Anda di halaman 1dari 29

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR TEMPERING

TERHADAP SIFAT MEKANIK UPPER DAN LOWER


CHAMBER ORIFICE

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada
Universitas Muhammadiyah Malang
Untuk Memenuhi salah satu Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Teknik Mesin

OLEH:
Nanda Akbar Ganesha
NIM : 201910120311205

JURUSAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2023
LEMBAR ASISTENSI TUGAS AKHIR

Nama : Nanda Akbar Ganesha


NIM/NIRM : 201910120311205
Dosen Pembimbing 1 : Dini Kurniawati,ST.,MT
Dosen Pembimbing 2 : Nur Hasanah, S.T., M.Sc.
No SK dan Tanggal SK : E.2/087/FT/UMM/III/2023
Judul Tugas Akhir :ANALISA PENGARUH TEMPERATUR
TEMPERRING TERHADAP SIFAT
MEKANIK UPPER DAN LOWER ORIFICE
CHAMBER

No Tanggal Catatan Asistensi Keterangan

4
5

Malang, Maret 2023


Dosen Pembimbing 2

Nur Hasanah, S.T., M.Sc.


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara umum, penggunaan baja paduan sangatlah luas diterapkan di dunia


industry [1]. Di dalam industri manufaktur terutama pada bidang minyak dan gas
baja yang banyak digunakan adalah baja ASTM A216 WCB. Salah satu
pengunaan baja paduan mangan dari konstruksi komponen migas yaitu chamber
orifice yang terbuat dari baja ASTM A216 WCB diproduksi oleh salah satu
industri yang ada di Gresik,Jawa Timur digunakan sebagai katup kontrol aliran
fluida. Kegagalan yang sering terjadi adalah sifat mekanik tidak memenuhi
standar baja ASTM A216 WCB ketika chamber orifice mengalami pengujian
tarik setelah dilakukan normalizing[2]. Sifat mekanik adalah sifat yang
menggambarkan ketahanan baja terhadap beban mekanik seperti gaya, momen
dan energi mekanik. Beban mekanis dapat menyebabkan deformasi sementara,
permanen hingga kegagalan. Oleh karena itu, sifat mekanik menggambarkan
hubungan antara respon deformasi dan beban yang diterapkan. Karena komponen
chamber orifice mengalami gaya atau tekanan mekanis selama aplikasi, perlu
untuk mengetahui karakteristik tegangan yang menyebabkan deformasi berlebihan
hingga kegagalan, dan untuk menentukan sifat mekanik yang sesuai untuk
mencegah kegagalan material. Sifat mekanik baja dipengaruhi oleh struktur
mikronya. Struktur mikro baja paduan tergantung pada beberapa variabel seperti
unsur paduan, konsentrasi unsur paduan, metode perlakuan panas (suhu
pemanasan, waktu penahanan pemanasan, laju pendinginan) [3].

Pemberian proses perlakuan panas terhadap baja memiliki bermacam-


macam tujuan, untuk homogenisasi struktur mikronya, untuk memperhalus ukuran
butirnya, menaikkan kekerasan, menambah keuletan, meningkatkan machinability
ataupun untuk tujuan lainnya[4]. Maka untuk mendapatkan sifat-sifat tersebut
diperlukan proses perlakuan panas yang berbeda. Perbedaan tersebut juga
mencakup perbedaan pada tingginya temperatur pemanasan, lamanya waktu tahan
pada temperatur pemanasan, laju pendinginan dan media pendinginnya. Semua
hal tersebut harus memperhatikan komposisi unsur paduan materialnya. Contoh-
contoh perlakuan panas yang umum digunakan pada suatu material antara lain
ialah annealing, quenching, hardening, dan tempering[5].

Proses perlakuan panas yang pernah dilakukan salah satu industri di


Gresik, Jawa Timur untuk baja ASTM A216 WCB, sifat mekanik yang diperoleh
beberapa tidak sesuai dengan standar yang diinginkan. Hal ini disebabkan oleh
kurang tepatnya parameter perlakuan panas yang dilakukan. Perlakuan panas
yang tidak tepat dapat mengakibatkan sifat mekanik benda kerja yang tidak
memenuhi harapan, jika suhu pemanasan terlalu tinggi, butiran menjadi kasar dan
bahan menjadi kurang ulet. Selain suhu pemanasan yang tinggi, juga dipengaruhi
oleh laju pendinginan dan media pendingin. Oleh karena itu, perlu untuk
melakukan penelitian terhadap parameter yang tepat dari proses perlakuan panas
untuk mendapatkan sifat mekanik yang diinginkan sesuai dengan fungsi
komponen peralatan.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka


permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh temperatur tempering terhadap nilai kekuatan


Tarik baja ASTM A216 WCB?
2. Bagaimana pengaruh temperatur tempering terhadap nilai kekerasan
baja ASTM A216 WCB?
3. Bagaimana pengaruh temperatur tempering terhadap nilai impact baja
ASTM A216 WCB?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dalam penelitian ini


adalah:
1. Mengetahui pengaruh temperatur tempering terhadap nilai kekuatan
tarik baja ASTM A216 WCB.
2. Mengetahui pengaruh temperatur tempering terhadap nilai kekerasan
baja ASTM A216 WCB.
3. Mengetahui pengaruh temperatur tempering terhadap nilai impact
baja ASTM A216 WCB.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

Hasil penelitian diharapkan dapat membantu salah satu industri yang


bergerak pada bidang manufaktur dalam penggunaan metode hardening dan
tempering pada baja ASTM A216 WCB sehingga dapat terpenuhi standar sifat
mekanik yang diinginkan oleh customer. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
menjadi dasar untuk membantu salah satu industri dalam menyelesaikan
permasalahan yang sering timbul pada sifat mekanik Chamber Orifice.

1.5 Batasan Masalah

1. Kondisi bahan diasumsikan homogen baik komposisi kimia maupun


strukutr.
2. Variasi temperatur tempering yang digunakan 550℃,600℃,650℃.
3. Temperatur Hardening yang digunakan 910℃
4. Waktu tahan yang digunakan selama 5 jam.
5. Pengaruh lingkungan diabaikan.
6. Cacat pada material uji diasumsikan tidak ada.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Xingyu liu (2023) melakukan penelitian tentang Pengaruh temperatur


tempering terhadap struktur mikro dan sifat mekanik baja bainit karbon rendah
yang diberi perlakuan quenching partitioning-tempering(QPT). Perlakuan
quenching-partitioning-tempering (QPT) dilakukan pada baja bainit karbon
rendah, dan pengaruh suhu temper pada struktur mikro dan sifat mekanis dari baja
olahan QPT diselidiki. Temuan menunjukkan bahwa ketika suhu temper
meningkat, kekuatan luluh menurun secara bertahap, sedangkan kekuatan tarik
menurun terlebih dahulu dan kemudian meningkat. Namun, perpanjangan
menunjukkan kecenderungan meningkat terlebih dahulu dan kemudian menurun
dengan meningkatnya suhu tempering.

Pada temperatur tempering 340℃, diperoleh sifat mekanik terbaik dengan


yield strength 1495 MPa, tensile strength 1806 MPa, elongasi 17,7%, dan produk
kekuatan dan elongasi hingga 32,92%. Sifat mekanik yang sangat baik tersebut
terkait dengan kombinasi sinergis dari martensit tempered, bainit karbon rendah,
austenit sisa dan karbida. Struktur mikro multifase yang terdiri dari martensit
(balok/reng), bainit, residu austenit, dan karbida diperoleh setelah perlakuan QPT.
Dengan meningkatnya suhu tempering, kekuatan luluh menurun secara bertahap,
sedangkan kekuatan tarik menurun pada awalnya dan kemudian sedikit meningkat
setelah tempering pada 340℃. Perpanjangan menunjukkan kecenderungan
meningkat pertama dan kemudian menurun. Pada suhu tempering 340℃ dapat
diperoleh kombinasi kekuatan dan keuletan yang optimal, dengan kekuatan luluh
1495 MPa, kekuatan tarik 1806 MPa, elongasi 17,7%, dan hasil kali kekuatan dan
elongasi 32,92% .

Sejumlah kecil sementit muncul di range martensit tebal selama tahap


tempering. Sementit adalah strip panjang pada suhu rendah, dan memendek dan
mengental secara bertahap dengan meningkatnya suhu tempering. Karbida
vanadium bulat berukuran nano diendapkan dalam martensit kaya karbon dan
batas butir, yang dapat berkontribusi pada kekuatan dan keuletan. [6]

Yuli Setiyorini melakukan penelitian tentang Pengaruh variasi temperatur


annealing terhadap perubahan sifat mekanik dan struktur mikro bolster (AAR
M201 Grade B). Metode penelitian yang digunakan adalah annealing dengan
memvariasikan temperatur pemanasan 650℃, 800℃,dan 930℃. Hasil dari
penelitian ini adalah diperoleh struktur ferit dan perlit pada semua sampel. Namun
perbedaan yang sangat signifikan adalah perbedaan ukuran grain size pada
masing-masing temperatur annealing. Uji tarik menunjukkan bahwa temperatur
pemanasan 800℃ dan 930℃ masih memiliki elongation diatas ratarata standar
AAR M201 Grade B yaitu 30,8% dan 27,6%. Sedangkan berdasarkan analisa
TMA diperoleh bahwa elongation akan naik seiring bertambahnya temperatur.

Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan terhadap tiga variasi


temperatur annealing diperoleh dua variasi temperatur yang paling sesuai dengan
kriteria komponen Bolster, yaitu Spesimen dengan pemanasan annealing pada
temperatur 800°C yang mempunyai nilai elongasi sebesar 30,8 %, Ultimate
tensile strength (UTS) sebesar 59,27 kg/mm2 , dan pertambahan elongasi sebesar
0,37 % berdasarkan pengaruh temperatur. Spesimen dengan pemanasan annealing
pada temperatur 930°C yang mempunyai nilai elongasi 27,6%, Ultimate tensile
strength (UTS) sebesar 56,66 kg/mm2 , dan pertambahan elongasi sebesar 0,34 %
berdasarkan pengaruh temperatur. Struktur mikro yang terbentuk setelah
pemanasan adalah ferit dan perlit. Perbedaanya terletak pada ukuran butir ferit
dan perlit. Pada temperatur pemanasan yang tinggi, ukuran butir menjadi lebih
besar. [7]

M. Nur Mujaddedy(2020) melakukan penelitian tentang analisa pengaruh


qhuenching dan tempering terhadap sifat mekanik pada baja aisi 1050. Untuk
penelitian ini di gunakan material baja AISI 1050 dan Sampel uji sesuai standar
ASTM. Pemanasan awal 850℃ selama 20 menit lalu di lakukan quenching. Di
tempering pada suhu 150℃, 250℃,350℃,450℃, dan 650℃ di tahan selama 15
menit. Pengujian kekerasan menggunakan metode rockwell pengujian
ketangguhan menggunakan metode impact charpy.
Dari nilai rata –rata harga impact pada A1 yaitu 0,35 j/mm². Pada nilai
harga impact B1, didapat nilai 0,1 j/mm², pada nilai C1 didapat 1,32 j/mm², pada
D1 nilai harga impact 0,27 j/mm², pada E1 nilai 0,14 j/mm² , pada kedua nilai
terakir antara F1 dan G1 yakni 0,47 j/mm² dan 0,58 j/mm². Nilai kekerasan
spesimen (A1) sebesar 80.8 HRC. Pada spesimen Hardening B1 di dapat nilai
kekerasan sebesar 99.60 HRC. pada spesimen C1 didapat nilai kekerasan menjadi
90,9 HRC. D1 didapat nilai 102,2 HRC, Sedangkan Tempering E1 di dapat nilai
kekerasan menjadi 96,1 HRC. Pada tempering F1 dan G1 di dapat nilai 95,2 HRC,
dan 71,1 HRC.

Dari nilai rata – rata harga impact pada A1, yakni base material yaitu 0,35
J/mm2. Pada nilai harga impact B1, didapat nilai 0,1 J/mm2, pada nilai C1
melonjak naik pad 1,32 J/mm2, pada D1 nilai harga impact Kembali turun pada
angka 0,27 J/mm2, pada E1 nilai turun Kembali diangka 0,14 J/mm2, sedangkan
pada kedua nilai terakhir antara F1 dan G1 masing - masing yakni 0,47 J/mm 2 dan
0,58 J/mm2 Dapat dilihat pada hasil diatas suhu tempering berpengaruh, nilai
paling tinggi dibandingkan sampel lainnya.

Nilai kekerasan spesimen raw material (A1) sebesar 80.8 HRC. Pada
spesimen Hardening B1 dengan temperatur Quenching 850℃ terjadi peningkatan
dengan nilai kekerasan sebesar 99.60 HRC. pada spesimen Hardening B1
terhadap spesimen C1 tempering 650℃. mengalami penurunan nilai kekerasan
menjadi 90,9 HRC. Spesimen B1 terhadap D1 dengan temperatur tempering
450℃ juga mengalami kenaikan nilai kekerasan menjadi 102,2 HRC, Sedangkan
tempering E1 mengalami nilai kekerasan menjadi 96,1 HRC. Pada tempering F1
dan G1 mengalami penurunan nilai rata – rata kekerasan masing – masing yakni
95,2 HRC, dan 71,1 HRC. [8]

2.2 Baja

Baja dapat diklasifikasikan menurut kandungan unsur karbon (tidak


melebihi 2%) didalamnya dan unsur paduan yang menyertainya.
2.2.1 Baja karbon (Carbon Steel)

Baja karbon adalah paduan antara besi (Fe) dan karbon C dengan sedikit
Si, Mn, P, S dan Cu. Sifat baja karbon sangat kuat tergantung pada kadar
karbonnya, baja karbon dapat di kelompokkan menjadi tiga macam[9] :

1. Baja karbon rendah (low carbon steel)


Memiliki kadar karbon lebih keciil dari 0,20% biasanya dipakai untuk :
automobile bodies, pipa, rantai, roda gigi, kerangka bangunan.
2. Baja karbon menengah (medium carbon steel)
Memiliki kadar karbon 0,20% - 0,50% biasa dipakai untuk : connecting rods,
crank pins, poros as, crankshaft, rel, obeng, palu.
3. Baja karbon tinggi (high carbon steel)
Memiliki kadar karbon 0,50% - 2%, biasa dipakai untuk : obeng, gergaji untuk
memotong baja, palu pandai besi, sekrup, ragum.
2.2.2 Baja paduan (alloy steel)

Baja paduan adalah baja cor yang ditambah unsur-unsur paduan. Tujuan
dari pemberian unsur-unsur paduan seperti mangan, nikel atau molibden, khrom
untuk memberikan sifat-sifat khusus pada baja paduan tersebut. Sebagai contoh
sifat-sifat ketahanan aus, ketahanan asam dan korosi atau menambah
ketangguhan/toughness [9].

Baja paduan yang diklasifikasikan menurut kadar karbonnya dibagi


menjadi tiga yaitu[10] :

1. Low alloy steel, jika elemen paduannya ≤ 2,5 %


2. Medium alloy steel, jika elemen paduannya 2,5 – 10 %
3. High alloy steel, jika elemen paduannya > 10 %

2.3 Diagram Fasa Fe-Fe₃C

Diagram keseimbangan fasa besi-besi karbida dapat dilihat pada gambar 2.1.
Diagram ini dihaslikan pada proses pendinginan lambat. Baja dan besi tuang yang
ada kebanyakan berupa paduan besi dengan karbon, dimana karbonnya berupa
senyawa intertisial (sementit). Sementit merupakan strukut logam yang
metastabil.

Selain unsur karbon pada besi dan baja terkandung kurang lebih 0,25% Si,
0,3-1,5% Mn dan unsur pengotor lain seperti P,S, dan lain-lain. Karena unsurtidak
memberikan pengaruh utama kepada diagram fasa, maka diagram fasa tersebut
dapat dipergunakan tanpa menghiraukan adanya unsur-unsur tersebut. Diagram
fasa Fe-Fe₃C sangat penting dibidang metalurgi karena sangat bermanfaat dalam
menggambarkan perubahan-perubahan fasa pada baja seperti tampak pada gambar
2.1

Gambar 2.1 Diagram kesetimbangan besi-karbon[9]


Titik-titik yang penting pada diagram fasa ini adalah [9] :

A : Titik cair besi.

B : Titik pada cairan yang ada hubungannya dengan reaksi peritektik.

H :Larutan padat δ yang ada hubungan dengan reaksi peritektik. Kelarutan

karbon maksimum adalah 0,10%.

J : Titik peritektik, selama pendingan pada komposisi J, fasa γ (austenite)

terbentuk dari larutan δ pada komposisi H dan cairan pada komposisi B.

N : Titik transformasi dari besi δ ⇆besi γ, titik transformasi A₄ dari besi

murni.

C : Titik eutektik, selama pendinginan fasa γ dengan komposisi E dan

sementit pada komposisi F (6.67%C) terbentuk dari cairan pada komposisi

C, fasa eutektik ini disebut ledeburit.

E : Titik yang menyatakan fasa γ, ada hubungan dengan reaksi eutektik.

Kelarutan maksimum dari karbon 2,0%. Paduan besi karbon sampai

komposisi ini disebut baja.

G : Titik tranformasi besi⇆ besi, titik transformasi A3 untuk besi.

P : Titik yang menyatakan ferit, fasa , ada hubungan dengan reaksi eutektoid.

Kelarutan karbon maksimum 0,025 %.

S : Titik eutektoid, selama pendinginan, ferit pada komposisi P dan sementit

pada komposisi K ( sama dengan F ) terbentuk simultan dari austenit pada

komposisi S. Reaksi eutektoid ini dinamakan transformasi A dan fasa


eutektoid ini dinamakan perlit.

GS: Garis yang menyatakan hubungan antara temperatur dan komposisi,

dimana mulai terbentuk ferit dan austenit disebut garis A.


F : Garis yang menyatakan hubungan antara temperatur dan komposisi,

dimana mulai terbentuk sementit dan austenit, disebut garis Acm.

A : Titik tranformasi magnetik untuk besi dan ferit.

A : Titik tranformasi magnetik untuk sementit.

2.4 Baja ASTM A216 WCB

Spesifikasi baja ASTM A216 WCB ini mencakup untuk pengecoran baja
karbon untuk katup, flensa, fiting, atau bagian lain yang mengandung tekanan
untuk layanan suhu tinggi dan kualitas yang cocok untuk perakitan dengan
pengecoran lain atau bagian baja tempa dengan pengelasan fusi [11]. Sifat kimia
baja ASTM A216 WCB dapat di lihat pada tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Persyaratan Bahan Kimia[12]

Elemen Komposisi Kimia (%)


Karbon 0,30
Mangaan 1
Fosfor 0,035
Sulfur 0,035
Silikon 0,6
Tembaga 0,3
Nikel 0,5
Kromium 0.5
Molibdenum, max 0.2
Vanadium 0.03

2.5 Perlakuan Panas (Heat Treatment)

Perlakuan panas adalah suatu proses pemanasan dan pendinginan suatu


logam dalam keadaan padat untuk mengubah sifat fisik logam tersebut. Baja dapat
dikeraskan untuk meningkatkan ketahanan aus dan cutability, atau baja dapat
dilunakkan untuk memfasilitasi pemesinan lebih lanjut [13]. Dengan perlakuan
panas yang tepat, tekanan internal dan ukuran butir dapat dihilangkan meningkat
atau menurun, keuletan meningkat, atau permukaan yang keras dapat dibuat di
sekitar inti yang ulet. Untuk memungkinkan perlakuan panas yang tepat,
komposisi kimia baja harus diketahui, karena perubahan komposisi kimia,
terutama karbon, dapat menyebabkan perubahan sifat fisik. Pada saat material
dipanaskan ada tiga faktor penting yang perlu diperhatikan yaitu temperatur
logam yang dipanaskan, lamanya logam ditahan pada temperatur tersebut dan
kecepatan pendingin, dan material yang berada disekeliling logam pada saat
dipanaskan, seperti pada pengerasan permukaan.

Pada proses pengerasan, pemanasan suatu material dilakukan sampai


mencapai temperatur tertentu atau temperatur austenisasi suatu material yang
diproses. Tujuan proses ini adalah untuk memperoleh tingkat kekerasan material
yang diproses. Dari proses ini diharapkan adanya perubahan yang menghasilkan
struktur mikro dengan fasa martensit. Menurut reaksi proses pendinginan, sifat
kekerasan suatu material yang dihasilkan kadang kala tidak diharapkan karena
tingkat kekerasannya terlalu tinggi yang menyebabkan material bersifat rapuh.
Kondisi ini dapat di atasi dengan melakukan proses temper (tempering process),
disamping mengurangi kekerasan material juga dapat menambah keuletan
material [14].

2.5.1 Normalizing

Normalizing adalah proses pemanasan ke suhu austenit dan pendinginan di


udara. Metode tersebut terdiri dari memanaskan baja hingga suhu 10 – 40 °C di
atas rentang kritis atas dan kemudian mendinginkannya dengan udara[4].
Normalizing biasanya digunakan pada baja karbon rendah dan paduan untuk
menghilangkan efek pretreatment material, menghilangkan tekanan internal dan
mencapai sifat fisik yang diinginkan. Proses normalizing ditunjukkan pada
gambar 2.3.

Gambar 2.3 Diagram proses normalizing[15]


2.5.2 Quenching (Pencelupan)

salah satu perlakuan panas dengan laju pendinginan cepat yang dilakukan
dalam suatu media pendingin misal air atau oli. Untuk memperoleh sifat mekanik
yang lebih keras. Untuk baja karbon rendah dan baja karbon sedang, lazim
dilakukan pencelupan dengan air. Untuk baja karbon tinggii dan baja paduan
biasanya digunakan minyak sebagai media pencelupan,pendinginannya tidak
secepat air. Tersedia berbagai jenis minyak, seperti minyak mineral dengan
kecepatan pendinginan yang berlainan sehingga dapat diperoleh baja dengan
berbagai tingkat kekerasan[16].

Untuk pendinginan yang cepat dapat digunakan air garam atau air yang
disemprotkan. Beberapa jenis logam dapat dikeraskan melalui pendinginan udara
terlalu lambat. Benda yang agak besar biasanya dicelup dalam minyak. Suhu
media celup harus merata agar dapat dicapai pendinginan yang merata pula.
Media pendinginan yang digunakan dalam produksi harus dilengkapi dengan
perlengkapan pendinginan[4].

Gambar 2.4. Diagram quenching[15]


2.5.3 Tempering

Proses tempering adalah pemanasan baja sampai suhu sedikit di bawah


suhu kritis, lalu tinggalkan di oven dan Suhu dijaga konstan pada 15°C Semenit.
Kemudian biarkan dingin di media Lebih dingin. Tujuannya adalah ketika
kekerasan mereda, ini juga mengurangi kekuatan tarik [8].

1. Tempering pada suhu rendah (150℃-300˚C).Tujuannya hanya untuk


engurangi tegangan tegangan kerut dan kerapuhan dari baja. Proses ini
digunakan untuk alat alat kerja yang tidak mengalami beban yang berat,
seperti misalnya alat alat potong mata bor yang dipakai untuk kaca dan
lain-lain.
2. Tempering pada suhu menengah (300-500˚C). Tujuannya menambah
keuleatan dan kekerasannya menjadi sedikit berkurang. Proses ini
digunakan pada alat alat kerja yang mengalami beban berat seperti palu,
pahat, pegas.
3. Tempering pada suhu tinggi (500-650˚C). Tujuannya untuk memberikan
daya keuletan yang besar dan sekaligus kekerasan menjadi agak
rendah.Proses ini digunakan pada roda gigi, poros, batang penggerak dan
lain-lain.

Gambar 2.5 Diagram tempering[15]

2.5.4 Hardening

Hardening merupakan proses perlakuan panas dengan mendinginkan


logam secara cepat kedalam media pendingin dari temperatur austenitisasi atau
perlakuan larutan (solution treating), pada umumnya pada rentang 815-870℃.
Pada baja tahan karat dan baja paduan tinggi perlakuan hardening untuk
meminimalisasi adanya karbida pada batas butir atau untuk meningkatkan
distribusi ferit tetapi pada baja karbon, paduan rendah, dan perkakas, hardening
digunakan untuk mengontrol jumlah martensit yang terbentuk pada struktur
mikro[17]

2.6 Metode Pendinginan

untuk mencapai struktur martensitik Austenit yang dihasilkan harus


didinginkan cukup cepat, setidaknya bisa dicapai laju pendinginan kritis baja
terpengaruh. Untuk ini baja didinginkan oleh media pendingin yang biasanya
ditentukan Jenis Baja/Paduannya[18]. Ada sejumlah media pendingin yang biasa
digunakan dalam proses pengerasan baja yaitu:

1. Air
Air adalah pendingin tertua dan termurah. Air memiliki kapasitas pendinginan
yang sangat tinggi (berhenti pada 300°C, suhu di mana martensit mulai
terbentuk), sedangkan laju pendinginan maksimum diperlukan ketika
melewati puncak kurva transformasi, yaitu sekitar 550°C, jadi Air murni tidak
baik untuk mendinginkan baja yang sangat keras. Efek pendinginan dapat
ditingkatkan/dikurangi dengan menambahkan sedikit [5-10%] soda atau
garam meja [4].
2. Minyak
Minyak adalah Pendinginan yang lebih lambat dibandingkan dengan air. Pada
minyak memiliki cooling capasity terbesar pada temperatur sekitar 600 °C dan
cukup rendah sekitar temperatur formasi martensit. Meningkatkan kapasitas
pendinginan Minyak dapat dibuat dengan menaikkan suhu hingga 50-80°C.
ada banyak minyak yang digunakan untuk pendinginan adalah yang termurah
dan paling sederhana adalah minyak mineral dengan kekentalan rendah.
Minyak biasanya digunakan Pengerasan baja paduan rendah dan menengah
dengan penampang kecil [18]
3. Udara
Pendinginan udara dilakukan untuk perlakuan panas yang membutuhkan
pendinginan lambat. Untuk keperluan tersebut udara yang disirkulasikan ke
dalam ruangan pendingin dibuat dengan kecepatan yang rendah. Udara
sebagai pendingin akan memberikan kesempatan kepada logam untuk
membentuk kristal – kristal dan kemungkinan mengikat unsur – unsur laindari
udara. Adapun pendinginan pada udara terbuka akan memberikan oksidasi
oksigen terhadap proses pendinginan.
2.7 Pengujian Kekerasan

Kekerasan logam didefinisikan sebagai ketahanannya terhadap penetrasi dan


memberikan indikasi cepat tentang perilaku deformasinya. Penguji kekerasan
menekan bola kecil, piramida atau kerucut pada permukaan logam dengan gaya
tertentu dan angka kekerasan (Brinell atau Piramida Vickers) diperoleh dari
diameter cetakan. kekerasan bisa Ini mengacu pada titik leleh atau kekuatan tarik
logam, karena material di sekitar lintasan mengalami deformasi plastis saat
diindentasi, mencapai tingkat perpanjangan tertentu. Angka kekerasan Brinell
(BHN) diberikan oleh Persamaan.Bila bilangan Brinell didefinisikan sebagai
tegangan P/A dalam satuan kgf/mm2, dimana P adalah beban dan A adalah luas
permukaan kutub bola yang membentuk indentasi [4]. Jadi,rumus untuk
menentukan nilai kekerasan brinel dapat dilihat pada persamaan 2.1

2p
BHN = ………………….(2.1)
πD ¿ ¿

Dimana d adalah diameter jejak dan D adalah diameter indentor.

2.8 Pengujian Tarik

Banyak hal yang dapat kita pelajari dari hasil uji tarik. Bila kita terus menarik
suatu bahan sampai putus, kita akan mendapatkan profil tarikan yang lengkap
berupa kurva. Kurva ini menunjukkan hubungan antara tegangan dengan
regangan. Perubahan panjang dalam kurva disebut sebagai regangan teknik (ε eng),
yang di definisikan sebagai perubahan panjang yang terjadi akibat perubahan
static (∆ L ¿ terhadap panjang batang yang mula-mula (L₀). Tegangan uang
dihasilkan pada proses ini disebut dengan tegangan teknik (σ eng), dimana yang
terjadi (F) pada suatu luas penampang awal (A0).

Gambar 2.6 Kurva tegangan regangan baja[15]


Tegangan normal tersebut akibat gaya tarik dapat ditentukan berdasarkan
persamaan 2.2.

F
σ= ………………..(2.2)
A₀

Dimana:

σ = Tegangan tarik (Mpa)

F = Gaya tarik (N)

A0= Luas penampang specimen mula-mula (mm2)

Regangan akibat beban tekan statik dapat ditentukan berdasarkan


persamaan 2.3

∆L
ε= ………………….(2.3)
L

Dimana:

ε = Regangan akibat gaya tarik

L = Perubahan panjang specimen akibat beban tekan (mm)

L0= Panjang specimen mula-mula (mm)

Pada prakteknya nilai hasil pengukuran tegangan pada suatu pengujian


tarik pada umumnya merupakan nilai teknik. Regangan akibat gaya tarik yang
terjadi, panjang akan menjadi bertambah dan diameter pada spesimen akan
menjadi kecil, maka ini akan terjadi deformasi plastis. Hubungan antara stress
dan strain dirumuskan pada persamaan 2.4

E = σ /ε …………..(2.4)

E adalah gradient kurva dalam daerah linier, dimana perbandingan


tegangan (σ ¿ dan regangan (ε ¿ selalu tetap. E diberi nama “Modulus Elastisitas”
atau “Young Modulus”. Kurva yang menyatakan hubungan antara strain dan
stress seperti kerap disingkat kurvaSS (SS curve).
2.9 Pengujian Impact

Uji impact adalah uji dengan pembebanan yang cepat (rapid laoding).


Pengujian impact adalah pengujian yang mengukur ketahanan suatu bahan
terhadap beban kejut. Inilah yang membedakan pengujian impak dengan
pengujian tarik dan kekerasan dimana pembebanan adilakukan secara perlahan. 

Pada uji impact terjadi proses penyerapan energi yang besar ketika beban
menumbuk spesimen. Energi yang diserap material ini dapat dihitung dengan
menggunakan prinsip perbedaan energi potensial. Dasar pengujiannya yakni
penyerapan energi potensial dari pendulum beban yang berayun dari suatu
ketinggian tertentu dan menumbuk benda uji sehingga benda uji mengalami
deformasi. Pada pengujian impak ini banyaknya energi yang diserap oleh bahan
untuk terjadinya perpatahan merupakan ukuran ketahanan impak atau
ketangguhan bahan tersebut[3]. Untuk mekanisme posisi penempatan benda dan
perpatahan benda uji impact ditunjukkan pada gambar 2.7

Gambar 2.7 Mekanisme perpatahan benda uji impact[15]

Tenaga yang diserap benda uji atau tenaga untuk mematahkan benda uji
dapat ditulis dalam bentuk persamaan 2.4 berikut:

E = m× g (h1-h2) …………….(2.4)

= gaya × jarak

Dimana:

E = energy terserap = tenaga untuk mematahkan benda uji (joule)


M= massa palu godam (kg)

g = percepatan gravitasi (m/s2) = 10 m/s2

R= jarak titik putar ke titik berat palu godam (m)

α = sudut jatuh (° )

β = sudut ayun (° )

h1= tinggi jatuh palu godam (m) = R+R sin (α −90 )

h2= tinggi ayunan palu godam (m) = R+R sin ( β−90 )

sehingga:

energi terserap ( joule)


Harga impact =
luas penampang patahan benda uji( mm2)
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Diagram Alir Penelitian

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian


3.2 Bahan Penelitian

Dalam penelitian ini langkah pertama sebelum mempersiapkan pengujian


adalah pengambilan spesimen yang akan diteliti di PT.Barata Indonesia. Bahan
yang digunakan pada penelitian yaitu bagian Upper dan Lower Chamber Orrifice
(baja cor ASTM A216 WCB), dengan komposisi kimia yang ditunjukan pada
table 3.1

Tabel 3. 1 Komposisi Kimia Baja ASTM A216 WCB

Elemen Komposisi Kimia (%)


Karbon 0,30
Mangaan 1
Fosfor 0,035
Sulfur 0,035
Silikon 0,6
Tembaga 0,3
Nikel 0,5
Kromium 0.5
Molibdenum, max 0.2
Vanadium 0.03

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Persiapan specimen

Spesimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah baja ASTM A216
WCB berbentuk Y blok dengan dimensi berikut ini:

Gambar 3.2 Spesimen Y blok baja ASTM A216 WCB


3.3.2 Perlakuan panas pada specimen

Perlakuan panas dilakukan dengan melakukan pemanasan pada


temperatur 910°C selama 5 jam kemudian didinginkan cepat dengan media
udara (normalizing), lalu dilakukan pemanasan kembali (tempering) pada
temperatur 550℃, 600℃, dan 650°C, ditahan selama 5 jam dan di dinginkan
dengan media udara.
Langkah-langkah perlakuan panas pada spesimen sebagai berikut:
1. Menyiapkan Y-block baja ASTM A216 WCB dengan kondisi belum
mengalami perlakuan panas.
2. Memotong Y-block menjadi 5 buah specimen
3. Melakukan proses perlakuan panas pada setiap spesimen, sesuai prosedur.
4. Setelah proses perlakuan panas selesai, spesimen dikeluarkan untuk
dilakukan pendinginan.
3.3.4 Pengujian Tarik

Pengujian tarik digunakan untuk mengetahui sifat mekanik baja ASTM


A216 WCB awal dan setelah dilakukan proses perlakuan panas. Sifat mekanis
yang akan ditinjau adalah kekuatan luluh, kekuatan maksimum (Ultimate
Tensile Strength), elongasi, dan reduksi area. Pengujian tarik berdasarkan
ASTM E8M Standard Test Methods for Tension Testing of Metallic
Materials, spesifikasi spesimen yang digunakan seperti pada Gambar 3.3 dan
Tabel 3.2.

Gambar 3.3 Spesimen uji tarik[19]


Tabel 3. 2 Dimensi Spesimen Uji Tarik [19]

Bagian Ukuran (mm)

G – Gage Length 50,0  0,10

D – Diameter 12,5  0,25

R – Radius of fillet 10

A – Length of reduced min 60

Langkah-langkah pengujian tarik untuk baja ASTM A216 WCB sebagai


berikut, Menyiapkan 1 buah spesimen tanpa perlakuan, dan 4 buah spesimen
untuk masing-masing perlakuan panas (variasi temperatur tempering)

1. Membersihkan seluruh spesimen dengan kertas gosok grid 250 untuk


mengantisipasi adanya pengotor yang menempel pada permukaan
spesimen.
2. Melakukan pengujian tarik pada masing-masing spesimen.
3. Menganalisa hasil kurva P-∆ L
4. Mengukur panjang akhir patahan, untuk menentukan elongasi.
5. Mengitung luas akhir penampang patahan, untuk menentukan reduksi
area.
3.3.5 Pengujian Kekerasan

Pengujian kekerasan digunakan untuk menentukan kekerasan baja ASTM


A216 WCB awal dan setelah dilakukan proses perlakuan panas. Pengujian
kekerasan yang digunakan menggunakan metode Brinell dengan menggunakan
standar ASTM E10 Standard Test Method for Brinell Hardness of Metallic
Materials. Spesifikasi pengujian yang digunakan sebagai berikut,

Indentor : Bola baja yang dikeraskan

Beban Uji : 187,5 kgf

Waktu indentasi: 10 detik

Satuan uji : BHN


3.3.6 Pengujian Impact

Pengujian impak digunakan untuk mengetahui berapa energi yang


dibutuhkan untuk mematahkan benda kerja/spesimen. Pengujian impak yang
dilakukan menggunakan metode Charpy sesuai standar ASTM E-23 Standard Test
Methods for Notched Bar Impact Testing of Metallic Materials[20]. Mengacu
pada standar baja ASTM A216 WCB maka pengujian dilakukan pada temperatur
– 7,3° C . Spesimen uji yang digunakan pada uji impak seperti pada Gambar 3.4.

Gambar 3. 4 Spesimen Uji Impak Charpy ASTM E-23[20]

Langkah-langkah pengujian uji impak sebagai berikut:


1. Membersihkan seluruh spesimen dengan kertas gosok untuk
menghilangkan kotoran yang menempel pada permukaan spesimen.
2. Mengondisikan temperatur seluruh spesimen menjadi 5℃.
3. Melakukan uji impak setiap spesimen untuk diketahui energi impak.
4. Mencatat energi impak yang digunakan untuk mematahkan spesimen.
DAFTAR PUSTAKA
[1] B. Pratowo and A. Fernando, “Analisa Kekerasan Baja Karbon AISI 1045
Setelah Mengalami Perlakuan Quenching,” J. Tek. Mesin, vol. 5, no. 2, pp.
1–30, 2008.
[2] P. Umum, “Spesifikasi Standar untuk Baja Tuang , Karbon , Cocok untuk
Pengelasan Fusion , untuk Layanan Suhu Tinggi1,” pp. 1–4, 2013, doi:
10.1520/A0216.
[3] D. Mahbegi, “Analisa Pengaruh Temperatur Tempering Perubahan Struktur
Mikro Dan Sifat Mekanik Coupler Yoke Rotary ( Aar-M201 Grade E ),”
Fak. Teknol. Ind. Inst. Teknol. Sepuluh Nop., pp. 1–94, 2016.
[4] A. Murtiono, “Pengaruh Quenching dan Tempering Terhadap Kekerasan
dan Kekuatan Tarik serta Struktur Mikro Baja Karbon Sedang untuk Mata
Pisau Pemanen Sawit,” J. e-Dinamis, vol. II, no. 2, pp. 57–70, 2012.
[5] H. Purwanto, S. M. B. Respati, P. Studiteknik, M. Fakultas, T. Universitas,
and W. Hasyim, “Berdasarkan latar belakang yang ada , dapat diambil
rumusan masalah yaitu bagaimana hasil proses tempering baja karbon
sedang yang telah dikeraskan melalui spray quenching untuk dapat
diaplikasikan dalam konstruksi mesin atau industry . Tujuan Penelitian ,”
vol. 10, no. 2, pp. 48–54, 2014.
[6] X. Liu, J. Wei, G. Zua, and Y. Zhao, “Artikel asli Pengaruh temperatur
tempering terhadap struktur mikro dan sifat mekanik baja bainit karbon
rendah yang diberi perlakuan quenching-partitioning-tempering,” pp. 911–
918, 2023.
[7] Y. Setiyorini, M. Phil, R. F. S. Si, M. Si, D. Alan, and A. Romadon,
“PENGARUH VARIASI TEMPERATUR ANNEALING TERHADAP
PERUBAHAN SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO BOLSTER
( AAR M201 Grade B ) Staff Pengajar Teknik Material dan Metalurgi ITS ,
2 Mahasiswa Teknik Material dan Metalurgi ITS”.
[8] M. N. Mujaddedy, J. Jufriadi, and A. Ibrahim, “Analisa Pengaruh
Qhuenching Dan Tempering Terhadap Sifat Mekanik Pada Baja Aisi
1050,” J. Mesin Sains Terap., vol. 4, no. 2, p. 125, 2020, doi:
10.30811/jmst.v4i2.2020.
[9] T. Surdia and S. Saito, “Pengetahuan Bahan Teknik,” 1985.
[10] A. K. Samlawi and R. Siswanto, “Diktat Bahan Kuliah Material Teknik,”
Univ. Lambung Mangkurat, pp. 3, 8, 56–59, 2016.
[11] P. Baja, P. Umum, I. Baja, and P. Umum, “Spesifikasi Standar untuk Baja
Tuang , Karbon , Cocok untuk Pengelasan Fusion , untuk Layanan Suhu
Tinggi1,” pp. 1–4, 2013, doi: 10.1520/A0216.
[12] H. Service, “Standard Specification for Steel Castings , Carbon , Suitable
for Fusion Welding , for,” vol. 93, no. Reapproved, pp. 1–3, 2003, doi:
10.1520/A0216.
[13] P. Studi, T. Mesin, F. Teknik, U. Tjut, and N. Dhien, “ANALISA
PERLAKUAN PANAS TERHADAP BAJA KARBON NS 1045,” vol.
3814.
[14] Bakri and S. Chandrabakty, “Efek waktu perlakuan panas temper terhadap
kekuatan tarik dan ketangguhan impak baja komersial,” J. SMARTek, vol.
4, no. 2, pp. 97–107, 2006.
[15] Anom Yogantoro, “Temperatur Pemanasan Low Tempering , Medium
Tempering Dan High Tempering Pada Medium Carbon Steel Produksi
Pengecoran Batur-Klaten Terhadap Struktur Mikro , Kekerasan,” Thesis,
pp. 1–91, 2010.
[16] D. J. Purnomo, S. Jokosisworo, and U. Budiarto, “Analisa Pengaruh
Holding Time Tempering Terhadap Kekerasan, Keuletan, Ketangguhan
dan Struktur Mikro Pada Baja ST 70,” J. Tek. Perkapalan, vol. 7, no. 1, pp.
49–58, 2019, [Online]. Available:
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/naval/article/view/22886
[17] T. M. I. Society, “The Materials Information Company,” Technology, vol.
2, p. 3470, 2001, [Online]. Available: http://books.google.com.hk/books?
id=eC-Zt1J4oCgC
[18] Karmin, “Pengendalian Proses Pengerasan Baja Dengan Metode
Quenching,” J. Austenit, vol. 1, no. 2, pp. 17–25, 2009.
[19] ASTM E8, “ASTM E8/E8M standard test methods for tension testing of
metallic materials 1,” Annu. B. ASTM Stand. 4, no. C, pp. 1–27, 2010, doi:
10.1520/E0008.
[20] F. Testing, “ASTM International Standard E23 − 16b Standard Test
Methods for Notched Bar Impact Testing of Metallic Materials 1,” vol. i,
2016, doi: 10.1520/E0023-16B.2.

Anda mungkin juga menyukai