Anda di halaman 1dari 23

i

PROPOSAL SKRIPSI

PENGARUH SIFAT FISIK DAN MEKANIK PENGELASAN


SMAW PADA BAJA ASTM A36 DENGAN SUHU
PREHEATING 200°C TERHADAP VARIASI ELEKTRODA

RAHMAT AFFANDY ABDILLAH


2017.02.1.0047

JURUSAN TEKNIK PERKAPALAN


FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA
2020
ii

PROPOSAL SKRIPSI

Judul : PENGARUH SIFAT FISIK DAN MEKANIK


PENGELASAN SMAW PADA BAJA ASTM A 36
DENGAN SUHU PREHEATING 200 °C TERHADAP
VARIASI ELEKTRODA
Oleh : Rahmat Affandy Abdillah

NIM : 2017.02.1.0047

Jurusan / Prodi : Teknik Perkapalan

Telah diseminarkan pada :

Hari :

Tanggal :

Tempat :

Menyetujui :
Dosen Pembimbing Tanda Tangan

1. . ……….…...………….

2. …………....………….

Mengetahui,
Ketua Jurusan Teknik Perkapalan

Tri Agung Kristiyono,S.T.,M.T.


NIK. 01233
iii

PENGARUH SIFAT FISIK DAN MEKANIK PENGELASAN SMAW


PADA BAJA ASTM A36 DENGAN SUHU PREHEATING 200°C
TERHADAP VARIASI ELEKTRODA

RAHMAT AFFANDY ABDILLAH


20170210047

DOSEN PEMBIMBING:

ABSTRAK

Masalah yang timbul akibat proses pengelasan adalah terjadinya tegangan sisa
berlebih akibat panas yang dihasilkan pada proses pengelasan, sehingga
mengakibatkan terjadinya kerusakan atau cacat pada hasil las. Preheating yang
dilakukan sebelum proses pengelasan bertujuan untuk mengurangi perbedaan
temperatur spesimen agar tidak terjadi cacat las karena panas yang timbul pada
saat pengelasan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh suhu
preheating 200°C pada hasil pengelasan SMAW berbeda elektroda terhadap sifat
fisik dan mekanik serta untuk mengetahui elektroda tipe berapa yang sesuai
diberikan pada baja ASTM A36. Pada penelitian ini, perlakuan yang diberikan
oleh peneliti adalah pengelasan dengan suhu preheating 200°C. Pengelasan
dilakukan dengan metode SMAW pada baja ASTM A36 dengan kampuh V 60°.
Variasi elektrodanya adalah Merek Kobelco Tipe E 7016, Tipe E 7018 dan
perpaduan keduannya dengan suhu preheating 200°C. dari hasil pengelasan
SMAW dilakukan pengujian dengan menggunakan uji Tarik, uji Tekan, dan uji
struktur makro.
Kata kunci: Preheating, Pengelasan SMAW, Sifat Mekanik.
iv

DAFTAR ISI

BAB I .......................................................................................................................1
PENDAHULUAN ...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah .........................................................................................3
1.3. Tujuan Penelitian ...........................................................................................3
1.4. Manfaat Penelitian........................................................................................3
1.5. Batasan Masalah ...........................................................................................4
BAB II .....................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................................5
2.1.Teori Dasar ....................................................................................................5
2.1.1. Pengelasan........................................................................................................ 5
2.1.2 Klasifikasi Las ................................................................................................... 6
2.1.3 Pengelasan Shielded Metal Arc Welding (SMAW) ......................................... 7
2.1.3. Prinsip Kerja Las SMAW ................................................................................. 8
2.1.4. Elektroda (Bahan Pengisi Sambungan Las) ...................................................... 9
2.1.5. Baja ASTM A36 ............................................................................................. 10
2.1.6. Daerah Pengaruh Panas ................................................................................... 10
2.1.7. Preheating ....................................................................................................... 12
2.1.8 Pengujian Tarik ................................................................................................ 14
2.1.9 Pengujian Tekuk .............................................................................................. 15
2.1.10 Pengujian Makro ............................................................................................ 15
BAB III ..................................................................................................................16
METODE PENELITIAN ....................................................................................16
3.2 Studi Literatur dan Identifikasi Masalah .....................................................17
3.3 Persiapan Material ........................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................19
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada mulanya pemakaian pengelasan hanya berfungsi sebagai


perbaikan dan pemeliharaan dari alat- alat yang terbuat dari logam baik
sebagai proses penambalan retak– retak, penyambungan sementara, atau
sebagai alat pemotongan bagian–bagian yang dibuang atau diperbaiki.
Kemajuan teknologi yang semakin pesat, demikan pula yang terjadi di
Indonesia sangat membutuhkan teknik pengelasan yang baik.
Perkembangan teknologi ini dapat dilihat dengan semakin kompleksnya
proses penyambungan logam dengan pengelasan. Pada proses pengelasan
ada beberapa faktor yang menentukan keberhasilan dalam pengelasan,
dimana perubahan logam yang disambung diharapkan mengalami
perubahan sekecil mungkin sehingga mutu las dapat dijamin.

Pada pengelasan terdapat beberapa macam perlakuan panas pada


sebelum ataupun setelah material dilas. Material terutama carbon steel
akan mengalami perubahan struktur dan grain karena effect dari kecepatan
pendinginan. Perlakuan panas yang dimaksud adalah preheat. preheat
adalah bagian dari proses heat treatment sebelum dilakukan pengelasan
yang bertujuan untuk untuk mengurangi kelembaban dari area pengelasan
dan untuk menurunkan gradient temperatur sehingga meminimalkan
masalah yang terjadi seperti distrosi dan tegangan sisa yang berlebih.
(Hadi, 2015)

Adanya energi panas yang diterima oleh logam pada proses


pengelasan mengakibatkan perubahan-perubahan, mulai dari struktur
mikro sampai dengan ekspansi dan konstuksi secara mikro. Perubahan
struktur mikro ini akan berpengaruh pada sifat-sifat mekanik logam
tersebut. Sifat-sifat mekanik diantaranya adalah kekuatan, keuletan,
ketangguhan, dan kekerasan (Wiryosumarto, 2000).
2

Penelitian sebelumnya telah dilakukan analisis pada baja karbon


ASTM A36 dan analisis sifat fisik dan mekanik . Hasil penelitian
tersebut diketahui bahwa temperatur preheating 100°C, 200°C, dan
300°C memenuhi standard. Namun nilai UTS dan kekerasan terbaik
didapatkan pada temperatur 200° C yaitu dengan nilai UTS yaitu
dengan nilai 459,25 Mpa dan nilai kekerasan 173,5 HV.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis ingin melakukan
penelitian tentang “ PENGARUH SIFAT FISIK DAN MEKANIK
PENGELASAN SMAW PADA BAJA ASTM A36 DENGAN SUHU
PREHEATING 200°C TERHADAP VARIASI ELEKTRODA”.
Selanjutnya dapat diketahui apakah hasil pengelasan tersebut benar-
benar baik. Sehingga dapat diterapkan dalam proses pengelasan.
3

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan penjabaran tersebut diatas maka dapat disimpulkan
bahwa perumusanpermasalahan dari penelitian ini yaitu:
1. Apakah variasi elektroda pengelasan SMAW pada baja ASTM A36
preheating 200°C berpengaruh terhadap uji struktur makro?
2.Apakah variasi elektroda pada proses pengelasan SMAW pada baja ASTM
A36 prehating 200°C berpengaruh terhadap uji DT tekuk (Bending Test),
tarik (Tensile Test)?
3.Dari tiga variasi elektroda, elektroda berapakah yang cocok diberikan pada
baja karbon ASTM A36 dengan preheating 200°C ?

1.3. Tujuan Penelitian


Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh yang ditimbulkan oleh variasi elektroda pada
baja ASTM A36 preheating 200°C pada proses pengelasan SMAW
berpengaruh terhadap uji struktur makro.
2. Untuk memgetahui pengaruh variasi elektroda pada baja ASTM A36
preheating 200°C pada proses pengelasan SMAW terhadap uji DT tekuk
(Bending Test), tarik (Tensile Test).
3. Untuk mengetahui elektroda berapa yang sesuai diberikan pada baja ASTM
A36 dengan preheating 200°C.

1.4. Manfaat Penelitian


1. Melalui penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman peneliti tentang pengaruh preheating terhadap uji struktur
makro dan sifat mekanik sambungan las.
2. Dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam proses pengelasan SMAW
dengan perlakuan Preheating guna melihat karakteristik sambungan baja
pada lambung kapal.
3. Hasil penelitian ini bisa dijadikan referensi dalam mendesain sebuah WPS
(Welding Procedure Specification).
4

1.5.Batasan Masalah
Agar permasalahan dalam penelitian ini tidak terlalu melebar dari tujuan
yang ingin dicapai, maka perlu ditentukan batasan masalah, adapun batasan
permasalahannya adalah :
1. Teknik pengelasan yang digunakan hanya pengelasan dengan busur listrik
Shield Metal Arc Welding (SMAW)
2. Jenis sambungan yang digunakan adalah single V
3. Menggunakan posisi pengelasan 1G sesuai dengan standar AWS D1.1.
4. Material yang digunakan adalah baja karbon ASTM A36 dengan ketebalan
10 mm.
5. Elektroda yang digunakan yaitu E-7016 dengan diameter 3,2 mm dan E-
7018 dengan diameter 3,2 mm dengan merek Kobelco.
6.Temperatur Preheating yang digunakan yaitu 2000C
5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Teori Dasar

2.1.1. Pengelasan

Teknik las busur listrik dengan elektroda terbungkus sangat banyak


dinggunakan untuk penyambungan batang-batang pada kontruksi bangunan dan
kontruksi mesin. Banyaknya penggunaan peyambungan ini disebabkan karena
kontruksi bangunan dan mesin yang dibuat dengan teknik penyambungan ini lebih
ringan dan proses pembuatannya juga lebih sederhana sehingga biaya keseluruhan
lebih rendah. Welding adalah salah satu teknik penyambungan logam dengan cara
mencairkan penambah dan menghasilkan sambungan yang kontinyu. Berdasarkan
definisi dari DIN (Deutch Industrie Normen) las adalah ikatan metalurgi pada
sambungan logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair.
Dengan kata lain las adalah sambungan setempat dari beberapa batang logam
dengan menggunakan energi panas. Pengelasan merupakan suatu hal yang tidak
dapat dipisahkan dari pertumbuhan peningkatan industri karena memegang
peranan besar dalam rekayasa dan reparasi poduksi logam. Hampir tidak mungkin
pembangunaan suatu pabrik tidak melibatkan unsur pengelasan. Ruang lingkup
penggunaan teknik pengelasan dalam bidang kontruksi sangat luas, meliputi
perkapalan, jembatan, rangka baja, pipa saluran, pembuatan mobil, dan lain
sebagainya. Di samping itu pengelasan dingunakan untuk reparasi misalnya untuk
mengisi lubang-lubang pada coran, mempertebal bagian-bagian yang sudah haus
dan lain sebagainya (Irza, dkk. 2016).

Menurut Santoso (2006) pengelasan dapat diartikan dengan proses


penyambungan dua buah logam sampai titik rekristalisasi logam, dengan atau
tanpa menggunakan bahan tambah dan menggunakan energi panas sebagai
pencair bahan yang dilas. Pengelasan juga dapat diartikan sebagai ikatan tetap dari
benda atau logam yang dipanaskan.

Menurut wiryosumarto (2000) dalam Naharuddin (2015) faktor yang


mempengaruhi hasil pengelasan adalah prosedur pengelasan yaitu cara pembuatan
6

konstruksi las yang sesuai rencana dan spesifikasi dengan menentukan semua hal
yang diperlukan dalam pelaksanaan tersebut. Proses produksi pengelasan yang
dimaksud adalah proses pembuatan alat dan bahan yang diperlukan, urutan
pelaksanaan, persiapan pengelasan (meliputi: pemilihan mesin las, penunjukan
juru las, pemilihan elektroda, penggunaan jenis kampuh).

2.1.2 Klasifikasi Las

Menurut victor (2019) klasifikasi pertama membagi las dalam kelompok las
cair, las tekan, las patri dan lain-lainnya. Sedangkan klasifikasi yang kedua
membedakan adanya kelompok-kelompok seperti las listrik, las kimia, las
mekanik dan seterusnya. Diantara kedua cara klasifikasi tersebut diatas
kelihatannya klasifikasi cara kerja lebih banyak digunakan karena itu
pengklasifikasian yang diterangkan dalam bab ini juga berdasarkan cara kerja.

Berdasrkan klasifikasi ini pengelasan dapat dibagi dalam tiga kelas utama yaitu :
pengelasan cair, pengelasan tekan dan pematrian.

a) Pengelasan cair adalah cara pengelasan dimana sambungan dipanaskan sampai


mencair dengan sumber panas dari busur listrik atau sumber api gas yang
terbakar.

Berikut ini jenis –jenis Pengelasan cair

1. Las gas
2. Las listrik terak
3. Las listrik gas
4. Las listrik termis
5. Las listrik elektron
6. Las busur plasma

b) Pengelasan tekan adalah cara pengelasan dimana sambungan dipanaskan dan


kemudian ditekan hingga menjadi satu.

Berikut ini jenis –jenis Pengelasan Tekan

1. Las resistensi listrik


2. Las titik
7

3. Las penampang
4. Las busur tekan
5. Las tekan
6. Las tumpul tekan
7. Las tekan gas
8. Las tempa
9. Las gesek
10. Las ledakan
11. Las induksi
12. Las ultrasonic

c) Pematrian adalah cara pengelasan diman sambungan diikat dan disatukan


denngan menggunakan paduan logam yang mempunyai titik cair rendah. Dalam
hal ini logam induk tidak turut mencair. Pemotongan yang dibahas dalam buku ini
adalah cara memotong logam yang didasarkan atas mencairkan logam yang
dipotong. Cara yang banyak digunakan dalam pengelasan adalah pemotongan
dengan gas oksigen dan pemotongan dengan busur listrik.

2.1.3 Pengelasan Shielded Metal Arc Welding (SMAW)

Shielded Metal Arc Welding (SMAW) dikenal juga dengan istilah Manual
Metal Arc Welding (MMAW) atau Las elektroda terbungkus adalah suatu proses
penyambungan dua keping logam atau lebih, menjadi suatu sambungan yang
tetap, dengan menggunakan sumber panas listrik dan bahan tambah/pengisi
berupa elektroda terbungkus. Pada proses las elektroda terbungkus, busur api
listrik yang terjadi antara ujung elektroda dan logam induk/benda kerja(base
metal) akan menghasilkan panas. Busur listrik yang terjadi di antara ujung
elektroda dan bahan dasar akan mencairkan ujung elektroda dan sebagian bahan
dasar. Selaput elektroda yang turut terbakar akan mencairkan dan menhasilkan gas
yang melindungi ujung elektroda dan kawah las, melindungi busur listrik terhadap
pengaruh udara luar. Cairan selaput elektroda yang membeku akan menutupi
permukaan las yang juga berfungsi sebagai pelindung terhadap pengaruh luar
(Irzal dkk, 2016).
8

Wirachi, dkk. (2010) menjekaskan prinsip kerja pengelasan busur elektroda


terbungkus SMAW adalah proses pengelasan busur listrik terumpan yang
menggunakan elektroda yang terbungkus fluks sebagai pembangkit busur dan
sebagai bahan pengisi. Panas yang timbul diantara elektroda dan bahan induk
mencairkan ujung elektroda (kawat) las dan bahan induk, sehingga membentuk
kawah las yang cair, yang kemudian membentuk lasan. Bungkus (coating)
elektroda yang berfungsi sebagai fluks akan terbakar pada proses berlangsung, gas
yang terjadi akan melindungi proses terhadap pengaruh luar (oksidasi) yang
sekaligus berfungsi memantapkan busur. Gas pelindung (shielded gas) timbul dari
lapisan pembungkus elektroda atau fluks yang terurai (decomposition).

Sukarya, Fuaz (2013) dalam victor (2019) menambahkan bahwa


pengelasan SMAW merupakan salah satu jenis proses pengelasan yang banyak
digunakan untuk pembangunan konstruksi kapal.

Gambar 2.1. Las SMAW (Sukarya, Fuaz, 2013)

2.1.3. Prinsip Kerja Las SMAW

Menurut Farel, dkk (2019) Las SMAW (Shielded Metal Arc Welding)
merupakan merupakan proses penyambungan 2 buah logam yang sejenis atau
lebih dengan menggunakan sumber panas listrik dengan menggunakan elektroda
terbungkus sebagai bahan tambahan atau pengisi sehingga akan membuat
sambungan tetap, metode ini sangat banyak digunakan dalam pembangunan kapal
dan reparasi kapal, disamping harganya terjangkau, juga dikarenakan pengelasan
9

dengan metode SMAW sangat fleksibel dalam penggunaannya. Baik itu


pengelasan dengan posisi datar, horizontal, vertikal ataupun posisi diatas kepala
(overhead). Prinsip kerja dari las SMAW ini yaitu saat ujung elektroda
didekatkan pada benda kerja terjadi panas listrik (busur listrik) yang membuat
antara benda kerja dengan ujung elektroda terbungkus tersebut mencair secara
bersamaan. Dengan adanya pencairan ini maka kampuh pada lasan akan terisi
oleh cairan logam dari elektroda dan logam induk yang mencair secara
bersamaan. Elektroda sendiri merupakan kawat/logam yang
terbungkus fluks. Fluks pada elektroda berfungsi sebagai pemantap busur dan juga
sebagai sumber terak (slag) yang akan melindungi hasil las yang baru dari
kontaminasi udara luar (Victor,2019).

Gambar 2.2 Proses Las SMAW (Farel, dkk, 2019)

2.1.4. Elektroda (Bahan Pengisi Sambungan Las)

Elektroda atau kawat las ialah suatu benda yang dipergunakan untuk
melakukan pengelasan listrik yang berfungsi sebagai pembakar yang akan
menimbulkan busur nyala. Kawat elektroda dari dua bagian yaitu bagian yang
berselaput (fluks) dan tidak berselaput yang merupakan pangkal untuk
menjepitkan tang las, sedangkan fungsi fluks sendiri adalah mencegah
terbentuknya oksida-oksida dan nitride logam sewaktu proses pengelasan
10

berlangsung, membuat kerak pelindung sehingga dapat mengurangi kecepatan


pendinginan hal ini bertujuan agar hasil lasan tidak getas dan rapuh, menstabilkan
terjadinya busur api dan mengarahkan nyala busur api sehingga mudah dikontrol.

Kawat Las atau sebutan lain elektroda bisa dibedakan menjadi elektroda
untuk baja lunak, baja karbon tinggi, baja paduan, besi tuang, dan logam non fero.
Bahan elektroda harus mempunyai kesamaan sifat dengan logam.
Klasifikasi kawat las elektroda diatur berdasarkan American Welding
Society (AWS). Menurut standar AWS penomoran kawat elektroda dengan kode
EXXYZ adalah sebagai berikut :
1. E : Kawat elektroda untuk las busur listrik.
2. XX : Menyatakan nilai tegangan tarik minmum hasil pengelasan dikalikan
dengan 1000 Psi (60.000 Ib/in2) atau 42 kg/mm2.
3. Y : Menyatakan posisi pengelasan, 1 berarti dapat digunakan untuk
pengelasan semua posisi.
4. Z : Jenis selaput elektroda rutil-kalium dan pengelasan arus AC atau DC.

2.1.5. Baja ASTM A36


Pelat baja ASTM A36 adalah baja karbon rendah yang memiliki kekuatan
yang baik dan juga ditambah dengan sifat baja yang bisa dirubah bentuk
menggunakan mesin dan juga dilakukan pengelasan. Pelat baja ASTM A36 juga
dapat dilakukan pelapisan galvanish maupun coating untuk memberikan
ketahanan terhadap korosi. Pelat baja ASTM A36 dapat digunakan untuk berbagai
macam aplikasi, tergantung pada ketebalan plat dan juga tingkat ketahanan
korosinya. Beberapa produk yang menggunakan plat baja jenis ini seperti
konstruksi bangunan, tanki, maupun pipa.

2.1.6. Daerah Pengaruh Panas


Daerah pengaruh panas atau heat affected zone (HAZ) adalah logam dasar
yang bersebelahan dengan logam las yang selama proses pengelasan mengalami
siklus termal pemanasan dan pendinginan cepat sehingga daerah ini yang paling
kritis dari sambungan las(Joko,2006). Menurut Ahmad dan Hasman (1994) dalam
11

Habibi dkk (2015) Logam akan mengalami pengaruh pemanasan akibat


pengelasan dan mengalami perubahan struktur mikro disekitar daerah lasan.
Bentuk struktur mikro bergantung pada temperatur tertinggi yang dicapai pada
pengelasan, kecepatan pengelasan dan laju pendinginan daerah lasan. Daerah
logam yang mengalami perubahan struktur mikro akibat mengalami pemanasan
karena pengelasan disebut daerah pengaruh panas (DPP), atau Heat AffecteZone
(HAZ). Daerah hasil pengelasan yang akan ditemui bila kita melakukan
pengelasan, ( lihat Gambar 1 ) :

Gambar 2.3. Daerah pengaruh las pada sambungan las (Ahmad dan Hasman,
1994)
Keterangan :
1. Logam Las (Weld Metal) adalah daerah dimana terjadi pencairan logam
dan dengan cepat kemudian membeku.
2. Fusion Line Merupakan daerah perbatasan antara daerah yang mengalami
peleburan dan yang tidak melebur. Daerah ini sangat tipis sekali sehingga
dinamakan garis gabungan antara weld metal dan HAZ.
3. HAZ (Heat Affected Zone) merupakan daerah yang dipengaruhi panas dan
juga logam dasar yang bersebelahan dengan logam las yang selama proses
pengelasan mengalami siklus termal pemanasan dan pendinginan cepat,
sehingga terjadi perubahan struktur akibat pemanasan tersebut disebabkan
daerah yang mengalami pemanasan yang cukup tinggi .
4. Logam Induk (Parent Metal) merupakan logam dasar dimana panas dan
suhu pengelasan tidak menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan
struktur dan sifat.
12

2.1.7. Preheating
Definisi preheat menurut AWS (American Welding Society) adalah panas
yang diberikan kepada logam yang akan dilas untuk mendapatkan dan memelihara
preheat temperature. Sedangkan preheat temperature sendiri definisinya adalah
suhu dari logam induk (base metal) disekitar area yang akan dilas, sebelum
pengelasan itu dimulai. Pada multipass weld definisi preheat temperature adalah
suhu sesaat sebelum pengelasan pada pass (celah) selanjutnya dimulai. Pada
multipass weld disebut juga sebagai interpass temperature (suhu antar pass
(celah).

Preheating bisa saja menggunakan gas burner, oxy-gas flame, electric


blancket, pemanasan induksi, atau pemanasan di furnace. Pemanasan disekitar
area pengelasan disuahakan merata untuk mendapatkan hasil yang bagus.
Pemanasan yang berlebihan atau tidak merata dapat menyebabkan tegangan sisa
yang tinggi, distorsi, atau perubahan metalurgi yang tidak diinginkan pada logam
induk.

Ketika preheat diperlukan maka semua sambungan pengelasan harus


dipanaskan sampai pada temperatur yang diinginkan (temperatur preheat bagian
luar dan dalam logam induk harus tercapai), jika memungkinkan panasi logam
induk pada salah satu sisi dan ukur temperatur logam sisi berlawanannya. Panas
yang terjadi akan dihantarkan dengan cara konduksi dan inspektor harus
meyakinkan suhu sisi yang berlawanan tersebut. Informasi mengenai batasan
interpass temperatur harus disertakan dalam WPS. Ketika multipass weld
dilakukan maka deposit yang terjadi setelah pengelasan sebelumnya harus
diinspect sebelum melakukan pengelasan lebih lanjut. Apabila suhu interpass
terlalu tinggi dari yang telah ditetapkan dalam WPS maka pengelasan harus
dihentikan dan interpass perlu didinginkan sampai di atas batasan interpass
temperatur sebelum melanjutkan pengelasan.

Berdasarkan sifat metalurgi dan atau sifat mekanis yang diinginkan dari
komponen pengelasan, preheat dan interpass tempearture bisa dievalusi untuk
alasan yang berbeda. Prosedur (WPS) pengelasan untuk baja lunak (mild steel)
13

yang mempunyai kandungan karbon rendah, hardenability yang relatif rendah bisa
saja dipertimbangkan untuk tidak menggunakan preheat dan interpass temperature
tergantung dari ketebalan material. Prosedur (WPS) yang digunakan untuk
pengelasan heat-treatable low alloy steel dan Chromium-Molybdenum (cromoly)
stell akan memerlukan preheat dan interpass temperature minimum dan
maksimum. Material alloy tersebut bisa mempunyai hardenability yang tinggi dan
rentan terhadap hydrogen cracking. Apabila material tersebut didinginkan terlalu
cepat atau terjadi overheating maka dapat mengakibatkan efek yang serius
terhadap performance yang diinginkan. Sewaktu pengelasan nickel alloy perlu
diperhatikan heat input selama proses pengelasan. Heat input dari proses
pengelasan, dan preheat serta interpass temperature dapat mnegakibatkan efek
yang serius kepada metrial tersebut. Heat input yang tinggi dapat mengakibatkan
kelebihan leburan logam induk, presipitasi karbida, dan fenomena metalurgi yang
berbahaya lainnya. Perubahan sifat metalurgikal tersebut dapat menyebabkan
tumbuhnya cracking atau kehilangan ketahanan terhadap korosi. Prosedur (WPS)
untuk pengelasan aluminum alloy seperti tipe heat-treatable 2xxx, 6xxx, dan 7xxx
sangat memperhatikan dengan pengurangan heat input keseluruhan. Untuk
material jenis ini suhu maksimum preheat dan interpass temperature dikontrol
untuk meminimalkan annealing dan pengaruh over-aging terhadap Heat Affected
Zone (HAZ) dan hilang atau berkurangnya tensile strength.

Pada aplikasi-aplikasi yang kritis, preheat temperature harus dikontrol


dengan presisi. Pada situasi seperti ini sistem pemanasan yang bisa diatur sangat
dibutuhkan, thermocouple dipasang untuk memonitor bagian yang sedang
dipanaskan. Thermocouple memberikan sinyal untuk mengontrol unit yang bisa
mengatur kebutuhan sumber tenaga untuk memanaskan part tersebut. Dengan
menggunakan peralatan tipe tersebut part yang sedang dipanaskan bisa dikontrol
untuk toleransi yang sangat kecil.

Beberapa alasan preheating antara lain :

1. Untuk mengurangi kelembaban dari area pengelasan. Biasanya dilakukan


dengan cara memanaskan permukaan matrial dengan suhu yang relatif
14

tidak terlalu tinggi, hanya sedikit diatas titik didih air. Hal tersebut akan
mengeringkan permukaan dan mengghilangkan kontaminan yang tidak
diinginkan yang mungkin bisa menyebabkan porosity, hydrogen
embrittlement, atau cracking karena hydrogen selama proses pengelasan.
2. Untuk menurunkan gradient temperatur. Semua pengelasan busur
menggunakan sumber panas temperatur tinggi. Pada material yang dilas
akan terjadi perbedaan temperatur antara sumber panas lokal dan material
induk yang lebih dingin ketika pengelasan berlangsung. Perbedaan
temperatur tersebut menyebabkan perbedaan pemuaian panas dan
kontraksi serta tegangan yang tinggi disekitar area yang dilas. Preheating
akan mengurangi perbedaan temperatur dari material induk sehingga akan
meminimalkan masalah yang terjadi seperti distrosi dan tegangan sisa
yang berlebih. Apabila tidak dilakaukan preheating maka maka bisa terjadi
perbedaan temperatur yang besar antara area las-lasan dengan logam
induk. Hal ini dapat mengakibatkan pendinginan yang terlalu cepat
sehingga menyebabkan terbentuknya martensit dan pada beberapa material
dengan hardenability yang tinggi mungkin terjadi cracking.

2.1.8 Pengujian Tarik

Menurut Wirachi, dkk. (2010) kekuatan tarik merupakan sifat mekanik


logam yang penting. Terutama untuk perencanaan konstruksi maupun pengerjaan
logam. Kekuatan tarik suatu bahan dapat diketahui dengan menguji tarik pada
bahan yang bersangkutan. Dari hasil penguian tarik tersebut dapat diketahui pula
sifat-sifat yang lain, seperti: perpanjangan, reduksi penampang, dan sebagainya.
Pengujian tarik bertujuan untuk mengetahui sifat mekanis dari suatu logam
terhadap tarikan dari bahan yang akan diuji (Naharuddin, dkk. 2015). Pengujian
tarik dapat diketahui beberapa sifat mekanik material yang sangat dibutuhkan
dalam desain rekayasa yaitu kekuatan (tegangan), keuletan (elongansi) dan
modulus elastisitas.
15

2.1.9 Pengujian Tekuk


Pengujian tekuk (bending test) merupakan proses pembebanan terhadap
suatu bahan pada suatu titik ditengah-tengah dari bahan yang ditahan diatas dua
tumpuan. Dengan pembebanan ini bahan akan mengalami deformasi dengan dua
buah gaya yang berlawanan bekerja pada saat yang bersmaan. Gambar dibawah
ini memperlihatkan prilaku bahan uji selama pembebanan lengkung.

Gambar 2.8. Uji tekuk Mr Agoy


(Agodawa, 2014)

2.1.10 Pengujian Makro

Pengujian makro adalah proses pengujian logam dengan tujuan untuk


memeriksa celah dan lubang dengan mata terbuka dalam permukaan logam.
Kevalidan angka pengujian makro berkisar antara 0,5 sampai 50 kali. Pengujian
dengan cara seperti ini biasanya digunakan untuk bahan-bahan yang memiliki
struktur kristal yang tergolong besar atau kasar. Misalnya, logam hasil coran
(tuangan) dan bahan yang termasuk non-metal (bukan logam).
16

BAB III
METODE PENELITIAN

1.4. Diagram Alir

Tahapan proses yang akan dilakukan dalam penelitian ini digambarkan


dalam diagram alir pada Gambar 3.1. sebagai berikut

Mulai

Latar Belakang

Studi Literatur
1. Survey Lapangan
2. Pengelasan SMAW

Pembuatan Spesiment

Preheat
200˚

Pengelasan Elektroda Pengelasan Elektroda Pengelasan Elektroda


E 7016 E 7018 E 7016 dan E 7018

Pengujian Sifat Mekanik


1. Tensile Test (Uji Tarik)
2. Bending Test (Uji Tekan)
3. Makro

Pengambilan Data

Analisa Data

Kesimpulan

Selesai
17

3.2 Studi Literatur dan Identifikasi Masalah

Dalam penelitian ini, sebelum menginjak dan melakukan proses ke tahap


yang lebih jauh, guna mempelajari untuk dijadikan tinjauan pustaka dan juga
mengenai material yang akan diuji. Informasi untuk dijadikan tinjauan pustaka
diambil dari buku-buku, internet, jurnal, serta dari para dosen-dosen pembimbing.

Setelah itu, melakukan survey tentang parameter-parameter yang dijadikan


objek penelitian. Seperti, survey tempat pengelasan SMAW, macam material yang
digunakan untuk penelitian, dll. Dalam tahap identifikasi masalah banyak hal
yang harus dipertimbangkan, guna mencapai hasil penelitian yang bisa
disempurnakan dan bermanfaat. Kegiatan pada tahapan studi literatur dan
identifikasi masalah dilakukan untuk mendapatkan pengumpulan data dan bahan,
jadwal awal sampai akhir, serta untuk menganalisa waktu penelitian yang akan
dilakukan.

Adapun data-data yang dikumpulkan adalah sebagai berikut:

Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung melalui
data-data terkait dengan skripsi yang diperoleh dari data hasil penelitian.
Data penelitian dilakukan dengan melakukan prosedur kerja,
memvariasikan parameter dan proses uji material dengan proses Shielded
Metal Arc Welding (SMAW).
Data Sekunder
Data sekunder merupakan data pendukung yang bersumber
dari literatur maupun referensi-referensi serta teori yang terkait dengan
skripsi ini bisa didapatkan melalui jurnal, buku dan lainnya.

3.3 Persiapan Material


Dalam tahap ini, menentukan material baja ASTM A36 untuk persiapan
penelitian yang akan dilakukan. Kemudian, peralatan yang paling penting untuk
proses pengelasan dan preheating adalah mesin las, mesin gerinda tangan, jangka
sorong dan infrared thermometer yang digunakan sebagai alat perkakas (tools) ,
sedangkan diameter dari kawat las = 3.2 mm. Pada tahap ini, dilakukan pula
proses pengukuran dimensi material dan menentukan model penyambungan
18

material. Sampel yang akan diteliti adalah material dari bahan baja ASTM A 36
serta model penyambungan lurus (butt joint). Material baja astm A 36 sebagai
bahan pokok penelitian mempunyai dimensi (300 x 150 x 10) mm, sebanyak 3
sampel.
19

DAFTAR PUSTAKA

AWS D1.1. (2015), Structural Welding Code-Steel, 23rd edition, American


Welding Society., Miami

AWS, 1996, ANSI/AWS D1.1-96, Structural Welding Code: Steel, The American
Welding Society.
Farel, dkk. (2019). Analisa Pengaruh Variasi Proses Preheating Pada Pengelasan
Shielded Metal Arc Welding (SMAW) Terhadap Kekuatan Tarik dan Struktur
Mikro Baja ST 60, Jurnal Teknik Perkapalan, Vol. 7, No. 4.
Habibi, dkk. (2015). Perlakuan Pemanasan Awal Elektroda Terhadap Sifat
Mekanik Dan Fisik Pada Daerah Haz Hasil Pengelasan Baja Karbon St 41,
Jurnal Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim, Semarang.
Hadi, (2015). Analisis Pengaruh Variasi Suhu Preheat terhadap Distorsi, Lebar
HAZ, dan Struktur Mikro pada Sambungan Butt Joint Single V dengan Metode
Pengelasan FCAW dan SMAW, Institut Teknologi Sepuluh Nopember,
Surabaya.

Irzal, dkk. (2016). pengaruh posisi pengelasan dan jenis elektroda e 7016 dan e
7018 terhadap kekuatan tarik hasil las baja karbon rendah trs 400, Universitas
Negeri Padang, Padang.

Naharuddin, dkk. (2015). Kekuatan Tarik dan bending sambungan las pada
material baja SM 490 dengan metode pengelasan SMAW dan SAW, jurnal
mekanikal, vol. 6, no. 1.
Primazda Victor, (2019). Sifat Fisik dan Mekanik Pengelasan SMAW Pada Baja
Astm A 36 Terhadap Variasi Preheating. Fakultas Teknik dan Ilmu Kelautan
Universitas Hang Tuah Surabay, Surabaya.
Santoso, Joko, (2006). Pengaruh Arus Pengelasan Terhadap Kekuatan Tarik Dan
Ketangguhan Las SMAW Dengan Elektroda E7018. Fakultas Teknik Universitas
Negeri Semarang, Semarang.
Wirarchi, Dipo, Dkk. (2010). Analisa Pengaruh Multiple Repair Welding Pada
Material Properties Weld Joint Material Pipa ASTM A106 GR.B SCH 80,
Institute Teknologi Surabaya, Surabaya.
Wiryosumarto, 2000, Teknologi Pengelasan Logam, Pradnya Paramita, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai