Anda di halaman 1dari 89

ANALISIS KEGAGALAN STRUKTUR VELG MOBIL

BERBASIS ALUMINIUM ALLOY

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi


Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

GURUH ANDRYAN SYAHPUTRA


NIM. 090401011

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014

Universitas Sumatera Utara


ANALISIS KEGAGALAN STRUKTUR VELG MOBIL BERBASIS
ALUMINIUM ALLOY

GURUH ANDRYAN SYAHPUTRA


NIM. 090401011

Telah diperiksa dan disetujui dari hasil seminar Tugas Skripsi Periode ke-
677 Tanggal 30 Januari 2014

Disetujui oleh:

Pembimbing

Prof.Dr.Ir.Bustami Syam, MSME


NIP. 19570011985031005

Universitas Sumatera Utara


DEPARTEMEN TEKNIK MESIN AGENDA : 2119/ TS / 2013
FAKULTAS TEKNIK USU DITERIMA TGL : 15 Juli 2013
MEDAN PARAF :

TUGAS SARJANA

NAMA : Guruh Andryan Syahputra


NIM : 090401011
MATA PELAJARAN : Teknologi Pembentukan
SPESIFIKASI : Lakukan analisa struktur pada velg mobil bekas
aluminium alloy. Lakukan pengujian secara
mekanik untuk mendapatkan hasil agar dapat
melakukan simulasi komputer secara numerik.
Berikan rekomendasi penyebab kegagalan velg
mobil berbasis aluminium alloy dari hasil
analisis.

DIBERIKAN TANGGAL : 15 Juli 2013


SELESAI TANGGAL :
MEDAN, 15 Juli 2013
KETUA DEPARTEMEN TEKNIK MESIN, DOSEN PEMBIMBING,

Dr.Ing.Ir. Ikhwansyah Isranuri Prof.Dr.Ir. Bustami Syam, MSME


NIP. 196412241992111001 NIP. 195710011985031005

Universitas Sumatera Utara


ANALISIS KEGAGALAN STRUKTUR VELG MOBIL BERBASIS
ALUMINIUM ALLOY

GURUH ANDRYAN SYAHPUTRA


NIM. 090401011

Diketahui / Disahkan Disetujui


Ketua Departemen Teknik Mesin Dosen Pembimbing,
Fakultas Teknik – USU

Dr.Ing.Ir. Ikhwansyah Isranuri Prof.Dr.Ir. Bustami Syam, MSME


NIP. 19641224199211101 NIP. 195710011985031005

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT atas segala
karunia dan rahmat-Nya yang senantiasa diberikan kepada penulis, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.
Skripsi ini adalah salah satu syarat untuk dapat lulus menjadi Sarjana
Teknik di Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera
Utara. Adapun judul skripsi yang dipilih, diambil dari mata kuliah Teknologi
Pembentukan, Yaitu “ ANALISIS KEGAGALAN STRUKTUR VELG
MOBIL BERBASIS ALUMINIUM ALLOY”.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah berupaya dengan segala
kemampuan pembahasan dan penyajian, baik dengan disiplin ilmu yang diperoleh
dari perkuliahan, menggunakan literature, serta bimbingan dan arahan dari Bapak
Prof.Dr.Ir. Bustami Syam, MSME sebagai Dosen Pembimbing.
Pada kesempatan ini, penulis tidak lupa menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Ady Sucipto Spd dan Ibunda Dharmayanti,
Adik-adik tersayang ( Dyan Natya Purwitasari dan Trifany Alfionita Sari ) atas
doa, kasih saying, pengorbanan, tanggung jawab yang selalu menyertai penulis,
dan memberikan penulis semangat yang luar biasa sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
2.Bapak Prof.Dr.Ir. Bustami Syam, MSME selaku dosen pembimbing yang telah
banyak meluangkan waktunya dan dengan sabar membimbing penulis hingga
skripsi ini dapat terselesaikan.
3.Bapak Ir.Alfian Hamsi, M.Sc sebagai dosen penguji I dan Bapak Ir.Syahrul
Abda, M.Sc sebagai dosen penguji II yang banyak memberi arahan dan bimbingan
dalam penyelesaian Skripsi ini.
4.Bapak Dr.Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri dan Ir. Syaril Gultom, MT selaku Ketua
dan Sekretaris Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik USU.
5.Bapak / Ibu staff pengajar dan pegawai Departemen Teknik Mesin, Fakultas
Teknik USU.

Universitas Sumatera Utara


6.Teman-teman seperjuangan Teknik Mesin USU stambuk 2009 khususnya
Chabib Muhammad, Andri Setiawan, Muhammad Nazar, Wahyu Hamdani, Harri
Rusadi, Sukardi, Ramadhan Daulay dan yang menjadi teman diskusi dan
menemani penulis selama mengikuti studi dan menyusun skripsi ini.
7. Teman-teman seperjuangan Team Horas USU yang telah memberi dukungan
yang luar biasa, Khusunya kepada Bapak Dr.Eng. Himsar Ambarita, MT selaku
pembimbing saya di Team Horas USU ini.
8.Seluruh Anggota AMTT yang telah memberi dukungan yang luar biasa kepada
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
9.Keluarga besar pondok serumpun yang telah memberikan dukungan moral
sepenuhnya khususnya Muhammad Isnan Taufiq Siregar, Teddy
Firmansyah Supardi, Anton Hutauruk, Muhammad Abdul Hadi, Sabrizal,
Guntur Andi Putra, dan Aqmarul Akhyar.

Penulis mengaharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi


penyempurnaan skripsi ini dimasa mendatang.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan berharap semoga skripsi
ini berguna bagi kita semua. Amiin Ya Rabbal Alamin.

Medan, Oktober 2013


Penulis,

Guruh Andryan Syahputra


Nim : 090401011

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

Aluminum wheels has one of the so-called critical area is located in the hub,
spoke, and flange. Failure in the flange area, spokes, and hub may result in more
harm, both in terms of loss of material and non- material terms. The purpose of
this research was conducted to determine the cause of failure in aluminum alloy
wheels with experimental testing and using numerical simulations. Object of
research is aluminum alloy car wheels Toyota Corolla Altis with a diameter of
17,5 inches (444.5 mm) and a width of 7 inches (177.8 mm). Testing is conducted
chemical composition test, hardness test, tensile test, and metallographic test. Of
testing found that the composition of the material is aluminum alloy wheels with
type A413.0. Hardness on the material in the rim flange area that normally is 80.9
BHN scale. Hardness in plastically deformed flange area is 74.7 BHN scale . The
maximum tensile stress is 232.990 MPa, elongation 5.48 %, yield stress is
190.334 MPa, Young's Modulus 72.199 GPa. Micro Photo with 100 x and 200 x
magnification obtain porosity occurs in the area of plastic deformation. The
results of numerical simulations using the standard wheels Ansys Workbench 14.0
Total Deformation maximum gain rate was 0.64872 mm from its original form.
Simulation Equivalent Stress produces a maximum stress of 71.023 MPa , and the
minimum stress occurs at 0.039784 MPa. It can be concluded that the cause of
failure in aluminum alloy wheels is the occurrence of porosity in many areas,
causing plastically deformed material hardness decreases.

Keywords: Porosity, Hardness of Materials, and ANSYS Simulation

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Velg aluminium mempunyai daerah yang dinamakan area kritis terletak di daerah
hub, spoke, dan flange. Kegagalan pada daerah flange, spoke, dan hub dapat
mengakibatkan banyak kerugian, baik kerugian dari segi materi maupun dari segi
non materi. Tujuan penelitian ini dilakukan untuk dapat mengetahui penyebab
terjadinya kegagalan pada velg aluminium alloy dengan pengujian eksperimental
dan menggunakan simulasi numerik. Objek penelitian yang digunakan adalah velg
mobil aluminium alloy Toyota Corolla Altis dengan diameter 17,5 inci (444,5
mm) dan lebar 7 inci (177,8 mm). Pengujian yang dilakukan adalah uji komposisi
kimia, uji kekerasan, uji tarik, uji metalografi. Dari pengujian didapat bahwa
komposisi pada material velg merupakan aluminium alloy dengan tipe A413.0.
Kekerasan pada material velg di daerah flange yang normal adalah 80,9 skala
BHN. Kekerasan pada daerah flange terdeformasi plastis adalah 74,7 skala BHN.
Tegangan tarik maksimum adalah 232,990 MPa, elongasinya 5,48 %, tegangan
mulurnya 190,334 MPa, Modulus Young 72,199 GPa. Foto mikro dengan 100 x
dan 200 x pembesaran mendapatkan porositas pada daerah yang terjadi deformasi
plastis. Hasil simulasi numerik velg standar menggunakan Ansys 14.0 Workbench
mendapatkan Total Deformation maksimum menunjukkan angka sebesar 0,67475
mm dari bentuk semula. Simulasi Equivalent Stress menghasilkan tegangan
maksimum sebesar 71,434 MPa, dan tegangan minimum yang terjadi sebesar
0,073879 MPa. Dapat disimpulkan bahwa yang menyebabkan kegagalan pada
velg aluminium alloy adalah terjadinya banyak porositas pada daerah yang
terdeformasi plastis sehingga menyebabkan kekerasan material berkurang.

Kata kunci: Porositas, Kekerasan Material, dan Simulasi ANSYS

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... i


ABSTRAK ...............................................................................................................iii
ABSTRACT ............................................................................................................. iv
DAFTAR ISI ............................................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .................................................................................................... x
DAFTAR NOTASI .................................................................................................. xi
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah ......................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................. 2
1.4 Batasan Masalah .............................................................................................. 3
1.5 Manfaat Penelitian........................................................................................... 3
1.6 Sistematika Penulisan ...................................................................................... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 5
2.1 Aluminium....................................................................................................... 5
2.2 Proses Pembuatan Aluminium ........................................................................ 6
2.3 Mikrostruktur Aluminium ............................................................................... 7
2.4 Sifat-Sifat Aluminium ..................................................................................... 8
2.4.1 Sifat Fisik Aluminium ........................................................................... 9
2.4.2 Sifat Mekanik Aluminium ..................................................................... 9
2.4.2.1 Kekuatan Tarik .............................................................................. 9
2.4.2.2 Kekerasan .................................................................................... 10
2.4.2.3 Ductile (Liat) ............................................................................... 10
2.4.2.4 Modulus Elastisitas ...................................................................... 11
2.4.2.5 Recyclability (Mampu untuk di daur ulang) ................................ 11
2.4.2.6 Reflectivity (Mampu pantul) ........................................................ 12
2.5 Aplikasi Aluminium Pada Velg Mobil.......................................................... 12
2.6 Spesifikasi Velg Mobil .................................................................................. 12
2.6.1 PCD ..................................................................................................... 13

Universitas Sumatera Utara


2.6.2 Offset .................................................................................................... 13
2.6.3 Centre Bore.......................................................................................... 14
2.6.4 Rim Marking ........................................................................................ 15
2.7 Velg Baja dan Velg Aluminium .................................................................... 15
2.7.1 Kualitas Velg Aluminium .................................................................... 16
2.7.2 Kategori Velg Aluminium ................................................................... 17
2.8 Paduan Aluminium ........................................................................................ 18
2.8.1 Pengaruh Unsur-Unsur Pemadu Pada Paduan Aluminium ................. 21
2.8.2 Macam-Macam Paduan Aluminium .................................................... 24
2.8.2.1 Paduan Al-Si ................................................................................ 24
2.8.2.2 Paduan Al-Cu dan Al-Cu-Mg ...................................................... 26
2.8.2.3 Paduan Al-Mn.............................................................................. 26
2.8.2.4 Paduan Al-Mg.............................................................................. 27
2.8.2.5 Paduan Al-Mg-Si ......................................................................... 27
2.8.2.6 Paduan Al-Mn-Zn ........................................................................ 27
2.9 Proses Pembuatan Velg ................................................................................. 28
2.9.1 Tipe One-piece Cast Wheels................................................................ 28
2.9.1.1 Gravity Casting............................................................................ 28
2.9.1.2 Low Pressure Casting.................................................................. 29
2.9.1.3 Spun-Rim, Flow- Forming atau Rim Rolling Technology ........... 29
2.9.1.4 Forging ........................................................................................ 30
2.9.2 Tipe Multi-Piece Wheels ..................................................................... 31
2.10 Tegangan ..................................................................................................... 31
2.11 Regangan ..................................................................................................... 32
2.12 Uji Komposisi Kimia................................................................................... 32
2.13 Uji Kekerasan (Hardness Test ) .................................................................. 33
2.14 Uji Metalografi ............................................................................................ 35
..... 2.14.1Porositas………………………………………………………………36
2.15 Uji Tarik ...................................................................................................... 37
2.16 Simulasi Numerik ........................................................................................ 38
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ............................................................... 39
3.1 Waktu dan Tempat ........................................................................................ 39

Universitas Sumatera Utara


3.2 Prosedur Penelitian ........................................................................................ 39
3.3 Metode Pengumpulan Data ........................................................................... 39
3.3.1 Persiapan Bahan .................................................................................. 40
3.3.2 Persiapan Alat ...................................................................................... 41
3.3.2.1 Mesin Gerinda Tangan ................................................................ 41
3.3.2.2 Ragum.......................................................................................... 41
3.3.2.4 Jangka Sorong ............................................................................. 43
3.3.3 Pembuatan Spesimen ........................................................................... 43
3.4 Pengujian ....................................................................................................... 45
3.4.1 Uji Komposisi ...................................................................................... 45
3.4.2 Uji Kekerasan ...................................................................................... 45
3.4.3 Uji Metalografi .................................................................................... 46
3.4.3.1 Pengamplasan Spesimen Uji Metalografi.................................... 47
3.4.3.2 Polishing Spesimen Uji Metalografi............................................ 48
3.4.3.3 Proses Observasi Spesimen Uji Metalografi ............................... 48
3.4.1 Uji Tarik .............................................................................................. 49
3.5 Simulasi Numerik .......................................................................................... 50
3.5.1 Tampilan Pembuka Ansys 14.0 ........................................................... 50
3.5.2 Mendefinisikan Sistem Analisa ........................................................... 51
3.5.3 Mendefinisikan Material Properties ................................................... 52
3.5.4 Tampilan Gambar Velg ....................................................................... 52
3.5.5 Proses Meshing .................................................................................... 53
3.5.6 Proses Static Structural ....................................................................... 54
3.5.7 Proses Solution .................................................................................... 55
3.6 Diagram Alir Penelitian ................................................................................. 57
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 58
4.1 Uji Komposisi Kimia..................................................................................... 58
4.2 Uji Kekerasan ................................................................................................ 59
4.3 Uji Tarik ........................................................................................................ 61
4.4 Uji Metalografi .............................................................................................. 64
4.5 Simulasi Numerik .......................................................................................... 68

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Proses Bayer ............................................................................................ 6


Gambar 2.2 Struktur mikro dari aluminium murni .................................................... 7
Gambar 2.3 Struktur mikro dari paduan aluminium-silikon ....................................... 8
Gambar 2.4 Konstruksi velg mobil ........................................................................... 12
Gambar 2.5 PCD velg mobil ..................................................................................... 13
Gambar 2.6 Offset velg mobil ................................................................................... 14
Gambar 2.7 Ukuran velg mobil................................................................................. 15
Gambar 2.8 (a) Velg baja (b) Velg aluminium ........................................................ 16
Gambar 2.9 Diagram fasa Al-Si ................................................................................ 24
Gambar 2.10 Struktur mikro paduan hypoeutectic, eutectic, dan hypereutectic....... 25
Gambar 2.11 Velg mobil tipe one-piece cast wheels ................................................ 28
Gambar 2.12 Velg BBS RC ...................................................................................... 29
Gambar 2.13 Proses pembuatan velg sistem forging ................................................ 30
Gambar 2.14 Velg mobil tipe multi-piece wheels ..................................................... 31
Gambar 2.15 Alat uji kekerasan material logam....................................................... 34
Gambar 2.16 Alat uji struktur mikro ......................................................................... 35
Gambar 2.17 Alat uji tarik ........................................................................................ 37
Gambar 3.1 Velg mobil bekas Toyota Camry jenis A413.0 ..................................... 40
Gambar 3.2 Mesin gerinda tangan ............................................................................ 41
Gambar 3.3 Ragum ................................................................................................... 42
Gambar 3.4 Mesin sekrap datar ................................................................................ 42
Gambar 3.5 Jangka sorong ......................................................................................... 43
Gambar 3.6 Bagian velg yang akan dibuat spesimen untuk pengujian..................... 43
Gambar 3.7 OES (Optical Emission Spectrometer).................................................. 45
Gambar 3.8 Brinell Hardness Tester ........................................................................ 46
Gambar 3.9 Mikroskop optik .................................................................................... 47
Gambar 3.10 Polishing Machine .............................................................................. 48
Gambar 3.11 Metal Polish ........................................................................................ 48
Gambar 3.12 Alat uji tarik Torsee Type AMU-10 .................................................... 49
Gambar 3.13 Tampilan awal Ansys .......................................................................... 50

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3.14 Tampilan sistem analisa ...................................................................... 51
Gambar 3.15 Tampilan Engineering data................................................................. 51
Gambar 3.16 Tampilan material properties.............................................................. 52
Gambar 3.17 Tampilan pembuatan velg dari AutoCAD 3D..................................... 53
Gambar 3.18 Tampilan gambar velg hasil meshing .................................................. 54
Gambar 3.19 Tampilan gambar velg hasil fixed support .......................................... 54
Gambar 3.20 Tampilan velg yang dikenai beban...................................................... 55
Gambar 3.21 Tampilan proses solution .................................................................... 56
Gambar 3.23 Diagram alir penelitian ........................................................................ 57
Gambar 4.1 Spesimen uji komposisi kimia............................................................... 58
Gambar 4.2 Spesimen uji kekerasan, (a) yang terdeformasi plastis,
(b) yang normal ..................................................................................... 59
Gambar 4.3 Spesimen uji tarik .................................................................................. 61
Gambar 4.4 ASTM E 8M untuk sheet-type .............................................................. 61
Gambar 4.5 Grafik hasil pengujian tarik ................................................................... 62
Gambar 4.6 Spesimen uji metalografi, (a) yang normal, (b) yang
terdeformasi plastis ............................................................................. 64
Gambar 4.7 Mikrostruktur spesimen yang normal, (a) dengan 100 x pembesaran,
(b) dengan 200 x pembesaran ............................................................. 65
Gambar 4.8 Mikrostruktur spesimen yang terdeformasi plastis, (a) dengan
100 x pembesaran, (b) dengan 200 x pembesaran .............................. 66
Gambar 4.9 Distribusi total deformation .................................................................. 68
Gambar 4.10 Distribusi equivalent stress ................................................................. 69

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sifat fisik Aluminium.................................................................................. 9


Tabel 2.2 Daftar seri paduan aluminium tempa ........................................................ 20
Tabel 2.3 Daftar seri paduan aluminium tuang……………………………………..
21
Tabel 3.1 Karakteristik paduan A413.0 .................................................................... 40
Tabel 4.1 Hasil uji komposisi kimia .......................................................................... 58
Tabel 4.2 Pengujian Kekerasan di daerah flange normal dengan beban 500 kg....... 60
Tabel 4.3 Pengujian Kekerasan di daerah flange terdeformasi plastis dengan beban
500 kg .................................................................................................... 60
Tabel 4.4 Hasil pengujian tarik ................................................................................. 63

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR NOTASI

Simbol Keterangan Satuan


σ Tegangan MPa
A Luas penampang mm2
F Gaya Newton
ε Regangan
ΔL Perpanjangan mm
L0 Panjang mula-mula mm
ρ Densitas g/cm3
σy Tegangan mulur MPa
σu Tegangan tarik MPa
σf Tegangan patah MPa
E Modulus Young Gpa
BHN Kekerasan HB
ν Poisson Ratio

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

Aluminum wheels has one of the so-called critical area is located in the hub,
spoke, and flange. Failure in the flange area, spokes, and hub may result in more
harm, both in terms of loss of material and non- material terms. The purpose of
this research was conducted to determine the cause of failure in aluminum alloy
wheels with experimental testing and using numerical simulations. Object of
research is aluminum alloy car wheels Toyota Corolla Altis with a diameter of
17,5 inches (444.5 mm) and a width of 7 inches (177.8 mm). Testing is conducted
chemical composition test, hardness test, tensile test, and metallographic test. Of
testing found that the composition of the material is aluminum alloy wheels with
type A413.0. Hardness on the material in the rim flange area that normally is 80.9
BHN scale. Hardness in plastically deformed flange area is 74.7 BHN scale . The
maximum tensile stress is 232.990 MPa, elongation 5.48 %, yield stress is
190.334 MPa, Young's Modulus 72.199 GPa. Micro Photo with 100 x and 200 x
magnification obtain porosity occurs in the area of plastic deformation. The
results of numerical simulations using the standard wheels Ansys Workbench 14.0
Total Deformation maximum gain rate was 0.64872 mm from its original form.
Simulation Equivalent Stress produces a maximum stress of 71.023 MPa , and the
minimum stress occurs at 0.039784 MPa. It can be concluded that the cause of
failure in aluminum alloy wheels is the occurrence of porosity in many areas,
causing plastically deformed material hardness decreases.

Keywords: Porosity, Hardness of Materials, and ANSYS Simulation

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Velg aluminium mempunyai daerah yang dinamakan area kritis terletak di daerah
hub, spoke, dan flange. Kegagalan pada daerah flange, spoke, dan hub dapat
mengakibatkan banyak kerugian, baik kerugian dari segi materi maupun dari segi
non materi. Tujuan penelitian ini dilakukan untuk dapat mengetahui penyebab
terjadinya kegagalan pada velg aluminium alloy dengan pengujian eksperimental
dan menggunakan simulasi numerik. Objek penelitian yang digunakan adalah velg
mobil aluminium alloy Toyota Corolla Altis dengan diameter 17,5 inci (444,5
mm) dan lebar 7 inci (177,8 mm). Pengujian yang dilakukan adalah uji komposisi
kimia, uji kekerasan, uji tarik, uji metalografi. Dari pengujian didapat bahwa
komposisi pada material velg merupakan aluminium alloy dengan tipe A413.0.
Kekerasan pada material velg di daerah flange yang normal adalah 80,9 skala
BHN. Kekerasan pada daerah flange terdeformasi plastis adalah 74,7 skala BHN.
Tegangan tarik maksimum adalah 232,990 MPa, elongasinya 5,48 %, tegangan
mulurnya 190,334 MPa, Modulus Young 72,199 GPa. Foto mikro dengan 100 x
dan 200 x pembesaran mendapatkan porositas pada daerah yang terjadi deformasi
plastis. Hasil simulasi numerik velg standar menggunakan Ansys 14.0 Workbench
mendapatkan Total Deformation maksimum menunjukkan angka sebesar 0,67475
mm dari bentuk semula. Simulasi Equivalent Stress menghasilkan tegangan
maksimum sebesar 71,434 MPa, dan tegangan minimum yang terjadi sebesar
0,073879 MPa. Dapat disimpulkan bahwa yang menyebabkan kegagalan pada
velg aluminium alloy adalah terjadinya banyak porositas pada daerah yang
terdeformasi plastis sehingga menyebabkan kekerasan material berkurang.

Kata kunci: Porositas, Kekerasan Material, dan Simulasi ANSYS

Universitas Sumatera Utara


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Banyak industri otomotif yang menggunakan paduan alumunium silikon


sebagai bahan baku utama untuk proses pengecoran. Salah satunya adalah velg
mobil. Berdasarkan bahan bakunya, velg mobil terbagi menjadi dua jenis yaitu
velg baja dan velg aluminium. Paduan aluminium yang banyak digunakan pada
velg mobil adalah aluminium silikon atau sering disebut juga paduan A413.0
Paduan ini memiliki mampu alir yang baik, mampu las yang baik, sifat ketahanan
korosi yang baik, memiliki massa jenis yang rendah dan heat treatable. Dengan
berbagai keutamaaan tersebut maka velg dengan paduan A413.0 menjadi pilihan
utama diberbagai industri otomotif sehingga permintaaan velg A413.0 semakin
meningkat.
Velg aluminum A413.0 adalah salah satu jenis velg non ferrous yang tidak
mempunyai fatique limit. Velg aluminium mempunyai daerah yang dinamakan
area kritis atau yang disebut juga dengan critical area dimana area kritis itu
adalah daerah terjadinya konsentrasi tegangan. Area kritis di velg terletak di
daerah hub, spoke, dan flange.
Kegagalan pada daerah flange dapat mengakibatkan kerugian banyak, baik
kerugian dari segi materi maupun dari segi non materi. Dari segi materi bagi
produsen yaitu kurangnya minat pembeli velg racing yang dibuat tidak sesuai
dengan permintaan pasar, bertambahnya biaya produksi dikarenakan velg yang
mengalami keretakan harus dilebur kembali. Dan kerugian materi yang lain bagi
konsumen yaitu dapat menambah biaya karena velg akan mengalami kerusakan
sebelum mencapai umur pakainya dan kerugian dari segi non materi adalah
timbulnya korban jiwa ketika velg tersebut mengalami kegagalan saat sedang
dioperasikan.
Masalah di atas dapat diminimalisir dengan menggunakan analisa
kegagalan atau failure analysis. Dengan analisa kegagalan dapat ditemukan
penyebab terjadinya keretakan pada daerah hub dan kegagalan yang sama tidak

Universitas Sumatera Utara


terulang kembali. Berdasarkan uraian di atas maka sangatlah penting
dilakukannya penelitian failure analysis guna meminimalisir dan mengetahui
penyebab terjadinya keretakan pada velg sehingga dapat dilakukan tindakan untuk
pencegahannya. Oleh karena itu, simulasi secara numerik menggunakan komputer
dapat dilakukan untuk memodifikasi bentuk velg mobil agar kegagalan yang
sering terjadi dapat diminimalisir.

1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan yang akan menjadi pokok bahasan dalam penelitian ini


adalah bagaimana pengaruh kekerasan pada material velg aluminium alloy,
melihat struktur kandungan unsur-unsur yang terdapat pada material velg
aluminium alloy, serta melihat adanya kemungkinan cacat pada material velg
mobil aluminium alloy.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain :


A. Secara umum
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui penyebab terjadinya kegagalan
pada velg aluminium alloy dengan pengujian eksperimental dan
menggunakan simulasi numerik.

B .Secara khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
a .Mengetahui komposisi material pada velg aluminium alloy.
b. Mengetahui kekerasan material pada velg aluminium alloy.
c. Mengetahui mikrostruktur material pada velg aluminium alloy.
d. Mengetahui kekuatan tarik pada velg aluminium alloy.
e. Mengetahui nilai distribusi tegangan yang terjadi pada velg aluminium
alloy dengan menggunakan software Ansys.

Universitas Sumatera Utara


1.4 Batasan Masalah

Masalah yang muncul dapat diselesaikan dengan baik dan penelitian ini
mencapai tujuan yang diinginkan, maka diperlukan batasan masalah yang meliputi
antara lain :
a. Material yang digunakan velg aluminium alloy yang bekas dan banyak
dipakai.
b. Pengujian yang dilakukan adalah uji komposisi, uji kekerasan, uji
metalografi, dan uji tarik.
c. Simulasi numerik menggunakan software Ansys untuk mengetahui distribusi
tegangan yang terjadi pada velg aluminium alloy.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:


1. Pengembangan Akademis
a. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah pengetahuan, wawasan,
dan pengalaman tentang material logam aluminium alloy.
b. Bagi akademik, penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi
tambahan untuk penelitian tentang analisa kegagalan struktur velg
mobil aluminium alloy.

2. Pengembangan Industri
Bagi industri diharapkan dapat digunakan sebagai acuan atau pedoman
sebelum mendesain velg mobil berbasis logam aluminium alloy untuk
mencegah terjadinya kegagalan dan tanpa perlu menambah elemen paduan
khusus yang berbiaya tinggi.

Universitas Sumatera Utara


1.6 Sistematika Penulisan

Pada penelitian ini akan berisikan:


BAB 1. PENDAHULUAN
Bab ini membahas latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian,
batasan masalah, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini membahas literatur dan referensi yang diperlukan berkenaan
dengan masalah yang dikaji dalam penelitian mengenai uji komposisi, uji
kekerasan, uji metalografi, uji tarik, dan software Ansys.
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisi urutan dan cara yang dilakukan. Dimulai dari alat, bahan,
dan proses yang dilaksanakan.
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini menampilkan data-data yang diperoleh dari penelitian dan hasil
pengujian berupa tabel-tabel maupun hasil pengamatan mikro dan
pengamatan makro.
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini yaitu penutup, berisi tentang kesimpulan dan saran dari semua
hasil analisa pengamatan serta perhitungan.
DAFTAR PUSTAKA
Daftar pustaka berisikan literatur yang digunakan dalam penelitian dan
penyusunan laporan ini.
LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aluminium

Aluminium diambil dari bahasa Latin: alumen, alum. Orang-orang Yunani


dan Romawi kuno menggunakan alum sebagai cairan penutup pori-pori dan bahan
penajam proses pewarnaan. Pada tahun 1787, Lavoisier menduga bahwa unsur ini
adalah Oksida logam yang belum ditemukan. Pada tahun 1761, de Morveau
mengajukan nama alumine untuk basa alum. Pada tahun 1827, Wohler disebut
sebagai ilmuwan yang berhasil mengisolasi logam ini. Pada 1807, Davy
memberikan proposal untuk menamakan logam ini Aluminum, walau pada
akhirnya setuju untuk menggantinya dengan Aluminium. Nama yang terakhir ini
sama dengan nama banyak unsur lainnya yang berakhir dengan “ium”.
Aluminium ditemukan pada tahun 1825 oleh Hans Christian Oersted. Baru
diakui secara pasti oleh F. Wohler pada tahun 1827. Sumber unsur ini tidak
terdapat bebas, bijih utamanya adalah bauksit. Penggunaan Aluminium antara lain
untuk pembuatan kabel, kerangka pesawat terbang, mobil dan berbagai produk
peralatan rumah tangga. Senyawanya dapat digunakan sebagai obat, penjernih air,
fotografi serta sebagai ramuan cat, bahan pewarna, ampelas dan permata sintesis.
Aluminium murni adalah logam yang lunak, tahan lama, ringan dan dapat
ditempa dengan penampilan luar bervariasi antara keperakan hingga abu-abu,
tergantung kekasaran permukaannya. Kekuatan tarik Aluminium murni adalah 90
MPa, sedangkan aluminium paduan memiliki kekuatan tarik berkisar hingga 600
MPa. Aluminium memiliki berat sekitar satu pertiga baja, mudah ditekuk, dicor,
ditarik, diperlakukan dengan mesin, dan diekstrusi. Resistansi terhadap korosi
terjadi akibat fenomena pasivasi, yaitu terbentuknya lapisan Aluminium Oksida
ketika Aluminium terpapar dengan udara bebas. Lapisan Aluminium Oksida ini
mencegah terjadinya oksidasi lebih jauh. Aluminium paduan dengan tembaga
kurang tahan terhadap korosi akibat reaksi galvanik dengan paduan Tembaga.
Dalam keadaan murni aluminium terlalu lunak, terutama kekuatannya
sangat rendah untuk dapat dipergunakan pada berbagai keperluan teknik. Dengan

Universitas Sumatera Utara


pemaduan ini dapat diperbaiki tetapi seringkali sifat tahan korosinya berkurang,
demikian juga keuletannya.

2.2 Proses Pembuatan Aluminium

Aluminium adalah logam yang sangat reaktif yang membentuk ikatan


kimia berenergi tinggi dengan oksigen. Dibandingkan dengan logam lain, proses
ekstrasi aluminium dari batuannya memerlukan energi yang tinggi untuk
mereduksi Al2O3. Proses reduksi ini tidak semudah mereduksi besi dengan
menggunakan batu bara, karena aluminium merupakan reduktor yang lebih kuat
dari karbon. Proses produksi aluminium dimulai dari pengambilan bahan tambang
yang mengandung aluminium (bauksit, corrondum, gibbsite, boehmite, diaspore,
dan lainnya). Selanjutnya, bahan tambang dibawa menuju proses Bayer yang
ditunjukkan pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Proses Bayer


Sumber: http://yarayaa.blogspot.com/2013/05/proses-pembuatan-
aluminium.html

Universitas Sumatera Utara


Proses Bayer menghasilkan alumina (Al2O3) dengan membasuh bahan
tambang yang mengandung aluminium dengan larutan natrium hidroksida pada
temperatur 175 0C sehingga menghasilkan aluminium hidroksida, Al(OH)3.
Aluminium hidroksida lalu dipanaskan pada suhu sedikit di atas 1000 0C sehingga
terbentuk alumina dan H2O yang menjadi uap air. Setelah Alumina dihasilkan,
alumina dibawa ke proses Hall-Heroult. Proses Hall-Heroult dimulai dengan
melarutkan alumina dengan lelehan Na3AlF6, atau yang biasa disebut cryolite.
Larutan lalu dielektrolisis dan akan mengakibatkan aluminium cair menempel
pada anoda, sementara oksigen dari alumina akan teroksidasi bersama anoda yang
terbuat dari karbon, membentuk karbon dioksida. Aluminium cair memiliki massa
jenis yang lebih ringan dari pada larutan alumina, sehingga pemisahan dapat
dilakukan dengan mudah.

2.3 Mikrostruktur Aluminium

Gambar 2.2 memperlihatkan struktur mikro aluminium murni. Aluminium


murni 100% tidak memiliki kandungan unsur apapun selain aluminium itu sendiri.

Gambar 2.2 Struktur mikro dari aluminium murni


Sumber: Skripsi Boy Harpit Akroma, tahun 2011

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.3 Struktur mikro dari paduan aluminium-silikon
Sumber: Skripsi Boy Harpit Akroma, tahun 2011

Gambar 2.3 Struktur mikro dari paduan aluminium-silikon. Gambar (a)


merupakan paduan Al-Si tanpa perlakuan khusus. Gambar (b) merupakan paduan
Al-Si dengan perlakuan termal. Gambar (c) adalah paduan Al-Si dengan
perlakuan termal dan penempaan. Perhatikan bahwa semakin ke kanan, struktur
mikro semakin baik.

2.4 Sifat-Sifat Aluminium

Sifat teknik bahan aluminium murni dan aluminium paduan dipengaruhi


oleh konsentrasi bahan dan perlakuan yang diberikan terhadap bahan tersebut.
Aluminium terkenal sebagai bahan yang tahan terhadap korosi. Hal ini disebabkan
oleh fenomena pasivasi, yaitu proses pembentukan lapisan aluminium oksida di
permukaan logam aluminium segera setelah logam terpapar oleh udara bebas.
Lapisan aluminium oksida ini mencegah terjadinya oksidasi lebih jauh. Namun,
pasivasi dapat terjadi lebih lambat jika dipadukan dengan logam yang bersifat
lebih katodik, karena dapat mencegah oksidasi aluminium.

Universitas Sumatera Utara


2.4.1 Sifat Fisik Aluminium

Sifat fisik dari aluminium dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Sifat fisik aluminium


Nama, Simbol, dan Nomor Atom Aluminium, Al, 13
Sifat Fisik
Wujud Padat
Massa jenis 2,70 gram/cm3
Massa jenis pada wujud cair 2,375 gram/cm3
Titik lebur 933,47 K. 660,32 0C. 1220,58 0F
Titik didih 2792 K. 251,9 0C. 4566 0F
Kalor jenis (25 0C) 24,2 J/mol K
Resistansi listrik (20 0C) 28,2 nΩ m
Konduktivitas termal (300 K) 237 W/m K
Pemuaian termal (25 0C) 23,1μm/m K
Modulus Young 70 Gpa
Modulus geser 26 Mpa
Poisson ratio 0,35
Kekerasan skala Mohs 2,75
Kekerasan skala Vickers 167 Mpa
Kekerasan skala Brinnel 12-16 BHN
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/aluminium

2.4.2 Sifat Mekanik Aluminium

Adapun sifat-sifat mekanik dari aluminium adalah sebagai berikut.

2.4.2.1 Kekuatan Tarik

Kekuatan tarik adalah besar tegangan yang didapatkan ketika


dilakukan pengujian tarik. Kekuatan tarik ditunjukkan oleh nilai tertinggi
dari tegangan pada kurva tegangan-regangan hasil pengujian, dan biasanya

Universitas Sumatera Utara


terjadi ketika terjadinya necking. Kekuatan tarik bukanlah ukuran kekuatan
yang sebenarnya dapat terjadi di lapangan, namun dapat dijadikan sebagai
suatu acuan terhadap kekuatan bahan.
Kekuatan tarik pada aluminium murni pada berbagai perlakuan
umumnya sangat rendah, yaitu sekitar 90 Mpa, sehingga untuk penggunaan
yang memerlukan kekuatan tarik yang tinggi, aluminium perlu dipadukan.
Dengan dipadukan dengan logam lain, ditambah dengan berbagai perlakuan
termal, aluminium paduan akan memiliki kekuatan tarik hingga 600 Mpa
(paduan 7075).

2.4.2.2 Kekerasan

Kekerasan gabungan dari berbagai sifat yang terdapat dalam suatu


bahan yang mencegah terjadinya suatu deformasi terhadap bahan tersebut
ketika diaplikasikan suatu gaya. Kekerasan suatu bahan dipengaruhi oleh
elastisitas, plastisitas, viskoelastisitas, kekuatan tarik, ductility, dan
sebagainya. Kekerasan dapat diuji dan diukur dengan berbagai metode.
Yang paling umum adalah metode Brinnel, Vickers, Mohs, dan Rockwell.
Kekerasan bahan aluminium murni sangatlah kecil, yaitu ekitar 20
skala Brinell, sehingga dengan sedikit gaya saja dapat mengubah bentuk
logam. Untuk kebutuhan aplikasi yang membutuhkan kekerasan, aluminium
perlu dipadukan dengan logam lain dan atau diberi perlakuan termal atau
fisik. Aluminium dengan 4,4% Cu dan diperlakukan dengan quenching, lalu
disimpan pada temperatur tinggi dapat memiliki tingkat kekerasan Brinell
sebesar 160.

2.4.2.3 Ductile (Liat)

Ductility didefinisikan sebagai sifat mekanis dari suatu bahan untuk


menerangkan seberapa jauh bahan dapat diubah bentuknya secara plastis
tanpa terjadinya retakan. Dalam suatu pengujian tarik, ductility ditunjukkan
dengan bentuk neckingnya, material dengan ductility yang tinggi akan

Universitas Sumatera Utara


mengalami necking yang sangat sempit, sedangkan bahan yang memiliki
ductility rendah, hampir tidak mengalami necking. Sedangkan dalam hasil
pengujian tarik, ductility diukur dengan skala yang disebut elongasi.
Elongasi adalah seberapa besar pertambahan panjang suatu bahan
ketika dilakukan uji kekuatan tarik. Elongasi ditulis dalam persentase
pertambahan panjang per panjang awal bahan yang diujikan. Aluminium
murni memiliki ductility yang tinggi. Aluminium paduan memiliki ductility
yang bervariasi, tergantung konsentrasi paduannya, namun pada umumnya
memiliki ductility yang lebih rendah dari pada aluminium murni, karena
ductility berbanding terbalik dengan kekuatan tarik, serta semua aluminum
paduan memiliki kekuatan tarik yang lebih tinggi dari pada aluminium
murni.

2.4.2.4 Modulus Elastisitas

Aluminium memiliki modulus elastisitas yang lebih rendah bila


dibandingkan dengan baja maupun besi, tetapi dari sisi strength to weight
ratio, aluminium lebih baik. Aluminium yang memiliki titik lebur yang
lebih rendah dan kepadatan. Dalam kondisi yang dicairkan dapat diproses
dalam berbagai cara. Hal ini yang memungkinkan produk-produk dari
aluminium yang akan dibentuk, pada dasarnya dekat dengan akhir dari
desain produk.

2.4.2.5 Recyclability (Mampu untuk didaur ulang)

Aluminium adalah 100% bahan yang didaur ulang tanpa penurunan


dari kualitas awalnya, peleburannya memerlukan sedikit energi, hanya
sekitar 5% dari energi yang diperlukan untuk memproduksi logam utama
yang pada awalnya diperlukan dalam proses daur ulang.

Universitas Sumatera Utara


2.4.2.6 Reflectivity (Mampu pantul)

Aluminium adalah reflektor yang baik dari cahaya serta panas, dan
dengan bobot yang ringan, membuatnya ideal untuk bahan reflektor.

2.5 Aplikasi Aluminium Pada Velg Mobil

Velg adalah komponen utama dalam sebuah kendaraan. Tanpa velg,


kendaraan baik itu mobil ataupun motor tidak akan dapat berjalan. Velg ada dua
jenis yang dikenal di kalangan masyarakat yaitu velg standar pabrikan dan velg
jenis racing. Velg standar atau velg dari pabrikan banyak yang tidak menyukai
karena beberapa 12las an salah satunya adalah trend. Oleh karena itu banyak yang
menggantinya dengan velg yang lebih gaya atau yang di sebut dengan velg racing.

2.6 Spesifikasi Velg Mobil

Terdapat beberapa kode-kode yang dipakai untuk menggambarkan


spesifikasi detail dari sebuah velg mobil yang ditunjukkan pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 Konstruksi velg mobil


Sumber: http://hangar-besi.blogspot.com/2013/01/kode-kode-pada-velg.html

Arti kode pada gambar 2.4 sebagai berikut.

Universitas Sumatera Utara


2.6.1 PCD

PCD adalah singkatan dari "Pitch Circle Diametre" (diameter lingkaran


pitch). Ini adalah diameter lingkaran, yang diambil melalui pusat lubang baut pada
roda. PCD diukur dalam millimeter dan juga menunjukkan jumlah baut roda yang
ada. Misalnya kode 5/114,3 merupakan kode untuk menunjukkan jumlah baut
yaitu 5 baut dan 114,3 merupakan PCD yang terlihat pada gambar 2.5.
Pengukurannya dengan mengambil titik terlurus dari masing-masing
lubang baut roda. Misalnya 4 baut yang diukur antara titik berseberangan dan
satuan milimeter. Tetapi kalau yang 5 baut, penarikan garis PCD ada di antara dua
titik lubang baut yang ada di seberang lubang baut roda yang ditarik ukurannya.
Dari ukuran itu, didapat angka paling standar 100 mm buat mobil-mobil
kebanyakan. Maka disebutnya PCD 100. Untuk mobil-mobil MPV dan light-
SUV, PCD-nya 114,3 mm, sedangkan sedan kecil dan hatchback, seperti Honda
Jazz, Toyota Yaris, atau Chevrolet Aveo, ber-PCD 100 mm. Kalau mobil
Mercedes Benz 112 mm, BMW 120 mm, dan SUV yang besar 139,7 mm.

Gambar 2.5 PCD velg mobil


Sumber: http://www.jipku.com/artikodevelg.html

2.6.2 Offset

Atau juga sering disebut dengan istilah "ET" yang diambil dari prefix
Bahasa Jerman "Einpresstiefe" (press depth), adalah ukuran seberapa besar
tekukan penampang / permukaan tengah velg bagian dalam yang ke luar ataupun
ke dalam, semakin kecil ukuran offset maka penampang dalamnya semakin tebal

Universitas Sumatera Utara


sehingga membuat velg apabila terpasang di mobil akan semakin keluar dari
fender. Offset menunjukkan jarak dari titik tengah velg ke bagian dudukan baut as
roda (bisa rem cakram atau tutup tromol) yang menggunakan satuan milimeter.
Seperti yang terlihat dalam gambar 2.6, offset disebut dengan "+" (positif) jika
permukaan yang menyentuh dudukan as roda melampaui garis tengah pelek, dan
disebut "-" (negatif) ketika lebih dalam daripada garis tengah velg. Pemilihan
jenis offset ini perlu diperhatikan agar ban tidak terlalu masuk ke dalam dan
menyentuh rongga spatbor kendaraan atau velg dapat menyentuh/ menabrak
kaliper rem.

Gambar 2.6 Offset velg mobil


Sumber: http://donnishare.blogspot.com/2010/09/belajar-mengenai-profil-ban-
velg-dan.html

2.6.3 Centre Bore

Merupakan lubang di tengah-tengah lubang baut pada velg mobil, yang


berfungsi untuk menahan velg agar tetap berada dipusat roda atau sering juga
disebut Centre Hole.

Universitas Sumatera Utara


2.6.4 Rim Marking

Pada umumnya format penulisannya seperti ini 18x8J ET 35, yang artinya
velg mobil tersebut berukuran diameter 18 inch dengan lebar velg 8 inch dan
offset 35 mm seperti pada gambar 2.7.

Gambar 2.7 Ukuran velg mobil


Sumber: http://www.jipku.com/artikodevelg.html

2.7 Velg Baja dan Velg Aluminium

Industri velg mobil pada umumnya dapat dibagi menjadi dua yaitu velg
aluminium dan velg baja yang terlihat pada gambar 2.8. Untuk angkutan umum
dan komersial yang memerlukan velg dengan kekuatan tinggi dan kualitas
penampilan yang rendah, baja merupakan bahan logam yang paling efisien dan
efektif. Namun untuk mobil penumpang, selain kekuatan dan keringanan velg,
penampilan velg yang indah juga diminati oleh pemakai.
Logam aluminium lebih tahan karat dibandingkan baja sehingga
penampilan logam aluminium lebih tahan lama keindahannya daripada logam
baja, selain itu logam aluminium dapat menimbulkan kilauan indah yang
mengkilap bila dipoles. Kelebihan logam aluminium yang terakhir terletak pada
beratnya yang lebih ringan dibandingkan logam baja. Oleh karena itu, velg dengan
bahan dasar logam aluminium menjadi velg standar bagi mobil penumpang pada
umumnya.

Universitas Sumatera Utara


(a) (b)
Gambar 2.8 (a) Velg baja (b) Velg Aluminium

2.7.1 Kualitas Velg Aluminium

Kualitas velg aluminium dipengaruhi oleh kriteria-kriteria sebagai berikut:

1. Penampilan

velg bersifat fashion yang digunakan untuk memperindah penampilan


mobil secara keseluruhan.

2. Mode

karena velg bersifat fashion maka tentunya mode dari sebuah velg
mempengaruhi minat pelanggan yang ingin membeli velg.

3. Warna (finishing)

finishing sebuah velg meningkatkan daya tarik pelanggan dari produk


fashion tersebut.

4. Kekuatan

velg yang tidak kuat dapat membahayakan keselamatan penumpang mobil


tersebut, terutama untuk kalangan yang menggemari kegiatan rally dimana
kekuatan velg diutamakan untuk melewati jalanan off-road yang lebih
menantang.

Universitas Sumatera Utara


5. Keringanan

velg yang ringan akan meningkatkan kecepatan sebuah mobil dan juga
dapat mengurangi kebutuhan bahan bakar mobil tersebut.

2.7.2 Kategori Velg Aluminium

Velg aluminium memiliki beberapa kategori style yang memiliki pangsa


pasar tersendiri sebagai berikut:

1. Standard atau OEM

velg aluminium standard atau OEM digunakan untuk mengkategorikan


velg-velg aluminium yang merupakan velg keluaran standar dari
manufaktur mobil. Mayoritas pengguna mobil penumpang menggunakan
velg standard yang telah disediakan oleh manufaktur mobil ketika
membeli sebuah mobil.

2. Racing

velg aluminium yang termasuk dalam model ini lebih fokus pada
keringanan berat dan keseimbangan dari velg tersebut. Velg yang ringan
akan meningkatkan laju kecepatan sebuah kendaraan. Keseimbangan
(balance) velg racing sangat mempengaruhi kestabilan kendaraan saat
melaju dengan kecepatan tinggi.

3. Rally

velg aluminium rally kualitasnya diukur dari ketangguhan velg tersebut


bila digunakan dalam kondisi jalan yang buruk atau off-road. Penggemar
rally pada umumnya lebih peduli dengan kekuatan velg dibandingkan
keringan berat velg tersebut.

Universitas Sumatera Utara


4. VIP Style

velg aluminium VIP style lebih difokuskan kepada penampilan velg yang
dapat memperindah penampilan mobil mewah. Penggemar velg dengan
style ini mengingini penampilan velg yang akan membuat penampilan
mobilnya menjadi lebih mewah.

5. Replika

karena velg aluminium adalah barang fashion maka terdapat permintaan


terhadap replika atau tiruan dari merek terkenal.

2.8 Paduan Aluminium

Aluminium merupakan logam ringan yang mempunyai sifat ketahanan


korosi yang baik. Material ini digunakan dalam bidang yang luas bukan hanya
untuk peralatan rumah tangga saja tetapi juga dipakai untuk kepentingan industri,
misalnya untuk industri pesawat terbang, komponen-komponen mobil, komponen
regulator dan konstruksi-konstruksi yang lain.
Menurut Aluminum Association (AA) dapat diidentifikasi dengan sistem
empat digit berdasarkan komposisi paduan seperti xxx.1 dan xxx.2 untuk ingot
yang dilebur kembali. Sedangkan simbol xxx.0 untuk menentukan batas komposisi
pengecoran dan simbol A356, B356 dan C356 untuk paduan cor gravitasi.
Masing-masing paduan ini identik dengan kandungan yang mendominasi tetapi
berkurang batas penggunaan karena impuritinya, khususnya kandungan besi.
Berikut ini beberapa contoh aplikasi aluminium:

1. Aluminium seri 1xxx

Memiliki kekuatan yang rendah, ketahanan terhadap korosi yang tinggi,


tingkat reflektif yang tinggi, dan konduktifitas termal dan listrik yang tinggi
sehingga kombinasi ini cocok untuk digunakan dalam pengemasan, perangkat
listrik, peralatan pemanas, pencahayaan, dekorasi dan lain-lain.

Universitas Sumatera Utara


2. Aluminium seri 2xxx

Melalui pengerasan dengan precipitation hardening dapat digunakan untuk


penerbangan dan roda, kendaraan militer, cocok juga untuk sekrup, baut,
komponen permesinan, dan lain-lain.

3. Aluminium seri 3xxx

Tipikal aplikasi seri ini rata-rata untuk kaleng dan untuk paduan yang
memerlukan pembentukan dengan cara ditekan dan penggulungan. Selain untuk
pengemasan, bangunan, peralatan rumah, alloy ini digunakan juga untuk benda
yang memerlukan kekuatan, formabilitas, weldabilitas, dan korosi yang tinggi
serta untuk perlengkapan pemanasan seperti helaian brazing dan pipa pemanas.

4. Aluminium seri 4xxx

Kandungan silikon yang tinggi digunakan untuk produk yang memerlukan


tingkat kekakuan yang tinggi atau keuletan yang rendah.

5. Aluminium seri 5xxx

Kombinasi kekuatan sedang, ketahanan korosi yang luar biasa, dan


weldabilitas biasa digunakan untuk bagian luar (outdoor), arsitektur, khususnya
dalam bidang kelautan (perkapalan), dan juga untuk otomotif untuk bodi mobil
dan komponen casis.

6. Aluminium seri 6xxx

Kombinasi yang baik antara kekuatan tinggi, formabilitas, ketahanan


korosi, dan weldabilitas sehingga digunakan untuk transport (bodi luar otomotif
dan lain-lain), bangunan (pintu, jendela, dan lain-lain), kelautan, pemanasan, dan
lain-lain.

Universitas Sumatera Utara


7. Aluminium seri 7xxx

Bagian terpenting dari penggunaan seri ini berdasarkan kekuatan yang


tinggi, contohnya pada bidang penerbangan, penjelajahan luar angkasa, militer
dan nuklir. Tetapi juga bagian structural bangunan sama baiknya dengan atribut
olah raga raket tenis, ski, dan lain-lain.

Jenis paduan aluminium saat ini sangat banyak dan tidak menutup
kemungkinan ditemukannya lagi jenis paduan aluminium baru, oleh karena itu
dibuatlah sistem penamaan sesuai dengan komposisi dan karakteristik paduan
aluminium tersebut untuk memudahkan pengklasifikasiannya. Salah satu
penamaan paduan aluminium adalah dengan standar AA, seperti pada Tabel 2.2.
Pada aluminium tempa, seri 1xxx digunakan untuk aluminium murni.
Digit kedua dari seri tersebut menunjukkan komposisi aluminium dengan limit
pengotor alamiahnya, sedangkan dua digit terakhir menunjukkan persentase
minimum dari aluminium tsb. Digit pertama pada seri 2xxx sampai 7xxx
menunjukkan kelompok paduannya berdasarkan unsur yang memiliki persentase
komposisi terbesar dalam paduan.

Tabel 2.2 Daftar seri paduan aluminium tempa


No. Seri Komposisi Paduan
1xxx Aluminium murni
2xxx Paduan aluminium – tembaga
3xxx Paduan aluminium – mangan
4xxx Paduan aluminium – silicon
5xxx Paduan aluminium – magnesium
6xxx Paduan aluminium – magnesium – silicon
7xxx Paduan aluminium – seng
8xxx Paduan aluminium – timah – litium
9xxx Disiapkan untuk penggunaan di masa depan

Digit kedua menunjukkan modifikasi dari unsur paduannya, jika digit


kedua bernilai 0 maka paduan tersebut murni terdiri dari aluminium dan unsur

Universitas Sumatera Utara


paduan. Jika nilainya 1 – 9, maka paduan tersebut memiliki modifikasi dengan
unsure lainnya. Dua angka terakhir untuk seri 2xxx – 8xxx tidak memiliki arti
khusus, hanya untuk membedakan paduan aluminium tersebut dalam
kelompoknya.
Paduan aluminium tuang penamaannya memakai sistem tiga digit diikuti
dengan satu bilangan desimal. Tabel 2.3 menunjukkan seri paduan aluminium
tuang berdasarkan unsur paduannya.

Tabel 2.3 Daftar seri paduan aluminium tuang


No. Seri Komposisi Paduan
1xx.x Aluminium murni
2xx.x Paduan aluminium – tembaga
3xx.x Paduan aluminium – silikon - magnesium
4xx.x Paduan aluminium – silikon
5xx.x Paduan aluminium – magnesium
6xx.x Tidak digunakan
7xx.x Paduan aluminium – seng
8xx.x Paduan aluminium – timah
9xx.x Disiapkan untuk penggunaan di masa depan

Dalam standar AA, angka pertama menunjukkan kelompok paduan, angka


kedua dan ketiga menunjukkan kemurnian minimum untuk aluminium tanpa
paduan dan sebagai nomor identifikasi untuk paduan tersebut, angka keempat
menandakan bentuk produk (.0 = spesifikasi coran, .1 = spesifikasi ingot, .2 =
spesifikasi ingot yang lebih spesifik).

2.8.1 Pengaruh Unsur-Unsur Pemadu Pada Paduan Aluminium

Jenis dan pengaruh unsur-unsur paduan terhadap perbaikan sifat


aluminium antara lain:

Universitas Sumatera Utara


1. Unsur Silikon (Si)

Unsur Si dalam paduan aluminium mempunyai pengaruh positif :


a Meningkatkan sifat mampu alir (Hight Fluidity).
b. Mempermudah proses pengecoran
c. Meningkatkan daya tahan terhadap korosi
d. Memperbaiki sifat-sifat atau karakteristik coran
e. Menurunkan penyusutan dalam hasil cor
f. Tahan terhadap hot tear (perpatahan pada metal casting pada saat solidifikasi
karena adanya kontraksi yang merintangi).

Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur Si berupa penurunan keuletan


bahan terhadap beban kejut jika kandungan silikon terlalu tinggi.

2. Unsur Tembaga (Cu)

Pengaruh baik yang dapat timbul oleh unsur Cu dalam paduan aluminium:
a. Meningkatkan kekerasan bahan dengan membentuk presipitat
b. Memperbaiki kekuatan tarik
c. Mempermudah proses pengerjaan dengan mesin.

Pengaruh buruk yang dapat ditimbulkan oleh unsur Cu :


a. Menurunkan daya tahan terhadap korosi
b. Mengurangi keuletan bahan dan
c. Menurunkan kemampuan dibentuk dan dirol.

3. Unsur Magnesium (Mg)

Magnesium memberikan pengaruh baik yaitu:


a. Mempermudah proses penuangan
b. Meningkatkan kemampuan pengerjaan mesin
c. Meningkatkan daya tahan terhadap korosi
d. Meningkatkan kekuatan mekanis
e. Menghaluskan butiran kristal secara efektif

Universitas Sumatera Utara


f. Meningkatkan ketahanan beban kejut atau impak.

Pengaruh buruk yang ditimbulkan oleh unsur Mg yaitu meningkatkan


kemungkinan timbulnya cacat pada hasil pengecoran.

4. Unsur Besi (Fe)

Pengaruh baik yang dapat ditimbulkan oleh unsur Fe ada1ah mencegah


terjadinya penempelan logam cair pada cetakan.

Pengaruh buruk yang dapat ditimbulkan unsur paduan ini adalah :


a. Penurunan sifat mekanis
b. Penurunan kekuatan tarik
c. Timbulnya bintik keras pada hasil coran
d. Peningkatan cacat porositas.

5. Unsur Mangan (Mn)

Dengan unsur mangan aluminium sangat mudah dibentuk, tahan terhadap


korosi baik, sifat dan mampu lasnya baik.

6. Unsur Nikel (Ni)

Dengan unsur nikel aluminium dapat bekerja pada temperatur tinggi,


misalnya piston dan silinder head untuk motor.

7. Unsur Seng (Zn)

Umumnya seng dapat ditambahkan bersama-sama dengan unsur tembaga


dalam persentase kecil. Dengan penambahan ini akan meningkatkan sifat-
sifat mekanik pada perlakuan panas, juga kemampuan mesin.

Universitas Sumatera Utara


2.8.2 Macam–Macam Paduan Aluminium

2.8.2.1 Paduan Al-Si

Paduan Al-Si ditemukan oleh A. Pacz tahun 1921. Paduan Al-Si yang
telah diperlakukan panas dinamakan Silumin. Sifat – sifat silumin sangat
diperbaiki oleh perlakuan panas dan sedikit diperbaiki oleh unsur paduan. Paduan
Al-Si umumnya dipakai dengan 0,15% – 0,4% Mn dan 0,5 % Mg. Paduan yang
diberi perlakuan pelarutan (solution heat treatment), quenching, dan aging
dinamakan silumin, dan yang hanya mendapat perlakuan aging saja dinamakan
silumin. Paduan Al-Si yang memerlukan perlakuan panas ditambah dengan Mg
juga Cu serta Ni untuk memberikan kekerasan pada saat panas. Bahan paduan ini
biasa dipakai untuk piston kendaraan (Surdia, 1992).

Gambar 2.9 Diagram fasa Al-Si


Sumber: ASM International, 2004

Pada diagram fasa Al-Si (gambar 2.9) dapat dibagi tiga daerah yaitu:

a. Daerah Hipoeutektik

Pada daerah ini terdapat kandungan silikon < 11,7% dimana struktur
mikro akhir yang terbentuk pada fasa ini adalah fasa α – aluminium dan eutektik
(gelap) yang kaya aluminium yang memiliki kekerasan 90 HB, Struktur mikro
hipoeutektik diperlihatkan pada gambar 2.9a.

Universitas Sumatera Utara


b. Daerah Eutektik

Pada komposisi ini paduan Al-Si dapat membeku secara langsung (dari
fase cair ke padat). Kandungan silikon yang terkandung didalamnya sekitar 11,7%
sampai 12,2% untuk struktur mikro eutektik bisa dilihat pada gambar 2.9b.
Material ini memiliki kekerasan 105 HB dan uji tarik 248 MPa sehingga banyak
diaplikasikan pada komponen dengan tekanan yang tinggi, seperti:crank case,
wheel hub, cylinder barrel.(ASM Handbook vol 15, 1998)

c. Daerah Hypereutectic

Struktur mikro hypereutectic pada gambar 2.10 (c) menunjukan


Komposisi silikon diatas 12,2% sehingga kaya akan silikon dengan fasa eutektik
sebagai fasa tambahan dan memiliki kekerasan 110 HB. Contoh aluminium alloy
jenis ini : AC8H, A.339

Gambar 2.10 Struktur mikro paduan Al-Si (a) Struktur mikro paduan hypoeutectic
(1.65-12.6 wt% Si). 150X. (b) Struktur mikro paduan eutectic (12.6% Si). 400X.
(c) Struktur mikro paduan hypereutectic (>12.6% Si). 150X
Sumber: ASM International, 2004

Tipe paduan tergantung pada presentase kandungan silikon ini akan berpengaruh
terhadap titik beku (freezing point) yang dipakai pada proses pengecoran
aluminium yang bisa dilihat pada tabel 2.2.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.2. Kandungan Si berpengaruh terhadap temperatur titik beku paduan
aluminium
Alloy Si conten BS alloy Typical freezing range (0C)
Low silicon 4–6% LM 4 625 – 525
Medium Silicon 7,5 – 9,5 % LM 25 615 – 550
Eutectic alloys 10 – 13 % LM 6 575– 565
Special hypereutectic alloys >16 % LM 30 650 - 505
Sumber: ASM International, 2004

2.8.2.2 Paduan Al-Cu dan Al-Cu-Mg

Paduan Al-Cu dan Al-Cu-Mg ditemukan oleh A. Wilm dalam usaha


mengembangkan paduan alumunium yang kuat dinamakan duralumin ini sering
diaplikasikan pada rangka sepeda motor, pulley, roda gigi, velg mobil. Paduan Al-
Cu-Mg adalah paduan yang mengandung 4% Cu dan 0,5% Mg dapat ditingkatkan
kekerasanya dengan prosesnatural aging setelah solution heat treatment dan
quenching.

2.8.2.3 Paduan Al-Mn

Mangan (Mn) adalah unsur yang memperkuat Aluminium tanpa


mengurangi ketahanan korosi dan dipakai untuk membuat paduan yang tahan
terhadap korosi. Paduan Al-Mn dalam penamaan standar AA adalah paduan Al
3003 dan Al 3004. Komposisi standar dari paduan Al 3003 adalah Al, 1,2 % Mn,
sedangkan komposisi standar Al 3004 adalah Al, 1,2 % Mn, 1,0 % Mg. Paduan Al
3003 dan Al 3004 digunakan sebagai paduan tahan korosi tanpa perlakuan panas.

2.8.2.4 Paduan Al-Mg

Paduan dengan 2–3% Mg dapat mudah ditempa, dirol dan diekstrusi,


paduan Al 5052 adalah paduan yang biasa dipakai sebagai bahan tempaan. Paduan

Universitas Sumatera Utara


Al 5052 adalah paduan yang paling kuat dalam sistem ini, dipakai setelah
dikeraskan oleh pengerasan regangan apabila diperlukan kekerasan tinggi. Paduan
Al 5083 yang dianil adalah paduan antara (4,5% Mg) kuat dan mudah dilas oleh
karena itu sekarang dipakai sebagai bahan untuk tangki LNG (Surdia, 2006).

2.8.2.5 Paduan Al-Mg-Si

Sebagai paduan Al-Mg-Si dalam sistem klasifikasi AA dapat diperoleh


paduan Al 6063 dan Al 6061. Paduan dalam sistem ini mempunyai kekuatan
kurang sebagai bahan tempaan dibandingkan dengan paduan–paduan lainnya,
tetapi sangat liat, sangat baik mampu bentuknya untuk penempaan, ekstrusi dan
sebagainya. Paduan 6063 dipergunakan untuk rangka–rangka konstruksi, maka
selain dipergunakan untuk rangka konstruksi juga digunakan untuk kabel tenaga
(Surdia, 2006).

2.8.2.6 Paduan Al-Mn-Zn

Di Jepang pada permulaan tahun 1940 Iragashi dan kawan-kawan


mengadakan studi dan berhasil dalam pengembangan suatu paduan dengan
penambahan kira–kira 0,3% Mn atau Cr dimana butir kristal padat diperhalus dan
mengubah bentuk presipitasi serta retakan korosi tegangan tidak terjadi. Pada saat
itu paduan tersebut dinamakan ESD atau duralumin super ekstra. Selama perang
dunia ke dua di Amerika serikat dengan maksud yang hampir sama telah
dikembangkan pula suatu paduan yaitu suatu paduan yang terdiri dari: Al, 5,5 %
Zn, 2,5 % Mn, 1,5% Cu, 0,3 % Cr, 0,2 % Mn sekarang dinamakan paduan Al-
7075. Pengggunaan paduan ini paling besar adalah untuk bahan konstruksi
pesawat udara, disamping itu juga digunakan dalam bidang konstruksi (Surdia,
2006).

Universitas Sumatera Utara


2.9 Proses Pembuatan Velg

Proses pembuatan velg terdiri dari proses casting dan proses forging.
Proses yang banyak dilakukan adalah proses casting, karena berbiaya murah dan
teknologi proses casting sudah banyak digunakan dibanding dengan proses
forging yang memerlukan teknologi tinggi dan biaya produksi yang tinggi.

2.9.1 Tipe One-piece Cast Wheels

2.9.1.1 Gravity Casting

Gravity casting merupakan proses casting paling basic, yaitu hanya


dengan menuangkan lelehan aluminium ke dalam cetakan dengan memanfaatkan
gravitasi bumi untuk memenuhi cetakannya. Jadi kunci utama adalah didesain
cetakan yang benar-benar memperhitungkan arah gravitasi sehingga kepadatan
bentuk bisa didapat. Keuntungannya harga produksi lebih murah. Tapi tentu
desain seperti ini tidak bisa memenuhi faktor “weight reduction”, karena
kepadatan hasil gravitasi membutuhkan lelehan dalam jumlah banyak, yang
otomatis akan menambah berat velg seperti terlihat pada gambar 2.11. Kepadatan
aluminium juga tidak bisa diatur sedemikian rupa, karena udara masih mudah ikut
tercampur. Oleh karena itu, proses model ini akan menambah berat velg jika ingin
menambah kekuatannya.

Gambar 2.11 Velg mobil tipe one-piece cast wheel

Universitas Sumatera Utara


2.9.1.2 Low Pressure Casting

Low pressure casting menggunakan tekanan tambahan untuk menuangkan


lelehan aluminium ke dalam cetakan, sehingga proses penuangan lebih cepat dan
kondisi aluminium bisa lebih padat daripada gravity casting. Tekanan bisa didapat
dari pemutaran cetakan itu sendiri, ada juga yang dibantu beberapa alat. Dengan
harga produksi yang tidak jauh dari gravity casting, proses casting tekanan rendah
ini sekarang menjadi sangat umum. Beberapa produsen velg juga telah
mengembangkan proses ini dengan berbagai alat dan ukuran tekanan tertentu,
demi terbentuknya velg yang lebih ringan. Tentunya biaya pengembangan proses
ini juga akan membuat harga velg menjadi naik.

2.9.1.3 Spun-Rim, Flow-Forming atau Rim Rolling Technology

Ini salah satu pengembangan dari low pressure casting; dengan


menggunakan sebuah mesin khsuus yang memutar casting awal kemudian
memanaskan bagian terluar casting nya dan menggunakan tekanan roller baja
sehinggga meenghasilkan bentuk akhir velg. Kombinasi panas, tekanan dan
pemutaran itu menghasilkan penampang velg yang kuat yang hampir serupa
dengan sistem forged, tapi dengan biaya lebih murah dari sistem forged. Banyak
velg yang menggunakan metode ini berhasil mencapai light wheel dengan biaya
yang normal, walau tidak murah. Contoh tipe aftermarket nya adalah BBS RC
yang terlihat pada gambar 2.12.

Gambar 2.12 Velg BBS RC

Universitas Sumatera Utara


2.9.1.4 Forging

Teknologi ini menggunakan logam aluminium yang tidak dilebur untuk


mencetaknya menjadi velg. Teknologi forging mengandalkan kekuatan mesinnya
untuk mencetak velg menggunakan bahan baku aluminium yang masih dalam
bentuk logam yang terlihat pada gambar 2.13, berbeda dengan die casting dimana
bahan baku aluminiumnya harus dilebur. Produk velg yang dihasilkan dengan
menggunakan teknologi forging ini umumnya dikategorikan dengan sebutan
forged wheels.
Hasilnya, sebuah produk aluminium yang sangat padat, kuat dan bisa
sangat ringan. Tetapi faktor biaya peralatan, pengembangan dan proses, membuat
cara ini tidak banyak produsen velg yang mampu melakukannya. Maka produsen
velg yang mampu melakukan sistem forging, produk velg yang dihasilkan
menjadi eksklusif. Harga menjadi tinggi walaupun permintaan konsumen tetap
tinggi.

Gambar 2.13 Proses pembuatan velg sistem forging


Sumber: http://putrasaimima.blogspot.com/2011/03/proses-pembuatan-velg-
mobil.html

Universitas Sumatera Utara


2.9.2 Tipe Multi-Piece Wheels

Merk velg Enkei Sport RCS, adalah salah satu contoh velg two pieces-
welded construction. Bagian tengah velg dibuat terpisah, kemudian di las ke
rim/bibir velg. Velg tipe ini menggunakan dua atau tiga komponen terpisah yang
dirakit menjadi satu wujud velg. Umumnya multi-piece wheels menerapkan lebih
dari satu metode pembuatan. Misalnya, bagian tengah dibuat secara
casting atau forged, sedangkan lingkar pinggir velgnya dibuat dengan sistem spun
dari aluminium. Komponen terpisah tersebut kemudian dibaut, di-sealant atau
dilas (welded) menjadi satu wujud velg mobil yang ditunjukkan pada gambar
2.14.

Gambar 2.14 Velg mobil tipe multi-piece wheels

Model multi-piece wheels sendiri mulai berkembang pada awal 1970-an


untuk untuk kebutuhan balap mobil, dengan pertimbangan untuk mengejar light-
weight. Pada perkembangan selanjutnya sistem ini jadi banyak diterapkan pada
velg dengan R17 ke atas, dengan tujuan mendapatkan velg yang seringan
mungkin.

2.10 Tegangan

Apabila sebuah batang atau plat dibebani sebuah gaya maka akan terjadi
gaya reaksi yang sama dengan yang arah berlawanan. Gaya tersebut akan diterima
sama rata oleh setiap molekul pada bidang penampang batang tersebut. Jadi
tegangan adalah suatu ukuran intensitas pembebanan yang dinyatakan oleh gaya

Universitas Sumatera Utara


dan dibagi oleh luas di tempat gaya tersebut bekerja. Tegangan ada bermacam-
macam sesuai dengan pembebanan yang diberikan. Komponen tegangan pada
sudut yang tegak lurus pada bidang ditempat bekerjanya gaya disebut tegangan
langsung. Pada pembebanan tarik akan terjadi tegangan tarik maka pada beban
tekan akan terjadi tegangan tekan. Biasanya dinyatakan dalam bentuk persentasi
atau tidak dengan persentasi. Besarnya tegangan menunjukkan apakah bahan
tersebut mampu menahan perubahan bentuk sebelum patah. Makin besar tegangan
suatu bahan maka bahan itu mudah dibentuk. Maka, rumus tegangan adalah
F
σ= ............................................................................(2.1)
Ao
dimana:
F = gaya (Newton)
Ao = luas penampang awal (mm2)

2.11 Regangan

Regangan adalah suatu bentuk tanpa dimensi untuk menyatakan perubahan


bentuk. Biasanya dinyatakan dalam bentuk persentasi atau tidak dengan
persentasi. Besarnya regangan menunjukkan apakah bahan tersebut mampu
menahan perubahan bentuk sebelum patah. Makin besar regangan suatu bahan
maka bahan itu mudah dibentuk. Maka, rumus regangan adalah
��
ε= .........................................................................(2.2)
��
dimana:
Lo = panjang mula-mula (mm)
Δ L = perpanjangan (mm)

2.12 Uji Komposisi Kimia

Uji komposisi merupakan pengujian yang berfungsi untuk mengetahui


seberapa besar atau seberapa banyak jumlah suatu kandungan yang terdapat pada
suatu logam, baik logam ferro maupun logam non ferro. Uji komposisi biasanya
dilakukan ditempat pabrik-pabrik atau perusahaan logam yang jumlah

Universitas Sumatera Utara


produksinya besar, ataupun juga terdapat di Instititut pendidikan yang khusus
mempelajari tentang logam.
Proses pengujian komposisi berlangsung dengan pembakaran bahan
menggunakan elektroda dimana terjadi suhu rekristalisasi, dari suhu rekristalisasi
terjadi penguraian unsur yang masing-masing beda warnanya. Sedangkan untuk
Penentuan kadar berdasar sensor perbedaan warna. Proses pembakaran elektroda
ini tidak lebih dari tiga detik. Pengujian komposisi dapat dilakukan untuk
menentukan jenis bahan yang digunakan dengan melihat persentase unsur yang
ada.

2.13 Uji Kekerasan (Hardness Test)

Pengujian kekerasan Brinell merupakan pengujian standar skala industri,


tetapi karena penekannya terbuat dari bola baja yang berukuran besar dan beban
besar maka bahan yang sangat lunak atau sangat keras tidak dapat diukur
kekerasannya. Di dalam aplikasi manufaktur, material diuji untuk dua
pertimbangan, sebagai riset karakteristik suatu material baru dan juga sebagai
suatu analisa mutu untuk memastikan bahwa contoh material tersebut
menghasilkan spesifikasi kualitas tertentu. Pengujian yang paling banyak dipakai
adalah dengan menekan alat penekan tertentu kepada benda uji dengan beban
tertentu dan dengan mengukur ukuran bekas penekanan yang terbentuk di atasnya,
cara ini dinamakan cara kekerasan dengan penekanan (brinnel).
Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya untuk material yang
dalam penggunaanya akan mangalami pergesekan (Frictional force), dalam hal ini
bidang keilmuan yang berperan penting mempelajarinya adalah Ilmu Bahan
Teknik (Metallurgy Engineering). Kekerasan didefinisikan sebagai kemampuan
suatu material untuk menahan beban identasi atau penetrasi (penekanan). Didunia
teknik, umumnya pengujian kekerasan menggunakan 4 macam metode pengujian
kekerasan, yakni :

- Brinell (HB/BHN)
- Rockwell (HR/RHN)

Universitas Sumatera Utara


- Vickers (HV/VHN)
- Micro Hardness (Namun jarang sekali dipakai)

Gambar 2.15 Alat uji kekerasan material logam

Pemilihan masing-masing skala (metode pengujian) tergantung pada :


a. Permukaan material
b. Jenis dan dimensi material
c. Jenis data yang diinginkan
d. Ketersedian alat uji

Pengujian kekerasan dengan metode Brinell yang terlihat pada gambar


2.15 bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya
tahan material terhadap bola baja (identor) yang ditekankan pada permukaan
material uji tersebut (speciment). Idealnya, pengujian Brinell diperuntukan bagi
material yang memiliki kekerasan Brinell sampai 400 HB, jika lebih dari nilai
tersebut maka disarankan menggunakan metode pengujian Rockwell ataupun
Vickers. Angka Kekerasan Brinell (HB) didefinisikan sebagai hasil bagi
(Koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan dengan angka faktor
0,102 dan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) bola baja (A) dalam
milimeter persegi. Rumus perhitungan Brinell Hardness Number (BHN) dapat
dilihat pada persamaan 2.3.

Universitas Sumatera Utara


2�
BHN = .............................................(2.3)
��(�−��2 −�2 )

Dimana:
P = beban penekan (N)
D = diameter bola penekan (mm)
d = diameter lekukan (mm)

2.14 Uji Metalografi

Analisa mikro adalah suatu analisa mengenai struktur logam melalui


pembesaran dengan menggunakan mikroskop khusus metalografi. Alat uji
struktur mikro dapat dilihat pada gambar 2.16. Dengan analisa mikrostruktur, kita
dapat mengamati bentuk dan ukuran kristal logam, kerusakan logam akibat proses
deformasi, proses perlakuan panas, dan perbedaan komposisi. Sifat-sifat logam
terutama sifat mekanis dan sifat fisis sangat mempengaruhi mikrostruktur logam
dan paduannya, disamping komposisi kimianya. Struktur mikro dari logam dapat
diubah dengan jalan perlakuan panas ataupun dengan proses perubahan bentuk
(deformasi) dari logam yang akan diuji.

Gambar 2.16 Alat uji struktur mikro

Sebelum melakukan percobaan metalografi terhadap suatu material,


terlebih dahulu harus ditentukan material logam apa yang akan diuji. Sebaiknya
harus ada data pembanding antara data mikrostruktur yang di dapat dari percobaan
dengan data mikrostruktur yang sebenarnya dari suatu material yang di jadikan
benda uji.

Universitas Sumatera Utara


2.14.1 Porositas
Porositas dikenal sebagai cacat coran terjadi karena ketidaksesuaian dalam
proses pengecoran. Diawal pembekuan (solidifikasi) logam cair bagian
permukaannya kontak dengan cetakan yang relatif dingin, dan solidifikasi terus
berlanjut kedalam cairan sehingga membuka channel karena perbedaan densitas
logam melt dan logam solid. Pembukaan channel terjadi karena adanya perbedaan
densitas massa logam melt dan logam solid. Contoh, densitas massa aluminium
melt 2,37 g.cm-3 dan aluminium solid 2,55 g.cm-3. Akibat pembukaan channel
tekanan internal turun dan diakhir solidifikasi terbentuk pori oleh nukliasi didalam
cairan logam. Setelah nukliasi solidifikasi yang berlanjut memicu pertumbuhan
pori kearah sisi dalam dari pada kearah sisi luar permukaan coran. Pada umumnya
paduan aluminium, bronze, dan paduan eutetik Al-Si mempunyai short-freezing-
range sehingga menghasilkan permukaan coran yang baik.
Pada pengecoran logam, apabila tidak ada gas dan logam dituang kedalam
rongga mencukupi, maka tidak ditemui adanya porositas dalam tuangan tersebut.
Tetapi pada kenyataannya tidak demikian, pori internal dapat terbentuk dengan
berbagai cara, seperti adanya ke komplekan pada pengecoran sehingga logam cair
tidak dapat mengisi rongga cetak, dengan tegangan hidrostatik yang meningkat,
sehingga tercapainya tingkat pembentukan pori internal. Pada temperatur yang
sama gas hidrogen mempunyai kelarutan yang tinggi dalam keadaan melt dari
pada keadaan solid oleh karena itu porositas gas dapat terbentuk selama
solidifikasi.
Gas hidrogen dihasilkan dari reaksi reduksi uap air dalam atmosfer oleh
aluminium dan penguraian hidrocarbon. Gas hidrogen dalam aluminium melt dan
solid akan meningkat oleh pengotor seperti campuran sulfur. Unsur-unsur
pembentuk hydride dalam logam meningkatkan hidrogen dalam liquid. Unsur-
unsur beryllium, copper, tin, dan silicon dalam aluminium menurunkan gas
hidrogen. Dalam kondisi melt aluminium dan paduannya sangat mudah menyerap
hidrogen karena temperatur kelarutan yang tinggi, dan berafinitas dengan oksigen.

Universitas Sumatera Utara


2.15 Uji Tarik

Uji tarik adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji kekuatan
suatu bahan atau material dengan cara memberikan beban gaya yang berlawanan
arah. Hasil yang didapatkan dari pengujian tarik sangat penting untuk rekayasa
teknik dan desain produk karena mengahsilkan data kekuatan material. Pengujian
uji tarik digunakan untuk mengukur ketahanan suatu material terhadap gaya statis
yang diberikan secara lambat. Sifat mekanis logam yang dapat diketahui setelah
proses pengujian ini seperti kekuatan tarik, keuletan dan ketangguhan. Alat uji
tarik terlihat pada gambar 2.17
Pengujian tarik sangat dibutuhkan untuk menentukan desain suatu produk
karena menghasilkan data kekuatan material. Pengujian tarik banyak dilakukan
untuk melengkapi informasi rancangan dasar kekuatan suatu bahan dan sebagai
data pendukung bagi spesifikasi bahan. Karena dengan pengujian tarik dapat
diukur ketahanan suatu material terhadap gaya statis yang diberikan secara
perlahan.

Gambar 2.17 Alat uji tarik

Universitas Sumatera Utara


2.16 Simulasi Numerik

Untuk menyelesaikan permasalahan numerik digunakan alat bantu


software Ansys. Program Ansys ini dikembangkan di Amerika Serikat oleh
National Aeronautics and Space Administration (NASA). Perangkat Schwendler
Corporation adalah program analisa elemen hingga untuk analisa tegangan
(stress), getaran (vibration), dan perpindahan panas (heat transfer) dari struktur
dan komponen mekanika. Dengan Ansys, kita dapat mengimport geometri CAD
(Computer Aided Design) atau dengan membuat geometri sendiri dengan Ansys.
Mesh, dapat dibuat dengan banyak metode: secara manual sampai automatis.
Pemakaian material dan penentuan sifat material dapat dibuat atau dipilih dari
Ansys 5.4 libraries. Demikian juga banyak tipe kondisi batas dan kondisi
pembebanan dapat diterapkan.
Analisa tegangan dapat memecahkan beberapa kasus banyak
menggunakan pendekatan prosedur dua dimensi. Prosedur dua dimensi digunakan
karena praktis lebih mendekati, dan modelnya lebih sederhana. Pada kasus yang
sebenarnya analisa tiga dimensi yang banyak digunakan karena analisa tegangan
tiga dimensi mendekati masalah yang sebenarnya.

Universitas Sumatera Utara


BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Waktu penelitian ini direncanakan selama enam bulan yang dimulai dari
bulan Agustus 2013 sampai dengan Januari 2014. Tempat dilaksanakannya
penelitian ini adalah di Laboratorium Teknologi Mekanik dan Laboratorium
Metalurgi Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera
Utara. Khusus untuk pengujian komposisi kimia dilakukan di Workshop Teknik
Mesin, Universitas Negeri Medan.

3.2 Prosedur Penelitian

Dalam penelitian ini dilakukan beberapa proses pembuatan spesimen


sebelum masuk kepada pengujian inti. Dari bahan awal berupa velg mobil bekas
berbasis logam aluminium alloy, hal yang pertama dilakukan adalah pemotongan
velg tersebut pada bagian yang masih bagus dan bagian yang mengalami penyok
menjadi bentuk spesimen uji komposisi, uji kekerasan dan foto mikro.
Barulah kemudian masuk kepada proses pengujian komposisi, uji kekerasan
dengan metode brinell, dan foto mikro. Data yang didapat kemudian dianalisa dan
disimulasikan dengan software Ansys untuk mengetahui distribusi tegangan dan
memodifikasi bentuk dari velg aluminium alloy tersebut agar tidak terjadi
kegagalan pada velg.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Metode dan teknik yang digunakan dalam pembuatan spesimen adalah


sebagai berikut.

Universitas Sumatera Utara


3.3.1 Persiapan Bahan

Dalam penelitian ini bahan yang digunakan adalah velg mobil Toyota
Corolla Altis berbasis logam aluminium alloy dengan diameter 17,5 inci (444,5
mm) dan lebar 7 inci (177,8 mm) seperti yang terlihat pada gambar 3.1.

Gambar 3.1 Velg mobil bekas Toyota Corolla Altis jenis Aluminium Alloy
A413.0

Karakteristik dari material velg aluminium jenis A413.0 terlihat pada tabel 3.1.

Tabel 3.1 Karakteristik paduan A413.0


Sifat Jenis Sifat Nilai
Sifat Fisik Densitas (g/cm3) 2,66
Sifat Tarik (Tensile) Ultimate Tensile Strength (MPa) 290
Sifat Tarik (Tensile) Tensile Yield Strength (MPa) 131
Sifat Tarik (Tensile) Elongasi Tarikan (%) 3,5
Sifat Elastis Shear Modulus (GPa) 26,7
Sifat Elastis Shear Strength (MPa) 170
Sifat Kekerasan Brinell Hardness(HB) 80
Sumber:http://www.matweb.com/search/DataSheet.aspx?MatGUID=641c712320
4a4c6bb81190f8685cf60d

Universitas Sumatera Utara


3.3.2 Persiapan Alat

Alat yang digunakan dalam pembuatan spesimen untuk pengujian adalah


sebagai berikut.

3.3.2.1 Mesin Gerinda Tangan

Alat ini digunakan untuk memotong velg mobil menjadi bentuk strip untuk
menyesuaikan dengan kondisi alat uji yang kecil, seperti ditunjukkan pada gambar
3.2.
Spesifikasi:
Merk = METABO
Putaran = 11.000 rpm
D max = 100 mm
Daya = 350 Watt

Gambar 3.2 Mesin gerinda tangan

3.3.2.2 Ragum

Alat ini digunakan untuk menjepit spesimen agar mudah ketika dilakukan
pemotongan dengan menggunakan mesin gerinda tangan. Ragum ini terlihat pada
gambar 3.3.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3.3 Ragum

3.3.2.3 Mesin Sekrap Datar

Alat ini digunakan untuk meratakan spesimen yang berbentuk strip


menjadi bentuk yang diinginkan, seperti terlihat pada gambar 3.4.
Spesifikasi:
Merk : CMZ
Type : L-150
Made in : Spain

Gambar 3.4 Mesin sekrap datar

Universitas Sumatera Utara


3.3.2.4 Jangka Sorong

Jangka sorong digunakan untuk mengukur dimensi pada saat pembuatan


spesimen. Alat ini terlihat pada gambar 3.5.

Gambar 3.5 Jangka sorong

3.3.3 Pembuatan Spesimen

Pembuatan spesimen yang akan dibuat adalah sebanyak 6 buah. Bagian


velg yang akan dibuat spesimen dapat dilihat pada gambar 3.6.

Bagian velg
terdeformasi plastis
yang akan dibuat

Bagian velg normal


yang akan dibuat
spesimen

Gambar 3.6 Bagian velg yang akan dibuat spesimen untuk pengujian

Universitas Sumatera Utara


Untuk berikutnya, spesimen ini akan diproses lagi untuk menjadi spesimen uji
komposisi, uji kekerasan, dan foto mikro. Adapun proses pembuatan spesimen
adalah sebagai berikut:
1. Semua alat dan bahan disiapkan.

2. Dilakukan pemotongan pada sirip velg yang tidak mengalami penyok dengan
menggunakan mesin gerinda tangan hingga sirip tersebut terlepas dari velg.

3. Sirip yang sudah terlepas dari velg tersebut, kemudian dijepit menggunakan
ragum untuk dipotong lagi sesuai dengan panjang yang diinginkan.

4. Sirip tersebut kemudian dijepit di meja ragum mesin sekrap datar untuk
meratakan spesimen dan dibentuk sesuai ukuran spesimen uji kekerasan yang
ditentukan.

5. Diulangi dari langkah ke-2 sampai dengan langkah ke-4 untuk pembuatan
spesimen uji komposisi, spesimen uji metalografi, dan spesimen uji tarik pada
sirip velg yang tidak mengalami penyok.

6. Dilakukan pemotongan pada sirip velg yang mengalami penyok dengan


menggunakan mesin gerinda tangan hingga sirip tersebut terlepas dari velg.

7. Sirip yang sudah terlepas dari velg tersebut, kemudian dijepit menggunakan
ragum untuk dipotong lagi sesuai dengan panjang yang diinginkan.

8. Sirip tersebut kemudian dijepit di meja ragum mesin sekrap datar untuk
meratakan spesimen dan dibentuk sesuai ukuran spesimen uji kekerasan yang
ditentukan.

9. Diulangi dari langkah ke-6 sampai dengan langkah ke-8 untuk pembuatan
spesimen uji komposisi, spesimen uji metalografi, dan spesimen uji tarik pada
sirip velg yang mengalami penyok.

Universitas Sumatera Utara


3.4 Pengujian

Pengujian yang dilakukan pada spesimen meliputi uji komposisi, uji


kekerasan, uji metalografi, dan uji tarik.

3.4.1 Uji Komposisi

Tujuan dari pengujian ini adalah mengetahui komposisi dari suatu


material. Pengujian ini dilakukan di Laboratorium dan workshop Teknik Mesin
Universitas Negeri Medan dengan menggunakan alat OES (Optical Emission
Spectrometer). Dimana, sebelum pengujian alat tersebut dikalibrasi terlebih
dahulu. OES tersebut dapat dilihat pada gambar 3.7.

Gambar 3.7 OES (Optical Emission Spectrometer)


(Sumber: Laboratorium dan workshop Teknik Mesin Universitas Negeri Medan)

3.4.2 Uji Kekerasan

Pengujian kekerasan dilakukan di Laboratorium Metalurgi Fisik,


Departemen Teknik Mesin USU dengan menggunakan Brinell Hardness Tester,
seperti terlihat pada gambar 3.8.
Spesifikasi:
Type : BH-3CF
Kapasitas max : 3000 Kgf
Bola indentasi : 3,5, dan 10 mm

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3.8 Brinell Hardness Tester

Prosedur pengujian uji kekerasan adalah sebagai berikut:


a. Siapkan spesimen dan alat uji.
b. Ganti bola indentasi dengan ukuran 5 mm.
c. Letakkan spesimen di meja uji.
d. Tutup katup hidrolik.
e. Tekan tuas hingga 500 kg, dan tahan selama 15 detik.
F .Buka katup hidrolik dan lepaskan spesimen.
g. Amati jejak yang terjadi dan konversikan ke-Brinell Hardness Number
kemudian dicatat.

3.4.3 Uji Metalografi

Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Metalurgi Fisik Departemen


Teknik Mesin USU, dengan menggunakan mikroskop optik seperti yang terlihat
pada gambar 3.9.
Spesifikasi:
Merk : Rax Vision 3
Pembesaran optik : 50X, 100X, 200X, 500X, dan 800X

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3.9 Mikroskop optik

Langkah pengerjaannya adalah sebagai berikut.

3.4.3.1 Pengamplasan Spesimen Uji Metalografi

Proses ini menggunakan kertas amplas yang kasar sampai halus. Tingkat
kehalusan kertas amplas ini ditentukan oleh ukuran serbuk silicon carbida yang
menempel pada kertas tersebut. Misalnya ada amplas yang memiliki tingkat
kehalusan hingga 220, angka 220 menunjukkan bahwa
serbuk silicon carbida pada kertas amplas itu bisa lolos dari ayakan hingga
mencapai 220 lubang pada luas 1 inchi2 (sekitar 625 mm2). Untuk langkah
pertama penggosokkan menggunakan amplas no. 240 dalam satu arah pada
permukaan specimen yang akan diteliti keadaan strukturnya.
Setelah itu menggosok kasar lanjutan permukaan spesimen tersebut
dengan kertas amplas no. 800 dengan arah lurus arah penggosokkan pertama (arah
kedua), dilanjutkan penggosokan halus permukaan tersebut dengan amplas no.
1000 dengan arah sama dengan arah pertama. Dilanjutkan no. 1200 dengan arah
sama dengan arah penggosokkan kasar lanjut. Pengamplasan dilakukan di
Laboratorium Metalurgi Departemen Teknik Mesin USU dengan menggunakan
polishing machine terlihat pada gambar 3.10.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3.10 Polishing machine

3.4.3.2 Polishing Spesimen Uji Metalografi

Benda uji yang telah melewati proses penggerindaan diteruskan ke proses


pemolesan. Mesin yang digunakan adalah mesin poles metallografi. Mesin ini
terdiri dari piringan yang berputar diatasnya diberi kain poles terbaik. Kain ini
dikenal dengan kain selvyt (beludru). Cara pemolesannya, benda uji diletakkan
diatas piringan yang berputar, kain poles diberi sedikit pasta oles. Pasta oles yang
biasa digunakan adalah alumina (Al2O3). Dalam istilah perdagangan diberi
nama autosol atau gama alumina terlihat pada gambar 3.11. Bila garis-garis bekas
amplasan masih terlihat, pemolesan diteruskan dan bila tampak sudah
rata, spesimen dibersihkan.

Gambar 3.11 Metal polish

3.4.3.3 Proses Observasi Spesimen Uji Metalografi

Setelah melalui proses pengamplasan, polishing, dan etsa maka spesimen


siap untuk diobservasi untuk melihat mikrostrukturnya. Adapun prosedur dari
observasi metalografi adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


a. Siapkan spesimen yang telah di amplas, polishing, dan etsa.
b. Hidupkan Mikroskop Optik, sambungkan dengan komputer yang telah ter-
install software di dalamnya.
c. Letakkan spesimen di meja pengujian.
d. Pilih ukuran lensa yang akan digunakan.
e. Amati gambar pada layar.
f. Simpan gambar yang diperlukan untuk nantinya akan dianalisa.

3.4.4 Uji Tarik

Alat yang digunakan untuk mengetahui kemampuan bahan tersebut


menahan beban maksimum dan sejauh mana material tersebut bertambah panjang.
Gambar 3.12 memperlihatkan alat uji tarik.

Gambar 3.12 Alat uji tarik Torsee Type AMU-10

Spesifikasi:
Type : AMU-10
Beban max : 10 Ton Force
Tahun :1989

Universitas Sumatera Utara


3.5 Simulasi Numerik

Dalam simulasi ini software yang digunakan yaitu Ansys 14.0 Workbench
yang berbasis Metode Elemen Hingga (MEH). Simulasi ini bertujuan untuk
mengetahui distribusi tegangan akibat beban statik. Dalam permodelan gambar
seperti material uji tekan statik aksial terlebih dahulu dibuat bentuk geometri dan
dimensi dan software yang digunakan adalah AutoCAD 3D. Simulasi komputer
dilakukan untuk mengklarifikasi perilaku mekanik yang terjadi akibat pengujian
secara eksperimental.

3.5.1 Tampilan Pembuka Ansys 14.0

Tampilan awal Ansys 14.0 ditunjukkan seperti pada gambar 3.13.

Gambar 3.13 Tampilan awal Ansys 14.0

Software program ini mampu melakukan analisa pembebanan statik aksial


dan dinamis, analisa temperatur, deformasi, defleksi, tegangan pada truss, dan
sebagainya. Pada gambar merupakan tampilan awal Ansys 14.0 Workbench.

Universitas Sumatera Utara


3.5.2 Mendefinisikan Sistem Analisa

Untuk mendefinisikan sistem analisa, maka langkah prosesnya adalah:


pilih menu pada toolbox> Static Structural seperti pada gambar 3.14.

Gambar 3.14 Tampilan sistem analisa

Selanjutnya juga dipilih Engineering Data> ketikkan Aluminium Alloy


413.0 pada kolom “Click here for a new material”. Proses ini terlihat pada gambar
3.15.

Gambar 3.15 Tampilan Engineering Data

Universitas Sumatera Utara


3.5.3 Mendefinisikan Material Properties

Langkah selanjutnya adalah menentukan sifat properties material seperti


material Aluminium Alloy A413.0. Langkah mendefenisikan material properties
adalah: physical properties> density> linear elastic> isotropic elasticity. Lalu
masukan nilai modulus elastisitas, masa jenis dan poisson ratio ke dalam kotak
dialog material. Kemudian pilih return to project dan pilih satuan millimeter
untuk pemodelan gambar. Proses ini terlihat pada gambar 3.16

Gambar 3.16 Tampilan material properties

3.5.4 Tampilan Gambar Velg

Untuk simulasi, maka gambar yang akan dibuat terlebih dahulu melalui
software AutoCAD 3D. Software ini digunakan untuk pembuatan gambar, karena
gambar yang dihasilkan akan lebih akurat. Langkah untuk mengimport gambar
dari AutoCAD 3D adalah: File> import external geometry file> pilih lokasi file
gambar tersebut> pilih open> pilih generate. Hal ini ditunjukkan pada gambar
3.17.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3.17 Tampilan pembuatan velg dari AutoCAD 3D

Setelah itu pilih close designmodeler untuk mengakhiri pemodelan gambar dan
selanjutnya untuk memberikan pembebanan.

3.5.5 Proses Meshing

Ukuran mesh sangat mempengaruhi hasil dalam analisa ini. Namun dalam
skripsi ini tidak dibahas lebih lanjut mengenai pengaruh ukuran tersebut. Hal ini
dikarenakan keterbatasan sistem komputer yang digunakan. Disini proses
menerapkan ukuran mesh sesuai kemampuan komputer yaitu dengan langkah
sebagai berikut: pilih menu model> geometry> part 1> material> assignment>
ganti structural steel menjadi Aluminium Alloy A413.0> pilih mesh> generate
mesh seperti diperlihatkan oleh gambar 3.18.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3.18 Tampilan gambar velg hasil meshing

3.5.6 Proses Static Structural

Pada proses ini langkah perintahnya adalah dengan pilih menu static
structural> insert> fixed support> pilih permukaan tumpuan yaitu pada empat
lubang baut> pilih apply seperti ditunjukkan pada gambar 3.19.

Gambar 3.19 Tampilan gambar velg hasil fixed support

Universitas Sumatera Utara


Selanjutnya pilih static structural> insert> force> pilih vertex
(pembebanan titik)> pilih bagian yang diberi beban> apply> masukkan besar
beban> pilih definition> pilih define by > ubah vector menjadi components>
masukkan beban pada komponen sumbu Y (bernilai negatif). Proses ini
diperlihatkan pada gambar 3.20.

Gambar 3.20 Tampilan velg yang dikenai beban

Berat dari mobil Toyota Corolla Altis adalah 1.610 kg. Diasumsikan mobil
berisi penuh 5 penumpang dewasa dengan masing-masing penumpang memiliki
berat 78 kg. Maka, berat keseluruhan mobil adalah 2.000 kg. jadi, setiap velg
menerima beban sebesar 500 kg atau 5.000 N. Beban sebesar 5.000 N dikalikan
impact factor 1,3 menghasilkan 6.500 N.

3.5.7 Proses Solution

Pada proses solution langkahnya adalah pilih solution> insert> pilih


deformation> total. Pilih solution> insert> pilih strain> equivalent (von-Mises).
Pilih solution> insert> pilih stress> equivalent (von-Mises). Pilih solution

Universitas Sumatera Utara


kemudian pilih solve untuk mendapatkan hasil. Pada gambar 3.21 memperlihatkan
tampilan proses solution.

Gambar 3.21 Tampilan proses solution

Universitas Sumatera Utara


3.6 Diagram Alir Penelitian
Konsep dari penelitian ini adalah seperti pada gambar 3.9.

Mulai

Mendapatkan velg
aluminium alloy

Pembuatan spesimen

Pengujian secara mekanik


meliputi: Tidak
• Uji komposisi kimia
• Uji kekerasan
• Uji metalografi
• Uji tarik

Ya
Data

Modelling dan
Tidak
Simulasi software
Ansys

Ya
Hasil

Kesimpulan

Selesai

Gambar 3.23 Diagram alir penelitian

Universitas Sumatera Utara


BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan ditampilkan hasil dari pengujian dan simulasi numerik.
Hasil pengujian dianalisa untuk mendapatkan sifat mekanik dari spesimen.

4.1 Uji Komposisi Kimia

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui unsur-unsur yang terkandung


didalam material uji. Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 4.1. Hasil
pembuatan spesimen uji komposisi kimia dapat dilihat pada gambar 4.1.

Gambar 4.1 Spesimen uji komposisi kimia

Dimensi spesimen:
Panjang = 68,25 mm, lebar = 22,15 mm, tinggi = 3,55 mm

Tabel 4.1 Hasil uji komposisi kimia


Unsur Standar Titik 1 Titik 2 Titik 3 Rata-rata
(%) (%) (%) (%) (%)
Al 82,9 – 89 87,0 87,2 87,0 87,1
Si 11 – 13 11,1 11,6 11,6 11,4
Mg < 0,1 0,0702 0,0579 0,0599 0,0626
Fe < 1,3 0,558 0,173 0,332 0,355
Cu < 1,0 0,884 0,762 0,729 0,792
Ni 0,50 < 0,0020 < 0,0020 < 0,0020 < 0,0020
Zn 0,50 < 0,0010 < 0,0010 < 0,0010 < 0,0010
Mn 0,35 0,0030 < 0,0010 < 0,0010 0,0012
Sn 0,15 < 0,0020 < 0,0020 < 0,0020 < 0,0020

Universitas Sumatera Utara


Dari uji komposisi, diperoleh hasil bahwa material tersebut merupakan
aluminium A413.0. Analisa kimia dilakukan dengan menggunakan metode OES
(Optical Emission Spectrometer). Tujuan dari pengujian komposisi kimia adalah
untuk mengetahui apakah komposisi material sesuai dengan standar material
A413.0.
Dari hasil pengujian komposisi kimia didapat data seperti pada tabel 4.1
Pada tabel 4.1 terlihat bahwa semua komposisi unsur pada velg masuk ke dalam
standar material A413.0, sehingga unsur tidak mempengaruhi penyebab terjadinya
deformasi plastis pada velg.

4.2 Uji Kekerasan

Berdasarkan pengujian kekerasan yang dilakukan pada velg material


A413.0 di lima titik yang berbeda pada daerah flange antara flange yang normal
dan flange yang terdeformasi plastis, diperoleh hasil pengujian seperti pada tabel
4.2 dan tabel 4.3. Hasil pembuatan spesimen uji kekerasan dapat dilihat pada
gambar 4.2.

(a) (b)
Gambar 4.2 Spesimen uji kekerasan, (a) yang terdeformasi plastis, (b) yang
normal

Dimensi spesimen:
(a) Titik 1,2, dan 3
Panjang = 28,5 mm, lebar = 19,5 mm, tebal = 4 mm
Titik 4 dan 5
Panjang = 28,5 mm, lebar = 19,5 mm, tebal = 4 mm

(b) Panjang = 62 mm, lebar = 32,45 mm, tebal = 4 mm

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.2 Pengujian Kekerasan di daerah flange normal dengan beban 500 kg
No. Diameter (mm) Hardness (BHN)
1 2,85 76,8
2 2,85 76,8
3 2,75 82,6
4 2,75 82,6
5 2,70 85,7
Rata-rata 80,9

Tabel 4.3 Pengujian Kekerasan di daerah flange terdeformasi plastis dengan beban
500 kg
No. Diameter (mm) Hardness (BHN)
1 2,90 74,1
2 2,90 74,1
3 2,80 79,6
4 2,90 74,1
5 2,95 71,5
Rata-rata 74,7

Dari hasil pengujian kekerasan dapat dilihat kekerasan di daerah flange


normal bernilai 80,9 BHN dan daerah flange terdeformasi plastis bernilai 74,7
BHN. Hal ini menandakan bahwa kekerasan pada velg di daerah flange normal
masuk pada standar yang digunakan di pabrik tetapi sedikit melewati range
tertinggi yaitu 80 BHN. Sedangkan kekerasan velg pada daerah flange
terdeformasi plastis bernilai 74,7 BHN.
Dari hasil pengujian ini, terlihat perbedaan antara daerah flange yang
normal dan yang terdeformasi plastis. Sehingga kekerasan mempengaruhi
terjadinya velg mengalami deformasi plastis.

Universitas Sumatera Utara


4.3 Uji Tarik

Berdasarkan pengujian tarik yang dilakukan pada material velg A413.0


pada daerah spoke, diperoleh hasil pengujian seperti pada tabel 4.4. Hasil
pembuatan spesimen uji tarik terlihat pada gambar 4.3. Pada gambar 4.4
memperlihatkan dimensi dari uji tarik.

Gambar 4.3 Spesimen uji tarik

Gambar 4.4 ASTM E 8M untuk sheet-type

Keterangan gambar 4.4:


a. G-Gage length : 25 mm
b. W-Width : 9 mm
c. T-Thickness : 8,30 mm
d. R-Radius of fillet : 6 mm
e. L-Overall length : 100 mm
f. A-Length of reduced section : 32 mm
g. B-Length of grip selection : 30 mm
h. C-Width of grip selection, approximate : 10 mm

Dari pengujian tarik yang dilakukan, diperoleh grafik uji tarik yang diperlihatkan
pada gambar 4.5.

Universitas Sumatera Utara


P (kgf)

Pu = 1.775 Pf = 1.725

Py = 1.450

Pp = 1.100

ε (mm)

Gambar 4.5 Grafik hasil pengujian tarik

Dari grafik, diperoleh hasil:

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.4 Hasil pengujian tarik
Keterangan Satuan Nilai

Tebal (Thickness) mm 8,30

Lebar (Width) mm 9,00

Luas (Area) mm2 74,70

Beban Yield (Yield Load) kgf 1.450

Tegangan Mulur (Yield Stress) kgf/mm2 19,41 (190,334 MPa)

Beban Maksimum (Maximum Load) kgf 1.775

Tegangan Tarik (Tensile Strength) kgf/mm2 23,76 (232,990 MPa)

L0 mm 31,00

L0 + ∆L mm 32,70

Penguluran (Elongation Strain) % 5,48

Beban Patah (Fracture Load) kgf 1.725

Tegangan Patah (Fracture Stress) kgf/mm2 23,09 (226,420 MPa)

Pada pengujian tarik didapat hasil tensile strength 232,990 MPa, 5,48 %
elongasinya dan yield strength 190,344 MPa. Dari hasil tersebut telah sesuai
dengan standart yang digunakan, dengan kata lain tidak ada suatu hal yang
mempengaruhi terjadinya deformasi plastis dari hasil pengujian ini.
Dari hasil pengujian tarik, didapat Modulus Young.

E= ………………………………………….(4.1)

E = σ/ε
= (Pp/Ao)/(Δl/lo)
= (Pp/ Δl)*(lo/Ao)
= (1100/0,062)*(31/74,70)
= 7.362,784 kg/mm2

Universitas Sumatera Utara


= 72.199,462 MPa
= 72,199 GPa
Maka, Modulus Youngnya adalah 72,199 GPa.

4.4 Uji Metalografi

Pengujian metalografi dilakukan untuk melihat mikrostruktur yang ada


pada spesimen. Pengujian ini menggunakan Refrected Metallurgical Microscope
dengan tipe Rax Vision. Berdasarkan hasil uji metalografi pada sampel spesimen
yang normal dan yang terdoformasi plastis dapat dilihat pada gambar 4.7 dan
gambar 4.8. Hasil pembuatan spesimen uji metalografi dapat dilihat pada gambar
4.6.

(a) (b)
Gambar 4.6 Spesimen uji metalografi, (a) yang normal, (b) yang terdeformasi
plastis

Dimensi spesimen:
(a) Panjang = 32,4 mm, lebar = 28 mm, tebal = 9 mm
(b) Panjang = 38,25 mm, lebar = 20,25 mm, tebal = 5,25 mm

Universitas Sumatera Utara


Al

Si

(a)

Al

Si

(b)
Gambar 4.7 Mikrostruktur spesimen yang normal, (a) dengan 100 x pembesaran,
(b) dengan 200 x pembesaran

Universitas Sumatera Utara


Al

Si

Porositas

(a)

Al

Si

Porositas

(b)

Gambar 4.8 Mikrostruktur spesimen yang terdeformasi plastis, (a) dengan 100 x
pembesaran, dengan 200 x pembesaran

Universitas Sumatera Utara


Pada gambar 4.8 yang dilingkari merah terdapat porositas. Alasan ini yang
memungkinkan penyebab terjadinya velg mengalami deformasi plastis. Porositas
merupakan cacat produk cor yang dapat menurunkan kualitas hasil coran. Salah
satu penyebab terjadinya porositas pada penuangan aluminium adalah perbedaan
suhu yang sangat tinggi antara cetakan dengan logam cair yang dituang. Proses
pembekuan diawali pada bagian logam cair yang lebih dahulu mengenai dinding
cetakan.
Hal ini diakibatkan oleh suhu dinding cetakan yang sangat rendah
dibandingkan dengan suhu logam cair. Pembekuan yang cepat dan proses
pendinginan yang tidak merata mengakibatkan sejumlah gas terperangkap,
sehingga terbentuk pori. Porositas oleh gas dalam benda cetak paduan aluminium
silikon akan memberikan pengaruh yang buruk pada kesempurnaan dan kekuatan
dari benda tuang tersebut. Cacat ini dapat dihindari dengan penuangan logam
yang cukup temperaturnya, mengontrol jumlah gas yang dihasilkan oleh material.

Universitas Sumatera Utara


4.5 Simulasi Numerik

Hasil simulasi dengan Ansys 14.0 Workbench dapat dilihat dengan cara
sebagai berikut.

4.5.1 Simulasi Hasil Total Deformation

Pada gambar 4.9 memperlihatkan hasil Total Deformation.

Max

Gambar 4.9 Distribusi Total Deformation

Distribusi perubahan bentuk yang terjadi ditandai dengan kontur warna


pada gambar 4.9. Warna merah menunjukkan daerah konsentrasi deformasi
dimana deformasi maksimum terjadi di daerah ini, dan pada titik ini pulalah yang
paling berpotensi munculnya deformasi plastis pertama. Selanjutnya distribusi
deformasi menjalar sesuai dengan warna sampai ke daerah yang paling aman yaitu

Universitas Sumatera Utara


daerah yang ditunjukkan dengan warna biru. Deformasi maksimum yang terjadi
sebesar 0,64872 mm dari bentuk semula.

4.5.2 Simulasi Equivalent Stress

Pada gambar 4.10 memperlihatkan hasil Equivalent Stress.

Max

Gambar 4.10 Distribusi Equivalent Stress

Tegangan maksimum yang terjadi adalah sebesar 71,023 MPa dan


tegangan minimum yang terjadi sebesar 0,039784 MPa. Hal ini ditandai dengan
kontur warna merah yang mendapat konsentrasi tegangan. Selanjutnya distribusi
tegangan menjalar sesuai dengan warna sampai ke daerah yang paling aman yaitu
daerah yang ditunjukkan dengan warna biru yang terlihat pada gambar 4.10

Universitas Sumatera Utara


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan dan saran sebagai
berikut:

1. Komposisi pada material velg aluminium alloy merupakan aluminium dengan


tipe A413,0. Komposisi kimia pada material aluminium alloy didapat data
seperti pada tabel 4.1 yang terlilat bahwa semua komposisi unsur pada velg
masuk ke dalam standar material A413,0. Pada komposisi material ini terlihat
tidak ada sesuatu yang signifikan yang dapat diperoleh dari hasil pengujian,
sehingga unsur tidak mempengaruhi penyebab terjadinya deformasi pada velg.

2. Kekerasan pada material aluminium alloy di daerah flange normal adalah


80,9 skala brinell dan kekerasan pada material aluminium alloy di daerah
flange yang terjadi deformasi adalah 74,7 skala brinell. Dalam pengujian ini
terlihat perbedaan yang signifikan antara daerah flange normal dengan flange
yang terjadi deformasi, sehingga kekerasan mempengaruhi terjadinya
deformasi plastis pada velg.

3. Foto mikro dilakukan dengan 100 x pembesaran dan 200 x pembesaran. Pada
spesimen yang normal setelah di uji dengan foto mikro tidak terdapat
porositas sedangkan spesimen yang terjadi deformasi plastis terdapat porositas
yang terlihat pada gambar 4.7 yang dilingkari merah. Alasan ini yang
memungkinkan penyebab terjadinya deformasi plastis pada velg.

Universitas Sumatera Utara


4. Kekuatan tarik pada material velg aluminium alloy pada pengujian ini adalah
232,990 MPa, elongasinya 5,48 % dan kekuatan mulurnya 190,334 MPa. Dari
hasil tersebut telah sesuai dengan standar yang digunakan, dengan kata lain
tidak ada suatu hal yang signifikan penyebab terjadinya kegagalan pada velg.

5. Hasil simulasi numerik menunjukkan bahwa velg standar terbuat dari material
paduan aluminium A413.0 bila diberi beban 6.500 N maka simulasi hasil
Total Deformation maksimum menunjukkan angka sebesar 0,64872 mm dari
bentuk semula dan pada titik inilah yang berpotensi munculnya deformasi
plastis pertama. Simulasi Equivalent Stress menghasilkan tegangan
maksimum sebesar 71,023 MPa, dan tegangan minimum yang terjadi sebesar
0,039784 MPa.

5.2 Saran

1. Untuk penelitian selanjutnya, peneliti menyarankan agar ditambahkan


pengujian fatigue dan pengujian impact untuk melihat apakah pengujian
tersebut dapat mempengaruhi kegagalan yang terjadi pada velg.

2. Untuk pengembangan selanjutnya, peneliti menyarankan agar dilakukan


modifikasi desain dengan menggunakan software analisis untuk dapat
meningkatkan kekuatan mekanis bahan lebih lanjut.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

A.Schey, John. 2009. Proses Manufaktur. Edisi ketiga. Yogyakarta: Penerbit


Andi.

Aditya, Donni. (2011). Profil Velg.http://donnishare.blogspot.com/2010/09/belajar-


mengenai-profil-ban-velg-dan.html. Diakses pada tanggal 5 Desember 2013.

Daryanto. 2004. Reparasi Casis Mobil. Bina Adiaksara. Jakarta.

Hatch, John E., 1984. Aluminium Properties and Physical Metallurgy. Ohio:
American Society for Metals.

Putranto, Andi. 2011. http://blog.ub.ac.id/andi/. Diakses pada tanggal 22


November 2013.

Pringgo. 2008. Arti Kode Velg. http://www.jipku.com/artikodevelg.html. Diakses


pada tanggal 1 Desember 2013.

Surdia, Tata, Saito, S. 2006. Pengetahuan Bahan Teknik. Edisi kesembilan.


Jakarta: PT. Pradnya Paramita.

Srinivasan, R., Chaudhury, P. K., Cherukuri, B., Han, Q., Swenson, D., Gros, P.,
2006, Continous Severe Plastic Deformation Processing of Aluminium
Alloys, Wright State University.

Voort, Vander. 1984. Metallography Priciples and Practice. USA: McGraw-Hill.

Zrnik, J., Dobatkin, S.V., Mamuzic, I., 2008, Processing of Metals by Severe
Plastic Deformation (SPD) – Structure and Mechanical Properties
Respond, Metalurgija 47 (2008).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai