AKIBAT GELOMBANG
DISERTASI
Oleh :
Oki Setyandito
06/02-II/2221/PS
YOGYAKARTA
2012
1. PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
Pantai merupakan perbatasan antara daratan dan lautan, yaitu sebuah perairan
yang sangat dinamis. Dinamika perairan tersebut disebabkan oleh pengaruh angin,
gelombang angin, gelombang pasang surut, gelombang badai, tsunami dan lainnya.
Pada pertemuan antara 3 medium, udara, air dan sedimen ini, mekanisme
perlindungan pantai secara alami sebenarnya telah tersedia, di antaranya adalah
dengan adanya dunes sebagai pelindung alami pantai dan keseimbangan transpor
sedimen.
Pantai dikatakan rusak apabila terjadi perubahan baik fisik maupun lingkungan
yang dapat membahayakan atau merugikan kehidupan dan kegiatan perekonomian,
(Yuwono, 2004). Beberapa kerusakan pantai di antaranya adalah erosi pantai,
sedimentasi pada muara sungai, hilangnya pelindung alami pantai (seperti sand
dunes, hutan bakau dan terumbu karang, matinya taman laut dan sebagainya).
Tingkat kerusakan pantai dipengaruhi oleh beberapa parameter, di antaranya gaya
luar dari ombak dan angin, kondisi sedimen, kondisi profil pantai dan keberadaan
struktur di pantai. Pembangunan struktur di pantai sering kali menimbulkan gangguan
terhadap stabilitas dinamik pantai yang ada menuju pada kondisi stabilitas baru.
Perubahan dari kondisi setimbang dinamik satu ke kondisi setimbang lainnya ditandai
dengan kerusakan pantai serta perubahan profil pantai.
Salah satu cara perlindungan pantai secara alami adalah dengan pengisian
pasir dan dengan pembangunan pantai pasir buatan (artificial beach nourishment).
Konsep pengamanan pantai dengan pengisian pasir adalah (Yuwono 2004):
menyediakan sejumlah pasir untuk dibawa oleh arus (terutama longshore current)
sehingga arus tersebut tidak mengikis pantai (sebagai contoh sand by passing),
menyediakan cadangan pasir yang sewaktu-waktu dibutuhkan (pada saat badai)
dapat diambil oleh arus laut.
Yuwono (2004), menyebutkan bahwa pantai pasir buatan adalah pantai pasir yang
dibangun dengan menimbun pantai dengan material pasir dan melindunginya dengan
1
bangunan jetty atau krib sejajar pantai. Bentuk krib atau jetty atau groin yang biasa
dipergunakan adalah tipe I, Y, T, atau L.
Pantai pasir buatan biasanya juga difungsikan untuk keperluan pariwisata bahari.
Pembangunan pantai pasir buatan dilakukan, biasanya karena metode perlindungan
pantai ini lebih akrab dengan lingkungan sehingga lebih dapat diterima masyarakat.
Tetapi, fungsi utama pembuatan pantai pasir buatan adalah untuk menyediakan
perlindungan terhadap bangunan struktur dan infrastruktur di daratan dari badai
(CEM 2001).
Permasalahan yang signifikan dalam mendesain pantai pasir buatan adalah
memprediksi volume pengisian pasir serta keseimbangan profil dan bentuk pantai
pasir buatan. Pada pengisian pantai pasir buatan, pasir biasanya diletakkan di pantai
dengan kemiringan yang lebih curam daripada profil pantai pada kondisi seimbang.
Salah satu penyebab kerusakan pantai pasir buatan tersebut antara lain karena
terjadinya kerusakan profil pada kemiringan pantai pasir buatan yang telah dibuat,
yang disebabkan oleh hilangnya material timbunan (erosi). Penyebab terjadinya
kerusakan pada pantai pasir buatan tersebut adalah serangan gelombang yang
menyerang lereng (profil kelandaian) dan garis pantai pasir, sehingga material
timbunan bergerak, dan merubah layout (alignment) serta profil kemiringan yang ada.
Dean dan Dalrymple (2002) menyebutkan bahwa, proses perubahan garis pantai
dibagi menjadi 3 tahap:
Tahap 1, keseimbangan profil yaitu sebagai hasil dari transfer pasir arah tegak
lurus (cross shore) pantai dari profil bagian atas ke bawah, dan sebagai hasil
dari perubahan garis pantai, tapi bukan transfer pasir keluar dari profil.
Tahap 2, transfer pasir sepanjang pantai dari ’penyebaran’ pasir sebagai akibat
dari peristiwa perubahan bentuk profil dan layout yang direncanakan saat pasir
tambahan diletakkan.
Tahap 3, erosi garis pantai yang disebabkan oleh proses yang terjadi sebelum
pantai pasir buatan dibuat.
Pantai pasir buatan yang telah dibuat sebisa mungkin harus dijaga. Perancangan
desain pantai pasir buatan stabil perlu didukung oleh tersedianya referensi dengan
penjabaran yang lebih luas. Pada saat ini, referensi dan penelitian mengenai pantai
2
pasir buatan stabil, belum mampu mendukung cara perlindungan pantai pasir buatan
ini untuk diterapkan di lapangan khususnya di Indonesia. Oleh karena itu, masih
banyak diperlukan suatu kajian yang lebih mendalam mengenai stabilitas pantai pasir
buatan stabil dengan karakteristik hidraulik yang berbeda-beda, terutama yang
disesuaikan dengan keadaan di Indonesia. Penelitian disertasi ini dilakukan di
samping untuk menambah referensi, juga secara langsung mencari solusi
permasalahan dalam perancangan pantai pasir buatan yang stabil.
1.2.Tujuan penelitian
Penelitian disertasi ini bertujuan untuk menentukan variabel-variabel yang
berpengaruh pada profil kelandaian pantai pasir buatan stabil terutama pada area
swashzone (daerah rayapan gelombang). Tujuan utama penelitian ini adalah
a. meneliti terbentuknya profil kelandaian pantai pasir buatan dengan berbagai
parameter gelombang dan material timbunan pasir,
b. mendapatkan pemahaman yang lebih luas tentang parameter-parameter utama yang
berpengaruh terhadap profil kelandaian pantai pasir buatan,
c. mendapatkan disain parameter hidraulik kelandaian pantai pasir buatan,
d. mengevaluasi hasil penelitian berdasarkan data-data lapangan.
1.3.Keaslian
Perbedaan penelitian Dean (1973), Swart (1974), Larson (1988), dan Dong (2008)
dengan penelitian disertasi ini terletak pada pendekatan yang digunakan dalam
perumusan disain hidraulik pantai pasir buatan stabil, yaitu disain kelandaian yang
berhubungan dengan karakteristik gelombang dan karakteristik sedimen pada proses
dan pembentukan pantai pasir buatan stabil.
1.4.Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang signifikan bagi
ilmu pengetahuan dan teknologi, dapat menjadi masukan untuk melengkapi
penelitian-penelitian mengenai stabilitas pantai pasir buatan sebelumnya, dan dapat
3
menjadi pedoman teknis perencanaan pantai pasir buatan sesuai dengan karakteristik
masing-masing wilayah, serta lebih dapat diaplikasikan terutama di Indonesia.
1.5.Batasan masalah
Penelitian disertasi ini dilaksanakan di Laboratorium Hidraulika dan Hidrologi
Pusat Studi Ilmu Teknik UGM (Lab. H-H PSIT UGM) untuk uji model fisik 2 (dua)
dimensi dan Laboratorium Hidraulika dan Hidrologi Jurusan Teknik Sipil dan
Lingkungan UGM untuk uji model fisik 3 (tiga) dimensi.
Batasan-batasan masalah pada penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut
ini:
1) Fluida yang digunakan adalah air tawar, salinitas dan pengaruh mineral air tidak
diperhitungkan.
2) Gelombang yang dibangkitkan adalah gelombang teratur (reguler wave) yang
belum pecah dan konstan (tanpa perubahan temporal) dengan arah datang
gelombang tegak lurus model.
3) Material timbunan yang digunakan telah ditentukan, yaitu material jenis non
kohesif berupa pasir yang diambil dari Pantai Patehan D.I. Yogyakarta dengan
diameter butiran lebih kecil dari 0,7 mm (d < 0,7 mm) dan dari Pantai Tanjung Ann
Nusa Tenggara Barat dengan diameter butiran lebih kecil dari 1,4 mm (d < 1,4
mm).
4) Kepadatan dan porositas benda uji tidak diperhitungkan.
5) Elevasi muka air konstan dan dianggap sebagai MSL.
6) Kelandaian awal pantai pasir buatan (n = 6) dianggap seragam dari puncak model
hingga dasar saluran.
7) Transpor sedimen yang diteliti hanya pada arah tegak lurus pantai (cross shore
transport).
8) Model uji tidak dipengaruhi oleh gaya lain, misalnya gaya akibat angin.
4
2. LANDASAN TEORI
2.1.Teori Gelombang
Teori gelombang linier didasarkan pada anggapan air laut adalah sebagai
fluida ideal, sehingga aliran yang terjadi bersifat irotational. Persamaan yang
diselesaikan pada teori gelombang adalah persamaan Laplace dan persamaan
Bernoulli tak permanen yang telah dilinierkan dalam dua dimensi (x,z). Dengan
mengambil kondisi batas atas mengikuti persamaan Bernaulli yang dilinierisasikan
maka dapat dicari kecepatan potensial yang memenuhi persamaan tersebut. Dengan
menggunakan kecepatan potensial tersebut, kemudian diturunkan berbagai
persamaan dari karakter gelombang di antaranya adalah fluktuasi muka air,
kecepatan orbit partikel dan kecepatan (jalar) gelombang. Anggapan yang digunakan
dalam teori gelombang linier (Airy,1845) adalah bahwa amplitude gelombang relatif
kecil dibandingkan dengan kedalaman air maupun panjang gelombang.
Airy mengembangkan teory gelombang berdasarkan asumsi sebagai berikut:
a. Air merupakan massa yang homogen, tidak dapat dimampatkan dan tegangan
permukaannya dapat diabaikan.
b. Gerakan partikel air mengikuti aliran irotational, dengan kecepatan potensial (Ø)
memenuhi persamaan Laplace:
2 2
0 (2.1)
x 2 y 2
c. Dasar laut adalah horisontal, tidak bergerak, dan rapat air.
d. Tekanan di permukaan air adalah konstan.
5
C
L
Puncak
(x,t) a
SWL
H
w
Lembah
u
Particle d – (-y)
d p Orbit =d+y
z Pressure
x y=-d
6
Gambar 2.2. Gerakan orbital di bawah gelombang di perairan dangkal dan perairan dalam
(Shore Protection Manual, 1984).
Dalam Dean dkk. (1991) dijelaskan bahwa berdasarkan fungsi kedalaman air
(d) dan panjang gelombang (L), gelombang diklasifikasikan menjadi: shallow water
wave, transitional water wave dan deep water wave. Gelombang yang merambat di
perairan dangkal, sering disebut gelombang panjang atau gelombang perairan
dangkal. Gelombang pasut, dan gelombang-gelombang lain yang periode dan
panjang gelombangnya sangat panjang adalah gelombang perairan dangkal
(gelombang pendek) meskipun berada di laut dalam. Ketiga jenis gelombang
tersebut mempunyai karakteristik tersendiri yang dihasilkan dari penyederhanaan
fungsi hiperboliknya.
2.1.Gelombang Pecah
Di daerah surf zone, karena kedalaman pantai semakin dangkal, akan terjadi
gelombang pecah. Gelombang pecah akan terjadi bilamana kecepatan partikel air
horisontal di permukaan lebih besar dari kecepatan jalarnya atau U > C. Daerah
terjadinya gelombang pecah sangat penting, karena pada daerah ini sebagian besar
energi yang dipakai untuk pembentukan pantai diperoleh. Ada dua macam kriteria
gelombang pecah, yaitu gelombang pecah di perairan dalam dan gelombang pecah di
perairan dangkal.
7
2.1.Run Up – Run Down
Run-up gelombang terjadi pada saat gelombang datang bergerak menuju
kepantai dan membentur kelandaian garis pantai atau bangunan pelindung pantai
maka sebagian energi gelombang akan diubah menjadi gerakan air yang meluncur ke
arah lereng bangunan. Setelah mencapai elevasi maksimum, akan terjadi aliran balik
yang disebut run-down akibat gaya gravitasi. Run-down akan terus berlangsung
sampai datang run-up dari gelombang berikutnya atau run-down mencapai lembah
dari gelombang berikutnya. Tinggi elevasi run-up dan run-down diukur secara
vertikal dari muka air rerata seperti Gambar 2.3.
Ru
SWL
Rd
d
Ø
3.1.Langkah-langkah Penelitian
Dalam penelitian eksperimental disertasi ini, rancangan prosedur dan langkah-
langkah penelitian disusun sebagai pedoman dalam melaksanakan komponen-komponen
penelitian secara berurutan dengan langkah-langkah yang terkontrol sesuai dengan tujuan
utama adalah pencapaian tujuan akhir penelitian. Sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan, rancangan penelitian ini disusun dalam 3 macam kajian yaitu pendekatan
teoritis, kajian secara eksperimen di laboratorium 2 (dua) dimensi (2-D) dan 3 (tiga)
dimensi (3-D). Eksperimen 2–D meliputi eksperimen dasar (ED), Studi Pembentukan
Profil Kelandaian Pantai Pasir Buatan Stabil (SM1), dan Studi Mekanisme Kecepatan
8
Dasar pada Area Run Up – Run Down (Ru-Rd) pada profil landaian dasar tetap
(Impermiabel smooth slope/ Fix bed) (SM2). Eksperimen 3–D meliputi studi
pembentukan profil kelandaian pada geometri struktur pelindung sebagai pembentuk
alignmen dan garis pantai dengan menggunakan gabungan groin I dan L (SM3-1). Selain
eksperimen–eksperimen tersebut, juga akan dilakukan studi kasus lapangan yaitu
membandingkan atau memverifikasi hasil kajian teoritis dan hasil eksperimen tersebut di
atas dengan profil pantai dari hasil pengukuran di Pantai Kuta (SM4). Data yang
diperoleh dari eksperimen selanjutnya dianalisis dan disimpulkan hasilnya. Hasil
eksperimen juga dibandingkan dengan hasil kajian teoritis dan hasil eksperimen yang
sudah ada. Hal tersebut dilakukan agar dapat dilakukan evaluasi data dan penemuan
penyebab permasalahan apabila hasil analisis sementara menunjukkan indikasi yang
menyimpang dari hipotesis. Evaluasi secara menyeluruh dilakukan atas hasil analisis data
untuk menyimpulkan apakah tujuan penelitian sudah tercapai atau belum. Pada kondisi
tujuan belum tercapai, maka harus dilakukan evaluasi dan peninjauan kembali baik pada
pelaksanaan maupun pada rancangan eksperimen. Perbaikan dilakukan pada bagian yang
bermasalah hingga diperoleh pencapaian tujuan penelitian.
3.2.Perancangan dan Pelaksanaan Eksperimen
Pada penelitian ini, penelitian eksperimental untuk uji model fisik 2 dimensi (2-D)
dilakukan di Laboratorium Hidrolika dan Hidrologi Pusat Studi Ilmu Teknik
Universitas Gadjah Mada (Laboratorium H-H, PSIT UGM), dan untuk uji model fisik
3 dimensi (3-D) dilakukan di Laboratorium Hidrolika dan Hidrologi Jurusan Teknik
Sipil dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada. Pelaksanaan penelitian akan terdiri
dari kegiatan persiapan yang meliputi studi pustaka, kajian teoritis, penelusuran
informasi baru, orientasi permasalahan lapangan, perancangan model penelitian
termasuk media percobaan, peralatan akuisisi data, bahan percobaan, penyusunan
prosedur kalibrasi dan percobaan, penyusunan rancangan simulasi. Tahap selanjutnya
adalah pembuatan media percobaan berdasarkan hasil disain yang telah dimatangkan
lewat konsultasi dengan dosen pembimbing.
9
Masalah penelitian:
Desain profil kelandaian stabil belum optimal, terjadi perubahan bentuk profil dan
alignment garis pantai pasir buatan yang tidak sesuai dengan profil dan alignment
garis pantai yang diharapkan.
Tujuan penelitian:
Hipotesis
Rancangan Penelitian:
Pendekatan Teoritis dan Eksperimental
Kajian Lapangan
Selesai
Gambar 3.1. Bagan alir rancangan prosedur penelitian disertasi.
10
3.3. Analisa Hasil
Metoda stepwise adalah cara untuk mendapatkan bilangan tak bedimensi
dengan peniadaan (eliminasi) dimensi tahap demi tahap. Tahap pertama adalah
peniadaan dimensi massa (M) dengan menggunakan variabel yang
mengandung dimensi massa. Tahap berikutnya adalah peniadaan dimensi
waktu (T) dengan menggunakan variabel yang mengandung dimensi waktu.
Tahap terakhir adalah peniadaan dimensi panjang (L) dengan menggunakan
variabel yang hanya mengandung dimensi panjang.
Dalam penelitian ini, parameter bebas yang diperkirakan berpengaruh
adalah tinggi gelombang (H), periode gelombang (T), kedalaman air (d),
kelandaian (n), panjang gelombang (L), tinggi run-up (Ru), run-down (Rd),
waktu mencapai run-up (tR), kecepatan jalar gelombang (C), dan gelombang
pecah (Hb). Variabel berulang yang digunakan adalah tinggi gelombang (H),
dan periode (T), panjang gelombang (L), dan periode (T), serta kedalaman air
(d), dan periode (T).
11
Hasil pemeriksaan karakteristik material timbunan disajikan pada Tabel
4.1. berikut ini.
Berat Berat
Berat Berat Diameter Kecepatan
Volume Volume
Volume Jenis Median Jatuh
Pasir Model Kering Kering
Basah (γs) (d50) (ω)
Oven Permukaan
(gr/cm3) (gr/cm3) (mm.) (m/dtk)
(gr/cm3) (gr/cm3)
A 2,565 1,958 1,820 3,264 0,125 0.0187 0.285
B 2,341 1,853 1,681 3,126 0,275 0.0425 0.67
Patehan
C 2,042 1,620 1,577 3,047 0.363 0.0561 0.88
D 1,994 1,535 1,471 2,980 0,463 0.0716 1.129
E 1,672 1,430 1,331 2,681 0,525 0.0734 1.046
Tanjung
F 1,699 1,482 1,391 2,692 0,85 0.1247 1.86
Ann
G 1,629 1,629 1,420 2,710 1,20 0.1889 2.72
Dari hasil eksperimen diperoleh envelope profil kelandaian model pantai pasir
buatan stabil. Contoh hasil eksperimen envelope profil kelandaian model pantai
12
30
25
20
z ( cm )
15
10
0
60 80 100 120 140 160 180 200 220x ( cm ) 240
Gambar 4.1. Envelope profil kelandaian pada pantai pasir stabil, = 0.88,
H0/L0 = 0.0003 – 0.06. (Hasil penelitian)
13
Untuk lebih memudahkan dan sesuai dengan hasil eksperimen disertasi,
pembagian kelandaian pada pantai pasir disederhanakan menjadi Gambar 4.2.
nf1
Formasi bar
nf1
nf2 Formasi berm
Kelandaian awal
nf2
nf3
nf3
(a)
nf1 nf1
nf2 nf2
nf3
nf3
Formasi berm
2
Formasi bar
1
(b)
Gambar 4.3. Skema profil kelandaian (nf ), (nf α) dan (nf ) yang digunakan dalam
penelitian disertasi ini.
1. Profil Kelandaian pada Area Swash zones atau Run Up- Run Down (nf )
14
Dari hasil analisa envelope profil kelandaian beserta grafik pada Gambar
kelandaian pantai pasir adalah tan = 0.5 – 0.098 atau nf = 1.98 – 10.12. Dari
hasil kajian teoritis dengan nilai = 1 – 1.8, menunjukkan bahwa pada area
semakin tegak.
1
Kajian Teori, K = 1
Karakteristik Material
Data Eksp.nf , Bar, 2.72
Sedimen = 0.285 - 2.72
Data Eksp.nf , Berm, 2.72
Data Eksp.nf , Berm, 0.285
0.1
Data Eksp.nf , Bar, 0.285
H0/L0 Kajian Teori, K = 1.8
0.01
0.001
0.01 0.1 1
Slope (tan )
0.0001
Gambar 4.4. Hubungan antara (tan ) dan H0/L0,data hasil penelitian dan kajian
teoritis, = 1 – 1.8.
Dari Gambar 4.5. diperoleh profil kelandaian pantai pasir stabil adalah tan α =
0.518 – 0.129 atau nfα = 1.94 – 7.77, dan tan β = 0.197 – 0.248. atau nf = 4.03
– 5.38.
Kemudian, dari Gambar 4.5. diperoleh hasil kajian empiris berdasarkan hasil
kalibrasi, dan Persamaan empiris kelandaian tan α juga didapatkan persamaan
empiris kelandaian pantai ( ), dimana terjadi profil kelandaian peralihan
antara bar dan berm adalah sebagai berikut.
15
1.00000
tanβ5 = 0.248, K = 1.94
Dataω2/gD= 2.72, Bar
Dataω2/gD= 2.72, Berm
Dataω2/gD= 1.129, Bar
Dataω2/gD= 1.129, Berm
0.00010
Gambar 4.5. Hubungan antara kelandaian pantai pada area swashzone (tan α)
dengan gelombang gelombang ( ), = 0.285 – 2.72.
Sebaran data hasil penelitian uji model fisik 3 Dimensi dengan struktur
pelindung gabungan Groin I dan L yang disajikan pada Gambar 4.6.,hasil
penelitian disertasi yang diplotkan adalah hasil penelitian pantai pasir buatan pada
area terbuka dibandingkan dengan hasil kajian teoritis. Pada gambar grafik terlihat
bahwa untuk model pantai pasir buatan dengan model A, Lx/Ly = 1.6 / 1.08, pada
zona ini terbentuk formasi bar yang identik dengan hasil kajian teoritis.
16
1.00000
Kajian Empiris tanα, ω2/(gd50 )= 3.03
tanβ2,K = 2.2
0.01000
Eksp 3 D, Zona Terbuka, Barω2/(gd50 ) = 2.74
0.00100
0.0 0.1 1.0 Slope (tanα) 10.0
0.00010
5.1.Kesimpulan
17
2. Pada kondisi pantai pasir stabil, perbandingan kecepatan aliran pada lereng
kelandaian keatas pada area swash zone (UUp) dan kecepatan aliran pada
lereng kelandaian kebawah pada area swash zone (UDw) mendekati 1 (satu)
, yaitu ≈ (1 − 1,2)
kelandaian pantai pasir stabil adalah tan = 0.18 – 0.1 atau nf = 1.2 –
sedimen = = 0.285 – 2.72, adalah tan α = 0.518 – 0.129 atau nfα = 1.94
– 7.77.
6. Dari hasil kajian empiris, dengan kalibrasi hasil eksperimen, didapatkan
persamaan teoritis hubungan antara kelandaian pantai pada area diantara
swashzone dan gelombang pecah (formasi bar atau berm) (α) dan
gelombang ( ) mengikuti Persamaan 5.8. dan Persamaan 5.9.=
= , dengan = 0.092( )
.
tegak.
18
6. Kelandaian pantai ( ), dimana terjadi peralihan profil kelandaian dengan
bar dan berm, untuk = 0.285 – 2.72 , berada pada tan β = 0.197 –
= , dengan = 2( ) , atau ≈2
Hal ini berarti kelandaian sudut peralihan ( ) antara profil pantai dengan
0.285 – 2.72.
8. Batas pengaruh sedimen (ω) dan gelombang terhadap profil pada pantai
pasir buatan stabil berdasarkan persamaan profil pantai yang diturunkan
oleh Dean (2001), diperoleh hasil kajian teoritis, yaitu
ᴨ
= .
yang juga merupakan persamaan teoritis profil pantai stabil dengan batas
terjadinya bar maupun berm. Dari hasil perbandingan kajian teoritis dan
hasil penelitian diperoleh bahwa berm pada profil pantai, akan terjadi pada
ᴨ
kondisi batas < dengan K = 12.
19
eksperimen 3 dimensi dan studi kasus masuk dalam grafik hasil kajian
teoritis.
5.2.Rekomendasi
20