Anda di halaman 1dari 5

DINAMIKA PESISIR JAWA TIMUR

Versi PDF Cetak ke Printer

Penulis Artikel Puslitbang Geologi Kelautan :  Muhd. Salahuddin dan Mulyana W.

Gambaran Umum
Propinsi Jawa Timur merupakan salah satu sentra  kegiatan ekonomi yang menghubungkan
Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI). Wilayah Propinsi Jawa
Timur memiliki panjang pantai sekitar + 2.128 km dan di sepanjang pantainya dapat dijumpai
beragam sumberdaya alam mulai dari hutan bakau, padang lamun, terumbu karang, migas,
sumberdaya mineral hingga pantai berpasir putih yang layak untuk dikembangkan menjadi
obyek wisata. Pada kawasan pantai Jawa Timur dapat ditemui  juga delta yang terbentuk karena
adanya proses sedimentasi dari sungai Brantas-Solo yang diduga mengandung gas biogenik.

Ketersediaan sumberdaya alam non hayati di wilayah pesisir  dan laut Jawa Timur  yang
menyediakan bahan-bahan mineral, endapan dasar laut agregat  konstruksi, dan pada beberapa
lokasi tersedia cadangan minyak dan gas bumi merupakan potensi yang dapat diandalkan.
Potensi sumberdaya alam yang dimiliki pada kawasan pesisir dan laut Jawa Timur, bila dikelola
dengan perencanaan yang baik akan sangat potensial untuk mendukung pembangunan daerah
yang  berkelanjutan.
Pemanfaatan secara optimal data wilayah pesisir dan laut Jawa Timur hasil-hasil dari kegiatan
survei yang telah dilaksanakan oleh Puslitbang Geologi Kelautan, adalah untuk memberdayakan
data serta merupakan evaluasi keberadaan informasi pesisir dan laut agar dapat dikelola secara
terpadu untuk mendukung perencanaan wilayah pesisir dan laut secara cermat dan sistematis,
sehingga dapat  meningkatkan pendapatan daerah, ilmu pengetahuan, dan peluang usaha
khususnya disektor investasi pertambangan kelautan.

Geografi Pesisir Jawa Timur


Kawasan pesisir dan laut Jawa Timur secara umum dapat dikelompokkan menjadi kawasan
pesisir utara, pesisir timur dan pesisir selatan. Kawasan pesisir utara dan timur umumnya
dimanfaatkan untuk transportasi laut, pelestarian alam, budidaya laut, pariwisata dan pemukiman
nelayan. Sedangkan kawasan pesisir selatan, umumnya merupakan pantai terjal dan berhadapan
langsung  dengan Samudera Hindia yang kondisi gelombang dan ombaknya besar, sehingga
hanya bagian tertentu saja yang  dapat dikembangkan sebagai pemukiman nelayan dan areal
pariwisata.
Kawasan laut dan pesisir Jawa Timur mempunyai luas hampir dua kali luas daratannya (+ 47220
km persegi) atau mencapai + 75700 km persegi apabila dihitung dengan 12 mil batas wilayah
propinsi, sedang garis pantai Propinsi Jawa Timur memiliki garis pantai sepanjang + 2128 km 
yang aktif dan potensial (gambar 1). Propinsi Jawa Timur tidak hanya luas dari segi wilayah,
tetapi juga kaya akan sumberdaya alam yang tentunya akan menjadi daya dukung pembangunan
wilayahnya. Di kawasan pesisir Jawa Timur   yang sebagian besar  terletak di pesisir utara dan
sebelah timur dapat dijumpai berbagai variasi kondisi fisik dan lingkungannya seperti hutan
bakau, padang lamun, terumbu karang, pantai berpasir putih dan pantai yang landai maupun
terjal. 

Dinamika Pesisir Jawa Timur

Pesisir pantai Utara Jawa Timur pada umumnya berdataran rendah yang ketinggiannya hampir
sama dengan permukaan laut. Wilayah yang termasuk zona pesisir utara Jawa Timur adalah
Kabupaten–Kabupaten Tuban, Lamongan, Gresik, Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, Probolinggo
dan Situbondo. Pesisir pantai utara Jawa dikenal sebagai daerah cekungan yang mengalami
penurunan pada zaman Oligo-Miosen (Asikin, 1986). Pada bagian utara Jawa Timur terdapat dua
cekungan yang mempunyai tatanan stratigrafi yang berbeda yaitu Cekungan Kendeng dan
Cekungan Rembang (Pringgoprawiro, 1980). Cekungan Kendeng terletak di sebelah selatan dan
digolongkan ke dalam jenis cekungan “back arc fold thrust belt”, sedangkan Cekungan Rembang
merupakan cekungan paparan. Cekungan Kendeng  pada umumnya mengandung kadar batuan
vulkanik yang tinggi dengan sedikit sisipan-sisipan batu karbonat dan bersifat “ flysch”.
Sedimen-sedimen pada Cekungan Rembang  memperlihatkan  kadar pasirnya yang tinggi
disamping adanya peningkatan batuan karbonat serta menghilangnya endapan vulkanik.
Tersedianya potensi sumberdaya alam di pesisir dan laut Jawa Timur ini, mendorong kegiatan
eksploitasi yang tidak mengindahkan kelestarian lingkungan. Kegiatan eksploitasi yang
berlebihan menyebabkan kondisi lingkungan di  sebagian pesisir Jawa Timur mengalami banyak
tekanan seperti pencemaran terhadap sungai dan laut, degradasi bakau, karang, padang dan
akumulasi endapan lumpur akibat erosi didaratan yang tidak terkendali.

Proses abrasi ditandai dengan hilangnya beberapa dataran di sekitar pesisir, faktor yang merusak
lingkungan pantai adalah ekspansi manusia yang membuat lingkungan pantai baru tanpa
memperhitungkan daya dukung lingkungan pantai itu sendiri, seperti eksploitasi yang tidak
terkendali terhadap hutan bakau untuk dijadikan daerah pertambakan, penambangan pasir laut.
Faktor-faktor ini akan mengurangi daya tahan pantai terhadap gelombang laut dan mengganggu
keseimbangan serta tatanan pantai. Akibatnya terjadilah abrasi dan kerusakan lingkungan biota
pantai.  Selain dari pada itu dengan semakin banyaknya industri baik dalam sekala besar maupun
kecil yang membuang limbah ke sungai-sungai, menimbulkan pencemaran air laut dan
mengakibatkan adanya kerusakan di sekitar pantai.
Berdasarkan hasil Interpretasi citra satelit Landsat TM-7  tahun 2000 dengan false color 547
(tataguna lahan), terlihat wilayah daratan Propinsi Jawa Timur sebagian besar kawasan hutan
lindungnya telah rusak (gambar 2). Faktor kerusakan  ini yang mempengaruhi lingkungan pesisir
dengan terjadinya  penggundulan hutan daratan. Penggundulan hutan di daratan dapat
menimbulkan pengikisan dan erosi lapisan tanah. Pada waktu hujan lapisan tanah yang terkikis
akan terangkut ke laut. Didaerah teluk, terutama di daerah muara sungai dapat menimbulkan
sedimentasi.
Apabila terjadi di pelabuhan akan mengalami pendangkalan yang dapat mengganggu lalu lintas
pelayaran kapal. Sebagai contoh Sungai Brantas merupakan sungai nomor dua terpanjang di
Pulau Jawa setelah Sungai Bengawan Solo. Hulu sungainya dimulai dari sisi selatan Anjasmoro,
dan mengalir ke arah selatan memotong dataran Malang, kemudian melengkung tajam ke arah
barat dekat Kepanjen; setelah ke arah barat hingga 70 km, sungai ini membelok ke arah utara
dekat Tulungagung hingga mencapai Zona Kendeng, dimana sebagian tertutupi oleh endapan
alluvial di sekitar Jombang dan Mojokerto; disini sungai berbelok kembali ke arah timur. Dekat
Mojokerto, delta Sungai Brantas terbagi ke-dua arah, yaitu Sungai Mas yang mengalir hingga
dekat Surabaya, dan Sungai Porong yang mengalir ke Selat Madura dekat Bangil. Saat ini Sungai
Porong hanya berjarak sekitar 40 km dari hulu sungainya, dan relatif dekat dengan jalur
gunungapi (Gunungapi Anjasmoro - Kelud-Kawi). Daerah tangkapan (catchment area) dari
Sungai Brantas mencapai 11.000 km2, dengan endapan bawaan mencapai 1,3 kg/m3, yang relatif
lebih kecil dari endapan bawaan Sungai Bengawan Solo yang mencapai 2,75 kg/m3. Perubahan
garis pantai dari endapan Sungai Brantas mencapai 7 m/tahun, dan Sungai Porong mencapai 9-15
m/tahun. Sepanjang sejarah (sekitar abad 10) mulut Sungai Brantas merupakan daerah estuari
yang cukup luas, dan sebagai pelabuhan alami.
Kawasan di Pesisir Utara  Jawa Timur yang termasuk mengalami tekanan berat akibat dampak
pembangunan adalah  kawasan Selat Madura dan pesisir selatan Kabupaten Pamekasan,
Sampang, Bangkalan, Gresik, Kodya Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan dan Probolinggo. Beratnya
tekanan eksploitasi sumber daya pesisir serta pesatnya laju pencemaran ini, secara gradual
dipengaruhi oleh masukan limbah baik domestik atau dari penduduk setempat maupun industri,
yang berakibat penurunan kualitas fisik lingkungan perairan dan produktivitas ekosistem dapat
turun ke titik terendah. Dampak yang mungkin muncul adalah merosotnya kondisi sosial-
ekonomi masyarakat setempat yang menggantungkan hidupnya pada sumberdaya alam disekitar
perairan.  Indikasi kondisi sosial ini dapat terlihat pada besarnya populasi penduduk dan
kepadatannya di kawasan pesisir terutama  disekitar Gresik, Surabaya dan Sidoarjo yaitu rata-
rata 1000 orang per km2. 
Di beberapa daerah di pesisir utara Jawa Timur terutama yang berdekatan dengan muara-muara
sungai dan di daerah di sekitar teluk dan tanjung terjadi proses akresi yang ditandai dengan
majunya garis pantai. Daerah-daerah tersebut berkembang menjadi daerah pemukiman,
pertanian, pertambakan dan pelabuhan. Daerah pertanian menempati satuan daerah aluvium yang
subur. Pantai-pantai tersebut umumnya berupa tanggul alam dan buatan, hutan, bakau, tanaman
keras dan pematang pantai yang dapat melindungi kawasan pantai terhadap proses abrasi.

Pustaka Terpilih
Agustiyanto, D.A. dan Santosa, 1993, Peta Geologi Lembar Situbondo, Jawa Timur, Puslitbang
Geologi, Bandung.
Andi Mangga, S., 1974. Peta Geologi Lembar Lombok, Nusatenggara skala 1:250.000, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung.
Anonimous; 1990; Coastline Management Manual; NSW Government, Crown Copyright,
Sydney, Australia.
Anonimous; 1998; Atlas Sumberdaya Kelautan Indonesia; Bakosurtanal, Cibinong, Indonesia.
Anonimous; 1998; Pedoman Perencanaan dan Pengelolaan Zona Pesisir Terpadu; Ditjen Bangda
& BCEOM, Jakarta, Indonesia.
Arifin, L., dkk., 1995, Laporan Penyelidikan Perairan Ambunten dan Sekitarnya, PPGL,
Bandung. Tidak dipublikasikan.
Astjario, P., dkk., 1995, Laporan Penyelidikan Perairan Pamekasan dan Sekitarnya, Madura.
PPGL, Bandung. Tidak dipublikasikan.
Budiono, K., dkk., 1989, Laporan Penyelidikan Perairan Kodya Surabaya, Kab. Bangkalan, Kab.
Gresik. PPGL, Bandung. Tidak dipublikasikan.
Hartono, 1993, Peta Geologi Lembar Tuban, Jawa Timur, Puslitbang Geologi, Bandung.
Kamiludin, U., dkk., 1995, Laporan Penyelidikan Perairan Gayam (P. Sapudi) dan Sekitarnya,
Madura Timur. PPGL, Bandung. Tidak dipublikasikan.
Kuntoro, dkk., 1995, Laporan Penyelidikan Perairan Besuki dan Sekitarnya, PPGL, Bandung.
Tidak dipublikasikan.
Kurnio, H., dkk., 1995, Laporan Penyelidikan Perairan Asembagus dan Sekitarnya, Jawa Timur.
PPGL, Bandung. Tidak dipublikasikan.
Masduki, A., dkk., 1997, Laporan Penyelidikan Perairan Bluto dan Sekitarnya, Madura. PPGL,
Bandung. Tidak dipublikasikan.
Pendowo, B., dkk., 1991, Peta Geologi Lembar Besuki, Jawa Timur, Puslitbang Geologi,
Bandung.
Rokhmin Dahuri, Dr.Ir.H.MS, Dkk; 1996; Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan
Secara Terpadu; PT Pradnya Paramita, Jakarta, Indonesia.
Salahuddin, M., Lubis, S. dan Astjario, P., 2002, Pangkalan Data Geologi Dan Geofisika
Kelautan Wilayah Pesisir Jawa Timur, Puslitbang Geologi Kelautan, Bandung.
Santosa, S. dan Suwarti, T., 1992, Peta Geologi Lembar Malang, Jawa Timur, Puslitbang
Geologi, Bandung.
Situmorang, R.L., Smith, R., dan van Vessem, E.J., 1992, Peta Geologi Lembar Jatirogo, Jawa
Timur, Puslitbang Geologi, Bandung.
Situmorang, R.L., Agustiyanto, D.A. dan Suparman, M., 1992, Peta Geologi Lembar Waru-
Sumenep, Jawa Timur, Puslitbang Geologi, Bandung.
Suharsono dan T. Sawarti, 1992, Peta Geologi Lembar Probolinggo, Jawa Timur, Puslitbang
Geologi, Bandung.
Surachman, M., dkk., 1993, Laporan Penyelidikan Perairan Tanjung Bumi, Jawa Timur, PPGL,
tidak dipublikasikan.
Sutisna, K., Samodra, H. dan Koswara, A., …., Peta Geologi Lembar Kangean dan Sapudi, Jawa,
Puslitbang Geologi, Bandung.
Usman, E.; 1995; Krisis Pantai Utara Jawa Timur, Publikasi Khusus No. 2, PPGL Bandung.

Tagged: Artikel

http://www.mgi.esdm.go.id/content/dinamika-pesisir-jawa-timur

Anda mungkin juga menyukai