Masitha
which
are
580oC,
600oC,
and
650oC,
on
the
mechanical
1. PENDAHULUAN
Baja ASTM A36 merupakan material yang digunakan dalam pembuatan Low
Pressure Outer Casing LPOC) untuk turbin uap. Pembuatan LPOC tersebut
melibatkan proses pengelasan untuk meyambungkan tiap-tiap komponennya.
Jenis pengelasan yang digunakan adalah Flux Cored Arc Welding (FCAW). Pada
umumnya proses pengelasan akan meninggalkan tegangan sisa pada material
yang di las. Untuk menghilangkan tegangan sisa ini dilakukan proses lanjutan
yang merupakan perlakuan panas setelah proses pengelasan selesai, atau sering
dikenal dengan istilah Post Weld Heat Treatment (PWHT). Proses PWHT dilakukan
pada kisaran temperatur 580oC sampai dengan 650oC, sesuai dengan standar
prosedur yang dilakukan pada PT.Siemens Indonesia Cilegon Factory, PWHT
dilakukan pada temperatur 580oC. Untuk mengetahui temperatur PWHT yang
paling ekonomis, maka dilakukan penelitian dengan cara memvariasikan
temperatur PWHT menjadi tiga macam, yaitu 580 oC, 600oC, dan 650oC, dan dari
perbedaan temperatur PWHT tersebut juga dapat diketahui pengaruhnya
terhadap sifat mekanik maupun struktur mikro dari Baja ASTM A36 tersebut.
2. METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan di awali dengan pengumpulan data-data yang berkaitan
dengan proses pengelasan FCAW serta material Baja ASTM A36, kemudian proses
pengelasan dilaksanakan oleh welder di PT. Siemens Indonesia Cilegon Factory
dan dilanjutkan dengan Ultrasonic Test untuk memeriksa cacat pada bagian
dalam lasan, kemudian dilakukan proses PWHT jenis annealing menggunakan
tungku yang terdapat pada Laboratorium Metalurgi Fisik ITENAS dengan variasi
Masitha
minimum 1
jam/25 mm. Pengujian material terdiri dari uji non destruktif berupa uji dye
penetrant di Laboratorium Metalurgi Fisik ITENAS, uji destruktif yaitu uji tarik di
Laboratorium Struktur Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB, dan uji keras
mikro-vickers serta analisa struktur mikro yang dilakukan di Laboratorium
Metalurgi, Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara ITB.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil ultrasonic test menunjukkan bahwa tidak ditemukan indikasi cacat pada
bagian dalam pengelasan, sehingga spesimen dapat langsung di PWHT. Hasil
NDT sesudah PWHT juga menunjukkan tidak ditemukan cacat pada permukaan
hasil lasan pada spesimen, adapun indikasi yang menunjukkan cacat retak pada
spesimen temperature PWHT 650oC disebabkan oleh kurangnya pembersihan
terak dan kotoran pada permukaan lasan yang teroksidasi pada saat proses
PWHT.
Uji Tarik
Dari hasil uji kekuatan tarik diperoleh kekuatan tarik sebesar 54,59 kg/mm 2 pada
spesimen temperatur PWHT 580oC, 48,91 kg/mm2 pada spesimen temperatur
PWHT 600oC, dan 47,35 kg/mm2 pada spesimen temperatur 650oC. Hasil kekuatan
tarik yang diperoleh masih berkisar antara 40-55 kg/mm 2 sesuai dengan kekuatan
tarik baja ASTM A36 berdasarkan standar AWS D1.1 2006 dan DIN EN ISO 10025
S235JR.
Uji Kekerasan
Masitha
Dari hasil uji kekerasan diperoleh angka kekerasan 317,67 HV pada spesimen
temperatur PWHT 580oC, 293,67 HV pada spesimen temperatur PWHT 600 oC, dan
281,00 HV pada spesimen temperatur 650oC.
Gambar 2. Struktur mikro HAZ 580oC (kiri) dan struktur mikro HAZ 650oC
(kanan)
Dari struktur mikro pada base metal baik pada temperatur PWHT 580oC, 600oC,
dan 650oC secara umum diperoleh fasa ferrit (berwarna putih) dan perlit
(berwarna hitam). Pengaruh temperatur PWHT struktur mikro pada base metal,
HAZ, dan weld metal tidak dapat dilihat secara kuantitatif. Hal ini dikarenakan
batas butir yang tidak tampak jelas. Namun secara kualitatif perubahan struktur
mikro akibat pengaruh variasi temperatur dapat dilihat dengan jelas pada
struktur mikro HAZ pada spesimen temperatur PWHT 580 oC dan temperatur
PWHT 650oC (lihat Gambar 1) yaitu adanya pembesaran butir.
Masitha
4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan di atas dapat di ambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Semakin tinggi temperatur PWHT, kekuatan tarik dan kekerasan menurun.
Dengan naiknya temperatur, menyebabkan pembesaran butir yang pada
material.
2. Semakin tinggi temperatur PWHT, hasil kekerasan yang diperoleh akan
makin menurun. Hal ini masih berhubungan dengan pembesaran butir,
seperti pada kekuatan tarik, yang sesuai dengan teori Hall-Petch.
3. Dari hasil uji tarik dan uji kekerasan dapat disimpulkan bahwa temperatur
PWHT yang paling ekonomis adalah pada range 580 600 oC dengan
kekuatan tarik berkisar antara 49,25 54,59 kg/mm 2 dan kekerasan
berkisar antara 293,67 317,67 HV, karena dengan temperature PWHT
relatif lebih rendah, dihasilkan kekuatan tarik dan kekerasan yang lebih
tinggi.
4. Dari hasil analisa struktur mikro disimpulkan bahwa semakin tinggi
temperatur PWHT menyebabkan pembesaran butir yang mengakibatkan
menurunnya kekuatan tarik serta kekerasan material dan tidak terjadi
perubahan fasa pada material yang sudah dilakukan PWHT.
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih Penulis tujukan kepada kedua orang tua yang
senantiasa memberikan dukungan moral, finansial, serta doa yang tidak pernah
putus untuk anaknya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Kepada Ibu
Meilinda Nurbanasari, PhD. Dan Bapak Yusril Irwan ST., MT. selaku dosen
pembimbing. Kepada Santana Tobing, ST. yang selalu memberi dukungannya,
serta teman-teman dari Teknik Mesin ITENAS yang tidak bisa di sebutkan satupersatu.
1
0
Masitha
DAFTAR PUSTAKA
1. Siemens. (2002). Manufacturing Procedure: Heat Treatment of Parts.
2. T, Mileiko Sergey. (2011). Hall-Petch Relationship. Dipetik Agustus 18, 2015, dari
Rusnano.com.
Glossary
of
Nanotechnology
and
related
terms:
http://eng.thesaurus.rusnano.com/wiki/article827
3. American Welding Society (AWS). (2006). Stuctural Welding Code-Steel. Florida:
American Welding Society.
4. DIN EN 10025. (2005). Hot Rolled Products of Structural Steels. Brussels: European
Comittee For Standardization.
10