Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu


Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui dan membahas
tentang sifat material dan sambungan pengelasan gesek.Prasetyono dkk (2012)
melakukan sebuah penelitian tentang “pengaruh durasi gesek, tekanan gesek dan
tekanan tempa terhadap uji impact pada sambungan las gesek langsung pada baja
karbon AISI 1045”. Penelitian tersebut menggunakan variasi variable sebagai
berikut: tekanan gesek (5,98 MPa, 11,96 MPa, 17,94 MPa), putaran mesin dibuat
konstan (4124 Rpm), waktu gesek 70 detik, 90 detik), waktu upset (2 detik), dan
tekanan upset (23,93 MPa, 33,5 MPa, 52,64 MPa). Hasil penelitian tersebut
menyimpulkan bahwa semakin bertambahnya tekanan gesek serta tekanan upset
akan membuat ikatan lasan menjadi semakin baik, hal ini juga dibuktikan dengan
pengujian struktur mikro dimana terdapat banyak struktur mikro berupa perlit .
Subiyanto dkk (2016) melakukan penelitian tentang studi eksperimen
“pengaruh durasi gesek, tekanan gesek dan tekanan tempa pengelasan gesek (FW)
terhadap kekuatan tarik dan impact pada baja AISI 1045”. Penelitian tersebut
menggunakan beberapa parameter, antara lain: putaran mesin dibuat konstan (4200
Rpm), waktu gesek (50 detik, 70 detik, 90 detik), tekanan gesek (6 MPa, 12 MPa
dan 18 MPa), dan tekanan upset (24 MPa, 34 MPa, 53 Mpa). Hasil yang diperoleh
dari penelitian tersebut menyebutkan semakin bertambahnya tekanan upset maka
kekuatan hasil las semakin bersar pula hal ini dibuktikan dari hasil las dimana
kekuatan sambungan terbesar pada tekanan upset 53 Mpa dan kekuatan terkecilnya
pada tekanan upset 24 Mpa.
Laksono dan Sugriyanto (2017) melakukan penelitian tentang “pengujian
sifat mekanik dan struktur mikro pada sambungan pengelasan gesek sama jenis
baja ST60, sama jenis AISI 201 dan beda jenis baja ST60 dengan AISI 201”. Dari
penelitian nya tersebut menunjukan hasil pengujian tarik maksimal pengesalan
sama jenis baja ST60 terjadi pada kecepatan putar sebesar 3350 rpm, waktu gesek
10 detik waktu tempa 2 detik, tekanan gesek 2,757 Mpa dan tekanan tempa 4,136
Mpa menghasil kan temperatur pengelasan sebesar 539,7 dengan kekuatan tarik

4
5

670,78 Mpa dan kekuatan luluh sebesar 417,99 Mpa atau 102,97% dari logam
induk baja ST60 sebesar 651,39 Mpa. (Laksono dan Sugriyanto 2017).
Sanyoto dkk (2012) dalam penelitiannya tentang “penerapan teknologi las
gesek (friction welding) dalam proses penyambungan dua buah pipa logam baja
karbon rendah” dengan parameter variasi waktu gesek 15, 20, 25, 30 dan 35 detik.
Parameter proses lain dianggap konstan, kecepatan putar mesin 4125 rpm, tekanan
gesek sebesar 1,47 MPa dan tekanan tempa sebesar 6,86 MPa. Pengujian yang
digunakan adalah pengujian metallografi dan uji kekerasan. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa semakin lama waktu gesek maka temperatur pengelasan yang
terjadi juga semakin tinggi yang mengakibatkan nilai upset semakin besar dan
spesimen pengelasan semakin pendek. Nilai kekerasan pada sambungan akan
semakin meningkat seiring dengan meningkatnya waktu gesek pengelasan. Nilai
kekerasan terendah didapatkan pada sambungan dengan waktu gesek selama 15.
Poedji Haryanto, Rifky Ismail, Jamari dan Sri Nugroho (2011) dari Politeknik
Negri semarang melakukan penelitian “Pengaruh gaya tekan kecepatan tekan dan waktu
kontak pada pengelasan gesek baja st60 terhadap kualitas sambungan las”, penentuan
kualitas las di lakukan dengan cara pegujian tarik, kekerasan dan foto mikro pada
sambungan las. Hasil yang di peroleh menunjukan bahwa kualitas pengelasan gesek
sangat baik, hal ini di buktikan dengan hasil pengujian kekuatan tarik dimana patahan
terjadi di luar sambungan las dan kekerasan pada sambungan las meningkat, dan terjadi
penikatan kekerasan pada daerah sambungan yang mencapai 65 HRB sedangkan
kekerasan dari material asli sekitar 52 HRB.
Nur Husodo, Budi Luwar sanyoto, Sri Bangun Satyawati, dan Mahirul Mursid
melakukan penelitian tentang “Penerapan teknologi las gesek (Friction welding) dalam
rangka penyambung dua buah logam baja karbon St41 pada produk back spring pin”
dengan variasi waktu gesek sebesar 35,45,55, dan 65 detik sedangkan parameter proses
las gesek adalah kecepatan putar nya 4215 rpm, tekanan gesek nya 127,27 kg/cm2 dan
tekanan tempanya sebesar 1018,18 kgf/ . Sampel uji di buat dari bahan baja karbon

st41 sampel uji yang di hasilkan diuji dengan uji metallografi dan uji sifat mekanik. Sifat
mekaniknya meliputi uji kekuatan tarik uji kekerasan pada daerah sambungan dan uji
kekuatan puntir analisa dilakukan dengan melihat adanya perubahan struktur mikro dan
perubahan sifat mekanik.
6

2.2 Dasar Teori


2.2.1 Pengelasan
Pada saat ini teknik las telah banyak digunakan dalam proses
penyambungan batang-batang pada konstruksi bangunan baja dan konstruksi
mesin. Banyaknya penggunaan teknologi teknologi las pada proses penyambungan
logam dikarenakan bangunan dan mesin yang dibuat dengan menggunakan teknik
ini menjadi lebih murah. Penggunaan proses las dalam konstruksi sangat banyak,
meliputi perkapalan, jembatan, rangka baja bejana tekan, perpipaan dan lain
sebagainya. Disamping itu proses las dapat digunakan untuk memperbaiki,
misalnya untuk menambal lapisan yang sudah aus.
Alat-alat las busur dipakai secara luas. Dalam penggunaannya ini dengan
memakai elektroda yang dibuat dari batang atau grafik. Karena panas yang timbul,
maka logam pengisi yang terbuat dari logam yang sama dengan logam induk mencair
dan mengisi tempat sambungan. pengembangkan cara pengelasan busur yang baru
dengan menggunakan busur listrik yang dihasilkan oleh dua batang karbon.

2.2.2 Definisi Pengelasan


Berdasarkan definisi dari American Welding Society (AWS), las adalah
ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan
dalam keadaan lumer atau cair. Dari definisi tersebut dapat dijabarkan lebih lanjut
bahwa las adalah sambungan setempat dari beberapa batang logam dengan
menggunakan energi panas. Las dalam bidang kontruksi sangat luas
penggunaannya meliputi konstruksi jembatan, perkapalan industri-industri saluran-
saluran pipa dll. Di samping untuk kontruksi, las dapat juga mengelas cacatnya
logam pada hasil pengecoran logam, mempertebal logam yang aus (WiryoSumarto
dan Okumura 2000). Berdasarkan dari definisi DIN (Deutche Indusrie Normen) las
adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang
dilaksanakan dalam keadaan yang lumer atau cair.
Pengertian pengelasan menurut Widharto (1996) las adalah salah satu
untuk menyambung benda padat dengan cara mencairkan nya melalui pemanasan.
Pengelasan menurut Herman Widi Laksono dan Sugriyanto (2014) pengelasan
merupakan penggabungan logam atau non logam dengan memanaskan bahan
7

hingga temperatur leleh dengan atau tanpa tekanan atau dengan tekanan sendiri
dengan atau tanpa menggunakan logam pengisi.
Berdasarkan penjelasan Wiryosumarto & okumura(2000) pengelasan
sangat banyak digunakan didalam industri manufaktur, penyambungan dengan
cara pengelasan akan menghasilkan sambungan yang kuat dan bagus, contoh
penerapan pengelasan adalah pada bidang-bidang pembangunan jembatan, saluran
pipa,mesin-mesin kontruksi dan kendaraan.
Menurut Amin (2017) pengelasan adalah proses penyambungan setempat
antara dua bagian logam dengan cara memanaskannya hingga mencapai titik leleh
dari logam tersebut dengan memanfaatkan energi panas yang berasal dari nyala
busur ataupun gesekan, pengelasan merupakan suatu proses penting dalam dunia
industri, karena memegang peranan utama dalam rekayasa dan reprasi produksi
logam. Secara sederhana dapat di artikan bahwa pengelasan merupakan proses
penyambungan dua buah logam baik menggunakan bahan tambahan atau pun
tidak, dengan cara menggunakan energi panas sebagai pencair bahan yang di las.
Pada waktu ini telah digunakan lebih dari 40 jenis pengelasan termasuk
pengelasan yang dilakukan adalah pengelasan friction welding, dengan hanya
menekan dua logam yang disambung sehingga terjadi ikatan antara atom-atom
atau molekul-molekul dari logam yang disambungkan.Pengelasan mempunyai
banyak keuntungan antara lain : praktis, hasilnya dapat diandalkan, effisien, dan
ekonomis. Shielded Metal Arc Welding (SMAW) atau Las elektroda terbungkus
merupakan proses pengelasan yang paling banyak digunakan.
Dalam proses pengelasan, bagian yang dilas menerima panas pengelasan
setempat. Hal yang perlu diperhatikan pada hasil pengelasan adalah tegangan sisa,
karena pada pengelasan terjadi tegangan termal akibat perbedaan suhu antara
logam induk dan daerah las. Tegangan sisa pada hasil pengelasan terjadi karena
selama siklus termal las berlangsung di sekitar sambungan las dengan logam induk
yang suhunya relatif berubah sehingga distribusi suhu tidak merata . Proses
perlakuan panas dalam dunia industri merupakan proses yang cukup berpengaruh
dalam menentukan sifat fisis dan mekanis suatu bahan logam. Melalui perlakuan
panas sifat-sifat yang kurang menguntungkan pada logam dapat diperbaiki. Tujuan
pengerjaan panas (Heat Treatment) adalah untuk memberi sifat yang diinginkan.
8

2.2.3 Klasifikasi Pengelasan


Ditinjau dari sumber panasnya, pengelasan dapat dibedakan menjadi :
a. Mekanik
b. Listrik
c. Kimia
Sedangkan menurut cara pengelasan dapat dibedakan menjadi dua
bagian besar yaitu:
1. Pengelasan tekan (pressure welding)
2. Pengelasan cair (Fusion welding)
Pada saat ini belum ada kesempatan mengenai cara-cara pengklasifikasian
dalam bidang las. Hal ini disebabkan belum adanya kesepakatan dalam hal
tersebut. Secara konvensional pengklasifikasian tersebut dapat dibedakan menjadi
dua golongan, yaitu klasifikasi berdasar cara kerja dan klasifikasi berdasar energi
yang digunakan. Diantara kedua klasifikasi tersebut, klasifikasi berdasarkan cara
kerja yang paling banyak digunakan.
Berdasarkan pengklasifikasian cara kerja, proses pengelasan dibagi
menjadi tiga kelas utama yaitu:
1. Pengelasan Cair
Pengelasan mencair adalah pengelasan yang dilakukan dengan cara
mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi dengan sumber panas
dari busur listrik atau sumber api dari gas yang dibakar. Contoh pengelasan
cair: SMAW,GTAW,GMAW, dll.
2. Pengelasan Tekan
Pengelasan tekan adalah pengelasan yang di lakukan dengan cara
memanaskan sambungan dan kemudian diberikan penekanan hingga
sambungan terbentuk. Contoh pengelasan tekan: las ledakan,las resistansi
listrik, las tempa, dll.
3. Pematrian
Pematrian adalah penyambungan dengan cara mencairkan logam pengisi(titik
lebur logam pengisi di bawah titik lebuh logam induk) sehingga terbentuk
sambungan logam. Contoh pematrian: pembrasingan dan penyolderan.
9

Perincian lebih lanjut dari klasifikasi ini dapat dilihat dalam gambar 2.1 di
bawah ini.

Gambar 2.1 Klasifikasi cara pengelasan


(Sumber : http://klasifikasi_las_teknikmesin. com)

2.2.4 Las Gesek (friction welding)


Pengelasan gesek(friction welding) adalah proses pengelasan yang
dilakukan dalam kondisi padat (solid state) dengan memanfaatkan panas yang di
hasilkan dari gesekan logam yang akan di sambung. Pada pengelasan gesek, logam
yang akan disambung tidak mencapai titik leburnya dan tidak memerlukan logam
pengisi (setyawan dkk, 2014). Pada pengelasan Friction welding terdapat variable-
variable yang dapat di kendalikan, variable tersebut meliputi: Gaya tekan (Friction
preassure) (kg) , Waktu Tekan (Friction Time) (detik), Kecepatan Putar Mesin
(rotatiton speed) (rpm). Keberhasilan pengelasan friction welding di pengaruhi
oleh variable tersebut dan beberapa variable lain nya seperti kondisi permukaan
material, material yang di gunakan, dan material yang di gunakan harus
menimbulkan gesekan. pengelasan gesek dapat di klasifikasikan menjadi tiga
yaitu: Friction stir welding (FSW), Linier Friction Welding (LFW) dan Continuous
Drive Friction Welding(CDFW).
10

2.2.4.1 Friction Stir Welding (FSW)


Friction Stir Welding merupakan metode pengelasan gesek yang
memanfaatkan gerakan tool yang berputar dan di gesekan, diantara dua benda kerja
yang akan di sambung. Panas yang di hasilkan gesekan antara tool dan benda kerja
akan mengahasilkan sambungan las. Proses penyambungan ini terjadi di bawah titik
lebur benda kerja, metode ini biasanya di gunakan di industri aerospace.

Gambar 2.2. Proses Friction Stir Welding


Sumber: http://www.ewi.org

2.2.4.2 Linier Friction Welding (LFW)


Linier Friction Welding adalah proses salah satu metode penyambungan
solid state. Dalam proses pengelasan linier salah satu logam yang akan di sambung
di pasang dalam posisi diam dam logam lain nya di gesekan secara linier pada
logam yang diam. Penekanan diberikan pada saat gesekan terjadi sehingga
menghasilkan flash dan kedua logam akan terhubung.

.
Gambar 2.3. Proses Linier Friction welding (LFW)
(sumber: job knowledge TWI)
11

2.2.4.3 Continuous Drive Friction Welding (CDFW)


Continuous drive friction welding (CDFW) merupakan pengelasan yang
terjadi karena panas yang dihasilkan dari gesekan kedua ujung permukaan benda
kerja. Gesekan yang terjadi disebabkan karena adanya panas yang timbul dari
kedua ujung permukaan benda kerja dan pemberian beban antara material yang
berputar dan material yang diam atau keduanya berputar berlawanan arah
(Prasetyono dkk, 2012). Pada proses penyambungannya CDFW mempunyai
beberapa parameter penting yang perlu diperhatikan. Beberapa parameter penting
pada proses penyambungan CDFW meliputi waktu gesek, kecepatan putar,
tekanan gesek, waktu upset, dan tekanan upset, untuk mendapatkan sambungan
yang baik maka material yang akan di sambung harus memiliki sifat mampu tempa
dan mampu menimbulkan gesekan pada interface (Tiwan 2005).

Gambar 2.4. Proses Continuous Drive Friction Welding(CDFW)


Sumber: http://www.researchgate.net

2.2.5 Kelebihan dan Kekurangan Pengelasan Gesek


Pengelasan gesek memiliki kekurangan dan kelebihan. Kelebihan
pengelasan gesek adalah sebagai berikut:
1. Pada proses penyambungan pengelasan gesek tidak di perlukan logam
pengisi
2. Proses pengelasan membutuhkan waktu singkat.
3. Proses penyambungan pengelasan gesek dapat di gunakan pada dua logam
yang sama ataupun yang berbeda.
4. pengelasan gesek pengontrolan yang dilakukan sedikit, tidak seperti pada
pengelasan busur listrik.
5. Tidak menimbulkan banyak asap
6. Pengelasan mudah dilakukan dan otomatis.
7. Hemat biaya.
12

8. Benda yang di sambung harus simetris.


Selain itu pengelasan gesek juga memiliki beberapa kekurangan.
Kekurangan pengelasan gesek adalah sebagai berikut:
1. Material yang akan dilas harus memiliki sifat mampu tempa.
2. Friction Welding kurang maksimal dalam penyambungan benda kerja
dengan bentuk persegi atau kotak.
3. Biaya yang mahal untuk investasi mesin.

2.2.6 Aplikasi Friction Welding


Pengunaan teknologi friction welding banyak di gunakan untuk penyambungan
material sejenis atau berbeda jenisnya mengingat efisiensinya pengelasan tersebut baik
dari segi ekonomi maupun waktu pengelasan. Pengelasan jenis ini banyak di gunakan
untuk penyambungan material dengan bentuk tertentu namun umumnya berbentuk
slinder dimna las lain tidak dapat melakukan penyambungan secara menyeluruh, berikut
merupakan contoh aplikasi dari penyambungan friction welding:

A B

C c

Gambar 2.5. Aplikasi friction welding A. Engine valve B. Cluster Gear C. Piston
Rods D. Back Spring Pin
Sumber: http://www.mtiwelding.com
13

2.2.7 Baja
2.2.7.1 Struktur Baja
Baja adalah seluruh macam besi yang dengan tidak dikerjakan terlebih
dahulu lagi, sudah dapat di tempa. Baja adalah bahan yang serba kesamaannya
(homogenitasnya) tinggi, terdiri terutama dari Fe dalam bentuk kristal dan C.
Pembuatannya di lakukan sebagai pembersihan dalam temperature yang tinggi dari
besi mentah yang di dapat dari proses dapur tinggi. Sifat-sifat utama baja :
a. Keteguhan (solidity) artinya mempunyai ketahanan terhadap tarikan,
tekanan atau lentur
b. Elastisitas (elasticity) artinya kemampuan atau kesanggupan untuk dalam
batas- batas pembebanan tertentu, sesudahnya pembebanan ditiadakan
kembali kepeda bentuk semula.
c. Kekenyalan/ keliatan (tenacity) artinya kemampuan atau kesanggupan
untuk dapat menerima perubahan bentuk yang besar tanpa menderita
kerugian- kerugian berupa cacat atau kerusakan yang terlihat dari luar dan
dalam untuk jangka waktu pendek.
d. Kemungkinan ditempa (malleability) sifat dalam keadaan merah pijar
menjadi lembek dan plastis sehingga dapat di rubah bentuknya.
e. Kemungkinan di las (weaklability) artinya sifat dalam keadaan panasdapat
digabungkan satu sama lain dengan memakai atau tidak memakai bahan
tambahan, tanpa merugikan sifat-sifat keteguhannya.
f. Kekerasan (hardness) kekuatan melawan terhadap masuknya benda lain.

2.2.7.2 Klasifikasi Baja


1. Menurut kekuatannya terdapat beberapa jenis baja, diantaranya: ST 37, ST
42, ST 50, ST60 dst. Standart DIN (Jerman) ST X X kekuatan dalam
kg/mm2 steel (baja). Baja yang digunakan dalam penelitian ini yaitu baja
ST 60: baja dengan kekuatan 60 kg/mm2.
2. Menurut komposisinya:
a. Baja karbon rendah (low carbon steel): C ≤ 0,25 %
b. Baja karbon menengah (medium carbon steel): C=0,25%-0,55%
c. Baja karbon tinggi (high carbon steel): C>0,55%
14

d. Baja paduan rendah (low alloysteell): unsur paduan < 10 %


e. Baja paduan tinggi (high alloy steel): unsur paduan >10%
Dan pada penelitian ini jenis baja yang digunakan adalah
baja karbon menengah (medium carbon steel) : C=0,25%-0,55%.
3. Menurut cara pembuatannya:
a. Baja Bessemer
b. Baja siemen- martin
c. Baja listrik
d. Dan lain-lain
4. Menurut penggunaannya:
a. Baja konstruksi
b. Baja mesin
c. Baja pegas
d. Baja ketel
e. Baja perkakas

2.2.7.3 Jenis – jenis Baja


Baja secara umum dapat dikelompokkan atas 2 jenis yaitu : Baja karbon
(Carbon steel) dan Baja paduan (Alloy steel)
1) Baja Karbon (carbon steel) Baja karbon dapat terdiri atas :
a. Baja karbon rendah (low carbon steel) Machine, machinery dan mild steel
(0,05 % – 0,30% C) Sifatnya mudah ditempa dan mudah di mesin.
Penggunaannya:
1. 0,05 % – 0,20 % C: automobile bodies, buildings, pipes, chains,
rivets, screws, nails.
2. 0,20 % – 0,30 % C: gears, shafts, bolts, forgings, bridges, buildings
(Amanto dan Wibowo 2006)
b. Baja karbon menengah (medium carbon steel )
1. Kekuatan lebih tinggi daripada baja karbon rendah.
2. Sifatnya sulit untuk dibengkokkan, dilas, dipotong. Penggunaan:
15

a. 0,30 % – 0,40 % C : connecting rods, crank pins, axles.


b. 0,40 % – 0,50 % C: car axles, crankshafts, rails, boilers, auger
bits, screwdrivers.
c. 0,50 % – 0,60 % C: hammers dan sledges (Amanto dan
Wibowo, 2006)
c. Baja karbon tinggi (high carbon steel) Sifatnya sulit dibengkokkan, dilas
dan dipotong. Kandungan 0,60 % – 1,50 % C.
d. Baja paduan rendah (low alloy steel) tergolong jenis baja karbon yang
memiliki tambahan unsur paduannya mencapai 2,07%-2,5%. Baja paduan
rendah memiliki baja yang sedikit mengandung unsur paduan dibawah
10%
e. Baja paduan tinggi tergolong jenis baja karbon yang memiliki tambahan
unsur paduannya mencapai >10%. baja paduan tinggi memiliki beragam
jenis diantaranya baja tahan karat, baja mangan, baja baja perkakas
1. Baja tahan karat (stainless steel) memiliki unsur paduan utama
Fe dan Cr, struktur mikro terdiri fasa ferit,bersifat non heat treable
(tak mampu di panaskan)
2. Baja perkakas (tools steel) di gunakan dalam proses
permesinan, baja ini digunakan stelah dilakukan perlakuan panas/
heat treatment
3. Baja mangan (manganeese steel/hadfield steel) memiliki Sifat
mekanik yang tinggi kekerasannya dan jika di deformasi akan
semakin keras, karena stuktur austenit nya menjadi
martensitkandungan mangan lebih besar 13% dan karbon lebih 1%.

2.2.7.4 Baja ST60


Baja ST60 merupakan golongan baja karbon menengah yang mempunyai
kandungan karbon 0,4644 %, berikut kandungan st60.
16

Tabel 2.1. kandungan baja ST60


C Si Mn S P CU
0,4644% 0,2401% 0,6973% 0,0117% 0,0204% 0,0195%
(Sumber : Hasil Uji di PT Itokoh Ceperindo Klaten)

2.2.8 Pengertian dan Prinsip Uji Bending


2.2.8.1 Pengertian Uji Bending
Bending merupakan pengerjaan dengan cara memberi tekanan pada bagian
tertentu sehingga terjadi deformasi plastis pada bagian yang diberi tekanan.
Sedangkan proses bending merupakan. Proses penekukan atau pembengkokan
menggunakan alat bending manual maupun mengunakan mesin bending. Adapun
macam-macam dari proses bending yaitu:
1. Bending Ram
Biasa nya di gunakan untuk membuat lengkungan besar untuk logam
yang mudah bengkok. Dalam metode ini, plat atau pipa di tekan pada 2 poin
eksternal dan ram mendorong pada besi pada poros tengah untuk menekuknya
cara ini cenderung membentuk menjadi bentuk oval baik di bagian dalam dan
luar lengkungan.
2. Bending Rotary Draw
Digunakan untuk membengkokan besi sebagai pegangan tangan yang
lebih keras bending rotary draw imbang menggunakan 2 cetakan, cetakan
bending stasioner dan cetakan bending dengan diameter tetap untuk
membentuk lengkungan. Cara ini di gunakan apabila plat atau pipa yang akan
di bending perlu memiliki hasil akhir yang baik dengan diameter konstan di
seluruh panjang.
3. Bending Mandrel
Selain cetakan yang di gunakan dalam rotary bending yaknik dengan
cara menggunakan support fleksibel yang di ikuti bengkok dengan logam
untuk memastikan interior logam tidak cacat
Bending Induksi Panas
Proses ini mengunakan panas dari kumparan listrik untuk memanaskan
area yang akan di bengkokakn dan kemudian logam di bengkokan dengan
cetakan mirip dengan yang di gunakan Rotary Draw. Logam segera
17

didinginkan dengan air setelah pembengkokan. Cara ini menghasilkan


lengkungan yang lebih akurat daripada Rotary Draw.
4. Bending Roll
Digunakan ketikan diperlukan lengkungan yang besar pada logam
banyak di gunakan untuk pekerjaan konstruksi bending roll mengunakan 3
roler yang di susun membentuk segi tiga pada satu poros untuk mendorong
dan membengkokan logam
5. Bending Panas
Sistem ini banyak di gunakan dalam proses perbaikan yaitu dengan cara
logam dipanas kan di daerah penekukan sehingga menjadi lebih lunak

2.2.8.2 Definisi Alat Uji Bending


Alat uji uji bending adalah alat yang digunakan untuk melakukan pengujian
kekuatan lengkung (bending) pada suatu bahan atau material. Pada umumnya alat
uji bending memiliki beberapa bagian utama, seperti: rangka, alat tekan, point
bending dan alat ukur. Rangka berfungsi sebagai penahan gaya balik yang terjadi
pada saat melakukan uji bending. Rangka harus memiliki kekuatan lebih besar dari
kekuatan alat tekan, agar tidak terjadi kerusakan pada rangka pada saat melakukan
pengujian. Alat tekan berfungsi sebagai alat yang memberikan gaya tekan pada
benda uji pada saat melakukan pengujian. Alat penekan harus memiliki kekuatan
lebih besar dari benda yang di uji (ditekan). Point bending berfungsi sebagai
tumpuan benda uji dan juga sebagai penerus gaya tekan yang dikeluarkan oleh alat
tekan. Panjang pendek tumpuan point bending berpengaruh terhadap hasil
pengujian. Alat ukur adalah suatu alat yang yang menunjukan besarnya kekuatan
tekan yang terjadi pada benda uji.
Uji bending adalah suatu proses pengujian material dengan cara di tekan
untuk mendapatkan hasil berupa data tentang kekuatan lengkung (bending) suatu
material yang di uji. Proses pengujian bending memiliki 2 macam pengujian, yaitu
3 point bending dan 4 point bending. Untuk melakukan uji bending ada factor dan
aspek yang harus di pertimbang kan dan di mengerti yaitu:
18

1. Tekanan (p)
Tekanan adalah perbandingan antara gaya yang terjadi dengan
luasan benda yang dikenai gaya. Besarnya tekanan yang terjadi di
pengaruhi oleh dimensi benda yang di uji. Dimensi mempengaruhi tekanan
yang terjadi karena semakin besar dimensi benda uji yang di gunakan maka
semakin besar pula gaya yang terjadi. Selain itu alat penekanan juga
mempengaruhi besarnya tekanan yang terjadi. Alat penekanan yang
digunakan menggunakan sytem hidrolik. Hal lain yang mempengaruhi
besar tekanan adalah luas penampang dari torak yang digunakan. Maka
daya pompa harus lebih besar dari gaya yang di butuhkan. Dan motor harus
bisa melebihi daya pomoa, perhitungan tekanan (Sularso & Tahara, 1983)

p=

P= Tekanan (Kgf/
F = Gaya atau beban (kgf)
A= luas penampang (
2. Point Bending
point bending adalah suatu sistem atau cara dalam melakukan
pengujian lengkung (bending). Point bending ini memiliki 2 tipe yaitu:
three point bending dan four point bending.
Perbedaan dari kedua cara pengujian ini hanya teerletak dari bentuk
dan jumlah point yang di gunakan, three point bending menggunakan 2
point pada bagian badah yang berfungsi, sebagai tumpuan dan 1 point pada
bagian atas yang berfungsi sebagai penekan sedangkan four point bending
menggunakan 2 point pada bagian bawah yang berfungsi sebagai tumpuan
dan 2 point penekan pada bagian atas yang berfungi sebagai penekan.
Selain itu juga terdapat beberapa kekuatan dan kelebihan dari pengujian
three dan four point.
19

Tabel 2.2. Kelebihan dan keurangan Metode Uji Three point Bending dan
Four Point Bending (Khamid 2011)

Three Point Bending Four Point Bending


Kelebihan
-Kemudahan persiapan spesimen -penggunaan rumus perhitungan lebih
dan pengujian mudah
-pembuatan point lebih mudah -lebih akurat hasil pengujiannya
Kekurangan
-Kesulitan menentukan titik tengah -Pembuatan Point lebih rumit
persis, karena jika posisi tidak di -2 point atas harus bersamaan
tengah persis maka object yang menekan benda uji. Jika salah satu
ingin di teliti melenceng. point lebih dulu menekan benda uji
- Kemungkinan terjadi pergeseran, maka terjadi three point bending,
sehingga benda yang diuji sehingga rumus yang digunakan
pecah/patah tidak tepat di tengah berbeda.

Berikut adalah gamabar dari three point bending dan four point bending:
a. Three point bending

Gambar 2.6. Three Point Bending


Sumber:http://www.substech.com
20

b. Four point bending

Gambar 2.7. Four Point Bending


Sumber:http://www.substech.com

2.3 Faktor yang harus di perhatikan dalam pengujian bending


2.3.1 Titik pembebanan
Titik pembebanan pada pengujian bending dapat memepengaruhi data yang
di peroleh. Dalam penfujian bending, nilai momen yang di gunakan adalah nilai
momen maksimum yang terjadi pada spesiment. Momen maksimum terjadi pada
jarak tertentu pada spesimen oleh karena itu titik yang menjadi sasaran pembeban
haruslah titik dimana terjadi nya momen maksimum pada spesimen agar momen
yang di dapat adalah momen maksimum ( fathurohman fatha 2014)

2.3.2 Jarak tumpuan


Jarak tumpuan yang digunakan haruslah sesuai dengann standar, tidak
terlalu jauh dan tidak terlalu dekat. Jarak tumpuan yang terlalu dekat dapat
menyebabkan defleksi yang dapat terjadi terbatas karena bagian bawah spesimen
telah lebih dulu menabrak bagian mesin jarak tumpuan yang terlalu jauh dapat
memakan waktu yang lama. Pada pengujian bending ini di lakukan dengan 3 titik
yang di bagi menjadi 2 titik tumpu dan 1 pembebanan yang berada tengah tepat di
atas hasil lasan pada bahan uji, pengujian bending yang dilakukan menggunakan
ASTM A 370 dengan memperhatikan aturan jarak pemberian titik tumpu,
21

2.3.3 Deformasi plastis


Deformasi plastis adalah perubahan bentuk suatu material secara permanen.
Mesikipun beban di berikan di hilangkan, material tersebut tidak dapat Kembali
kebentuk semula.

2.3.4 Tegangan Bending.


Bending stress adalah tegangan yang diakibatkan karena adanya gaya yang
menumpu pada titik tengah suatu beban sehingga, mengakibatkan benda tersebut
seakan-akan melengkung, pengukuran kekuatan bending stress yang terjadi pada
spesimen dilakukan melalui persamaan berikut.

σb =

Dimana:
σb = Tegangan Bending (kg
Mb = momen lentur pada penampang melintang yang di tinjau
(kg/mm)
Z = Modulus penampang(mm)
Z=

Dimana:
Z = Modulus Penampang (
R = Beban pada penampang (mm)
I = Moment Inersia penampang
Momen inersia pada penampang persegi panjang mempunyai rumus :

I = moment inersia penampang (


b = lebar specimen (m)
h = tebal spesimen (m)
Sedang kan moment inersia pada penampang berbentuk slinder/ lingkaran
mempunyai rumus;

I = moment inersia penampang (


r = jari-jari lingkaang (m)
= konstanta yang mempunyai nilai 3,14

Anda mungkin juga menyukai