Anda di halaman 1dari 24

PROPOSAL TUGAS AKHIR

PENGARUH JENIS ELEKTRODA DAN ARUS PENGELASAN SMAW


TERHADAP SIFAT FISIK DAN MEKANIK SAMBUNGAN
DISSIMILAR METAL WELDING

Oleh:

Martinus Gobai

1201619009

KONSENTRASI PROGRAM KONSTRUKSI

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS SURAKARTA
2020
HALAMAN PERSETUJUAN

Proposal Tugas Akhir (TA) merupakan syarat untuk menyelesaikan akademi jenjang
Starata-1 Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Surakarta.

Proposal ini telah disahkan pada tanggal :………………

Mahasiswa

Martinus Gobai

Disetujui
Pembimbing Tugas Akhir

Wijoyo, ST., M.Eng


A. Judul
PENGARUH JENIS ELEKTRODA DAN ARUS PENGELASAN SMAW TERHADAP
SIFAT FISIK DAN MEKANIK SAMBUNGAN DISSIMILAR METAL WELDING

B. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan teknologi di bidang konstruksi, pengelasan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pertumbuhan dan peningkatan industri,
karena mempunyai peranan yang sangat penting dalam rekayasa dan reparasi produksi
logam. Hampir pada setiap pembangunan suatu konstruksi dengan logam melibatkan
unsur pengelasan, (Basuki 2009).
Pada era modernisasi yang disertai perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi menciptakan sifat yang menuntut setiap individu untuk ikut serta didalamnya
sehingga sumber daya manusia dituntut untuk menguasai perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta dapat mengaplikasikan ilmunya dalam dunia kerja.
Salah satu dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terdapat dalam
kontruksi mesin adalah las/pengelasan.
Pengelasan menurut DIN (Deutsche Industrie Normen) adalah ikatan metalurgi
pada sambungan logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair.
Pengelasan logam berbeda adalah suatu proses pengelasan yang dilakukan pada dua jenis
logam atau paduan logam yang berbeda. Pengelasan logam berbeda (Dissimilar Metal
Welding) merupakan perkembangan dari teknologi las modern akibat dari kebutuhan
akan penyambungan material-material yang memiliki jenis logam yang berbeda,
(Parekke, 2014).
Pengelasan logam berbeda adalah suatu proses pengelasan yang dilakukan pada
dua jenis logam atau paduan logam yang berbeda. Pengelasan logam berbeda (dissimilar
metal welding) merupakan perkembangan dari teknologi las modern akibat dari
kebutuhan akan penyambungan material-material yang memiliki jenis logam yang
berbeda. Pemilihan elektroda dan penggunaan arus yang tepat serta pemilihan jenis
sambungan menurut standar pengelasan sangat dibutuhkan untuk mendapatkan hasil
pengelasan yang sempurna. Metalurgi pengelasan baja tahan karat AISI 316L disambung
dengan baja karbon AISI 1045 dapat dilihat dengan menggunakan diagram, (Sonawan
dkk, 2006).
Permasalahan yang dihadapi pada penyambugan dua logam berbeda adalah
perbedaan titik lebur koefisien muai, sifat fisis dan mekanis dari logam tersebut.
Pengencaran logam pengisi dan pembentukan senyawa intermetalik pada antar muka
yang menyebabkan terjadinya perpatahan. Dengan adanya perbedaan tersebut maka
pengelasan kedua logam yang berbeda memerlukan suatu prosedur pengelasan yang baik
agar, didapat mutu las yang maksimal, (Harsono dan Toshie 2006).
Beberapa peneliti telah berhasil menemukan suatu metode yang cukup efektif
untuk menghasilkan las yang baik pada bahan yang berbeda antara lain: Pengelasan
dissimilar metal welding antara baja karbon A36 dengan baja tahan karat austenitik AISI
304, didapat hasil dengan perlakuan preheat, akan menurunkan nilai kekerasan pada
HAZ baja karbon dibandingkan dengan HAZ baja karbon tanpa preheat, sehingga
mampu menaikkan ketangguhannya (toughness), Dengan perlakuan preheat, akan
menaikkan nilai kekerasan pada HAZ baja tahan karat dibandingkan dengan HAZ baja
tahan karat tanpa preheat, (Saifuddin dan Ilham, 2000).
Pengelasan (welding) adalah salah satu teknik penyambungan logam dengan cara
mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi dengan atau tanpa tekanan dan
dengan atau tanpa logarn tambahan dan menghasilkan sambungan yang kontinu.
Pengelasan Shielded Metal arc Welding (SMAW) merupakan pengelasan
menggunakan busur nyala listrik sebagai panas pencair logam. Karena panas dari busur
listrik maka logam induk dan ujung elektroda mencair dan membeku bersama. Proses
pemindahan logam elektroda terjadi pada saat ujung elektroda mencair dan membentuk
butir-butir yang terbawa arus busur listrik yang terjadi. Bila digunakan arus listrik besar
maka butiran logam cair yang terbawa menjadi halus dan sebaiknya bila arus kecil maka
butirannya menjadi besar.
Proses pengelasan logam berbeda (dissimilar metal welding) kebanyakan
digunakan dalam bidang-bidang industri, seperti: Pabrik Semen, Pusat Pembangkit
Listrik, Bidang Transportasi, Pabrik Kimia, dan bidang industri lainnya yang
membutuhkan proses pengelasan logam berbeda. Penulis meneliti tentang “Pengaruh
Jenis Elektroda dan Arus Pengelasan SMAW Terhadap Sifat Fisik dan Mekanik Pada
Sambungan Dissimilar Metal Welding” dilakukan untuk mengetahui, kekuatan Tarik dan
kekerasan.
C. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini yakni:
Bagaimana pengaruh jenis elektroda dan arus pengelasan terhadap sifat fisik dan
mekanik pada pengujian kekuatan tarik, uji kekerasan, uji ketangguhan impak, dan
struktur mikro pada sambungan dissimilar metal SS 400 dan Stainless Steel 304
menggunakan las SMAW?

D. Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada permasalahan yang akan diteliti yakni:
1. Jenis elektroda yang digunakan adalah jenis RD-260, LB-52, RB-26 diameter 2,6
mm.
2. Plat baja yang digunakan dalam pengelasan adalah SS 400 dan Stainless Steel 304.
3. Pengaruh arus litrik 100A, 110A, 120A.
4. Jenis kampuh yang digunakan adalah V dengan sudut 70o
5. Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian Kekuatan Tarik, Uji Kekerasan, Uji
Ketangguhan Impak, dan Struktur Mikro.

E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan menganalis ada tidaknya pengaruh jenis elektroda terhadap
sifat fisik dan mekanik pada sambungan dissimilar metal welding dengan
menggunakan las SMAW.
2. Untuk mengetahui pengaruh arus pengelasan terhadap sifat fisik dan mekanik pada
sambungan dissimilar metal welding menggunakan las SMAW.

F. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
a. Menambah pengetahuan tentang pengaruh jenis elektroda dan arus pengelasan
terhadap sifat fisik dan mekanik pada sambungan dissimilar metal welding
dengan menggunakan las SMAW.
b. Memberikan gambaran tentang pengaruh jenis elektroda dan arus pengelasan
terhadap sifat fisik dan mekanik pada sambungan dissimilar metal welding
dengan menggunakan las SMAW sebagai bahan pengembangan penelitian serupa
dimasa mendatang.
2. Manfaat Praktis
a. mempermudah dan penerapan teori tentang pengelasan SMAW didunia industri
b. Menambah pengalaman dan pengetahuan peneliti tentang pengaruh jenis
elektroda dan arus pengelasan terhadap sifat fisik dan mekanik pada sambungan
dissimilar metal welding dengan menggunakan las SMAW.

G. Tinjauan Pustaka
1. Kajian Peneliti Terdahulu
Simon Parekke, Johanes Leonard, dkk, (2014). Dari Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh pengelasan logam berbeda dengan variasi arus pada
sambungan las (dissimilar metal welding) antara baja AISI 1045 dengan baja tahan
karat AISI 316L. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yaitu baja AISI
1045 disambung dengan baja AISI 316L menggunakan mesin las SMAW dan GTAW
dengan filer metal E 309M017, tegangan 30 Volt, arus 50A, 60A dan 70A. Jenis
sambungan yang digunakan adalah sambungan tumpul dengan kampuh V tunggal
dengan ukuran spesimen 200mm x 20mm x 6mm sesuai standar ASTM E8.
Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian tarik, kekerasan dan struktur mikro
menggunakan pengelasan SMAW dan GTAW. Hasil pengujian Kekuatan tarik
tertinggi pada pengelasan SMAW sebesar 64, 01 kg/mm 2 dengan arus 70A, dan
kekuatan tarik terendah 61, 97 kg/mm 2 pada arus 50A. Pengelasan GTAW kekuatan
tarik tertinggi sebesar 49, 54 kg/mm2 dengan arus 60A dan kekuatan tarik terendah
46, 64 kg/mm2 dengan arus 70A. Analisis varians ANOVA SMAW dan GTAW
menunjukkan bahwa 99, 9% arus las mempengaruhi kekuatan tarik, dan 0, 1%
dipengaruhi oleh faktor lain. Pengelasan GTAW menunjukkan bahwa 71, 5% arus las
mempengaruhi kekuatan tarik, dan 28, 5% dipengaruhi oleh faktor lain. Kekerasan
pengelasan SMAW tertinggi pada arus 70A sebesar 22, 7 HRC dan kekerasan
terendah pada arus 50A sebesar 16, 5 HRC. Pengelasan GTAW kekerasan tertinggi
pada arus 60A sebesar 20, 5 HRC dan kekerasan terendah pada arus 50A sebesar 15,9
HRC. Struktur mikro yang terjadi pada arus 50A didominasi oleh struktur ferit,
sementara pada arus 60A dan 70A struktur yang terbentuk adalah perlit yang
berwarna gelap.
Petrus Heru Sudargo, Triyono, dkk, (2011). Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh jenis filler dan arus listrik las Gas Metal Arc Welding
(GMAW) terhadap sifat fisik mekanik sambungan las J4 dengan baja karbon rendah.
J4 disambung dengan baja karbon rendah (ST 37) masing-masing dengan tebal 1, 8
mm, menggunakan las GMAW dengan variasi filler ER309 L dan ER70S, dan arus
pengelasan 60A dan 80A. Hasil sambungan dikarakterisasi dengan pengujian tarik,
kekerasan, dan struktur mikro. Pengujian tarik menggunakan standar JIS Z2202.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sambungan las dengan filler ER 309 L dan
menggunakan arus sebesar 80A mempunyai kekuatan tarik tertinggi yaitu 314,58
MPa, sedangkan sambungan las dengan filler ER 70 S dan menggunakan arus sebesar
60A mempunyai kekuatan tarik terendah yaitu 281,83 MPa. Pada daerah HAZ baja
karbon dan J4 mengalami perubahan struktur mikro yang signifikan dan peningkatan
nilai kekerasan dari masing-masing base metal.
Wijoyo, Ulil Albab, dkk, (2019). Dari Penelitian ini bertujuan untuk
menyelidiki karakteristik kekuatan tarik sambungan las tak sejenis antara baja karbon
dan stainless steel dengan variasi kuat arus. Bahan utama baja karbon rendah ST37,
SS316L dan SS 304, dengan menggunakan filler E308. Pengelasan ST37-SS316L
menggunakan las SMAW, sedangkan pengelasan ST37 SS 304 menggunakan las
GMAW. Variasi kuat arus yang digunakan berturut adalah 70A, 80A dan 90A.
Pengujian tarik dilakukan dengan mesin uji tarik UTM untuk mengetahui
karakteristik kekuatan tarik dari kedua sambungan sesuai standar ASTM E8M. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa, karakteristik kekuatan tarik sambungan las paling
lemah terjadi di daerah sekitar HAZ (Heat Affected Zone) pada baja karbon.
M. Yogi Nasrul L, Heru Suryanto, dkk, (2016). Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh variasi arus las SMAW (Shielded Metal Arc Welding) terhadap
kekerasan dan kekuatan tarik pada sambungan stainless steel 304 dan ST 37.
Penelitian ini menggunakan baja tahan karat stainless steel 304 yang disambung baja
karbon rendah ST 37 dengan elektroda E 309. Variasi arus menggunakan arus 60 A,
70 A, dan 80 A. Setelah proses pengelasan, dilanjutkan dengan pembuatan 11
spesimen untuk pengujian tarik dengan standar JIS Z 2201 1981, 3 spesimen untuk
pengujian kekerasan, dan 3 spesimen untuk pengujian struktur mikro. Setelah itu
dilakukan pengujian tarik, kekerasan, dan struktur mikro. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa setelah proses pengelasan kekuatan tarik hasil las dengan
perlakuan pengelasan pada semua variasi arus lebih besar dari raw material ST 37 dan
lebih rendah dari raw material stainless steel 304. Nilai kekuatan tarik optimal pada
spesimen dengan perlakuan pengelasan terdapat pada arus 70 A sebesar 51,656
kg/mm2. Setiap penambahan arus menunjukkan peningkatan nilai kekerasan di
daerah weld metal karena perubahan struktur mikro dendritik yang jumlahnya
meningkat, akan tetapi mengalami penurunan di HAZ (Heat Affected Zone) akibat
struktur mikro ferit membesar di temperatur tinggi. Nilai uji kekerasan tertinggi pada
weld metal terdapat di spesimen dengan arus 80 A dan nilai uji kekerasan rata-rata
tertinggi pada HAZ dimiliki oleh spesimen dengan variasi arus 60 A.
Dari hasil uji tarik tebukti bahwa kekuatan tarik tertingi terdapat pada spesimen
dengan arus pengelasan 100A (25, 59 kg/mm²), akibat dari adanya tegangan sisa yang
ditimbul selama pemanasan dan pendinginan. Dari hasil uji kekerasan, daerah HAZ
lebih tinggi kekerasanya dibandingkan dengan logam induk baja SS 400 dan baja
tahan karat SUS 304. Ini disebabkan butiran ferit dan perlit pada HAZ lebih kecil dari
pada butiran ferit dan perlit yang ada pada logam induk. Dimana untuk arus 80A
lebih tinggi nilai kekerasannya dibandingkan dengan arus 100A. Ini disebabkan
karena butiran ferit dan perlit pada arus 80A lebih kecil. Analisa Pengaruh Variasi
Arus Pengelasan GTAW pada Material Plat SS 400 Disambung Dengan Material Plat
SUS 304 Terhadap Sifat Mekanis, Dony Perdana, (2016).
Bambang Teguh Baroto, dkk, (2017). Menurut Penelitiannya bertujuan untuk
mengetahui pengaruh pengelasan logam berbeda dengan variasi arus dan filler pada
sambungan las (dissimilar metal welding) antara baja karbon ST 37 dengan baja tahan
karat AISI 316L. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yaitu baja karbon
ST 37 disambung dengan baja AISI 316L menggunakan mesin las GMAW dengan
filer metal ER308 L dan ER70S, arus 60A dan 90A. Jenis sambungan yang
digunakan adalah sambungan tumpul dengan kampuh I tunggal dengan ukuran
specimen sesuai standar JIS Z2202. Selanjutnya dilakukan pengujian meliputi
pengujian tarik, kekerasan dan struktur mikro. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
arus las berpengaruh terhadap kekuatan tarik pengelasan GMAW. Kekuatan tarik
tertinggi pada pengelasan GMAW sebesar 330 MPa dengan arus 90A, dan kekuatan
tarik terendah 275 MPa pada arus 60A. Kekerasan pengelasan GMAW tertinggi pada
arus 90A dan kekerasan terendah pada arus 60A. Struktur mikro yang terjadi pada
arus 60A didominasi oleh struktur ferit, sementara pada arus 90A struktur yang
terbentuk adalah perlit yang berwarna gelap.

2. Pengertian Las
Definisi pengelasan menurut DIN (Deutsche Industrie Norman) adalah ikatan
metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam
keadaan lumer atau cair. Dengan kata lain, las merupakan sambungan setempat dari
beberapa batang logam dengan menggunakan energi panas.
Penegelasan (welding) adalah salah satu teknik penyambungan logam dengan
cara mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi dengan atau tanpa logam
tambahan untuk menghasilkan sambungan yang kontinu.
Pengelasan dapat diartikan dengan proses penyambungan dua buah logam
sampai titik rekristalisasi logam, dengan atau tanpa menggunakan bahan tambah dan
menggunakan energi panas sebagai pencair bahan yang dilas. Pengelasan juga dapat
diartikan sebagai ikatan tetap dari benda atau logam yang dipanaskan.
a. Klasifikasi pengelasan
Dalam klasifikasi pengelasan yang dibedakan adalah cara kerja. Proses
pengelasan dibagi menjadi tiga bagian utama yaitu:
1. Pengelasan Cair
Pengelasan ini dilakukan dengan cara memanaskan sambungan sampai
mencair dengan sumber panas listrik atau api gas yang dibakar.
2. Pematrian
Pengelasan dengan cara penyambungan yang disatukan dengan menggunakan
paduan logam lain. Logam utama yang akan dipatri tidak akan ikut mencair.
3. Pengelasan Tekan
Pengelasan dengan cara logam dipanaskan lalu ditekan hingga menjadi satu.
b. Parameter Pengelasan
Pemilihan parameter pengelasan busur litrik elektroda terbungkus sangat
berperang penting dalam menentukan kualitas hasil las yang akan diperoleh.
Adapun pemilihan parameter las untuk SMAW adalah sebagai berikut:
1. Tegangan busur las
Panjang busur (arc length) yang dianggap baik lebih kurang sama
dengan diameter elektroda yang dipakai untuk besarnya tergangan yang
dipakai setiap posisi pengelasan tidak sama. Misalnya diameter 3-6 mm,
mempunyai tegangan 20-30 volt pada posisi datar, dan tegangan ini akan
dikurangi antara 2-5 volt pada posisi diatas kepala. Kestabilan tegangan ini
sangat menentukan mutu pengelasan dan kestabilan juga dapat didengar
melalui suara pengelasan.
2. Besar arus las
Beasar arus juga mempengaruhi pengelasan dimana besarnya arus listrik
pada pengelasan tergantung dari bahan ukuran lasan, geometri sambungan
pengelasan macam elektroda dan diameter inti elektroda. Untuk pengelasan
pada daerah las yang mempunyai daya serap kapasitas panas yang tinggi
diperlukan arus listrik yang besar dan mungkin juga tambahan panas
sedangkan untuk pengelasan baja paduan yang daerah HAZ-nya dapat
mengeras dengan mudah akibat pendinginan ini diberikan masukkan panas
yang tinggi yaitu dengan arus pengelasan yang besar, kecilnya arus dilakukan
dengan cara memutar tombol pengatur arus. Besar arus yang digunakan dapat
dilihat pada skala yang ditunjukan oleh ampere meter yang terletak pada
mesin las. Pada masing-masing mesin las arus minimum dan aurs maksimum
yang dapat di capai berbeda-beda umumnya berkisar antara 50A-500A.

3. Pengelasan SMAW (Shielded Metal Arc Welding)


Proses pengelasan dimana panas dihasilkan dari busur listrik antara ujung
elektroda dengan logam yang dilas. Elektroda terdiri dari kawat logam sebagai
penghantar arus listrik ke busur dan sekaligus sebagai bahan pengisi (filler), Kawat
ini dibungkus dengan bahan fluks.
Busur listrik diperoleh dengan cara mendekatkan elektroda las ke benda
kerja/logam yang akan dilas pada jarak beberapa milimeter, sehingga terjadi aliran
arus listrik dari elektroda ke benda kerja, karena adanya perbedaan tegangan antara
elektroda dan benda kerja (logam yang akan dilas) sehingga mampu melelehkan
elektroda dan logam yang akan disambung. Biasanya dipakai arus listrik yang tinggi
(50A – 500A) dan potensial yang rendah (10-50V) (Suharno, 2008).
Gambar. Las busur listrik dan elektroda terbungkus
(Suharno, 2008)
Las elektroda terbungkus adalah cara pengelasan yang banyak digunakan pada
masa kini. Dalam cara pengelasan ini digunakan kawat las elektroda logam yang
dibungkus dengan fluks.
Preoses pemindahan logam elektroda terjadi pada saat ujung elektroda mencair
dan membentuk butir-butir yang terbawa oleh arus busur listrik yang terjadi. Bila
digunakan arus listrik yang besar maka butiran logam cair yang terbawa menjadi
mulus, sebaliknya bila arusnya kecil maka butirannya menjadi besar.

Gambar: Skema kerja las busur listrik elektroda terlindung.

4. Elektroda
Pengelasan dengan menggunakan las busur listrik memerlukan kawat las
elektroda yang terdiri dari satu inti terbuat dari logam yang dilapisi lapisan dari
campuran kimia. Fungsi dari elektroda sebagai pembangkit dan sebagai bahan
tambah. Elektroda terdiri dari dua bagian yaitu bagian yang terbungkus (fluks) dan
tidak terbungkus yang merupakan pangkal untuk menjepitkan tang las. Fungsi dari
fluks adalah untuk melindungi logam cair dari lingkungan udara, menghasilkan gas
pelindung, dan menstabilkan busur (Febri Ryan, 2017).
Elektroda terbungkus terdiri dari bagian inti dan zat pelindung atau fluks.
Pelapisan fluks pada inti dapat dilakukan dengan destrusi, semprot atau celup. Selaput
yang ada pada elektroda berfungsi untuk melindungi cairan las, busur listrik, dan
sebagian benda kerja dari udara luar. Udara luar mengandung gas oksigen yang dapat
mengakibatkan bahan las mengalami oksidasi, sehingga dapat mempenagruhi sifat
mekanis dan logam yang dilas. Oleh karena itu, elektroda yang terbungkus digunakan
untuk pengelasan benda-benda yang butuh kekuatan mekanis.
Pemilihan ukuran diameter tergantung dari perencanaan ukuran las, posisi
pengelasan, imput panas, serta kealihan dalam pengelasan. Ini berarti bahwa tiap
ukuran diameter elektroda mempunyai kaitan dengan besarnya kuat arus yang harus
lewat pada elektroda tersebut. Dimana elektroda mempunyai selubung atau coating,
(Riswan dan Putut, 2017).
Elektroda perlu disimpan ditempat yang kering dan hangat dan digunakan
berurutan misalnya elektroda baru tidak tumpuk diatas yang lama. Kadang-kadang
elektroda yang sudah sangat lama mempunyai lapisan bulu berwarna putih yang
disebabkan oleh kaca air pada elektroda. Elektroda harus ditumpuk dengan hati-hati
dan jangan dijatuhkan yang akan disebabkan retak dan terkelupasnya lapisan. Las
yang berkualitas jelek biasanya sebagai akibat jika digunakan elektroda terkelupas,
lembab, atau rusak. Jika elektroda kering digetarkan ditangan menghasilkan bunyi
logam yang kuat akan tetapi yang lembab mempunyai bunyi yang teredam (Suratman,
2003).
Ada beberapa fungsi lapisan elektroda menurut Riswan dan Putut, (2017). antara lain:
a. Menyediakan suatu perisai yang melindungi gas sekeliling busur api dan logam
cair dan dengan demikian mencegah oksigen dan nitrogen dari udara memasuki
logam las.
b. Membuat las stabil dan mudah kontrol.
c. Pengisi kembali setiap kekurangan yang disebabkan oleh oksidasi elemen-elemen
tertentu dari genangan las selama pengelasan dan jaminan mempunyai sifat-sifat
mekanis dan memuaskan.
d. Menyediakan suatu terak pelindung yang juga menurunkan kecepatan
pendinginan logam las dan dengan demikian menurunkan kerapuhan akibat
pendinginan.
e. Membantu mengontrol (bersama-sama dengan arus las) ukuran dan frekuansi
tetesan logam cair.
f. Memungkinkan diperlukan posisi-posisi yang berbeda.
Dilihat dari fungsinya maka untuk pemilihan jenis elektroda yang digunakan, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain (Amir dan Tommy, 2017):
a. Jenis logam yang akan dilas
b. Tebal bahan yang akan dilas
c. Kekuatan mekanis yang diharapkan dari hasil pengelasan
d. Posisi pengelasan
e. Bentuk kampuh benda kerja.
Dari kriteria diatas dapat diihat kode elektroda yang sesuai untuk keperluan
yang inginkan. Kode elektroda yang berupa huruf dan angka mempunyai arti khusus
yang berguna untuk pemilihan elektroda. Kode elektroda sudah distandarkan oleh
badan standarisasi kode elektroda yaitu AWS (American welding society) dan ASTM
(American society for testing materials). Symbol atau kode yang diberikan yaitu
huruf E yang diikuti oleh empat atau lima angka dibekakangnya, contoh E7016.
Sedangkan symbol standarisasi JIS (jepan industrial standard), kode yang diberikan
yaitu satu huruf E yang diikuti oleh empat atau lima angka dibelakangnya, contoh
E7016.
Elektroda dengan kode E7016, untuk setiap huruf dan setiap angka mempunyai
arti masing-masing, yaitu:
E : Elektroda untuk las busur listrik
70 : Menyatakan nilai tegangan tarik minimum hasil pengelasan dikalikan Psi, jadi
70.000 Psi atau 483MPa.
1 : Menyatakan posisi pengelasan, angka 1 berarti dapat digunakan untuk
pengelasan semua posisi.
6 : Menunujukan jenis fluks hydrogen rendah.
Ada beberapa macam jenis elektroda antara lain (Febri Ryan, 2017):
a. LB-52
LB-52 merupakan jenis elektroda E 7016 dalam klasifikasi AWS (amreican
welding society). Bahan fluks yang digunakan jenis E7016 adalah serbuk besi dan
hidrogen rendah. Jenis ini menghasilkan sambungan dengan kadar hydrogen
rendah sehingga kepekaan sambugan terhadap retak sangat rendah
ketangguhannya sangat memuaskan. Hal yang kurang menguntungkan adalah
busur listriknya kurang mantap, sehingga butiran yang dihasilkan agak besar
dibandingkan jenis lain.
b. RB-26
RB-26 merupakan jenis elektroda E6013 dalam klasifikasi AWS (American
Welding Society) bahan fluks yang digunakan untuk jenis E6013 adalah kalium
titania tinggi. Jenis selaput ini dapat dipakai untuk pengelasan segala posisi, tetapi
kebanyakan jenis E6013 sangat baik untuk posisi pengelasan tegak arah kebawah,
E6013 yang mengandung kalium memudahkan pakaian pada parameter mesin
yang rendah dan dipakai untuk mengelas pelat tipis.
c. RD-260
RD-260 adalah kawat las tipe titania tinggi yang hanya dimaksudkan untuk
pengelasan vertikal tegak lurus (kebawah). Kawat ini memiliki penetrasi yang
dangkal dan tidak terdapat kemasukan terak (slag inclusion). Kawat ini dapat
digunakan dengan mudahdan percikannya sedikit. Elektroda jenis ini biasanya
digunakan untuk mengelas pelat pada bagian luar kendaraan.

5. Arus Pengelasan
Arus las merupakan parameter las yang langsung mempengaruhi penembusan
dan kecepatan pencairan logam induk. Makin tinggi arus las makin besar pula
penembusan dan kecepatan pencairannya. Besar arus pada pengelasan mempengaruhi
hasil las bila arus terlalu rendah maka perpindahan cairan dari ujung elektroda yang
digunakan sangat sulit dan busur listrik yang terjadi tidak stabil. Panas yang terjadi
tidak cukup untuk melelehkan logam dasar sehingga menghasilkan rigi-rigi las yang
kecil dan tidak rata serta penembusan kurang dalam. Jika arus terlalu besar maka akan
menghasilkan manik melebar, butiran percikan kecil penetrasi dalam serta penguatan
matrik las tinggi (Manuar, Hammada Abbas, dkk 2018).
Besarnya aliran listrik yang keluar dari mesin las disebut dengan arus
pengelasan. Arus las herus disesuaikan dengan jenis bahan dan diameter elektroda
yang digunakan dalam pengelasan.
Tabel hubungan dengan arus pengelasan.

Diameter elektroda (mm) Arus (Ampere)


2,5 60-90
2,6 70-120
3,2 80-130
4,0 150-190
5,0 180-250

6. Baja
Baja karbon adalah baja dengan campuran karbon interstisial utama, dengan
kandungan berkisar 0, 12-2, 0%. Dalam American Iron and Steel Institute (AISI)
mengatakan, baja dianggap karbon apabila kandungan minium untuk kromium,
kobalt, molybdenum, nikel, niobium, tungsten, vanadium, zirconium atau campuran
lain tertentu ditambahkan untuk mendapatkan kandungan tertentu. Kandungan
tembaga minimum tidak melebihi 0, 40% atau kandungan maksimum elemen mangan
dan silicon tidak melebihi 1, 65% dan 0, 60%.
Baja karbon dapat juga diartikan sebagai baja tidak tahan karat, maka baja aloy
bisa masuk dalam kategori. Ketika kandungan karbon suatu baja meningkat, baja
akan semakin keras dan kuat dengan perlakuan panas. Namun baja akan semakin
getas dan keuletannya semakin berkurang. Semakin tinggi kandungan karbon maka
titik lebur akan menurun.
6.1 Baja karbon rendah
Baja adalah logam paduan dengan besi sebagai unsur dasar dan karbon
sebagai unsur paduan utamanya. Kandungan karbon dalam baja berkisar antara
0.2% hingga 2.1% berat sesuai grade-nya. Fungsi karbon dalam baja adalah
sebagai unsur pengeras. Unsur paduan lain yang biasa ditambahkan selain
karbon adalah mangan (manganese), krom (chromium), vanadium, dan nikel.
Dengan memvariasikan kandungan karbon dan unsur paduan lainnya, berbagai
jenis kualitas baja bisa didapatkan. Penambahan kandungan karbon pada baja
dapat meningkatkan kekerasan (hardness) dan kekuatan tariknya (tensile
strength), namun di sisi lain membuatnya menjadi getas (brittle) serta
menurunkan keuletannya (ductility). Pengaruh utama dari kandungan karbon
dalam baja adalah pada kekuatan, kekerasan, dan sifat mudah dibentuk.
Kandungan karbon yang besar dalam baja mengakibatkan meningkatnya
kekerasan tetapi baja tersebut akan rapuh dan tidak mudah dibentuk (Davis,
1982).
6.2 Stainless Steel 304
Stainless steel 304 ini merupakan tipe austenitic yang memiliki komposisi
krom yang tinggi sekitar 16–26% dan mengandung paling sedikit 8% nikel,
dimana campuran dari kedua unsur tersebut dapat menghasilkan lapisan austeniti
pada temperatur kamar. Stainless steel 304 merupakan jenis baja tahan karat
yang serbaguna dan paling banyak digunakan. Komposisi kimia, kemampuan las,
kekuatan mekanik dan ketahanan korosinya sangat baik serta dengan harga yang
relatif terjangkau. Jenis ini sangat banyak digunakan dalam dunia industri
maupun sekala kecil seperti digunakan untuk material kontainer untuk berbagai
macam cairan dan padatan, peralatan pertambangan maupun transportasi
(Sumarji, 2011).
Stainless steel 304 termasuk kedalam kategori baja austenitic stainless steel
yang mengandung 18% krom dan 8% nikel dengan kadar karbon paling tinggi
sebesar 0,08%. Elemen nikel yang terkandung dalam baja jenis ini mempunyai
struktur austenitic sehingga akan membuat baja ini mengalami peningkatan dalam
keuletan serta mengurangi laju korosi. Sedangkan keberadaan elemen karbon
dapat meningkatkan kekuatan mekanis. Stainless steel 304 mengandung karbon
yang cukup rendah maksimal sebesar 0, 08%, hal ini bertujuan untuk mereduksi
ketahanan terhadap korosi batas butir. Komposisi kimia dari SS304 berdasarkan
ASTM A240 adalah 0,042% C, 1,19% Mn, 0,034% P, 0,006% S, 0,049% Si,
18,24% Cr, 8,15% Ni dan sisanya Fe (Sunardi, 2013).

7. Sifat Fisik dan Sifat Mekanik


Sifat fisik dan mekanik dapat didefinisikan sebagai ukuran kemampuan suatu
bahan untuk membawah atau menahan gaya atau tegangan yang diberikan padanya.
Pada saat menahan beban atom-atom atau struktur molekul berada dalam
kesetimbangan. Sifat fisik dan mekanik terdiri dari kekuatan tarik, bending, impak,
fatik, dan kekerasan dalam penelitian ini sifat fisik yang diteliti adalah struktur mikro
sekadangkan sifat mekanik yang diteliti adalah kekuatan Tarik, uji kekerasan, uji
ketangguhan impak.
Pengujian merusak dapat dilakukan dengan uji mekanik untuk mengetahui
kekuatan sambungam logam hasil pengelasan, yang salah satunya dapat dilakukan
dengan uji kekuatan dari yang telah distandarisasi. Kekuatan tarik sambungan las
sangat dipengaruhi oleh sifat logam induk, daerah HAZ, sifat logam las, dan
geometri, serta distribut tegangan dalam sambungan (Wiryosumarto, 2004).

H. Metodologi Penelitian
A. Bahan dan Alat
1. Bahan
a. Baja karon rendah SS400
b. Stainless Steel 304
c. Elektroda LB-52 dan RB-26 dengan diameter 2,6 mm
2. Alat
a. Las SMAW
b. Mesin Gerinda
c. Mesin Uji Kekerasan
d. Penggaris
e. Mesin Uji Tarik
f. Mesin Uji Struktur Mikro
g. Mesin Uji Impak
B. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dan laboratorium Material Universitas Sebelas Maret
Surakarta, Akademi Teknik Warga Surakarta, PT. Inlastek Surakarta, dan PT. Itokoh
Ceperindo Klaten.
C. Prosedur Penelitian
1. Proses Pengelasan
Proses pengelasan menggunakan las SMAW, dengan jenis kampuh butt

joint akar las lalu di susul lasan permukaan. Salah satu jenis butt joint adalah

kampuh v (v groove), menurut Sonawan, dkk, (2004). tentang kampuh v,


pengujian ini memakai jenis kampuh v terbuka dengan root opening 2 mm, dan

root face 1 mm dan sudut 700 Jenis filler yang akan digunakan adalah RD-260,

LB-52, RB-26.

Gambar. Kampuh V terbuka

2. Uji Tarik
Spesimen uji tarik sambungan sesuai dengan standar JIS 2201 1981 untuk
pelat dengan dimensi panjang 200 mm, lebar 16 mm, dan tebal 5 mm seperti
ditunjukkan pada Gambar.

Gambar: Spesimen Uji Tarik


3. Uji kekerasan
Uji kekerasan dilakukan untuk mengetahui distribusi kekerasan pada logam
las, daerah cair sebagian (partially metaled zone), daerah terpengaruh panas
(HAZ), dan logam dasar. Pengujian kekerasan dilakukan pada daerah horizontal.
Pengujian uji kekerasan dilakukan dengan mesin uji kekerasan mikro Vickers
(vikers micro hardness tester).

Gambar: pengujian kekerasan


4. Uji Impak
Pengujian impak, dilakukan dengan metode izod, dengan standar ASTM
E23-07a. Spesifikasi spesimen uji impak mempunyai dimensi, panjang 75 mm,
lebar 10 mm, tebal 5 mm dan kedalaman v 1 mm dengan sudut 45o.

Gambar: Spesimen uji impak metode izod


5. Pengamatan Struktur Mikro
Pengujian mikro dilakukan untuk mengetahui struktur material melalui
pembesaran mencapai 500x dengan menggunakan mikroskop khusus metalografi.
Dengan pengujian mikro struktur, dapat diamati bentuk dan ukuran kristal logam,
kerusakan logam akibat proses deformasi, proses perlakuan panas, dan perbedaan
komposisi. Tahap yang dilakukan untuk proses ini adalah mounting, grinding,
polishing dan etching
6. Diagram Alir

Mulai
Baja SS400 dan Stainless Steel 304

Uji Komposisi

Pembuatan Kampuh

Pengelasan

100A 110A 120A

Pembuatan spesimen

Uji Tarik, Uji Kekerasan, Uji Impak,


dan Struktur Mikro

Analisis Data

Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan

Selesai

I. Hipotesis
Semakin rendah kecepatan arus pengelasan maka akan mempengaruhi sifat
mekanik kekuatan tarik akan semakin menjadi lebih besar!
J. Rencana Jadwal Kegiatan Tugas Akhir

Bulan Bulan Bulan IV


Bulan I Bulan II
No KEGIATAN XI III
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Pengajuan Judul TA

2 Studi Pustaka

3 Penyusunan Proposal

4 Pengajuan Proposal

5 Seminar Proposal
Pembuatan Spesimen, Uji
6
Spesimen dan Analisa
7 Penyelesaian Laporan TA

8 Persiapan Ujian TA

9 Ujian TA

10 Pengumpulan Laporan TA

DAFTAR PUSTAKA
Bambang Teguh B. dan Petrus H. S. 2017. Pengaruh Arus Listrik dan Filler Pengelasan
Logam Berbeda Baja Karbon Rendah (ST37) dengan Baja Tahan Karat (AISI
316L) Terhadap Sifat Mekanis dan Struktur. Prosiding SNST Ke-4. Fakultas
Teknik, Universitas Wahid Hasyim, Semarang.
Basuki, W, (2009). Analisis Perlakuan Panas Normalising pada Pengelasan Argon terhadap
sifat mekanik hasil lasan Baja karbon rendah. Jurnal Teknologi Technoscientia,
Vol.2 No.1 Agustus, Teknik ITN Malang.
Davis, Troxell, dan Hauck,1982. The Testing of Engineering Materials. Edisi 4. Mc Graw
Hill: New York.
Febri ryan, (2017). Pengaruh Jenis Elektroda Dan Arus Pengelasan Terhadap Kekuatan Tarik
Pada Pengelasan Baja ST, 41 Menggunakan Las SMAW. Skripsi Teknik Mesin
Fakultas Teknik Mesin Universitas PGRI Nusantara Kediri
Harsono, Wiryosumarto dan Toshie, Okumura. (2006). Teknologi Pengelasan Logam.
Pradnya Paramita, Jakarta.
Jaya Saputra Trisma (2014). Elektroda untuk pengelasan baja lunak. Vol.22 No.2,15,
Sebtember 2004(tahun ke 11):31-40.
M yogi nasrul L dkk, (2016). Pengaruh Variasi Arus Las Smaw Terhadap Kekerasan Dan
Kekuatan Tarik Sambungan Dissimilar Stainless Steel 304 Dan St 37. Jurusan
Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Malang Jl. Semarang 5, Malang
65145, Telp. (0341) 551-312
Manuar, Hammada Abbas, dkk, (2017). Effect of shielded metal arc welding (SMAW)
welding on the mechanical characteristics with heating treamet inn S45c steel.
International converenceon nuclear technologies and sciences (icoNETS 2017)
IOP publishing IOP conf. series: jurnal of phisics.
Perdana, Dony, (2016). Analisa Pengaruh Variasi Arus Pengelasan GTAW pada Material
Plat SS 400 Disambung Dengan Material Plat SUS 304 Terhadap Sifat Mekanis.
Prosiding Seminar Nasional XI “Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi 2016.
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta.
Petrus Heru Sudargo, Triyono, dkk, (2011). Pengaruh Filler Dan Arus Listrik Terhadap Sifat
Fisikmekanik Sambungan Las Gmaw Logam Tak Sejenis Antara Baja Karbon Dan
J4 Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi ke-2 Tahun 201. Fakultas
Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang, Semarang.
Prajakta G Ahire, dkk, (2017). Investigating the Effect of Process Parameters in Manual
Metal Arc Welding for Joining Dissimilar Metals, P.G. Student, Department of
Mechanical Engineering, Dr. BAMU/DIEMS, Aurangabad, Maharashtra, Volume
6 Issue 2, February 2017 www.ijsr.net Licensed Under Creative Commons
Attribution CC BY, India.
Riswan Eko Wahyu Susanto Dan Putut Jatmiko Dwi Prasetio (2017). Pengaruh variasi
kecepatan elektroda las GMAW dan perlakuan panas terhadap sifat mekanik baja
karbon ss400. Jurnal teknik mesin, volume 6, nomor 1, tahun 2017 P-ISSN 2252-
4444 E-ISSN 15559-2063
Saifuddin, M.Noer Ilham, (2000). Pengaruh Preheat Terhadap Struktur Mikro Dan Kekuatan
Tarik Las Logam Tak Sejenis Baja Tahan Karat Austenitik 304 Dan Baja Karbon
A36.
Sérgio Souto Maior Tavares, dkk, (2014). Effects of Post Weld Heat Treatments on the
Microstructure and Mechanical Properties of Dissimilar Weld of Supermartensític
Stainless Steel, PGMEC, Escola de Engenharia, Universidade Federal Fluminense
-UFF, Rua Passo da Pátria, 156, CEP 24210-240, Niterói, RJ, Brazil
bDepartamento de Engenharia Metalúrgica e Materiais, Universidade Federal do
Ceará–UFC, Fortaleza, CE, Brazil
Simon Parekke, (November 2017). Pengaruh Variasi Arus Pada Pengelasan Smaw Dan Gtaw
Terhadap Sifat Mekanis Dan Fisis Pada Logam Berbeda Baja Karbon Sedang
Dengan Baja Tahan Karat Austenit Vol. 9, No.1, ISSN: 2085-8817. Staf Pengajar
Teknik Mesin, Akademi Teknik Soroako, Sorowako, Sulawesi selatan.
Simon Parekke, Johannes Leonard, dkk, (2014). Pengaruh Pengelasan Logam Berbeda (Aisi
1045) Dengan (Aisi 316l) Terhadap Sifat Mekanis Dan Struktur Mikro. J. Sains &
Teknologi, Desember 2014, Vol.3 No. 2 : 191 – 198.
Sonawan Hery, Suratman Rochim, (2006). Pengantar untuk Memahami Proses Pengelasan
Logam, Alpabeta: Bandung.
Sonawan, H. dan R. Suratman, (2003). “Pengantar untuk Memahami Proses Pengelasan
Logam,” Bandung: Alfabeta.
Suharno, (2008). Prinsip-Prinsip Teknologi dan Metalurgi Pengelasan Logam. UNS Press.
Surakarta.
Sumarji, (2011). Studi Perbandingan Ketahanan Korosi Stainless Steel Tipe SS 304 dan SS
201 Menggunakan Metode U-Bend Test Secara Siklik Dengan Variasi Suhu dan
Ph. Jurnal ROTOR, Volume 4 Nomor1, Januari 2011.
Sunardi, (2013). Pengaruh Shot Peening Dan Electroplating Ni-Cr Terhadap Kekasaran
Permukaan, Kekerasan Dan Laju Korosi Dalam Media Cairan Pbs pada Stainless
Steel 304.
Wijoyo, Ulil Albab, dkk, (April 2019). Karakteristik Kekuatan Tarik Sambungan Las Tak
Sejenis Baja Karbon-Stainless Steel. Jurnal Teknik Mesin Untirta Vol. V, No. 1,
April 2019, hal. 60 – 64. Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri,
Universitas Surakarta. Jl. Raya Palur Km. 5 Surakarta 57772, Indonesia, Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai