysis adalah fitur yang terdapat pada delft3d yang dimana
dapat memberikan satu pengukuran dimana yang menampilkan ketinggian

16
maksimum atau minimum atau nilai yang diturunkan untuk persamaan
gelombang panjang linier 1D tanpa adveksi adveksi mengganti gelombang
dengan periode Td. (Delft3D-FLOW User Manual hal 228, 2014).

Batas Ketinggian air α =Td


√ H
ɡ
,( s)2

Batas kecepatan: α = Td [s]

2.6 Penelitian Terdahulu


Beberapa Literatur yang membahas mitigasi tsunami dan memodelkan
gelombang tsunami sebagai rujukan penelitian.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Penulis (Tahun) Judul Tujuan Metode Hasil


Penelitian
1 Martyasari I.
K, Pengurangan Mengusulkan upaya - Analisis Terdapat 13 titik Evakuasi yang
Risiko bencana
Turniningtyas A. R., pengurangan risiko Deskritif terdapat di pesisir pantai puger.
tsunami pesisir :
Nindya S. (2012) studi kasus bencana tsunami di - Analisis dengan Ada 3 titik yang evakuasi existing
pantai puger,
pantai Puger pengamatan dan oleh BPBD Jember.
Jember
penggabungan
Peta.
- Software GIS
2 Imun Maemunah, I. Identifikasi Mengetahui daerah - Analisis Basis data potensi kerawanan
potensi
et al (2011) rawan tsunami dengan Deskriptif tsunami dengan zonasi tingkat
kerawanan
tsunami di penentuan zonasi quantitative tinggi, sedang dan rendah di
wilayah
Kawasan rawan - Software GIS wilayah Kabupaten Jember
Kabupaten
Jember Jawa bahaya di kabupaten Jawa Timur.
Timur
Jember
3 Buddin Al H, Mardi Hydrodynamics Mengetahui hasil dari - Simulasi Memberikan gambaran debit
W, Widjo K, Modeling of
reduksi giant seawall pemodelan maksimum dengan data angka
Muhammad I, Giant Seawall in
Semarang Bay yang ada di hidrodinamik dan prilaku kondisi aliran
Wahyu H, Gugum G,
seemarang. - software Mike. dalam radius 5km
(2014)

4 M. B. Pratama Tidal Flood in Mengetahui banjir - Pemodelan Mengetahui luas banjir dan
Pekalongan:
(2018) pasang surut di Kota Pasang surut dampak penurunan tanah
Utilizing and

17
Operating Open Pekalongan, - Software Deltf3D serta Menunjukkan prediksi
Resources for
termasuk dampak banjir pasang surut hingga
Modeling
penurunan tanah tahun 2050.
dengan software
Delf3D
5 Silvia Chacón- Development of Mengetahui rumusan - Pemodelan rumusan penelitian
a modelling
Barrantes (2015) dan penggunaan dari gelombang hidrodinamis air dan
strategy for
simulation of pemodelan delft3D tsunami morfologi pantai dapat
coastal
- Software Delft3D dipengaruhi oleh beberapa
development due
to tsunamis akibat yaitu badai,
gelombang tinggi dan
beberapa parameter lain
seperti parameter gempa.

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Pantai Puger terletak di Kecamatan Puger Kabupaten Jember. Kecamatan


Puger dengan luas wilayah kurang lebih 148,99 km2, secara geografis berada pada
posisi koordinat 08°22’ LS sampai dengan 113°29’ BT. Pantai Puger berada
dalam wilayah administrasi Kecamatan Puger dengan batas - batas wilayah
sebagai berikut :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Balung
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Jawa
c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Gumukmas
d. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Wuluhan

18
Lokasi
penelitian

Gambar 3.1 Lokasi Penelitian


(Sumber : google maps di akses tanggal 20 juni 2019)
Lokasi Penenlitian berada di lingkar daerah yang tertandai kuning dan
berada dibalik pulau Nusa Barong. Di daerah tersebut terdapat muara sungai yang
merupakan jalur akses nelayan menuju pelabuhan yang disebut sebagai plawangan
Jember.
3.2 Tahapan Pelaksanaan Penelitian

Tahapan penelitian secara sistematis, dapat dilihat pada Gambar 3.2


MULAI

SURVEI PENDAHULUAN

STUDI LITERATUR

PENGUMPULAN DATA

- Data Gempa Banyuwangi 1994


(skenario 1)
- Data Peta Pangandaran 2006
(skenario
Input 2)
data ke Delft3D
- Penentuan Grid
- Initial Surface
- Gempa Banyuwangi 1994 Tidak
VALIDASI

Tsunami Banyuwangi 1994

19
OK

SIMULASI SIMULASI SIMULASI


Parameter Tsunami gempa Parameter Gempa Pangandaran Parameter Gempa Gabungan
Banyuwangi 1994 (Skenario 1) (Skenario 2) (skenario 3)

D
isain Breakwater

SIMULASI
SIMULASI Skenario Breakwater jauh dari pantai
Skenario Breakwater dekat dengan pantai

EVALUASI
Reduksi breakwater pada kecepatan
dan tinggi gelombang tsunami
Tidak
OK
KESIMPULAN

Gambar 3.2. Bagan Alir Penelitian

3.3 Tahapan Pelaksanaan Penelitian

MULAI

SURVEI PENDAHULUAN

STUDI LITERATUR

PENGUMPULAN DATA

- Data Gempa Banyuwangi


1994
Input
data ke Delft3D
- Penentuan Grid
- Initial Surface
- Gempa Banyuwangi 1994 Tidak
VALIDASI

Tsunami Banyuwangi 1994


OK
SIMULASI

Tsunami dengan data Gebco, (Skenario 1)

Desain
Breakwater Horizontal dan diagonal
SIMULASI

Skenario 2 dan skenario 3 dengan adanya Breakwater

20
Tidak

Desain
Breakwater Dekat dari pantai (DDP) dan Jauh dari pantai (JDP)

SIMULASI

Skenario 2 dan skenario 3

EVALUASI
Tinggi dan waktu tempuh tsunami terbaik
yang bisa dicapai.

OK
KESIMPULAN

Gambar 3.2. Bagan Alir Penelitian

3.3.1 Survei Pendahuluan

Survei pendahuluan menjadi sarana yang baik untuk

menganalisis dan mendapatkan informasi terkait lokasi penelitian.

Langkah awal yang dilakukan adalah identifikasi lokasi dan

wawancara pada masyarakat sekitar lokasi serta dengan stakeholder

terkait penggalian sejarah mengenai kejadian tsunami dan

perkembangan terhadap mitigasi tsunami di lokasi penelitian.

3.3.2 Studi Literatur

Untuk mencari referensi teori yang relevan dengan kasus atau

permasalahan yang ditemukan, penelusuran perlu dilakukan

diantaranya menggali informasi mengenai :

a. Potensi bencana didaerah pesisir pantai secara umum,

b. Gelombang tinggi tsunami,

21
c. Manajemen bencana daerah pesisir pantai,

d. Penelitian sebelumnya pada daerah penelitian,

e. Pemodelan untuk menentukan luas genangan.

f. Penelusuran kajian mitigasi struktural terhadap tsunami.

Referensi ini dapat ditelusuri melalui buku, jurnal, artikel

penelitian dan website serta kajian penelitian dari stakeholder terkait.

Tujuan dari penelusuran referensi ini adalah sebagai landasan teori

dan dasar melakukan simulasi untuk menentukan parameter tinggi

tsunami yang akan divalidasi guna melihat kesesuaian rencana

dimensi tembok laut (seawall)dalam upaya mereduksi tinggi

gelombang tsunami dan waktu tempuh tsunami sampai di Pantai

Puger.

3.3.3 Pengumpulan Data dan Pengolahan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini terdiri atas dua data


a. Data sekunder
Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengajukan ke
stakeholder/instasi terkait yaitu Dinas Kelautan dan perikanan
Provinsi jawa timur, Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Jember dan Badan oseanografi Indonesia serta pengambilan data
melalui proses akses hingga mendownload dari BIG dan data dari
delft3D Dashboard. Berikut data sekunder yang dibutuhkan :
a. Peta Resiko Bencana Tsunami
b. Data topografi
c. Data batimetri

22
d. Data elevasi muka air dan arus laut
e. Data Mitigasi tsunami Jember
f. Peta Jalur evakuasi Tsunami Jember

3.3.4 Pemodelan Delft3D Dashboard

Pemodelan Delft3D Dashboard merupakan bagian pecahan

yang ada di Delft3D tetapi tidak menjadi satu bagian pada software

Delft3D, software ini berguna menentukan pembangkitan gelombang

berdasarkan titik patahan yang di formulasikan dengan kebutuhan

intial gempa dan daerah yang akan diteliti (domain penelitian).

3.3.5 Langkah Pemodelan Delft3D Flow

Delft3D flow merupakan salah satu fitur yang terdapat pada

software Delft3D. Pemodelan Delft3D Flow merupakan langkah

keberlanjutan yang dilakukan setelah memasukan input data dari

Delft3D Dashboard, pengecekan kesesuaian data input Delft3D

Dasboard dan selajutnya melakukan poses running hingga keluarnya

output.

Penjelasan Proses Pengerjaan Menggunakan Software Delft3D


3.3.6

Dalam pengerjaan terbagi menjadi 2 yaitu pada Delft3D

Dashboard dan Delft3D flow :

23
a. Delft3D Dashboard
Pengerjaan awal Delft3D dimulai dengan menentukan ruang kerja

yang disesuaikan pada koordinat area kerja. Pekerjaan ini di jelaskan sesuai

urutan proses input pada Delft3D Dashboard sebagai berikut :

Start

Pemasukan data kotak alat (tool box)


Pembuatan area kerja (domain)
Interpolasi batimetri dan topogragi
Atur waktu simulasi yang digunakan

Atur rumusan yang digunakan


kekentalan air
Parameter numerik

Masukan data parameter Gempa

Gambar 3.3 diagaram alur software Delft3D dashboard


Finish
Proses simulasi karakteristik megatrust 2017 memiliki alur yang

sama dengan proses simulasi karakteristik gempa banyuwangi 1994 dan

proses simulasi dilakukan secara bergantian.

1. Data Toolbox
Pemasukan data toolbox berupa pembuatan kotak kerja dan

penentuan kotak ketelitian data yang akan digunakan, Kotak kecil

tersbut akan berisi data batimetri dan topografi. Langkah selanjutnya

menentukan waktu mulai dan waktu pemrosesan yang digunakan

dalam penelitian.

2. Input data rumusan

Input data berupa densitas air dan rumusan yang di pakai dalam

penelitian.

24
3. Input data Karakteristik Tsunami

Input data berupa factor-faktor penentuan gempa yang berakibat

tsunami seperti, letak koordinat, Panjang patahan, lebar patahan, arah

patahan, kekuatan gempa, dan lain-lain.

Delft3D Flow
b.

Pengerjaan proses running hingga output dilanjutkan dengan Delft3D

flow yang di jelaskan sesuai urutan proses input pada Delft3D flow sebagai

Start
berikut :

Pemasukan data
aliran (flow input)
1. Pengecekan domain Tid
2. Pengecekan waktu ak
Memulai proses software (Running simulation)
3. Menambahkan titik obsevasi penelitian (obsevation point)

Ok
Hasil (output)
Hasil data 2 dimensi (gambar)
Hasil data angka, dll

Finish

Gambar 3.4 diagaram alur software Delft3D Flow

Flow Input
1.

Flow input merupakan pengerjaan yang dilakukan di awal setelah

Delft3D Dashboard yang berfungsi mengecek perintah pemasukan

data pada Delft3D Dashboard. Dalam tahap ini akan juga digunakan

sebagai penentuan titik- titik penelitian dalam koordinat kotak yang

telah ditentukan.

Running simulation
2.

25
Proses ini adalah proses untuk penentuan hasil yang akan

ditampilkan pada output dalam Delft3D. Dalam proses ini bisa gagal

dengan keterangan yang dapat di ubah sesuai faktor kegagalannya.

3. Output

Proses ini adalah hasil dari Delft3D yang dapat dikeluarkan sesuai

format kebutuhan.

3.3.7 Tahap Pemodelan Tinggi Gelombang Tsunami

Simulasi tsunami terbagi menjadi 2 skenario yaitu skenario satu

yang berdasarkan karakteristik gempa Banyuwangi 1994 dan skenario

dua berdasarkan karakterisktik gempa Megatrust di Kawasan Jawa

timur dan jawa tenngah. Validasi dilakukan dari hasil skenario 1

dengan jurnal observasi tsunami banyuwangi (maramai dan Tinti,

1997). Hasil 2 skenario akan menjadi penentu tinggi desain dinding

laut yang di input dalam Delft3D Flow.

3.3.8 Tahap Pemodelan Disain Breakwater

Disain dinding laut didasarkan pada keberfungsian Breakwater

yang dapat mengurangi kecepatan dan tinggi gelombang tsunami.

Evaluasi pengamatan didasarkan pada simulasi validasi sebagai upaya

mitigasi tsunami struktural sehingga didapatkan hubungan pengaruh

26
Breakwater terhadap reduksi gelombang tsunami.

27
3.3.9 Jadwal Rencana Pelaksanaan Penelitian
Rencana Kegiatan Penilitian dilakukan pada jadwal yang telah ditentukan, dapat dilihat pada Tabel 3.1

Tabel 3.1 Rencana Kegiatan Penelitian

    Waktu
No Uraian Agustus September Oktober November Desember Januari
    1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Survey Pendahuluan :                                                
  Identifikasi lokasi daerah penelitian                                                
2 Kajian Pustaka                                                
  Mempelajari kajian sebelumnya yang sejenis                                                
3 Pengumpulan data                                                
  Data Sekunder                                                
  Data Pasang Surut                                                
Data Topografi
  Data Batimetri                                                
  Mitigasi Bencana Tsunami                                                
  Peta Jalur evakuasi Tsunami                                                
4 Seminar proposal                                                
5 Revisi Proposal                                                
6 Pengolahan Data                                                
  Komputasi Metode Delf3D                                                
  Rekomendasi disain seawall                                                

28
Lanjutan....

    Waktu
No Uraian Agustus September Oktober November Desember Januari
    1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
7 Hasil penelitian                                                
8 Kesimpulan dan saran                                                
9 Publikasi                                                
10 Seminar hasil                                                
11 Revisi seminar akhir                                                
12 Persiapan siding                                                
13 Sidang                                                

29
BAB IV PEMBAHASAN

d.1 Pemodelan Numerik

Domain (area kerja)


d.1.1

Delft3D Dashboard seperti data kerapatan air, waktu simulasi, dan

data bangkitan gelombang tsunami telah disiapkan. Data Delft3D disusun

dengan nilai positif (+) untuk daerah dibawah muka air sedangkan nilai

negatif (-) adalah daerah diatas muka air (tinggi tanah). Delft3D

Dashboard akan menampilkan domain lokasi penelitian tersaji pada

Gambar 4.1 :

Research sites

Gambar 4.1. Domain penelitian berada di Pantai Puger menggunakan Delft 3D dashboard

Garis merah pada gambar 4.1 merupakan lokasi patahan lempeng

di pantai selatan Jawa. Domain simulasi terdiri dari 1091 sel arah M dan

740 sel (Grid) arah N atau luas wilayah penelitian 250.166.33348 km.

Ukuran setiap sel adalah 0,005 x 0,005 derajat atau dalam satuan meter 1

sel adalah 500 meter. Lokasi penelitian yang dilingkari merupakan pantai

30
yang ada di jember dengan tiga titik observasi (OBS) yaitu Tanjung

Pelindu Pantai Puger dan Pantai Watu Ulo.

d.1.2 Karakteristik Gempa

Data karakterisitik gempa banyunwangi didapatkan dari hasil

pengukuran survei (Maramai dan Tinti, 1994) dan akan dijadikan

sebagai bahan validasi serta ditambahkan 1 pemodelan karakteristik

gempa tsunami di pangandaran yang ditempatkan di lokasi pantai

Jember. Berikut 2 karakteristik dari peristiwa tsunami tersaji pada Tabel

4.1 :

Tabel 4.1 karakteristik dari Tsunami

Peristiwa Tsunami Episentrum MW Depth Strike Di Slip D L W


Long (°) Lat(°) (Km) (°) p (°) (m) (Km) (Km)
(°)

Tsunami 113,14 -10,547 8,0 10 100 15 85 4,7 130 70


Bayuwangi 1994
Tsunami 108.594 -9.319 7,7 20 290 10 85 15 140 20
Pangadaran 2006

Data simulasi didasarkan pada koordinat Karakteristik berikut,

panjang, lebar, arah patahan dan lain-lain. Dari 2 data tersebut maka

didapatkan 3 skenario yaitu skenario 1 adalah tsunami banyunwangi

1994, skenario 2 adalah tsunami pangandaran 2006 dan ditambah 1

skenario yaitu skenario 3. skenario 3 adalah skenario gabungan sebagai

Analisa dampak terbesar yang di letakan pada patahan lempeng bumi

31
selatan jawa di area jawa tengah-jawa timur. Berikut adalah tabel

karakteristik tsunami dari masing-masing skenario tersaji pada Tabel 4.2

Tabel 4.2 Indeks data skenario sesar gempa yang digunakan

Nama longitude latitude Magnitude Dept Strike Dip slip Fault Length Faulth Width
(o) (o) (Mw) h (o) (o) (Km) (Km)
(Km)

Skenario 1 112.835° -10.477° 8 10 100 15 85 130 70


113.706° -10.627°
Skenario 2 112.835° -10.477° 7,7 20 290 10 90 140 20
111.657° -10.055°
Skenario 3 111.657° -11.006° 8 10 285 15 85 270 70
113.706° -10.586°

d.1.3 Titik lokasi penelitian (Obsevation point)

Titik lokasi Penelitian di tentukan di tiga titik sesuai jurnal

Maramai dan Tinti yaitu di Tanjung Pelindu, Pantai Puger Dan Pantai

Watu Ulo. Data ini akan di pandukan dengan data simulasi sebagai bahan

validasi dalam pemodelan tsunami menggunakan rumus green formula

sebagai pendekatan. Berikut gambar titik observasi tersaji pada Gambar

4.2 :

32
Gambar 4.2 Titik penelitian sebagai bahan validasi
(gambar diperoleh dari jurnal Maramai dan Tinti 1994)

Dari gambar titik observasi tersebut dilakukan penyesuaian

pengukuran pada skala gambar di bagi dengan koordinat yang tertera

sehingga didapatkan koordinat validasi sesuai pada gambar. Pengukuran

digunakan dengan menggunakan autocad dibagi dengan koordinat

pengerjaan terlampir. Hasil pengukuran koordinat tersaji pada Tabel 4.3:

Table 4.3. Validasi hasil simulasi tsunami tahun 1994

N Koordinat Hasil
Lokasi Data observasi Persentase
o simulasi
latitude longitude
1 Tanjung Pelindu -8.32 113.32 3,2 m 3,42 m 6.875 %
2 Pantai Puger -8.38 113.43 4,88-5,85 m 5,96 m 11.09 %
3 Pantai Watu Ulo -8.44 113.56 6,5 - 7,5 m 7,15 m 2.14 %
Hasil yang diperoleh dari model simulasi menunjukkan bahwa

ketinggian tsunami lebih dari 3 meter hingga 7,15 meter menunjukkan

bahwa bahaya tsunami masih cukup perlu untuk diwaspadai. Perbedaan

antara model data observasi adalah reduksi di Pantai Watu Ulo, terdapat

perbedaan dari 2 persen hingga 11 persen kondisi ini dimungkinkan

terdapat faktor lain yang terjadi selama periode tersebut seperti

perbedaan pasang surut, angin musiman, dll. Data Observasi simulasi

tersebut diambil dari 3 titik observasi yang berada di sekitar garis pantai

33
yang masih tergenang air laut, hal ini dikarenakan kondisi sel yang masih

terlalu besar sehingga kondisi hasil simulasi tidak dapat tergenang air

didarat. Berikut hasil dari validasi pemodelan di titik obervasi tersaji

pada Gambar 4.3 :

Gambar 4.3 Titik penelitian sebagai bahan validasi

d.1.4 Simulasi ke Tiga Skenario

Simulasi 3 skenario dilakukan guna melihat besaran tsunami yang

dapat terjadi di 3 titik obervasi sebelumnya. Pembangkitan gelombang

tertinggi dipatahan didapatkan hingga 3,5 meter dan dengan surut air di

sekitar gempa hingga minus 1, 5 meter. Berikut gambar pembangkitan

tsunami tersaji pada Gambar 4.4, Gambar 4.5 dan Gambar 4.6 :

34
Gambar 4.4 Pembangkitan gelombang skenario 1
(tsunami banyuwangi 1994)

Gambar 4.5 Pembangkitan gelombang skenario 2


(tsunami Pangandaran 2006)

35
Gambar 4.6 Pembangkitan gelombang skenario 3
(Tsunami Gabungan karakterisitik gempa Banyuwangi 1994 dan Pangandaran 2006)

Simulasi ini menggunakan time step hingga 6 jam dengan pembagian

waktu setiap 5 menit guna melihat waktu dan titik tertinggi dari capaian

gelombang tsunami tersebut. Berikut hasil grafik dari ke 3 skenario tersaji pada

Gambar 4.7 :

Gambar 4.7 Grafik perbandingan 3 simulasi dengan pembagian waktu 5 menit

Berikut Analisa data berdasarkan waktu kedatangan dari setiap

36
simulasi pada 3 titik OBS tersaji pada Tabel 4.4 :

No Lokasi Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3

1 Tanjung Pelindu 01:06 00:42 00:55


2 Pantai Puger 00:36 00:30 00:45
3 Pantai Watu ulo 00:35 00:32 00:40
Tabel 4.4. Validasi hasil simulasi tsunami tahun 1994

Untuk mendapatkan hasil maksimum Ketinggian maka akan

digunakan Fourier analysis. Fitur ini tidak terikat waktu dan hanya dapat

menunjukan 1 waktu dengan kondisi tinggi maksimum tsunami. Berikut

adalah hasil perhitungan tersaji pada Gambar 4.8 :

Gambar 4.8 Grafik perbandingan Tinggi Tsunami dari 3 simulasi


7.5
5.85
Skenario
3.2
3 menunjukkan tsunami tertinggi di antara simulasi dalam

hal ketinggian gelombang tsunami. Yang perlu diperhatikan adalah

waktu datangnya tsunami dari simulasi 3 yang mencapai 10,91 meter

hingga 22,34 meter. Waktu tempuh tsunami berdasarkan data penelitian

berbeda-beda, sehingga perlu dilakukan perhitungan waktu kedatangan

tsunami untuk mempertimbangkan dampak bahaya dari gelombang

37
tsunami. Pengamatan tsunami Pangandaran memiliki waktu tercepat

mencapai pantai, namun tidak terlalu beresiko dengan ketinggian data

tsunami.

d.2 Pemodelan Tsunami dengan adanya Pemecah gelombang Offshore

d.2.1 Penentuan Titik Observasi

Penentuan Titik pengukuran Observasi (OBS) dilakukan guna

mengukur kecepatan dan ketinggian tsunami setelah melewati

breakwater tersebut. Fungsi dari titik ini adalah untuk mengetahui

reduksi dari beberapa pemodelan Pemecah gelombang yang akan

dilakukan sebelum masuk ke area muara sungai dengan

mempertimbangkan waktu tiba tsunami sebagai waktu evakuasi dan

ketinggian tsunami sebagai bahaya yang nantinya diharapkan dapat

dilanjutkan dalam skema mitigasi yang baik. Titik OBS ini berbeda

dengan Titik validasi tsunami, titik ini ditempatkan pada daerah muara

sungai yaitu berikut titik OBS yang ditentukan :

1. Titik OBS
OBS 1. terletak di dekat pantai dan di tepi dari aliran sungai
yaitu pada Sel M: 918 N :623 Tersaji pada Gambar 4.9 :

38
Gambar 4.9 Titik OBS 3 adalah sel yang bersilang pada Delft3d

Maka didapatkan 3 lokasi titik OBS baru tersaji pada tabel 4.5 :

Tabel 4.5. Lokasi OBS berdasarkan koordinat

Koordinat Sel Koordinat Kedalaman


No Lokasi
latitude longitude M N Z
1 OBS 1 -8.4059 113.4141 918 623 0,01 m
2 OBS 2 -8.3887 113.4679 918 622 11,35 m
3 OBS 3 -8.3940 113.4653 918 621 18,39 m

d.2.2 Simulasi 2 Skenario Pemecah Gelombang Offshore

Pemodelan terbagi dalam beberapa skenario pada peletakan


breakwater dan arah dari pemecah gelombang tersebut sehingga
nantinya akan terlihat efektif tidaknya pemecah gelombang dalam
mengurangi kecepatan dan ketinggian tsunami. Pemodelan
menggunakan simulasi tsunami skenario 1 (tsunami banyuwangi
1994) dan dengan waktu time series yang lebih singkat yaitu 1 jam
yang terbagi dalam 1 menit. Pemodelan pemecah gelombang awal
yaitu dari letak pemecah gelombang dengan bentuk horizontal dan
kedalaman minus 5 dari permukaan air laut. Berikut gambar dari
pemecah gelombang Tersaji pada Gambar 4. 10 dan Gambar 4.11 :
1. disain pemecah gelombang horizontal Dekat Dengan
Pantai(DDP) :

39
3 Breakwater
Horizontal

Gambar 4.10 Lokasi pemecah gelombang yang berada Dekat Dengan Pantai (DDP)

Dimensi pemecah gelombang adalah 2 sel yang pada 1 sel


panjangnya 500 meter sehingga panjang pemecah gelombang 500x1000
m dengan jumlah pemecah gelombang 3.
2. Disain pemecah gelombang horizontal Jauh Dari Pantai (JDP) :

2 Breakwater
Horizontal

Gambar 4.11 Lokasi pemecah gelombang yang berada Jauh Dari Pantai (JDP)

Dimensi pemecah gelombang adalah 3 sel dan pada 1 sel


yang memiliki panjang 500 m artinya panjang breakwater
500x1500 m. dengan jumlah pemecah gelombang 2.
Hasil dari perbandingan dengan 2 titik OBS Tersaji pada Gambar 4. 12 dan
Gambar 4.13 :

40
a. Grafik di titik OBS 1

Gambar 4.12 Perbandingan peletakan 2 jenis pemecah gelombang pada lokasi OBS 1

b. Grafik di titik OBS 2.

Gambar 4.13 Perbandingan peletakan 2 jenis pemecah gelombang pada lokasi OBS 1

Hasil menunjukan Skenario Pemecah gelombang horizontal DDP


dapat mengurangi kecepatan hingga 4 menit tetapi tidak pada ketinggian
tsunami sehingga tidak dapat direkomendasikan sebagai mitigasi
struktural. Breakwater JDP memiliki hasil yang memenuhi kriteria
keduanya, oleh karena itu pemodelan selanjutnya akan menggunakan
Pemecah gelombang JDP dengan menambahkan tinggi dari elevasi
permukaan Pemecah gelombang offshore. Berikut hasil yang dipadukan
dengan rumus green formula Tersaji pada Tabel 4.6 :

Tabel 4.6. Perbandingan waktu dan tinggi tsunami

41
Simulasi 1 Breakwater H DDP Breakwater H JDP
No Lokasi Ketinggia
Waktu Waktu Ketinggian Waktu Ketinggian
n
(Menit) (Menit) (meter) (Menit) (meter)
(meter)
1 OBS 1 39 m 1.3384 m 40 m 1.5514 40 m 1.2427 m
2 OBS 2 35 m 5.4140 m 37 m 7.1067 37 m 5.3046 m
3 OBS 3 35 m 5.9103 m 37 m 5.8798 37 m 5.8340 m

Berdasarkan hasil kajian mengenai kerutuhan Pemecah gelombang


terhadap tsunami yang pernah terjadi di jepang yaitu dari jurnal “The
Effect of Offshore Barriers on the 2011 Off the Pacific Coast of Tohoku
Tsunamis Earthquakes and Lessons Learned, maka dimodelkan pemecah
gelombang yang berbentuk diagonal. Pemecah gelombang di sini
diharapkan mampu mengurangi kecepatan dan ketinggian serta dapat
juga membelokan arah gelombang. Berikut disain dan simulasi dari
pemecah gelombang diagonal Tersaji pada Gambar 4. 14 dan Gambar
4.15 :
1. Disain pemecah gelombang diagonal Dekat Dari Pantai (DDP) :

3 Breakwater
Diagonal

Gambar 4.14 Lokasi pemecah gelombang yang berada Dekat Dari Pantai (DDP)

Dimensi Breakwater diagonal memiliki 4 sel dengan hanya

setengah yang terpenuhi yang artinya memiki 2 sel sehingga Panjang

pemecah gelombang 500 x 1000 meter dengan jumlah 3 pemecah

42
gelombang.

2. Disain pemecah gelombang diagonal Jauh dari pantai (JDP)

2 Breakwater
Diagonal

Gambar 4.15 Lokasi pemecah gelombang yang berada Jauh Dari Pantai (JDP)

Dimensi Breakwater diagonal memiliki 4 sel dengan hanya


setengah yang terpenuhi yang artinya memiki 2 sel sehingga Panjang
pemecah gelombang 500 x 1000 meter dengan jumlah 2 pemecah
gelombang.

Hasil dari perbandingan dengan 2 titik OBS Tersaji pada Gambar


4. 16 dan Gambar 4.17:
1. Grafik di titik OBS 1

43
Gambar 4.16 Perbandingan peletakan 2 jenis pemecah gelombang pada lokasi OBS 1

2. Grafik di titik OBS 2.

Gambar 4.17 Perbandingan peletakan 2 jenis pemecah gelombang pada lokasi OBS 1

Hasil menunjukan Skenario Pemecah gelombang Diagonal DDP


dapat mengurangi kecepatan hingga 4 menit tetapi tidak pada ketinggian
tsunami sehingga tidak dapat direkomendasikan sebagai mitigasi
struktural. Breakwater JDP memiliki hasil yang memenuhi kriteria
keduanya, oleh karena itu pemodelan selanjutnya akan menggunakan
Pemecah gelombang JDP dengan menambahkan tinggi dari elevasi
permukaan Pemecah gelombang offshore. Berikut hasil yang disajikan
dengan rumus green formula tersaji pada Tabel 4.7 :
Tabel 4.7. Perbandingan waktu dan tinggi tsunami

Simulasi 1 Breakwater D DDP Breakwater D JDP


No Lokasi Ketinggia
Waktu Waktu Ketinggian Waktu Ketinggian
n
(Menit) (Menit) (meter) (Menit) (meter)
(meter)
1 OBS 1 39 m 1.3384 m 41 m 1.395 m 40 m 1.2560 m
2 OBS 2 35 m 5.4140 m 38 m 6.179 m 38 m 5.1205 m
3 OBS 3 35 m 5.9103 m 37 m 5.9554 m 37 m 6.1097 m

Hasil pada tabel pemeceah gelombang diagonal dekat dengan

pantai tidak ada yang memenuhi dalam syarat reduksi tinggi gelombang.

44
Berikut pengelompokan pemecah gelombang berdasarkan letak yang

sama tersaji Pada Tabel 4.8 dan Tabel 4.9:

Tabel 4.8. Perbandingan pemecah gelombang dekat dari pantai (DDP)


Simulasi 1 Breakwater H DDP Breakwater D DDP
No Lokasi Ketinggia
Waktu Waktu Ketinggian Waktu Ketinggian
n
(Menit) (Menit) (meter) (Menit) (meter)
(meter)
1 OBS 1 39 m 1.3384 m 40 m 1.5514 m 41 m 1.395 m
2 OBS 2 35 m 5.4140 m 37 m 7.1067 m 38 m 6.179 m
3 OBS 3 35 m 5.9103 m 37 m 5.8798 m 37 m 5.9554 m

Tabel 4.9. Perbandingan pemecah gelombang Jauh dari pantai (JDP)


Simulasi 1 Breakwater H JDP Breakwater D JDP
No Lokasi Ketinggia
Waktu Waktu Ketinggian Waktu Ketinggian
n
(Menit) (Menit) (meter) (Menit) (meter)
(meter)
1 OBS 1 39 m 1.3384 m 40 m 1.2427 m 40 m 1.2560 m
2 OBS 2 35 m 5.4140 m 37 m 5.3046 m 38 m 5.1205 m
3 OBS 3 35 m 5.9103 m 37 m 5.8340 m 37 m 6.1097 m

Pemodelan menggunakan pemecah gelombang (breakwater) H JDP

dan pemecah gelombang D JDP menunjukan dapat mereduksi ketinggian

tsunami, tetapi pada OBS 3 mengalami peninggian sehingga perlu

dilakukan simulasi lagi dengan menaikan tinggi dari pemecah gelombang

di daerah jauh dari pantai (JDP). Perbandingan pemecah gelombang

Horizontal (H) dan pemecah gelombang diagonal (D) terlampir.

d.3 Simulasi Variasi Tinggi Pemecah Gelombang Jauh Dari Pantai

Simulasi ini dilakukan guna mencari reduksi maksimum dari pemecah

gelombang lepas pantai (offshore) yang berlokasi Jauh dari pantai dalam

mengurangi ketinggian tsunami dan waktu sampai tsunami pada titik

Observasi (OBS). Titik Observasi berada didekat muara sungai sebagai

45
upaya reduksi tsunami ketika akan masuk kedalam sungai serta akan

ditambahkan OBS baru di area setelah pemecah gelombang searah dengan

diagonalnya sebagai pembanding keberhasilan pemecah gelombang

diagonal dalam membelokan arah tsunami. Simulasi ini menggunakan 2

disain pemecah gelombang horizontal dan diagonal dari ketinggian minus 1

sampai minus 10 di bawah permukaan laut. Disain pemecah gelombang

mengacu pada disain Pemecah gelombang sebelumnya yang berlokasi Jauh

dari Pantai (JDP).

d.3.1 Pemecah Gelombang Horizontal

Pemodelan pemecah gelombang horizontal akan digunakan


skenario 1. Simulasi Pemecah gelombang Horizontal terbagi dalam 10
simulasi yang terukur dari minus 1 meter sampai minus 10 meter
dibawah permukaan air laut. Simulasi ini juga mempunyai time step 1
menit dalam 1 jam untuk mengukur kecepatan dan tinggi tsunami pada
satu titik OBS. Hasil akan disajikan di 3 titik OBS. Berikut hasil dari
simulasi tersebut tersaji pada Gambar 4.18 dan Gambar 4.19:
a. Hasil simulasi di OBS 1

Gambar 4.18 Perbandingan simulasi dari tinggi pemecah gelombang Horizontal pada OBS 1

b. Hasil Simulasi di OBS 2

46
Gambar 4.19 Perbandingan simulasi dari tinggi pemecah gelombang Horizontal pada OBS 2

Hasil menunjukan keseluruhan simulasi dapat mereduksi kecepatan


dan tinggi dari tsunami. Hasil pada tinggi pemecah gelombang minus 1
dibawah permukaan laut dari 2 grafik tersebut menunjukan reduksi
maksimum yang dapat dicapai menggunakan breakwater offshore.
Berikut hasil yang dipadukan dengan rumus green formula tersaji
pada Tabel 4.10 :
Tabel 4.10. Perbandingan waktu dan tinggi tsunami

Breakwater Breakwater Breakwater


Simulasi 1
No H -1 HWL H -5 HWL H -10 HWL
Lokasi
Waktu Ketinggian Waktu Ketinggian Waktu Ketinggian Waktu Ketinggian
(Menit) (Menit) (Menit) (Menit) (Menit) (meter) (Menit) (meter)
1 OBS 1 39 m 1.3384 m 41 m 0.9211 m 40 m 1.2427 m 40 m 1.2742 m
2 OBS 2 35 m 5.4140 m 38 m 4.1005 m 37 m 5.3046 m 37 m 5.3088 m
3 OBS 3 35 m 5.9103 m 38 m 4.520 m 37 m 5.8340 m 36 m 5.7914 m

Pada pemecah gelombang horizontal ketinggian minus 1 di bawah


permukaan laut menunjukan angka reduksi maksimum yang dicapai oleh
pemecah gelombang karena dari ketiga titik observasi (OBS)
menunjukan penurunan angka yang signifikan dalam mereduksi
kecepatan dan tinggi tsunami di area tersebut. Didapatkan data waktu
penurunan waktu hingga 2-3 menit dan penurunan tinggi tsunami 0,4
meter hingga 1,3 meter.

d.3.2 Pemecah Gelombang Diagonal

47
Pemodelan pemecah gelombang diagonal akan digunakan 1
skenario yaitu skenario 1. Simulasi Pemecah gelombang Diagonal terbagi
dalam 10 simulasi yang terukur dari minus 1 meter sampai minus 10
meter dibawah permukaan air laut. Simulasi ini juga mempunyai time
step 1 menit dalam 1 jam untuk mengukur kecepatan dan tinggi tsunami
pada titik OBS. Hasil akan disajikan di 3 titik OBS. Berikut hasil dari
simulasi tersebut tersaji pada Gambar 4.20 dan Gambar 4. :
a. Hasil simulasi di OBS 1

Gambar 4.20 Perbandingan simulasi dari tinggi pemecah gelombang Diagonal pada OBS 1

b. Hasil Simulasi di OBS 2

Gambar 4.21 Perbandingan simulasi dari tinggi pemecah gelombang Diagonal pada OBS 1

48
Hasil menunjukan keseluruhan simulasi dapat mereduksi kecepatan
dan tinggi dari tsunami. Pada grafik pemecah gelombang diagonal di
OBS 2 terlihat kerapatan penurunan dalam reduksi gelombang tsunami
untuk itu perlu dilakukan analisa lebih lanjut. Berikut hasil yang
dipadukan dengan rumus green formula :

Tabel 4.11. Perbandingan waktu dan tinggi tsunami

Breakwater Breakwater Breakwater


Simulasi 1
D -1 HWL D -5 HWL D -10 HWL
No Lokasi
Waktu Ketinggian Waktu Ketinggian Waktu Ketinggian Waktu Ketinggian
(Menit) (Menit) (Menit) (Menit) (Menit) (meter) (Menit) (meter)
1 OBS 1 39 m 1.3384 m 40 m 1.0593 m 40 m 1.2566 m 40 m 1.2835 m
2 OBS 2 35 m 5.4140 m 38 m 4.7190 m 38 m 5.1206 m 37 m 5.2186 m
3 OBS 3 35 m 5.9103 m 38 m 5.4350 m 37 m 6.1097 m 37 m 5.9573 m
Pada pemecah gelombang Diagonal ketinggian minus 1 di bawah
permukaan laut menunjukan angka reduksi maksimum yang dicapai oleh
pemecah gelombang karena dari ketiga titik observasi (OBS)
menunjukan penurunan angka yang signifikan dalam mereduksi
kecepatan dan tinggi tsunami di area tersebut. Didapatkan data waktu
penurunan waktu hingga 1-3 menit dan penurunan tinggi tsunami hingga
0,27 meter hingga 0,48 meter.
Pemodelan pemecah gelombang horizontal dan diagonal dengan
tinggi pemecah gelombang minus 1 di bawah permukaan laut
menunjukan waktu reduksi yang sama yaitu mencapai 1-3 menit.
Breakwater horizontal minus 1 di bawah permukaan laut merupakan hasil
simulasi yang paling baik dalam mereduksi gelombang tsunami.
d.3.3 Perbandingan simulasi Horizontal dan Diagonal

Berdasarkan penelitian studi kasus tsunami jepang 2011 yaitu


pengaruh pemecah gelombang lepas pantai yang tergerus dan rusak oleh
gelombang tsunami (Mori, Yonunama, Pringle. 2014). Maka akan
dibandingkan hasil simulasi pemecah gelombang horizontal dan pemecah
gelombang diagonal dengan membandingkan data pada titik
observasi(OBS) dititik sejajar atau searah dengan diagonal dari pemecah

49
gelombang diagonal. Hal ini dilakukan guna melihat keberfungsian
pemecah gelombang diagonal dalam menahan dan membelokan
berdasarkan kenaikan tinggi dan kecepatan tsunami di titik obs tersebut.
Penelitian ini menggunakan 1 skenario yaitu skenario 1 dengan dua
pemecah gelombang minus 1 hwl dan telah disimulasikan sebelumnya.
Berikut koordinat OBS tambahan :
Tabel 4.12. Perbandingan waktu dan tinggi tsunami

Koordinat Sel Koordinat Kedalaman


No Lokasi
latitude longitude M N Z
1 OBS 4 -8.392 113.438 912 621 16,19 m
2 OBS 5 -8.403 113.442 913 619 61,12 m
3 OBS 6 -8.404 113.423 909 619 48,19 m

1. Skenario 1 dengan pemecah gelombang minus 1 dari HWL


Perbandingan dilakukan pada breakwater horizontal dan diagonal
minus 1 HWL pada grafik sebagai berikut :
a. Grafik simulasi skenario 1 pada titik OBS 4

Gambar 4.22 Perbandingan simulasi tinggi pemecah gelombang Diagonal dan horizontal -1 HWL

b. Simulasi dengan skenario 1 pada titik OBS 5

50
Gambar 4.23 Perbandingan simulasi tinggi pemecah gelombang Diagonal dan horizontal -1 HWL

c. Simulasi dengan skenario 1 pada titik OBS 6

Gambar 4.24 Perbandingan simulasi tinggi pemecah gelombang Diagonal dan horizontal -1 HWL

Dari ketiga Grafik simulasi pemencah gelombang menunjukan


reduksi waktu dan tinggi gelombang. Skenario 1 dengan pemecah
gelombang diagonal menunjukan dominasi lebih tinggi dari Skenario 1
dengan pemecah gelombang horizontal. Hasil ini akan di sajikan dengan
rumus green formula :
Tabel 4.12. Perbandingan waktu dan tinggi tsunami

Simulasi 1 Breakwater Horizontal Breakwater Diagonal


No Lokasi Waktu Ketinggian Waktu Ketinggian Waktu Ketinggian
(Menit) (Menit) (Menit) (Menit) (Menit) (meter)
1 OBS 4 35 m 3.25868 36 m 2.481754 37 m 2.696666
2 OBS 5 35 m 3.600387 35 m 2.895209 35 m 3.139696
3 OBS 6 35 m 3.480743 36 m 2.493494 35 m 2.858781

Hasil dari tabel menunjukan semua OBS mengalami reduksi dari


ketinggian tsunami. Pemecah gelombang horizontal lebih bagus dalam
mereduksi tinggi gelombang, dan hal ini tidak dapat membuktikan

51
pembelokan dari pemecah gelombang diagonal. Hal ini bisa dari
indicator kecepatan tsunami yang juga melambat pada OBS 4, sehinngga
dapat di mungkinkan juga prilaku gelombang tsunami tidak dapat
diprediksi setelah melewati pemecah gelombang tersebut. Perlu ada
kajian lebih lanjut untuk hal tersebut.
4.4. Nilai efektivitas Bangunan Pemecah Gelombang.

Nilai Efektifitas dari bangunan pemecah gelombang harus di hitung

dalam persentase dari setiap titik OBS dan dari pemodelan yang telah

dilakukan. Hasil reduksi maksimum yang terlihat pada bahasan sebelumnya

tercapai dari pemecah gelombang tsunami horizontal dengan pemodelan

tinggi pemecah gelombang minus 1 meter dari permukaan air laut. Hasil ini

akan digunakan untuk memilih penggunaan pemecah gelombang pada

skenario 3 yang dimana merupakan skenario paling berbahaya dalam

simulasi. Perhitungan ini akan berbentuk persentase dalam melihat

keberhasilan pemecah gelombang dalam mereduksi waktu tempuh tsunami

dan tinggi tsunami dari skenario 3.

4.4.1 Reduksi terhadap waktu

Reduksi yang tercapai dari setiap pemecah gelombang offshore

baik yang berada dekat dari pantai dan jauh dari pantai layak untuk

diperhitungkan. Kecepatan tsunami pada skenario 3 telah diperhitungkan

adalah 102,436 m/s di OBS 1 dimana kecepatan = jarak/waktu

(perhitungan terlampir). Perhitungan berikutnya adalah persetase dari

52
efekttifitas pemecah gelombang. Berikut perhitungan yang digunakan :

Faktor reduksi=(1-(Vx/Vv))*100
Keterangan : Vx = kecepatan untuk titik observasi
Vv= Kecepatan Validasi pada skenario

Hasil perhitungan kecepatan dan persentase reduksi masing-

masing pemecah gelombang terlampir. Berikut hasil perbandingan dari

jenis pemodelan pemecah gelombang dengan nilai reduksi maskimum

terhadap waktu sampai tersaji pada tabel 4.13 :

Tabel 4.13 Persentase reduksi kecepatan tsunami

Breakwater Horizontal Breakwater Dagonal


waktu
obs waktu persentase waktu persentase
simulasi
tempuh reduksi tempuh reduksi
1 39 41 4.88% 41 2.50%
2 35 38 7.90% 38 7.90%
3 35 38 7.90% 37 7.90%
1. Pemecah gelombang Horizontal

Tabel 4.13. Perbandingan persentase reduksi terhadap waktu

Dari hasil ketiga titik OBS pemecah gelombang dapat mereduksi

kecepatan tsunami dari angka 2,5 persen hingga 7,9 persen. Persentase

reduksi maksimum tercapai pada pemecah gelombang horizontal minus 1

hwl dengan persentase waktu paling efektif dari 4,88 persen hingga 7,9

persen. Hasil ini juga dapat dilihat dari diagram persentase keberfungsian

terlampir.

53
4.4.2 Reduksi terhadap Tinggi tsunami

Reduksi yang tercapai dari setiap pemecah gelombang offshore

baik yang berada dekat dari pantai dan jauh dari pantai layak untuk

diperhitungkan. Tinggi tsunami pada skenario 1 dan terletak pada titik

OBS pantai Puger yang telah diperhitungkan adalah dari 1,3 m hingga

mencapai 5,9 m. Hasil tersebut akan dibandingkan dengan hasil dari

pemecah gelombang telah disimulasikan dengan adanya pemecah

gelombang sehingga didapatkan nilai persentase reduksi dari pemecah

gelombang tersebut. Berikut rumus faktor reduksi tinggi tsunami :

Faktor
Reduksi=(1-(hx/hv))*100

Keterangan : hx = Tinggi untuk titik observasi


hv= tinggi Validasi pada skenario
Hasil perhitungan persentase reduksi masing-masing pemecah

gelombang terlampir. Berikut hasil perbandingan dari jenis pemodelan

pemecah gelombang dengan nilai reduksi maskimum terhadap tinggi

gelombang pada tabel 4.14 :

Tabel 4.13 Persentase reduksi kecepatan tsunami

Tinggi Breakwater horizontal Breakwater Diagonal


No Lokasi
simulasi
breaakwater -1 hwl breaakwater -1 hwl
1 OBS 1 1.3384 m 0.9211 m 31.18% 1.0593 m 20.85%
2 OBS 2 5.4140 m 4.1005 m 24.30% 4.7190 m 12.84%
3 OBS 3 5.9103 m 4.520 m 23.50% 5.4350 m 8.04%

54
Gambar 4.27 Perbandinngan efektifitas Pemecah gelombang Horizontal

Dari hasil ketiga titik OBS pemecah gelombang dapat mereduksi Tinggi

tsunami dari angka 8,04 persen hingga 31,18 persen. Persentase reduksi

maksimum tercapai pada pemecah gelombang horizontal minus 1 hwl

dengan persentase reduksi tinggi tsunami dari 23,5 persen hingga 31,18

persen. Hasil ini juga dapat dilihat dari diagram persentase keberfungsian

terlampir. Hasil persentase dapat disimpulkan pada pemecah gelombang

horizontal atau diagonal minus 1 sangat efektif dalam mengurangi tinggi

tsunami dari pemodelan yang satu tipe. Hasil persentase terendah pada

reduksi tinggi gelombang ada pada pemecah gelombang minus 10 dari

hwl.

4.4.3 Efektifitas Pemecah gelombang pada bahaya tsunami tinggi

(skenario 3)

Pada hasil simulasi skenario awal didapatkan bahaya tinggi

tsunami pada skenario 3 dengan tinggi gelombang mencapai 22,34 meter

di Pantai Puger yang letak pengukuran ada di zona laut. Pengukuran

efektivitas ini dilakukan pada titik OBS seperti pada pemecah gelombang

sebelumnya, guna mengetahui ketinggian tsunami yang dapat masuk

pada muara sungai dan di wilayah laut berbatasan dengan pantai. Untuk

55
mengetahui faktor reduksi pemecah gelombang maka dibutuhkan waktu

tempuh dan tinggi tsunami pada skenario 3 di setiap titiik OBS. Berikut

hasil reduksi waktu tersaji pada tabel 4.14 :

Tabel 4.14 Persentase reduksi kecepatan tsunami skenario 3

waktu Breakwater Horizontal


obs Simulasi 3
simulasi waktu tempuh kecepatan tsunami reduksi
1 39 menit 105.454 m/s 41 menit 102,436 m/s 4.88%
2 35 menit 120.962 m/s 38 menit 118 m/s 7.90%
3 35 menit 109.585 m/s 38 menit 104.2398 m/s 7.90%

Dari hasil ketiga OBS didapatkan faktor reduksi dari 4,88 persen

hingga 7,9 persen. Hasil ini juga menunjukan hasil angka reduksi yang

sama dan dapat disimpulkan efektifitas dari pemecah gelombang pada

reduksi waktu maksimum mencapai 7,9 persen. Perhitungan kecepatan

tersaji pada lampiran.

Nilai efektivitas yang diperhitungkan berikutnya adalah reduksi

dari tinggi gelombang tsunami. Nilai yang di ukur disini adalah nilai

pada muara sungai di laut yang telah ditentukan sebagai titik

observasi(obs) pada simulasi sebelumnya. Berikut hasil reduksi tinggi

tsunami tersaji pada tabel 4.15 :

Tabel 4.15 Persentase reduksi Tinggi tsunami skenario 3

Simulasi 3 Breakwater H -1 HWL


Lokasi tinggi tinggi
Reduksi
tsunami tsunami
OBS 1 8.673 m 7.567 m 12.750%
OBS 2 6.987 m 4.997 m 28.473%

56
OBS 3 5.75 m 5.356 m 6.852%

Dari hasil ketiga OBS didapatkan faktor reduksi dari 6,85 persen

hingga 28,47 persen. Hasil ini tidak sebaik pada skenario 1 dengan

pemecah gelombang horizontal yang dimana rata-rata dari reduksi waktu

maksimum rata-rata diatas 20 persen. Persentase reduksi dari pemodelan

tersaji pada lampiran.

Dari keselurahan hasil didapatkan nilai efektivitas dalam mereduksi

tsunami nilai maksimum rata-rata berdasarkan kecepatan adalah 7,9

persen dan berdasarkan tinggi mencapai 28, 47 persen. Hasil tersebut

diperoleh dari pemodelan pemecah gelombang horizontal minus 1 dari

hwl. Hasil penelitian ini juga didapatkan pemecah gelombang diagonal

tidak terlalu efektif dalam mereduksi tsunami dan disain pemecah

gelombang lepas pantai yang berada dekat dengan pantai tidak terlalu

efektif serta menambah bahaya pada ketinggian tsunami.

57
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil simulasi dengan 3 skenario didapatkan ketinggian

tsunami dari 11 meter sampai dengan 22 meter. Waktu tempuh tsunami

mencapai darat (OBS 1) berkisar 40 menit dan kembali normal pada 170

menit. Hasil simulasi juga menunjukkan bahwa gempa bumi yang berasal

dari lokasi patahan bumi akan menghasilkan tsunami yang lebih besar dari

sebelumnya. Untuk itu diperlukan kewaspadaan dalam mengantisipasi

gempa tektonik pada lempeng tektonik.

Hasil simulasi dengan memodelkan arah dan peletakan dari pemecah

gelombang lepas pantai (Offshore) paling efektif dan dapat mereduksi

kecepatan tsunami hingga 7,9 persen dan tinggi gelombang yang tereduksi

mencapai 31,4 persen. Hasil ini terlihat pada pemodelan pemecah

gelombang lepas pantai dengan tinggi hwl minus 1 dan letak pemecah

gelombang tersebut berada di lepas pantai.

Penelitian pada tsunami dengan bahaya tinggi yaitu skenario 3 juga

dapat tereduksi dari kecepatan dan tinggi tsunami. Hasil menunjukan angka

efektifitas yang sama pada kecepatan datangnya tsunami. Reduksi tinggi

58
gelombang dari hasil ini berfariasi dari angka 6,85 persen sampai 28,47

persen. Secara keselurahan Pemecah gelombang Horizontal dapat mereduksi

dengan nilai rata-rata efektivitas 7,9 persen pada kecepatan dan nilai rata-

rata efektivitas 21,17 persen.

5.2 Saran

Penelitian ini bisa dilanjutkan dengan menambahkan beberapa parameter

seperti gelombang pasang surut dan faktor-faktor gelombang lainnya, sehingga

memiliki akurasi data yang baik. Pada simulasi selanjutnya bisa digunakan

bathymetri dan topografi yang lebih halus agar didapatkan data run up tsunami

didarat. Penelitian ini juga dapat dilanjutkan dengan merencanakan disain

pemecah gelombang sebagai upaya mengurangi kerutuhan bangunan pemecah

gelombang terrsebut.

59
DAFTAR PUSTAKA

BMKG (2018). Katalog tsunami Indonesia tahun 416-2017.

BMKG (2019). Katalog tsunami Indonesia tahun 416-2018 per wilayah.

BNPB (2009). Laporan akhir : Kajian Tentang Penanggulangan Bencana Alam Di


Indonesia. Jilid 1-3.

BNPB (2012). Buku Saku Tanggap Tangkas Tangguh Menghadapi Bencana.

BNPB (2012). Menuju Indonesia Tangguh Menghadapi Tsunami.

BNPB (2014). Rencana Nasional Penanggulangan bencana 2015-2019

BNPB (2016). Resiko bencana Indonesia (RBI).

Cokrobasworo, M., Sambodho, K., Armono, D., Arief, J., dan Hakim, R. (2013).
Rancangan Peta Rute Evakuasi Bancana Tsunami Pantai Puger Jember,
1(1), 1–5.

Dean, R. G., dan Dalrymple, R. A. (1991). Water wave mechanics for engineers


and scientists (Vol. 2). World Scientific Publishing Company.

Deltares 2008. A software system for 3D flow simulations. Validation Document


Delft3DFLOW. Page 1-182.

Detik News. 2007. Gelombang Puger hajar perahu nelayan 1 tewas.


https://news.detik.com/jawatimur/831027/gelombang-puger-hajarperahu-
nelayan-1-tewas. (Diakses pada 09 Oktober 2018).

Hakima, B. Al., Wibowo, M., Kongko, W., Irfania, M., Hendriyono, W., dan
Gumbira G. (2014). Hydrodynamics Modeling of Giant Seawall in
Semarang Bay. Science Direct.

60
Holthuijsen L.H. (2007). Waves in Oceanic and Coastal Waters. New York:
Cambridge University Press.

Idup, S. T. H., Ilayah, D. I. W., dan Encana, B. E. B. (2004). Menejemen Bencana


:, 1-3.

Imteaz M. A., Imamura F., dan Naser J. 2009. Governing Equations For Multi-
Layered Tsunami Waves. Science of Tsunami Hazards, Vol. 28, No. 3, page
171.

Koshimura, S. 2007. Tunami Code (tohoku university’s Numerical Analysis


Model for Investigation of tsunami). Tohoku University.

Kurniawan, R., Habibie, M. N., dan Permana, D. S. (2018). Kajian Daerah


Rawan Gelombang tinggi di Perairan Indonesia.

Kramadibrata, S. 2002. Perencanaan Pelabuhan. Bandung: Institut Teknologi


Bandung, 2002.

Latief, H., Puspito, N.T., dan Imamura, F., 2000, Tsunami catalog and zones in
Indonesia, Journal of Natural Disaster Science, Volume 22, Number 1, pp.
25-43

Martyasari I. K., Turniningtyas A. R., dan Nindya S. (2012). Pengurangan Risiko


bencana tsunami pesisir : studi kasus pantai puger, Jember.

Maemunah, I., Sulaeman, C., dan Robiana, R. (2011). Identifikasi potensi


kerawanan tsunami di wilayah Kabupaten Jember , Jawa Timur, 2(2), 141–
152.

Manual, U. (n.d.). 3D/2D modelling suite for integral water solutions.

Nontji, A. 2002. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta. 356 hlm. Jakarta.

Perka BNPB (2008). Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana.

Perka BNPB (2012). Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana.

Rudimansyah, (2008). Pembangunan Prototipe Sistem Basis Data dan Peramalan


Arus Pasang Surut Studi Kasus Teluk Jakarta. Bandung : Program Studi
Oseanografi.

Samaras G, Th., Karambas, V. dan Archetti R. (2015) Simulation of tsunami


generation, propagation and coastal inundation in the Eastern
Mediterranean,Ocean science.

61
Sambodho, K. 1997. Penggunaan Metode Numerik Untuk Memprediksi
Penjalaran dan Tinggi Gelombang Tsunami. Tugas Akhir. Ocean
Engineering., Sepuluh Nopember Institut Of Technology. Surabaya.

Segur H. 2009. The Shallow- Water Equations. Handbook of tsunami.

Setiawan, W., B. (2007). Bencana Geologi di daerah Pesisir Indonesia.

Setiawan, W., B. (2016). Menghadapi Ancaman Bahaya Geologi di Wilayah


Pesisir.

Sugito, T. (2008). Tsunami. Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial


Universitas Pendidikan Indonesia.

62
LAMPIRAN

1.
Penentuan lokasi Pengamatan dari Jurnal The 3 June 1994 Java Tsunami: A Post-Event Survey of the Coastal Effects

Pengukuran menggunakan Autocad sehingga didapatkan koordinat sebagai berikut :

Koordinat
No Lokasi
latitude longitude
1 Tanjung Pelindu -8.32 113.32
2 Pantai Puger -8.38 113.43
3 Pantai Watu Ulo -8.44 113.56

63
2. Lokasi Titik OBS pada Delft3d
a. Penentuan titik lokasi penelitian Observasi 1
a. Penentuan lokasi titik pada Lokasi 1(tanjung Pelindu) yaitu
113.321 - -8.401198 Dengan koordinat sel pada M= 889 dan N 619

b. Penentuan lokasi titik pada Lokasi 2 (pantai Puger) yaitu


113.4301 - -8.441433 dengan koordinat sel M=911, N=611

64
c. Penentuan lokasi titik pada Lokasi 3 (pantai Watu Ulo yaitu
113.558 - -8.481527 dengan koordinat sel M=936, N=603

3. Parameter tsunami Pangandaran


Parameter Tsunami pangandaran dari berbagai referensi dari RBI
2016, Katalog tsunami Indonesia, jurnal oseanografi, katalog gempa bumi
dan signifikasinya 2018, katalog tsunami Indonesia. Dan diambil data dari
jurnal oseanografi Simulasi Penjalaran dan Penentuan Run-Up Gelombang
Tsunami di Teluk Pangandaran, Jawa Barat.

Data ini merupakan data dari Jurnal aeda, saputro 2017

65
4. Tabel Analisa untuk grafik ketinggian tsunami di OBS 2 titik 4
Dept
Data didasarkan pada lokasi 2 dengan kode M=911 dan N=611 (koordinat 113.43 - -8.38)
h Waktu
(m) Skenario 1 (BWI 1994) Skenario 2 (PGDRN 2006) Skenario 3 (Gabungan di patahan)
-55.5 00:05:00 -0.003030929 -0.003030929 -0.003030929
55.5 00:10:00 -0.003030929 -0.003030929 -0.003030929
55.5 00:15:00 -0.003030929 -0.003030929 -0.003030929
55.5 00:20:00 -0.003030929 -0.003030929 -0.003030929
55.5 00:25:00 -0.003030929 -0.010968739 -0.003030929
55.5 00:30:00 -0.135913406 -0.128509567 -0.03764712
55.5 00:35:00 -0.877214693 0.468831844 -0.9358717
55.5 00:40:00 0.883869121 0.090977334 -3.791213268
55.5 00:45:00 1.619777943 0.011776638 10.15011336
55.5 00:50:00 0.557297386 -0.307498136 5.523854379
55.5 00:55:00 -0.155771849 -0.135381926 1.155273661
55.5 01:00:00 -2.029721743 -0.416373987 -5.516185527
55.5 01:05:00 -0.611440449 -0.196558005 -9.48302035
55.5 01:10:00 -0.756949627 0.062021594 1.747949692
55.5 01:15:00 -0.925620678 -0.127510675 -6.021310454
55.5 01:20:00 1.951484896 0.151594752 1.968006903
55.5 01:25:00 0.053166012 0.12543329 2.03164381
55.5 01:30:00 0.311391292 0.507716804 0.092569348
55.5 01:35:00 1.217056453 0.296484112 0.180811135
55.5 01:40:00 0.356629265 0.271687026 0.40076933
55.5 01:45:00 0.485501403 -0.132603666 6.376213256
55.5 01:50:00 0.693113718 -0.316281883 4.635670316
55.5 01:55:00 -1.395323277 -0.313995789 0.235524993
55.5 02:00:00 -1.244169241 -0.071014536 -5.207344372
55.5 02:05:00 -0.289288496 -0.103076646 -5.51958312
55.5 02:10:00 -0.138854265 0.109796113 -0.535130522
55.5 02:15:00 0.688468724 0.193986998 2.272474872
55.5 02:20:00 0.36759281 -0.030809077 2.742711377
55.5 02:25:00 0.839079144 0.178621144 0.304649983
55.5 02:30:00 -0.217804607 -0.00386696 0.049308774
55.5 02:35:00 -0.142702767 -0.208238928 -0.633772339
55.5 02:40:00 0.278978745 -0.156832869 0.114193083
55.5 02:45:00 0.148248123 0.044298393 0.787440593
55.5 02:50:00 0.145364052 0.096776053 0.981346049
55.5 02:55:00 -0.104412385 0.146109096 0.280214498
55.5 03:00:00 -0.215992234 -0.049961112 -0.68754652
55.5 03:05:00 -0.390408129 -0.066681635 -1.046327432
55.5 03:10:00 -0.053711083 -0.007028794 -1.759501506
55.5 03:15:00 -0.274082329 -0.045876381 -0.613959521
55.5 03:20:00 0.345440993 -0.003827718 1.220274459
55.5 03:25:00 0.010825409 -0.017309763 0.009445938

66
Tabel Analisa untuk grafik ketinggian tsunami di OBS 2 titik Lanjutan…..

Dept Waktu Data didasarkan pada lokasi 2 dengan kode M=911 dan N=611 (koordinat 113.43 - -8.38)
h
Skenario 1 (BWI 1994) Skenario 2 (PGDRN 2006) Skenario 3 (Gabungan di patahan)
(m)
55.5 03:30:00 0.191312122 -0.116381133 -0.061179962
55.5 03:35:00 -0.013562413 0.008498835 -0.126663218
55.5 03:40:00 -0.018373112 -0.047392144 0.259999308
55.5 03:45:00 0.129360907 0.140408907 0.468586732
55.5 03:50:00 0.180766481 0.189410441 0.663782788
55.5 03:55:00 -0.089802252 0.099318423 0.538702848
55.5 04:00:00 0.171472609 -0.049599996 0.63007867
55.5 04:05:00 0.057666852 -0.010561076 -0.681566757
55.5 04:10:00 -0.156752782 -0.06064557 -0.487345811
55.5 04:15:00 -0.43719589 0.026634261 -0.283010231
55.5 04:20:00 -0.093251779 -0.02844513 -0.31817774
55.5 04:25:00 0.131473238 -0.143618661 0.412148352
55.5 04:30:00 0.096860993 -0.07887608 0.20748175
55.5 04:35:00 -0.095865013 -0.023410383 -0.885931945
55.5 04:40:00 -0.020421132 -0.014534998 -0.484884012
55.5 04:45:00 -0.170634375 0.092605751 -0.098962161
55.5 04:50:00 0.018035343 0.116435009 0.630481528
55.5 04:55:00 0.551380721 0.016647524 0.978297923
55.5 05:00:00 0.601830116 -0.009445161 1.225579557
55.5 05:05:00 0.004975774 -0.070598574 0.869443914
55.5 05:10:00 -0.222622878 -0.04608839 -0.449152503
55.5 05:15:00 -0.379806184 -0.208039926 -1.70531476
55.5 05:20:00 -0.273847409 -0.114136295 -1.134791032
55.5 05:25:00 -0.41481886 0.000310858 -0.939385782
55.5 05:30:00 0.033636796 0.011184826 -0.472006166
55.5 05:35:00 0.117933347 0.081101018 0.378042834
55.5 05:40:00 0.3877682 0.079282335 1.467381359
55.5 05:45:00 -0.142037324 0.033385278 1.421955548
55.5 05:50:00 0.237428616 -0.041304192 0.541687875
55.5 05:55:00 0.165631662 0.064325162 -0.279214149
55.5 06:00:00 -0.19737003 0.06356216 -0.269122814

Data pada kolom skenario telah dikalikan dengan rumusan menggunakan Green formula berikut
1
η2 h 1 4
adalah contoh pengerjaannya : =( )
η1 h 2

Diketahui tinggi pada skenario 1 adalah -0.000624457 dan kedalaman -55 Maka
dihitung =((55/0.1)^0.25)* -0.000624457 = -0.003030929

67
68
5. Fourier Analysis
a. Gambar Fourier

Gambar Fourier simulasi tsunami Banyuwangi 1994 Gambar Fourier simulasi tsunami Gabungan

b. Rekapan data fourier pada Titik OBS skenario 1

OBS 1 Titik lokasi 2 ketinggian 1,4 m OBS 2 Titik lokasi 3 ketinggian 1,8 m OBS 2 Titik lokasi 3 ketinggian 2,6 m

69
Hasil fourier tinggi gelombang tsunami di laut koordinat kedalaman di laut koordinat Tinggi tsunami di darat kordinat validasi data
Skenario 1 1.4 1.2 1.7 2.32 20 8.4 3.07 4.51 5.15 3.2 4.88-5.85 6.5-7.5
1.4 1.6 2.6 3.56 3.63 5.73 3.42 3.93 7.15
1.5 1.8 2.5 2.46 12 6.09 3.34 5.96 6.98
0.5 0.7 0.7 36.1 55.5 32.5 2.18 3.40 2.97
Skenario 2 0.40 0.20 0.30 2.32 20 8.4 0.88 0.75 0.61
0.50 0.20 0.30 3.56 3.63 5.73 1.22 0.49 0.83
0.40 0.30 0.30 2.46 12 6.09 0.89 0.99 0.84
0.20 0.10 0.20 36.1 55.5 32.5 0.87 0.49 0.85
Skenario 3 4.2 4.9 6.3 2.32 20 8.4 9.22 18.43 19.07
4.1 9.1 6.10 3.56 3.63 5.73 10.01 22.34 16.78
4.9 6.7 6.7 2.46 12 6.09 10.91 22.18 18.72
2.4 2.7 3.2 36.1 55.5 32.5 10.46 13.10 13.59
c. Perhitungan Analisa menggunakan fourier

5. Grafik perbandingan Breakwater Horizontal dan Diagonal

70
6. Lokasi OBS 4, OBS 5, dan OBS 6
OBS 4 b. OBS 5 c. OBS 6

71
7. Grafik perbedaan Pemecah gelombang H DDP dan Pemecah gelombang D DDP
 Pemecah gelombang H DDP dari Obs 1, Obs 2 dan Obs 3,

72
 Pemecah gelombang D DDP dari Obs 1, Obs 2 dan obs 3.

73
8.

74
9. Perhitungan kecepatan tsunami
a. Tabel perhitungan kecepatan tsunami
Tabel kecepatan tsunami pada skenario 3
perhitungan jarak Kecepatan
no koordinat tengah dari patahan koordinat hasil dms obs 1 hasil pengurangan jarak hasil dms
ideal tsunami
1 113.706°-113.706° 113° 16' 13.8" 113° 24' 50.76" 0° 43' 57,36" 82.8449 km 102,436
239.7 Km
2 -11.006°- -10.586° -10° 33' 7.2" -8° 24' 21.24" 2° 23'24.56" 239.1484 km

perhitungan jarak Kecepatan


no koordinat tengah dari patahan koordinat hasil dms obs 2 hasil pengurangan jarak hasil dms
ideal tsunami
1 113.706°-113.706° 113° 16' 13.8" 113° 28' 4.44" 0° 47' 11.04" 88.9538 km 102,436
256.43 Km
2 -11.006°- -10.586° -10° 33' 7.2" -8° 23' 19.32" 2° 24'26.28" 240.5030 km

Tabel kecepatan tsunami pada skenario 1

koordinat T
koordinat hasil kecepata Kecepatan Kecepatan
no tengah dari obs jarak jarak tsunami
tsunami Konversi n breakwater H h-1 breakwater D h-1
patahan sampai
16.2260
1 112.6815 112° 40' 53.4" 113° 24' 50.76" 0° 44' 57,36"
5
253.09 39 108.1581 41 102.8821 41 102.8821
239.148
-10.796 -10° 47' 45.6" -8° 24' 21.24" 2° 23' 24,36"
4
24.1906
2 -134.2735 112° 40' 53.4" 113° 28' 4.44" 0°48' 50.64"
2
240.37 35 114.4619 38 105.4254 38 105.4254
242.978
-257.751 -10° 47' 45.6" -8° 23' 19.32" 2° 10' 24,36"
5
3 -381.2285 112° 40' 53.4" 113° 27' 55.08" 0° 47' 41.28" 22.0157 241.51 35 115.0048 38 105.9254 37 108.7883

75
7
-504.706 -10° 47' 45.6" -8° 23' 38.4" 2° 9' 88" 240.503

76
b. contoh perhitungan jarak tempuh tsunami

c. Memperhitungkan Efektivitas
Diketahui kecepatan tsunami sebagai berikut :

kecepatan tsunami di titik obs 1 2 3


kecepatan validasi 105.4542 120.9615 109.5855
kecepatan h-1 100.4325 117.9375 104.2398
kecepatan JDP 100.4325 117.9375 109.5855

Maka didapatkan faktor reduksi

Lokasi Simulasi 3 Breakwater H -1 HWL


waktu keceapatan
aktual tsunami Waktu (Menit) reduksi
4.762
OBS 1 40 105.4541667 42 %
2.500
OBS 2 39 120.9615385 40 %
4.878
OBS 3 39 109.5854701 41 %
Rumus faktor reduksi adalah :
=(1-(Vx/Vv))*100

77
Keterangan : Vx = kecepatan untuk titik observasi
Vv= Kecepatan Validasi pada skenario

d. Hasil reduksi pada pemecah gelombang pada kecepatan tsunami

Tabel reduksi pada pemecah gelombang horizontal

Lokas Breakwate breaakwater breaakwate breaakwater


No
i r H DDP -1 hwl r -1 hwl --10 hwl
1 OBS 1 2.5 % 4.88% 2.5 % 2.5 %
2 OBS 2 5.7% 7.9 % 5.4 % 5.4 %
3 OBS 3 6.1% 7.9 % 5.4 % 2.8 %

Tabel reduksi pada pemecah gelombang Diagonal


Breakwat breaakwat
N Loka breaakwat breaakwat
er D er --10
o si er -1 hwl er -1 hwl
DDP hwl
OBS
1
1 4.9 % 2.5 % 2.5 % 2.5 %
OBS
2
2 8.2 % 7.9 % 7.9 % 5.4 %
OBS
3
3 6.1 % 7.9 % 5.4 % 5.4 %

e. Reduksi pada tinggi tsunami


Tabel reduksi pada pemecah gelombang horizontal

Breakwate breaakwater breaakwate breaakwater -


No Lokasi
r H DDP -1 hwl r -1 hwl 10 hwl
1 OBS 1 -15.91 % 31.18 % 7.15 % 4.80 %
2 OBS 2 -31.3 % 24.3 % 2.0 % 1.9 %
3 OBS 3 0.5 % 23.5 % 1.3 % 2.0 %
Tabel reduksi pada pemecah gelombang Diagonal
Breakwater breaakwater breaakwater breaakwater
No Lokasi
D DDP -1 hwl -5 hwl --10 hwl
1 OBS 1 -4.23 20.85 6.11 4.10
2 OBS 2 -14.13 12.84 5.42 3.61
3 OBS 3 -0.76 8.04 -3.37 -0.80

Perbandingan ini didasarkan pada rumus pengerjaan :

78
Faktor Reduksi=(1-(hx/hv))*100
Keterangan : hx = Tinggi untuk titik observasi
hv= tinggi Validasi pada skenario

f. Efektifitas dari masing-masig pemecah gelombang


1. Efektivitas berdasarkan reduksi kecepatan

Breakwater Horizontal
breaakwa-
Breakwa-
ter ter
--10H DDP
hwl 20%
breaakwa-20%
ter -1 hwl
20% breaakwa-
ter -1 hwl
39%

Breakwater H DDP breaakwater -1 hwl


breaakwater -1 hwl breaakwater --10 hwl
Gambar efektifitas breakwater horizontal sejenis

Persentase Efektifitas Pemecah


Gelombang
Breakwater D DDP
breaakwater -1 hwl
20% 29%
breaakwater -1 hwl
24% breaakwater --10
27% hwl

Gambar efektifitas breakwater diagonal sejenis

1. Efektivitas berdasarkan reduksi tinggi gelombang

Persentase Efektifitas
Pemecah Gelombang
Breakwater H DDP
7%6% breaakwater -1 hwl
32%
breaakwater -5 hwl
55%
breaakwater --10 hwl

79
Gambar efektifitas breakwater Horizontal sejenis

Persentase Efektifitas Pemecah


Gelombang

Breakwater D DDP
9% breaakwater -1 hwl
11% 25%
breaakwater -5 hwl
breaakwater --10 hwl

55%

Gambar efektifitas breakwater Diagonal sejenis

80

Anda mungkin juga menyukai