Anda di halaman 1dari 11

MODEL PERUBAHAN GARIS PANTAI DENGAN METODE ONE-LINE MODEL

(STUDI KASUS : PANTAI MANGARABOMBANG – GALESONG SELATAN,


KABUPATEN TAKALAR)

Wa Ode Awaliah1, Sakka2 dan M. Alimuddin Hamzah 3


1.
Mahasiswa Program Studi Geofisika, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam , Universitas
Hasanuddin. E-mail: waodeawaliah@rocketmail.com
2.
Jurusan Fisika, Program Studi Geofisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin.
3.
Jurusan Fisika, Program Studi Geofisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin.

Abstrak
Penelitian model perubahan garis pantai di Pantai Mangarabombang - Galesong Selatan,
Kabupaten Takalar telah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk membuat model perubahan
garis pantai dengan metode One-Line Model. Garis pantai awal dihasilkan dari analisis citra
Landsat TM tahun 1999 dan garis pantai dari citra Landsat ETM tahun 2010 digunakan untuk
mengklabrasi hasil model. Model memprediksi perubahan garis pantai yang diakibatkan
transpor sedimen sepanjang pantai disebabkan oleh gelombang yang pecah di pantai.
Karakteristik gelombang pecah diprediksi dengan menganalisis transformasi gelombang dari
laut lepas yang dibangkitkan oleh angin. Angkutan sedimen sepanjang pantai dominan ke
selatan yang diakibatkan oleh angin yang menuju pantai dominan dari barat dan barat laut.
Hasil simulasi model selama 12 tahun menunjukkan bahwa sedimentasi terjadi pada garis
pantai yang berbentuk teluk sedangkan erosi terjadi pada garis pantai yang berbentuk tanjung.
Perbandingan hasil model 2010 dengan hasil citra Landsat menunjukkan bentuk garis pantai
yang mirip. Walaupun begitu, ada ketidakcocokkan terutama terjadi pada garis pantai yang
dekat dengan muara dan daerah yang banyak mangrove. Ketidakcocokkan kemungkinan
disebabkan oleh parameter – parameter tersebut tidak dimasukan dalam model.

Kata kunci : one-line model, angkutan sedimen, perubahan garis pantai, Mangarabombang,
Galesong Selatan

Abstract
Research on Shoreline change model on Mangarabombang coast - South of Galesong,
Takalar regency was conducted. The research purpose to build shoreline change model by
using One-Line Model method. Initial shoreline for model was obtained from Landsat image
TM in 1999 and Landsat image ETM in 2010 was used to calibrate result of model. The
model indicate shoreline change due to along shore sediment transport generated by wave
that breakes at the coast. The characteristics of broken waves were predicted by analizing
wave transformation from off-shore where the wave was generated by winds. Sediment
transport along the coast were mostly southward as the dominan blown mostly from the west
and northwest. Simulation for 12 years shows that sedimentation occurs at the shoreline at a
gulf and erosion occur at a cape. The comparison of the model 2010 and Landsat image show
the modelled shape of shoreline is resembled. Although, some discrepancy occurs especially
on shoreline near by estuary and the land where so much mangrove. The discrepancy
probably due to these parameters did not included in the model.
Keyword : one-line model, sediment transport, shoreline change, Mangarabombang, South
of Galesong

1
PENDAHULUAN penginderaan jauh. Adapun jenis-jenis
model numerik yang dapat digunakan
Secara geografis kawasan Kecamatan Gale adalah model EOF (Empirical Orthogonal
song Selatan, Kecamatan Sanrobone, Function) dan model garis tunggal (One-
Kecamatan Mappakasunggu dan Line Model).
Kecamatan Mangarabombang berada pada
bagian barat Kabupaten Takalar dengan Penelitian tentang perubahan garis pantai
ciri khas sebagai daerah datar dan telah banyak dilakukan. Shibutani et al.
merupakan daerah pesisir. Menurut (2007) membuat model perubahan garis
Triatmodjo (1999), daerah pesisir adalah pantai berdasarkan angkutan sedimen.
daerah darat di tepi laut yang masih Siswanto et al. (2010) menganalisis
mendapat pengaruh laut seperti pasang stabilitas garis pantai di Kabupaten
surut, angin laut dan perembesan air laut, Bangkalan dengan menggunakan One-Line
sehingga dalam pengembangannya perlu Model. Sakka et al. (2011) melakukan
memperhatikan ekosistem pesisir terutama penelitian perubahan garis pantai di delta
kawasan pantai. Kawasan pantai ini sangat Sungai Jeneberang Makassar dengan
dinamis karena mengalami kontak memperhitungkan angkutan sedimen yang
langsung dengan aktivitas manusia dan masuk dan keluar sel dengan
aktivitas alam terutama yang terjadi di laut. mempertimbngkan pengaruh sudut dan
Selain itu, pantai merupakan interaksi gelombang pecah. Dewi (2011) membuat
antara darat, laut, dan udara, sehingga model numerik transformasi gelombang
pantai merupakan kawasan yang sangat selama delapan tahun dari Pantai Teritip
kompleks. sampai Pantai Ambarawang Laut dan
menemukan bahwa pantai yang berbentuk
Upaya manusia dalam memanfaatkan tonjolan mengalami abrasi sedangkan
kawasan pantai sering tidak dilandasi pantai yang berbentuk lekukan mengalami
pemahaman yang baik tentang perilaku sedimentasi.
pantai. Akibatnya, berbagai masalah pantai
bermunculan. Salah satunya adalah proses Penelitian ini menganalisis transformasi
abrasi dan akresi garis pantai. Proses gelombang yang dibangkitkan oleh angin
abrasi dan akresi garis pantai pada dari laut lepas menuju ke pantai serta
mulanya timbul secara alami, akan tetapi membuat model perubahan garis pantai
proses akan berlangsung lebih cepat jika dengan menggunakan One-Line Model di
pembangunan sarana kepentingan manusia wilayah pantai Mangarabombang sampai
tidak didasari dengan pengetahuan yang Pantai Galesong Selatan.
baik tentang perilaku proses dinamika
perairan pantai, dalam hal ini perubahan METODE PENELITIAN
garis pantai (Dewi, 2011).
Lokasi Penelitian
Sehubungan dengan hal tersebut, maka
diperlukan suatu kemampuan untuk Penelitian ini dilaksanakan di Pantai
memprediksi perubahan garis pantai. Kabupaten Takalar, dimulai dari Desa
Secara umum, terdapat beberapa metode Cikoang di Kecamatan Mangarabombang
dalam memprediksi perubahan garis sampai Desa Popo di Kecamatan Galesong
pantai, mulai dari metode yang paling Selatan dengan posisi astronomis 761500 –
sederhana yaitu dengan menggunakan 769800 m dan 938700 – 940600 m dengan
model matematika (model numerik) hingga panjang garis pantai kurang lebih 22 km.
metode yang berbasis SIG dan

2
Garis pantai
akhir

Garis pantai
awal

Gambar 1 Peta lokasi penelitian

Perolehan dan Analisis Data Transformasi Gelombang

Data yang digunakan dalam penelitian ini Data masukan berupa data kedalaman
terdiri dari : data kedalaman dasar laut, data dasar laut (h), tinggi gelombang laut lepas
tinggi, perioda dan arah gelombang laut (H0), sudut gelombang laut lepas (0),
lepas, gelombang pecah, dan data garis perioda gelombang laut lepas (Tp),
pantai awal. Data kedalaman dasar laut percepatan gravitasi = 9.8 m/det2, phi =
diperoleh dari peta LPI. Data tinggi, perioda 3.14, step simulasi (∆t) = 1 hari, lama
dan arah gelombang laut lepas dihitung simulasi = 12 tahun, jumlah titik grid
berdasarkan data kecepatan angin, sejajar pantai i = 634, jumlah titik grid
sedangkan gelombang pecah diperoleh dari tegak lurus pantai pantai j = 1191. Adapun
model transformasi gelombang laut lepas
parameter-parameter yang dihitung pada
yang merambat menuju ke pantai. Data garis
setiap titik grid : panjang gelombang (Lh),
pantai awal diperoleh dari citra Landsat
tahun 1990, sedangkan untuk validasi hasil kecepatan gelombang (Ch), sudut
model digunakan citra Landsat tahun 2010. gelombang (h), koefisien refraksi (Kr),
koefisien shoaling (Ks), tinggi gelombang
(Hh). Selain itu tinggi gelombang pecah
(Hb), kedalaman air dimana gelombang
pecah (hb) dan sudut gelombang pecah
(𝛼b) dihitung pada setiap titik grid sejajar
pantai.

3
Angkutan Sedimen Asumsi yang digunakan dalam pembuatan
model:
Laju angkutan sedimen sepanjang pantai 1. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi
pada setiap titik grid (Qs) dihitung dengan transformasi gelombang selain
metode fluks energi yaitu (Komar, 1983): shoaling dan refraksi diabaikan
𝑄𝑠 = 3,534𝑃𝑙 (1) 2. Kedalaman air di pantai sama dengan
tinggi sel
𝜌𝑔 3. Tinggi gelombang pecah terjadi jika
𝑃𝑙 = 𝐻𝑏2 𝐶𝑏 sin 𝛼𝑏 cos 𝛼𝑏 (2)
8 𝐻𝑏 = 0.78 𝑑𝑏
4. Posisi garis pantai pada titik sel 1 tidak
Dimana 𝑄𝑠 merupakan angkutan sedimen berubah selama simulasi
sepanjang pantai (m3/hari) dan 𝑃𝑙 5. Posisi garis pantai pada titik sel akhir
merupakan komponen fluks energi sama dengan posisi garis pantai
sepanjang pantai pada saat pecah (N/s). sebelumnya
Model Perubahan Garis Pantai Analisis Citra Landsat
Model perubahan garis pantai didasarkan Pengolahan citra dilakukan dengan
atas laju angkutan yang masuk dan keluar menggunakan software Ermapper. Data
sel yaitu (Komar, 1983): citra dikoreksi terhadap data pasang surut
∆𝑡 untuk mendapatkan garis pantai yang
∆𝑦 = 𝑄𝑖−1 − 𝑄𝑖 (3)
𝑑 ∆𝑥 sebenarnya. Koreksi garis pantai terhadap
Jika persamaan (3) diselesaikan dengan pasang surut dilakukan dengan cara
menggunakan metode beda hingga (finite menentukan kemiringan dasar pantai
difference), maka diperoleh : kemudian dihitung selisih posisi muka air
1 𝑡
𝑄𝑖−1 −𝑄𝑖𝑡
() pada saat perekaman citra terhadap
𝑦𝑖𝑡 = 𝑦𝑖𝑡−1 ∆𝑡 (4) MSL, sehingga diperoleh jarak pergeseran
𝑑𝑖 ∆𝑥
garis pantai.
dimana: 𝑦𝑖𝑡 = jarak garis pantai dari garis
referensi pada waktu t dititik sel i, Qi =
angkutan sedimen sejajar pantai pada titik HASIL DAN PEMBAHASAN
sel i, t = step simulasi, x = jarak antara
titik sel, di = kedalaman air pada saat Karakteristik Angin
gelombang pecah di titik sel i.
Karakteristik angin di perairan pantai
Perubahan garis pantai dihitung dengan Kabupaten Takalar disajikan pada gambar
menggunakan persamaan (4) yang dibuat 2. Hasil analisis data angin harian
dalam bahasa basic kemudian dijalankan maksimum selama duabelas tahun (1999 –
dalam Macro Excel. Data masukan model 2010) menunjukkan bahwa arah angin
terdiri dari data garis pantai awal dari citra dominan dari barat laut menyusul dari
satelit tahun 1999. Tinggi, sudut dan barat, tenggara dan timur. Kecepatan
kedalaman gelombang pecah (hasil angin minimum 0,5 m/s dan maksimum ≥
perhitungan transformasi gelombang), 11,1 m/s dengan arah resultan 305o
percepatan gravitasi = 9.8 m/det2, phi = sebesar 13 %.
3.14, frekuensi kejadian gelombang = 1,
step simulasi (∆t) = 1 hari, lama simulasi = Persentase angin tertinggi sebesar 51,2%
12 tahun, massa jenis air laut = 1025 pada interval kecepatan angin 3,6 – 5,7
kg/m3, jumlah titik grid sejajar pantai = m/s, diikuti oleh 27,0% pada interval
633 . kecepatan angin 5,7 – 8,8 m/s, 15.1 %
pada interval 2,1- 3,6 m/s, 5,3 % pada
4
interval kecepatan angin 2,1 – 3,6 m/s, 1,2 sebanding dengan besarnya kecepatan
% pada interval kecepatan angin 8,8 – 11,1 angin. Hal ini dipengaruhi oleh panjang
m/s, dan 0,2% pada interval kecepatan fetch. Panjang fetch dari arah barat dan
angin ≥ 11,1 m/s. barat laut besar sehingga tinggi gelombang
WIND ROSE PLOT:

Gabung
(1999 - 2010)
DISPLAY:
Wind Speed
Direction (blowing from)
yang tumbuh juga besar sedangkan fetch
dari arah barat daya sangat kecil, sehingga
NORTH
tinggi gelombang yang tumbuh juga kecil.
30% Gambar 3 memperlihatkan perbandingan
18%
24%

tinggi dan periode gelombang laut lepas


6%
12%
yang menunjukkan bahwa tinggi dan
WEST EAST
periode gelombang berkorelasi positif.

WIND SPEED

Periode gelombang (s)


(m/s)

3 3,7
>= 11.1

Tinngi gelombang (m)


8.8 - 11.1
Resultant Vector 5.7 - 8.8
SOUTH
305 deg - 13%

2,5
3.6 - 5.7
2.1 - 3.6
0.5 - 2.1
3,2
2
Calms: 0.00%

2,7
COMMENTS: DATA PERIOD:

1999-2010
COMPANY NAME:

UNIVERSITAS HASANUDDIN, PROGRAM STUDI GEOFISIKA JURUSAN FISIKA ,


1,5
Gambar 2 Windrose angin harian (1999 – 2,2
Jan 1 - Dec 31 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMUPENGETAHUAN ALAM
00:00 - 23:00

1
MODELER:

WA ODE AWALIAH, H22108 275

CALM WINDS: TOTAL COUNT:

0,5 1,7
2010) 0.00%

AVG. WIND SPEED:


4383 hrs.

DATE: PROJECT NO.:

WRPLOT View - Lakes Environmental Software


4.92 m/s 5/9/2013 15
0 1,2
Barat Daya Barat Barat laut
Karakteristik Gelombang
Ho (m) Tp (s)
Peramalan gelombang dilakukan dengan
menggunakan persamaan CEM yang
didasarkan pada pertumbuhan energi Gambar 2 Perbandingan Ho dan Tp
gelombang. Hasil peramalan gelombang
dari arah barat daya, barat dan barat laut Transformasi Gelombang
disajikan dalam Tabel 1.
Gelombang yang merambat dari laut lepas
Tabel 1. Hasil peramalan gelombang laut (deep water) menuju pantai mengalami
dalam berdasarkan angin maksimum dari perubahan bentuk yang disebabkan oleh
arah barat daya, barat dan barat laut (1999 proses transformasi seperti refraksi dan
– 2010) shoaling karena pengaruh kedalaman laut.
Berkurangnya kedalaman laut
Arah Kejadian Feff (m) UR Ho Tp menyebabkan semakin berkurangnya
(%) (m/s) (m) (s) panjang dan kecepatan gelombang serta
Barat 3,57 21784 6,06 0,43 1,35
Daya bertambahnya tinggi gelombang. Pada saat
Barat 47,81 200000 10,6 2,4 3,47 kelancipan gelombang (steepnes)
Barat 48,57 200000 9,78 2,2 3,38 mencapai batas maksimum, gelombang
laut
akan pecah dengan membentuk sudut
tertentu terhadap garis pantai (Trenggono,
Dari hasil analisis yang dilakukan, kita
2009).
dapat melihat bahwa tinggi gelombang
berkorelasi positif dengan periode
Berdasarkan bentuk pantai dan arah angin
gelombang. Jika tinggi gelombang besar
yang dapat membangkitkan gelombang
maka periode gelombang juga ikut besar,
pada lokasi penelitian, maka pola
begitupun sebaliknya. Sedangkan
transformasi disesuaikan dengan kondisi
kecepatan angin tidak berkorelasi positf
tersebut. Pola transformasi ini dihasilkan
dengan tinggi dan periode gelombang.
dari model yang dibuat dalam basic
Walaupun kecepatan angin besar, namun
language program yang divisualisasikan
tinggi gelombang yang tumbuh tidak
dalam bentuk gambar. Gambar 3, 4 dan 5
5
memperlihatkan transformasi gelombang
dari laut lepas yang dibangkitkan oleh
angin dari arah barat daya, barat, dan barat
laut .

Transformasi gelombang disimulasikan


menggunakan gelombang dari arah barat
daya (218o) dengan tinggi gelombang laut
lepas 0,43 m, dari arah barat (275o) dengan
tinggi gelombang laut lepas 1,82 m dan
dari arah barat laut (315o) dengan tinggi
gelombng laut lepas 2,2 m.

Transformasi gelombang dengan arah


angin dari barat daya, barat, dan barat laut
(Gambar 3, 4 dan 5) memperlihatkan
bahwa pada laut lepas arah gelombang
tetap. Pembelokan arah perambatan
gelombang terjadi ketika mendekati garis
pantai dan pucak gelombang cenderung
sejajar garis pantai. Hal ini disebabkan Gambar 4 Pola transformasi gelombang
oleh refraksi dan shoaling (pendangkalan). dengan arah angin dari barat yang
menggambarkan tinggi dan arah
gelombang

Gambar 3 Pola transformasi gelombang


dengan arah agin dari barat daya yang
menggambarkan tinggi dan sudut Gambar 5 Pola transformasi gelombang
gelombang dengan arah angin dari barat laut yang
menggambarkan tinggi dan arah
gelombang
6
Berdasarkan visualisasi dari pola dominan ke arah selatan saat gelombang
transformasi gelombang, konvergensi datang dari arah barat daya, barat dan barat
(penguncupan gelombang) terjadi pada laut. Sedimen tersebut terangkut ke sebelah
garis kontur/pantai yang menjorok ke luar, selatan di perairan Pantai
sedangkan divergensi (penyebaran Mangarabombang (Muara Cikoang sampai
gelombang) terjadi pada garis Topejawa), sehingga di perairan pantai
kontur/pantai yang menjorok ke darat. Galesong Selatan terabrasi (Parappa
Daerah yang mengalami konvergensi sampai Popo), sedangakan di perairan
umumnya mempunyai tinggi gelombang Mappakasunggu dan Sanrobone bervariasi.
pecah yang lebih besar jika dibandingkan Daerah yang membentuk teluk mengalami
dengan daerah divergensi. sedimentasi sedangkan yang bebentuk
tanjung tererosi.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Sakka (2008) di Delta
Sungai Jeneberang dan Dewi (2011) di U
200
Pantai Amborawang Laut sampai Pantai

Laju angkutan sedimen sejajar


Teritip. Dimana, konvergensi terjadi pada 100
0
pantai (m3/hari)
daerah yang berbentuk tonjolan sedangkan
divergensi terjadi pada daerah yang -100 BD B BL
berbentuk lekukan. -200
-300
Angkutan Sedimen -400
-500 S
Hasil perhitungan angkutan sedimen di
Utara Selatan Netto
sepanjang pantai dengan arah datang
gelombang dari barat daya, barat dan barat
laut ditunjukan pada Gambar 6. Pada saat Gambar 6 Histogram laju angkutan
gelombang datang dari arah barat daya sedimen rata – rata di setiap sel
besar angkutan sedimen berkisar antara 0,1 berdasarkan arah datang angin
– 7,9 m3/ hari dengan rata – rata angkutan
sedimen 1,76 m3/hari ke arah utara dan 0,1 Model Perubahan Garis Pantai
– 8 m3/hari dengan rata – rata angkutan
sedimen 4,83 m3/hari ke arah selatan. Pada Hasil running model selama duabelas
saat gelombang datang dari arah barat tahun menunjukkan hasil yang mirip
besar angkutan sedimen berkisar antara 0,2 dengan citra (Gambar 7). Hasil ini
– 490,9 m3/hari dengan rata – rata 114,86 diperoleh dari proses coba ulang (trial and
m3/hari ke arah utara dan 1,7 – 512,3 error) sehingga didapatkan hasil garis
m3/hari dengan rata – rata 302,403 m3/hari pantai yang mendekati garis pantai
ke arah selatan. Pada saat gelombang sebenarnya (citra Landsat tahun 2010).
datang dari arah barat laut besar angkutan Walaupun ada beberapa bagian yang tidak
sedimen berkisar antara 0,5 – 679,5 sama. Hal ini disebabkan oleh ada
m3/hari dengan rata – rata 156,88 m3/hari beberapa parameter yang tidak dimasukkan
ke arah utara dan 16.3 – 719.6 m3/hari dalam model seperti suplai sedimen dari
dengan rata – rata 430,86 m3/hari ke arah sungai, vegetasi mangrove dilokasi
selatan. penelitian, reklamasi pantai dan lain -lain.

Hasil perhitungan netto angkutan sedimen Berikut perbadingan akresi dan abrasi garis
sejajar pantai ke utara dan ke selatan pantai citra 2010 dan hasil model 2010
memenunjukkan bahwa angkutan sedimen ditinjau dari garis pantai citra 1999.
7
Tabel 2 Perbandingan abrasi dan akresi garis pantai citra 2010 dan hasil model 2010

Garis pantai citra 2010 dan hasil model 2010


Akresi (m) Abrasi (m) Selisih
Lokasi No.Grid No.Grid
Citra Model Citra Model Akresi Abrasi
A 39 46.96 95.22 - - - 48.26 -
B 188 43.73 136 171 73.94 276.9 92.27 202.96
C 307 57 102.8 365 23.17 128.8 105.63 45.8
D - - - 478 88.4 102.1 - 13.7

Garis pantai antara hasil model dan hasil yang berbentuk tanjung) dan juga
citra yang berimpit diperoleh pada garis mengalami akresi (pantai yang berbentuk
pantai yang lurus atau tidak berkelok- teluk).
kelok. Garis pantai yang berimpit tersebut
dimulai dari lokasi A bagian atas, lokasi B Secara umum perbandingan garis pantai
bagian tengah, lokasi C bagian bawah dan hasil model dan citra tahun 2010
atas, dan lokasi D bagian atas, semakin ke menunjukkan adanya kemiripan jika
selatan hasil model dan citra ditinjau terhadap citra tahun 1999. Pada
memperlihatkan adanya ketidaksesuaian. pantai yang membentuk teluk hasil model
dan hasil citra sama- sama memperlihatkan
Adanya perbedaan ini diakibatkan oleh adanya akresi yang terjadi pad lokasi A
morfologi pantai yang berbentuk tanjung bagian bawah B bagian tengah dan atas,
dan teluk. Pada lokasi A bagian bawah dan sedangkan lokasi B bagian tengah, C
tengah, pada lokasi B bagian atas dan bagian tengah, dan D bagian atas (pantai
pada lokasi C bagian tengah dimana yang membentuk tanjung) hasil model dan
morfologi pantainya membentuk teluk, citra memperlihatkan adanya kemiripan
hasil model memperlihatkan adanya akresi yaitu sama – sama mengalami abrasi.
garis pantai. Selanjutnya pada garis pantai
yang berbentuk tanjung yaitu pada lokasi B Perbedaan antara hasil model dan hasil
bagian tengah, C bagian tengah, dan D citra terutama terjadi pada daerah – daerah
bagian bawah dan tengah hasil model di sekitar sungai. Pada lokasi B bagian
memperlihatkan adanya abrasi. Pada pantai bawah di sekitar Muara Parilau hasil model
yang membentuk tanjung akan tergerus, memprediksi telah terjadi abrasi sedangkan
hasil gerusan ini diangkut kesisi selatan citra 2010 menunjukkan telah terjadi
dalam proses littoral drift kemudian sedimentasi. Pada lokasi B bagian atas
diendapkan pada pantai yang berbentuk yang dekat dengan Muara Biringkasi hasil
lengkungan. model memprediksi terjadi akresi
sedangakan hasil citra menunjukkan pantai
Orientasi pantai pada lokasi B dan C relatif stabil. Hal ini disebabkan oleh
berkelok – kelok menyebabkan sudut pantai dilokasi B bagian atas dinamikanya
gelombang pecah yang terjadi pada setiap lebih kompleks. Selain adanya muara
titik grid akan berbeda. Adanya perbedaan sungai, di daerah ini juga dimanfaatkan
sudut gelombang pecah mengakibatkan sebagai areal empang dan dibagian
arah angkutan sedimen pada lokasi B dan bawahnya telah di reklamasi. Pada lokasi
C ke arah selatan dan sebagian ke arah C bagian tengah model memprediksi
utara. Hal ini menyebabkan pantai pada terjadi abrasi sedangkan citra menunjukkan
lokasi B dan C mangalami abrasi (pantai terjadinya sedimentasi. Hal ini
8
kemungkinan disebabkan oleh penimbunan berada dekat dengan muara sungai . Muara
di lokasi tersebut. sungai ini juga menyuplai sedimen,
padahal dalam model tidak dimasukan
Pada lokasi B dan C selisih akresi antara parameter ini. Begitu juga pada lokasi B
citra dan model memperlihatkan perbedaan selisih abrasi yang jauh sampai duaratusan
yang cukup jauh. Pada lokasi B selisih meter disebabkan oleh sampel grid yang
akresi antara citra dan model adalah 92.27 diambil pada setiap lokasi dekat dengan
m sedangkan pada lokasi C selisih citra muara sungai. Padahal dalam model tidak
dan model adalah 105,63m. Perbedaan ini dimasukan parameter pengaruh suplai
terjadi karena pada lokasi B dan C grid sedimen dari sungai.
yang dijadikan wakil dari setiap lokasi

Gambar 7 Overlay garis pantai citra 1999, citra 2010 dan hasil model 2010
9
model dengan hasil citra Landsat tahun
PENUTUP 2010 memperlihatkan bentuk garis
pantai yang mirip. Walaupun begitu,
Kesimpulan terdapat juga perbedaan terutama pada
garis pantai yang dekat dengan muara
1. Dari hasil perhitungan tinggi dan dan daerah yang banyak ditumbuhi
periode gelombang di laut lepas mangrove. Perbedaan ini terjadi karena
diperoleh bahwa tinggi dan periode parameter – parameter tersebut tidak
gelombang berkorelasi positif. dimasukan dalam model, sehingga
Semakin besar tinggi gelombang maka menyebabkan perbedaan antara garis
periode gelombang semakin besar, pantai citra 2010 dangaris pantai hasil
begitupun sebaliknya. Sedangkan model 2010.
kecepatan angin tidak berkorelasi
positif dengan tinggi dan periode Saran
gelombang di laut lepas. Hal ini
dipengatuhi oleh panjang fetch. 1. Untuk mendapatkan hasil yang lebih
Walupun kecepatan angin besar, akurat, sebaiknya dalam penelitian ini
namun jika fetchnya kecil maka tinggi digunakan data – data primer
dan periode gelombang yang tumbuh 2. Perhitungan transformasi gelombang
juga kecil. dari laut lepas menuju ke pantai hanya
2. Dari hasil perhitungan transformasi memperhitungkan pengaruh shoaling
gelombang diperoleh bahwa pada saat dan refraksi. Karena itu untuk
gelombang merambat dari laut lepas pengembangan model ini disarankan
menuju pantai tinggi gelombang untuk menambahkan pengaruh dari
mengalami penurunan kemudian gesekan dasar, perkolasi, interaksi
mendekati garis pantai tinggi gelombang-arus dan interaksi
gelombang meningkat sampai akhirnya gelombang-gelombang yang
pecah, serta terjadi pembelokan arah disesuaikan dengan kondisi lokasi
gelombang sehingga pada garis garis penelitian
pantai yang menjorok ke luar 3. Model yang dibuat sebaiknya
(tonjolan) terjadi konvergensi disimulasi sampai 50 tahun yang lalu
sedangkan pada garis pantai yang untuk mengetahui periode ulang dari
menjorok ke darat (lekukan) terjadi abrasi dan akresi
divergensi. 4. Tingginya tingkat abrasi di pesisir
3. Berdasarkan simulasi model selama pantai Galesong Selatan, sebaiknya di
tahun 1999 – 2010 terlihat bahwa arah lokasi tersebut dibangun pemecah
angkutan sedimen dominan menuju ke gelombang untuk melindungi pantai
selatan. Hal ini terjadi karena orientasi dari terjangan gelombang yang besar.
pantai yang ke barat sedangkan
gelombang dominan yang datang
berasal dari arah barat dan barat laut. DAFTAR PUSTAKA
4. Bentuk garis pantai hasil model
cenderung mengikuti bentuk garis Alphan H. 2005. Perceptions of Coastline
pantai awal (citra Landsat 1999), Changes in River Deltas: Southeast
kecuali pada bagian – bagian tertentu Mediterranean Coast of Turkey. J
seperti di muara sungai dan pantai yang Environ Pollut 23(1):92-102.
di reklamasi. Model memprediksi
pantai yang berbentuk tanjung terjadi Balas L, Inan A. 2002. A Numerical Model
abrasi sedangkan yang berbentuk teluk of Wave Propagation on Mild
terjadi sedimentasi. Perbandingan hasil Slopes. J Coas Res 36:16-21.
10
[CERC] Coastal Engineering Research Engineering-Volume 28. Yokohama
Center. 1984. Shore Protection National University, Japan : World
Manual Volume I, Fourth Edition. Scientific.
Washington: U.S. Army Coastal
Engineering Research Center. Siswanto AD, Pratikto WA, Suntoya.
2010. Analisis Stabilitas Garis
[CHL] Coastal and Hydrolics Laboratory. Pantai di Kabupaten Bangkalan.
2001. STWAVE : Steady-State Jurnal Ilmu Kelautan Vol.15 (4), Hal
Spectral Wave Model User’s 221 – 230.
Manual for STWAVE, Version 3.0.
Viskburg : U.S. Army Engineer Thornton EB, Guza RT. 1983.
Research and Development Center Transformation of Wave Height
3909 Halls Ferry Road. Distribution,J Geophys Res
88(C10):5925-5938.
Dewi I.P,. 2011, Perubahan Garis Pantai
dari Pantai Teritip Balikpapan Trenggono M. 2009. Transformasi
sampai Pantai Ambarawang Kutai Gelombang dan Pengaruhnya
Kertanegara, Kalimantan Timu Terhadap Dinamika Pantai Muara
[tesis]. Bogor : Program Pasca Ajkwa (19993 – 2007) [tesis]. Bogor :
Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Program Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Horikawa K. 1988. Nearshore Dynamics
and Coastal Processes. Japan: Triatmodjo B. 1999. Teknik Pantai.
University of Tokyo Press. Yogyakarta: Beta Offset.

Purba M, Jaya I. 2004. Analisis [USACE] U.S. Army Corps of Engineers.


Perubahan Garis Pantai dan 2003a. Coastal Hydrodynamic Part
Penutupan Lahan antara Way Penet II. Washington DC : Depatement of
dan Way Sekampung, Kabupaten The Army, U.S. Army Corps of
Lampung Timur. J Ilmu-ilmu Engineers.
Per Perik Indo 11(2): 109-121.

Sakka dkk. 2011. Studi Perubahan Garis


Pantai di Delta Sungai Jeneberang
Makassar. Jurnal Ilmu Teknologi
Kelautan Tropis, Vol.3 No.2, Hal 112
– 126.

Shahidi AE, Kazeminezhad MH, Mousavi


SJ. 2009. On the Prediction of Wave
Parameters Using Simplified
Method. J Coas Eng 56:505-509.

Shibutani Y, Kuroiwa M, Matsubara Y.


2007. One-Line Model for Predicting
Shoreline Changes Due to Beach
Nourishments. J Coas Eng 50:511 –
515.

Shibayama T. 2009. Coastal Processes,


Advanced Series on Ocean
11

Anda mungkin juga menyukai