TESIS
OLEH
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2011
TESIS
OLEH
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
Menyetujui :
Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE) (Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME)
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi. Sepanjang
pengetahuan saya juga, tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diakui dalam naskah ini dan
disebutkan dalam daftar pustaka.
National roads are crucial to the economy and it spurs the economic
development potential of the area contained in the spots of production centers in the
province of North Sumatra. National highway East Lines is the busiest traffic lane
linking inter-provincial and inter-cities/regencies in North Sumatra requires
maximum handling but the ability of the central government in providing funding is
very limited. Prioritization of road handling must be done evenly as needed so that
the purpose of the existence of these roads remains unfulfilled.
The purpose of this study was to determine the priority handling of East Lines
in North Sumatra province by the method of Analytical Hierarchy Process (AHP)
using five (5) criteria. Data results of the questionnaire showed that of 5 (five)
criteria taken in this study namely, the condition of roads (43.33%) is the most
dominant criteria. Followed accessibility functions (26.67%), cost effectiveness
(16.67%), mobility function (6.67%) and the function of the current road segment
(3.33%). By entering the 5 (five) criteria to 22 segments, obtained Medan boundary-
Lubuk Pakam boundary be the first to receive priority handling segment followed
boundary of Asahan-town of Rantau Prapat boundary, Tanjung Pura - Pangkalan
Susu junction and the next successive.
Recapitulation priority handling in 2010 with the Analytical Hierarchy
Process method (AHP) and the central government's method used in this method of
Integrated Road Management System (IRMS), it’s the only 1(one) of 9 (nine)
segment has a correspondence to. Realizations of the central government’s handling
of the construction of as many as nine categories of roads require Rp.
125,528,350,000.00. Meanwhile, the type of work performed can be seen that the
central government assesses priorities in 2010 based on the criteria of capacity and
road conditions.
Halaman
ABSTRAK ........................................................................................................... i
ABSTRACT ......................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii
PERNYATAAN .................................................................................................. v
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................ vi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiii
DAFTAR NOTASI ............................................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah ..................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 4
1.4 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah........................................... 5
1.5 Sistematika Penulisan ................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 7
2.1 Defrenisi dan Klasifikasi Jalan...................................................... 7
2.2 Pembagian Kewenangan Penyelenggaraan Jalan ........................ 10
2.3 Standar Pelayanan Minimal (SPM) di Bidang Jalan .................... 14
2.4 Kegiatan Penanganan Jalan .......................................................... 16
2.5 Defenisi Kemantapan Jalan .......................................................... 17
2.6 Jenis Kegiatan Penanganan Jalan ................................................. 18
2.6.1 Pemeliharaan Jalan (Maintenance) ................................... 19
2.6.1.1 Pemeliharaan Rutin .............................................. 22
2.6.1.2 Pemeliharaan Berkala ........................................... 23
CI = Consistensy Index
CR = Consistensy Ratio
CRi = Kriteria ke i
RI = Random Index
National roads are crucial to the economy and it spurs the economic
development potential of the area contained in the spots of production centers in the
province of North Sumatra. National highway East Lines is the busiest traffic lane
linking inter-provincial and inter-cities/regencies in North Sumatra requires
maximum handling but the ability of the central government in providing funding is
very limited. Prioritization of road handling must be done evenly as needed so that
the purpose of the existence of these roads remains unfulfilled.
The purpose of this study was to determine the priority handling of East Lines
in North Sumatra province by the method of Analytical Hierarchy Process (AHP)
using five (5) criteria. Data results of the questionnaire showed that of 5 (five)
criteria taken in this study namely, the condition of roads (43.33%) is the most
dominant criteria. Followed accessibility functions (26.67%), cost effectiveness
(16.67%), mobility function (6.67%) and the function of the current road segment
(3.33%). By entering the 5 (five) criteria to 22 segments, obtained Medan boundary-
Lubuk Pakam boundary be the first to receive priority handling segment followed
boundary of Asahan-town of Rantau Prapat boundary, Tanjung Pura - Pangkalan
Susu junction and the next successive.
Recapitulation priority handling in 2010 with the Analytical Hierarchy
Process method (AHP) and the central government's method used in this method of
Integrated Road Management System (IRMS), it’s the only 1(one) of 9 (nine)
segment has a correspondence to. Realizations of the central government’s handling
of the construction of as many as nine categories of roads require Rp.
125,528,350,000.00. Meanwhile, the type of work performed can be seen that the
central government assesses priorities in 2010 based on the criteria of capacity and
road conditions.
PENDAHULUAN
Sektor jalan merupakan salah satu penunjang yang sangat penting bagi
hidup masyarakat secara keseluruhan (Munawar, 2004). Untuk tujuan tersebut, maka
upaya peningkatan pelayanan sektor jalan di antaranya adalah penanganan jalan dan
jembatan dengan prioritas yang memperhitungkan dari berbagai aspek baik teknis
maupun non teknis. Sebagai prasarana transportasi darat, kedudukan dan peran
jaringan jalan sudah selayaknya diusahakan agar dapat melayani dengan lancar.
dan tingkat pelayanan jalan sedemikian sehingga diperoleh biaya transportasi total
yang minimum (Kodoatie, 2005). Dampak dari menurunnya tingkat pelayanan jalan,
strategis guna mengantisipasi setiap perubahan agar jalan tetap dapat memberikan
Tahun 2004 tentang Jalan, SPM wajib dicapai oleh setiap penyelenggara jalan yang
jalan khusus merupakan tanggung jawab pemrakarsa dan ini juga sangat bergantung
pada kantong-kantong sentra produksi. Dibagi atas Jalan Lintas Timur (446.70 km),
Jalan Lintas Tengah (362.52 km), Jalan Lintas Barat (535.53 km) dan Jalan Lintas
kelancaran arus mobilitas manusia dan barang antar provinsi di Sumatera maupun
kondisi kekurangan dana penanganan (fiscal gap) untuk jalan nasional tidak dapat
pendanaan yang terbatas (budget constrain), maka diperlukan adanya skala prioritas.
Hal ini yang mendasari pemikiran untuk menyusun prioritas penanganan ruas jalan
nasional di provinsi Sumatera Utara. Dalam hal ini dipilih ruas jalan nasional Lintas
Timur mengingat ruas ini mempunyai volume lalu lintas yang paling besar dan
merupakan jalur utama ekonomi yang menghubungkan pulau Jawa dan pulau
Hingga akhir tahun 2010, kondisi existing jalan Lintas Timur Sumatera Utara
(32,73%), rusak ringan 11,9 km (2,6%). Jalan tersebut terdiri dari 22 ruas yang
dimulai dari Simpang Pangkalan Susu – Batas Aceh sampai Simpang Kota Pinang –
70.00%
60.00%
50.00%
40.00% Baik
Sedang
30.00% Rusak Ringan
Rusak Berat
20.00%
10.00%
0.00%
2007 2008 2009 2010
Gambar 1.1 Kondisi Jalan Lintas Timur Provinsi Sumatera Utara tahun 2007 - 2010
Pada Gambar 1.1 dapat dilihat perubahan yang terjadi pada kondisi ruas Jalan
Lintas Timur, dimana hingga tahun 2010 terjadi peningkatan ruas-ruas jalan dalam
kondisi baik. Dan untuk mempertahankan aset jalan tersebut sangat diperlukan
kegiatan pemeliharaan, terutama bagi jalan yang sudah mengalami kondisi sedang
dan rusak ringan harus segera mendapat penanganan agar fungsi pelayanannya dapat
Mengingat ruas jalan nasional Lintas Timur Sumatera Utara ini merupakan
jalur terpadat yang menghubungkan antar provinsi maupun antar kota/ kabupaten di
penanganan ruas harus dilakukan secara merata sesuai dengan kebutuhan sehingga
Utara.
(AHP).
d. Data yang digunakan berupa data primer yakni data persepsi yang
pemeliharaan jalan.
BAB I PENDAHULUAN
diperoleh.
TINJAUAN PUSTAKA
terutama dalam mendukung bidang ekonomi, sosial dan budaya serta lingkungan dan
pembangunan nasional.
Wignall dkk (1999) mengatakan salah satu bagian dari sistem transportasi
Nomor 38 tahun 2004, definisi jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi
bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, diatas permukaan tanah, dibawah
2. Berdasarkan fungsi jalan, dimana dalam setiap sistem jaringan tersebut peran
utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan
rata-rata rendah.
3. Berdasarkan status jalan seperti yang disampaikan pada Gambar 2.1, menurut
a. Jalan nasional, yaitu jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan
b. Jalan provinsi, yaitu jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer
c. Jalan kabupaten, yaitu jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang
pusat kegiatan kota, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan
d. Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang
Negara Negara
Tetangga Tetangga
Jalan Negara/Nasional
(Arteri Primer)
Ibukota
Ibukota
Propinsi
Propinsi
Jalan Propinsi
(Kolektor Primer)
Ibukota
Ibukota
Kab/Kota Kab/Kota
Jalan Kabupaten
(Lokal Primer)
Ibukota Ibukota
Kecamatan Kecamatan
Gambar 2.1 Pembagian Status Pada Jaringan Jalan Primer (Tanan, 2005)
era otonomi daerah juga turut mempengaruhi segala kebijakan yang berkaitan dengan
nasional adalah menteri atau pejabat yang ditunjuk untuk melaksanakan jalan
tugas-tugas tersebut dibagi secara struktur sesuai tugas pokok dan fungsi jaringan
(2006) pada Gambar 2.2, alur pelaksanaan penyelenggaraan jalan dimulai dari
maupun daerah yang menjadi dasar kebijakan umum dan kebijakan teknis bagi
perencanaan baik jaringan maupun teknis, studi kelayakan, program dan anggaran,
dengan hasil output, outcome serta dampak dari penyelenggaraan jalan tersebut.
wilayah, keselamatan dan pengoperasian jalan, efisiensi operasi, yang dalam hal ini
cepat dan lancar, efektifitas jaringan jalan sebagai penunjang pembangunan, biaya
mencakup siklus kegiatan dan perwujudan jalan yang terdiri dari pengaturan,
pemeliharaan jalan.
Pelayanan Minimal (SPM). Dalam hal ini standar pelayanan minimal merupakan
kewenangan dari Pemerintah Pusat (pasal 2 ayat 4 butir b). Dengan kata lain bahwa
untuk setiap bidang pelayanan harus ditetapkan suatu standar oleh Departemen
Teknis terkait yang wajib dilaksanakan oleh daerah. Dalam hal ini untuk bidang jalan
SPM ini dikembangkan dalam sudut pandang publik sebagai pengguna jalan,
Ada 3 (tiga) keinginan dasar para pengguna jalan, yang kemudian dikembangkan
Standar Pelayanan
Bidang
No. Kuantitas Keterangan
Pelayanan Kualitas
Cakupan Konsumsi/Produksi
1. Jaringan Jalan
Kepadatan Penduduk (jiwa/km2) Indeks Aksesibilitas
sangat tinggi >5000 >5
tinggi > 1000 >1.5 Panjang
A. Aspek
seluruh jaringan jalan/luas
Aksesibilitas sedang > 500 >0.5 (km/km2)
rendah > 100 >0.15
sangat rendah < 100 >0.05
PDRB per kapita (juta rp/kap/th) Indeks Mobilitas
sangat tinggi >10 >5
panjang jalan/
B. Aspek tinggi > 5 >2 1000
seluruh jaringan
Mobilitas sedang > 2 >1 penduduk
rendah > 1 >0.5
sangat rendah < 1 >0.2
Kecelakaan/
Indeks Kecelakaan 1
pemakai jalan 100.000 km.
kend.
Tujuan penanganan jalan adalah untuk menjaga jalan agar fungsinya dalam
sistem infrastruktur jalan (atau lebih dikenal sebagai jaringan jalan) dapat berjalan
sebagaimana mestinya sesuai tujuan penyelenggaraan jalan itu sendiri. Secara lebih
spesifik dapat dikatakan bahwa tujuan penanganan jalan adalah untuk menjaga
kondisi fisik dan operasional dari jaringan jalan agar tetap dalam kondisi baik
ini maka prioritas untuk kegiatan penanganan jalan yang sifatnya untuk
yang wajar untuk dilakukan, dan jika kondisi keuangan memungkinkan maka dapat
jika benar – benar dana yang tersedia sangat besar maka perlu adanya penambahan
kerja diusulkan dibagi dalam 2 kelompok besar yaitu preservasi dan pembangunan.
pembangunan bersifat menambah kuantitas sistem jaringan jalan baik dalam arah
yakni 100% jalan mantap. Tingkat kemantapan jalan ditentukan oleh dua kriteria
yakni mantap secara konstruksi dan mantap dalam pelayanan lalu lintas.
sebagai berikut :
dalam studi ini digunakan batasan dengan besar IRI < 6 m/km.
b. Jalan Tak Mantap Konstruksi adalah jalan dengan kondisi di luar koridor
Konsep tingkat kemantapan jalan yang digunakan oleh Ditjen Bina Marga
berdasarkan ketersediaan data dari sistem pendataan yang dimiliki maka parameter
mencakup penetapan rencana tingkat kinerja yang akan dicapai serta perkiraan biaya
jalan yang bersangkutan dengan mengacu pada rencana jangka menengah jaringan
jalan dengan memperhatikan pedoman yang ditetapkan oleh menteri sesuai dengan
prasarana jalan sehingga fungsinya dalam sistem infrastruktur jalan dapat berjalan
Dengan kata lain, secara lebih spesifik dapat dikatakan bahwa tujuan penanganan
jalan adalah untuk menjaga kondisi fisik dan operasional dari jaringan jalan agar tetap
peningkatan jalan, dan program konstruksi jalan baru. Menurut Ditjen Bina Marga
(2005) dalam Mulyono (2007) lebih memfokuskan pengelolaan jalan pada kegiatan
penelitian ini adalah program pemeliharaan jalan dan peningkatan jalan, tidak
tingkat pelayanan jalan sedemikian sehingga diperoleh biaya transportasi total yang
dapat mengurangi atau menekan terjadinya kerusakan yang lebih parah dan
penanganan jalan yang berada dalam prioritas tertinggi. Infrastruktur yang dijaga atau
dipelihara akan dapat memiliki usia pelayanan yang lebih lama dibandingkan dengan
keuntungan ekonomi yang efektif dan efisien, melalui anggaran yang minimum dapat
dihasilkan kondisi jalan yang optimum sehingga masyarakat merasa bahagia karena
Biaya
Biaya AngkutanKota
Biaya Pemeliharaan
Gambar 2.3 Hubungan Mutu Jalan Dengan Biaya Pemeliharaan dan Biaya
diinvestasikan maka kondisi jalan akan semakin baik dan semakin rendah biaya
pengguna jalan dimana pada kondisi jalan tertentu (optimum) gabungan kedua biaya
tersebut akan minimum. Jika kegiatan pemeliharaan diberikan secara teratur sesuai
standar perencanaan dan tingkat pemeliharaan yang dibutuhkan maka secara tidak
pelayanan transportasi jalan yang teratur, tepat waktu dan aman, dan lingkungan yang
Pemeliharaan jalan menurut World Bank (1998) serta Schileser dan Bull
(1993) dalam Zainuddin dkk (2009) adalah suatu proses untuk mengoptimalkan
kinerja jaringan jalan sepanjang tahun yang secara umum bertujuan untuk menjaga
agar jalan tersebut tetap berfungsi melayani kebutuhan ekonomi sosial masyarakat
sepanjang tahun dan mengurangi tingkat kerusakan serta biaya operasi kendaraan.
informasi, sistem manajemen aset, dan rencana penanganan pemeliharaan jalan yang
jalan dilakukan melalui tahap-tahap yang rasional dan terpadu yang dikenal dengan
siklus pemeliharaan. Secara garis besar siklus tersebut ditunjukkan pada Gambar 2.4.
Pangkalan
Data
sampai jangka panjang, sesuai dengan target yang ditetapkan. Penyusunan program
pada masing-masing ruas, baik berdasarkan biaya yang telah diperkirakan ataupun
diartikan sebagai membangun suatu fasilitas diatas kertas. Oleh karena itu pada tahap
akhir desain sudah harus terlihat wujud (dimensi) serta mutu bahan dan mutu produk
akhir fasilitas (dikenal dengan gambar rencana dan spesifikasi) bahkan perlu
termasuk juga cara membangun dan cara pengendalian mutu. Pelaksanaan merupakan
bentuk fisik. Pangkalan data dalam penyelenggaraan jalan sangat penting, namun
setiap kegiatan maka pangkalan data merupakan sumber pengkajian dalam rangka
mantap. Pemeliharaan rutin hanya diberikan terhadap lapis permukaan yang sifatnya
dilakukan terhadap jalan pada waktu-waktu tertentu (tidak menerus sepanjang tahun)
kerusakan yang diperhitungkan dalam desain agar penurunan kondisi jalan dapat
2.6.1.3 Rehabilitasi
pada bagian/tempat tertentu dari suatu ruas jalan dengan kondisi rusak ringan, agar
jalan yang berupa peningkatan struktural dan atau geometriknya agar mencapai
tingkat pelayanan yang direncanakan atau dengan kata lain, peningkatan jalan
dilakukan untuk memperbaiki kondisi jalan dengan kemampuan tidak mantap atau
kritis menjadi jalan dengan kondisi mantap. Pekerjaan peningkatan jalan adalah
Sumbu Tunggal (MST) yang lebih tinggi atau menambah kapasitas jalan. Program
kemampuan ruas-ruas jalan dalam kondisi tidak mantap atau kritis agar ruas-ruas
kondisi belum tersedianya badan jalan sampai kondisi jalan dapat berfungsi.
Pekerjaan konstruksi jalan baru juga berarti pekerjaan membangun jalan baru berupa
dilakukan studi kelayakan (feasibility study) dan perancangan detail (detail design),
(maintenance).
Roughness jalan dapat didefinisikan sebagai deviasi permukaaan jalan diukur dari
satu bidang datar, ditambah parameter lain yang dapat mempengaruhi hal-hal sebagai
permukaan jalan, kekasaran yang diukur pada setiap lokasi diasumsikan mewakili
diberikan untuk ketidakrataan memanjang pada permukaan jalan. Ini diukur dengan
suatu skala terhadap pengaruh permukaaan pada kendaraan yang bergerak diatasnya.
Index.
(functional performance) dari suatu perkerasan jalan yang sangat berpengaruh pada
permukaan yaitu panjang kumulatif turun naik permukaan persatuan panjang yang
dinyatakan dalam m/km. IRI adalah sebuah standar pengukuran kekasaran yang
antara lain metode NAASRA (SNI 03-3426-1994). Metode lain yang dapat digunakan
untuk pengukuran dan analisis kerataan perkerasan adalah Rolling Straight Edge,
Menurut Saleh, dkk (2008) pada dasarnya penetapan kondisi jalan minimal
adalah sedang, dalam Gambar 2.5 terlihat berada pada level IRI antara 4,5 m/km
sampai dengan 8 m/km tergantung dari fungsi jalannya. Jika IRI menunjukkan
dibawah 4,5 artinya jalan masih dalam tahap pemeliharaan rutin, sementara jika IRI
antara 4,5 sampai 8, yang dikategorikan pada kondisi sedang, berarti jalan sudah
ulang (overlay). Sedangkan jika IRI berkisar antara 8 sampai 12, artinya jalan sudah
perlu dipertimbangkan untuk peningkatan. Sementara jika IRI > 12 berarti jalan
rekonstruksi.
PEMILIHARAAN BERKALA RUSAK RINGAN RUSAK BERAT
4,5 < IRI < 8 8 < IRI < 12 12 < IRI
PENINGKATAN
Po
BATAS
KONTRUKSI
JALAN
Pt
LINTASAN
IDEAL
BATAS
KRITIS
Iri < 4,5 Iri < 4,5 Iri < 4,5 JIKA TANPA PROGRAM
Pemeliharaan Rutin Pemeliharaan Rutin Pemeliharaan Rutin PENINGKATAN JALAN
Sumber : IRMS
yang diharapkan. Ketersediaan sumber daya dapat menjadi faktor utama dalam
penentuan prioritas.
tenaga dan dana menyebabkan ketidakmungkinan untuk melakukan banyak hal dalam
waktu yang bersamaan sehingga perlu untuk dilakukan prioritas. Faktor keterbatasan
dalam banyak hal yang semuanya harus dilakukan dengan waktu yang cepat, dana
yang cukup serta kualitas yang utama sehingga perlu dilakukan suatu cara, yaitu
disesuaikan dengan visi, misi, dan tujuan yang ingin dicapai. Pada umumnya,
maupun faktor-faktor yang menghambat tercapainya suatu tujuan. Oleh karena itu,
Dalam hal ini, pengambilan keputusan harus mempertimbangkan tujuan, baik jangka
berikut:
a. Agar tetap fokus pada hal-hal yang berada pada prioritas utama atau
pemerintah.
daerah yang ditelitinya. Berikut ini adalah beberapa penelitian terdahulu yang
pembangunan jalan.
budget constrained (Studi Kasus Provinsi Nusa Tenggara Timur). Model alokasi dana
yang dikembangkan dalam studi ini menggunakan pendekatan Analisis Multi Kriteria
oleh besarnya dana yang tersedia, kombinasi pengalokasian dana, serta laju
kriteria yaitu pemerataaan aksessibilitas ke seluruh wilayah, kondisi dari ruas jalan,
fungsi arus, efektifitas dampak terhadap pengembangan wilayah, dan efektifitas biaya
pengembangan ruas jalan. Dari hasil analisis menunjukkan kriteria yang paling
aksessibilitas.
kebijakan lainnya berakibat semua ruas jalan tidak dapat tertangani seluruhnya, untuk
berbagai kebijakan dan permasalahan yang terjadi, dalam hal ini metode yang
jalan yaitu 56%, hal ini didukung dengan sub kriteria retak-retak (19%) dan
deformasi/lubang-lubang (32%) yang mana bila kedua sub kriteria tersebut terjadi
maka ruas jalan tersebut harus mendapat penanganan segera. Sedangkan untuk
kriteria prilaku lalu lintas bobot tingkat pentingnya adalah pada posisi kedua yaitu
24%, ini karena terdapat sub kriteria derajat kejenuhan 14%. Untuk kriteria kerusakan
pada samping jalan dan public complain walaupun ada sedikit pengaruhnya,
Hal yang sama dilakukan oleh Fataruba, dkk (2006) juga menggunakan
metode AHP dalam penelitiannya. Kriteria yang digunakan adalah kriteria yang ada
pada kondisi eksisting ditambah 6 kriteria baru (potensi ekonomi komoditi unggulan,
fasilitas umum, trayek angkutan) yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan
daerah wilayah studi. Pada penelitian ini, urutan prioritas usulan ditentukan
berdasarkan besarnya jumlah manfaat yang didapat dari jumlah perkalian antara
bobot kepentingan kriteria dengan nilai kriteria untuk setiap ruas jalan. Hasil
pembobotan tingkat kepentingan kriteria adalah kondisi ruas jalan (27,66%), LHR
(5,56%), peran serta masyarakat (3,93%), dan jumlah fasilitas umum (3,76).
Berdasarkan hasil evaluasi perbandingan, hasil urutan prioritas usulan dengan metode
Anggreni dan Jennie (2009), dalam “Penentuan Prioritas Perbaikan Jalan Untuk
Metode AHP dengan faktor pembanding Indeks Permukaan (erat kaitannya dengan
nilai kerusakan jalan) yang berbobot 0.53, BCR (Benefit Cost Ratio) memperoleh
bobot 0.05, kondisi drainase yang berbobot 0.10 dan LHR (Lalu Lintas Harian Rata-
perbandingan antara faktor yang satu dengan lainnya kemudian dianalisa untuk
menentukan faktor mana yang paling tinggi dan paling rendah peranannya terhadap
level atas di mana faktor tersebut berada. Penelitian ini menghasilkan urutan prioritas
lubang. Kriteria kedua kerusakan samping jalan yang dibagi menjadi kerusakan pada
bahu jalan, kondisi drainase dan kondisi trotoar. Kriteria ketiga prilaku lalu lintas
dibedakan menjadi derajat kejenuhan, waktu tempuh dan LHR. Kriteria keempat
pembobotan maka diperoleh urutan kriteria yang menjadi prioritas yaitu kerusakan
pada perkerasan jalan (56%), kriteria prilaku lalu lintas (24%), kriteria kerusakan
pada samping jalan dan publik komplain bobotnya 14 % dan 6 %. Dari hasil urutan
pembobotan disusun prioritas ruas jalan yang mendapat penanganan baik jalan
penanganan jalan di setiap ruas jalan adalah dengan menggunakan Analisis Multi
tetap berada dalam koridor proses ilmiah dari proses pengambilan keputusan yang
dilakukan.
lebih baik.
evaluasi lebih kompleks serta perlu data yang banyak dan kemungkinan sulit
proses analisis.
Salah satu metode multi kriteria yang sering digunakan adalah Proses Hierarki
Analitik (PHA) atau disebut Analytical Hierarchy Process (AHP), yang pertama kali
Metoda yang dikembangkan oleh Thomas Saaty ini pada dasarnya merupakan
adalah proses membentuk nilai secara numerik untuk menyusun peringkat dari setiap
Menurut Saaty (1993) metode AHP memiliki beberapa aksioma yang harus
Aksioma ini menyatakan bahwa bila suatu alternatif atau kriteria A lebih
disukai sebesar n kali daripada B, maka B lebih disukai sebesar 1/n kali
daripada A.
3. Dependence
tingkat atas.
4. Expectations
5. AHP memberi suatu skala dalam mengukur hal-hal yang tidak berwujud
alternatif.
tujuan-tujuan mereka.
pengulangan.
2. Metode AHP ini hanya metode matematis tanpa ada pengujian statistik
level di atasnya.
keseluruhan.
dengan apa yang akan terjadi jika dilakukan perubahan terhadap elemen
analisis.
2.12.1 Decomposition
terjadi. Sistem yang kompleks dapat dengan mudah dipahami jika memecahnya menjadi
berbagai elemen pokok dan selanjutnya menusun elemen elemen tersebut secara hirarki.
hirarki adalah merumuskan tujuan dari suatu kegiatan penyusunan prioritas yang
dilanjutkan dengan menentukan kriteria dari tujuan. Berdasarkan tujuan dan kriteria,
maka beberapa pilihan perlu diidentifkasi agar pilihan tersebut merupakan pilihan
yang potensial sehingga jumlah pilihan tidak terlalu banyak. Struktur hirarki AHP
TUJUAN
KRITERIA I II III
I II III
PILIHAN
kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan
penilaian sehingga akan diperoleh nilai pendapat dalam bentuk angka (kuantitatif).
berdasarkan nilai RMS (Root Mean Square Deviation) dan MAD (Median Absolute
Deviation).
Nilai dan definisi pendapat kualitatif dalam skala perbandingan Saaty ada
memudahkan, dalam tabel diasumsikan hanya ada 4 (empat) kriteria. Dari tabel
perbandingan antar pilihan untuk kriteria 1 (C1) dengan penjelasan sebagai berikut:
kriteria ke j.
judgement atau pendapat dari para responden yang dianggap sebagai key person.
Mereka dapat terdiri atas pengambil keputusan, para pakar dan orang yang terlibat
serta memahami permasalahan yang dihadapi. Pada umumnya jumlah ahli bervariasi,
elemen dengan elemen yang lainnya pada setiap tingkat hirarki secara berpasangan
sehingga didapat nilai tingkat kepentingan elemen dalam bentuk pendapat kualitatif.
Dan dari setiap matriks pairwise comparison dihitung vektor eigen untuk
mendapatkan prioritas lokal, karena matriks pairwise comparison terdapat pada setiap
tingkat, maka untuk melakukannya secara global harus dilakukan dengan mensintesis
tahap akhir dari AHP yang prosedurnya berbeda menurut bentuk hirarki. Pada
dasarnya, sintesis ini merupakan penjumlahan dari bobot yang diperoleh setiap
pilihan pada masing-masing kriteria setelah diberi bobot dari kriteria tersebut. Secara
n
bopi boij bc j ( 2.1)
i 1
memudahkan, diasumsikan ada empat kriteria dengan empat pilihan seperti Tabel 2.7
berikut.
CR 1 CR 2 CR 3 CR 4 Prioritas
bc1 bc2 bc3 bc4 bop i
mengalikan nilai bobot pada ktiteria dengan nilai yang terkait dengan kriteria tersebut
bop i = bo11 * bc1+ bo12* bc2 + bo13* bc3+ bo14* bc4 (2.2)
besarnya nilai tersebut. Semakin tinggi nilai suatu pilihan, semakin tinggi
berpasangan tersebut diulang untuk semua elemen dalam tiap tingkat. Elemen dengan
bobot paling tinggi adalah pilihan keputusan yang layak dipertimbangkan untuk
diambil.
menjaga kualitas model secara keseluruhan. Dalam AHP tingkat konsistensi ini
dinyatakan dengan besaran indeks konsistensi (CI). Jany dkk (2009) menyatakan
bahwa, pada teori matriks diketahui bahwa kesalahan kecil pada koefisien akan
n = ukuran matriks
Penetapan suatu matriks dianggap konsisten jika nilai Rasio Konsistensi (CR) lebih
cukup tinggi (≥ 10%). Beberapa ahli berpendapat jika jumlah revisi terlalu besar,
CI
CR (2.5)
RI
CI = Consistency Index
dan untuk matriks ukuran besar, nilai CR = 0,1 (Saaty, 2000 dalam Apriyanto, 2008).
Dari Tabel 2.9, jika nilai CR lebih rendah atau sama dengan nilai tersebut,
maka dapat dikatakan bahwa penilaian dalam matriks cukup dapat diterima atau
matriks memiliki konsistensi yang baik. Sebaliknya jika CR lebih besar dari nilai
yang dapat diterima, maka dikatakan evaluasi dalam matriks kurang konsisten dan
alternatif lainnya.
alternatif.
METODOLOGI
Proses tahapan penelitian untuk studi ini secara umum diperlihatkan melalui
bagan alir pada Gambar 3.1, dimana prosedurnya sesuai dengan prinsip dasar AHP
1. Perumusan Masalah
jalan.
Kajian pustaka dilakukan untuk mencari dan mendapatkan teori dan konsep-
konsep yang dianggap relevan dan peraturan-peraturan yang menjadi dasar untuk
melakukan analisa.
3. Mengumpulkan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer yaitu data
persepsi yang merupakan hasil kuesioner dari tiga kelompok stake holder yaitu
primer, dikumpulkan data sekunder yang meliputi data kondisi ruas jalan, Lintas
jalan.
Mengolah data persepsi yang merupakan hasil kuesioner dari tiga kelompok
Pada tahap ini dilakukan penyusunan urutan prioritas jalan yang akan ditangani
pemeliharaannya agar ruas yang telah dinilai dari beberapa kriteria dalam metode
Hasil yang diperoleh dari metode AHP akan dibandingkan dengan hasil dari
metode yang dipakai Pemerintah Pusat dalam hal ini IRMS, sehingga bisa dilihat
penanganan. Dari beberapa tahun anggaran yang dipakai pada Jalan Lintas Timur
Metodologi penelitian untuk studi ini diperlihatkan melalui bagan alir pada gambar
3.1.
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Bagaimana menentukan prioritas penanganan pada 22 ruas jalan nasional lintas timur provinsi
Sumatera Utara dengan metode AHP berdasarkan kriteria aksessibilitas, kondisi geometri,
kondisi jalan, volume lalu lintas dan biaya penanganan agar dapat memenuhi skala prioritas
Analisa Penelitian
Analisa dilakukan berdasarkan 5 kriteria yang dipakai
Hasil penelitian dibandingkan dengan prioritas pemerintah
Mensimulasi hubungan biaya penanganan dengan kenaikan IRI
Hasil Penelitian
- Urutan Ruas Jalan Yang Menjadi Prioritas Berdasarkan Bobot Tertinggi
-
Selesai
Penelitian ini meliputi 22 ruas jalan sepanjang jalan nasional Lintas Timur di
Provinsi Sumatera Utara mulai dari batas Provinsi Nangroe Aceh Darussalam sampai
batas Provinsi Riau seperti pada Gambar 3.2. Dari 22 ruas yang ada tidak semua
sangat diperlukan penentuan prioritas penanganan. Berikut data 22 ruas jalan tahun
2010 yang menjadi daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.1 di bawah ini.
Tabel 3.1 Kondisi Ruas Jalan Lintas Timur Provinsi Sumatera Utara 2010
KONDISI JALAN
NO NO NAMA RUAS MENURUT PANJANG JALAN R.
URUT RUAS KABUPATEN PROVINSI BAIK SEDANG RUSAK BERAT
(Km) (Km) (Km) (Km) (Km)
Simpang Pangkalan Susu -
1 001 Bts. Aceh 26.8 22 4.8 - -
Tanjung Pura - Simpang
2 002 Pangk. Susu 30 12 18 - -
Bts. Kota Binjai - Tanjung
3 003 Pura 30.85 28.85 2 - -
Bts. Kota Medan - Bts.
4 004 Kota Binjai 7.6 7.6 - - -
Bts. Kota Medan - Bts.
5 005 Kota LPakam 13.8 1 12.8 - -
Bts. Kota Lubuk Pakam -
6 006 Perbaungan 6.55 6 0.55 - -
Perbaungan - Bts. Deli
7 007.1 Serdang 12.5 11.5 1 - -
Bts. Deli Serdang - Sei
8 007.2 Rampah 12.5 12 0.5 - -
Sei Rampah - Bts. Kota
9 008 Tebing Tinggi 12.5 3.5 9 - -
Bts. Kota Tebing Tinggi -
10 042 Kp. Binjai 3.3 2.5 0.8 - -
11 043.1 Kp. Binjai – Bts. Asahan 5.95 0.95 5 - -
Bts. Deli Serdang -
12 043.2 Tanjung Kasau 3.65 2.65 1 - -
Tabel 3.1 Ruas Jalan Lintas Timur Provinsi Sumatera Utara 2010 (Lanjutan)
KONDISI JALAN
NO NO NAMA RUAS MENURUT PANJANG JALAN R.
URUT RUAS KABUPATEN PROVINSI BAIK SEDANG RUSAK BERAT
(Km) (Km) (Km) (Km) (Km)
Sei Bejangkar - Bts. Kota
16 053 Kisaran 14.6 12.6 1 1 -
Bts. Kota Kisaran - Sp.
17 054 Kawat 8.7 7.7 1 - -
Sp. Kawat – Bts. Labuhan
18 057.1 Batu 45.6 30 12 3.6 -
Bts. Asahan - Bts. Kota
19 057.2 Rantau Prapat 68 32 35 1 -
Bts. Kota Rantau Prapat -
20 058 Aek Nabara 21.5 15.5 6 - -
Aek Nabara - Sp. Kota
21 060 Pinang 33 20 10 3 -
22 084 Sp. Kota Pinang - Bts. Riau 45.3 31 13 1.3 -
Sumber: Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional I
bersifat tidak acak (non random sampling) dilakukan dengan cara purposive
unsur yang dikehendaki telah ada dalam sampel responden yang diambil. Salah satu
metoda dalam purposive sampling adalah pemakaian expert sampling dimana expert
sampling terdiri dari sampel orang yang diketahui mempunyai pengalaman atau
keahlian dalam suatu bidang. Oleh karena itu sampel ini dikenal juga sebagai panel of
experts. Ada dua alasan mengapa expert sampling digunakan. Pertama, Ini adalah
hal ini, expert sampling adalah hal yang khusus dari purposive sampling.
berada pada level pengambil keputusan di Balai Besar Pelaksana Jalan Nasional
Wilayah I dan Dinas Jalan dan Jembatan Provinsi Sumatera. Sementara sebagai wakil
dari pengguna jalan diambil responden dari akademisi dan organisasi Himpunan
Penentuan prioritas alokasi dana antar ruas dilakukan sesuai peran ruas jalan
di wilayah tersebut. Ruas jalan dengan peran lebih besar akan menjadi prioritas utama
untuk ditangani. Dengan demikian permasalahan yang akan diselesaikan dalam studi
ini adalah bagaimana menyusun sebuah kriteria yang dapat mewakili tingkat
dijadikan sebagai kandidat variabel dalam hal ini harus memenuhi syarat antara lain:
Dalam hal penanganan jalan, maka idealnya kriteria tersebut diturunkan dari
pertimbangan teknis dan konsep penganggaran dalam APBN serta tujuan dari
kegiatan ekonomi.
1. Kriteria aksesibilitas merupakan skoring dari kinerja ruas jalan terhadap kriteria
fungsi akses dari ruas jalan dimana variabel kriterianya menyatakan panjang
segmen ruas jalan yang bersangkutan dengan total luas wilayah pelayanannya
(luas wilayah kabupaten/kota dimana ruas jalan tersebut berada) dengan satuan
mencapai suatu tujuan, sehingga dikatakan kalau aksesibilitas tinggi adalah bila
alternatif rute menuju suatu tempat banyak sehingga dapat dicapai dengan mudah
dari beberapa tujuan. Ukuran yang biasa digunakan dalam analisis lalu lintas
adalah:
Dimana:
Persamaan tersebut diatas bisa dibuat untuk pengguna kendaraan pribadi maupun
pengguna kendaraan umum. Secara lebih mudah aksesibilitas bisa dihitung atas
dasar panjang jalan per kilometer persegi, semakin panjang berarti semakin tinggi
aksesibilitasnya.
dengan kecepatan dan hambatan. Dalam hal ini mobilitas juga berarti
kemudahan pergerakan dari kendaraan dan moda angkutan umum untuk bisa
tempat perpindahan antar moda/terminal dan tata guna lainnya. Jadi penilaian
terhadap mobilitas pada akhirnya adalah waktu perjalanan untuk mencapai tujuan
yang diinginkan. Sektor infrastruktur merupakan salah satu sektor vital untuk
prasarana jalan, sebagai salah satu sub sektor infrastruktur, memiliki fungsi
pada suatu wilayah. Peranan transportasi di sektor ekonomi antara lain menunjang
serta mendukung mobilitas manusia, barang serta jasa, ikut mendukung pola
3. Kriteria arus lalu lintas merupakan skoring dari kinerja ruas jalan terhadap fungsi
arus dari ruas jalan dimana variabel kriterianya dinyatakan dalam kapasitas dan
LHR. Kapasitas jalan adalah kemampuan ruas jalan untuk menampung arus atau
volume lalu lintas yang ideal dalam satuan waktu tertentu, dinyatakan dalam
jumlah kendaraan yang melewati potongan jalan tertentu dalam satu jam
melalui suatu jalan digunakan satuan mobil penumpang sebagai satuan kendaraan
penumpang per jam atau (smp)/jam. Pada saat arus rendah kecepatan lalu lintas
kendaraan bebas tidak ada gangguan dari kendaraan lain, semakin banyak
kendaraan yang melewati ruas jalan, kecepatan akan semakin turun sampai suatu
saat tidak bisa lagi arus/volume lalu lintas bertambah, di sinilah kapasitas terjadi.
Setelah itu arus akan berkurang terus dalam kondisi arus yang dipaksakan sampai
suatu saat kondisi macet total, arus tidak bergerak dan kepadatan tinggi. Faktor
yang memengaruhi kapasitas jalan kota adalah lebar jalur atau lajur, ada tidaknya
perkotaan atau luar kota, ukuran kota. Rumus kapasitas di wilayah perkotaan
smp/jam
terbagi)
Sementara kapasitas jalan antar kota dipengaruhi oleh lebar jalan, arah lalu lintas
Dimana:
C = Kapasitas (smp/jam)
Co = Kapasitas dasar
Penentuan bobot berdasarkan LHR adalah ruas jalan yang memiliki nilai LHR
lebih tinggi akan lebih diprioritaskan daripada ruas jalan yang memiliki LHR
lebih tinggi sehingga ruas jalan mantap akan lebih banyak dirasakan oleh
pengguna jalan. Data LHR yang digunakan adalah data tahun 2009 dari Balai
Besar Pelaksanaan Jalan Nasional I dan penentuan skor yang dimulai dari skor 1
(sangat rendah prioritasnya karena nilai LHR rendah) sampai dengan skor 9
tergantung dari evaluasi yang dilakukan. Ada empat jenis kondisi ruas jalan yang
ditinjau, dibedakan atas rusak berat, rusak ringan, sedang dan baik. Setiap ruas
jalan yang ditinjau dihitung persentase rusak berat, rusak ringan, sedang maupun
dengan asumsi bahwa kondisi jalan yang semakin buruk akan menjadi semakin
prioritas. Data kondisi jalan yang digunakan pada penelitian ini adalah data
4. Kriteria biaya merupakan skoring dari kinerja ruas jalan terhadap efektifitas biaya
Asumsi biaya yang digunakan adalah komposisi rencana biaya tahun 2010 yaitu
rencana biaya pemeliharaan berkala sebesar Rp. 1,6 M/km. Berdasarkan data-data
tersebut maka dihitung nilai biaya penanganan untuk tiap ruas jalan agar kondisi
jalan pada ruas tersebut dapat mencapai kondisi baik. Biaya penanganan jalan
Penanganan jalan dengan nilai biaya lebih kecil akan lebih prioritas dibandingkan
dengan biaya penanganan yang lebih besar. Hal ini berhubungan dengan dana
yang terbatas sehingga dengan prioritas tersebut jumlah ruas jalan yang akan
memiliki kondisi baik akan lebih banyak dan lebih merata serta tidak terpusat
menangani 22 ruas jalan pada daerah penelitian diperoleh dari kerangka penilaian
yang lebih komplit. Dalam penelitian ini kandidat variabel yang diusulkan akan
diseleksi lebih lanjut terkait juga dengan kemudahan dalam penyediaan data dan
a. Ruas jalan yang saat ini berada dalam kondisi baik ditangani dengan
pemeliharaan rutin.
b. Ruas jalan yang saat ini berada dalam kondisi sedang ditangani dengan
pemeliharaan berkala.
c. Ruas jalan yang saat ini berada dalam kondisi rusak ditangani dengan
yang saat ini macet ditangani dengan peningkatan kapasitas atau pelebaran jalan.
3. Untuk kebutuhan pembangunan jalan baru akan lebih ditentukan oleh tingkat
Simulasi yang dibuat dalam kajian ini untuk melihat besarnya pengaruh
terealisasi setiap tahunnya. Dalam hal ini diambil data tahunan kondisi perkerasan
beserta pendanaannya mulai tahun 2006 – 2010 dan menggunakan analisa regresi
mengetahui pengaruh suatu variabel terhadap variabel lain. Dalam analisis regresi,
variabel yang dipengaruhi disebut dependent variable (variabel terikat). Jika dalam
persamaan regresi hanya terdapat satu variabel bebas dan satu variabel terikat, maka
disebut sebagai persamaan regresi sederhana, sedangkan jika variabel bebasnya lebih
Dalam penelitian ini karena variabel bebasnya lebih dari satu variabel maka
dipakai analisis regresi berganda. Analisa regresi berganda adalah alat untuk
meramalkan nilai pengaruh dari variable bebas atau lebih terhadap satu variabel
antar dua atau lebih variabel bebas x1, x2 hingga xn terhadap suatu variabel terikat.
SPSS. Nilai koefisien regressi yang didapat, akan digunakan dalam pembentukan
yang diperkenankan dalam mencapai koefisien regresi yang confidence dalam studi
(3.4)
(3.5)
istilah korelasi diberi pengertian sebagai hubungan antara dua variabel atau lebih.
hubungan antara dua variabel. Tingkat hubungan tersebut dapat dibagi menjadi tiga
kriteria, yaitu mempunyai hubungan positif, mempunyai hubungan negatif dan tidak
mempunyai hubungan. Hubungan antara dua variabel dikenal dengan istilah bivarite
correlation, sedangkan hubungan antara lebih dari dua varibel disebut korelasi ganda
Dimana:
r = koefisien korelasi
n = jumlah responden
(3.7)
Dimana :
dan jika F Hitung F tabel, maka terima H0 artinya tidak signifikan. Pengujian
keberartian koefisien korelasi dapat juga diketahui melalui aplikasi program SPSS.
1. Jika angka signifikansi hasil riset < 0,05, maka hubungan variabel signifikan.
2. Jika angka signifikansi hasil riset > 0,05, maka hubungan variabel tidak signifikan.
3. Jika dalam output SPSS ada dua tanda bintang (**) maka signifikansi
Untuk memperoleh data persepsi dari para stakeholder, maka dilakukan survei
terhadap 30 responden. Responden tersebut dibagi atas 10 orang wakil dari perencana
program, 10 orang wakil pelaksana, dan 10 orang wakil masyarakat (pengguna jalan).
Para responden diambil dari Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional I, Dinas Bina
pengguna jalan yang berasal dari civitas akademika. Setelah data persepsi dari ketiga
Perincian hasil persepsi para responden yang telah disajikan terlihat bahwa
mewakili fungsi aksesibilitas dari ruas jalan secara berturut-turut adalah 8 responden
responden (23,33%).
Demikian untuk rangking – rangking selanjutnya, dimana untuk rangking satu pilihan
responden paling banyak jatuh pada kriteria 4, kondisi ruas jalan yakni sebanyak 13
banyak jatuh pada kriteria 1 dan kriteria 2 yakni fungsi aksesibilitas dari ruas jalan
rangking tiga, pilihan responden paling banyak jatuh pada kriteria 3 yaitu
fungsi arus ruas jalan sebanyak 15 responden (50%). dan untuk rangking empat,
pilihan responden paling banyak jatuh pada kriteria 1 dan kriteria 2 yaitu fungsi
aksesibilitas dari ruas jalan dan fungsi mobilitas jalan sebanyak 8 responden
(26,67%) dan untuk rangking lima, pilihan responden paling banyak jatuh pada
mereka. Katakanlah untuk wakil perencana dan pengguna jalan, perhatian mereka
terhadap kondisi ruas jalan sangat tinggi, sedangkan untuk wakil pelaksana lebih
cenderung memilih kriteria aksesbilitas wilayah yang berdampak pada ekonomi dan
pengembangan wilayah.
bobot rata-rata per kelompok stakeholder. Setelah itu dilanjutkan menghitung bobot
choice 11.5 yang hasilnya disajikan pada Lampiran 1. Hasil rekapitulasi pembobotan
secara keseluruhan disampaikan pada Tabel 4.3. Proses perhitungan bobot kriteria
adalah:
1. Meng- input data kuesioner ke program expert choice 11.5 yang hasilnya
kondisi ruas jalan, mendapatkan bobot yang paling tinggi dibandingkan kriteria yang
lain dengan nilai 27,96%, selanjutnya di urutan kedua adalah kriteria 1, fungsi
aksesibilitas dari ruas jalan. Sedangkan urutan ketiga, keempat, kelima ditempati oleh
kriteria 3 fungsi arus ruas jalan, kriteria 2 fungsi mobilitas dan kriteria 5 efektifitas
Setelah bobot masing-masing kriteria diperoleh mulai dari bobot kriteria hasil
Bobot
Bobot Bobot
No Variabel Relatif
Variabel Kriteria
Variabel
(a) (b) (c) (d) (e = c*d)
1 Tingkat aksesibilitas 0,6264 0,1476
0,2354
2 Rute alternatif 0,3736 0,0879
3 Fungsi mobilitas 0,5881 0,0971
0,1651
4 Waktu perjalanan 0,4119 0,0680
5 Kapasitas jalan 0,7063 0,1252
0,1773
6 Volume LHR 0,2937 0,0521
7 Kondisi perkerasan 0,7352 0,3103
0,4221
8 Kondisi bangunan pelengkap jalan 0,2648 0,1118
9 Biaya Pemeliharaan Ruas Jalan 1,0000 0,1425 0,1425
Sumber: Hasil Analisa
kriteria yang lain dengan nilai 31,03%, selanjutnya di urutan kedua adalah variabel
ruas jalan 14,25%. Sedangkan urutan keempat, kelima, keenam, ketujuh, kedelapan
mobilitas, fungsi mobilitas, rute alternatif, waktu perjalanan dan yang terakhir adalah
volume LHR.
variabel yang telah ditentukan. Dalam proses skoring meliputi delapan variabel yaitu
wilayah, kapasitas ruas jalan, volume lalu lintas rata-rata, kondisi perkerasan, kondisi
bangunan pelengkap dan biaya pemeliharaan ruas jalan yang proses skoringnya
dengan cara membagi panjang segmen ruas jalan yang bersangkutan dengan total luas
dengan kinerja yang terbaik. Contoh Tanjung Pura-Simpang Pangkalan Susu adalah
(0,58/0,75)*10 = 7,7. Skor atau nilai tertinggi yakni 10 diberikan untuk alternatif atau
ruas jalan yang memiliki nilai tingkat aksesibilitas paling tinggi. Rekapitulasi skoring
Panjang Tingkat
No Ruas Jalan Aksesibilitas Skoring
Jalan Km
1 Simpang Pangkalan Susu - Bts. Aceh 26,8 0,55 7,3
2 Tanjung Pura - Simpang Pangkalan Susu 30 0,58 7,7
3 Bts. Kota Binjai - Tanjung Pura 30,85 0,47 6,3
4 Bts. Kota Medan - Bts. Kota Binjai 7,6 0,48 6,4
5 Bts. Kota Medan - Bts. Kota Lubuk Pakam 13,8 0,49 6,5
6 Bts. Kota Lubuk Pakam - Perbaungan 6,55 0,62 8,3
7 Perbaungan - Bts. Deli Serdang 12,5 0,7 9,3
8 Bts. Deli Serdang - Sei Rampah 12,5 0,65 8,7
9 Sei Rampah - Bts. Kota Tebing Tinggi 12,5 0,72 9,6
10 Bts. Kota Tebing Tinggi - Kp. Binjai 3,3 0,58 7,7
11 Kp. Binjai - Bts. Asahan 5,95 0,53 7,1
12 Bts. Deli Serdang - Tanjung Kasau 3,65 0,42 5,6
13 Tanjung Kasau - Indrapura 10,25 0,75 10,0
14 Indrapura - Lima Puluh 15,75 0,53 7,1
15 Lima Puluh - Sei Bejangkar 18 0,71 9,5
16 Sei Bejangkar - Bts. Kota Kisaran 14,6 0,48 6,4
17 Bts. Kota Kisaran - Sp. Kawat 8,7 0,49 6,5
18 Sp. Kawat - Bts. Labuhan Batu 45,6 0,51 6,8
19 Bts. Asahan - Bts. Kota Rantau Prapat 68 0,63 8,4
20 Bts. Kota Rantau Prapat - Aek Nabara 21,5 0,7 9,3
21 Aek Nabara - Sp. Kota Pinang 33 0,55 7,3
22 Sp. Kota Pinang - Bts. Riau 45,3 0,52 6,9
Sub Total 446,7
Sumber: Hasil Analisa
tingkat aksesibilitas tertinggi. Diikuti oleh Sei Rampah-Batas Kota Tebing Tinggi dan
Lima Puluh-Sei Bejangkar. Sementara nilai skoring yang paling rendah adalah ruas
setelah menghitung nilai tingkat mobilitas masing-masing ruas jalan dengan cara
membagi panjang segmen ruas jalan yang bersangkutan dengan 1000 penduduk. Skor
atau nilai tertinggi yakni 10 diberikan untuk alternatif atau ruas jalan yanng memiliki
nilai tingkat mobilitas paling tinggi. Nilai kinerja alternatif lain yang lebih rendah
dihitung sebagai proporsi terhadap variabel pada alternatif terbaik. Sebagai contoh
skoring tingkat mobilitas untuk ruas jalan Simpang Pangkalan Susu-Batas Aceh
adalah (2,68/6,8)x10 = 3,9412. Demikian selanjutnya skoring untuk ruas jalan yang
alternatif ruas jalan dapat dilihat pada Tabel 4.6. Dari tabel terlihat bahwa ruas jalan
Bts. Asahan-Bts. Kota Rantau Prapat memiliki tingkat mobilitas wilayah tertinggi,
dilanjutkan ruas jalan Simpang Kawat-Batas Labuhan Batu dan Simpang Kota
Pinang-Batas Riau. Sedangkan yang terendah ditunjukkan oleh ruas Batas Tebing
menghitung kapasitas masing-masing ruas jalan dengan rumus yang digunakan dalam
C = CO x FCW x FCSP x FCSF. Co untuk jalan dua lajur dua arah tak terbagi adalah
Dari Tabel 4.7 terlihat bahwa ruas jalan Batas Kota Medan - Batas Kota Binjai, Bts. Kota
Medan - Batas Kota Lubuk Pakam hingga Batas Kota Lubuk Pakam-Perbaungan
mempunyai kapasitas paling besar, sedangkan beberapa ruas jalan memiliki kapasitas
terendah yang sama yaitu, Bts. Kota Tebing Tinggi-Kp. Binjai, Kp. Binjai-Bts.
Lima Puluh, Lima Puluh-Sei Bejangkar, Sei Bejangkar-Bts. Kota Kisaran, Bts.Kota
Prapat, Bts. Kota Rantau Prapat-Aek Nabara, Aek Nabara-Sp. Kota Pinang, Sp. Kota
dari persentase nilai kondisi ruas jalan dikalikan dengan nilai kondisinya. Persentase
nilai kerusakan diperoleh dengan membagi panjang jalan rusak dengan total panjang
data panjang jalan tersebut dalam kondisi baik, sedang, berturut-turut adalah 10 km
16,8 Km, sedangkan panjang total ruas jalan ini adalah 26,80 km. Maka persentase
ruas jalan Simpang Pangkalan Susu – Batas Aceh ádalah (13/26,80) x 100% = 49%.
Diasumsikan nilai yang diberikan untuk kondisi baik, sedang, rusak ringan, dan rusak
berat adalah 1, 3, 6, 8 dengan alasan semakin tinggi tingkat kerusakan semakin tinggi
nilai yang diberikan sehingga lebih diprioritaskan untuk ditangani. Sehingga skoring
kondisi ruas jalan Simpang Pangkalan Susu – Batas Aceh adalah (37% x 1 +63% x 3
= 2,26). Demikian selanjutnya skoring untuk ruas jalan yang lain. Rekapitulasi
skoring variabel kondisi perkerasan dari masing masing ruas jalan untuk tahun 2010
Batas Lubuk Pakam, sementara paling rendah adalah ruas Indra Pura-Tanjung
Kasau.
pemeliharaan jalan adalah semua ruas jalan direncanakan overlay sepanjang 2000 m
x 5 m, ukuran desain sama, yang membedakannya adalah kondisi eksisting dan jarak
Biaya Total
No. Ruas Jalan Volume (Rp) Skoring
(a) (b) (c) (d) (e)
1 Simpang Pangkalan Susu - Bts. Aceh 2000 m x5 m 3.778.204.284,70 9,39
Tanjung Pura - Simpang Pangkalan
2 Susu 2000 m x5 m 4.046.872.600,51 8,76
3 Bts. Kota Binjai - Tanjung Pura 2000 m x5 m 3.600.887.903,45 9,85
4 Bts. Kota Medan - Bts. Kota Binjai 2000 m x5 m 4.042.523.283,44 8,77
Nilai tertinggi diberikan untuk ruas jalan yang memiliki biaya pemeliharaan terendah.
Dapat dilihat pada Tabel 4.9 skoring yang paling tinggi terdapat pada ruas jalan Bts
Kota Tebing Tinggi-Kp. Binjai dan yang paling rendah adalah ruas Tanjung Kasau-
Indra Pura.
langkah berikutnya merekapitulasi hasil skoring semua ruas jalan terhadap semua
kriteria.
Skoring terhadap semua kriteria ini menunjukkan berapa besar pengaruh tiap-
tiap kriteria mulai dari yang mendominasi sampai kepada yang pengaruhnya sangat
kecil. Rekapitulasi skoring ruas jalan terhadap semua kriteria dapat dilihat dalam
Keterangan:
Nilai kinerja ruas jalan diperoleh dengan cara mengalikan matriks bobot
variabel keseluruhan dengan matriks rekapitulasi skoring seluruh ruas jalan alternatif.
Untuk melakukan perhitungan matriks maka tabel bobot variabel secara keseluruhan
dan tabel rekapitulasi skoring seluruh ruas jalan dibuat dalam matriks. Untuk
memperoleh matriks kinerja ruas jalan, maka langkah selanjutnya adalah melakukan
keseluruhan yang hasilnya disajikan dalam Lampiran 4. Sebagai contoh diambil ruas
jalan Simpang Pangkalan Susu - Bts. Aceh dengan melihat Lampiran 4, maka kinerja
ruas jalan tersebut adalah (0,47 x 0,1476 + 3,94 x 0,0879 + 7,57 x 0,1252 + 2,26 x
0,3108 + 6.00 x 0.1425) = 2,07. Demikian selanjutnya untuk nilai kinerja ruas jalan
lainnya. Rekapitulasi nilai kinerja masing – masing ruas jalan alternatif disampaikan
pada Tabel 4.10. Dari Tabel 4.10 terlihat bahwa urutan nilai kinerja ruas jalan dari
Tebing Tinggi – Kp. Binjai, Sp. Kota Pinang – Bts. Riau dan Sp Kawat – Bts
Labuhan Batu.
kinerja alternatif (Pi), dimana alternatif yang menunjukkan nilai (Pi) yang lebih besar
akan lebih diprioritaskan karena semakin tinggi nilai kinerja ruas jalan berarti tingkat
pencapaian tujuan pengelolaan Jalan Lintas Timur Provinsi Sumatera Utara sesuai
dengan kriteria dan variabel yang ditetapkan. Berdasarkan hasil perhitungan kinerja
masing – masing ruas jalan yang diperoleh pada Tabel 4.10, maka dapat disusun
Tabel 4.11 Urutan Prioritas Pengelolaan Jalan Lintas Timur Provinsi Sumatera Utara
No Ruas Jalan Kinerja ruas
jalan (Pi)
(a) (b) (c)
001 Bts Medan – Bts Lubuk Pakam 1
002 Bts. Asahan - Bts. Kota Rantau Prapat 2
003 Tanjung Pura - Simpang Pangkalan Susu 3
004 Sei Rampah - Bts. Kota Tebing Tinggi 4
005 Sp. Kota Pinang - Bts. Riau 5
006 Kp. Binjai - Bts. Asahan 6
007.1 Bts. Kota Lubuk Pakam – Perbaungan 7
007.2 Indrapura - Lima Puluh 8
008 Sp. Kawat - Bts. Labuhan Batu 9
Dari Tabel 4.11 terlihat bahwa dengan memasukkan 5 kriteria terhadap penentuan
prioritas yaitu tingkat aksesibilitas, mobilitas, kapasitas jalan, kondisi ruas jalan dan
efektifitas biaya penanganan ternyata ruas jalan Batas Medan – Batas Lubuk Pakam
menjadi prioritas pertama untuk mendapat penanganan diikuti ruas Bts. Asahan - Bts.
Kota Rantau Prapat, Tanjung Pura - Simpang Pangkalan Susu dan seterusnya.
ini menggunakan Metode IRMS. Berikut Tabel 4.12 yang merupakan rekapitulasi
Pada Tabel 4.12, realisasi penanganan yang dilakukan pemerintah pusat dengan
pemerintah pusat menilai prioritasnya pada tahun 2010 berdasarkan kriteria kapasitas
dan kondisi ruas jalan. Sebab jika dilihat dari data kondisi ruas jalan tahun 2010 ada 4
ruas yang sudah masuk kategori rusak ringan sepanjang 7.3 km, sementara kategori
sedang sepanjang 46.55 km. Disamping itu lebar jalan pada ke sembilan ruas diatas
akan terlihat beberapa perbedaan (masing – masing metode mengambil 9 ruas) seperti
5 Sei Rampah - Bts. Kota Tebing Tinggi Sei Bejangkar - Bts. Kota Kisaran
6 Bts. Kota Tebing Tinggi - Kp. Binjai Bts. Kota Kisaran - Sp. Kawat
7 Kp. Binjai - Bts. B.Bara Bts. Kota Rant. Prapat - Aek Nabara
8 Bts. Deli Serdang - Tanjung Kasau Aek Nabara - Sp. Kota Pinang
Dari hasil metode AHP, Simpang Pangkalan Susu- Batas NAD mendapat prioritas
pertama karena berdasarkan kriteria kondisi dan pertimbangan dari empat kriteria
lainnya, sedangkan prioritas pertama menurut IRMS yaitu Batas Kota Tebing Tinggi-
13 ruas yang dapat ditangani mulai dari pemeliharaan sampai pembangunan dengan
Jika dibandingkan dengan ketiga belas hasil yang diperoleh dari metode AHP
didapat perbandingan sebagai berikut. Dari Tabel 4.15 menunjukkan ada sepuluh
(76,92%) ruas yang masuk pada masing-masing metode, hal ini berarti ada
kesesuaian kriteria yang dipakai. Untuk tahun 2007 prioritas pemerintah pusat lebih
kepada perbaikan kondisi ruas jalan sedangkan untuk menambah kapasitas tidak
Berikut dibandingkan penanganan ruas jalan pada tahun 2008 dari masing-
selanjutnya dibandingkan dengan hasil perhitungan dari metode AHP tahun 2008
4 Sp. Kawat - Bts. Labuhan Batu Bts. Deli Serdang - Sei Rampah
5 Sei Bejangkar – Bts. Kota Kisaran Sei Rampah - Bts. Kt Tebing Tinggi
8 Bts Medan – Bts Lubuk Pakam Bts. Deli Serdang - Tanjung Kasau
12 Sei Rampah - Bts. Kota Tebing Tinggi Sei Bejangkar - Bts. Kota Kisaran
13 Bts. Kota Kisaran – Sp. Kawat Bts. Kota Kisaran - Sp. Kawat
15 Tanjung Pura – Simp Pangkalan susu Bts. Asahan - Bts. Kota Rantau
Prapat
17 Bts. Kota Binjai - Tanjung Pura Aek Nabara - Sp. Kota Pinang
18 Bts. Deli serdang – Sei Rampah Sp. Kota Pinang - Bts. Riau
Dari tabel 4.17 diketahui ada 14 ruas (77,8%) yang masuk pada masing-masing
metode, hal ini mengindikasikan adanya kesamaan kriteria yang dipakai yaitu kondisi
ruas jalan. Tapi untuk 22,2% lagi Pemerintah masih mengutamakan kriteria kapasitas
Selanjutnya untuk tahun 2009, realisasi penanganannya dapat dilihat pada Tabel
4.18 berikut. Penanganan hanya dilakukan pada 5 ruas jalan dalam kegiatan preservasi
metode yaitu ruas Batas Deli Serdang - Sei Rampah. Pada perhitungan pada tahun
2009, kriteria yang dipakai pemerintah pusat tidak ada yang mendominasi. Hal ini
dapat dilihat berdasarkan data yang diperoleh dari BBPJN I bahwa dari kondisi ruas
kelima ruas tersebut tidak termasuk dalam prioritas, begitu juga jika dilihat dari
3 Bts. Asahan - Bts. Kota Rantau Prapat Perbaungan - Bts. Deli Serdang
4 Bts. Deli Serdang - Sei Rampah Bts. Deli Serdang - Sei Rampah
5 Bts. Deli Serdang - Tanjung Kasau Sei Rampah - Bts. Kota Tebing
Tinggi
Dari data penanganan dan perubahan nilai IRI/tingkat kerusakan pada Tabel
kenaikan IRI terhadap kenaikan penanganan pada jalan Lintas Timur Sumatera Utara.
Analisa data yang digunakan dalam pemodelan matematika ini adalah menggunakan
2003-2009. Data sekunder yang diambil adalah besarnya nilai rata-rata IRI dari
panjang efektif ruas jalan nasional Lintas Timur Provinsi Sumatera Utara dengan
Tabel 4.20 Tabel Biaya, Efektifitas dan IRI Jalan Lintas Timur Sumatera Utara
Tahun Efektifitas Ruas IRI Biaya Penanganan (Rp 103)
Jalan (km)
2003 38,5 5.7 46.338.620
Data dari Tabel 4.20 di atas dihitung menggunakan program SPSS, dengan model
Mengacu dari model summary diatas terdapat tingkat hubungan elemen faktor
koefisien korelasi sebesar 1,0 atau 100%. Sementara besarnya kekuatan hubungan
yang ada (R2) atau koefisien determinan juga sebesar 1,0 atau 100%. Berdasarkan
data yang telah diolah dapat dilihat bahwa semua elemen faktor independen mampu
Untuk mengetahui apakah model regresi sudah benar atau tidak kita lakukan
pengujian apakah ada hubungan linier atau tidak antar variabel kita gunakan angka
signifikansi Anova atau dengan angka F penelitian yaitu pada tabel Anova. Jika F
Penelitian > F tabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima, artinya ada hubungan linier
antara variabel bebas dengan variabel terikat. Jika F penelitian< F tabel H0 diterima
dan H1 ditolak, artinya tidak ada hubungan linier antara variabel bebas dengan
variabel terikat.
menerangkan biaya itu sendiri, hal ini terlihat dengan tingkat signifikan 0,001 yang
secara simultan terhadap variable dependent pada alpha 5 % atau 0,05 karena nilai
signifikan yang dihasilkan lebih kecil dari nilai alpha 5 % atau 0,05.
Total 9E + 015 6 -
Dari Tabel 4.23 hasil pengujian regresi Uji t tidak semua signifikan berpengaruh
terhadap biaya 2003 - 2009. Selanjutnya pengujian parsial dapat dilihat pada tabel
berikut.
Adapun bentuk persamaan regresi yang dihasilkan dari beberapa pengujian di atas:
lintas timur Sumatera Utara (akan tetapi tidak signifikan pada taraf kepercayaan 95 %
(0,702 > 0,05 ). Variabel X1 (Efektifitas) mempunyai koefisien faktor positif dan
terhadap biaya penaganan jalan nasional Lintas Timur Sumatera Utara. Nilai
1353471 satuan bila faktor tersebut naik sebesar 1 satuan, sedangkan variabel X2
(IRI) mempunyai koefisien negatif artinya nilai koefisien dari variabel X2 (IRI) tidak
mempengaruhi dan tidak signifikan pada taraf kepercayaan 95 % (0,697 > 0,05)
terhadap penentuan kenaikan biaya penanganan Jalan Lintas Timur Sumatera Utara.
5.1 Kesimpulan
Nasional Lintas Timur Sumatera Utara pada 22 ruas jalan yang dijadikan sebagai
yakni:
lima kriteria yang diambil pada penelitian ini, kondisi ruas jalan (43.33%)
aksesibilitas, mobilitas, kapasitas jalan, kondisi ruas jalan dan efektifitas biaya
penanganan ternyata ruas jalan Batas Medan – Batas Lubuk Pakam menjadi
Batas Kota Rantau Prapat, Tanjung Pura - Simpang Pangkalan Susu dan
seterusnya.
4. Hasil analisa menggunakan metode AHP dengan kelima kriteria yang dipakai,
5. Hasil rekapitulasi prioritas penanganan tahun 2010 dengan metode AHP dan
metode yang dipakai pemerintah pusat dalam hal ini metode IRMS, dari 9
ruas hanya 1 ruas yang sesuai. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan kriteria
Sumatera Utara.
5.2 Saran
kriteria biaya penanganan, kondisi jalan dan volume lalu lintas dapat
jalan hendaknya memiliki dasar pertimbangan prioritas yang jelas dan terbuka
sehingga bila terdapat kendala dalam melanjutkan penanganan pada ruas jalan
terlebih dahulu.
Anggreni I.A.A dan Jennie K, 2009, “Penentuan Prioritas Perbaikan jalan Untuk
Jalan Beraspal Studi Kasus Jalan Jayapura-Sentani Propinsi Papua”,
Proceeding PESAT Vol.3 ISSN: 1858-2559, Universitas Gunadarma Depok
Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah 2002, “Modul Pelatihan Manajemen
Prasarana dan Sarana Perkotaan”, Jakarta
Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia, 2004,
”Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan”,
Jakarta
Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia, 2006,
“Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2006 Tentang Jalan”, Jakarta
Departemen Kimpraswil 2001, IRMS Training Course.
Fataruba, Muzain, Soemitro, Ria Asih ,2006, Evaluasi Perbandingan Urutan Prioritas
Usulan Proyek Pemeliharaan Jalan Propinsi Eksisting dengan Metode
Pembobotan di Sulawesi Selatan.
Hadi P Ahmad Faiz, 2009, “Metode Analytical Hierarchy Process Untuk Menentukan
Prioritas Penanganan Jalan Di Wilayah Balai Pemeliharaan Jalan Mojokerto”,
Jurnal Aplikasi ISSN.1907-753X, Volume 6 Nomor 1 Hal 29-40
Kodoatie Robert J, 2005, “Pengantar Manajemen Infrastruktur”, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta
Mahmud Salim, M. Tranggono dan Syaiful A , 2002, “Konsep Pemeliharaan Jalan
Yang Efektif dan Efisien”, Makalah Teknik Pada Seminar Lokakarya
Pemeliharaan Jalan, Bandung, 19 Juni 2002.
Muhidin, Sambas Ali dan Maman Abdurahman, 2009, Analisis Korelasi, Regresi,
dan Jalur Dalam Penelitian, Bandung: Pustaka Setia
Mulyono A.T, 2007, “Model Monitoring Dan Evaluasi Pemberlakuan Standar Mutu
Perkerasan Jalan Berbasis Pendekatan Sistemik”, Disertasi Tidak Diterbitkan,
Universitas Diponegoro, Semarang
Munawar, Ahmad, Subchan, M, 2004, “Penentuan Prioritas Penanganan Jalan dengan
Metoda Analytical Hierarchy Process (Studi kasus Jalan Nasional di Propinsi
Bali)”.
Teknomo, Kardi, Siswanto, Hendro, 1999, “Penggunaan Metode AHP dalam
Menganalisa Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Moda ke
Kampus”
Rochim, Saiful, Prajitno, A.F. Hadi, 2007, “Metode Analitycal Hierarchy Process
untuk Menentukan Prioritas Penanganan Jalan Mojokerto”
Saaty, T.L,1980, “The Analytical Hierarchy Process”, John Wiley, New York, USA.
Saaty, T.L (1993), “The Analytical Hierarchy Process: Decision Making in
Economic, Political, Social, and Technological Environments”, University of
Pittsburght, USA
Anggreni I.A.A dan Jennie K, 2009, “Penentuan Prioritas Perbaikan jalan Untuk
Jalan Beraspal Studi Kasus Jalan Jayapura-Sentani Propinsi Papua”,
Proceeding PESAT Vol.3 ISSN: 1858-2559, Universitas Gunadarma Depok
Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah 2002, “Modul Pelatihan Manajemen
Prasarana dan Sarana Perkotaan”, Jakarta
Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia, 2004,
”Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan”,
Jakarta
Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia, 2006,
“Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2006 Tentang Jalan”, Jakarta
Departemen Kimpraswil 2001, IRMS Training Course.
Fataruba, Muzain, Soemitro, Ria Asih ,2006, Evaluasi Perbandingan Urutan Prioritas
Usulan Proyek Pemeliharaan Jalan Propinsi Eksisting dengan Metode
Pembobotan di Sulawesi Selatan.
Hadi P Ahmad Faiz, 2009, “Metode Analytical Hierarchy Process Untuk Menentukan
Prioritas Penanganan Jalan Di Wilayah Balai Pemeliharaan Jalan Mojokerto”,
Jurnal Aplikasi ISSN.1907-753X, Volume 6 Nomor 1 Hal 29-40
Kodoatie Robert J, 2005, “Pengantar Manajemen Infrastruktur”, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta
Mahmud Salim, M. Tranggono dan Syaiful A , 2002, “Konsep Pemeliharaan Jalan
Yang Efektif dan Efisien”, Makalah Teknik Pada Seminar Lokakarya
Pemeliharaan Jalan, Bandung, 19 Juni 2002.
Muhidin, Sambas Ali dan Maman Abdurahman, 2009, Analisis Korelasi, Regresi,
dan Jalur Dalam Penelitian, Bandung: Pustaka Setia
Mulyono A.T, 2007, “Model Monitoring Dan Evaluasi Pemberlakuan Standar Mutu
Perkerasan Jalan Berbasis Pendekatan Sistemik”, Disertasi Tidak Diterbitkan,
Universitas Diponegoro, Semarang
Munawar, Ahmad, Subchan, M, 2004, “Penentuan Prioritas Penanganan Jalan dengan
Metoda Analytical Hierarchy Process (Studi kasus Jalan Nasional di Propinsi
Bali)”.
Teknomo, Kardi, Siswanto, Hendro, 1999, “Penggunaan Metode AHP dalam
Menganalisa Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Moda ke
Kampus”
Rochim, Saiful, Prajitno, A.F. Hadi, 2007, “Metode Analitycal Hierarchy Process
untuk Menentukan Prioritas Penanganan Jalan Mojokerto”
Saaty, T.L,1980, “The Analytical Hierarchy Process”, John Wiley, New York, USA.
Saaty, T.L (1993), “The Analytical Hierarchy Process: Decision Making in
Economic, Political, Social, and Technological Environments”, University of
Pittsburght, USA