Gagasan atau ide adalah istilah yang dipakai baik secara populer maupun dalam
bidang filsafat dengan pengertian umum "citra mental" atau "pengertian". Terutama Plato
adalah eksponen pemikiran seperti ini. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
ide/gagasan adalah rancangan yang tersusun di pikiran. Selama gagasan belum dituangkan
menjadi suatu konsep dengan tulisan maupun gambar yang nyata, maka gagasan masih
berada di dalam pikiran. Gagasan menyebabkan timbulnya konsep, yang merupakan dasar
bagi segala macam pengetahuan, baik sains maupun filsafat. Sekarang banyak orang
percaya bahwa gagasan adalah suatu kekayaan intelektual seperti hak cipta atau paten.
Sementara gagasan baru merupakan ide-ide yang terancang untuk memperbarui
pemikiran-pemikiran sebelumnya. Gagasan baru ini biasa timbul karena adanya kendala
atau ketidaksempurnaan pada gagalan terdalulu yang terbukti mellui eksperimen-
eksperiman. Secara garis besar, kendala dapat diartikan sebagai faktor atau keadaan yang
membatasi, menghalangi, atau mencegah pencapaian tujuan dan sasaran.
Sebagai perusahaan yang mempunyai berbagai macam pengalaman dibidangnya,
tentunya telah merekam berbagai kendala baik kendala teknis maupun non-teknis.
Termasuk seperti pekerjaan ini yang dirancang harus melakukan survei literatur dan
lapangan. Kendala yang biasa dihadapi diantaranya adalah:
1. Kendala Administratif
Administrasi dalam pengertian ; setiap kegiatan kerjasama antara dua orang atau
lebih, berdasarkan rasionalitas tertentu, untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. (Prof. Dr. Sondang P. Siagian). Dari pengertian tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa setiap kegiatan manusia dalam hubungan sosialnya pastilah
merupakan kegiatan administrasi, karena manusia itu merupakan makhluk sosial dan
tidak bisa hidup sendiri, pasti membutuhkan bantuan, selalu berhubungan dan
membutuhkan keterlibatan dari manusia yang lainnya. Hanya saja setiap daerah atau
wilayah mempunyai akar sejarahnya masing-masing, sehingga dalam
perkembangannya, pelaksanaan administrasi yang berlaku baik di wilayah atau
negara tertentu tidak bisa serta merta akan baik apabila di terapkan di wilayah yang
berbeda, karena pasti setiap wilayah/negara/daerah pasti mempunyai hukum-
hukum dan akar historis budaya yang berbeda. Oleh karenanya, kendala adminstrasi
ini harus di atasi dengan gagasan-gagasan baru.
2. Kendala Lapangan
Kajian ini merupakan kajian yang membutuhkan survei lapangan. Penelitian
lapangan biasa dilakukan untuk memutuskan ke arah mana penelitiannya
berdasarkan konteks. Penelitian lapangan biasa diadakan di luar ruangan atau
disebut dengan survei lapangan atau disebut juga dengan survei lapangan. Dalam
melakukan survei, seringkali mengalami kendala atau situasi di luar perkiraan yang
dapat menghambat tujuan. Oleh karenanya, kendalah ini harus di atasi dengan
gagasan-gagasan baru.
Untuk mengatasi hal tersebut, maka disusunlah kerangka gagasan baru di akan
digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan efektif dan efisien. Kerangka baru diawali
dengan mengenali kendala/masalah, mendefinisikan masalah, mengumpulkan informasi
yang relevan, kemudian menganalisis informasi yang relevan.
Kerangka
Gagasan
mengumpulkan menganalisis
mengenali mendefinisikan
informasi yang informasi yang
kendala/masalah masalah
relevan relevan
Penyusunan
kembali
Substitusi
Modifikasi
(penggantia)
Metode
Membangun
Gagasan
Baru
Menghilang-
Kombinasi
kan
Agar pekerjaan terselesaikan dengan efektif dan efisien, maka diperlukan gagasan
baru dalam tahap pelaksanaan pekerjaan. Gagasan baru disusun berdasarkan
kendala/masalah yang ditemui dari berbagai pengalaman terdahulu.
PRA-SURVEI MEETING
KELENGKAPAN
SOSIALISASI
ADMINISTRASI
KONFIRMASI
KETERSEDIAAN DATA
JADWAL PELAKSANAAN
SURVEI
GAGASAN BARU
PENGAMBILAN DATA SECARA
PENGAMBILAN DATA
ONLINE (E-MAIL/INTERNET,
DLL)
PENGAMBILAN DATA
WAWANCARA
SEKUNDER
Missing
VERIFIKASI DATA
FIX
ANALISIS DATA
Secara prinsip, setiap obyek dan fenomena alam yang berada di ruang permukaan bumi
dapat dideteksi dari citra satelit. Jadi, bencana alam, baik obyek yang dikenainya dan
fenomena yang menyertainya dapat terekam oleh satelit yang melintas di atasnya.
Kemampuan citra satelit dalam mendeteksinya sangat tergantung dari resolusinya, baik
spasial, spektral, radiometrik, dan temporal. Seperti telah dijelaskan di depan, bencana
geologi berhubungan dengan proses geologi, yaitu proses-proses yang berasal dari
permukaan bumi (eksogen) atau di bawah permukaan bumi (endogen) yang melibatkan
material batuan penyusunnya. Letak Indonesia yang berada pada pertemuan antar lempeng
tektonik menjadi penyebab utama Indonesia rawan terjadi bencana geologi. Bencana
geologi yang sering melanda wilayah Indonesia meliputi erupsi gunungapi, gerakan tanah
(tanah longsor), gempa bum i dan tsunami.
a) Erupsi Gunungapi
Gunungapi merupakan suatu entitas di permukaan bumi yang terbentuk secara alami,
menempatisuatu wilayah dan menunjukkan gejala-gejala yang unik & spesifik (vulkanisme).
Erupsi adalahperistiwa keluarnya magma dari dalam bumi. Erupsi dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu Erupsi Letusan (Explosive Eruption) dan Erupsi Non-letusan (Non-explosive
Eruption). Jenis erupsi yangterjadi dipengaruhi oleh banyak faktor seperti kekentalan
magma, kandungan gas di dalam magma,pengaruh air tanah serta kedalaman dapur magma
(magma chamber). Produk-produk ekstrusifakibat erupsi vulkanik, yang seringkali
menimbulkan bencana, akan terekam oleh sensor satelit, baikoptis maupun radar. Terkait
dengan erupsi gunungapi, citra penginderaan jauh dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi:
Sebaran asap letusan yang menyebar di atmosfer,
Endapan piroklastik,
Sebaran lava pijar,
Sebaran lahar dingin,
Deformasi kepundan.
Informasi tersebut di atas sangat diperlukan khususnya pada fase tanggap darurat
bencana. Selain itu, dari citra penginderaan jauh dapat diperoleh juga informasi kondisi
penutup lahan, bentuklahan, pola aliran, jenis batuan penyusun (litologi) dan struktur
geologi. Informasi ini merupakan data masukan untuk analisis daerah rawan bahaya,
kerentanan bencana dan untuk analisis resiko bencana.
Kejadian erupsi G.Sangeangapi di Nusa Tenggara Timur pada tanggal 31 Mei 2014
yang terekam oleh satelit Terra dan Aqua MODIS diperlihatkan pada Gambar 1. Dari citra
tersebut, dapat dideteksi arah dan sebaran asap yang dihasilkan (tampak berwarna
kecoklatan). Bencana ini telah menganggu transportasi udara (pesawat) yang menuju dan
berasal dari Bima, Kupang serta Darwin. Gambar 2 memperlihatkan peristiwa erupsi yang
sama yang direkam secara lebih detil dari citra Landsat-8.
Informasi deformasi kubah lava dan kawah sangat penting diketahui untuk
mengetahui perubahan bentuk kubah serta kawah akibat erupsi. Pemahaman tersebut
diperlukan untuk mengetahui pola dan karakter erupsi serta penting untuk memprediksi
erupsi berikutnya. Citra SAR (Synthetic Aperture Radar) sangat handal diperlukan untuk
analisis ini. Gambar berikut memperlihatkan citra TerraSAR-X Gunungapi Kelud yang
menunjukkan hancurnya kubah lava akibat letusan yang eksplosif.
Gambar 2.6. Hancurnya kubah lava G. Kelud akibat letusan eksplosif yang teramati dari citra
TerraSAR X.
(Gambar diambil dari website: www.lapan.go.id).
b) Tanah Longsor
Tanah longsor merupakan salahsatu jenis gerakan massa tanah atau batuan, atau
percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari terganggunya kestabilan
tanah atau batuan penyusun lereng tersebut (BAKORNAS PB, 2007). Pada dasarnya,
penyebab terjadinya longsor adalah adanya gaya gravitasi. Faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya longsor adalah geologi, tata guna lahan, topografi dan
kegempaan. Terdapat enam tipe tanah longsor, yaitu: longsoran transisi, longsoran rotasi,
pergerakan blok, runtuhan batuan, rayapan tanah, dan aliran bahan rombakan. Tipe tanah
longsor aliran bahan rombakan identik dengan istilah banjir bandang, yaitu banjir yang
disertai dengan longsoran.
Analisis daerah rawan longsor, kajian kerentanan longsor serta analisis resiko
bencana tanah longsor dapat dilakukan dengan dukungan data penginderaan jauh. Dalam
hal ini, informasi masukan dapat diperoleh dari analisis citra. Informasi tersebut meliputi:
penutup lahan, morfologi, tanah, geologi, serta curah hujan. Pada proses tanggap darurat
bencana, pada banyak kasus, endapan hasil longsoran dan dampak kerusakan yang
ditimbulkannya dapat diamati dengan jelas dari citra satelit.
Pada gambar diperlihatkan kondisi sebelum longsor dan setelah longsor. Pada
resolusi tersebut dapat diketahui luas wilayah terkena longsoran, berapa jumlah rumah
yang hancur tertimpa material longsoran, berapa panjang jalan yang terputus, serta luas
lahan tanaman yang hancur. Dari informasi ini dapat juga diperkirakan jumlah korban
manusia yang mungkin tertimpa longsoran, yaitu diprediksi dari jumlah rumah yang hancur.
Satu informasi penting lainnya adalah dapat diketahui potensi longsoran yang akan terjadi,
yaitu diindikasikan oleh adanya bukaan calon longsoran (pada gambar disimbolkan
dengan arah panah). Jadi, informasi dari citra ini sangatbermanfaat selain untuk mendukung
upaya mitigasi bencana, juga untuk penyusunan programrehabilitasi rekonstruksi serta
untuk kesiapsiagaan terhadap potensi bencana berikutnya.
Gambar 2.7. Contoh dampak gempa bumi dan tsunami di Aceh, 26 Desember 2004 diamati
dari citra IKONOS.
Bahaya gunung api di Indonesia umumnya berupa bahaya primer (misalnya: aliran
lava, piroklastik) dan bahaya sekunder (aliran lahar dingin). Lava adalah materi erupsi
gunung api yang berupa zat cair yang umumnya keluar secara meleleh (effusif). Aliran
piroklastik yang dikenal ilmiah sebagai kepadatan arus piroklastik (PDC) adalah aliran yang
bergerak sangat cepat berupa gas panas (yang dapat mencapai suhu sekitar 1000 C (1830
F)) dan batuan (secara kolektif dikenal sebagai tephra), dengan kecepatan umumnya
mencapai 700 km / h (450 mph). Lahar dingin dihasilkan dari interaksi antara penumpukan
material letusan dengan curah hujan yang jatuh. Lahar dingin merupakan aliran sedimen
pekat yang terdiri atas batu, kerikil, pasir serta abu vulkanik yang tercampur air.
Bahaya gunungapi ini memiliki resiko yang sangat tinggi, jika terjadi di wilayah yang
padat penduduk dan banyak infrastruktur yang penting di daerah tersebut. Oleh karena itu,
dipandang sangat penting untuk dapat memetakan zona bahaya akibat letusan gunung api
tersebut. Setelah itu, pada daerah bahaya dapat dilihat berapa jumlah penduduk sebagai
objek yang rentan terhadap bahaya, dan juga infrastuktur apa sajakah yang ada di zona
bahaya. Hingga akhirnya peta dan analisa resiko dapat dilakukan dengan mengintegrasikan
zona bahaya dan kerentanan gunung api.
Salah satu metode pendekatan untuk zonasi bahaya gunung api berdasarkan data
penginderaan jauh adalah metode probabilistik yang dikembangkan oleh Felpeto et al
(2007) melalui framework Sistem Informasi Geografis (SIG) yang dinamakan Volcano Risk
Information System (VORIS). Melalui VORIS dapat dilakukan skenario pemetaan zona bahaya
gunung api berdasarkan model probabilistic simulasi numerik aliran lava, Pyroclastic Density
Current (PDC), dan sebaran debu volkanik.
Pada prinsipnya model probabilistik aliran material erupsi mengasumsikan topografi
sebagai faktor utama yang menentukan jalannya aliran (Felpeto et al 2007). Model
probabilistik yang digunakan adalah algoritma Monte Carlo dimana aliran hanya dapat
menyebar dari sel satu ke sel lain pada 8 sel tetangga, jika selisih tinggi topografinya positif.
Peluang untuk aliran berpindah dari satu sel ke sel tetangga yang lain sebanding dengan
selisih topografi tersebut. Selain itu, ada model simulasi aliran pyroclastic yaitu model
Energy Cone yang merupakan model simulasi potensi maksimum suatu wilayah terpengaruh
oleh PDC. Model Energy Cone menggunakan konsep 'energi garis/energy line' yang
menghubungkan lokasi sumber fenomena tersebut dengan jarak batas deposit aliran. Model
ini sangat praktis untuk digunakan dalam memberikan peringatan zonasi bahaya secara
cepat dalam kondisi darurat Malin and Sheridan (1982).
Gambar 2.8a. Peta Citra satelit SPOT-4 Gunung Merapi tahun 2009 dan interpretasinya.
Gambar 2.8b. Tingkat peluang aliran material erupsi Gunung Merapi dari data DEM-SRTM
(Parwati et al, 2012)
Gambar 2.8c. Tingkat peluang aliran material erupsi Gunung Merapi dari data DEM-PALSAR
(Yulianto et al, 2014)
Gambar 2.8d. Tingkat peluang aliran material erupsi (lava dan pyroklastik) Gunung Merapi
data DEM-PALSAR dibandingkan dengan data referensi (Yulianto et al, 2014)
Gambar 2.8a merupakan citra satelit SPOT-4 di sekitar wilayah Gunung Merapi tanggal 26
Juni 2009 sebelum kejadian letusan besar yaitu tahun 2010. Berdasarkan analisis
geomorfologi dan interpretasi citra dari rona, tekstur, pola, dan topografi yang terbentuk
dari visualisasi citra, maka dapat diidentifikasi daerah yang berpotensi sebagai aliran lava
serta penutup lahan berupa vegetasi, lahan pertanian, dan permukiman. Aplikasi metode
probabilistik dengan data penginderaan jauh dalam penentuan wilayah yang berpotensi
terkena aliran erupsi ditunjukkan oleh Gambar 2.8b dan 2.8c. Gambar 2.8b merupakan hasil
simulasi peluang aliran material erupsi dari data DEM-SRTM, sedangkan Gambar 2.8c dari
data DEM PALSAR. Aplikasi model Energy Cone dapat ditunjukkan oleh Gambar 2.8d yang
dibandingkan dengan peta referensi, dimana akurasinya mencapai sekitar 77 % (Yulianto et
al, 2014)
Selain kegiatan penelitian dan pengembangan, LAPAN juga menghasilkan informasi
yang berkaitan dengan aktifitas erupsi gunung api sebagai suatu informasi tanggap darurat
bencana yang diberikan ke Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) dalam upaya
penanganan bencana alam. Beberapa produk informasi tanggap darurat bencana erupsi
gunung api diantaranya adalah pemantauan sebaran abu vulkanik, dan daerah terdampak
erupsi.
Penerapan SIG dengan teknik penginderaan jauh mampu menghasilkan data potensi
sumber daya alam di berbagai daerah, serta dapat menyajikannya dengan cepat dan
tepat. SIG dapat dimanfaatkan untuk inventarisasi sumber daya alam di antaranya.
b. Analisis Keruangan
1) Analisis overlay (tumpang tindih). Analisis ini untuk mencari dan mendata daerah
yang diliputi oleh dua tema yang berlainan. Analisis ini juga untuk mengetahu
perbedaan batas atau perubahan dari masa ke masa.
2) Analisis sebaran (distribusi). Analisis ini untuk memahami pola dan jumlah atribut
terhadap peluang atau objeknya.
3) Analisis aliran (flow). Untuk menganalisis pola aliran lalu lintas
4) Analisis tiga dimensi
Kegunaan SIG :
SIG digunakan untuk mengetahui daerah genangan air dan volume air, daerah yang
harus digusur, daerah lahan pertanian yang akan tergenang, volume urukan untuk
bendungan, besar masukan dan keluarnya volume air, daerah lahan pertanian yang
diairi, rencana pembuatan pembangkit tenaga listrik, rencana pembangunan jalan, dan
dampak dari pembangunan tersebut.
Sistem informasi geogarfi dalam pemetaan sumber daya digunakan untuk pemetaan
penggunaan lahan, pemetaan lahan hijau yang diperlukan bagi keberadaan lahan
pertanian, pemetaan daerah pasang surut, pemetaan geologi untuk kepentingan
eksplorasi dan penanggulanagan bencana
d. Transmigrasi
e. Lingkungan Hidup
SIG digunakan untuk perencanaan kota yang berkaitan dengan tata ruang,
pemantauan terhadap pencemaran lingkungan hidup.
Dengan bantuan penginderaan jauh yang multitemporal dan multi spectral SIG dapat
digunakan untuk menginventarisasi, mengevaluasi, dan memantau bencana alam,
sepert gunung meletus, gempa bumi, kebaran hutan, dan serangan hama.
Dalam hal ini SIG digunakan untuk pencarian lokasi ikan laut, pemantauan perubahan
garis pantai dan daerah abrasi,pantauan proses-proses yang terjadi di laut, seperti
pengangkatan arus dan instrusi air laut.
1) Informasi potensi desa yang berkaitan dengan LKMD, sarana jalan dan angkutan,
mata pencaharian penduduk, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan,pasar, sarana
komunikasi dan jarak untuk berhubungan.
2) Informasi penduduk yang berkaitan dengan kepadatan, persebaran, pertambahan,
susunan, atau komposisi penduduk.
3) Informasi lingkungan yang berkaitan dengan sumber air, penerangan, tempat
ibadah, tempat pembuangan sampah, jamban atau MCK.
i. Pembangunan jalan raya atau jalan tol baru
SIG digunakan untk mengetahui pembebasan lahan pemukiman dan lahan pertanian,
arah dan penempatan jalan yang efisien, volume pemotongan tanah untuk tanjakan,
volume urukan tanah untuk penimbunan, pembuatan jealan penyebrangan yang
efektif, dan dampak dari pembangunan tersebut.
Banyak wilayah terpencil yang belum mempunyai data dasar spasial. Ada
pula wilayah yang kehilangan seluruh datanya karena bencana. Untuk wilayah
semacam ini, pendekatan holistik dengan citra inderaja merupakan salah satu
alternatif terbaik. Dengan pendekatan ini, wilayah yang bersangkutan dapat
dipetakan ke dalam satuan-satuan dengan karakteristik homogen, baik sifat fisik
maupun kondisi penutup dan penggunaan lahannya. Berbagai karakteristik ini
kemudian dapat dikelompokkan ke dalam potensi dan hambatan atau ancaman
bencana yang ada. Melalui cara ini, evaluasi kemampuan atau kesesuaian lahan dan
pemilihan letak peruntukan.