Anda di halaman 1dari 9

PENGARUH VARIASI ARUS PENGELASAN TIG (TUNGSTEN INERT GAS)

TERHADAP SIFAT FISIK DAN MEKANIK PADA STAINLESS STEEL HOLLOW 304

Mohamad Lasno, Helmy Purwanto*, M. Dzulfikar


Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Wahid Hasyim
Jl. Menoreh Tengah X/22, Sampangan, Semarang 50236, Indonesia
*
Email: Odonx_mancunian@yahoo.com

Abstrak
Penggunaan stainless steel pada bidang rekayasa konstruksi baja berkembang sangat
signifikan, hal ini karena stainless steel memiliki beberapa keunggulan seperti sifat tahan
korosi, kuat, ringan, tidak mudah memuai pada suhu tinggi serta tampilan yang menarik.
Salah satu proses penyambungan yang dapat dilakukan pada material stainless steel adalah
dengan pengelasan TIG (Tungsten Inert Gas). Pemilihan kuat arus yang berbeda dalam
pengelasan TIG sangat mempengaruhi sifat fisik dan mekanik terhadap mutu hasil lasan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel arus listrik terhadap uji foto
makro dan mikro, uji tarik serta distribusi kekerasannya. Penelitian ini menggunakan material
stainless steel hollow 304 dengan tebal 1.5 mm, elektroda tungsten Weldcraft AWS EWTH-2
dan filler Nikko Steel NSN-308LR berdiameter 1,6 mm yang divariasikan dengan arus
pengelasan 60 A, 70 A, 80 A, 90 A dan 100 A. Hasil foto makro dan struktur mikro
menunjukkan bahwa pengelasan yang paling bagus terdapat pada arus 100 A, karena terlihat
permukaan hasil lasnya halus (tidak bersekat) dan penetrasinya dalam. Struktur mikro pada
daerah las juga lebih halus dan rapat , didominasi fasa austenite serta terdapat kandungan
karbida krom yang mengembang. Pengujian tarik paling tinggi adalah 608.95 MPa terletak
pada penggunaan arus 100 A, dan kekuatan tarik paling rendah terdapat pada penggunaan
arus 60 A dengan nilai 438.97 MPa. Distribusi kekerasan paling tinggi di daerah las adalah
88 HRB terletak juga pada pengelasan arus 100 A dan paling rendah 84.25 HRB pada arus 80
A. Sedangkan nilai kekerasan paling tinggi pada daerah HAZ adalah 72.75 HRB dengan arus
60 A dan nilai kekerasan paling rendah terletak pada arus 100 A dengan nilai 60.75 HRB. ini
menandakan bahwa panas yang masuk saat pengelasan dapat memperbesar butir atau struktur
mengalami pemuaian dan struktur logamnya menjadi kasar. Dimana kekasaran struktur logam
pada suatu material dapat menurunkan sifat kekerasannya

Kata kunci: Arus, foto makro-mikro, kekerasan, stainless steel dan uji tarik

1. PENDAHULUAN Salah satu metode pengelasan yang


Kemajuan rekayasa konstruksi baja sering digunakan dalam proses penyambungan
dalam bidang perancangan konstuksi rumah stainless steel adalah pengelasan TIG (Tungsten
tangga, konstruksi mesin dan bangunan Inert Gas) atau yang sering disebut juga dengan
perkembangannya semakin pesat. Penggunaan GTAW (Gas Tungsten Arc Welding). Dalam
material baja tahan karat (stainless steel) sangat proses pengelasan selain keterampilan dari
tepat untuk digunakan dalam industri rekayasa seorang pengelas (welder), pemilihan kuat arus
konstruksi baja, karena stainless steel memiliki yang tepat juga sangat berpengaruh terhadap
beberapa keunggulan seperti tahan pada suhu kualitas sambungan lasan. Penggunaan arus
tinggi, kuat, ringan, ketahan korosi yang tinggi yang besar dapat mempengaruhi struktur atom
serta tampilannya yang menarik (berseri). di daerah lasan, karena semakin panas suhu
Dalam hal rekayasa konstruksi baja akan mengakibatkan daerah HAZ (Heat
tentunya berkaitan erat dengan proses Affected Zone) membuat pengaruh
pengelasan, karena pengelasan sangat rekristalisasi. Dimana rekristalisasi
berpengaruh terhadap mutu dan kualitas dari menyebabkan butir-butir daerah las bertambah
desain produk. Pengelasan adalah besar, sehingga butiran-butiran yang membesar
penyambungan dua buah logam berbeda dengan tersebut akan menurunkan kekuatan serta
cara memanaskan atau menekan, yang kualitas sambungan las. Baja tahan karat
kemudian menyambung dan menjadi satu (stainless steel) merupakan material baja
seperti benda utuh (Alip, 1989). dengan paduan tinggi, yang kualitas
sambungannya akan menjadi getas karena
pengaruh panas dari proses pengelasan (Yunus, pengelasan TIG (Tungsten Inert Gas), Gambar
2013). 1 menunjukkan hasil pengelasan TIG pada
. stainless steel hollow 304. Pembuatan spesimen
Menurut Widyatmoko dkk, (2017) yang uji tarik mengacu pada standart ASTM
melakukan penelitian tentang pengaruh arus E8/E8M-09, terlihat pada Gambar 2. Pemilihan
pengelasan TIG terhadap karakteristik sifat standar ASTM E8/E8M-09 berdasar pada jenis
mekanik stainless steel 304, bahwa semakin dan ketebalan material yang diteliti. Setelah itu
tinggi dan optimal panas yang dihasilkan saat dilakukan pengujian foto makro, struktur mikro,
proses pengelasan maka akan semakin baik uji tarik dan distribusi kekerasan.
dalam melelehkan/mencairkan bahan tambahan
dan elektroda tungsten dengan logam induk.
Panas yang masuk saat proses pengelasan
dapat memperbesar butir (pemuaian) dan
struktur logam akan menjadi kasar, dimana
struktur logam yang kasar dapat menurunkan
sifat mekanik suatu material (Sonawan, 2006).
Gambar 1. Material hasil las TIG
Semakin besar kuat arus listrik yang
digunakan saat proses pengelasan, maka akan
semakin keras pula daerah lasannya. Hal ini
disebabkan karena adanya pengaruh panas (heat
input) yang terjadi pada logam lasan saat proses
pengelasan (Widodo, 2016).
Menurut penelitian yang dilakukan
Ilhamuddin (2018) tentang kekuatan
sambungan las argon pada stainless steel 304,
bahwa hubungan antara kekuatan tarik dan Gambar 2. Spesimen uji tarik E8/E8M-09
struktur mikro pada logam dimana semakin
besar butiran logam yang dihasilkan maka akan Adapun diagram alir tersebut terlihat
membuat tegangan luluhnya semakin kecil. pada Gambar 3.
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui perbedaan karakteristik sifat fisik
dan mekanik material stainless steel hollow 304
setelah dilakukan pengelasan TIG dengan
variasi arus 60 A, 70 A, 80, 90 A , 100 A
dengan pengujian foto makro, struktur mikro,
uji tarik dan kekerasan.

2. METODE PENELITIAN
Adapun alat dan bahan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah:
- Mesin Las TIG arus DC Lakoni Inverter
Welding tipe HAWK TIG 200e.
- Alat perkakas dan meja bangku.
- Bahan stainless steel hollow 304 ukuran 40
x 40 x 1.5 mm.
- Elektroda tungsten Weldcraft AWS EWTH-
2 diameter 1,6 mm
- Kawat las argon (Filler) Nikko Steel NSN-
308LR TIG diameter 1,6 mm

Prosedur dalam penelitian ini adalah


dengan melakukan pemilihan bahan terlebih
dahulu, bahan yang digunakan stainless steel
hollow 304 yang kemudian dilakukan uji
komposisi. Proses pengelasan dengan metode Gambar 3. Diagram alir penelitian
adanya karbon yang besar juga mempengaruhi
dan menurunkan sifat ulet dan kemampuan
3. HASIL DAN PEMBAHASAN tempanya. Kandungan krom (Cr) 17 % mampu
meningkatkan sifat ulet, keplastisan dan
3.1 Hasil Uji Komposisi Material pengaruh kondisi lingkungan, seperti korosi dan
suhu tinggi. Unsur nickel (Ni) 8 – 12%
Tabel 1. Komposisi kimia stainless steel hollow 304. berfungsi untuk meningkatkan ketahanan korosi
serta membuat tampilan terlihat menarik
(bercahaya seri). Adanya unsur vanadium (V)
juga berfungsi sebagai pembentuk karbida yang
keras, sehingga material baja memiliki sifat
yang sangat keras. Selain itu terdapat
kandungan kobalt (Co) yang mampu
meningkatkan sifat keras, ketahanan aus dan
memiliki daya hantar listrik yang baik.

3.2 Hasil Foto Makro


Sumber: PT. Itokoh Ceperindo Foto makro dilakukan untuk melihat
gambar makro dari bentuk permukaan dan
Material stainless steel hollow 304 penetrasi sambungan las dari spesimen benda
memiliki kandungan karbon (C) 0.05%, uji. Hasil foto makro pengelasan stainless steel
dimana karbon mempunyai sifat keras, namun hollow 304 terlihat pada Gambar 4.

a b

Las Kasar
Bersekat Kasar

c d

Bersekat Halus Sedikit Kasar

Rapi dan Tipis

Gambar 4. Hasil foto makro sambungan las arus, (a) 60 A, (b) 70 A, (c) 80 A, (d) 90 A dan (e) 100 A

Hasil dari foto makro pada Gambar 4 sempurna. Pencairan kawat las dan elektroda
menunjukkan bahwa permukaan sambungan las yang baik ditandai dengan minimnya
yang paling bagus adalah pada pengelasan yang sekat/garis dan jauhnya jarak antar sekat.
menggunakan variasi arus 100 A (Gambar 4.e), Sedangkan pada arus 60 A (Gambar 4.a)
ini dikarenakan pada arus 100 A terlihat hasil permukaan sambungan lasnya tidak begitu baik,
sambungan lasnya lebih rapi, tipis serta kawat karena sambungannya lasnya terlihat kasar,
las dan elektroda tungsten mencair dengan bulat dan tebal. Hal ini dipengaruhi oleh
penggunaan arus yang terlalu kecil sehingga lasnya terlihat rapi dan tipis, namun lasnya
tidak dapat mencairkan kawat las dan elektroda masih terlihat kasar dan sedikit bergaris (sekat).
tungsten secara sempurna. Semua perbedaan yang terjadi dalam
Pada arus 70 A dan 80 A (Gambar 4.b permukaan sambungan las tersebut dipengaruhi
dan Gambar 4.c) permukaan sambungan lasnya oleh besar-kecilnya kuat arus dan kecepatan
terlihat kasar, karena masih banyak terlihat yang digunakan saat proses pengelasan
sekat-sekat atau garis-garis batas pada berlangsung.
sambungan lasnya. Hal ini dipengaruhi oleh Selain melakukan pengamatan makro
pencairan kawat las pada logam induk yang pada permukaan sambungan pengelasan,
kurang sempurna. Namun pada arus 70 A dilakukan juga pengamatan makro pada
terlihat bentuk antar garis/sekatnya lebih kasar sambungan las setelah dilakukan proses etsa.
dan jaraknya lebih pendek dibanding pada Hasil pengamatan makro setelah dilakukan
penggunaan arus 80 A. proses etsa terlihat pada Gambar 5.
Pada penggunaan Arus 90 A (Gambar
4.d) menunjukkan permukaan sambungan

a b

c d

e
Gambar 5. Hasil foto makro setelah proses etsa, (a) 60 A, (b) 70 A, (c) 80 A, (d) 90 A dan (e) 100
A.

Gambar 5. menunjukkan perbedaan akar lebih menonjol dibanding pada


bentuk sambungan las dan penetrasi kedalam penggunaan arus 80 A.
daerah sambungan lasnya. Pada Gambar 5 Pada penggunaan arus 60 A (Gambar
memperlihatkan bahwa sambungan las yang 5.a) terlihat penetrasi sambungan lasnya kurang
paling bagus adalah pada penggunaan arus 80 A sempurna atau lasnya tidak sepenuhnya
(Gambar 5.c) dan 100 A (Gambar 5.e), terlihat menembus dan memenuhi kampuh las.
bahan tambahan dapat tembus seluruhnya ke Sedangkan pada penggunaan arus 70 A
dalam kampuh dan menyatu dengan sempurna (Gambar 5.b) dan 90 A (Gambar 5.d)
pada logam induk. Namun pada penggunaan sambungan lasnya tidak begitu baik. Karena
arus 100 A penetrasi las lebih dalam ke lubang pada sambungan tersebut terlihat isian lasnya
kampuh karena terlihat sambungan las dibagian tidak sepenuhnya masuk kedalam kampuh las,
sehingga terjadi adanya cacat pengelasan
(incomplete penetration). Cacat las tersebut dimensi. Disisi lain, terlihat juga adanya
terjadi karena bahan tambahan yang digunakan kandungan karbida cr (titik-titik berwarna
(filler) tidak mencair secara sempurna sehingga hitam). karbida cr adalah hasil pengendapan
sulit menyatu dengan logam induk. karbon dan chrom karena adanya panas yang
masuk saat proses pengelasan berlangsung.
3.3 Hasil Struktur Mikro
Pada Gambar 6 menunjukkan hasil
struktur mikro uji metalografi pada logam
induk, dimana stuktur mikro pada logam induk
terlihat jelas adanya dua fasa, yaitu fasa
austenit dan ferit. Ferit pada struktur mikro Gambar 8. Hasil foto mikro 70 A, (a) logam induk,
biasanya terlihat hitam dan mempunyai (b) HAZ, (c) Las.
sifat keras, sedangkan austenit terlihat
strukturnya berwarna putih terang dan Gambar 8 menunjukkan hasil struktur
bersifat lunak serta ulet (dimana pada mikro pada pengelasan 70 A terdapat fasa ferit
Gambar 6 terlihat sangat mendominasi). dan austenit. Namun pada daerah HAZ terlihat
Austenit lebih mendominasi karena sifat fasa austenit warnanya lebih terang.
dasar logam induk yang merupakan jenis Selain itu, terdapat perbedaan bentuk batas
fasa Austenitic yang tidak mengandung butir di masing-masing daerah pengelasan.
Pada daerah logam induk dan daerah HAZ
magnet (non magnetic).
bentuk batas butirnya hampir sama, yakni
berbentuk oval atau kotak. Sedangkan pada
daerah las bentuknya berbutir memanjang
(columnar grains). Menurut Sonawan (2004),
Struktur berbentuk columnar grains karena
pada saat pengelasan logam induk yang
mencair dan mengarah ke tengah daerah logam
las.
Gambar 6. Hasil foto mikro raw material,
(a)perbesaran 100 x, (b) perbesaran 200 x.

Gambar 9. Hasil foto mikro 80 A, (a) logam induk,


(b) HAZ, (c) Las.
Gambar 7. Hasil foto mikro 60 A, (a) logam induk,
(b) HAZ, (c) Las. Gambar 9 menunjukkan hasil struktur
Gambar 7 menunjukkan hasil struktur mikro pada pengelasan 80 A memiliki fasa
mikro pada pengelasan 60 A terdapat fasa ferit yang hampir sama, yakni fasa ferit dan austenit.
(warna gelap) dan austenit (warna terang). Pada Pada daerah HAZ terlihat fasa austenit sangat
daerah HAZ terlihat kedua fasa tersebut sama- dominan dan strukturnya lebih besar
sama dominan dan strukturnya berubah menjadi dibandingkan dengan penggunaan arus 70 A,
besar, pembesaran tersebut diakibatkan karena sedang fasa ferit warnanya lebih hitam.
adanya pemuaian saat proses pengelasan Terdapat perbedaan bentuk batas butir di
berlangsung. masing-masing daerah pengelasan. Pada daerah
Selain itu, terdapat perbedaan bentuk batas logam induk dan daerah HAZ bentuk batas
butir di masing-masing daerah pengelasan. butirnya berbentuk oval atau kotak. Sedangkan
Pada daerah logam induk dan daerah HAZ pada daerah las bentuknya berbutir memanjang.
bentuk batas butirnya hampir sama, yakni
berbentuk oval atau kotak. Sedangkan pada
daerah las bentuknya columnar grains (berbutir
panjang). Butir adalah kumpulan dari sel satuan
yang memiliki arah dan orientasi sama dalam 2
Gambar 10. Hasil foto mikro 90 A, (a) logam induk,
(b) HAZ, (c) Las.
Tabel 2. Perbandingan hasil struktur mikro daerah
. Gambar 10 menunjukkan hasil struktur HAZ dan Las.
mikro pada pengelasan 90 A memiliki fasa Arus HAZ Las
yang hampir sama, yakni fasa ferit dan austenit. (A)
Pada daerah HAZ terlihat fasa austenit lebih
dominan dan warnanya lebih terang, sedang
fasa ferit warnanya memudar.
Adapun yang membedakan lagi adalah 60
perbedaan bentuk batas butir di masing-masing A
daerah pengelasan. Pada daerah logam induk Batas Butir
dan daerah HAZ bentuk batas butirnya sama,
yakni berbentuk oval atau kotak. Sedangkan
pada daerah las bentuknya berbutir memanjang
atau terlihat seperti serat.
70
A

Gambar 11. Hasil foto mikro 100 A, (a) logam 80


induk, (b) HAZ, (c) Las. A
Columnar Grains
Gambar 11 menunjukkan hasil struktur
mikro pada pengelasan 80 A memiliki fasa
yang hampir sama, yakni fasa ferit dan austenit.
Pada daerah HAZ terlihat fasa austenit sangat
dominan dan strukturnya lebih besar dibanding
90
fasa ferit. Adapun yang membedakan lagi A
adalah perbedaan bentuk batas butir di masing-
masing daerah pengelasan. Pada daerah logam
induk dan daerah HAZ bentuk batas butirnya
hampir sama, yakni berbentuk oval atau kotak.
Sedangkan pada daerah las bentuknya berbutir
memanjang (columnar grains). 100
A
Karbida membesar
3.4 Perbandingan Hasil Struktur Mikro
daerah HAZ dan Las.
Tabel 2 memperlihatkan perbedaan Pada penggunaan arus 70 A hasil
hasil pengujian struktur mikro pada daerah struktur mikronya berupa ferit dan austenit,
HAZ dan Las. Pada setiap penggunaan variasi namun terlihat fasa austenit warnanya lebih
arus pengelasan mempunyai perbedaan struktur terang dibanding dengan penggunaan arus 60
ferit dan austenit yang halus serta kasar, karena A. pengelasan menggunakan variasi arus 60 A
struktur yang terbentuk pada proses pengelasan tidak begitu baik untuk mencairkan logam
terjadi karena adanya transformasi panas pada tambahan (filler) karena panas yang masuk
benda uji (Callister, 2006). kurang, terlihat dari besar butiran pada daerah
Perbedaan struktur mikro pada daerah lasan dengan daerah HAZ tidak terlalu luas
HAZ menunjukkan bahwa pengelasan dengan (Saripudin, 2013).
variasi arus 60 A memiliki struktur mikro ferit Pada penggunaan variasi arus 80 A
dan austenit, kedua fasa tersebut terlihat sama- terlihat adanya struktur ferit dan austenit,
sama dominan. namun struktur austenit lebih dominan dan
warna ferit lebih gelap dibanding pada
penggunaan kuat arus 70 A. Sedangkan pada karbida krom yang halus. Sedangkan tegangan
penggunaan arus 90 A mempunyai struktur tarik terendah 438.97 MPa terletak pada
yang sama seperti pada penggunaan arus 80 A, penggunaan arus 60 A. Tegangan tarik
namun pada arus 90 A warna feritnya maksimal tertinggi 675.56 MPa juga terdapat
memudar. Menurut penelitian yang dilakukan pada pengelasan dengan arus 100 A. Pada
Widyatmoko (2017) bahwa semakin besar pengelasan baja karbon rendah, semakin besar
penggunaan variasi arus pada saat pengelasan arus yang digunakan maka akan meningkatkan
maka butiran struktur berubah menjadi kasar panas dan membuat kekuatan tariknya
yang mengakibatkan kekuatan pada daerah meningkat (Santoso, 2006).
HAZ menjadi rendah.
Pada penggunaan variasi arus 100 A
struktur mikronya berupa ferit dan austenit,
namun lebih di dominasi fasa austenit. Selain
fasa ferit dan austenit, pada penggunaan arus
100 A terlihat pula adanya karbida cr yang
mengembang (terlihat titik-titik hitam besar).
Hal ini disebabkan chrom dan karbida yang
terlarut karena adanya panas lebih banyak
(Ojahan dkk, 2017).
Gambar 12. Hasil uji tarik
Perbedaan pada penggunaan variasi
arus 60 A, 70 A, 80 A, 90 A dan 100 A adalah Gambar 12 Hasil pengujian tarik
pada setiap penambahan arus membuat struktur menunjukkan bahwa kekuatan tarik rata-rata
mikro di daerah HAZ berkembang dan butirnya raw material lebih tinggi jika dibandingkan
bertambah kasar. dengan kekuatan tarik material yang dilakukan
Sebenarnya pada setiap variasi arus pengelasan dengan berbagai variasi arus.
terdapat kandungan karbida Cr dan pada setiap Menurut Yunus (2013), baja tahan karat
penambahan arus pengelasan yang digunakan merupakan material baja paduan tinggi, yang
terlihat membuat kandungan karbida Cr pada kualitas sambungannya akan menjadi getas
daerah HAZ mengalami pemuaian, karena pengaruh panas dari proses pegelasan.
pengembangan dan strukturnya bertambah
banyak. Ini dibuktikan pada pengguaan variasi
arus 60 A terlihat kandungan karbida Cr sedikit
dan halus, sedangkan pada variasi arus 100 A
terlihat karbida Cr bertambah banyak dan
strukturnya membentuk titik-titik hitam yang
besar (tebal).
3.5 Hasil Uji Tarik

Hasil pengujian tarik rata-rata terlihat


pada Tabel 3 atau Gambar.
Gambar 13. Grafik hubungan tegangan
Tabel 3. Hasil uji tarik tarik dengan kuat arus.

Pada Gambar 13 Grafik hubungan kuat


arus pengelasan dengan regangan menunjukkan
bahwa hasil perpanjangan presentase yang
paling tinggi adalah pada pengelasan dengan
kuat arus 100 A dengan nilai 31.81 %.
Sedangkan nilai terendah pada pengelasan
Pada Tabel 3 atau Gambar 12
dengan kuat arus 60 A dengan nilai regangan
menunjukkan bahwa hasil tegangan tarik paling
17.49 %. Hal ini dikarenakan panas yang
tinggi pada penggunaan arus 100 A dengan
dihasilkan pada variasi arus 60 A tidak cukup
nilai 608.95 MPa, hal ini karena struktur mikro
baik dan terlalu kecil untuk mencairkan
austenitnya lebih dominan dan terdapat pula
elektroda tungsten dan kawat las terhadap menjadi kasar (Sonawan, 2004). Dengan
logam induk, sehingga penembusan yang demikian kekasaran butir dapat menurunkan
terjadi kurang maksimal dan menyebabkan sifat kekerasan pada suatu material
sambungan las tidak cukup kuat. Menurut
Nilai kekerasan tertinggi pada dearah
penelitian yang dilakukan Nasrul dkk, (2011)
las terletak pada penggunaan kuat arus 100 A
bahwa hubungan antara struktur mikro dengan
dengan nilai 88 HRB. hal ini terjadi karena
kekuatan tarik pada logam dimana semakin
hasil struktur mikro pada penggunaan kuat arus
besar butiran logam yang dihasilkan maka akan
100 A struktur mikronya berupa ferit, austenit
membuat kekuatan luluhnya semakin rendah.
dan juga terdapat karbida cr yang mendominasi.
Dimana karbida krom mempunyai sifat yang
3.6 Hasil Uji Kekerasan sangat keras dan ini yang menjadi ciri khas dari
material baja. Sedangkan nilai kekerasan yang
Pengujian kekerasan Rockwell (HRB) paling rendah di daerah las adalah pada
dilakukan pada daerah logam induk, HAZ dan penggunaan kuat arus 80 A dengan nilai 84.25
daerah las. Hasil pengujian rata-rata kekerasan HRB.
Rockwell (HRB) dapat dilihat pada Tabel 4. Di dalam Tabel 4 menunjukkan rata-
Tabel 4 Hasil pengujian kekerasan Rockwell (HRB). rata nilai kekerasan pada daerah las lebih tinggi
dibandingkan dengan nilai kekerasan logam
Arus (A) Induk HAZ Las induk, hal ini karena masukan panas (heat
RAW 85.75 - - input) pengelasan yang tinggi maka butir yang
60 A 81.25 72.75 85.5 dibawa akan semakin halus. Sehingga ketika
70 A 86.25 65 85.25 butir memadat logam lasan akan berkaitan
80 A 79.25 69.25 84.25 secara kuat yang menyebabkan kekerasan yang
90 A 83.5 64.75 87.5 tinggi di daerah las (Widodo, 2016).
100 A 86.5 60.75 88
KESIMPULAN

1. Hasil foto makro yang paling bagus adalah


adalah pengelasan yang menggunakan
variasi arus 100 A, sedangkan pengelasan
yang menggunakan variasi arus 60 A bahan
tambahannya tidak mencair secara
sempurna sehingga sambungan las tidak
dapat menyatu secara bagus pada logam
induk. Pada penggunaan arus 70 A dan 80
A masih terlihat sekat-sekat atau garis pada
permukaan hasil pengelasan, hal ini karena
Gambar 14. Grafik hasil uji kekerasan kurang sempurnanya pencairan kawat las
dan elektroda tungsten terhadap logam
induk. Sedangkan pada penggunaan arus 90
Pada Gambar 14 menunjukkan nilai A, permukaan hasil sambungan las terlihat
kekerasan rata-rata HAZ lebih rendah rapi, namun masih sedikit kasar.
dibanding nilai kekerasan pada daerah Las dan Hasil foto mikro 60 A menghasilkan
Induk, hal ini dikarenakan struktur material struktur ferit dan austenit yang sama-sama
pada raw material stainless steel hollow 304 dominan. Penggunaan variasi arus 70 A
terdapat fasa austenit dan ferit, serta terdapat terdapat struktur mikro ferit dan austenite,
juga karbida Cr. (Gambar 6). Pada setiap namun di dalam daerah HAZ terlihat
penambahan variasi arus (Tabel 2) pengelasan struktur ferit berwarna lebih terang. Arus
menyebabkan struktur austenit dan ferit di 80 A struktur mikronya berupa ferit dan
daerah HAZ mengembang dan mengalami austenit, dan pada penggunaan arus 80 A
pemuaian serta menyebabkan strukturnya struktur austenit terlihat lebih domain dan
menjadi kasar (strukturnya membesar). Karena warna ferit lebih gelap. Arus 90 A
setiap penambahan panas yang masuk akan strukturnya berupa ferit dan austenit,
menyebabkan batas butir dan struktur logam namun warna ferit memudar. Sedangkan
pada penggunaan arus 100 A struktur Nasrul dkk., 2016, Pengaruh Variasi Arus Las
mikronya berupa austenit dan ferit, namun Terhadap Kekerasan dan Kekuatan Tarik
struktur austenit lebih dominan dan Sambungan Dissimilar Stainless Steel 304
warnanya lebih terang. Selain itu, pada arus dan ST 37, Universitas Negeri Malang,
100 A terdapat kandungan karbida Cr yang Malang.
mengembang dan batas butirnya berubah Ojahan dkk., 2017, Analisis Pengaruh
menjadi besar. Parameter Pengelasan GTAW Stainless
2. Hasil pengujian tarik yang paling tinggi Steel AISI 304 Terhadap Sifat Mekanis dan
terletak pada penggunaan arus 100 A Struktur Mikro, Universitas Mahalayati,
dengan nilai 608.95 MPa. Karena proses Lampung.
pencairan kawat las dan elektroda tungsten
menyatu dengan sempurna terhadap logam Santoso, Joko., 2006, Pengaruh Arus Penge-
induk, serta struktur mikronya lebih lasan Terhadap Kekuatan Tarik dan
dominan fasa austenit yang mempunyai Ketangguhan Las SMAW dengan
butir halus. Sedangkan nilai kekuatan tarik Elektroda E7018, Universitas Negeri
terendah terdapat pada penggunaan arus 60 Semarang.
A dengan nilai 438.97 MPa. Tegangan tarik Saripuddin, M. & Umar Lauw, Dedi., 2013,
maksimum tertinggi dengan nilai 675.58 Pengaruh Hasil Pengelasan Terhadap
MPa juga terletak pada penggunaan arus Kekuatan, Kekerasan dan Struktur Mikro
100 A. Baja St 42, ILTEK , 8 (15):1063-1067.
3. Hasil nilai kekerasan pada daerah HAZ Sonawan, Hery, Pengantar Untuk Memahami
yang paling tinggi adalah 72.75 HRB Proses Pengelasan Logam, Alfabeta, Bandung,
terjadi pada penggunaan variasi arus 60 A. 2004.
hal ini karena struktur mikro pada arus 60 Sonawan, H., dan Suratman Rochim, 2006,
A berupa fasa austenit dan ferit yang sama- 7
Pengantar Untuk Memahami Proses
sama dominan, selain itu terdapat butiran 1 Pengelasan Logam, Alfabeta, Bandung.
halus karbida Cr. Sedangkan kekerasan
daerah HAZ yang paling rendah adalah Widodo dan Suheini, 2016, Pengaruh kuat arus
pada penggunaan arus 90 A dengan nilai listrik dan jenis kampuh las terhadap
64.75 HRB. karena struktur mikro pada kekerasan dan struktur makro pada
penggunaan arus 90 A berupa fasa austenit pengelasan stainless steel AISI 304,
dan ferit, namun lebih dominan fasa Institut Teknologi Adhi Tama, Surabaya.
austenitnya. Dimana fasa austenit Yunus, Y. & Nofri, 2013, Variasi Arus Listrik
mempunyai sifat lunak. Terhadap Sifat Mekanik Mikro Sambungan
Nilai kekerasan pada daerah las Las Baja Tahan Karat AISI 304, E-Journal
tertinggi terletak pada penggunaan arus 100 Widya Eksata. 1 (1).
A dengan nilai kekerasan 88 HRB,
sedangkan daerah las dengan nilai terendah
terletak pada penggunaan arus 80 A dengan
nilai 84.25 HRB.

DAFTAR PUSTAKA

Alip, M., 1989, Teori dan Praktik las,


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Callister, J. & William, D., 2006, Seventh
Edition Materials Science And
Engineering, Department og Mettalurgical
Engineering The University of Utah, USA.
Manual Book of ASTM Standards, 2010,
ASTM E8/E8M-9 Standard Test Methods
For Tension Testing of Metallic Materials,
Copy Right 2010

Anda mungkin juga menyukai