Anda di halaman 1dari 171

78

ANALISIS KINERJA RUAS JALAN NGUMBAN SURBAKTI


SEBAGAI JALAN LINGKAR LUAR
(OUTER RING ROAD)

TESIS

Oleh

AMSUARDIMAN
087020027/AR

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2012

Universitas Sumatera Utara


79

ANALISIS KINERJA RUAS JALAN NGUMBAN SURBAKTI


SEBAGAI JALAN LINGKAR LUAR
(OUTER RING ROAD)

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik Dalam Program Studi


Magister teknik Arsitektur Pada Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara

OLEH
AMSUARDIMAN
087020027/AR

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2012

Universitas Sumatera Utara


80

PERNYATAAN

ANALISIS KINERJA RUAS JALAN NGUMBAN SURBAKTI


SEBAGAI JALAN LINGKAR LUAR
(OUTER RING ROAD)

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 13 Januari 2011

AMSUARDIMAN

Universitas Sumatera Utara


81

Judul Tesis : ANALISIS KINERJA RUAS JALAN NGUMBAN


SURBAKTI SEBAGAI JALAN LINGKAR LUAR
(OUTER RING ROAD)
Nama Mahasiswa : AMSUARDIMAN
Nomor Pokok : 087020027
Program Studi : TEKNIK ARSITEKTUR
Bidang Kekhususan : MANAJEMEN PEMBANGUNAN KOTA

Menyetujui
Komisi Pembimbing

( Prof. Abdul Ghani Salleh, B.Ec, M.Sc, PhD) (Ir. Basaria Talarosha, M.T)
Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan,

(Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc) (Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME)

Tanggal lulus: 13 Januari 2011

Universitas Sumatera Utara


82

TELAH DIUJI PADA:

TANGGAL: 13 JANUARI 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Abdul Ghani Salleh, B.Ec, M.Sc, PhD


Anggota : 1. Ir. Basaria Talarosha, MT
2. Ir. Samsul Bahri, MT
3. Hajar Suwantoro, ST, MT
4. Wahyuni Zahrah, ST, MS

Universitas Sumatera Utara


83

ABSTRAK

Jalan Ngumban Surbakti merupakan bagian dari jalan lingkar luar (outer ring
road), berada di wilayah Barat Daya Kota Medan, yang menghubungkan wilayah
regional bagian Utara Kota Medan (Kabupaten Langkat) dengan bagian selatan
(Kabupaten Tanah Karo, Kabupaten Serdang Bedagai, Lubuk Pakam dan lain-lain).
Volume lalu lintas yang melewati ruas jalan ini merupakan arus gabungan lokal,
regional serta arus menerus (through traffic), sehingga timbul beberapa permasalahan
antara lain meningkatnya kapasitas lalu lintas kendaraan, serta tingginya hambatan
samping yang disebabkan oleh kendaraan lambat, parkir pada sisi badan jalan. Hal
ini menimbulkan ketidak nyamanan dan rasa tidak aman bagi pengguna jalan. Jalan
Ngumban Surbakti tidak lagi berfungsi sebagaimana seharusnya jalan outer ring road.
Penelitian ini akan mengukur Tingkat Pelayanan dan Kelas hambatan samping
untuk mengukur kinerja ruas jalan Ngumban Surbakti sebagai jalan lingkar luar
(outer ring road).
Dalam penelitian ini proses perhitungan menggunakan analisis Manual
Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI-1997). Analisis arus lalu lintas digunakan untuk
menghitung volume pergerakan lalu lintas dan hambatan samping yang terjadi pada
ruas jalan.
Hasil penelitian menunjukan volume arus Lalu Lintas (Q) sebesar 1401
smp/jam, kecepatan arus bebas kendaraan (FV) adalah 56 km/jam, kecepatan
sesungguhnya kendaraan (Vlv) adalah 40 km/jam, dengan waktu tempuh 45 detik dan
derajat kejenuhan 0,84 dengan tingkat pelayanan D (arus yang sudah mulai tidak
stabil/terhambat, terjadi penurunan kecepatan pada ruas jalan walaupun tidak sampai
ketitik nol).
Kelas hambatan samping adalah sebesar 413 (kategori M), indikator
tergolong sedang, mendekati tinggi. Hal ini disebabkan penggunaan sisi jalan sebagai
daerah komersial (toko-toko, dan pedagang-pedagang kaki lima yang berjualan di sisi
badan jalan). Penelitian ini juga menunjukan bahwa PP nomor 34 tahun 2006 tentang
Jalan tidak diimplementasikan dengan baik. Perlu penertiban lokasi-lokasi yang
menggunakan sarana jalan sebagai tempat kegiatan, pelarangan parkir dan
berhentinya kendaraan pada badan jalan.

Kata Kunci: Kinerja Ruas Jalan, Derajat Kejenuhan, Waktu Tempuh, Hambatan
Samping, Tingkat Pelayanan Jalan.

Universitas Sumatera Utara


84

ABSTRACT

Jalan Ngumban Surbakti is part of the outer ring road in the Southern part of
Medan which connects the Northern part of Medan (Langkat District) and the
Southern part of Medan (Karo District, Serdang Bedagai District, Lubuk Pakam,
etc.). The volume of the traffic flow in this road is local and regional traffic flow and
the trought traffic so that it couses some problems, such as the increase in the
capacity of the traffic flow and in the side obstacles because the vehicles have to be
slow down and many of them park by the roadside. This condition will eventually
cause discomfort and insecurity of the road users. It seems that Jalan Ngumban
Surbakti does not function as an outer ring road anymore. This research was
intended to measure the service rate and the type of side obstacles in order to
measure the stretch of road implementation of Jalan Ngumban Surbakti as the outer
ring road.
The measurement process in the research used the Indonesia Road Capacity
Manual (MKJI-1997) analysis. The analysis of the traffic flow was used in order to
measure the volume of the traffic flow and the side obstacles at the stretch of road.
The result of the research showed that the volume of the traffic flow (Q) was
1401 rpm/hour, the velocity of the Free Vehicles (VP) flow was 56 kilometers/hour,
the Vehicles’ low velocity (Vlv) was 40 kilometers/hour, the travel time was 45
seconds and the degree of saturation was 0,84 with D service level (the traffic flow
became unstable/snarled, and the speed decreased although it did not reach zero
point).
The side obstacle type was 413 (M category), the indicator was moderate and
almost high because the roadside were usually used as the commercial areas (stores
and the sidewalk vendors who sold their wares by the roadsides). The result of the
research also showed that the Government Regulation (PP) Number 34, 2006 about
Road was not implemented properly. It was recommended that the location which
were used as the road facilities for any activities such as restricted areas for parking
and vehicle-stopping places by the roadsides should be brought under control.
Keywords: Stretch of Road Performance, Degree of Saturation, Travel Time, Side
Obstacles, Road Service Rate

Universitas Sumatera Utara


85

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhanalla huwataallah, yang telah memberikan


hidayah-Nya, kesempatan, dan kemudahan dalam menjalankan amanah sehingga
dapat menyelesaikan pendidikan Sekolah Pascasarjana program studi Manajemen
Pembanguna kota magister Teknik Arsitektur Universiatas Sumatera Utara sehingga
tesis ini dapat diselesaikan dengan baik, sholawat dan salam semoga selalu tercurah
kepada Nabi Muhammad SAW, inspirasi akhlak dan pribadi mulia.

Penulisan tesis ini dilakukan untuk memenuhi salah satu persyaratan ujian
akhir pada program pasca sarjana Fakultas Teknik Arsitektur Universitas Sumatera
Utara. Tesis ini merupakan kajian yag diberi judul ANALISIS KINERJA RUAS
JALAN NGUMBAN SURBAKTI SEBAGAI JALAN LINGKAR LUAR (AUTER
RING ROAD).
Pada kesempatan ini penulis banyak mengucapkan terima kasih yang
setulusnya kapada Bapak A/Prof. Abdul Ghani Salleh, BEc, MSc, PhD, sebagai
ketua komisi pembimbing dan Ibu Ir. Basaria Tolarosha, MT, sebagai anggota komisi
pembimbing yang telah mencurahkan perhatian dan meluangkan waktu dalam
memberikan bimbingan dan literature yang sangat membantu dalam menyelesaikan
penulisan tesis, juga Bapak Ir. Samsul Bahri, MT, Bapak Hajar Suwantoro, ST, MT,
dan Ibu Wahyuni Zahrah, ST, MT, sebagai Dosen Pembanding yang telah banyak
memberikan masukan, saran dan nesehat kepada penulis untuk lebih memperbaiki
tulisan ini. Selain itu penulis banyak menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak
yang telah memberikan bantuan langsung maupun tidak langsung dalam hal ini
adalah; Ibu Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc, PhD selaku ketua program studi
Magister Teknik Arsitektur Universitas Sumatera Utara, Seluruh Dosen Pengajar
bidang kekhususan Manajemen Pembanguna Kota Program Studi Magister Teknik
Arsitektu Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan pendidikan
yang berarti kepada penuli, Bapak Ir. Zulkifli Lubis M. icom sebagai Direktur

Universitas Sumatera Utara


86

Politeknik Negeri Medan yang telah memeberikan kesempatan kepada penulis untuk
mengikuti pendidikan pascasarjana di Universitas Sumatera Utara, Bapak Ir. Marwan
Lubis M.T, Dekan Fakultas Teknik Universitas Islam Sumatera Utara (UISU), yang
telah banyak memberikan masukan, informasi dan petunjuk yang berhubungan
dengan judul tesis penulis, serta teman-teman seangkatan khususnya Hendra, Ibu
Lusi, Ibu Armelia, Pak Pahan, Erwin Sitorus, Sahid, Bayhaki, Arfan, Yani, Bernas,
Jayadin dan Muara.
Penghargaan selanjutnya kuhaturkan kepada kedua Orang tuaku tercinta,
Ayahanda Hasan Basri Kampai (Alm), Ibunda ku tercinta Tianar Melayu Do’a
selalu menyertain darinya, dan istri tercinta dan Anak-anak yang ku sayangi dan serta
seluruh keluarga dan pihak-pihak yang telah membantu meskipun tidak disebutkan
satu persatu dalam tulisan ini namun telah banyak memberikan bantuan pada penulis
dalam penulisan tesis ini.
Penulis sadar bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan
masukannya demi perbaikan tulisan ini sangat diharapkan, mudah-mudahan tesisi ini
dapat bermamfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Medan, 13-Januari-2011

Penulis

AMSUARDIMAN

Universitas Sumatera Utara


87

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Amsuardiman

Tempat/tanggal lahir : Balai Selasa, 07-November-1960

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Laki-laki

Anak ke : 3 dari 4

Warga Negara : Indonesia

Nama Ayah : Hasan Basri (Alm)

Nama Ibu : Tianar

Nama Istri : Salmah

Nama Anak : Wenda Fitriaty

Dinda Salsabila

Pendidikan Formal : SD Negeri Sumedang Labuhan Pesisir Selatan,


Balai Selasa (Tamat tahun 1973).

ST Pasar Kuok Batang Kapas, Pesisir Selatan,


Painan (Tamat tahun 1977)

STM Muhammaddiyah Padang, (Tamat tahun 1981)

Sarjana (S1) Teknik sipil Universitas Medan Area,


Medan (Tamat tahun 1994).

Universitas Sumatera Utara


88

DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK …………………………………………………………………………….. … i

ABSTRACT ……………………………………………………………………………… ii

KATA PENGANTAR ……………………………………………………...…………… iii

RIWAYAT HIDUP ………………………………………………………………........ .. v

DAFTAR ISI …………………………………………………………………................. vi

DAFTAR TABEL ………………………………………………………………………. x

DAFTAR GAMBAR ……… …………………………………………………………… xii

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………….. 1

1.1 Latar Belakang ……………………………..……..……..…......... 1

1.2 Perumusan Masalah ……………………………………………... 7

1.3 Batasan Masalah ………….…………………………..………….. 8

1.4 Tujuan Penelitian ………………………………………………… 9

1.5 Manfaat Penelitian ………………………………….……………. 9

1.6 Kerangka Berpikir ………………………………….……..…….. 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………..... 11

2.1 Transportasi Perkotaan …………………………………..………..... 11

2.1.1 Prasarana transportasi ……………………….………......... 20


2.1.2 Sistem transportasi perkotaan ……………..……….….…... 23
2.1.3 Sistem jaringan transportasi perkotaan …….….…….......... 26

2.2 Hubungan Transportasi dan Tata Guna Gahan .…….…............... 29

2.3 Jalan Sebagai Sarana Transportasi ………………………..………. 33

Universitas Sumatera Utara


89

2.4 Klasifikasi Kelas Jalan Raya Menurut Standar Jalan Kota ….….. 34

2.5 Pola Lalan (Lay of out of streets) ……………………………........ 36

2.6 Pengertian Jalan Lingkar Luar (Outer ring road) .….………….…. 40

2.7 Kinerja Ruas Jalan ……………………………………………..… 42

2.8 Batas Ruas Jalan ………………………………………….……… 43

2.9 Tingkat Pelayanan Jalan (LOS) …………………………….……. 43

2.10 Persyaratan Teknis Geometrik Jalan …………………………….. 46

2.11 Analisis Kapasitas Jalan Kota …………….…….………………. . 50

2.11.1 Arus dan komposisi lalu lintas ……….……………..…..… 50


2.11.2 Kapasitas ……………………………………...……..…... 51
2.11.3 Kecepatan arus bebas .…..……………………..……….... 55
2.11.4 Derajat kejenuhan .. ……………………..….…………..... 58
2.11.5 Kecepatan ………………………………………………… 58
2.11.6 Hambatan samping ………………….……..……............... 59

2.12 Hubungan Dasar Antar Variabel ………………..…..…………… 61

2.13 Prosedur Perhitungan …………………………………………….. 67

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……………………………………. 68

3.1 Lokasi Penelitian ………………. …………………...…………... 68

3.2 Pendekatan Studi …………………………………….………….. 70

3.3 Data yang Dibutuhkan ………………………...……..…….……. 71

3.4 Penentuan Variabel ……………………………….…………….… 72

3.4.1 Variabel yang berkaitan dengan kapasitas ……………….. 72


3.4.2 Variabel yang berkaitan dengan bingkat pelayanan…….... 72
3.4.3 Variabel yang berkaitan dengan pertumbuhan Lalu
lintas ………………………………………………............ 73

3.5 Teknik Pengumpulan Data …………… …………………..…….... 74

Universitas Sumatera Utara


90

3.6 Pengambilan data ……………………….……………….……….. 74

3.6.1 Pengukuran geometrik jalan …………………………….. 74


3.6.2 Pencatatan arus volume lalu lintas ………………..…..…. 75
3.6.3 Pengukuran kecepatan kendaraan …………………......... . 76
3.6.4 Pengukuran hambatan samping ………………………….. 76

3.7 Analisis Data ………………………………………………….…....77

3.7.1 Analisis kinerja ………………………….……………….. 77

3.7.2 Analisis Volume Arus Lalu Lintas …………..…………… 77

BAB IV PERKEMBANGAN DAERAH PENELITIAN ……………………. 78

4.1 Gambaran Umum Wilayah Studi ……………..………………….....78

4.2 Karakteristik Perkembangan Kota Medan ……………………….. 84

4.3 Rencana Tata Ruang Wialayah Kota Medan Tahun 2005 ………. 86

4.4 Perubahan Penggunaan Lahan Kota Medan ………………............ 92

4.5 Pembangunan Jaringan Jalan Kota Medan ……………..….……. 103

4.5.1 Pola perkembangan jaringan jalan ………………….…... 103


4.5.2 Perkembangan jalan ngumban surbakti kota Medan .…... 108

BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ………………... 115

5.1 Pengumpulan Data ……….….……………………………….…. 115

5.1.1 Data geometrik jalan ………………….………............... 115


5.1.2 Data survei arus volume lalu lintas …………………….... 117

5.2 Pengolahan Data ………….………………..………………….... 119

5.2.1 Survei Volume Arus Lalu Lintas ………………..………..119

5.2.2 Survei Hambatan Samping Pada Ruas Jalan ..…….…….. 124

Universitas Sumatera Utara


91

BAB VI ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN………………….…......... 128

6.1 Analisis Data ……. ..…………………………………..….……... 128

6.1.1 Analisis geometrik jalan ……………………………..…. 128


6.1.2 Analisis kelengkapan jalan ………...……………………. 128

6.2 Analisis Kapasitas Dan Kinerja Ruas Jalan …………………….. 130

6.2.1 Arus volume lalu lintas rata-rata total (Q) ………….….. 130
6.2.2 Kapasitas (C) …………………………………………… 131
6.2.3 Hambatan samping ……………………………………... 132
6.2.4 Kecepatan arus bebas (FV) ……………….……..……... 133
6.2.5 Tingkat derajat kejenuhan (DS) …….……...................... 134
6.2.6 Kecepatan pada ruas jalan …….……………………...... 135
6.2.7 Waktu tempuh …………………………………….......... 136
6.2.8 Indek tingkat pelayanan …………………………….…... 136
6.2.9 Analisa formulir MKJI-1997 ………………………...… 137

6.3 Pembahasan analisa hasil ………………………………………... 144

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………….. 146

7.1 Kesimpulan ………………………………………………….….. 146

7.2 Saran …………………………………………………………..... 147

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………… 150

Universitas Sumatera Utara


92

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Klasifikasi Jalan Menurut Standar desain Jalan Kota …………………….. 34

2.2 Klasifikasi Jalan Menurut Standar desain Jalan Kota ……………………… 35

2.3 Klasifikasi Kelas Jalan Menurut Standar Desain Jalan Kota ……………… 35

2.4 Klasifikasi Medan menurut Standar Desain Jalan Antar Kota ……………. 35

2.5 Tingkat Pelayanan Jalan (Level of Service) …..……….…………….......... 46

2.6 Ekivalen Mobil Penumpang (emp) Untuk Jalan Perkotaan tak- terbagi …. 51

2.7 Ekivalen Mobil Penumpang (emp) Untuk Jalan Perkotaan terbagi


Dan satu arah ……………………………………………………………… 51

2.8 Kapasitas Dasar Jalan Kota (Co) …………………………………............... 52

2.9 Faktor Penyesuaian Lebar jalur (FCw) …………….………………………. 53

2.10 Faktor penyesuaian Pemisah Arah (FCsp) …….….……………………….. 53

2.11 Faktor penyasuaian kapasitas untuk hambatan samping (FCsf) …………… 54

2.12 faktor Penyesuaian Ukuran Kota (FCcs) …….…………………………… 54

2.13 Kecepatan Arus bebas dasar (FVo) ………...……………. ……………….. 55

2.14 Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Untuk Lebar jalur lalu Lintas (FVw) .. 56

2.15 Faktor Penyesuaian Kecepatan Untuk Hambatan Samping dan Lebar


Bahu (FFVsf) ………………………………………………………….…... 57

2.16 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Untuk Kota (FFVcs) ………… 57

Universitas Sumatera Utara


93

2.17 Faktor berbobot untuk Hambatan samping …………………………........... 60

2.18 Kelas Hambatan Samping Untuk Jalan Perkotaan …….…………............ 61

2.19 Hubungan Antara Kecepatan dan Karakteristik Jalan ……………………... 63

4.1 Penggunaan lahan Kec. Medan Selayang Tahun 1989 ……………………. 93

4.2 Penggunaan Lahan Kec. Medan Selayang Tahun 1993 …………………... 93

4.3 Penggunaan Lahan Kec. Medan Selayang Tahun 1995 …………………... 93

4.4 Penggunaan Lahan Kec. Medan Selayang Tahun 1999 …………………... 94

5.1 Hasil Survei Arus Lalu Lintas Saat Puncak Pada Ruas Jalan Satuan
Kendaraan per-jam (Kend./jam), Sabtu, 06- Maret-2010 …….………....... 119

5.2 Hasil Survei Arus Lalu lintas Saat Puncak Pada Ruas Jalan Satuan
Kendaraan per-jam (Kend./jam), Minggu, 07- Maret-2011 …..……......... 120

5.3 Hasil Survei Arus Lalu lintas Saat Puncak Pada Ruas Jalan Satuan
Kendaraan per-jam (Kend./jam), Senin, 08- Maret-2010……………….... 120

5.4 Arus Volume Lalu lintas Total (Q) (Kend./jam) ……………………….... 120

5.5 Hasil Survei Arus Lalu lintas Saat Puncak Pada Ruas Jalan Satuan
Mobil Penumpang per-jam (smp./jam), Sabtu, 06- Maret-2010………….. 121

5.6 Hasil Survei Arus Lalu lintas Saat Puncak Pada Ruas Jalan Satuan
Mobil Penumpang per-jam (smp./jam), Minggu, 07- Maret-2010 ……..... 122

5.7 Hasil Survei Arus Lalu lintas Saat Puncak Pada Ruas Jalan Satuan
Mobil Penumpang per-jam (smp./jam), Senin, 08- Maret-2010………….. 122

5.8 Arus Volume Lalu lintas Rata-rata Total (Q) (smp./jam) ………………. .. 122

5.9 Pengelompokan Tipe Kejadian Faktor Berbobot Kelas Hambatan Samping


………………………………………………….………………………… 125

Universitas Sumatera Utara


94

5.10 Penentuan Kelas Hambatan samping …………………………………….. 125

5.11 Hasil Survei Kelasl Hambatan Samping (Fk) (Sabtu) …………………… 125

5.12 Hasil Survei Kelasl Hambatan Samping (Fk) (Minggu) …………………. 126

5.13 Hasil Survei Kelasl Hambatan Samping (Fk) (Senin) …………………… 126

5.14 Kelas Hambatan Samping Frekwensi Berbobot …..……………………. 126

6.1 Nilai Arus Volume Total (Q) di Ruas Jalan Pada Segmen Studi ………... 131

6.2 Hambatan Samping Total Dua Arah Pada Arus Volume Total ………….. 132

6.3 Perbandingan Kecepatan Arus Bebas dan Kecepatan Sesungguhnya …… 135

6.4 Formulir UR-1, MKJI 1997 ……………………..………………............. 138

6.5 Formulir UR-2, MKJI 1997 ……………..………………....…….……… 139

6.6 Formulir UR-2, MKJI 1997 ……………………..……………….............. 140

6.44 Formulir UR-2, MKJI 1997 ……………………....………………........... 141

6.7 Formulir UR-3, MKJI 1997 ..………………....…………………………. 142

6.8 Rekapitulasi Hasil Analisis Kinerja diSegmen Ruas Jalan Ngumban


Surbakti Kota Medan …………………………………………………….. 143

Universitas Sumatera Utara


95

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1 Situasi jalur kendaraan lokal dan regional ………………………………….. 4

1.2 Volume Lalu lintas di Jalan ………………………………………………... 6

1.3 Faktor-faktor Penyebab Hambatan Samping ……………………………….. 7

1.4 Flow Chart Penelitian ……………………………………………………... 10

2.1 Hirarki Fungsi jalan………………………………………………………... 26

2.2 Sistem Transportasi ………………………………………………………... 27

2.3 Hubungan Transportasi, Guna Lahan dan DemografinPada Suatu Sistem


Kota …………………………..……………………..…………………….. 29

2.4 Sistem Transportasi Makro ……….…………………..…………………... 30

2.5 Hubungan Transportasi dan Guna Lahan ..……………..…………………. 31

2.6 Hubungan Transportasi Antar Guna Lahan ………….……………………. 31

2.7 Hubungan Antar Guna Lahan dan Perencanaan Transportasi……………… 32

2.8 Kota-kota Dengan Pola Jalan Tidak Teratur …………..….......................... 36

2.9 Palma Nouva (Didirikan 1593) …….………………………........................ 38

2.10 Kota-kota Benteng Dengan Pola Jalan Bersiku Empat Persegi Panjang
Dengan System Grid ………………………….…..……………………….. 40

2.11 Bagian-bagian jalan ……………………………………………………….. 48

2.12 Kecepatan Sebagai Fungsri Dari DS Untuk Jalan banyak lajur dan satu arah
……………………………………………………………………………... 59

2.13 Hubungan Antar Kecepatan, Arus dan Kepadatan …………………. …….. 61

Universitas Sumatera Utara


96

2.14 Hubungan Antar Kecepatan dan Arus Lalu Lintas ………………………... 62

2.15 Bentuk Umum hubungan Kecepatan dan Arus Lalu Lintas ………………. 65

2.16 Hubungan Kecepatan Arus Untuk Jalan Empat Lajur Terbagi …………… 66

2.17 Hubungan kecepatan Arus Untuk Jalan dua Lajur Tak Terbagi …………... 66

2.18 Bagan Alir Analisa Jalan Perkotaan ……….……………………………… 67

3.1 Peta Wilayah Studi …………………………………..………..………….. 69

3.2 Peta Kondisi wilayah Studi ………….……………………..……………… 70

4.1 Peta Lokasi Penelitian …………..……………………………….……….. 80

4.2 Download ( Google) Kondisi Jalan Ngumban Surbakti ………………........ 81

4.2a “Cad” Peta Lokasi Survei di Segmen Jalan ……..…………..……………... 82

4.3 Karakteristik Daerah Lokasi Studi ………………………………………… 83

4.4 Stadia Pertumbuhan Kota Medan …………………………….…………… 86

4.5 RUTRK Kota Medan Tahun 2005 ………………………………………. 90

4.6 Peta Mebidang Propinsi Sumatera Utara ………………………………….. 91

4.7 Peta Penggunaan Lahan Kec. Medan Selayang Tahun 1989 ……………… 97

4.8 Peta Penggunaan Lahan Kec. Medan Selayang Tahun 1993 ……………… 98

4.9 Peta Penggunaan Lahan Kec. Medan Selayang Tahun 1995………………. 99

4.10 Peta Penggunaan Lahan Kec. Medan Selayang Tahun 1999 ……………... 100

4.11 Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Medan Selayang Tahun 1989 -


Tahun 1999 ………………………………………………………………. 101

4.12 Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Medan Selayang Tahun 1999 -


Tahun 2010 …………………….…………………………….…………… 102

Universitas Sumatera Utara


97

4.13 Sketsah Hipotesis Hirarki Jalan Kota ……………………………………. 108

4.14 Peta Lokasi Tahap pembangunan I ……………………………… ……… 110

4.15 Peta Lokasi Tahap pembangunan II …………………………………….. 112

4.16 Peta Jaringan Jalan ……………………………………………………….. 113

4.17 Peta RUTRK Kota Medan Tahun 2015 ………………………………….. 114

5.1 Typical Cross Section Jalan Ngumban Surbakti ………………………… 116

5.2 Arus Volume Lalu Lintas Rata-rata Total (Q) Kend./jam ……………….. 121

5.3 Arus Volume Lalu Lintas Total (Q) smp/jam ……………………………. 123

5.4 Kepadatan Lalu Lintas di jalan saat arus total dan aktivitas pinggir jalan
yang sibuk ………………………………………………………………... 124

5.5 Volume kelas Hambatan Samping Faktor dan Frekwensi Berbobot Pada
Ruas Jalan Lokasi Studi ……………….………………………………… 126

5.6 Bentuk-Bentuk Hambatan Samping Pada Segmen Jalan ..………………. 127

6.1 Karakteristik Lokasi Studi di Segmen Jalan Ngumban Surbakti Medan …. 143

Universitas Sumatera Utara


98

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kota Medan sebagai ibukota Propinsi Sumatera Utara yang berfungsi sebagai

pusat pemerintahan dan sebagai pusat pengembangan wilayah, saat ini berkembang

dengan pesat. Konsekwensi dari perkembangan tersebut adalah semakin

bertambahnya permintaan/kebutuhan akan prasarana transportasi (dalam hal ini

adalah jalan). Kebutuhan (demand) fasilitas pemenuhan penduduk kota pada

kenyataannya masih belum diimbangi dengan penyediaan (supply) sarana prasarana

yang memadai, akibat kemudian adalah muncul berbagai permasalahan kota seperti

kesulitan penataan ruang aktivitas kota maupun masalah transportasi pada ruas-ruas

jalan utama kota (Miro, 1997).

Ditinjau dari Undang-Undang Nomor: 13/1980 tentang kelancaran dan

keamanan lalu lintas jalan bahwa, pembangunan sistem transportasi jalan diperkotaan

adalah yang diarahkan kepada peningkatan peranan jalan merupakan sebagai urat

nadi kehidupan ekonomi, sosial budaya, politik dan pertahanan keamanan dengan

cara meningkatkan sarana dan prasarana transportasi jalan di perkotaan serta

menyempurnakan peraturan yang harus selalu diarahkan pada kepentingan nasional.

Diharapkan jalan berfungsi sebagaimana fungsinya yaitu melayani setiap pergerakan

lalu lintas dan pemakai jalan merasa aman, lancar, nyaman dan efisien terhindar dari

kemacetan di jalan seperti halnya jalan Ngumban Surbakti, ini juga merupakan salah

Universitas Sumatera Utara


99

satu faktor utama dalam pemilihan lokasi penelitian.

Perkembangan kota yang semakin pesat menyebabkan terjadinya perubahan

guna lahan kota. Setiap guna lahan atau sistem kegiatan akan menghasilkan

pergerakan (trip production) dan menarik pergerakan (trip attraction) dalam proses

pemenuhan kebutuhan. Meningkatnya pergerakan ini akan menuntut penyedian

jaringan jalan yang semakin baik pula. Ketidak seimbangan antara (supply) jaringan

jalan dengan (demand) akan menyebabkan permasalahan lalu lintas (Tamin, 1997).

Untuk daerah perkotaan transportasi memegang peranan penting yang cukup

menentukan. Suatu kota yang baik dapat ditandai antara lain dengan melihat

transportasi yang baik, aman, nyaman, dan efisien selain mencerminkan keteraturan

kota akan juga memperlihatkan kelancaran kegiatan perekonomian kota. Perwujudan

kegiatan transportasi yang baik adalah dalam bentuk tata jaringan jalan dengan segala

kelengkapannya berupa rambu-rambu lalu lintas, marka jalan, dan petunjuk sarana

jalan.

Sedangkan menurut (Moestika Hadi 2000) perkembangan tata jaringan jalan

baru akan membutuhkan kesediaan lahan yang lebih luas, seperti antara lain

pelebaran jalan, jalur pemisah dan sebagainya. Kebutuhan lahan yang sangat luas

untuk suatu sistem transportasi ini mempunyai pengaruh besar terhadap tata guna

lahan, terutama daerah perkotaan, disini masalah lingkungan perlu diperhatikan.

Perubahan tata guna lahan akan berpengaruh terhadap kondisi fisik tanah, serta

masalah sosial dan ekonomi, sehingga perlu dilakukan studi yang besifat

konfrenhensif. Transportasi yang berwawasan ramah lingkungan perlu memikirkan

Universitas Sumatera Utara


100

implikasi/dampak yang terjadi terhadap lingkungan yang mungkin timbul khususnya

keamanan, kenyamanan para pengguna jalan yang akan melintasi salah satu ruas jalan

tersebut.

Kota Medan pada khususnya, aktivitas jalan semacam ini sering menimbulkan

konplik, salah satu dampak yang ditimbulkan terhadap arus lalu lintas pengaruh yang

sering dijumpai, antara lain pejalan kaki, angkutan umum, kenderaan pribadi,

kenderaan bermotor (tidak bermotor) yang keluar masuk dari permukiman

(kompleks) dan dari daerah perparkiran badan jalan (on street parking) sehingga

mengakibatkan tingkat keamanan dan kenyamanan di jalan sering terganggu sehingga

kinerja jalan menurun dan kecepatan perjalanan rendah, maka berarti ada gangguan

pada ruas jalan tersebut.

Ruas jalan Ngumban Surbakti merupakan bagian jalan lingkar luar (Outer

ring road) Kota Medan, yang merupakan jalan alternatif utama yang menghubungkan

wilayah regional bagian utara dan selatan serta menghubungkan kota dengan

kabupaten misalnya bagian utara Kabupaten Langkat (Binjai) dan kota-kota luar

Medan seperti Provinsi Nangroh Aceh Darussalam (B, Aceh), sebaliknya bagian

selatan Kabupaten Tanah Karo (Berastagi), Kabupaten Serdang Bedagei

(Perbaungan/Tebing Tinggi) ke Provinsi Sumatera Barat dan Riau, dan akan melewati

daerah-daerah pinggiran kota secara langsung tanpa harus masuk/melalui pusat kota.

Dapat dilihat secara garis besar gambaran jalur kendaraan wilayah regional

dan menerus bagian utara dan selatan tanpa harus memasuki pusat kota, seperti pada

(Gambar 1.1).

Universitas Sumatera Utara


101

Pusat Kota

Gambar 1.1 Situasi Jalur Kendaraan Lokal dan Regional

Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia ditegaskan Nomor: 34

Tahun 2006 pasal, 13, sebagai jalan arteri primer kecepatan rata-rata kendaraan yang

direncanakan pada ruas jalan minimal 60 km/jam dengan lebar badan jalan paling

sedikit 11 meter, jalan untuk jarak jauh tidak boleh terganggu oleh lalu lintas ulang

alik, lalu lintas lokal dan kegiatan lokal. Keberadaan jalan lingkar luar (outer ring

road) ini sangat membantu dalam mengalihkan arus kendaraan menerus melalui pusat

kota sehingga mengurangi lalu lintas yang terjadi dalam kota serta merangsang

pertumbuhan daerah pinggiran kota. Namun seiring pula dengan perkembangan kota

yang pesat perlu adanya menganalisis ruas jalan disebabkan oleh tingginya volume

Universitas Sumatera Utara


102

lalu lintas akibat menurunnya kinerja suatu ruas jalan akan menyebabkan kemacetan.

Bila kapasitas jalan tetap, sedangkan jumlah pemakai jalan terus bertambah

meningkat, maka waktu tempuh perjalanan akan bertambah akan menimbulkan

kemacetan total.

Menurut Mayer, kemacetan (congesti) lalu lintas pada suatu ruas jalan raya

disebabkan oleh meningkatnya permintaan perjalanan pada suatu periode tertentu

serta jumlah pemakai jalan melabihi dari kapasitas yang ada (Mayer, 1984).

Penurunan kinerja jalan arteri primer pada jalan Ngumban Surbakti terutama

pada jam-jam sibuk yang dapat diketahui dari tingkat pelayanan ruas jalan tersebut.

Kinerja jalan yang buruk pada jalan Ngumban Surbakti diantaranya disebabkan oleh

beberapa faktor, diantaranya:

1. Volume lalu lintas

Posisi jalan Ngumban Surbakti yang berperan sebagai jalan utama yang

menghubungkan wilayah bagian utara dan selatan, sebagai jalan utama yang

melewati angkutan umum regional serta di lalui beberapa rute angkutan

umum dan pribadi menyebabkan tingginya volume lalu lintas yang terjadi

pada jam-jam sibuk seperti terlihat pada (gambar 1.2).

Tingginya volume lalu lintas yang terjadi merupakan gabungan dari arus

lokal, regional dan menerus. Percampuran arus lalu lintas ini merupakan salah satu

konsekwensi dari fungsi ruas jalan Ngumban Surbakti sebagai jalan arteri primer

Kota Medan. Selain itu, tingginya intensitas guna lahan di samping ruas jalan

Ngumban Surbakti karena keberadaan permukiman, pertokoan (ruko) dan kegiatan

Universitas Sumatera Utara


103

lain yang menyebabkan terjadinya bangkitan lalu lintas terutama pada saat puncak

kunjungan konsumen, yang berdampak terjadinya kemacetan.

Gambar 1.2 Volume Lalu lintas di Jalan


Sumber: Dokumen Pribadi
2. Hambatan Samping

Faktor yang dapat mempengaruhi penurunan kapasitas adalah lajur lalu

lintas dan bahu jalan yang sempit dan halangan lain pada kebebasan

samping. Banyak kegiatan samping jalan sering menimbulkan konflik

dengan arus lalu lintas, diantaranya menyebabkan kemacetan bahkan sampai

terjadi kecelakaan lalu lintas. Hambatan samping juga terbukti sangat

berpengaruh pada kapasitas dan kinerja jalan. Diantarannya: pejalan kaki,

pemberhentian angkutan umum dan kendaraan, kendaraan lambat dan

kendaraan keluar masuk dari lahan samping jalan.

Jalan Ngumban Surbakti adalah merupakan salah satu jalan lingkar luar

(outer ring road) yang sebagai jalan arteri primer di kota Medan yang mempunyai

kapasitas tinggi, juga jalan ini merupakan jalan yang menghubungkan wilayah

Universitas Sumatera Utara


104

regional bagian utara dan selatan yang sering mengalami kemacetan di ruas

jalan, faktor ini memberikan alasan sebagai pemilihan lokasi penelitian.

Parkir di sisi jalan arteri


primer

Gamabar 1.3 Faktor-faktor Hambatan Samping


Sumber: Dokumen Pribadi

1.2 Perumusan Masalah

Dalam mewujudkan sarana dan prasarana jalan pada moda jalan diperkotaan,

serta untuk meningkatkan keamanan dan kenyamanan bagi sipengemudi suatu ruas

jalan utamanya pada jalan Ngunban Surbakti ada beberapa unsure permasalahan yang

sering timbul adapun permasalahan yang timbul didalam kawasan antara lain:

1. Meningkatnya kapasitas (C) lalu lintas kendaraan yang melewati ruas

jalan.

2. Tingginya hambatan samping dipengaruhi pada kapasitas dan kinerja

jalan, diantaranya: pejalan kaki, pemberhentian angkutan umum dan

kendaraan lain, kendaraan lambat, dan kendaraan keluar masuk dari

lahan samping jalan.

Universitas Sumatera Utara


105

3. Tingginya rasio lalu lintas terhadap kapasitas pada ruas jalan (DS),

ini merupakan gambaran apakah suatu ruas jalan mempunyai masalah

atau tidak.

4. Berkurangnya Kecepatan kendaraan dipengaruhi oleh kegiatan samping

jalan.

1.3 Batasan Masalah

Mengingat ruang lingkup yang dihadapi di kawasan jalan Ngunban Surbakti

sebagai jalan lingakar luar (outer ring road) sangat luas dan banyaknya permasalahan

lalu lintas yang timbul, maka perlu membuat suatu batasan kajian, adapun ruang

lingkup pembatasan dalam hal ini adalah:

1. Kajian kinerja ruas jalan diantaranya; Volume lalu lintas, hambatan

samping, kecepatan waktu dan waktu tempuh.

2. Mengetahui kendaraan yang melewati jalur jalan kajian seperti:

a. Kendaraan ringan (light Vehicle/LV) termasuk mobil penumpang,

mini bus, pick up, truk kecil dan jeep.

b. Kendaraan berat (Heavy Vehicle/HV) termasuk truck dan bus.

c. Sepeda Motor (Motor cycle/MC).

3. Titik segmen pada ruas jalan antara simpang/prapatan jalan bunga raya

(pasar VI) tanjung sari sampai dengan simpang/parapatan simpang jalan

raya besar sunggal.

4. Panjang segmen jalan adalah 6500 meter.

Universitas Sumatera Utara


106

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari studi ini adalah mengevaluasi dan menganalisa kinerja

ruas jalan, penentuan indek tingkat pelayanan dan kelas hambatan samping pada

segmen jalan lokasi studi di jalan Ngumban Surbakti sebagai jalan lingkar luar

(outer ring road) Kota Medan.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternative yang

menguntungkan dalam menangani permasalahan lalulintas yang terjadi pada ruas

jalan Ngumban Surbakti antara lain:

1. Akademis

Dapat memberikan pedoman acuan ataupun bahan bacaan untuk

pengembangan teori-teori tentang jalan dan analisa kinerja ruas jalan

dalam mengatasi pengaruh disebabkan oleh lalu lintas dibadan jalan

untuk mencapai kondisi jalan yang kondusif yaitu aman, lancar, nyaman

serta bernuansa ramah lingkungan khususnya teori yang berhubungan

dengan perencanaan kota.

2. Kebijakan/Pembangunan

Untuk memberikan masukan kepada Pemko Kodya Medan terutama

dalam meningkatkan keamanan dan kenyamanan para pemakai jalan

di jalan raya dengan maksud terhindar dari problem/masalah kemacetan

lalu lintas dalam menuju perkembangan dan pembangunan kota yang

bestari dan ramah lingkungan.

Universitas Sumatera Utara


107

1.6 Kerangka Berpikir

Dalam memudahkan penelusuran penulisan penelitian yang dilakukan

dalam menganalisa kinerja ruas jalan Ngumban Surbakti sebagai jalan lingkar luar

(outer ring road) dapat dilihat dalam gambar 1.4.

ANALISIS KINERJA RUAS JALAN NGUMBAN SURBAKTI


SEBAGAI JALAN LINGKAR LUAR
(OUTER RING ROAD)

Kajian Literatur
1. MKJI-1997
2. Warpani (1990)
3. Ofiyar Z Tamin (1997)
4. Mayer (1984)
5.. Ofyar Z Tamin (2003)

Latar Belakang
1. Analisis kinerja ruas jalan sebagai jalan arteri primer
2. Meningkatnya kapasitas kendaraan dijalan, menyebabkan
menurunya tingkat keamanan dan kenyamanan pengguna jalan raya.
3. Banyaknya kegiatan samping jalan sering menimbulkan konflik
dengan arus lalu lintas diantaranya menyebabkan kemacetan bahkan
kecelakaan lalu lintas

Permasalahan
1. Kapasitas
2 Hambatan Samping
3 Derajat Kejenuhan
4 Kecepatan tempuh
5 Waktu Tempuh

Analisa Data dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Gambar 1.4 Flow Chart Penelitian

Universitas Sumatera Utara


108

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Transportasi Perkotaan

Salah satu indikator kota berkembang adalah tersedianya sistem transportasi

yang memadai dalam melayani warga kota, dikarenakan lalu lintas dan angkutan

menjadi semakin vital peranannya sejalan dengan peningkatan ekonomi dan mobilitas

masyarakat. Namun seiring dengan kenyamanan teknologi dan pertumbuhan

penduduk sistem transportasi akan menjadi salah satu sumber masalah yang dari hari

kehari semakin bermasalah.

Masalah transportasi muncul disebabkan oleh tidak seimbangnya pertambahan

jaringan jalan dengan kapasitas jumlah lalu lintas, bila dibandingkan dengan

pertumbuhan jumlah penduduk dan jumlah kendaraan. Rata-rata jaringan jalan dikota

besar Indonesia umumnya, kurang dari 4% dari total wilayah kota. Pertambahan

jumlah kendaraan berkisar antara 8 – 12% per-tahun, sedangkan pertambahan

panjang jalan berkisar antara 2 – 5% per-tahun. Hal ini dibuktikan bahwa panjang

jalan perkapita masih tergolong rendah yaitu berkisar 0,7 meter hingga 1,2 meter/

kapita.

Kota Medan sebagai kota berkembang menuju kota metropolitan perlu upaya

untuk meningkatkan pelayanan, salah satu misalnya adalah pelayanan jalan. Sesuai

dengan visi dan misi Kota Medan pembangunan akan terus berkembang secara

Universitas Sumatera Utara


109

dinamis dengan adanya pengaruh positif dan negatif untuk dapat beradaptasi terhadap

pembaharuan dan dengan segala konsekwensinya dalam mengwujudkan

pembangunan masyarakat nasional aman, nyaman, inovatif variabel-variabel yang

berpengaruh positif dan negatif tersebut sangat banyak dan kompleks. Beberapa

variabel yang penting untuk diperhatikan adalah pertimbangan terhadap peranan

masyarakat dalam informasi. Peran dari partisipasi masyarakat dan peran dari

teknologi dapat merupakan sinergi yang sempurna (Soehodho, 2000). Masalah

kinerja ruas jalan yang dihadapi oleh kota menengah dan kota besar tetapi juga

terhadap kota kecil terutama yang memiliki volume kendaraan yang tinggi.

Ditinjau dari peranan transportasi kota, maka kualitas variabel-variabel yang

berhubungan dengan efisiensi adalah kecepatan, keamanan, kapasitas frekwensi,

keteraturan, keterpaduan, kenyamanan, jaminan pengamanan resiko yang mungkin

timbul dan biaya yang dapat diterima (Schumer Leslie-A 1974). Variabel-variabel

yang berhubungan dengan kinerja ruas jalan yaitu kapasitas, derajat kejenuhan,

kecepatan tempuh dan hambatan samping.

Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 (MKJI, 1997), jalan

perkotaan merupakan segmen jalan yang mempunyai perkembangan secara permanen

dan menerus sepanjang seluruh atau hampir seluruh jalan, minimum pada satu sisi

jalan, apakah berupa perkembangan lahan atau bukan. Termasuk jalan di atau dekat

pusat perkotaan dengan penduduk lebih dari 100.000, maupun jalan didaerah

perkotaan dengan penduduk kurang dari 100.000 dengan perkembangan samping

jalan yang permanen dan menerus.

Universitas Sumatera Utara


110

Type jalan pada jalan perkotaan adalah sebagai berikut:

1. 2 - lajur 1 -arah (2/1).

2. 2 - lajur 2 - arah tidak terbagi (tanpa median) (2/2 UD).

3. 4 - lajur 2 – arah tak terbagi (tanpa median) (4/2 UD).

4. 4 - lajur 2 – arah terbagi (4/2 D).

5. 6 - lajur 2 –arah terbagi (6/2 D).

Jalan perkotaan dan jalan luar kota adalah jalan bersinyal yang menyediakan

pelayanan lalulintas sebagai fungsi utama, dan juga menyediakan akses untuk

memindahkan barang sebagai fungsi pelengkap.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 13/1980 yang dimaksud

dengan:

1. Jalan adalah suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun,

meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan yang

diperuntukkan bagi lalu lintas.

2. Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum.

3. Jalan khusus adalah jalan selain dari pada yang termasuk jalan umum.

4. Bangunan pelengkap adalah meliputi jembatan, ponton, dan

atau/pelayanan, lintas bawah, tempat parker, gorong-gorong, tembok

penahan dan selokan samping yang dibangun dengan persyaratan teknik.

5. Pelengkap jalan adalah rambu-rambu lalu lintas dan marka jalan yang

mempunyai fungsi sebagai sarana untuk mengatur kelancaran keamanan

dan ketertiban lalu lintas.

Universitas Sumatera Utara


111

6. Pembinaan jalan adalah kegiatan penanganan jaringan jalan yang

meliputi penentuan sasaran dan perwujudan sasaran.

Selanjutnya Dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor. 14/1992

dijelaskan bahwa beberapa defenisi yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Jalan adalah jalan yang diperuntukkan untuk lalu lintas umum.

2. Lalu lintas adalah lajur gerakan kendaraan, orang dan hewan di jalan raya.

3. Angkutan adalah pemindahan orang dan atau barang dari satu tempat lain

dengan menggunakan kendaraan.

4. Jaringan transportasi jalan adalah serangkaian simpul dan atau ruang

kegiatan yang dihubungkan oleh ruang lalu lintas sehingga membentuk

suatu kesatuan sistem jaringan untuk keperluan penyelenggaraan lalu

lintas dan angkutan jalan.

5. Terminal adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan untuk

memuat dan untuk membongkar serta menurunkan orang/barang serta

mengatur kedatangan dan pemberangkatan umum yang merupakan salah

satu wujud simpul jaringan transportasi.

6. Kendaraan adalah suatu alat yang dapat bergerak di jalan terdiri dari

kendaraan bermotor atau kendaraan tidak bermotor.

7. Kendaraan tidak bermotor adalah kendaraan yang digerakan oleh

peralatan teknik yang berada pada kendaraan itu.

8. Kendaraan umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan

untuk dipergunakan oleh umum dengan bayaran.

Universitas Sumatera Utara


112

9. Penanganan jalan adalah setiap orang dan atau badan hukum yang meng

gunakan jasa angkutan baik angkutan orang maupun barang.

Selanjutnya jalan menurut Undang-undang Nomor. 13/1980 juga dijelaskan

fungsi jalan adalah sebagai berikut:

1. Jalan mempunyai peranan penting dalam bidang ekonomi, politik, sosial

budaya dan pertahanan keamanan serta dipergunakan untuk sebesar−

besarnya untuk kemakmuran rakyat.

2. Jalan mempunyai peranan untuk pendorong pengembangan semua satuan

wilayah pengembangan untuk mencapai tingkat perkembangan antar

daerah yang semakin merata.

3. Jalan merupakan suatu sistem jaringan yang mengikat dan

menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan dan wilayah yang berada

dalam pengaruh pelayanan dalam suatu hubungan hirarki.

4. Sistem jaringan jalan primer adalah sistem jaringan jalan dengan peranan

pelayanan jasa distribusi untuk pengembangan semua wilayah ditingkat

nasional dengan semua simpul jasa distribusi yang kemudian berwujud

kota.

5. Sistem jaringan sekunder adalah sistem peranan jaringan jalan dengan

distribusi masyarakat dalam kota.

6. Sistem jaringan primer disusun mengikuti ketentuan penyatuan tata ruang

dan struktur pengembangan wilayah tingkat nasional yang meng-


hubungkan simpul-simpul jasa distribusi sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


113

a. Dalam satu satuan wilayah pengembangan menghubungkan secara

menerus kota jenjang kesatu, kota jenjang kedua kota jenjang ketiga

dan jenjang dibawahnya sampai ke persil.

b. Menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota kesatu antar satuan

wilayah pengembangan.

7. Sistem jaringan jalan sekunder disusun mengikuti pengaturan tata ruang

kota yang menghubungkan kawasan mempunyai fungsi primer, fungsi

sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua, dan seterusnya sampai

keperumahan. Jalan arteri primer adalah merupakan jalan yang berfungsi

sebagai penghubung antara kota jenjang kesatu yang terletak

berdampingan dan menghubungkan kejenjang kesatu dengan kota yang

lainnya, selanjutnya diperjelas dengan peraturan seperti dalam uraian

dibawah ini. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 26/1992 tentang jalan

bahwa jalan dapat dibagi atas:

1. Jalan arteri primer dengan kriteria jalan tersebut adalah sebagai

berikut:

a. Jalan arteri primer mempunyai kecepatan rencana paling rendah

60 km/jam dengan lebar jalan tidak kurang dari 8 meter.

b. Jalan arteri primer mempunyai kapasitas yang paling besar dari

volume lalu lintas rata-rata.

c. Pada arteri primer untuk lalu lintas jarak jauh tidak boleh

terganggu oleh lalu lintas dan kegiatan lainnya.

Universitas Sumatera Utara


114

d. Jumlah jalan masuk kejalan arteri primer dibatasi sehingga arus

lalu lintas pada ruas tersebut tidak terganggu dari kecepatan

rencana jalan.

e. Persimpangan pada jalan arteri primer perlu pengaturan tertentu

untuk dapat terpenuhinya kecepatan dan kinerja ruas jalan.

f. Jalan arteri primer tidak boleh terputus walaupun melalui kota.

2. Jalan Kolektor Primer dengan kriteria jalan tersebut adalah sebagai

berikut:

a. Jalan kolektor primer mempunyai kecepatan rencana paling

rendah 40 km/jam dengan lebar jalan tidak kurang dari 7 meter.

b. Mempunyai kapasitas yang besar atau yang sama besar dari

volume lalu lintas rata-rata.

c. jumlah jalan masuk dibatasi dan direncanakan sehingga

ketentuan kapasitas dan kinerja ruas jalan dapat dicapai.

3. Jalan primer dengan kriteria jalan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Mempunyai kecepatan rencana paling rendah 20 km/jam dan

dengan lebar jalan tidak kurang dari 6 meter.

b. Tidak terputus walaupun memasuki jalan desa.

4. Jalan arteri sekunder dengan kriteria jalan tersebut adalah sebagai

berikut:

a. Jalan arteri sekunder mempunyai kecepatan rencana paling

rendah 30 km/jam dengan lebar jalan tidak kurang dari 8 meter.

Universitas Sumatera Utara


115

b. Mempunyai kapasitas yang besar atau yang lebih besar dari

volume lalu lintas rata-rata.

c. Lalu lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat.

d. Persimpangan dengan pengaturan tertentu harus dapat

memenuhi kapasitas dan kinerja ruas jalan sesuai dengan

rencana.

5. Jalan Kolektor Sekunder dengan kriteria jalan tersebut adalah sebagai

berikut:

Kecepatan rencana paling rendah 20 km/jam dan mempunyai lebar badan

jalan tidak kurang dari 7 meter.

6. Jalan sekunder dengan kriteria jalan tersebut sebagai berikut:

a. Mempunyai kecepatan rencana paling rendah 10 km/jam dan

dengan lebar jalan tidak kurang dari 5 meter.

b. Persyaratan teknis jalan sekunder sebagai dimaksud dalam

tercapainya kecepatan rencana diperuntukkan untuk roda 3

atau lebih.

c. Yang tidak diperuntukkan untuk kendaraan bermotor beroda 3

atau lebih harus mempunyai lebar jalan tidak kurang dari 3,5

meter.

Pembebasan lalu lintas jarak jauh dari gangguan lalu lintas dan ulang alik

dilakukan dengan sebagai berikut:

1. Pengaturan lalu lintas dapat dilakukan dengan antara lain:

Universitas Sumatera Utara


116

a. Pengurangan/pembatasan hubungan langsung lebar jalan arteri

primer.

b. Penambahan jalur lambat.

c. Penyediaan jembatan penyeberangan.

d. Pemisahan oleh marka atau rambu jalan.

e. Pengurangan atau pembatasan waktu parkir.

2. Yang dimaksud dengan kecepatan rencana adalah kecepatan

kendaraan yang dicapai bila berjalan tanpa gangguan dan aman, jalan

dengan kecepatan rencana paling rendah 60 km/jam, adalah jalan

yang didesain dengan persyaratan-persyaratan geometric yang

diperhitungkan terhadap kecepatan minimum 60 km/jam dengan

aman.

3. Volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melalui suatu

penampang tertentu pada suatu ruas jalan tertentu dalam satuan

waktu tertentu pula. Volume lalu lintas rata-rata adalah jumlah

kendaraan rata-rata yang dihitung menurut satuan waktu tertentu.

4. Kapasitas jalan adalah jumlah maksimum kendaraan yang dapat

melewati suatu penampang tertentu pada ruas jalan tertentu dalam satuan

waktu tertentu pada keadaan jalan dan lalu lintas dengan tingkat kepadatan

yang ditetapkan.

5. Kapasitas lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata adalah

kepadatan lalu lintas yang tidak menimbulkan, keterlambatan,

Universitas Sumatera Utara


117

gangguan atau pembatasan dari kebebasan pergerakan pengemudi

pada kendaraan lalu lintas dengan tingkat kepadatan yang telah

ditetapkan.

2.1.1 Prasarana transportasi

Jaringan jalan merupakan prasarana transportasi yang mempunyai daya

rangsang terhadap pertumbuhan kawasan sekitarnya. Tidak seimbangnya penyediaan

jaringan jalan terhadap jumlah pertambahan kebutuhan ruang jalan merupakan

gambaran permasalahan yang besar akan timpangnya sistem sediaan (supplay)

dengan sistem permintaan (demand). Transportasi selalu dikaitkan dengan tujuan

misalnya perjalanan dari rumah ke tempat bekerja, ke pasar, tempat rekreasi dan dari

sentral ke daerah distribusi.

Kusumantoro (1994) menyatakan bahwa untuk menghindari masalah

penyediaan sarana dan prasarana transportasi di Jerman di lakukan dengan

meningkatkan kapasitas jalan melalui manajemen lalu lintas serta memanfaatkan

angkutan umum masal. Angkutan masal ini berupa moda yang mampu memberikan

kapasitas yang besar bagi pengguna angkutan umum. Jaringan transportasi dapat

dipergunakan untuk mengendalikan pertumbuhan dan menentukan arah

pembangunan dan mengatur konsentrasi kegiatan dan bangunan fisik pada tempat

sehingga tidak melebihi kapasitas utilitas yang ada (Branch, 1995).

Beberapa tolak ukur dalam pembagian sub ruas jalan yakni, (1) factor fisik

jalan terdiri dari lebar tiap-tiap jalur jalan, jumlah jalur jalan pada suatu ruas jalan,

Universitas Sumatera Utara


118

kebebasan jalan terhadap pengaruh gangguan tepi jalan (lateral clearance), kelandaian

jalan dan lebar bahu jalan dan (2) Faktor lalu lintas meliputi komposisi kenderaan dan

variasi volume lalu lintas (Riyadi, 1994).

Kondisi fasilitas jalan akan menyebabkan tingkat kepadatan lalu lintas yakni

jumlah kendaraan rata-rata dalam ruang, satuan kepadatan adalah kendaraan rata-rata

per kilometer per jam. Seperti halnya volume lalu lintas, kepadatan lalu lintas adalah

untuk mengatakan pentingnya ruas jalan tersebut dalam mengalirkan lalu lintas.

Beberapa hal yang dapat dilakukan sehubungan dengan peningkatan kapasitas

transportasi adalah:

a. Pembangunan jalan baru, baik kolektor maupun arteri, seperti jalan

bebas hambatan, jalan lingkar (outer ring road), pembangunan jalan

penghubung baru (arteri) yang menghubungkan dua zona yang sangat

padat.

b. Peningkatan kapasitas prasarana jaringan jalan seperti pelebaran dan

perbaikan geometric persimpangan, pembuatan persimpangan tidak

sebidang untuk mengurangi conpflict point, pembangunan jalan-jalan

terobosan dari untuk melengkapi sistem jaringan jalan yang sudah ada

(missing link) dan pembenahan sistem hirarki jalan dan pembuatan

penyeberangan jalan untuk pejalan kaki (Tamin, 1993).

Selanjutnya dalam Tamin (2000) menjelaskan bahwa adanya tumpang tindih

pengeoperasian bus besar, bus kecil, mobil pribadi dan jenis kendaraan dan jenis

kendaraan lainnya sehingga hirarki dan fungsi jalan tidak digunakan sesuai ketetapan.

Universitas Sumatera Utara


119

Kebijakan yang perlu di lakukan dalam menata rute angkutan umum dengan

pertimbangan: Bus besar beroperasi pada jaringan jalan arteri, bus sedang di jalan

kolektor dan bus kecil beroperasi di jalan.

Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1993

tentang prasarana transportasi, yang dimaksud dengan:

1. Jalur adalah bagian jalan yang dipergunakan untuk lalu lintas kendaraan,

2. Lajur adalah bagian jalur yang memanjang, dengan atau tanpa marka

jalan, yang memiliki lebar cukup untuk satu kendaraan bermotor sedang

berjalan, selain sepeda motor,

3. Kendaraan bermotor adalah kendaraan yang digerakan oleh peralatan

teknik yang berada pada kendaraan itu,

4. Sepeda motor adalah kendaraan bermotor beroda dua atau tiga tanpa

rumah-rumah, baik dengan atau tanpa kereta samping,

5. Kendaraan tidak bermotor adalah kendaraan yang digerakan oleh tenaga

orang atau hewan,

6. Persimpangan adalah pertemuan atau percabangan jalan, baik sebidang

maupun tidak sebidang,

7. Berhenti adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan untuk sementara

dan pengemudi tidak meninggalkan kendaraannya,

8. Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat

sementara,

9. Pemakai jalan adalah pengemudi kendaraan dan/atau pejalan kaki,

Universitas Sumatera Utara


120

10. Pengemudi adalah orang yang mengemudikan kendaraan bermotor atau

orang yang secara langsung mengawasi calon pengemudi yang sedang

belajar mengemudikan kendaraan bermotor,

11. Hak utama adalah hak untuk didahulukan sewaktu menggunakan jalan,

12. Mentri adalah mentri yang bertanggung jawab di bidang lalu lintas dan

angkutan jalan.

2.1.2 Sistem transportasi perkotaan

Transportasi perkotaan secara umum berfungsi untuk menghubungkan suatu

daerah asal dengan daerah tujuan sebagai tempat kerja, sekolah dan lain-lain, selain

itu sebagai dasar dalam melayani setiap kegiatan dan aktivitas perjalanan orang,

barang dan jasa (Lync, 1983). Permintaan akan jasa jalan timbul akibat adanya

permintaan akan berbagai kegiatan sosial, ekonomi.

Untuk analisis jalan secara keseluruhan, yang harus diperhatikan adalah

bahwa sistem jalan (sarana dan prasarana) tidak dapat dipisahkan dari

pertimbangan sistem sosial, sistem ekonomi dan sistem ekonomi dan sistem politik

pada suatu kota. Sistem jalan perkotaan erat pula dengan sistem sosial yang ada

dikota tersebut. Jadi sistem jalan perkotaan akan dapat mempengaruhi perkembangan

suatu kota baik kegiatan jasa maupun kegiatan ekonominya (Manhein, 1979).

Jaringan jalan merupakan gambaran dari fasilitas jalan yang memiliki

kedudukan penting, terutama jika dihubungkan dengan penggunaan lahan akan dapat

membentuk suatu pola tata guna lahan yang pada gilirannya dapat mempengaruhi

Universitas Sumatera Utara


121

rencana fisik ruang kota, serta peranannya sebagai suatu sistem transportasi yaitu

untuk menampung pergerakkan manusia dan kendaraan.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1980 tentang jalan, jaringan

jalan di dalam lingkup sistem kegiatan kota mempunyai peranan untuk mengikat dan

menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan, dengan wilayah yang berada dalam

pengaruh dalam pelayanannya di dalam suatu hubungan hirarki (Undang-Undang

No. 13/1980, pasal 3 ayat 2). Jika dilihat dari pelayanan jasa persebaran untuk

mengembangkan semua wilayah di tingkat nasional dengan semua simpul jasa

persebaran yang kemudian berwujud kota, membentuk suatu sistem jaringan jalan

primer, kedua peranannya sebagai pelayanan jasa persebaran untuk masyarakat di

dalam kota membentuk suatu sistem jaringan jalan sekunder (Undang-undang No.

13/1980 pasal 3 ayat 1-2).

Dari uraian diatas, jelas memberi petunjuk bahwa kegiatan jalan perkotaan

tidaklah berdiri sendiri, melainkan terjadi karena adanya unsur pembentuknya.

Perilaku penduduk dan kegiatan sosial ekonomi kota ikut andil di dalam terbentuknya

kegiatan jalan perkotaan. Dalam merencanakan jalan perkotaan, penduduk

merupakan pelaku utama yang melakukan gerak dan membangkitkan lalu lintas

sesuai dengan kebutuhan penduduk itu masing-masing, dengan kata lain kualitas

penduduk akan turut menentukan kebutuhan gerak yang pada gilirannya dapat

tercermin dalam volume lalu lintas. Selain itu, volume lalu lintas dipengaruhi juga

oleh jumlah penduduk yang melakukan gerak/perjalanan (warpani, 1990).

Universitas Sumatera Utara


122

Di dalam melakukan berbagai kegiatan sosial ekonomi, penduduk

memerlukan sarana/prasarana transportasi untuk mencapai tempat tujuan yang

dikehendaki. Untuk itu di tuntut adanya pelayanan jasa transportasi yang sesuai

dengan kebutuhan kegiatan tersebut, dan disain sistem transportasi perkotaan

haruslah dapat memberikan kemudahan untuk melakukan perjalanan. Suatu sistem

transportasi perkotaan disini merupakan suatu hubungan-hubungan (links) antar

pusat-pusat pengembangan/pelayanan wilayah (kota-kota secara berjenjang) baik

keluar maupun ke dalam wilayah yang merupakan komponen dasar dari struktur fisik,

sosial ekonomi dalam suatu wilayah (Mayer,1984). Adapun kemudahan dalam

melakukan perjalanan dari kegiatan sosial ekonomi tersebut tergantung dari kualitas

pelayanan sistem jalan yang tersedia pada suatu kota (Thomson, 1997).

Kemudahan kegiatan sosial ekonomi secara fisik dapat dikenali melalui

struktur penggunaan lahan. Setiap kawasan yang dicirikan oleh kegiatan sosial

ekonomi relatif besar, akan terlihat oleh kegiatan sosial ekonomi relatif besar, akan

terlihat dari intensitas guna lahan yang tinggi. Struktur guna lahan inilah yang akan

memegang peranan penting sebagai faktor penentu keberhasilan penataan sistem

transportasi dan sistem aktifitas serta pengaruhnya terhadap pola pergerakkan lalu

lintas regional, dan pengaturan pemamfaatan tata guna lahan perkotaan. Pengaturan

ini akan mempengaruhi pola pergerakkan penduduk dan pola pergerakkan lalu lintas.

Hubungan antara sistem aktivitas, sistem transportasi dan pola pergerakkan serta

sistem kelembagaan secara diagramatis dapat dilihat pada (Gambar 2.1).

Universitas Sumatera Utara


123

Arteri Kolektor
Bus
Besar

Bus
Sedang

Bus
Kecil

Gambar 2.1 Hirarki Fungsi Jalan

2.1.3 Sistem jaringan transportasi perkotaan

Jaringan transportasi di perkotaan terjadi sebagai interaksi antara transportasi,

tata guna lahan (land use), populasi (jumlah penduduk) dan kegiatan ekonomi di

suatu wilayah perkotaan (urban area).

Transportasi sangat berhubungan dengan adanya pembangkitan ekonomi di

suatu daerah perkotaan, guna memacu perekonomian setempat, untuk menciptakan

lapangan kerja, dan menggerakkan kembali suatu daerah namun dalam kenyataan,

hubungan tersebut masih tidak jelas.

Konsep transportasi adalah adanya pergerakan berupa perjalanan (trip) dari

asal (origin) sampai ke tujuan (distination). Asal (origin) dapat berupa rumah (home),

sehingga perjalanan yang dilakukan disebut home base trip, menuju kepada tujuan

berupa kegiatan yang akan dilakukan, seperti kegiatan sosial (sekolah, olah raga,

keluarga, dan sebagainya) dan kegiatan usaha (bekerja, berdagang, dan sebagainya).

Sistem transportasi terdiri atas Sub Sistem Prasarana, Sub Sistem Sarana, Sub Sistem

Universitas Sumatera Utara


124

Kegiatan, danSub Sistem Pergerakan (travel, movement, trip) yang saling berinteraksi

membentuk suatu system transportasi, dan dapat dilihat pada (Gambar 2.2).

A
Sub sistem
kegiatan

B
C
Sub sistem
Sub sistem
sarana
prasarana

D
Sub sistem
pergerakan

Gambar 2.2 Sistem transportasi

Sub Sistem Kegiatan

Kegiatan yang dilakukan oleh orang dapat dibedakan dalam dua macam

kegiatan pokok, yaitu:

a. Kegiatan usaha, yang merupakan kegiatan harian (daily activity), dan

dibagi dalam; kegiatan dasar (basic activity) dan kegiatan jasa (service

activity).

b. Kegiatan sosial, yang merupakan kegiatan berkala (periodic activity).

Dalam pergerakan perjalanan dari asal (origin) ke tujuan (destination) terdapat

aliran barang (low of goods) dan aliran jasa (flow of service). Aliran barang

umumnya mencakup wilayah (regional), sedangkan aliran jasa lebih banyak

berlangsung di dalam kota.

Universitas Sumatera Utara


125

Sub Sistem Sarana dan Prasarana

Sub sistem ini berkaitan dengan pola jaringan (network system) yang terbagi

dalam:

a. Pola konsentrik (menuju ke satu titik), dan Pola radial (menyebar).

b. Pola linier (contoh: Ribbon Development).

c. Pola grid/kotak (grid iron).

Perkembangan sub sistem ini bisa cepat, sedang, lambat, atau stagnan (tetapi,

tidak berubah), tergantung pada kecepatan pertumbuhan (rate of growth) dan tingkat

pengembangan (level of development) dari daerah yang bersangkutan (antara lain:

kawasan tertinggal, kawasan yang cepat bertumbuh, dan sebagainya).

Sub Sistem Pergerakan

Terbagi dalam skala nasional, regional dan pada skala nasional diatur dalam

kebijakan Sistranas (Sistem Transportasi Nasional) dengan Rencana Induk

Perhubungan sebagai masterplan. Di dalam sistrans sebagai kebijakan umum,

terdapat Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Pada skala regional diatur dalam

sistem dan strategi transportasi regional, dan rencana umum jaringan transportasi

jalan. Selanjutnya skala diatur menurut Sistem dan Strategi Transportasi Perkotaan

(Urban Transportasi Policy).

Sasaran Sub Sistem Pergerakan: cepat (fast), murah (cheap), aman/selamat

(safe), nyaman (comfort), lancar, handal (reliable), tepat guna (efektif), berdaya

guna (efisien), terpadu (intergrated), menyeluruh (holistic), menerus (continue),

berkelanjutan (sustainable), dan berkesenambungan, sedangkan proses dari Sub

Universitas Sumatera Utara


126

Sistem Pergerakan dapat dokategorikan dalam; sangat cepat, cepat, sedang, lambat,

terisolasi (ini melahirkan angkutan-angkutan perintis).

2.2 Hubungan Transportasi dan Tata Guna lahan

Dalam suatu sistem kota, seperti pada gambar 2.7, terdapat hubungan antara

guna lahan, demografi dan transportasi. Transportasi sendiri dapat dilihat sebagai

fungsi dari beberapa sub sistem, seperti transportasi pribadi, tranportasi public dan

transportasi barang (Orn, 2002). Keseluruhan elemen tersebut merupakan hal penting

yang harus dipertimbangkan dalam proses pembangunan kota penambahan arus lalu

lintas tidak dapat dimengerti dengan baik tanpa mempelajari guna lahan dan

demografi. Pada sisi lain, sistem transportasi dan pengembangan prasarana jalan

dapat mempengaruhi dan memegang peranan dalam menentukan nilai jual tanah,

hubungan transportasi, guna lahan dan demografi pada satuan sistem kota dapat

dilihat pada (Gamabr 2.3).

Gambar 2.3 Hubungan Transportasi, Guna Lahan dan Demografi Pada Sistem Kota
Sumber: Ons, 2002

Universitas Sumatera Utara


127

Kebutuhan beraktivitas pada suatu guna lahan dilayani oleh sistem kegiatan,

sedangkan kebutuhan transportasi dilayani oleh sistem jaringan (Tamin 1997).

Interaksi antara sistem kegiatan dan sistem jaringan menghasilkan sistem pergerakan

yang merupakan umpan balik bagi sistem kegiatan dan sistem jaringan. Interaksi

tersebut dikontrol oleh suatu sistem kelembagaan, yang secara lebih jelas dapat

dilihat pada (Gambar 2.4).

Sistem Kegiatan Sistem Jaringan

Sistem Transportasi

Sistem Kelembagaan

Gambar 2.4 Sistem Transportasi Makro


Sumber: Tamin 1997

Sistem kegiatan pada sistem makro tersebut di atas di pengaruhi oleh guna

lahan, yang dipengaruhi oleh alokasi penduduk dan alokasi aktifitas, seperti bisnis

komersial, industry, sekolah dan lain-lain.

Transportasi meningkatkan interaksi antar aktifitas atau guna lahan. Interaksi

tersebut diukur melalui aksebilitas, yang meliputi daya tarik suatu tempat sebagai asal

dan tujuan. Pola guna lahan adalah hal yang penting karena akan menentukan peluang

ataupun aktifitas yang ada dalam jangkauan suatu tempat. Potensi antara dua tempat

untuk berinteraksi akan bergantung pada biaya dari pergerakan antara keduanya, baik

Universitas Sumatera Utara


128

dalam termonologi uang ataupun waktu. Sebagai konsekwensinya, struktur dan

kapasitas dari jaringan jalan transportasi akan mempengaruhi tingkat aksesibilitas.

Transportasi Aksesibilitas Guna lahan

Gambar 2.5 Hubungan Transportasi dan Guna Lahan


Sumber: Block, 1984.

Lahan merupakan ruang (space) dengan kegiatan diatasnya. Guna lahan

diartikan sebagai kegiatan yang dominan yang ada disuatu lahan. Contoh guna lahan;

Perumahan, perdagangan, perkantoran, industry. Antar ruang dihubungkan oleh

saluran (channel), yang dalam hal antar lahan dihubungkan oleh jalan raya. Hubungan

antar guna lahan yang lewat saluran ini berupa lalu lintas (traffic).

Gambar 2.6 Hubungan Transportasi Antar Guna Lahan


Sumber: Djunaedi, 2003.

Baik guna lahan maupun transportasi, keduanya diperlukan untuk

menumbuhkan lalu lintas. Bila terdapat guna lahan maupun transportasi, maka

Universitas Sumatera Utara


129

besaran lalu lintas yang terjadi ditentukan oleh tingkat kegiatan di lahan-lahan

1tersebut dan karakteristik fasilitas transportasinya. Penggunaan lahan mendorong

pertumbuhan lalu lintas, yang selanjutnya dalam proses perencanaan transportasi

mendorong dibangunnya jalan raya, yang kemudian yang mendorong perubahan guna

lahan di sekitar jalan tersebut. Hubungan ini secara garis besar diilustrasikan seperti

pada (Gambar 2.7).

Rencana Guna Lahan Guna Lahan

Rencana Transportasi
umpan balik

Pembangunan
Transportasi

Gambar 2.7 Hubungan Antar Guna Lahan dan Perencanaan Transportasi


Sumber: Djunaedi, 2003.

Sistem hubungan antara guna lahan dengan transportasi merupakan sistem

tertutup (closed-loop system). Perubahan pada suatu komponen akan mempengaruhi

komponen yang lain, membentuk keseimbangan. Tetapi, perubahan yang besar pada

suatu komponen mungkin tidak dapat lagi diimbangi oleh komponen yang lain,

hingga timbul kerusakan sistem. Contohnya, pemadatan kegiatan di lahan-lahan kota

dapat diimbangi dengan peningkatan daya tampung jalan rayanya akan menimbulkan

kemacetan lalu lintas (Djunaedi, 2003).

Universitas Sumatera Utara


130

2.3 Jalan sebagai Sarana Tranportasi

Jalan sebagai bagian dari system transportasi nasional mempunyai peranan

penting terutama dalam mendukung kegiatan dalam bidang ekonomi, sosial dan

budaya serta lingkungan. Jalan dikembangkan melalui pendekatan pengembangan

antar daerah, membentuk dan meperkukuh kesatuan nasional untuk memantapkan

pertahanan dan keamanan nasional, serta membentuk struktur ruang dalam rangka

mewujudkan sasaran pembangunan nasional. Dalam mewujudkan prasarana

transportasi darat yang melalui jalan, harus terbentuk wujud jalan yang menyebabkan

pelaku perjalanan baik orang maupun barang, selamat sampai ketujuan, dan dalam

mendukung kegiatan ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan, perjalanan dapat

dilakukan secepat mungkin dengan biaya perjalanan yang adil sehingga dapat

dijangkau oleh semua lapisan masyarakat. Disamping itu, adalah hal yang ideal untuk

pelaku perjalanan, selain dapat dilakukan dengan selamat, cepat dan murah juga

nyaman, sehingga perjalanan tidak melelahkan.

Tuntutan tersebut diatas mendasari pembangunan jaringan jalan yang sesuai

dengan sifat-sifat perjalanan, yaitu yang berjarak pendek dengan banyak variasi

tempat tujuan sampai dengan yang berjarak jauh dengan tempat tujuan yang lebih

menyatu. Karakter tersebut yang mendasari hirarki jalan, diturunkan menjadi konsep

klasifikasi jalan berdasarkan fungsinya. Setiap jalan dengan fungsi tertentu harus

dibangun dengan dimensi tertentu untuk mengakomodir jumlah dan beban kenderaan

yang akan melaluinya dengan kecepatan tertentu. Bentuk dan dimensi optimum jalan

inilah yang harus ditetapkan secara optimum untuk mewujudkan jalan yang aman

Universitas Sumatera Utara


131

yang menyebabkan perjalanan orang dan barang selamat sampai ketujuan. Bentuk

dan dimensi ini menjadi standar minimum jalan yang menjamin terwujudnya

keselamatan transportasi darat.

2.4 Klasifikasi Kelas Jalan Menurut Standar Jalan Kota

Klasifikasi jalan merupakan aspek penting yang pertama kali harus diidentifi

kasikan sebelum melakukan perancangan jalan. Karena criteria disain suatu rencana

jalan yang ditentukan dari standar disain ditentukan oleh klasifikasi jalan rencana.

Pada prinsipnya klasifikasi jalan dalam satndar desain (baik untuk jalan dalam kota

maupun jalan luar kota) didasarkan kepada klasifikasi jalan menurut undang-undang

dan peraturan pemerintah yang berlaku. Perbedaan klasifikasi yang menurut standar

desain dalam kota dan luar kota adalah sebagai berikut:

1. Dalam standar pengaturan jalan perkotaan, klasifikasi jalan dibedakan

menurut tipe (ditentukan oleh fungsi jalan), seperti pada Tabel 2.1.

2. Sedangkan dalam standar desain jalan antar kota, klasifikasi jalan

dibedakan menurut kelas (ditentukan oleh fungsi jalan) dan jenis medan

seperti pada Tabel 2.2.

Tabel 2.1 Klasifikasi Jalan Menurut Standar Desain Jalan kota


Jalan Tipe I: Pengaturan jalan masuk secara penuh
Fungsi Kelas
Arteri 1
Primer Kolektor 2
Arteri 2
Sumber: Standar Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan, Departemen
Pekerjaan Umum, Ditjen Bina Marga 1992

Universitas Sumatera Utara


132

Tabel 2.2 Klisifikasi Jalan Menurut Standar Desain Jalan Kota


Jalan Tipe II: Sebagaian atau tanpa pengaturan jalan masuk
Fungsi Volume Jam Perencanaan Kelas
Arteri 1
Primer Kolektor Kolektor > 10.001 1
< 10.001 2
Sekunder Arteri Arteri > 20.001 1
< 20.001 2
Kolektor Kolektor > 6001 2
< 6001 3
Jalan Jalan > 501 3
< 501 4

Sumber: Standar Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan, Departemen


Pekerjaan Umum, Ditjen Bina Marga 1992

Tabel 2.3 Klasifikasi Kelas Jalan Menurut Standar Desain Jalan Antar kota
Fungsi Kelas Muatan Sumbu Terberat
MST (Ton)
I >+
Arteri II 10
III A 8
III A 8
Kolektor III B 8

Sumber: Standar Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan, Departemen


Pekerjaan Umum, Ditjen Bina Marga 1997

Tabel 2.4 Klasifikasi Medan Menurut Standar Desain Jalan Antar kota
Jenis Medan Notasi Kemiringan Medan (%)
Datar D > 3%
Perbukitan B 3% - 25%
Pergunungan G > 25%
Sumber: Standar Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan, Departemen
Pekerjaan Umum, Ditjen Bina Marga 1997

Universitas Sumatera Utara


133

2.5 Pola Jalan (Lay out of streets)

(Northam, 1975) Pola jalan (lay out of streets) merupakan komponen yang

paling nyata manifestasinya dalam menentukannya periodisasi pembentukan

suatu kota, ada 3 tipe sistem pola jalan yang dikenal, yaitu:

1. Sistem pola jalan tidak teratur (irregular system), pola jalan seperti ini

terlihat ketidak teraturan sistem jalan baik ditinjau dari segi lebar maupun

arah jalannya. Begitu pula perletakkan rumah satu sama lain tidak

menunjukan keteraturan. Hal ini menunjukan tidak adanya

peraturan/undang-undang /panduan ataupun perencanaan. Pada umumnya

kota-kota awal pertumbuhannya, selalu ditandai oleh sistem ini. Menurut

Dickinson (1996) hampir semua kota-kota di Inggris, Perancis, Belanda,

Jerman Barat, Spanyol, Kota-kota Islam di Afrika Utara dan Timur

tengah pada awal pertumbuhan, ditandai oleh sistem yang tidak teratur

ini dan kini bisa dilacak pada bagian-bagian pusat kotanya contohnya

kota-kota dengan pola jalan tidak teratur pada (Gambar 2.8).

Gambar 2.8 Kota-kota Dengan Pola Jalan Tidak Teratur


Sumber: Struktur Tata Ruang Kota

Universitas Sumatera Utara


134

2. Pola jalan Radial Konsentris (Radial Concertric System), dalam system

ini terdiri dari beberapa sifat khusus yang diketahui yaitu:

a. Mempunyai pola jalan konsentris.

b. Mempunyai jalan radial.

c. Bagian pusatnya merupakan daerah kegiatan utama dan sekaligus

tempat pertahanan terakhir dari suatu kekuasaan. Daerah pusat ini

dapat berupa: pasar, kompleks, perbentengan, ‘kostil”, kompleks

ibadah (tempat pemujaan gereja dan lain-lain).

d. Secara keseluruhan membentuk jaringan sarang laba-laba sistem

ini berkembang antara 1500 – 1800.

e. Punya keteraturan geometris.

f. Jalan besar menjari dari titik pusat dan membentuk “asterisk shaped

pattern”. rancangan kota ini dianggap sebagai baroue style (style

meari /fantastis) karena timbul mengantisifasi semakin majunya

senjata-senjata dan tatik berperang sehingga perlu dibuat system

perkotaan dengan system benteng yang lebih aman, bentuk seperti

ini sulit dibangun karena bentuknya yang lebih rumit namun juga

menghalangi/menjadi kendala terhadap pertumbuhan lateral,

mangkin meningkatnya jumlah penduduk dan fungsinya dari daerah

sekitarnya, maka dalam kota timbul kepadatan penduduk yang tinggi

didaerah-daerah terbuka makin berkurang dan satu-satunya jalan

terlihat pada (Gambar 2.9).

Universitas Sumatera Utara


135

Gambar 2.9 Palma Nouva (Didirikan 1593)


Sumber: Struktur Tata Ruang Kota

Pada prinsipnya ada 5 alasan mengapa diciptakan system radial concentric

dengan jalan-jalan lebar dan indah, yaitu:

a. Mulai digunakan kendaraan beroda sehingga jalan tidak teratur dan

sempit tidak cocok lagi.

b. Sudahkah mobilisasi meliter dari pusat kesetiap wilayah dipinggir

kota dan sekitarnya.

c. Memenuhi perspektif artistic.

d. Memperlancar kegiatan perdagangan (transportasi dan komunikasi

lancar).

e. Memudahkan dan memperlancar karnaval.

3. Pola Jalan bersiku atau Sistem Grid /Kisi (The rechtangular or grid

Universitas Sumatera Utara


136

System), Sistem perencanaan jalan dengan pola kisi pertama kali dikenal

di kota Mahenjo Daro (± 2500 SM), kemudian kota Dur-Sarginu

(Assyria) ± 800 SM, di Yunani ± 600 SM. Kemudian pada 500-600 M

perancangan system kisi ini meluas ke Negara-negara barat. Bentuk ini

kemudian di kenal dengan “bastides cities” (kota-kota benteng). Bagian-

bagian kotanya dibagi-bagi sedemikian rupa menajadi blok-blok empat

persegi panjang dengan jalan-jalan yang parallel longitudinal dan

tranversal membentuk sudut siku-siku. Jalan utamanya membentang dari

pintu gerbang utama kota sampai alun-alun utama (pasar utama) pada

bagian pusat kota. Banyak kota telah mengadopsi system grid ini dalam

perancangan kotanya. Kota-kota di Amerika serikat, misalnya banyak

menerapkan system ini. Sistem ini merupakan bagian yang sangat cocok

untuk pembagian lahannya dan untuk daerah luar kota yang masih banyak

tersedia lahan kosong pengembang kotanya akan nampak teratur dengan

mengikuti pola yang sudah terbentuk.

Keuntungan lain pada regtangular system antara lain:

a. Shortest dimension on the street side.

b. Growing more lost sheet frontage.

c. Easier to assamble individual lost into large unit (seperti blok) dapat

dilihat pada (Gambar 2.10).

Universitas Sumatera Utara


137

Gambar 2.10 Kota-kota Benteng Dengan Pola Jalan Bersiku Empat Persegi Panjang
dengan System Grid
Sumber: Struktur Tata Ruang Kota

2.6 Pengertian Jalan Lingkar (Ring Road)

Jalan Lingkar adalah jalan yang melingkari pusat kota, yang berfungsi untuk

mengalihkan sebagai arus lalulintas terusan dari pusat kota. Biasanya merupakan

bagian jaringan jalan dengan pola radial membentuk ring radial. Semakin besar kota

semakin banyak ring digunakan, seperti di Jakarta ada ring dalam ada Jakarta Outer

Ring Road (JORR). Dan istilah umum pandangan terhadap jalan lingkar (Ring road)

Universitas Sumatera Utara


138

merupak istilah masyarakat pada umumnya yang melihat jaringan jalan tersebut

melingkar atau mengelilingi kota.

Sesuai dengan Undang-undang nomor 13 Tahun 1980, tentang jalan yaitu

pasal 1 dan penjelasan yang menyebutkan bahwa jalan adalah suatu prasarana per

hubungan darat dalam bentuk apapun dengan pengecualian jalan kereta api, jalan lori,

dan jalan kebel, yang diperuntukkan bagi lalu lintas kenderaan orang dan hewan.

Jalan meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan

perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 1985 menjelaskan

tentang jalan yaitu:

1. Sistem jaringan jalan primer disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata

ruang dan struktur perkembangan wilayah tingkat nasional yang

menghubungkan simpul-simpul jasa distribusi.

2. Jalan arteri primer menghubungakan kota jenjang kesatu yang terletak

berdampingan atau menghubungkan kota jenjang kedua.

Jalan lingkar Kota Medan itu sendiri termasuk di dalam Undang-undang

Nomor 13 Tahun 1980 tentang jalan raya dan peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun

1985 tentang jalan berikut Undang-undang nomor 14 tahun 1992 tentang lalu lintas

dan Angkutan Jalan dan serta Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tantang

Angkutan Jalan, PP Nomor 43 Tahun 1993 tentang prasarana dan lalu lintas jalan.

Adapun jalan lingkar (Ring Road) merupakan istilah masyarakat pada umumnya yang

melihat jaringan jalan tersebut melingkar atau mengelilingi kota.

Universitas Sumatera Utara


139

Adapun jaringan jalan yang baik dan lancar akan memudahkan pergerakkan,

baik pergerakkan manusia maupun pergerakkan barang. Menurut Tamin (1997)

bahwa pada dasarnya prasarana jaringan jalan mempunyai 2 peran utama yaitu:

1. Sebagai alat bantu untuk mengarahkan pembangunan di daerah perkotaan.

2. Sebagai prasarana bagi pergerakkan manusia maupun barang yang timbul

akibat adanya kegiatan didaerah perkotaan tersebut.

2.7 Kinerja Ruas Jalan

Beberapa kinerja ruas jalan yang dibutuhkan sebagai berikut:

1. Nilai volume lalu lintas, menunjukan kondisi ruas jalan yang melayani

volume lalu lintas yang ada, nilai volume untuk kapasitas jalan dalam

daerah per kotaan, pengaruh akan didapat berdasarkan hasil survei

geometric untuk mendapatkan besarnya kapasitas yang ada saat ini.

Berdasarkan peramalan arus lalu lintas tersebut akan didapat nilai volume

kapasitas yang selanjutnya dapat memberikan jenis rekomendasi dalam

penggunaan jenis ruas jalan.

2. Kecepatan perjalanan rata-rata dapat menunjukan waktu tempuh dari satu

titik asal ketitik tujuan dalam wilayah akan berpengaruh menjadi tolak

ukur dalam penilaian perjalanan yang ada.

3. Indikator Tingkat Pelayanan (ITP) pada suatu jalan akan menunjukan

suatu kondisi secara keseluruhan ruas jalan tersebut tingkat pelayanan

yang demikian berdasarkan nilai seperti kecepatan perjalanan, dan faktor

Universitas Sumatera Utara


140

lain yang berdasarkan nilai kualitatif seperti kebebasan pengemudi dalam

memiliki kecepatan derajat hambatan lalu lintas secara kenyamanan.

2.8 Batasan Ruas Jalan

Manual Kapasiatas Jalan Indonesia (MKJI-1997) mendefenisikan suatu ruas

jalan sebagai berikut:

1. Diantara dan tidak dipengaruhi oleh simpang bersinyal atau samping tak

bersinyal utama.

2. Mempunyai karakteristik yang hampir sama sepanjang jalan.

Sebagai contoh potongan melintang jalan yang masih dipengaruhi antrian

akibat samping atau arus iringan kendaraan yang tinggi yang keluar dari simpang

bersinyal tidak dapat dipilih untuk analisis kapasitas suatu ruas. Selain itu bila

terdapat perubahan karakteristik yang mendasar dalam hal geometric, hambatan

samping, komposisi kendaraan dan lain-lain, maka harus dianggap sebagai ruas yang

berbeda (dengan demikian maka diantara dua samping dapat didefenisikan lebih dari

dua ruas).

2.9 Tingkat Pelayanan Jalan

Analisis tingkat pelayanan dalam menunjang pengembangan jalan kota

dengan membuat kajian kondisi saat ini (eksisting) dan menganalisis permasalahan

yang menyebabkan penurunan tingkat pelayanan, usulan program dan perioritas

kelembagaan yang didasarkan pada arah pengembangan kota tersebut. Analisis yang

baik dan tepat dan berfungsi secara efektif, harus didukung oleh data yang efektif

Universitas Sumatera Utara


141

pula sehingga dapat dikaji secara cermat dan untuk dapat menetapkan usulan

penanganan yang tepat dan terpadu. Analisis pengembangan perkotaan terikat

keterpaduan aspek lain: (1) sistem jaringan jalan, (2) pengaturan tata guna bangunan,

(3) analisis sarana dan prasarana dan (4) harga satuan yang berlaku. Analisis tingkat

pelayanan jalan merupakan salah satu aspek yang dapat membantu kajian

pengembangan transportasi kota, dimana dari tingkat pelayanan dari suatu pelayanan

jalan maka dapatlah diketahui gambaran kondisi pelayanan jalan tersebut dalam

melayani lalu lintasnya, sehingga dapat dibuat usulan penanganan yang lebih cepat

dan lebih terpadu. Tingkat pelayanan (Level of Service) merupakan ukuran suatu

kualitas pada jalan, yang telah merangkum banyak Fakto-faktor antara lain,

kenyamanan dan geometrik jalan dan umumnya digunakan sebagai ukuran dari

pengaruh untuk membatasi volume lalu lintas dengan kapasitas (V/C).

Tingkat pelayanan bervariasi dari tingkat yang tinggi (A) dan menurun sampai

tingkat yang terendah (F), Tingkat keadaan yang tertinggi merupakan keadaan lalu

lintas dimana pengemudi mempunyai kebebasan untuk mengendalikan kendaraan

tanpa adanya pengaruh gangguan dalam batas tingkat keselamatan tertentu,

sedangkan tingkat pelayanan terendah merupakan keadaan lalu lintas yang

berlawanan dengan tingkat pelayanan tertinggi, dimana pengemudi tidak dapat

mengembangkan kebebasannya untuk mengendalikan kendaraannya karena

terganggu oleh kendaraan lain dalam arus lalu lintas yang sama.

Indonesia Hightway Capacity Manual (IHCM) membagi tingkat pelayanan

menjadi enam tingkat pelayanan yaitu dari tingkat pelayanan tertinggi disebut tingkat

Universitas Sumatera Utara


142

pelayanan A dan berangsur-angsur turun dengan nama yang sesuai dengan alfabetik

sampai dengan F yang merupakan tingkat pelayanan terendah.

Penjelasan mengenai tingkat pelayanan jalan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Tingkat pelayanan A (V/C < 0,6). Tingkat pelayanan ini memberikan

suatu gambaran kondisi volume lalu lintas yang terendah dan kecepatan

kendaraan dapat dilakukan sesuai dengan keinginan pengemudi.

2. Tingkat pelayanan B (0.6 < V/C < 0,7). Tingkat pelayanan ini

memberikan arus yang stabil, kecepatan perjalanan mulai di pengaruhi

oleh keadaan lalu lintas, dalam batas pengemudi masih bisa mendapat

kebebasan dalam memilih kecepatan.

3. Tingkat pelayanan C (0,7< V/C < 0,8). Tingkat pelayanan ini memberikan

gambaran lalu lintas masih dalam keadaan stabil, tetapi pergerakkan dan

kecepatan lebih di pengaruhi oleh volume yang tinggi, sehingga

kecepatan sudah terbatas dalam batas-batas kecepatan yang cukup

memuaskan.

4. Tingkat pelayanan D ( 0,8<V/C<0,9 ). Tingkat pelayanan ini memberikan

gambaran arus yang tidak stabil, kecepatan yang di kehendaki secara

terbatas masih dapat di pertahankan oleh perubahan-perubahan dalam

keadaan yang dapat menurunkan kecepatan berjalan cukup besar.

5. Tingkat pelayanan E (0,9 < V/C < 1). Tingkat pelayanan ini memberikan

gambaran arus yang tidak stabil, tidak dapat ditentukan hanya dari

Universitas Sumatera Utara


143

kecepatan perjalanan saja, sering terjadi macet (berhenti) untuk beberapa

saat, volume lalu lintas dapat hampir sama dengan kapasitas jalan.

6. Tingkat pelayanan F ( V/C > 1 ). Tingkat pelayanan ini dapat memberikan

gambaran arus tertahan, kecepatan rendah, sering terjadi kemacetan pada

waktu cukup lama dalam keadaan ekstrim kecepatan dapat turun menjadi

0 (macet total).

Tabel 2.5 Tingkat Pelayanan Jalan (Level of Service)


No. Tingkat Pelayanan Jalan Keadaan Arus Lalu Lintas V/C
(L.O.S)
1. A Arus bebas bergerak < 0,6
2. B Arus stabil tidak bebas 0,6 – 0,7
3. C Arus stabil kecepatan terbatas 0,7 – 0,8
4. D Arus mulai tidak stabil 0,8 – 0,9
5. E Arus tidak stabil 0,9 – 1,0
6. F Macet <1
Sumber: Ditjen Bina Marga, 1997

2.10 Persyaratan Teknis Geometrik Jalan

Bagian-bagian jalan terdiri dari:

a. Jalur lalu-lintas adalah bagian daerah manfaat jalan yang direncanakan

khusus untuk lintasan kendaraan bermotor (beroda empat atau lebih) dan

biasanya diperkeras.

b. Lajur lalu-lintas adalah bagian dari luar lalu lintas yang memanjang

dibatasi oleh marka lajur jalan yang memiliki cukup untuk kendaraan

bermotor sesuai rencana (kendaraan rencana).

Universitas Sumatera Utara


144

c. Bahu jalan adalah bagian dari jalan yang terletak pada tepi kiri atau kanan

jalan dan berfungsi sebagai: jalur lalu lintas darurat, tempat berhenti

sementara, ruang bebas samping, penyangga kestabilan badan jalan,

jalur sepeda (bahu diperkeras).

d. Trotoar (bahu jalan) adalah bagian jalan atau bahu jalan yang terletak di

tepi kiri/kanan jalan, berfungsi sebagai jalur pejalan kaki.

e. Saluran drainase adalah bagian dari jalan yang terletak di kiri/kanan jalan

berfungsi sebagai pengeringan jalur jalan.

f. Sempadan bangunan adalah bagian ruang sepanjang jalan setengah dari

bagian jalan yang dikuasai oleh pembina jalan diperuntukkan bagi daerah

manfaat jalan (DAMAJA).

g. Daerah Manfaat Jalan (DAMAJA) adalah merupakan ruang sepanjang

jalan yang dibatasi oleh lebar tinggi dan kedalaman ruang batas tertentu.

Ruang tersebut dipertuntukkan bagi median, perkerasan jalan, jalur

pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan, trotoar, lereng, ambang pengaman,

timbunan dan galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan dan bangunan

pelengkap lainnya.

h. Daerah Milik Jalan (DAMIJA) adalah merupakan ruang sepanjang jalan

yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu yang dikuasai oleh Pembina

Jalan. DAMIJA ini diperuntukkan bagi daerah manfaat jalan (DAMAJA)

dan pelebaran jalan maupun penambahan jalur lalu-lintas dikemudian hari

serta kebutuhan ruang untuk pengamanan jalan.

Universitas Sumatera Utara


145

i. Daerah pengawasan jalan (DAWASJA) adalah merupakan ruang

sepanjang jalan di luar daerah milik jalan (DAMIJA) yang dibatasi oleh

lebar dan tinggi tertentu, dan di peruntukkan bagi pengemudi dan

pengamanan konstruksi jalan, seperti bagian dari jalan pada (Gambar

2.11).

Gambar 2.11 Bagian–bagian jalan


Sumber: Badan Standarisasi Nasional (BSN)

Keterangan:

a. Jalur lalu lintas

b. lajur lalu lintas

c. Bahu jalan

d. Jalur pejalan kaki

e. Saluran drainase

f . Sempadan bangunan

g. Daerah manfaat jalan (damaja)

Universitas Sumatera Utara


146

h. Daerah milik jalan (damija)

i . Daerah pengawasan jalan (dawasja)

j. Jalur hijau.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor

KM 34 Tahun 2006, pasal 44 ayat (1), (2), (3) dan (4) tentang Ruang Pengawasan

Jalan sebagai berikut:

1. Ruang pengawasan jalan merupakan ruang tertentu di luar ruang milik

jalan yang penggunaannya ada di bawah pengawasan penyelenggara

jalan.

2. Ruang pengawasan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

diperuntukkan bagi pandangan bebas pengemudi dan pengamanan

konstruksi jalan serta pengamanan fungsi jalan.

3. Ruang pengawasan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan

ruang sepanjang jalan diluar ruang milik jalan yang dibatasi oleh lebar

oleh lebar dan tinggi tertentu.

4. Dalam hal ruang milik jalan tidak cukup luas, lebar ruang pengawasan

jalan sebagai mana dimaksud pada ayat (1) ditentukan dari tepi badan

jalan paling sedikit dengan ukuran sebagai berikut:

a. Jalan arteri primer 15 (limabelas) meter,

b. jalan kolektor primer 10 (sepuluh) meter,

c. jalan lokal primer 7 (tujuh) meter,

d. jalan lingkungan primer 5 (lima) meter,

Universitas Sumatera Utara


147

e. jalan arteri sekunder 15 (limabelas) meter,

f. jalan kolektor sekunder 5 (lima) meter,

g. jalan lokal sekunder 3 (tiga) meter,

h. jalan lingkungan sekunder 2 (dua) meter; dan

i. jembatan 100 (seratus) meter kearah hilir dan hulu.

2.11 Analisis Kapasitas Jalan Kota

2.11.1 Arus dan komposisi lalu-lintas

Nilai volume arus lalulintas (Q) mencerminkan komposisi lalulintas, dengan

menyatakan arus dalam satuan mobil penumpang (smp). Semua nilai arus lalulintas

(per arah dan total) diubah menjadi satuan mobil penumpang (smp) dengan

menggunakan ekivalensi mobil penumpang (emp) untuk jenis kenderaan berikut:

1. Kenderaan ringan (Light Vehicle/LV); termasuk mobil penumpang, mini

bus, pick up, truk kecil dan jeep.

2. Kenderaan berat (Heavy Vehicle/HV); termasuk truck dan bus.

3. Sepeda motor (Motor cycle/MC).

Situasi lalu lintas untuk tahun yang dianalisa ditentukan menurut Arus jam

Rencana, atau lalu lintas Harian Rata-rata Tahunan (LHRT) dengan Faktor yang

sesuai untuk konversi dari LHRT menjadi arus per jam (umum untuk perancangan).

Ekivalensi mobil penumpang (emp) untuk masing-masing jenis kenderaan

tergantung pada tipe jalan dan arus lalulintas total, yang dinyatakan dalam

kenderaan/jam, seperti ditunjukkan pada tabel 2.6 dan 2.7.

Universitas Sumatera Utara


148

Tabel 2.6 Ekivalensi mobil penumpang (emp) untuk jalan perkotaan tak-terbagi
Tipe jalan: Arus lalu lintas emp
Jalan tak terbagi total dua arah MC
(Kend./jam) HV Lebar jalur lalu lintas Wc(m)
≤6 >6
Dua-lajur tak terbagi 0 1,3 0,5 0,4
(2/2 UD) ≥ 1800 1,2 0,35 0,25
Empat lajur tak terbagi 0 1,3 0,40
(4/2 UD) ≥ 3700 1,2 0,25
Sumber: Ditjen Bina Marga, 1997

Tabel 2.7 Ekivalensi mobil penumpang (emp) Untuk Jalan Perkotaan Terbagi dan
satu arah.
Tipe jalan: Arus lalu -lntas Emp
Jalan satu arah dan per jalur
HV MC
jalan terbagi (kend./jam)
Dua-lajur satu arah (2/1) 0 1,3 0,40
Dan
Empat-lajur terbagi (4/2 D) ≥ 1050 1,2 0,25
Tiga-lajur satu arah (3/1) 0 1,3 0,40
Dan
Enam-lajur terbagi (6/2 D) ≥ 1100 1,2 0,25
Sumber: Ditjen Bina Marga, 1997

2.11.2 Kapasitas

Kapasitas didefenisikan sebagai arus maksimum yang melalui suatu titik di

jalan yang dapat dipertahankan per satuan jam pada kondisi tertentu, dan dinyatakan

dalam satuan mobil penumpang (smp). Untuk jalan dua lajur dua arah, kapasitas

Universitas Sumatera Utara


149

ditentukan untuk dua arah (kombinasi dua arah), sedangkan untuk jalan dengan

banyak lajur, arus dipisahkan per arah dan kapasitas ditentukan per-lajur.

Persamaan dasar untuk menentukan kapasitas adalah:

C = Co x FCw x FCsP x FCsF x FCcs ……….……..……………..… (2.1)

Dimana:

C = kapasitas (smp/jam).

Co = kapasitas dasar (smp/jam), tergantung pada tipe jalan, jumlah lajur


dan pemisahan arus, seperti terlihat pada (tabel 2.8).

FCw = faktor penyesuaian kapasitas untuk lebar jalur lau lintas seperti
terlihat pada (tabel 2.9).

FCsp = faktor penyesuaian pemisah arah, hanya untuk jalan tak terbagi,
seperti terlihat pada (tabel 2.10).

FCsF = factor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping dan bahu


jalan/kerb, seperti terlihat pada (tabel 2.11).

FCcs = faktor penyesuaian ukuran kota, seperti terlihat pada (tabel 2.12).

Tabel 2.8 Kapasitas Dasar Jalan Kota. (Co)


Kapasitas dasar
Tipe jalan Catatan
(smp/jam)
Empat-lajur terbagi atau jalan satu arah 1650 Per lajur

Empat-lajur tak-terbagi 1500 Per lajur

Dua-lajur tak-terbagi 2900 Total dua arah

Sumber: Ditjen Bina Marga, 1997

Universitas Sumatera Utara


150

Tabel 2.9 Faktor Penyesuaian Lebar Jalan (FCw)


Lebar jalur lalu-lintas efektif (Wc)
Tipe jalan FCw
(m)
Empat-lajur terbagi atau Per lajur
jalan satu arah 3,00 0,92
3,25 0,96
3,50 1,00
3,75 1,04
4,00 1,08
Empat-lajur tak - terbagi Per lajur
3,00 0,91
3,25 0,95
3,50 1,00
3,75 1,05
4,00 1,09
Dua-lajur tak - terbagi Per lajur
5 0,56
6 0,87
7 1,00
8 1,14
9 1,25
10 1,29
11 1,34
Sumber: Ditjen Bina Marga 1997

Tabel 2.10 Faktor penyesuaian pemisah arah (FCsP)


Pemisahan arah SP % - % 50 - 50 55 - 45 60 - 40 65- 35 70 - 30
Dua-lajur 2/2
1,00 0,97 0,94 0,91 0,88
FCsp
Empat -lajur 4/2
1,00 0,985 0,97 0,955 0,94

Sumber: Ditjen Bina marga 1997

Universitas Sumatera Utara


151

Tabel 2.11 Faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping (FCsF)


Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar
Kelas bahu
hambatan FCsf
Tipe jalan samping Lebar bahu efektif Ws

≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0

4/2 D VL 0,96 0,98 1,01 1,03


L 0,94 0,97 1,00 1,02
M 0,92 0,95 0,98 1,00
H 0,88 0,92 0,95 0,98
VH 0,84 0,88 0,92 0,96
4/2 UD VL 0,96 0,99 1,01 1,03
L 0,94 0,97 1,00 1,02
M 0,92 0,95 0,98 1,00
H 0,87 0,91 0,94 0,98
VH 0,80 0,86 0,90 0,95
2/2 UD VL 0,94 0,96 0,99 1,01
Atau jalan L 0,92 0,94 0,97 1,00
satu arah M 0,89 0,92 0,95 0,98
H 0,82 0,86 0,90 0,95
VH 0,73 0,79 0,85 0,91
Sumber: Ditjen Bina Marga 1997

Tabel 2.12 Faktor Penyesuaian Ukuran Kota (FCcs)


Ukuran kota (juta penduduk) Faktor penyesuaian untuk ukuran kota
< 0,1 0,90
0,1 - 0,5 0,93
0,5 - 1,0 0,95
1,0 - 3,0 1,00
>3 1,03
Sumber: Ditjen Bina Marga 1997

Universitas Sumatera Utara


152

Jika kondisi sesungguhnya sama dengan kondisi dasar (ideal) yang ditentukan

sebelumnya, maka semua faktor penyesuaian menjadi 1,0 dan kapasitas menjadi sama

dengan kapasitas dasar.

2.11.3 Kecepatan arus bebas

Kecepatan arus bebas (FV) didefenisikan sebagai kecepatan pada tingkat arus

bebas (free flow speed), yaitu kecepatan yang akan dipilih pengemudi jika

mengendarai kenderaan bermotor tanpa dipengaruhi oleh kenderaan lain di jalan.

Persamaan untuk penentuan arus bebas memiliki bentuk umum:

FV = (FVo + FVw) x FFVsF x FFVcs …………………….…..……… (2.2)

Dimana:

FV = kecepatan arus bebas kenderaan ringan pada kondisi lapangan


(km/jam).

FVo = kecepatan arus bebas dasar kenderaan ringan pada jalan yang diamati
seperti pada (tabel 2.13).

FVw = penyesuaian kecepatan untuk lebar jalan, seperti pada (tabel 2.14).

FFVsF= faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar bahu atau
jarak kerb penghalang.seperti pada (tabel 2.15).

FFVcs= faktor penyesuaian kecepatan untuk ukuran kota, seperti pada


(tabel 2.16).

Tabel 2.13 Kecepatan Arus Bebas Dasar (FVo)


Kecepatan arus bebas dasar (Fvo) (Km/jam)
Kendaraan Kendaraan Sepeda Semua
Tipe jalan ringan berat motor kendaraan

(LV) (HC) (MC) Rata-rata

Universitas Sumatera Utara


153

Tabel 2.13 (lanjutan)


(6/2 D) – (3/1) 61 52 48 57
(4/2 D) – (2/1) 57 50 47 55
(4/2 UD) 53 46 43 51
(2/2 UD) 44 40 40 42
Sumber: Ditjen Bina marga 1997

Tabel 2.14 Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Untuk Lebar Jalur Lalu-lintas (FVw)
Lebar jalur lalu-lintas efektif (Wc)
Tipe jalan FVw
(m)
Empat-lajur terbagi atau Per lajur
jalan satu arah 3,00 -4
3,25 -2
3,50 0
3,75 2
4,00 4
Empat-lajur tak - terbagi Per lajur
3,00 -4
3,25 -2
3,50 0
3,75 2
4,00 4
Dua-lajur tak - terbagi Per lajur
5 -95
6 -3
7 0
8 3
9 4
10 6
11 7
Sumber: Ditjen Bina marga 1997

Universitas Sumatera Utara


154

Tabel 2.15 Faktor Penyesuaian Kecepatan untuk Hambatan Samping dan lebar
Bahu (FFVsf)
Kelas
Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan
hambatan
Tipe jalan samping Lebar bahu
(SFC) Lebar bahu efektif rata-rata Ws (m)
≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0
Empat lajur terbagi Sangat rendah 1,02 1,03 1,03 1,04
4/2 D Rendah 0,98 1,00 1,02 1,03
Sedang 0,94 0,97 1,00 1,02
Tinggi 0,89 0,93 0,96 0,99
Sangat tinggi 0,84 0,88 0,92 0,96
Empat lajur tak terbagi Sangat rendah 1,02 1,03 1,03 1,04
4/2 UD Rendah 0,98 1,00 1,02 1,03
Sedang 0,93 0,96 0,99 1,02
Tinggi 0,87 0,91 0,94 0,98
Sangat tinggi 0,80 0,86 0,90 0,95
Dua lajur tak terbagi Sangat rendah 1,00 1,01 1,01 1,01
2/2 UD atau Rendah 0,96 0,98 0,99 1,00
jalan satu arah Sedang 0,91 0,93 0,96 0,99
Tinggi 0,82 0,86 0,90 0,95
Sangat tinggi 0,73 0,79 0,85 0,91
Sumber: Ditjen Bina Marga, 1997

Tabel 2.16 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus BebasUntuk Ukuran Kota (FFVcs)

Ukuran kota (juta penduduk) Faktor penyesuaian untuk ukuran kota

< 0,1 0,90


0,1 - 0,5 0,93
0,5 - 1,0 0,95
1,0 - 3,0 1,00
>3 1,03
Sumber: Ditjen Bina Marga, 1997

Universitas Sumatera Utara


155

2.11.4 Derajat Kejenuhan

Derajat kejenuhan (Degree of Saturation/DS) didefenisikan sebagai rasio

volume (Q) terhadap kapasitas (C) dan digunakan sebagai faktor kunci utama dalam

penentuan perilaku lalu lintas pada suatu kinerja ruas jalan. Nilai derajat kejenuhan

menunjukkan apakah ruas jalan akan mempunyai masalah kapasitas atau tidak.

DS = Q/C …………………………………………………..…..……… (2.3)

Dimana:

Q = arus lalulintas (smp/jam).

C = kapasitas (smp/jam).

Derajat kejenuhan dihitung dengan menggunakan volume dan kapsitas yang

dinyatakan dalam smp/jam.

2.11.5 Kecepatan

Kecepatan kenderaan didefenisikan sebagai kecepatan rata-rata ruang dari

kenderaan ringan (LV) sepanjang segmen jalan. Kecepatan kenderaan merupakan

ukuran utama kinerja segmen jalan karena mudah dimengerti dan diukur, serta

merupakan masukan yang penting bagi biaya pemakai jalan dalam analisa ekonomi.

Kecepatan rata-rata ruang didapat dari perbandingan jarak tempuh dan waktu tempuh

terhadap jarak, seperti pada persamaan berikut;

V = L/TT ………………………………..…………………………….. (2.4)

Dimana:

Universitas Sumatera Utara


156

V = kecepatan rata-rata ruang LV (km/jam).

L = panjang segmen jalan (km).

TT = waktu tempuh rata-rata LV sepanjang segmen (jam).

Data kecepatan sesungguhnya dengan menggunakan grafik hubungan antara

derajat kejenuhan (DS) dan kecepatan arus bebas (FV) dapat ditunjukkan untuk jalan

yang menggunakan banyak lajur satu-arah seperti pada (Gambar 2.12).

Gambar 2.12 Kecepatan sebagai fungsi dari DS untuk jalan banyak lajur dan satu-arah
Sumber: Ditjen Bina Marga, 1997

2.11.6 Hambatan Samping

Hambatan samping didefenisikan sebagai dampak terhadap kinerja lalu lintas

dari aktivitas samping segmen jalan, banyaknya kegiatan samping jalan sering

Universitas Sumatera Utara


157

menimbulkan konflik dengan arus lalu lintas, diantaranya menyebabkan kemacetan

bahkan sampai terjadinya kecelakaan lalu lintas. Hambatan samping juga terbukti

sangat berpengaruh pada kapasitas dan kinerja jalan, seperti:

1. pejalan kaki yang berjalan atau menyeberang sepanjang segmen jalan,

2. angkutan umum dan kenderaan lain yang berhenti dan parkir,

3. kenderaan motor yang keluar masuk dari/ke lahan samping/sisi jalan,

4. arus kenderaan yang bergerak lambat.

Yang ditujukan dengan faktor jumlah berbobot kejadian, yaitu frekwensi

kejadian sebenarnya dikalikan dengan faktor berbobot kenderaan. Faktor berbobot

tersebut seperti pejalan kaki (bobot=0,5), kenderaan berhenti (bobot=1,00, kenderaan

masuk/keluar sisi jalan (bobot=0,7), dan kenderaan lambat (bobot=0,4).

Frekwensi tiap kejadian hambatan samping dicacah dalam rentang 200 meter

kekiri dan kanan potongan melintang yang diamati kapasitasnya lalu dikalikan

dengan bobot masing-masing. Frekwensi kejadian terbobot menentukan kelas

hambatan samping, dapat dilihat pada (table 2.17).

Tabel 2.17 Faktor berbobot untuk hambatan samping


Tipe kejadian hambatan samping Simbol Faktor bobot

Pejalan kaki PED 0,5


Kenderaan berhenti PSV 1,0
Kenderaan masuk dan keluar EEV 0,7
Kenderaan lambat SMV 0,4
Sumber: Ditjen Bina Marga, 1997

Universitas Sumatera Utara


158

Tabel 2.18 Kelas hambatan samping untuk jalan perkotaan


Jumlah berbobot
Kelas Hambatan kejadian
Kode Kondisi Khusus
Samping (SFC) per 200 m per
jam (dua sisi)
Sangat rendah VL < 100 Daerah pemukiman: dengan jalan samping
Rendah L 100 - 299 Daerah pemukiman: bebrapa kenderaan umum
Sedang M 300 - 499 Daerah industry: beberapa toko disisi jalan
Tinggi H 500 - 899 Daerah komersial: aktifitas sisi jalan
Sangat tinggi VH > 900 Daerah komersial: aktifitas disisi jalan
Sumber: Ditjen Bina Marga, 1997

2.12 Hubungan Dasar Antar variable

2.12.1 Hubungan kecepatan – arus – kepadatan

Kecepatan, arus lalulintas dan kepadatan merupakan variabel-variabel utama

dalam analisis lalulintas yang saling berhubunga. Ketiga variable ini akan terus

bervariasi karena jarak antara kendaraan yang acak, seperti terlihat pada (Gambar

2.13).

Gambar 2.13 Hubungan antara kecepatan, Arus dan Kepadatan


Sumber: Manenering, el al 2000

Universitas Sumatera Utara


159

Makin banyak kenderaan yang ada di jalan, maka berarti bahwa kecepatan

rata-rata kenderaan akan berkurang. Hubungan kecepatan dan arus lalulintas dapat

dikelompokan pada beberapa kelompok seperti terlihat pada (Gambar 2.14).

Gambar 2.14 Hubungan Antara Kecepatan dan Arus lalulintas


Sumber: DBSLIAK. 1999

Keempat pembagian dari kurva hubungan antara kecepatan dan arus lalulintas

diatas dapat didefenisikan sebagai berikut:

1. Arus bebas, terjadi pada arus lalulintas rendah, dimana kenderaan dapat

dengan bebas memilih kecepatan.

2. Arus stabil, terjadi pada saat arus lalulintas meningkat dan kecepatan ber

kurang karena pengemudi tidak lagi bebas memilih kecepatan mengingat

kenderaan sudah saling menghalangi (juga dikenal sebagai arus normal).

3. Arus tidak stabil, terjadi pada saat arus mencapai kapasitas. Pertambahan

Universitas Sumatera Utara


160

sedikit arus lalulintas dapat mengurangi kecepatan yang besar.

4. Arus dipaksakan, terjadi pada saat lebih banyak kenderaan yang

mencoba memakai jalan. Arus dan kecepatan menjadi rendah dan tidak

dapat diperkirakan.

Sesuatu ukuran yang digunakan untuk mengetahui karakteristik suatu ruas

jalan dalam melayani arus lalulintas yang melewatinya LoS (Level of

Service/Tingkat Pelayanan Jalan). Selain itu, tingkat pelayanan jalan dapat diartikan

suatu ukuran untuk menyatakan kualitas pelayanan yang disediakan oleh suatu jalan

dalam kondisi tertentu. Unsur utama yang menentukan tingkat pelayanan adalah

derajat kejenuhan (Q/C) dan kecepatan. Secara umum hubungan antara derajat

kejenuhan (Q/C) dan karakteristik jalan dapat dilihat pada tabel 2.19.

Tabel 2.19 Hubungan antara kecepatan dan karakteristik jalan.

Q/C Karakteristik
Arus bebas, volume rendah dan kecepatan tinggi, pengemudi
0,60 ≤
dapat memilih kecepatan yang dikehendaki
Arus stabil, kecepatan sedikit terbatas oleh lalulintas, pengemudi
0,60 < Q/C ≤ 0,70
masih dapat kebebasan dalam memilih kecepatannya.
0,70 < Q/C ≤ 0,80 Arus stabil, kecepatan dapat dikontrol oleh lalulintas
0,80 < Q/C ≤ 0,90 Arus mulai tidak stabil, kecepatan rendah
Arus tidak stabil, kecepatan rendah dan tidak berbeda, volume
0,90 < Q/C ≤ 1,00
mendekati kapasitas
Arus yang terhambat, kecepatan rendah, volume diatas kapasitas,
 0,1
sering terjadi kemacetan pada waktu yang cukup lama.
Sumber: Morlok, 1990

Universitas Sumatera Utara


161

Dari batasan-batasan nilai Q/C diatas dapat ditentukan jenis penanganan

masalah pada ruas jalan. Jenis penanganan di ruas jalan dapat dikelompokan

menjadi (Tamin, 1998):

1. Manajemen lalulintas

Prinsip penanganan ini adalah pemamfaatan fasilitas ruas jalan yang

ada, dalam bentuk:

a. Pemamfaatan lebar jalan secara efektif.

b. Kelengkapan marka dan rambu jalan yang memadai serta seragam

sehingga ruas jalan tersebut dapat dimamfaatkan secara optimal, baik

dari segi kapasitas maupun keamanan lalulintas, yang meliputi

system satu arah, pengendalian parkir, pengaturan U-turn,

pengendalian kaki lima serta pengaturan belok. Jenis penanganan ini

dilakukan bila nilai Q/C berada antara 0,6 hingga 0,8.

2. Peningkatan ruas jalan

Penanganan ini mencakup perubahan fisik ruas jalan, yang berupa

pelebaran atau penambahan lajur jalan hingga kapasitas ruas jalan

tersebut dapat ditingkatkan secara berarti. Besarnya pelebaran atau

penembahan lajur ditentukan dari nilai Q/C yang terjadi, sehingga

besarnya nilai Q/C yang diharapkan, yaitu < 0,8, dapat dicapai. Jenis

penanganan ini dilakukan apabila nilai Q/C sudah lebih dari 0,8.

3. Pembangunan jalan baru.

Penanganan ini merupakan alternatif terakhir dari pilihan penanganan 1

Universitas Sumatera Utara


162

dan 2. Penanganan ini dilakukan apabila pelebaran jalan atau penambahan

lajur sudah tidak memungkinkan lagi, terutama karena keterbatasan lahan

dan kondisi lalulintas dengan nilai Q/C jauh lebih besar dari 0,8.

Prinsip analisis kapasitas segmen jalan adalah kecepatan akan berkurang

jika arus bertambah. Pengurangan kecepatan akibat penambahan arus adalah kecil

pada arus rendah, tetapi lebih besar pada arus yang tinggi. Mendekati kapasitas

pertambahan arus yang sedikit akan menghasilkan pengurangan kecepatan yang

besar. Hal ini terlihat pada (Gambar, 2.15).

Kecepatan arus bebas

Kapasitas

Arus (smp/jam)
Gambar 2.15 Bentuk Umum Hubungan Kecepatan dan Arus Lalulintas
Sumber: Ditjen Bina Marga, 1997
Untuk setiap tipe jalan, kurva standar untuk tipe jalan tersebut telah

ditentukan berdasarkan data empiris. Model yang tepat dengan data kecepatan – arus

empiris dapat diperoleh dengan model Rejim tunggal sebagai berikut:

V = FV [1 – (D/Dj)(l – 1)](l – m) …………………………..….….……. (2.5)

Do/Dj = [(l – m)/(l – m)]1/(l – 1) ………………………….…………... (2.6)

Universitas Sumatera Utara


163

Dimana:

FV = Kecepatan arus bebas (km/jam)

D = Kerapatan (smp/jam); dihitung sebagai Q/C

Dj = Kerapatan pada saat jalan mengalami kemacetan total (smp/jam)

Do = Kerapatan pada kapasitas (smp/jam)

1m = Konstanta

Data kecepatan – arus untuk jalan perkotaan di Indonesia, untuk jalan empat

lajur terbagi dengan model rejim Tunggal, ditunjukan pada (Gambar 2.16 dan 2.17).

Arus (smp/jam/lajur)
Gambar 2.16 Hubungan kecepatan-arus untuk jalan empat lajur terbagi
Sumber: Ditjen Bina Marga, 1997

Arus (smp/jam)
Gambar 2.17 Hubungan kecepatan-arus untuk jalan dua laju tak terbagi
Sumber: Dirtjen Bina Marga, 1997

Universitas Sumatera Utara


164

2.13 Prosedur Perhitungan


Bagan alir prosedur perhitungan untuk jalan perkotaan ditunjukkan pada
(Gambar 2.18).
LANGKAH A : DATA MASUK
A-1 : Data Umum
A-2 : Kondisi Geometrik
A-3 : Kondisi Lalulintas
A-4 : Hambatan Samping

LANGKAH : KECEPATAN ARUS BEBAS


B-1 : Kecepatan arus bebas dasar
B-2 : Penyesuaian untuk lebar jalur lalulintas
B-3 : Faktor penyesuaian untuk kondisi hambatan samping
B-4 : Faktor penyesuaian untuk ukuran kota
B-5 : Kecepatan arus bebas untuk kondisi lapangan

PERUBAHAN
LANGKAH C : KAPASITAS
C-1 : Kapasitas dasar
C-2 : Faktor penyesuaian untuk lebar jalur lalulintas
C-3 : Faktor penyesuaian untuk pemisahan arah
C-4 : Faktor penyesuaian untuk hambatan samping
C-5 : Faktor penyesuaian untuk ukuran kota
C-6 : Kapasitas untuk kondisi lapangan

LANGKAH D : PERILAKU LALULINTAS


D-1 : Derajat kejenuhan
D-2 : Kecepatan dan waktu tempuh
D-3 : Penilaian perilaku lalulintas

Perlu penyesuaian anggapan mengenai perencanaan dsb

TIDAK

Akhir analisis

Gambar 2.18 Bagan Alir Analisa Jalan Perkotaan


Sumber: Ditjen Bina Marga, 1997.

Universitas Sumatera Utara


165

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Kota Medan tepatnya di jalan Ngumban

Surbakti Kecamatan Medan Selayang Kota Medan, mengingat kawasan ini sangat

luas dengan segmen jalan yang panjang maka dalam penelitian ini hanya dibatas pada

ruas jalan dari jalan persimpangan jalan bunga raya (pasar 6) dengan persimpangan

jalan raya sunggal sepanjang 6 500 meter dengan type jalan 4/2 D (empat lajur,

dua lajur terbagi), dengan lebar satu lajur 4 meter, lebar satu jalur 11 meter, jalan ini

adalah merupakan jalan lingkar arteri primer kota Medan juga mempunyai kepadatan

intensitas lalu lintas yang tinggi.

Dipilihnya kawasan ini sebagai lokasi penelitian, mengingat jalan ini adalah

sebagai jalan lintas utama untuk jalur regional yang menghubungkan jalur arah utara

dan selatan misalnya Binjei dengan Lubuk Pakam yang diarahkan untuk tidak melalui

pusat kota. Dalam kenyataannya, selain harus melayani arus menerus dan regional,

jalan ini harus pula melayani pergerakan lokal dan internal lokal kota. Pada kedua sisi

koridor jalan tersebut saat ini telah bermunculan kegiatan-kegiatan komersial, serta

munculnya permukiman disisi sepanjang jalan tanpa melihat peraturan yang berlaku

dan dapat mengganggu keamanan dan kenyamanan bagi pengguna jalan. Selanjutnya

dapat dilihat peta lokasi penelitian pada (Gambar 3.1).

Universitas Sumatera Utara


166

KOTA MEDAN

Titik Lokasi Studi

Jalan Ngumban Surbakti

Gambar 3.1 Peta wilayah studi


Sumber: Pemko Medan

Universitas Sumatera Utara


167

Jalan Ngumban Surbakti

Gambar 3.2 Peta Kondisi Wilayah Studi


Sumber: Download Peta Lokasi Jalan Ngumban Surbakti Tahun 2010 (Cad).

3.2 Pendekatan Studi

Penelitian ini dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Tahapan persiapan penelitian yaitu dengan melakukan studi kepustakaan

dan penyusunan usulan penelitian.

2. Melakukan pengamatan awal terhadap jenis kendaraan yang melewati

pada ruas jalan tersebut.

3. Melakukan pencacahan volume lalulintas (traffic cound) pada titik-titik

akses kenderaan yang lewat pada ruas jalan Ngumban Surbakti Medan,

pencacahan tersebut dilakukan dengan perkiraan waktu-waktu puncak

tertentu sebagai berikut:

a. Pagi hari: 06.30 - 09.30 Wib

b. Siang : 11.30 - 14.30 Wib

Universitas Sumatera Utara


168

c. Sore: 15.30 - 18.30 Wib

dan dilakukan pada hari-hari yang mewakili keadaan satu minggu,

yaitu pada awal, tengah dan akhir minggu.

4. Pencacahan volume kendaraan dilakukan bersamaan dengan pencacahan

data hambatan samping.

5. Membuat suatu kompilasi data dan analisis data untuk wilayah studi

tentang kecepatan, derajat kejenuhan, hambatan samping, kecepatan

waktu dan waktu tempuh. Proses ini dilakukan untuk memprediksi

pengaruh pertumbuhan permukiman terhadap kinerja ruas jalan

Ngumban Surbakti.

3.3 Data yang dibutuhkan

Data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah:

1. Data primer, berupa:

a. Data fisik (geometric) jalan Ngumban Surbakti Medan yang

dilakukan dengan melakukan pengukuran langsung menggunakan

pita ukur.

b. Data volume lalulintas jalan Ngumban Surbakti Medan, yang

didapatkan melalui pencacahan volume lalulintas (traffic cound) di

jalan tersebut. Pelaksanaan pencacahan volume lalulintas (traffic

cound) dilakukan secara manual dengan menghitung setiap kendaraan

yang melewati pos-pos survey yang ditentukan dan dicatat pada

Universitas Sumatera Utara


169

formulir yang telah disediakan. Pencatatan volume kendaraan

dilakukan berdasarkan komposisi kendaraan dan waktu per 30 menit.

2. Data sekunder, berupa:

a. Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) tahun 2005, yang

didapat dari instansi yang terkait.

b. Data-data peta kawasan daerah studi.

3.4 Penentuan Variabel

Variabel yang digunakan dalam analisis kinerja ruas jalan Ngumban Surbakti

disebabkan akibat pertumbuhan lalu lintas adalah sebagai berikut:

3.4.1 Variabel yang berkaitan dengan Kapasitas

Variabel atau faktor yang berkaitan dengan kapasitas pada penelitian ini

adalah sebagai berikut ini;

1. Tipe jalan, berkaitan dengan jumlah lajur jalan, jumlah arah maupun

pembagian lajur.

2. Hambatan samping, berkaitan dengan penggunaan lahan disekitar ruas

jalan, berupa permukiman , daerah industri, niaga atau pasar.

3. Penggunaan kereb sebagai batas jalur lalu lintas dengan trotoar.

4. Pemisahan arah dan komposisi lalu lintas, berkaitan dengan pengaruh

terhadap besar kapasitas ruas jalan.

3.4.2 Variabel yang Berkaitan dengan Tingkat Pelayanan

Tingkat pelayanan dipengaruhi oleh nilai kapasitas jalan, volume/arus lalu

Universitas Sumatera Utara


170

lintas yang tertampung pada ruas jalan tersebut, waktu tempuh, serta kecepatan yang

dapat digunakan. Variabel atau faktor yang mempengaruhi tingkat pelayanan jalan

adalah sebagai berikut ini:

1. Kondisi geometric jalan, meliputi lebar jalur, lebar bahu efektif,

penampang jalan dan tipe alinyemen.

2. Fasilitas jalan, meliputi marka jalan, rambu lalu lintas dan hambatan

samping berupa kerb, dan median.

3. Klasifikasi jalan, yaitu kelas jalan, fungsi jalan serta jumlah dan arah

lajur jalan.

4. Klasifikasi kendaraan, yaitu kendaraan diklasifikasikan menurut jenisnya,

kemudian diekivalensikan dengan satuan mobil penumpang (smp).

5. Kondisi pengaturan lalu lintas, meliputi batas kecepatan, pembatasan

parkir, pembatasan berhenti, pejalan kaki, dan kendaraan keluar masuk.

3.4.3 Variabel yang Berkaitan dengan Pertumbuhan Lalu Lintas

Beberapa variabel atau faktor yang berkaitan dengan pengaruh terhadap

pertumbuhan lalu lintas suatu daerah adalah sebagai berikut ini:

1. Faktor pendukung, yang berkaitan dengan penelitian ini adalah

bertambahnya jumlah penduduk beserta angka pertumbuhannya.

Pertumbuhan penduduk berpengaruh terhadap perkembangan social

ekonomi daerah tersebut, perkembangan penggunaan lahan serta besar

arus lalu lintas yang mungkin terjadi.

Universitas Sumatera Utara


171

2. Faktor sosial ekonomi, yang diasumsikan terhadap jumlah kepemilikan

kendaraan beserta angka pertumbuhannya. Pertumbuhan kepemilikan

kendaraan akan berkaitan besar terhadap lalu lintas pada ruas jalan yang

diteliti.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan dan informasi yang didapat merupakan

kegiatan yang langsung dilaksanakan dilapangan karena kegiatan pada jalan itu

sendiri melekat dan menyatu dengan aktivitas harian masyarakat. Oleh karena itu,

penulis menggunakan metode survey perhitungan arus lalu lintas (traffic

Counting) dalam pengumpulan data.

Metode survei perhitungan lalu lintas dilakukan dengan cara menghitung

jumlah lalu lintas kendaraan yang lewat di depan pos survei pada suatu ruas jalan

yang sudah ditetapkan, dengan asal lalu lintas dan arah tujuan diabaikan (Miro,2002).

3.6 Pengambilan Data

Pengambilan data dilakukan langsung di lapangan dimana lokasi penelitian

dilakukan, meliputi:

3.6.1 Pengukuran Geometrik Jalan

Pengukuran geometrik jalan dilakukan pada malam hari. Karena malam hari

arus lalu lintas tidak sepadat arus lalu lintas disiang hari, dan agak tidak mengganggu

arus lalu lintas yang melintas. Pengukuran ini eliputo pengukuran panjang ruas jalan

dan lebar jalan.

Universitas Sumatera Utara


172

3.6.2 Pencatatan Volume Lalu Lintas

Pencacahan volume lalu lintas (traffic count) dilakukan untuk mendapatkan

fluktuasi arus lalu lintas pada jam-jam puncak. Pelaksanaan pencacahan volume lalu

lintas (traffic count) dilaksanakan pada beberapa hari yang berbeda, yang

menggambarkan keadaan lalu lintas pada awal minggu, dan akhir minggu selama 3

(tiga) hari pada hari Sabtu, Minggu dan Senin dengan waktu sebagai berikut:

a. Pagi : 06.30 - 09.30 Wib

b. Siang: 11.30 - 14.30 Wib

c. Sore : 15.30 - 18.30 Wib

Pelaksanaan pencacahan volume lalu lintas (traffic count) secara manual

dengan menghitung setiap kendaraan yang lewat pos-pos survey yang ditentukan dan

dicatat pada formulir yang telah disediakan. Pencatatan volume kendaraan dilakukan

per 15 menit dan disesuaikan dengan jenis kendaraan sebagai berikut:

1. Kendaraan ringan (Light Vehicle/LV); termasuk mobil penumpang, mini

bus, pick up, truk kecil dan jeep.

2. Kenderaan berat (Heavy Vehicle/HV); termasuk truk dan bus.

3. Sepeda Motor (Motor cycle/MC).

Dan pencacahan volume hambatan samping dengan kategori data dan unsur

yang diambil sebagai berikut;

a. Pejalan kaki, (PED/ Pendestrian).

b. Kenderaan parker, (PSV/Parking and slow vehicle).

c. Kendaraan keluar masuk, (EEV/Exit and entry vehicle).

Universitas Sumatera Utara


173

d. Kendaraan lambat, (SMV/Slow moving vehicle).

3.6.3. Pengukuran Kecepatan Kendaraan

Pengukuran kecepatan kendaran dilakukan untuk mengetahui kecepatan rata-

rata kendaraan yang melewati sepanjang jalan Ngumban Surbakti. Pengukuran

dilakukan dengan cara peneliti berada pada kendaraan yang bergerak mengikuti

kendaraan lain yang sedang bergerak juga (car following). Pengukuran kecepatan

ruang rata-rata (speed mean speed). Kecepatan ini termasuk kendaraan berhenti dan

adanya perlambatan. Kecepatan yang diambil adalah kecepatan kendaraan ringan

karena kendaraan ringan memiliki nilai smp = 1.

Kecepatan kendaraan dapat dihitung melalui persamaan berikut:

V = L/T ……………….…………………………………….…….….. (3.1)

Dimana:

V = Kecepatan perjalanan (m/detik)

L = Jarak perjalanan (m)

T = Waktu tempuh (detik).

3.6.4 Pengukuran Hambatan Samping

Pengukuran hambatan samping dilaksanakan bersamaan dengan pencatatan

volume lalu lintas. Cara pengisian formulir penelitian adalah dengan memasukkan

hasil pengamatan mengenai frekuensi kejadian hambatan samping per jam 200 meter

pada kedua sisi segmen yang diamati, meliputi jumlah pejalan kaki atau menyebrang

(bobot=0,5), jumlah kendaraan berhenti/parkir (bobot=0,1), jumlah kendaraan yang

Universitas Sumatera Utara


174

masuk dan keluar ke/dari lahan samping dan sisi jalan (bobot=0,7), dan arus

kendaraan lambat (bobot=0,4). Selanjutnya frekuensi kejadian dikalikan dengan

faktor berbobot kejadian per jam per 200 meter, untuk kemudian dapat ditentukan

kelas hambatan samping berdasarkan jumlah kejadian berbobot, termasuk semua tipe

kejadian.

3.7 Analisis Data

Setelah yang diperlukan cukup, maka akan dilakukan analisis dengan

menggunakan data yang diperoleh di lapangan dan menggunakan formulir yang

ada pada landasan teori.

3.7.1 Analisis Kinerja

Untuk melakukan analisis data pada penelitian ini menggunakan metode yang

didasarkan pada Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 (MKJI, 1997) untuk jalan

perkotaan. Analisis dilakukan terhadap kinerja jalan (kapasitas, hambatan samping,

derajat kejenuhan, kecepatan tempuh dan waktu tempuh).

3.7.2 Analisis Volume Arus Lalu Lintas

Analisis arus lalu lintas kondisi saat ini (existing) dilakukan untuk

mendapatkan prediksi arus volume lalu lintas total. Prediksi arus lalu lintas pada saat

sekarang ini dan sejauh mana kondisi ruas jalan/tingkat pelayanan jalan dalam

perhitungan kapasitas dan tingkat kinerja ruas jalan pada titik akses lokasi studi pada

jalan Ngumban Surbakti Medan.

Universitas Sumatera Utara


175

BAB IV
PERKEMBANGAN DAERAH PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Wilayah Studi

Medan, sebagai kota terbesar ketiga di Indonesia, mengalami perkembangan

yang cukup pesat bila dibandingkan dengan kota-kota lainnya. Dalam skala regional,

Medan berperan sebagai pusat koleksi dan distribusi bagi daerah belakangnya, yang

meliputi propinsi Sumatera Utara dan propinsi Nanggroh Aceh Darussalam (NAD).

Sedangkan dalam skala nasional, Medan merupakan titik simpul kegiatan

distribusi bagi wilayah Indonesia bagian barat. Dalam skala Internasional, Medan

menjadi bagian dari segi tiga pertumbuhan IMT-GT (Indonesia – Malaysia –

Thailand Growth Triangle). Peran-peran tersebut terutama mendapat dukungan dari

pelayanan sector transportasi yang cukup lengkap, baik transportasi darat (jalan raya

dan jalan kereta api), laut (Pelabuahn Belawan), dan Udara (Bandar Udara Polonia).

Dengan peran yang demikian, maka tuntutan terhadap peningkatan aktifitas

kota menjadi semakin meningkat. Implikasi dari tuntutan tersebut, dalam konteks tata

ruang, adalah meningkatnya kebutuhan terhadap lahan, terutama untuk kegiatan

perkotaan (Perumahan, perdagangan dan industry). Pertumbuhan fisik kota Medan

berkembang secara linier di sepanjang jaringan jalan utama (ribbon development)

dan pola pemamfaatan lahannya bersipat campuran (mixed land use). Hal ini

mengindikasikan kecenderungan perkembangan pemamfaatan lahan yang bersifat

ekstensif yang ditunjukan oleh semakin berkembangnya system aktifitas di daerah

Universitas Sumatera Utara


176

pinggiran kota pada akses-akses pintu masuk Kota Medan (Mulia, 2001).

Bila melihat implikasi spasial yang demikian, maka pelayanan transportasi

sebagai salah satu elemen kota, menjadi penting selaku permintaan turunan untuk

melayani interaksi yang terjadi dari perkembangan sistem kegiatan. Dalam hal ini

pembangunan jalan Ngumban Surbakti memegang peranan penting terutama untuk

mendukung peranan Kota Medan dalam skala regional.

Jalan Ngumban Surbakti merupakan bagian dari jalan lingkar luar (outer ring

road) kota Medan, yang berfungsi sebagai jalan arteri primer dan merupakan jalan

alternatif bagi pergerakkan lalulintas yang diarahkan untuk tidak melalui pusat kota.

Dalam kenyataannya, selain harus malayani arus menerus dan regional, jalan ini

harus pula melayani pergerakan lokal dan internal lokal. Pada kedua sisi koridor jalan

tersebut saat ini telah bermunculan kegiatan-kegiatan komersial, serta munculnya

permukiman di jalan Ngumban Surbakti tersebut. Lokasi studi jalan Ngumban

Surbakti dan permukiman pada daerah jalan tersebut diperlihatkan pada (Gambar,

4.1).

Universitas Sumatera Utara


11

KOTA MEDAN

Jalan Ngumban Surbakti Medan

Gambar 4.1 Peta Lokasi Penelitian


Sumber: Pemko Medan

Universitas Sumatera Utara


81

Lokasi Survei Jln Ngumban Surbakti


Kota Medan
Panjang Segmen Jalan 6 500 meter

Persimpangan Jalan Bunga Raya/Psr VI

Persimpangan Jalan Raya Sunggal

Gambar: 4.2 Download Peta Lokasi Studi Tahun 2010


Sumber: Google 2010

Universitas Sumatera Utara


11

Pos, 1 Pos, 2 Pos, 3

Gambar: 4.2a Cad Hasil Download Peta Lokasi Survei di Segmen Jalan Ngumban Surbakti Medan
Sumber: Google 2010

Universitas Sumatera Utara


11

Gambar 4.3 Karakteristik kondisi lokasi studi di segmen jalan


Sumber: Dokumen Pribadi

Universitas Sumatera Utara


12

4.2 Karakteristik Perkembangan Kota Medan

Pola perkembangan Kota Medan secara keseluruhan juga akan mempengaruhi

kecepatan dan arah perkembangan wilayah ke daerah pinggiran. Kota Medan terbagi

menjadi 5 bagian Wilayah Pengembangan Pembangunan (WPP). Dalam

Perkembangan Kota Medan, terdapat beberapa tahap perkembangan fisik dari tahun

1862 hingga tahun 1992. Sejak tahun 1862 terlihat adanya dua kutub pertumbuhan,

yaitu daerah perlabuhan laut Belawan dan daerah pusat Kota Medan sekarang, yang

berhubungan dengan pasar ikan, tetapi saat ini telah berubah fungsi menjadi pasar

kain serta daerah perkantoran dan perdagangan kota.

Hingga tahun 1945, pertumbuhan masih beroriantasi pada pusat kegiatan di

atas. Sementara itu pusat kota berkembang kearah Kelurahan Kesawan, Kelurahan

Silalas, Kelurahan Petisah dan Kelurahan Petisah Tengah, Sampai tahun 1972, terjadi

perkembangan kearah timur dan selatan, perkembangan tersebut masih bersifat

konsentris dan masih terbatas pada areal yang tidak terkena banjir. Daerah Belawan

mengalami perkembangan kearah selatan.

Pada tahun 1980 memperlihatkan adanya perkembangan besar-besaran.

Daerah terbangun di Belawan berkembang lebih dari dua kali. Pusat kota meluas

dengan cepat kearah barat, selatan, dan timur meliputi lahan dengan luas ± 3.375 ha

sampai dengan 1992, kecenderungan pertumbuhan Kota Medan adalah:

a. Kearah barat seluas ± 3.638.86 ha (Kecamatan Medan Helvetia,

Kecamatan Medan Sunggal, Kecamatan Medan Selayang, Kecamatan

Medan Petisah, dan Kecamatan Medan Baru).

Universitas Sumatera Utara


13

b. Kearah selatan seluas 6845.33 ha (Kecamatan Medan Tuntungan,

Kecamatan Medan Johor, Kecamatan Medan Amplas, dan Kecamatan

Medan Sunggal).

c. Kearah Timur seluas 62.515,93 ha (Kecamatan Medan Timur, Kecamatan

Medan Tembung, dan Kecamatan Medan Kota).

Perkembangan Kota Medan yang pesat pada tahun 1992 ke arah Timur,

Selatan dan Kearah Barat kota, terutama terjadi dipusat kota. Sementara itu bagian

Utara kota relative kurang berkembang. Berdasarkan sejarah umur dan kepadatan

bangunan dan lingkungan, unsur-unsur lingkungan kota yang menjadi daya tarik,

serta kendala-kendala fisik. Diduga perkembangan fisik Kota Medan bermula dari

Kecamatan Medan Kota, Kecamatan Medan Maimun, Kecamatan Medan Polonia,

Kecamatan Medan Baru dan Kecamatan Medan Johor yang merupakan daerah pusat

kota sekarang.

Perkembangan selanjutnya secara linier mengikuti jalur kegiatan

pengangkutan regional Medan – Binjai (Kearah Barat) dan jalur kegiatan regional

Medan – Tebing Tinggi (Kearah Timur). Tarikan perkembangan kearah Barat dan ke

arah Timur ini sangat kuat sejalan dengan peningkatan kegiatan pengangkutan di jalur

arteri primer tersebut.

Perkembangan kota yang linier ini kurang diharapkan karena, antara lain:

a. Mengganggu kelancaran lalu lintas regional,

b. bercampurnya kegiatan dan lalu lintas lokal dan regional,


c. berkembangnya sistem jaringan yang kurang efisien.

Universitas Sumatera Utara


14

Dari gambar 4.4 Stadia pertumbuhan Kota Medan di bawah ini dapat

dilihat pertumbuhan Kota Medan sejak tahun 1962 sampai dengan tahun 1990.

STADIA PERTUMBUHAN KOTA MEDAN

Gambar 4.4 Stadia pertumbuhan Kota Medan


Sumber: Rencana Umum Tata Ruang Kota Medan (RUTRK)

4.3 Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2005

Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2005 terbagi menjadi 8 zona yaitu:

1. Central Bussiness District (CBD)

2. Pusat Kota

Universitas Sumatera Utara


15

3. Kawasan Pelabuhan

4. Ruang Terbuka Hijau (Green Open Space)

5. Kawasan Hijau Konservasi

6. Perumahan dan Permukiman

7. Terminal Barang dan Pergudangan

8. Kawasan Industri

Sesuai dengan fungsi yang diemban Kota Medan sebagai pusat administrasi

pemerintahan, pusat industry, pusat distribusi, pusat jasa pelayanan keuangan, pusat

komunikasi, pusat akomodasi jasa, kepariwisataan, dan pusat perdagangan Regional

dan Internasional, maka untuk memantapkan pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut,

studi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Medan menetapkan adanya

satuan-satuan wilayah pengembangan pembangunan.

Pembentukan satuan-satuan wilayah pembangunan tersebut didasarkan pada

hasil analisis terhadap kondisi pembangunan yang dicapai, baik kondisi fisik,

ekonomi maupun sosial budaya. Dari hasil analisis tersebut diketahui bahwa laju

pertumbuhan disetiap sektor atau wilayah ternyata belum merata, sehingga perlu

upaya untuk meratakan laju pertumbuhan di setiap wilayah pengembangan

pembangunan (WPP). Pembangunan di setiap sektor atau wilayah akan dapat di

optimalkan apabila perwilayahan Kota Medan disesuaikan menjadi lima wilayah.

Wilayah Pengembangan Pembangunan (WPP) yaitu:

a. WPP A, meliputi tiga kecamatan yaitu: Kecamatan Medan Belawan.

Kecamtatan Medan Marelan, dan Kecamatan Medan Labuhan, dengan

Universitas Sumatera Utara


16

pusat pengembangan di Kota Belawan Medan. Peruntukkannya adalah

pelabuhan, industri, permukiman, rekreasi maritime, dan usaha kegiatan

pembangunan jalan baru, jaringan air minum, septiktank, sarana

pendidikan.

b. WPPB, meliputi suatu kecamatan yaitu: Kecamatan Medan Deli, dengan

pusat pengembangan di Tanjung Mulia Medan.Peruntukkannya sebagai

kawasan perkantoran, perdagangan, rekreasi indoor, dan permukiman,

dengan program kegiatan pembangunan jalan baru, jaringan air minum,

pembuangan sampah dan sarana pendidikan.

c. WPP C, meliputi enam kecamatan yaitu: Kecamatan Medan Timur,

Kecamatan Medan Perjuangan, Kecamatan Medan Tembung, Kecamatan

Medan area, Kecamatan Medan Denai, dan Kecamatan Medan Amplas,

dengan pusat pengembangan di Aksara Medan. Peruntukkan Wilayah

adalah permukiman, perdagangan dan rekreasi, dengan program kegiatan

pembangunan sambungan air minum, septiktank, jalan baru, rumah

permanen, sarana pendidikan dan kesehatan.

d. WPP D, meliputi lima kecamatan yaitu: Kecamatan Medan Johor,

Kecamatan Medan Baru, Kecamatan Medan Kota, Kecematan Medan

Maimoon, dan Kecamatan Medan Polonia, dengan pusat pengembangan

di inti Kota Medan. Peruntukkan kawasan adalah perdagangan,

perkantoran, rekreasi indoor, dan permukiman, dengan program kegiatan

pembangunan perumahan permanen, penanganan sampah dan sarana

Universitas Sumatera Utara


17

pendidikan.

e. WPPE, meliputi enam kecamatan yaitu: Kecamatan Medan Barat,

Kecamatan Medan Helvetia, Kecamatan Medan Petisah, Kecamatan

Medan Sunggal, Kecamatan Medan Selayang, dan Kecamatan Medan

Tuntungan, dengan pusat pengembangan di sei sikambing Medan.

Peruntukkan Wilayahnya adalah permukiman, perdagangan dan rekreasi,

dengan program kegiatan sambungan air minum, septictank, jalan baru, rumah

permanen, sarana pendidikan dan kesehatan. Berdasarkan Rencana Tata Ruang

Wilayah (RTRW) Kota Medan, perkembangan Kota Medan akan diarahkan ke bagian

Utara, Timur, Barat, dengan pertimbangan bahwa: (1) daerah bagian Utara masih

cukup luas wilayahnya yang belum termamfaatkan, (2) bagian utara bukan lagi

daerah yang rawan banjir dengan adanya pengendalian banjir, (3) bagian selatan

merupakan daerah konservasi sehingga perkembangan pembangunannya akan

dibatasi, dengan menerapkan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) seminimal mungkin.

Peta Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2005 dan Peta Wilayah

Mebidang dapat dilihat pada (Gambar 4.5 dan 4.6).

Universitas Sumatera Utara


18

Gambar 4.5 RUTRK Kota Medan Tahun 2005


Sumber: RUTRK Thn 2005

Universitas Sumatera Utara


19

KOTA MEDAN Gambar : 3.7


STRUKTUR KOTA MEDAN
Sub Pusat A (100 Ha) TAHUN 2005
Perumahan Nelayan (170 Ha)

MEDAN KOTA BELAWAN


Water Front Industri (33 Ha) KETERANGAN

Batas Kota
Kawasan Industri Baru Medan (175 Ha)
Batas Kecamatan

Lamhotma (650 Ha) Jalan Aspal

Jalan Kereta Api


TPA Kampung Terjun (100 Ha)

Sungai

MEDAN MARELAN MEDAN LABUHAN Jalan Lingkar

Industri

Water Front

Pasar

Pergudangan

Perumahan Nelayan

Terminal
Kawasan Industri Medan (167-370 Ha)
Tempat Pembuangan
Akhir Sampah (TPA)
MEDAN DELI
Taman Makam
Pergudangan Pemda (15 - 200 Ha)

Sub Pusat Kota

SKALA : 1 : 130.000
Tower TVRI
0 1 2 Cm

Tower TVRI 0 1300 2600 M

MEDAN BARAT

MEDAN HELVETIA MEDAN PERJUANGAN


Ke
Bin MEDAN TEMBUNG
jai

MEDAN TIMUR

Ke Tembung
MEDAN PETISAH MEDAN TEMBUNG

MEDAN SUNGGAL

MEDAN AREA
Terminal Tuntungan MEDAN MAIMUN
MEDAN DENAI

MEDAN
MEDAN BARU

MEDAN POLONIA
MEDAN SELAYANG

MEDAN AMPLAS M E B I D ANG

MEDAN JOHOR
Ke Lubuk Pakam
MEDAN TUNTUNGAN

SUMBER : BPN. KOTA MEDAN


TPA Namo Bintang
he
Ja
n
ba
Ka
Ke

Gambar 4.6 Mebidang Propinsi Sumatera Utara


Sumber: BPN Kota Medan
4.4 Perubahan Penggunaan Lahan Kota Medan

Universitas Sumatera Utara


20

Dinamika suatu kota antara lain dapat diartikan dengan adanya perubahan

penggunaan lahan atau pemamfaatan lahan. Perubahan penggunaan lahan disertai

dengan perubahan infrastruktur penduduknya merupakan salah satu indicator

pertumbuhan kota. Terjadi investasi suatu kota akan memerlukan banyak ruang dan

ini merupakan salah satu indikasi dinamika perubahan pemamfaatan lahan. Adapun

kegiatan yang banyak memerlukan lahan untuk pengembangan adalah investasi

bidang perumahan, pendidikan, perdagangan dan jasa merupakan kegiatan yang

mempercepat perkembangan ekonomi kota. Kondisi demikian bila dilihat dari aspek

lokasi, diperlukan suatu kawasan yang strategis dan perlu didukung oleh jaringan

jalan dan prasarana lainnya.

Chpin (1979) mengklasifikasikan penggunaan lahan perkotaan ke dalam lima

kategori yaitu; (1) untuk permukiman, (2) untuk perdagangan dan jasa, (3) untuk

industry, (4) untuk transportasi, komunikasi dan utilitas, (5) untuk pelayanan umum

dan kelembagaan. Sedangkan penggunaan lahan di Kota Medan, berdasarkan data

sekunder yang diperoleh Kantor Statistik Kota Medan dan Kantor Pertanahan

Nasional (BPN) Kota Medan, penggunaan lahan di Kota Medan dan disepanjang

jalan ring road secara garis besar dapat digolongkan atas penggunaan lahan untuk;

1) permukiman, 2) fasilitas umum dan kelembagaan, 3) jasa dan perdagangan, 4) dan

lain-lainnya.

Dapat dilihat pada tabel dibawah ini sesuai dengan tempat dan lokasi studi

tentang Penggunaan Lahan Kecamatan Medan Selayang pada tahun 1989-1999.

Tabel dibawah ini Penggunaan Lahan Kecamatan Medan Selayang pada tahun

Universitas Sumatera Utara


21

1989-1999.

Tabel 4.1 Penggunaan Lahan Kecamatan Medan Selayang Pada Tahun 1989
1989
No. Keterangan Luas %
1 Permukiman 2563261 20,01
2 Tanah untuk jasa 222894 1,74
3 Pertanian 7461644 58,25
4 Tanah kosong dan lain-lain 2562181 20,00
Luas 12810000 100,00
Sumber: Hasil Analisa Data Primer

Tabel 4.2 Penggunaan Lahan Kecamatan Medan Selayang Pada Tahun 1993
1989
No. Keterangan Luas %
1 Permukiman 3416406 26,67
2 Tanah untuk jasa 222894 1,74
3 Pertanian 6764982 58,81
4 Tanah kosong dan lain-lain 2405718 18,78
Luas 12810000 100,00
Sumber: Hasil Analisa Data Primer

Tabel 4.3 Penggunaan Lahan Kecamatan Medan Selayang Pada Tahun 1995
1989
No. Keterangan Luas %
1 Permukiman 2563261 20,01
2 Tanah untuk jasa 222894 1,74
3 Pertanian 7461644 58,25
4 Tanah kosong dan lain-lain 2562181 20,00
Luas 12810000 100,00
Sumber: Hasil Analisa Data Primer
Tabel 4.4 Penggunaan Lahan Kecamatan Medan Selayang Pada Tahun 1999
1989

Universitas Sumatera Utara


22

No. Keterangan Luas %


1 Permukiman 2563261 20,01
2 Tanah untuk jasa 222894 1,74
3 Pertanian 7461644 58,25
4 Tanah kosong dan lain-lain 2562181 20,00
Luas 12810000 100,00
Sumber: Hasil Analisa Data Primer

Dari data tersebut perubahan penggunaan lahan yang terjadi khusus untuk

pada Kecamatan Medan Selayang Kota Medan dari tahun 1989 sampai dengan tahun

1999, lebih didominasi perubahan dari lahan kosong/petanian menjadi lahan untuk

permukiman atau fasilitas umum dan kelembagaan. Adapun frekuensi penggunaan

lahan untuk Kota Medan meliputi tiga Kecamatan yaitu Kecamatan Medan Amplas,

Kecamatan Medan Johor dan Kecamatan Medan Selayang, masing-masing kegiatan

selama 4 periode waktu yang dimulai dari tahun 1989 (sebelum dibangun jalan

lingkar luar) dan setelah dibangunnya jalan lingkar luar tahun 1993 hingga tahun

1999 dapat diuraikan khusus untuk penggunaan lahan pada Kecamatan Medan

selayang Kota Medan dalam kegiatan 4 periode yaitu sebagai berikut:

1. Penggunaan lahan pada tahun 1989 wilayah Kota Medan yang sebelum

dilalui oleh pembangunan jalan lingkar luar (outer ring road) khusus

untuk Kecamatan Medan Selayang, contohnya lahan terbangun di

Kecamatan Medan Selayang yaitu sebesar 278,81 ha (21,75 %) meliputi

meliputi penggunaan lahan untuk permukiman sebesar 256,33 ha

(20,01%), untuk jasa sebesar 22,29 ha (1,74 %), sedangkan lahan yang

belum terbangun adalah sebesar1002,38 ha (78,25 %) meliputi tanah

Universitas Sumatera Utara


23

kosong sebesar 256,22 ha (20,00 %) dan pertanian sebesar 746,16 ha

(58,25 %). Sementara itu jumlah penduduk Kota Medan pada tahun 1989

adalah sebesar 1.692.865 jiwa, kepadatan penduduk 63,86 jiwa/ha dengan

PDRB sebesar 2.241.714 juta.

2. Penggunaan lahan pada tahun 1993 wilayah Kota Medan yang dilalui

oleh pembangunan ring road adalah untuk Kecamatan Medan Selayang,

contohnya lahan terbangun di Kecamatan Medan Selayang yaitu sebesar

363,93 ha (28,41 %) meliputi penggunaan lahan untuk permukiman

sebesar 341,64 ha (26,67 %), untuk jasa sebesar 22,29 ha (1,74 %)

sedangkan lahan yang belum terbangun adalah sebesar 917,07 ha

(71,59%) meliputi tanh kosong sebesar 240,57 ha (18,78 %) dan pertanian

sebesar 676,5 ha (52,81 %). Sementara itu jumlah penduduk Kota Medan

pada tahun 1993 adalah sebesar 1.842.300 jiwa, kepadatan penduduk

69,49 jiwa/ha dengan PDRB sebesar 4.382.251,46 juta.

3. Penggunaan lahan pada tahun 1995 wilayah Kota Medan yang di lalui

oleh pembangunan ring road adalah untuk Kecamatan Medan Selayang

yaitu sebesar 364,06 ha (28,42 %) meliputi penggunaan lahan untuk

permukiman sebesar 341,64 ha (26,67 %), untuk jasa sebesar 22,42 ha

(1,75 %), sedangkan lahan yang belum terbangun adalah sebesar 916,94

ha (71,58 %) meliputi tanah kosong dan pertanian. Sementara itu jumlah

penduduk Kota Medan pada tahun 1995 adalah sebesar 1.909.700 jiwa,

Universitas Sumatera Utara


24

kepadatan penduduk 74,02 jiwa/ha dengan PDRB sebesar 5.806.572,80

juta.

4. Penggunaan lahan pada tahun wilayah Kota Medan yang dilalui oleh

pembangunan ring road adalah untuk Kecamatan Medan Selayang yaitu

sebesar 643,83 ha (50,26 %) meliputi lahan untuk permukiman sebesar

387,50 ha (30,25 %) untuk jasa sebesar 256,33 ha (20,01 %), sedangkan

lahan yang belum terbangun adalah sebesar 637,17 ha 949,74 %) meliputi

tanah kosong dan pertanian. Sementara itu jumlah penduduk Kota Medan

pada tahun 1999 adalah sebesar 2.035.200 jiwa, kepadatan penduduk

76,77 jiwa/ha dengan PDRB sebesar 10.922.094,30 juta.

Penggunaan lahan di Kecamatan Medan Selayang Kota Medan tahun 1989 –

1999 dan dapat dilihat pada gambar 4.7 samapai dengan gambar 4.12 di atas, begitu

juga Penggunaan lahan pada Kecamatan Medan Selayang Kota Medan dari tahun

1989 – 1999 dan 2010 dapat dilihat gambar berikut ini:

Universitas Sumatera Utara


11

Gambar: 4.7 Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Medan Selayang Tahun 1989
Sumber: RUTRK Tahun 2005

Universitas Sumatera Utara


12

Gambar: 4.8 Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Medan Selayang Tahun 1993
Sumber: RUTRK Tahun 2005

Universitas Sumatera Utara


13

Gambar: 4.9 Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Medan Selayang Tahun 1995
Sumber: RUTRK Tahun 2005

Universitas Sumatera Utara


14

Gambar: 4.10 Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Medan Selayang Tahun 1999
Sumber: RUTRK Tahun 2005

Universitas Sumatera Utara


15

Gambar: 4.11 Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Medan Selayang Tahun 1989 sampai dengan Tahun 1999
Sumber: RUTRK Tahun 2005

Universitas Sumatera Utara


16

Gambar: 4.12 Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Medan Selyang Tahun 2010
Sumber: Upload Google (Cad) Tahun 2010

Universitas Sumatera Utara


11

4.5 Pembangunan Jaringan Jalan Kota Medan

Jaringan jalan pada dasarnya akan mempengaruhi setiap perkembangan suatu

wilayah kota, oleh karena itu jaringan jalan merupakan alat vital yang dapat

mempengaruhi kondisi yang dimiliki oleh wilayah, baik itu penduduk, maupun

pemamfaatan lahan, maka pembangunan jaringan jalan dapat digunakan untuk

menentukan perkembangan suatu kota.

Pelaksanaan pembangunan jaringan jalan di Kota Medan yang dilaksanakan

oleh Pemerintah Kota Medan dan Pemerintah Propinsi Sumatera Utara, bertujuan

untuk meningkatkan aksesibilitas kegiatan penduduk seperti kegiatan ekonomi, jasa,

perdagangan dan lain sebagainya, juga merupakan konsekwensi dan kebijaksanaan

serta tanggung jawab Pemerintah Kota Medan didalam pembangunan pada umumnya

dan khususnya jaringan jalan kota.

4.5.1 Pola Perkembangan Jaringan jalan

Berkaitan dengan kedudukan fungsional Kota Medan sebagai pusat utama

wilayah, maka perkembangan jaringan jalan ini terkait dengan sistem regional (sistem

primer) dan sistem internal dalam kota itu sendiri (sistem sekunder) dengan mengacu

kepada undang-undang nomor 13/1980, Peraturan Pemerintah nomor 26/1985 tentang

jalan, serta keputusan Menteri Perhubungan Nomor 15/1997 Tentang Tranportasi

Nasional (SISTRANAS) selanjutnya dikemukakan pola dan fungsi jalan yaitu:

1. Sistem Primer

Pola utama jaringan jalan di wilayah Kota Medan dan sekitarnya adalah

Universitas Sumatera Utara


12

perpaduan antara pola grid dan pola radial dan melingkar. Dengan pola

grid untuk jaringan jalan berada dalam kota dan pola radial untuk

jaringan jalan keluar/masuk Kota Medan dapat diidentifikasikan sistem

primer, yaitu:

a. Arteri primer

1. Jalan Medan - Deli Tua, kearah selatan kota Medan yang

seterusnya menghubungkan ke kota-kota utama: Deli Tua,

Patumbak, Kabupaten Deli Serdang dan Lainnya.

2. Jalan Medan – Pancur Batu, Kearah Barat Daya Kota Medan

yang seterusnya menghubungkan ke kota-kota utama: Pancur

Batu, Kabupaten Deli Serdang, Kota Berastagi, Kota Kaban

Jahe dan seterusnya.

3. Jalan Medan – Binjai, kearah barat kota medan yang seterusnya

menghubungkan ke kota-kota utama: Kabupaten Deli Serdang,

Kota Binjai, Kabupaten Langkat dan seterusnya.

4. Jalan Medan – Tanjung Morawa, kearah tenggara Kota Medan

yang seterusnya menghubungkannya ke Kota-kota utama;

Kabupaten Deli Serdang, Kota Tebing Tinggi, Kota Pematang

Siantar, tempat Wisata Danau Toba dan seterusnya.

5. Jalan Medan – Tembung, kearah Timur Kota Medan dan

seterusnya menghubungkan ke kota-kota utama: Kabupaten Deli

Serdang, Batang Kuis, Kuala Namu (Bandara Udara Internasional

Universitas Sumatera Utara


13

kota Medan) dan seterusnya.

b. Kolektor Primer

Jalan kolektor primer pada prinsipnya menghubungkan Kota

Medan dengan puast-pusat yang dibawahnya secara hirarki, yaitu

jalan-jalan didalam Kota Medan. Namun hubungan demikian

sebahagian besar telah dilayani oleh jalan arteri primer. Fungsi

kolektor primer yang tidak terintegrasi dengan arteri primer adalah

jalan yang hubungan pusat Kota Medan.

c. Pola Melingkar (Ring road)

Untuk pola melingkar di Kota Medan dan sekitarnya ada dua macam

yaitu Jaringan Jalan Lingkar Dalam (JJLD; Inner ring road) dan

Jaringan Jalan Lingkar Luar (JJLL; Outer ring road). Pembangunan

jaringan jalan lingkar dimulai pada tahun anggaran !990/1991 dan

jaringan jalan lingkar dalam selesai pada tahun 1995/1996,

sedangkan jaringan jalan lingkar luar ada visi jangka panjang berupa

jalan melingkar penuh yang menghubungkan jalan lingkar yang telah

ada. Pada tahun 2001 di mulai tahap II. Fungsi jalan lingkar (Ring

road) yang ada sekarang (Ngumban Surbakti) yaitu:

1. Jalan Lingkar Luar (Outer ring road), Kota Medan dimulai

dari Jalan Sisingamangaraja, jalan Trikora Medan –

persimpangan jalan Brigjen Katamso Medan berkisar ± 4

Universitas Sumatera Utara


14

Km telah berfungsi efektif dan terletak di dalam wilayah Kota

Medan.

2. Jalan Lingkar Luar (Outer ring road) Selatan Kota Medan (Jalan

Jenderal Abdul Haris Nasution) dimulai dari persimpangan

Jalan Brigjen Katamso Medan−persimpangan Jalan Letjen

Jamin Ginting Medan berkisar ± 6 Km telah berfungsi efektif

dan terletak di dalam wilayah Kota Medan.

3. Jalan Lingkar Luar (Outer ring road), Selatan dan Barat Kota

Medan (Jalan Bunga Sedap Malam dan Jalan Gagak Hitam),

dimulai dari persimpangan Jalan Letjen Jamin Ginting Medan –

persimpangan jalan Jenderal Gatot Subroto Medan berkisar ± 9

Km telah berfungsi dan dalam pelebaran badan jalan terletak di

dalam wilayah Kota Medan.

4. Jalan Lingkar Luar (Outer ring road) Barat Kota Medan (Jalan

Kapten Sumarsono) dimulai dari persimpangan Jalan Jenderal

Gatot Subroto Medan−persimpangan Jalan K.L Yos Sudarso

Medan berkisar ± 8,7 Km telah berfungsi dan didalam pelebaran

badan jalan terletak di dalam wilayah Kota Medan.

5. Jalan Lingkar Luar (Outer ring road) Utara Kota Medan (Jalan

Kolonel Bejo) dimulai dari persimpangan Jalan K.L Yos Sudarso

Medan−persimpangan Jalan Pancing Medan berkisar ± 5 Km

Universitas Sumatera Utara


15

telah berfungsi dan dalam pelebaran badan jalan terletak di

dalam wilayah Kota Medan.

6. Jalan Lingkar Luar (Outer ring road) Timur Kota Medan (Jalan

Selamet ketaren) di mulai dari persimpangan Jalan Pancing

Medan–persimpangan Jalan Letda Sujono Medan – Jalan Garuda

Mandala Medan proses dan ganti rugi terletak di dalam dan luar

wilayah Kota Medan.

d. Jalan Tol Belmera

Pada tahun 1986 telah dibangun prasaran jalan Tol Belmera

(Belawan−Medan−Tanjung Morawa) yang direncanakan untuk

mengalihkan sebagian arus pergerakkan menuju Medan dan Belawan

agar tidak membebani ruas jalan arteri dan ruas jalan dalam kota.

2. Sistem Sekunder

Untuk kepentingan pembentukkan struktur kota secara internal

terdapat sistem sekunder, dalam kenyataannya sebahagian besar sistem

primer menentukan bentuk struktur kota secara internal. Dengan kata

lain selain berfungsi primer juga berfungsi sekunder. Hal ini disebabkan

sebahagian besar sistem primer terletak didalam wilayah Kota Medan.

Dapat dilihat peta jaringan jalan seperti pada (Gambar 4.13).

Universitas Sumatera Utara


16

Gambar 4.13 Sketsa Hipotesis Hirarki Jalan Kota


Sumber: Direktorat Jenderal Bina Marga

4.5.2 Perkembangan Jalan Lingkar Ngumban Surbakti Kota Medan

Didalam RTRW Kota Medan tahun 1995 latar belakang pembangunan arteri

jalan lingkar Kota Medan untuk:

1. Memperlancar prasarana perhubungan darat terutama bidang sosial,

ekonomi serta pengembangan wilayah kota ke daerah pinggiran.

2. Mengurangi volume dan kepadatan lalu lintas di jalan-jalan dalam Kota

Medan.

3. Menghemat waktu tempuh untuk arus lalu lintas.

Pelaksanaan pembangunan jalan lingkar Kota Medan terdiri dari beberapa

tahapan pembangunan dikeranakan keterbatasan anggaran dan masalah pembebasan

tanah. Adapun tahapan pelaksanaan pembangunan jalan lingkar dibagi atas:

Universitas Sumatera Utara


17

1. Pembangunan tahap I

Tahap ini diawali dengan pembangunan jalan dari persimpangan jalan

Sisingamangaraja Medan sampai dengan persimpangan jalan Letjen

Jamin Ginting−Medan. Pelaksanaan pembangunan di mulai dari

pembebasan tanah pada tahun anggaran 1990/1991, dengan pelaksanaan

konstruksi tahun 1991/1992 sepanjang ± 10 Km, dengan kelas II A atau

kecepatan kenderaan 60 Km/jam (DPU, 1990).

Secara administrasi pembangunan jalan lingkar luar (outer ring road)

Kota Medan Tahap I di Kecamatan Medan Amplas, dimulai dari Jalan

Sisingamangaraja dan Jalan Tri Kora Medan sampai dengan

persimpangan Jalan Brigjen Katamso Medan berkisar/± 4 Km telah

berfungsi efektif, ruas jalan ini sebagian besar dulunya jalan besar/kecil

dan sebahagiannya lahan kosong/kebun dan perumahan masyarakat.

Dan di Kecamatan Medan johor dari persimpangan Jalan Brigjen

Katamso Medan (Jalan Jenderal Besar Abdul Harris Nasution) sampai

dengan persimpangan Jalan Letjen Jamin Ginting Medan berkisar ± 6 Km

telah berfungsi efektif, ruas jalan ini dulunya jalan kecil dan sebahagian

kebun. Serta di Kecamatan Medan Selayang dari persimpangan Jalan

Letjen Jamin Ginting sampai dengan Jalan Bunga Sedap Malam berkisar

± 1 km telah berfungsi efektif, ruas jalan ini dulunya jalan kecil dan

sawah. Peta bentuk jalan dari Sisingamangaraja sampai ke prapatan jln,

Universitas Sumatera Utara


18

Setia Budi/Bunga Sedap Malam dapat dilihat pada (Gambar 4.14).

Prapatan Jln. Setia Budi


Ke Binjei Jln. Ngumban Surbakti/Bunga sedap malan

Jalan Tol

Ke Lubuk Pakam
Prapatan Jln.Sisingamanaraja dan
Jln. Abdul Haris Nasution

Gambar 4.14 Peta situasi/lokasi jalan tahap pembangunan I


Sumber: Pemko Kota Medan

Universitas Sumatera Utara


19

2. Pembangunan Tahap II

Melintasi di Kecamatan Medan sampai dengan persimpangan Jalan dan

Kecamatan Medan Sunggal dimulai dari jalan Gagak Hitam sampai dengan

persimpangan Jalan Jenderal Gatot subroto Medan berkisar ± 9 Km telah

berfungsi dan dalam pelebaran badan jalan ini sebagian besar dulunya kecil

dan sebahagiannya lahan kosong/kebun dan perumahan masyarakat. Dan yang

melintasi Kecamatan Medan Helvetia, Kecamatan Medan Barat dan

Kecamatan Medan Tembung dimulai dari persimpangan Jalan Jenderal Gatot

Subroto Medan (Jalan Kapten Sumarsono) – persimpangan Jalan K.L Yos

Sudarso Medan (Jalan Kolonel Bejo) – persimpangan jalan Pancing Medan

berkisar ± 5 Km telah berfungsi aktif dan dalam pelebaran badan jalan.

Serta melintasi Kecamatan Medan Tembung, Kecamatan Medan Denai dan

Kecamatan Medan Amplas, persimpangan Jalan Pancing Medan (Jalan

Selamet Ketaren) – persimpangan Jalan Letda Sujono Medan – Jalan Garuda

Mandala Medan dan terus persimpangan jalan Sisingamangaraja Medan

sedang dalam proses pembebasan tanah dengan ganti rugi, peta lokasi jalan

dari prapatan jalan setia budi sampai dengan jalan Gatot Subroto Medan dapat

dilihat pada (Gambar 4.15).

Universitas Sumatera Utara


20

Prapatan Jln.Gatot Subroto


Jln. Ngumban Surbakti Medan

Ke Binjei

Prapatan Jln. Setia Budi


/Ngumban Surbakti Medan

Gambar 4.15 Peta situasi lokasi jalan tahap pembangunan II


Sumber: Pemko Kota Medan

Universitas Sumatera Utara


21

Pada peta berikut ini dapat di perlihatkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota

Medan dan peta jaringan jalan Kota Medan seperti pada (Gambar 4.16 dan 4.17).

Gambar 4.16 Peta jaringan jalan Kota Medan


Sumber: RUTRK Kota Medan Tahun 2005

Universitas Sumatera Utara


22

Gambar 4.17 Peta RUTRK Kota Medan 2005


Sumber: RUTRK Kota Medan Tahun 2005

Universitas Sumatera Utara


23

BAB V
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1 Pengumpula Data

Data yang diperlukan dalam analisis adalah data primer (data lapangan) dan

data sekunder. Data primer (data lapangan) merupakan data-data yang diperoleh

langsung dari survei lapangan guna mencapai tujuan penelitian. Sedangkan data

sekunder merupakan data dikumpulkan melalui studi kepustakaan sesuai dengan

kebutuhan pada penelitian ini, berupa literatur-literatur, jurnal-jurnal hasil penelitian

yang berhubungan dengan penelitian ini atau informasi yang diperoleh dari sumber

lain yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Data sekunder biasanya berasal

dari instansi pemerintah maupun swasta, yang berupa hasil survei, misalnya, data

statistik dari Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Perhubungan Darat Sumatera Utara

dan lain-lain sebagainya.

Mengingat keterbatasan waktu dan biaya, maka survei pengumpulan data

volume lalu lintas pada ruas jalan dilaksanakan hanya selama satu minggu dimulai

pada awal bulan maret 2010, pelaksanaannya dimulai pada tanggal 6 maret 2010

sampai dengan tanggal 13 maret 2010 dengan interval waktu pengumpulan data 3 jam

arus volume tertinggi pagi (06.30-09.30), dan 3 jam siang (11.30-14.30) dan 3 jam

sore (15.30-18.30), dengan metode ikut arus lalu lintas.

5.1.1 Data Geometrik Jalan

Data fisik (geometrik) jalan adalah menggambarkan potongan 2 dimensi dari

Universitas Sumatera Utara


24

ruas jalan, yang digunakan untuk penentuan kapasitas dasar jalan. Pengukuran

dimensi komponen potongan melintang jalan dilakukan dengan menggunakan pita

meter. Data ini merupakan data primer yang didapat dari survei kondisi geometrik

jalan secara langsung. Data geometrik jalan Ngunban Surbakti Kota Medan dapat

diperlihatkan pada (gambar 5.1).

1. Kondisi Geometrik dan Fasilitas Jalan:


a. Tipe jalan : 4/2 D
b. Panjang segmen jalan : 500 meter
c. Lebar lajur : 4,00 meter
d. Lebar jalur : 11,00 meter
e. Median jalan : 2,0 meter
f. Lebar trotoar : 3,0 meter
g. Tipe alinyemen : datar
h. Marka jalan : ada
i. Rambu lalu lintas : ada
j. Jenis perkerasan : Asphalt Concrete (AC)

Gambar 5.1 Typical cross Section Jalan Ngumban Surbakti Kota Medan.
Sumber: Hasil survey 2010.
2. Lalu Lintas

Universitas Sumatera Utara


25

Komposisi lalu lintas yang melewati ruas jalan Ngumban Surbakti adalah

sebagai berikut ini:

a. Kendaraan ringan (Light Vehicle/LV), yaitu kendaraan bermotor

beroda empat dengan dua gardan berjarak 2,0 – 3,0 m (termasuk

mobil penumpang, oplet, mikro bis, pick up, truk kecil).

b. Kendaraan berat (Heavy Vehicle/HV), yaitu kendaraan bermotor dua

garden berjarak lebih dari 3,50 m, biasanya beroda lebih dari empat

(termasuk bis truk 2 as, truk 3 as dan truk kombinasi).

c. Sepeda motor (Motor Cycle/MC),

3. Hambatan samping

Hambatan samping dalam hal ini meliputi:

a. Pejalan kaki (Pedestrian = PED),

b. Parkir dan kendaraan berhenti (parking and slow vehicles = PSV),

c. Kendaraan keluar dan masuk (Exit and entry vehicles = EEV),

d. Kendaraan lambat (Slow moving vehicles = SMV).

5.1.2 Data Volume Arus lalu Lintas

Variasi lalu lintas biasanya berulang (cyclical) mungkin, harian, atau musim.

Pemilihan waktu survey yang pantas tergantung dari tujuan survey. Untuk

menggambarkan kondisi lalu lintas pada jam puncak, maka survey dilakukan pada

jam-jam sibuk seperti pagi hari yang dimulai pada pukul 06.30 wib s/d 09.30 wib,

pada siang hari pada pukul 11.30 wib s/d 14.30 wib, pada sore hari pukul 15.30 wib

s/d 18.30 wib. Survei tidak dilakukan pada saat lalu lintas dipengaruhi oleh kejadian

Universitas Sumatera Utara


26

yang tidak biasanya, seperti pada saat terjadinya kecelakaan lalu lintas, hari libur

nasional, perbaikan jalan dan bencana alam.

Untuk mendapatkan fluktuasi arus lalu lintas di ruas-ruas jalan didalam

jaringan jalan yang di tinjau idealnya dilakukan survei diseluruh ruas jalan selam satu

tahun penuh, namun ini hanya bisa dilakukan dengan alat pencacah otomatis dan

untuk menyediakan alat tersebut sangat mahal harganya dan biaya perawatan yang

sangat besar, sebagai jalan keluar survey pencacahan arus lalu lintas ini di lakukan

berdasarkan pertimbangan bahwa arus lalu lintas tidak berubah sepanjang tahun

sehingga dapat dipilih satu bulan yang ideal dalam satu tahun dan minggu yang ideal

dalam satu bulan dan hari yang ideal dalam satu minggu serta akhirnya ditetapkan

waktu yang ideal dalam satu hari.

Survei pencacahan lalu lintas manual dilakukan dengan menghitung setiap

kendaraan yang melewati pos-pos survey yang telah ditentukan dan dicatat dalam

formulir yang sudah disediakan. Pengisian formulir disesuaikan dengan klasifikasi

kendaraan dengan interval waktu setiap 15 menit secara terus menerus selama 3 jam.

Berdasarkan Tata cara Pelaksanaan Survei Perhitungan lalu lintas cara


manual, No.016/T/BNKT/1990” adalah berikut:
a. Kendaraan ringan (LV), meliputi: sedan, taksi, mini bus (mikrolet), serta

kendaraan lain yang dapat dikategorikan dengan kendaraan ringan yang

mempunyai berat kosong kurang dari 1,5 ton.

b. Kenderaan berat (HV), meliputi: bus, truk 2 as, truk 3 as dan kendaraan

lain sejenisnya yang mempunyai berat kosong lebih dari 1,5 ton.

Universitas Sumatera Utara


27

c. Spead motor (MC), yaitu: kendaraan beroda dua yang digerakan dengan

mesin.

5.2 Pengolahan Data

5.2.1 Survei Volume Arus Lalu Lintas

Rangkaian kegiatan pada pengelolahan data meliputi perhitungan untuk

menentukan kinerja ruas jalan kondisi saat ini (eksisting) dengan mengacu pada

prosedur perhitungan yang ditetapkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI-

1997). Prosedur perhitungan diatas memuat instruksi langkah demi langkah yang

dikerjakan untuk analisa ruas jalan dengan bantuan formulir UR-1, UR-2 dan UR-3.

Dari hasil survei pengumpulan data volume lalu lintas yang dilkakukan

selanjutnya data-data tersebut di olah dan ditabulasi ditentukan arus kapasitas

tertinggi pagi, siang dan sore pada segmen ruas jalan yang diamati berdasarkan

volume yang terbesar dan di rata-ratakan dengan satuan kenderaan per jam

(Kend/jam).

Tabel 5.1 Hasil survei Arus Lalu Lintas saat puncak pada ruas jalan satuan kendaraan
per-jam (Kend./jam), Sabtu, 06- Maret-2010.
Arah Utara Arah Selatan Total Dua Arah
LV HV MC LV HV MC LV HV MC
Waktu
Kend/ Kend/ Kend/ Kend/ Kend/ Kend/ Kend/ Kend/ Kend/
Jam jam Jam jam jam jam jam jam jam
06.30 - 07.30 256 66 1360 231 47 1332 487 113 2692
13.00 - 14.00 264 64 1247 310 57 1459 574 121 2706
15.45 - 16.45 247 66 1521 349 61 1684 596 127 3205
Sumber: Hasil survey volume lalu lintas Maret, 2010.
Keterangan:
*LV= Kendaraan Ringan, *HV= Kendaraan Berat *MC=Sepeda Motor
Tabel 5.2 Hasil survei Arus Lalu Lintas saat puncak pada ruas jalan satuan kendaraan
per-jam (Kend./jam), Minggu, 07-Maret-2010.

Universitas Sumatera Utara


28

Arah Utara Arah Selatan Total Dua Arah


LV HV MC LV HV MC LV HV MC
Waktu
Kend/ Kend/ Kend/ Kend/ Kend/ Kend/ Kend/ Kend/ Kend/
Jam jam Jam jam jam jam jam jam jam

08.00 - 09.00 192 51 1200 223 69 1177 415 120 2377

12.15 - 13.15 108 39 1186 210 37 1374 318 76 2560

17.00 - 18.00 176 33 1358 233 31 1498 409 64 2856


Sumber: Hasil survey volume lalu lintas Maret, 2010
Keterangan:
*LV= Kendaraan Ringan, *HV= Kendaraan Berat *MC=Sepeda Motor

Tabel 5.3 Hasil survei Arus Lalu Lintas saat puncak pada ruas jalan satuan kendaraan
per-jam (Kend./jam), Senin, 08-Maret-2010.
Arah Utara Arah Selatan Total Dua Arah
LV HV MC LV HV MC LV HV MC
Waktu
Kend/ Kend/ Kend/ Kend/ Kend/ Kend/ Kend/ Kend/ Kend/
Jam jam Jam jam jam jam jam jam jam
06.30 - 09.30 246 54 2143 207 51 2235 453 105 4378
12.15 - 13.15 324 55 1377 332 34 1640 656 89 3017
16.00 - 17.00 318 41 1420 239 33 2273 557 74 3693
Sumber: Hasil survey volume lalu lintas Maret, 2010
Keterangan:
*LV= Kendaraan Ringan, *HV= Kendaraan Berat *MC=Sepeda Motor

Tabel 5.4 Arus Volume Lalu Lintas Total (Q) Kend./jam


Arus Volume lalu lintas rata-rata Total
Hari LV HV MC LV HV MC Waktu

Kend./jam Kend./jam Kend./jam Kend./jam Kend./jam Kend./jam Kend./jam


Sabtu
256 65 1375 291 55 1492 3534
Minggu 231 41 1248 222 46 1350 3137
Senin 296 50 1647 259 39 2049 4341
Sumber: Hasil survey volume lalu lintas Maret, 2010
Keterangan:
*LV= Kendaraan Ringan, *HV= Kendaraan Berat *MC=Sepeda Motor

Universitas Sumatera Utara


29

Gambar 5. 2 Arus Volume Lalu Lintas Rata-rata Total (Q) (Kend./jam)

Volume lalu lintas pada ruas jalan arus total yang satuannya masih kendaraan

per-jam harus dirubah menjadi satuan mobil penumpang per-jam (smp/jam), untuk

merubah satuan volume lalu lintas dari kendaraan per-jam (kend./jam) menjadi satuan

mobil penumpang per-jam (smp/jam) terlebih dahulu dikalikan dengan angka

ekivalen mobil penumpang (emp) yang ditetapkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia

1997 (MKJI-1997), angka ekivalen mobil penumpang untuk ruas jalan dapat dilihat

pada tabel 5.5 dari pengalian angka ekivalen mobil penumpang (emp) dengan volume

lalu lintas kendaraan per-jam (kend./jam) maka diperoleh hasil dari pengalian seperti

dapat dilihat pada (tabel 5.5).

Tabel 5.5 Hasil survei Arus Lalu Lintas saat puncak pada ruas jalan satuan mobil
penumpang per-jam (smp./jam), Sabtu, 06- Maret-2010.
Arus Volume lalu lintas rata-rata Total
Waktu LV=1,0 HV=1,2 MC=0,25 LV=1,0 HV=1,2 MC=0,25 Dua Arah
smp/jam smp/jam smp/jam smp/jam smp/jam smp/jam smp/jam
06.30-07.30 256 79 340 231 56 333 963
13.00-14.00 264 77 311 299 68 365 1019
15.45-16.45 247 79 380 342 73 421 1122
Sumber: Hasil survey volume lalu lintas Maret, 2010

Universitas Sumatera Utara


30

Tabel 5.6 Hasil survei Arus Lalu Lintas saat puncak pada ruas jalan satuan mobil
penumpang per-jam (smp./jam), Minggu, 07- Maret-2010.
Arus Volume lalu lintas rata-rata Total
Waktu LV=1,0 HV=1,2 MC=0,25 LV=1,0 HV=1,2 MC=0,25 Dua Arah
smp/jam smp/jam smp/jam smp/jam smp/jam smp/jam smp/jam
06.30-07.30 192 61 300 223 83 294 859
13.00-14.00 325 47 297 210 44 344 923
15.45-16.45 176 40 340 233 37 375 825
Sumber: Hasil survey volume lalu lintas Maret, 2010
Keterangan:
*LV = Kendaraan Ringan, *HV= Kendaraan Berat, *MC= Sepeda Motor

Tabel 5.7 Hasil survei Arus Lalu Lintas saat puncak pada ruas jalan satuan mobil
penumpang per-jam (smp./jam), Senin, 08- Maret-2010.
Arus Volume lalu lintas rata-rata Total
Waktu LV=1,0 HV=1,2 MC=0,25 LV=1,0 HV=1,2 MC=0,25 Dua Arah
smp/jam smp/jam smp/jam smp/jam smp/jam smp/jam smp/jam
06.30-07.30 246 65 536 207 61 559 1115
13.00-14.00 324 66 344 332 41 410 1107
15.45-16.45 318 49 355 239 40 568 1001
Sumber: Hasil survey volume lalu lintas Maret, 2010
Keterangan:
*LV = Kendaraan Ringan, *HV= Kendaraan Berat, *MC= Sepeda Motor

Dari hasil analisis data lapangan didapat volume total lalu lintas/hari dan rata-

rata dalam satuan mobil penumpang per jam (smp/jam), perhitungan dapat di lihat

pada (di formulir UR-4 , tabel 645 ).

Tabel 5.8 Arus volume Lalu Lintas rata-rata total pada ruas jalan satuan mobil
penumpang per-jam (smp./jam).
Arus Volume lalu lintas rata-rata Total
Hari LV HV MC LV HV MC Waktu
smp/jam smp/jam smp/jam smp/jam smp/jam smp/jam smp/jam
Sabtu 256 78 344 291 66 373 1407
Minggu 231 49 312 222 55 337 1206
Senin 296 60 412 259 47 512 1587
Sumber: Hasil survey volume lalu lintas Maret, 2010

Universitas Sumatera Utara


31

Volume arus lalu lintas rata-rata total tertinggi kondisi untuk saat ini

(eksisting) selama pengamatan pada segmen di ruas jalan Ngumban Surbakti saat

arus volume total dalam kondisi satuan kendaraan per-jam sebesar 3671 kendaraan

per-jam (Kend./jam), dapat dilihat pada gambar 5.2, dan dalam kondisi satuan mobil

penumpang per –jam adalah sebagai berikut: sebesar 1401 satuan mobil penumpang

per-jam (smp/jam), dan dapat dilihat pada (Gambar 5.3).

Gambar 5. 3 Arus Volume Lalu Lintas Rata-rata Total (Q) (smp/jam)

Kepadatan lalu lintas hasil pengamatan yang terbesar terjadi di segmen ruas

jalan Ngumban Surbakti saat arus puncak hari senin dan aktifitas pinggir jalan yang

menyebabkan hambatan samping seperti parkir kendaraan, pedagang kaki lima yang

berjualan atas trotoar dan kendaraan yang keluar masuk area parkir dan

kendaraan keluar masuk pada permukiman (kompleks) seperti dapat dilihat pada

(Gambar 5.4).

Universitas Sumatera Utara


32

Gambar 5.4 Kepadatan lalu lintas di jalan Ngumban Surbakti saat arus total
aktivitas pinggir yang sibuk

5.2.2 Survei Hambatan Samping Pada Ruas jalan

Survei ini dilakukan dengan cara visualisasi atau pengamatan langsung yang

bertujuan untuk menentukan frekwensi kejadian hambatan samping pada ruas jalan

yang ada pada lokasi studi, yang nantinya dipergunakan untuk menentukan kelas

hambatan samping pada ruas jalan. Pada pelaksanaan yang ditetapkan oleh Manual

Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI-1997), bahwa jarak pengamatan untuk ruas jalan

pada survey ini sepanjang 200 m dengan pengelompokan tipe kejadian faktor

berbobot seperti pada (tabel 5.9).

Tabel 5.9 Pengelompokan tipe kejadian dan faktor bobot hambatan samping

Universitas Sumatera Utara


33

No Type kejadian hambatan samping Faktor bobot


1 Pejalan kaki 0,5
2 Parkir, Kendaraan berhenti 1,0
3 Kendaraan masuk dan keluar dari sisi jalan atau parkir 0,7
4 Kendaraan lambat, angkutan menaikan dan menurunkan barang Penumpang 0,4
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 (MKJI-1997)

Dengan mengalikan jumlah hambatan samping pada pengamatan langsung

dilapangan dengan faktor bobot, maka diperoleh frekwensi bobot untuk tipe kejadian

yang selanjutnya di totalkan sehingga angka frekwensi bobot kejadian. Besarnya total

frekwensi yang diperoleh merupakan penentu kelas hambatan samping pada ruas

jalan, Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 (MKJI-1997).

Bentuk kelas hambatan samping yang ditetapkan Manual Kapasitas Jalan

Indonesia 1997 (MKJI-1997) dapat dilihat pada (tabel 5.10).

Tabel 5.10 Penentuan kelas hambatan samping berdasarkan frekwensi bobot kejadian
Frewensi Kelas hambatan
Berbobot Kondisi khusus samping
kejadian
1 2 3 4
< 100 Permukiman, hamper tidak ada kejadian Sangat rendah VL
100 – 299 Permukiman, beberapa angkutan umum, dll Rendah L
300 – 499 Daerah industry dengan took-toko di sisi jalan Sedang M
500 – 899 Daerah niaga dengan aktivitas sisi jalan yg tinggi Tinggi H
900 > Daerah niaga dg aktivitas pasar sisi jalan yg sangat tinggi Sangat tinggi VH
Sumber : MKJI-1997

Tabel 5.11 Hasil Survey kelas hambatan samping rata-rata frekwensi berbobot
pada ruas jalan lokasi studi, Sabtu, 06-Maret-2010.
Waktu Utara Selatan Total
PED PSV EEV SMV PED PSV EEV SMV
Dua Arah
0.5 1 0.7 0.4 0.5 1 0.7 0.4
06.00-07.00 8 23 108 88 14 35 96 44 416
11.00-12.00 4 36 112 57 14 44 99 56 423
16.00-17.00 17 30 100 50 5 42 87 50 380
Sumber: Hasil survey volume lalu lintas Maret, 2010
Tabel 5.12 Hasil Survey kelas hambatan samping rata-rata frekwensi berbobot
pada ruas jalan lokasi studi, Minggu, 07-Maret-2010.

Universitas Sumatera Utara


34

Utara Selatan Total


Waktu PED PSV EEV SMV PED PSV EEV SMV
Dua Arah
0.5 1 0.7 0.4 0.5 1 0.7 0.4
06.00-07.00 4 7 49 54 3 16 26 50 209
11.00-12.00 3.5 16 73 56 29 34 102 60 373
16.00-17.00 8 12 94 46 52 36 97 74 418
Sumber: Hasil survey volume lalu lintas Maret, 2010
Keterangan:
*PED(Pendestrian) = Pejalan kaki , *PSV=(Parking and slow vehicle)=Kendaraan Parkir
*EEV(Exit entry vehicle)=Kend.keluar Masuk, *SMV(Slow moving vehicle)=Kend. .Lambat.

Tabel 5.13 Hasil Survey kelas hambatan samping rata-rata frekwensi berbobot
pada ruas jalan lokasi studi, Senin 08-Maret-2010.
Utara Selatan Total
Waktu PED PSV EEV SMV PED PSV EEV SMV
0.5 1 0.7 0.4 0.5 1 0.7 0.4 Dua Arah
06.00-07.00 8 38 103 90 21 44 139 65 508
11.00-12.00 9 47 93 91 42 38 109 56 484
16.00-17.00 22 43 98 77 29 99 92 52 512
Sumber: Hasil survey volume lalu lintas Maret, 2010

Tabel 5.14 Kelas Hambatan Samping Rata-rata frekwensi berbobot pada ruas
jalan dilokasi studi
PED PSV EEV SMV
Simbol Pejalan Kendaraan Kendaraan Kendaraan Total
Kaki parkir keluar+masuk lambat
Volume Total 32 71 186 124 413
Sumber: Analisa perhitungan

Gambar 5.5 Volume kelas hambatan samping berdasarkan faktor dan frekwensi
berbobot pada ruas jalan di lokasi studi
Jika dilihat dari hasil perhitungan kelas hambatan samping pada ruas jalan dan

dirata-ratakan, maka kelas hambatan samping rata-rata pada ruas jalan dilokasi studi

Universitas Sumatera Utara


35

sebesar 413 frekwensi kejadian yang mengindikasikan bahwa hambatan samping

rata-rata diruas jalan pada dilokasi studi tergolong sedang atau mendekati tinggi (M ).

Bentuk-bentuk kejadian hambatan samping dan permasalahan lalu lintas


lainnya pada ruas jalan di lokasi studi dapat dilihat pada gambar hasil survey
dokumentasi berikut ini;
Kendaraan yang keluar dan masuk pada lokasi
parkir area pertokoan, perkantoran, pusat
perbelanjaan/perdagangan dan parkir kendaraan
umum didepan pintu keluar dan masuk area parker.

Parkir kendaraan pada badan jalan yang


menyebabkan penyempitan jalan dan memperkecil
kapasitas ruas jalan serta mengganggu laju
kendaraan lain saat akan keluar area parker.

Menggunakan pasilitas badan jalan untuk kegiatan


perdagangan, disamping menggunakan sisi jalan
sebagai bedagang/jualan, juga menggunakan
trotoar sebagai tempat perdagangan/jualan.

Menggunakan sarana jalan untuk tempat berjualan


seperti pedagang kaki lima yang berjualan di
trotoar yang bukan pada tempatnya ini sehingga
memperlambat laju kendaraan lain yang akan
melewati ruas jalan.
Gambar 5.6 Bentuk-bentuk hambatan samping yang terjadi pada di segmen jalan
lokasi studi.

Universitas Sumatera Utara


36

BAB VI
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

6.1 Analisis Data

Analisis data dilakukan apabila data primer dan data sekunder telah

terkumpul, dan dalam analisis data nantinya tidak berdasarkan prioritas data tetapi

berdasarkan urutan kepentingan, sehingga data primer dan data sekunder berfungsi

saling melengkapi.

6.1.1 Analisis Geometrik Jalan

1. Keadaan Fisik dan Topografi Daerah

Mengacu pada spesifikasi Bina Marga dalam Buku Standar

Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan tahun 1988 ruas jalan

Ngumban Surbakti ini termasuk bermedan datar karena memiliki

kelandaian tidak lebih dari 2%, kondisi perkerasan jalan sepanjang tiap-

tiap segmen dalam keadaan baik.

2. Penampang Melintang

Lebar perkerasan jalan 11 meter serta mempunyai trotoar 3 meter dan

median jalan 2 meter.

6.1.2 Analisis Kelengkapan Jalan

Kelengkapan jalan dalam konstruksi jalan raya berfungsi menunjang dan

meningkatkan efektifitas penggunaan, keamanan, ketertiban, dan kenyamanan

para pengguna jalan dalam berlalu lintas. Analisa kelengkapan jalan pada ruas

Universitas Sumatera Utara


37

jalan Ngumban Surbakti adalah sebagai berikut:

1. Marka jalan

Dari hasil pengamatan dilapangan diketahui bahwa pada jalan

Ngumban Surbakti tidak terdapat adanya garis penyeberangan (Zebra

Cross) apa lagi jembatan penyeberangan.

2. Rambu-rambu lalu Lintas

Keadaan rambu-rambu lalu lintas pada ruas jalan Ngumban Surbakti

masih cukup dan lengkap.

3. Pengaman Tepi (kerb)

Pengaman tepi berfungsi sebagai mencegah kendaraan agar tidak keluar

dari badan jalan. Disepanjang ruas jalan ngumban surbakti pengamanan

tepi berupa kerb sudah tercukup, sehingga memberikan rasa aman baik

bagi pejalan kaki yang menggunakan trotoar maupun pengemudi

kendaraan.

4. Trotoar

Dari hasil pengamatan di lapangan diketahui bahwa sepanjang ruas jalan

Ngumban Surbakti sudah tersedia trotoar seluruhnya, tetapi banyak terjadi

penyalagunaan penggunaan trotoar (apa lagi diwaktu) yang biasanya

digunakan sebagai tempat-tempat berdagang, sehingga fungsi trotoar

tidak maksimal, dan menyebabkan para pejalan kaki turun kebadan

jalan, yang mengakibatkan rasa kurang aman dan nyaman dalam berlalu

lintas.

Universitas Sumatera Utara


38

5. Areal Parkir

Pada sepanjang ruas jalan ngumban surbakti yang termasuk daerah yang

sarat akan tempat yang digunakan untuk keperluan komersil, tidak

ditemukan adanya areal parkir. Sehingga para pengguna kenderaan

memarkir kendaraannya pada badan jalan. Hal ini mengakibatkan

kapasitas jalan menjadi tidak maksimal, dan menyebabkan terjadinya

tingkat hambatan samping.

6.2 Analisis Kapasitas dan Kinerja Ruas Jalan

Analisis kapasitas dan derajat kejenuhan pada kondisi saat ini (eksisting)

dengan menggunakan formulir dari MKJI 1997, adalah sebagai berikut:

6.2.1 Arus volume lalu lintas Total (Q)

Nilai arus total lalu lintas (Q) menunjukkan komposisi lalu lintas, dengan

menyatakan arus dalam satuan mobil penumpang (smp), semua nilai arus lalu lintas

per arah dan total, dikonversikan menjadi satuan mobil penumpang dengan dikalikan

dengan ekivalensi mobil penumpang (emp) untuk tiap kenderaan, maka dari hasil

pengelolahan data yang sudah ditabulasikan ke faktor perkalian ekivalen (emp)

didapat adalah sebesat 1401 satuan mobil penumpang per jam (smp/jam), ini yang

sudah dirata-ratakan waktu selama pengamatan dilakukan segmen ruas jalan pada

jalan Ngumban Surbakti Kota Medan.

Perhitungan dapat juga ilihat pada formulir UR-2 MKJI-1997, dan berikut nilai

arus volume rata-rata total (Q) dapat dilihat pada (tabel 6.1).

Universitas Sumatera Utara


39

Tabel 6.1 Nilai Arus Volume Rata-rata Total (Q) Pada Segmen Jalan Lokasi Studi
Nilai Hasil Arus Volume Lalu lintas Rata-rata Total (Q) (smp)
Tahun Total empat lajur dua jalur (4/2 D)
2010 1401
Sumber: Hasil Analisa Perhitungan

6.2.2 Analisis Kapasitas (C)

Kapasitas jalan adalah jumlah kendaraan maksimum yang dapat melewati

suatu penampang jalan pada lajur jalan yang selama satu jam dengan kondisi serta

arus lalu lintas tertentu. Nilai kapasitas ruas jalan dapat dihitung dengan

mengacu pada persamaan 2.1, pada halaman 52.

Untuk menentukan kapasitas segmen jalan terlebih dahulu kita mengetahui

data-data sebagai berikut:

a. Lebar jalur = 11,00 meter

b. Lebar lajur = 4,00 meter

c. Lebar trotoar/Pendestrian = 3,00 meter

d. Panjang segmen = 500 meter

e. Median = 2,00 meter

Dengan demikian, dapat ditentukan persamaan kapasitas segmen jalan yang

diperoleh dari persaman sebagai berikut:

C = Co x FCw x Fcsp x Fcsf x FCcs

Dimana:

C = Kapasitas (smp/jam).

Co = Kapasitas dasar (smp/jam, di mana Co = 1650)

Universitas Sumatera Utara


40

FCw = Faktor penyesuaian lebar jalur (di mana FCw = 1,08)

FCsp = Faktor penyesuaian pemisah arah (di mana FCsp Untuk 50-50
(4/2 = 1,00)

Fcsf = Faktor penyesuaian hambatan samping dengan jarak kerb-kerb


(tabel 2.10 = 0,95)
Maka:
C = 1650 x 1,08 x 1,00 x 0,95 x 1,00 = 1693 smp/jam
Dari hasil di atas di mana C = 1693 smp/jam maka dapat dinyatakan bahwa

kapasitas jalan yang ideal adalah sebesar = 1693 smp/jam.

6.2.3 Analisis Hambatan Samping

Hambatan samping adalah dampak terhadap kinerja lalu lintas dari aktivitas

samping segmen jalan, seperti pejalan kaki (bobot=0,5) kenderaan untuk

umum/kendaraan lain berhenti (bobot=1,0), kendaraan masuk/keluar sisi jalan

(bobot=0,7) dan kendaraan lambat (bobot=0,4).

Dalam menentukan hambatan samping perlu diketahui frekuwensi berbobot

kejadian. Untuk mendapatkan nilai frekuwensi berbobot kejadian maka tiap-tiap


kejadian hambatan samping adalah sebagai berikut:
Frekuwensi berbobot kejadian hambatan samping yang diamati kapasitasnya

dikalikan dengan bobot masing-masing yang telah diketahui, digunakan untuk

mencari kelas hambatan samping seperti dapat dilihat pada (tabel 6.2).

Tabel 6.2 Hambatan Samping Total Dua Arah pada Arus Volume Total
Faktor Frekwensi Kelas hambatan
Type Kejadian Simbol
berbobot kejadian samping
Pejalan Kaki PED 0,5 64 32
Kendaraan Parkir PSV 1,0 71 71
Kend, keluar+masuk EEV 0,7 266 186
Kendaraan Lambat SMV 0,4 310 124
Sumber: Hasil Analisa Perhitungan
Maka:

Universitas Sumatera Utara


41

Frekwensi berbobot total kejadian adalah = 32 + 71 + 186 + 124 = 413

Dari hasil diatas di mana hamabatan samping = 413, kelas hamabatan samping

kondisi ini tergolong sedang mendekati tinggi (M), bahwa pada segmen kejadian

daerah komersial: dengan aktivitas di sisi jalan terjadi kegiatan, seperti toko-toko dan

jualan disisi badan jalan.

6.2.4 Kecepatan Arus bebas (FV)

Kecepatan arus bebas kendaraan menurut MKJI 1997 dapat dihitung dengan

mengacu pada persamaan 2.2, di halaman 55

Kecepatan arus bebas didefenisikan sebagai kecepatan pada saat tingkatan

arus nol, sesuai dengan kecepatan yang dipilih oleh pengemudi seandainya

mengendarai kendaraan bermotor tanpa halangan kendaraan bermotor lain dijalan

(saat kendaraan arus = 0), Manual Kapadsitas Jalan Indonesia MKJI-1997. Persamaan

arus bebas pada jalan dapat dihitung dengan mengacu pada sebagai berikut ini:

FV = (FVo + FVw) x FFV x FFVcs

Di mana:

FV = Kecepatan arus bebas kendaraan ringan (km/jam)

FVo = Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan (tabel 2.13 = 57

Km/jam)

FVw = Penyesuaian lebar lajur lalu lintas efektif (km/jam),

(tabel 2.14 = 4,00)

FFVsf = Faktor penyesuaian kondisi hambatan samping (tabel 2.15 = 0,99)

Universitas Sumatera Utara


42

FFVcs = Faktor penyesuaian ukuran kota (tabel 2.16 = 0,93)

Maka:

FV = (57+4) x 0,92 x 0,93 = 56,12 km/jam dibulatkan 56 km/jam..

Dari hasil diatas di mana FV = 56 Kilometer/jam maka dapat dinyatakan

bahwa kecepatan yang dapat ditempuh pengendara kendaraan dalam kondisi jalan

yang idela adalah sebesar = 56 Km/jam.

6.2.5 Tingkat Derajat Kejenuhan (DS)

Rasio volume terhadap kapasitas, sebagai faktor utama untuk menentukan

tingkat kinerja ruas jalan. Derajat kejenuhan didefenisikan sebagai rasio volume (Q)

terhadap kapasitas (C) digunaka sebagai faktor kunci dalam penentuan perilaku lalu

lintas pada suatu ruas jalan. Nilai derajat kejenuhan menunjukkan apakah ruas jalan

akan mempunyai masalah atau tidak. Derajat kejenuhan dapat dihitung dengan

mengacu pada persamaan 2.3, pada halaman 58.

D/S = Q/C

Dimana:

DS = Derajat kejenuhan

Q = Arus volume lalu lintas total (smp/jam)

C = Kapasitas segmen jalan (smp/jam).

Maka:

DS = Q/C = 1401 / 1693 = 0,84

Universitas Sumatera Utara


43

Dari hasil diatas di mana DS = 0,84 (maka dapat dinyatakan bahwa Arus

mulai menunjukan tidak stabil), kecepatan yang dikehendaki secara terbatas

walaupun masih dapat dipertahankan.

6.2.6 Kecepatan Pada Ruas Jalan

Kecepatan pada analisis diakukan berdasarkan 2 tinjauan, yaitu kecepatan

arus bebas sesungguhnya dan kecepatan sesungguhnya, kecepatan arus bebas

sesungguhnya (FV) yaitu kecepatan pada tingkat arus nol yaitu kecepatan yang

dipilih pengemudi ketika mengendarai kendaraan bermotor tanpa adanya pengaruh

dari kendaraan lain.

Sedangkan kecepatan sesungguhnya merupakan perbandingan dimana

kecepatan dipakai pengemudi pada kondisi jalan yang sesungguhnya ketika pada

jalan tersebut terjadi arus sebesar Q dan laju kendaraan dipengaruhi kendaraan lain.

Kecepatan sesungguhnya didapat dengan menggunakan grafik hubungan pada

halaman 58, antara derajat kejenuhan (DS) dan kecepatan arus bebas (FV) sebesar

56 km/jam, perhitungan dapat dilihat pada formulir UR-3 MKJI-1997.

Perbandingan antara kecepatan arus bebas dan kecepatan sesungguhnya dapat

dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 6.3 Perbandingan Kecepatan Arus Bebas dan Kecepatan Sesungguhnya.


Tahun 2010
Kecepatan Arus Bebas Kecepatan Susungguhnya
56 Km/jam 40 Km/jam
Sumber: Hasil Analisa Perhitungan

Universitas Sumatera Utara


44

6.2.7 Waktu Tempuh

Hubungan antara kecepatan (V) dan waktu tempuh (TT), dinyatakan dalam

persamaan yang mengacu pada persamaan 2.4, pada halaman 58.

V = L/TT

Dimana:

V = Kecepatan sesungguhnya

L = Panjang segmen (km)

TT = Waktu tempuh rata-rata LV panjang segmen jalan (jam)


dari hasil perhitungan didapat V = 40 km/jam

Dari data lapangan didapat L = 500 meter, (0,5 Km)

TT = L/V (jam) = 0,5 / 40 = 0,0125 jam = 45 detik

Dari hasil didapat waktu tempuh sebesar = 0,0125 jam = 45 detik ditempuh sepanjang

segmen jalan 6500 meter.

6.2.8 Indek Tingkat Pelayanan Ruas Jalan

Sebelum dilakukan analisa maka terlebih dahulu di tentukan kinerja ruas jalan

pada kondisi saat ini (eksisiting). Kinerja ruas jalan ditentukan berdasarkan tingkat

pelayanan yang mencakup beberapa parameter baik secara kuantitatif maupun

kualitatif yang disesuaikan dengan kondisi arus lalu lintas yang ada (Tamin, 2000).

Tingkat pelayanan ditentukan berdasarkan nilai volume kapasitas dan

kepadatan lalu lintas untuk ruas jalan yang dapat dihitung menggunakan prosedur

perhitungan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI-1997).

Universitas Sumatera Utara


45

Dengan menggunakan hubungan dasar volume, kapasitas dan kecepatan

perjalanan yang telah ditetapkan Highway capacity Manual 1965, dapat ditentukan

Indek Tingkat Pelayanan (ITP) berdasarkan grafik hubungan rasio volume kapasitas

atau derajat kejenuhan (DS) dengan kecepatan (Edwar K.M.1991).

Pada segmen ruas jalan di jalan Ngumban Surbakti merupakan type jalan 4/2

D yaitu jalan arteri primer, sehingga Indeks Tingkat Pelayanan (ITP) ditentukan

berdasarkan total dua arah. Dari hasil perhitungan kondisi saat ini (eksisting),

kecepatan arus bebas adalah sebesar 56 Km/jam, kecepatan sesungguhnya adalah

sebesar 40 Km/jam dan dengan waktu tempuh pada segmen ruas jalan adalah sebesar

45 detik, dengan derajat kejenuhan (DS) sebesar 0,84 dengan indeks tingkat

pelayanan D, memberikan gambaran bahwa pada segmen ruas jalan di jalan

Ngumban Surbakti sudah menunjukan ketidak stabilan bagi kendaraan yang melewati

ruas jalan tersebut, dan kecepatan yang dikehendaki oleh sipengemudi kendaraan

mulai secara terbatas.

6.2.9 Analisa tabel perhitungan

Analisa perhitungan berdasarkan Sistem Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI-

1997) untuk kinerja segmen jalan, dan dengan menggunakan formulir UR-1, formulir UR-2,

dan formulir UR-3 dapat dilihat pada tabel-tabel berikut:

Universitas Sumatera Utara


46

Tabel 6.4 Formulir UR-1, Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI-1997)

Universitas Sumatera Utara


47

Tabel 6.5 Formulir UR-2, Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI-1997)

Universitas Sumatera Utara


48

Tabel 6.6 Formulir UR-2, Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI-1997)

Universitas Sumatera Utara


49

Tabel 6.7 Formulir UR-2, Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI-1997)

Universitas Sumatera Utara


50

Tabel 6.8 Formulir UR-3, Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI-1997)

Universitas Sumatera Utara


143

REKAPITULASI DAN KARAKTERISTIK SEGMEN RUAS JALAN


PADA JALAN NGUMBAN SURBAKTI KOTA MEDAN
Tabel 5.9 Rekapitulasi Hasil Analisis Kinerja Ruas Jalan berdasarkan Manual kapasitas Jalan Indonesia (MKJI-1997)
Komposisi
Komposisi
Hambatan Samping (frekuensi Kelas FV C VLV
Lalu-lintas Q
Tahun Arah Berbobot kejadian) Hambatan (Km/ (smp/ DS (Km/ TT
(kend/jam) (Smp/jam)
Total Samping jam) jam) jam ) (dtk) LOS
LV HV MC PED PSV EEV SMV
Total
2010 Dua 518 85 3054 1401 37 71 186 124 Sedang 56 1693 0,84 40 45 D
Arah
Sumber: Analisa Perhitungan

Kecapatan Arus Bebas = 56 Km/jam Kecapatan Sesungguhnya Derajat Kejenuhan (DS) = 0.84
= 40 Km/jam

Waktu Tempuh = 45 detik Indek Tingkat Pelayanan = D Kelas Hambatan Sampng = 413

Gambar: 6.1 Karakteristik Lokasi Studi Pada segmen Ruas Jalan Ngumban Surbakti Kota Medan

Universitas Sumatera Utara


143

6.3 Pembahasan Analisis Hasil

Penanganan jangka pendek pada segmen ruas jalan lokasi studi di jalan

Ngumban Surbakti Kota Medan dilakukan penanganan yang lebih komprenhensif,

yang melingkupi banyak mungkin aspek yang terkait dengan biaya yang relatif

rendah dibandingkan dengan pembangunan fisik jaringan jalan, sehingga

diperoleh waktu perjalanan yang lebih singkat, aman, nyaman dan murah. Secara

umum kinerja ruas jalan pada segmen lokasi studi, jika merujuk kepada Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia nomor 34 tahun 2006 pasal 13, sebagai jalan arteri

primer mengalami peningkatan setelah dilakukan studi penelitian pada segmen

ruas jalan lokasi studi di jalan Ngumban Surabkti Medan.

Dari hasil analisis yang dilakukan selama pengamatan pada segmen ruas

jalan lokasi studi untuk kapasitas arus lalu lintas rata-rata total (Q) adalah sebesar

1401 smp/jam, dan kecepatan sesungguhnya adalah sebesar 40 Km/jam, dan

waktu tempuh adalah sebesar 45 detik, dengan tingkat kejenuhan ruas jalan (DS)

adalah sebesar 0,84, indikator indek tingkat pelayanan D (dengan diskripsi bahwa

arus yang terjadi pada segmen ruas jalan sudah mulai tidak stabil/terhambat),

berarti terjadi penurunan kecepatan walaupun belum signifikan, volume mulai

melebihi kapasitas, sering terjadi kemacetan walaupun tidak cukup lama

kecepatan dapat turun tapi tidak sampai ke titik nol=0.

Penurunan kinerja ruas jalan yang terjadi pada segmen lokasi studi sebagai

jalur arteri tersebut dari analisa diatas dimana waktu tempuh menjadi lebih besar

dan kecepatannya menjadi lebih kecil, sehingga penanganan yang sesuai adalah

meningkatkan kinerja operasional ruas jalan tersebut dengan cara, terutama

kepada aparat yang berwenang menangani hal ini adalah instansi yang

Universitas Sumatera Utara


144

berkepentingan pengaturan ruang lahan yang ada pada kedua sisi/badan ruas jalan,

seperti melakukan sosialisasi/penyuluhan tertib berlalu lintas berupa rambu-rambu

maupun sangsi untuk menimalkan perbuatan yang berpotensi melanggar lalu

lintas dan mengurangi kegiatan samping jalan yang dapat menghalangi jarak

pandang pengemudi akan dapat memperbesar volume dan kapasitas pada ruas

jalan khususnya pada segmen lokasi studi dan di jalan Ngumban Surbakti pada

umumnya.

Berdasarkan persyaratan teknis jalan pada segmen ruas jalan lokasi studi

merupakan jalan arteri primer sehingga berdasarkan Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia nomor 34 Tahun 2006 pasal 13, bahwa sebagai jalan arteri

primer didesain berdasarkan kecepatan rata-rata kendaraan pada ruas jalan

minimal 60 Km/jam, dan lalu lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu lintas

lambat dan ulang alik. Hal ini menunjukkan bahwa bentuk-bentuk hambatan

samping yang menghambat laju kendaraan pada ruas jalan tersebut. Bentuk

penanganan diatas bisa juga diterapkan sebagai penanganan seketika (action plant)

pada ruas-ruas jalan yang ada pada segmen lokasi studi, hal ini sesuai dengan

Undang-Undang Republik Indonesia nomor 34 tahun 2004 pada BAB IV pasal 30

bahwa penyelenggara jalan wajib memprioritaskan pemeliharaan, perawatan dan

pemeriksaan jalan secara berkala untuk mempertahankan tingkat pelayanan jalan

sesuai dengan standar pelayanan minimum yang ditetapkan, dan secara

pembiayaan menjadi tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah sesuai

dengan kewenangan masing-masing.

Universitas Sumatera Utara


145

BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil analisis data, dapat ditarik beberapa kesimpulan,

1. Bila ditinjau dari Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 34

tahun 2006, bahwa jalan arteri primer di desain berdasarkan

kecepatan rencana paling rendah 60 Km/jam, dengan derajat

kejenuhan = 0,80 untuk dan dari metode Manual Kapasitas Jalan

Indonesia (MKJI-1997) adalah 0,75. Dari hasil analisis data yang

dilakukan pada segmen ruas jalan lokasi studi adalah kecepatan arus

bebas adalah sebesar = 56 Km/jam, dan kecepatan sesungguhnya = 40

Km/jam, dan didapatkan rasio volume (Q) terhadap kapasitas ( C )

sebagai faktor kunci dalam penentuan perilaku lalu lintas pada suatu

ruas jalan yang ideal, hasil atau nilai derajat kejenuhan adalah = 0,84

dengan indeks tingkat pelayanan D (dengan diskripsi bahwa arus

yang terjadi pada segmen ruas jalan sudah mulai tidak

stabil/terhambat), bahwa menggambarkan kinerja ruas jalan pada

segmen ruas jalan tersebut sudah mulai menimbulkan masalah.

2. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi penurunan kinerja dan

kapasitas ruas jalan, adalah disebabkan oleh terjadinya hambatan

samping. Jika dilihat dari hasil analisis data selama pengamatan

dilakukan pada segmen ruas jalan tersebut, didapat kelas hambatan

samping adalah sebesar 413 indikator (M), menunjukan kondisi

Universitas Sumatera Utara


146

“SEDANG“ mencapai tinggi, pada dasarnya lokasi tersebut adalah

seperti permukiman dan toko-toko di sisi jalan. Banyaknya kegiatan

pada sisi samping jalan dapat menimbulkan konflik dengan ruas

lalulintas, diantaranya dapat menyebabkan kemacetan bahkan sampai

terjadi kecelakaan lalu lintas oleh karena itu sangat perlu Pemerintah

Kota Medan (PEMKO MEDAN) untuk menganalisis ulang tentang

pengaturan/pemamfaatan ruang guna lahan terutama sekali untuk

bangunan-bangunan yang berdiri pada segmen ruas jalan khususnya di

jalan Ngumban Surbakti pada umumnya yang di amati dan juga

tempat-tempat sarana parkir untuk kegiatan bangunan yang ada

disekitarnya dan lain-lain yang tidak mengganggu kegiatan kelancaran

pengemudi yang menggunakan sarana jalan, agar jalan dapat

mencapai suatu kondisi jalan yang kondusif, aman, nyaman, lancar

dan tertib berlalu lintas.

7.2 Saran - saran

Sesuai dengan hasil analisis data dan kesimpulan diatas disarankan sebagai

berikut:

1. Untuk Pemerintah Kota Medan (PEMKO MEDAN) sudah saatnya perlu

mengevaluasi ulang keberadaan di segmen ruas jalan pada lokasi studi

khususnya, dan di jalan Ngumban Surbakti pada umumnya sebagai

jalan arteri primer dalam mengetahui dalam kelas jalan yang

digunakan sebagai jalan utama/inti wilayah regional yang

menghubungkan bagian utara dan selatan yang sangat memperhatikan

Universitas Sumatera Utara


147

pengaturan dan pemamfaatan ruang gerak kendaraan pada jalan (tata

guna lahan) terutama sekali untuk bangunan yang berdiri di sisi

jalan dan ini harus mempunyai jarak bangunan dari badan jalan

(rolling road) ke bangunan yang didirikan pada sisi jalan.

2. Peningkatan kinerja ruas jalan pada segmen ruas jalan lokasi studi di

jalan Ngumban Surbakti disebabkan oleh terjadi hambatan samping,

dengan ini dapat menimbulkan konflik dengan ruas lalu lintas dan

dapat menyebabkan kemacetan dan menimbulkan kecelakaan, maka

perlu perhatian kepada aparat yang berwenang disini khususnya

kepada Dinas Pertamanan Kota Medan sebagai instansi yang

berkepentingan pengelolaan guna lahan yang dapat melarang kegiatan

yang menggunakan sarana jalan sebagai kepentingan pribadi, dan

bersama-sama mengikutkan disiplin fungsi jalan agar terhindar dari

kemacetan. Karena marka dan rambu-rambu jalan yang ada bukanlah

menjadi suatu jaminan terhadap kelancaran arus lalu lintas di jalan.

3. Melakukan sosialisasi/penyuluhan tertib berlalu lintas berupa rambu-

rambu maupun sanksi untuk menimbulkan perbuatan yang berpotensi

melanggar lalu lintas dan mengurangi kegiatan disamping jalan yang

dapat menghalangi jarak pandang pengemudi akan dapat memperbesar

volume dan kapasitas pada ruas jalan.

4. Agar dapat menyediakan lalu lintas jalur lambat jika perlu yang

digunakan untuk menampung arus yang lambat, khusus untuk

kawasan perdagangan atau komersial di sepanjang kawasan sisi jalan

arteri tersebut agar dapat dipisahkan dengan ruang gerak kendaraan

Universitas Sumatera Utara


148

yang mau parkir atau pun meninggalkan tempat parkir, supaya tidak

terganggu kendaraan yang sedang melaju pada ruas jalan.

5. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang ruas jalan lebih banyak

dan dampak-dampak yang terjadi di badan jalan seperti hambatan

samping, apa lagi ini jalan arteri primer sebagai jalan lingkar luar

(outer ring road) Kota Medan jalan yang menghubungkan wilayah

regional bagian utara dan selatan yang terletak dalam perkotaan yang

mempunyai volume yang tinggi agar untuk mencapai fungsi jalan

yang sesuai dan suasana aman lebih kondusif, nyaman, lancar dan

tercapainya kota yang ramah lingkungan berlalu lintas.

6. Juga direkomendasikan agar sepanjang jalan lokasi studi penanganan

harus dihindari parkir dibadan jalan yang menganggu kapasitas jalan,

meniadakan pedagang kaki lima yang berjualan di trotoar atau ruko-

ruko yang memamfaatkan trotoar untuk memajangkan barang

dagangan juga sepanjang jalan penanganan harus dilengkapi rambu-

rambu yang jelas dan lengkap.

Universitas Sumatera Utara


143

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus, 1997 Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), Departemen


Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga, Jakarta.

Badan Pusat Statistik, Medan dalam angka. BPS Tk.I Sumatera Utara 2005.
Djunaedi, A. 2003 Perencanaan Guna Lahan/Kota dan Hubungannya dengan
Perencanaan Transportasi. www.ugm.ac.id.

Direktorat Jenderal Bina Marga, Direktorat Pembinaan Jalan Kota ; Standar


Untuk jalan perkotaan Volume II No. 04/S/BNKT/1992.

Hasan, A. Tesis. 2002 Pengaruh Pembangunan Jalan Lingkar Luar Bagian


Selatan Kota Medan Terhadap Perkembangan Kawasan Sekitarnya.

Mulia, M.A., Kusumantoro, I.P. 2001. Kajian Dampak Perubahan Penggunaan


Lahan Terhadap kinerja Ruas Jalan Arteri Perkotaan. Makalah
Simposium ke-4 FSTPT. Udayana Bali.

Morlok, E.K. 1990 Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi. Erlangga.


Jakarta.

Mayer, M.D. 1994 Urban Transportation Planning: A Decision Oriented


Approach. Mc Graw-Hill Book Company. New York, St. Louis, San
Fransisco.

Munawar, A. “ Manajemen Lalu Lintas Perkotaan. ” Betta offset, Yogyakarta


2004.
Nazir, M. 1998 metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Orn, H. 2000 Urban Traffic and Tranport. Building Issues Vol. 12. Lund
University. Lund. Sweden.

Pemerintah Kota Medan. 1995 Rencana Umum Tata Ruang Kota Medan Tahun
2005. Medan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 34 tahun 2006, tentang jalan.

Undang-Undang Pemerintah Republik Indonesia nomor 38 tahun 2004, tentang


jalan.

Universitas Sumatera Utara


144

Undang-Undang Republik Indonesia nomor 13 tahun 1980, tentang


Kelancaran di jalan.

Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia nomor 14 tahun 2006,


tentang manajemen dan rekayasa lalu lintas di jalan.

Sinulingga, B. 1999 Pembangunan Kota, tinjauan regional dan Lokal, Penerbit


Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Sulaksono, S. Rekayasa jalan, Departemen Teknik Sipil, Penerbit ITB. Bandung.

Salim Abbas, H.A. 1993 Manajemen Transportasi. Penerbit PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta.

Sukarto, H. Jurusan Teknik Sipil-Universitas Pelita Harapan UPH Tower, Lippo


Karawaci, Tanggerang 15811. Banten. Email ; hsukarto@yahoo.com.

Tamin, O.Z. 1997 Perencanaan dan Pemodelan Transportasi. ITB Press.


Bandung.

Tratalok Kota Medan. Studi Tataran Transportasi Lokal Kota Medan.

Underwood, R.T. Traffic Management. North Melbourne, Victoria 3051,


Australia 1990.

Warpani, S. 1995 Rekayasa Lalulintas. Bharata Karya Aksara. Jakarta.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai