Anda di halaman 1dari 45

TUGAS AKHIR I

STUDI PENGARUH HEAT INPUT TERHADAP


KEKUATAN LENGKUNG DAN KETANGGUHAN IMPAK
SAMBUNGAN LAS MIG PADA BAJA KARBON

Disusun Oleh :

RISKIYADIN MASRUDIN

(210018054)

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN S-1


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL YOGYAKARTA
2022

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di era modern ilmu pengetahuan, teknologi dan di bidang industri telah


mengalami kemajuan yang sangat pesat salah satunya adalah di bidang
pengelasan. Proses pengelasan sangat berperan penting dalam teknologi
penyambungan logam dimana banyak dilakukan dalam bidang konstruksi sangat
luas, meliputi perkapalan, jembatan, rangka baja, bejana tekan, perpipaan, kereta
api, dan lain sebagainya. Untuk itu dalam pengerjaan pembuatan sambungan
dengan menggunakan las secara teknis dibutuhkan keterampilan dan pengetahuan
yang mumpuni sehingga dapat memperoleh hasil las yang sangat baik.

Pengelasan (welding) adalah teknik penyambungan logam dengan cara


mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi dengan atau tanpa logam
penambah dan menghasilkan logam kontinyu. (Siswanto, 2011) Untuk
mendapatkan hasil pengelasan yang maksimal tentu membutuhkan pengetahuan
terkait material dan pengetahuan tentang pengelasan.

Baja karbon sangat banyak jenisnya mulai dari baja karbon rendah hingga
yang tertinggi. Pengaruh uatama dari kandungan karbon dalam baja adalah pada
kekuatan, kekerasan, dan sifat yang mudah dibentuk. Sendangkan menurut
(Wiryosumarto, 2000) baja karbon adalah paduan antara besi dan karbon dengan
sedikit Si, Mn, P, S, dan Cu. Sifat baja karbon sangat tergantung pada kadar
karbonya. Baja karbon adalah baja dengan kadar karbon dibawah 0,30%, baja
karbon sedang mengandung 0,30% sampai 0,45% karbon, dan baja karbon tinggi
berisi karbon antara 0,45% sampai 1,70%.

Adapun prinsip kerja las MIG (Metal Inert Gas) adalah cara pengelasan
dimana gas dihembuskan ke daerah las untuk melindungi busur dan logam yang
mencair terhadap atmosfir. Gas yang digunakan adalah gas helium (He), gas
Argon (Ar), atau campuran dari gas-gas tersebut. (Wiryosumarto, 2000)

2
Masukan panas (heat input) dalam proses pengelasan sangat mempengaruhi
baik dan tidaknya hasil dari pengelasan. Pengaturan heat input dapat dilakukan
dengan mengatur kuat arus listrik (Ampere) atau mengatur kecepatan dari
pengelasan, karena pengaturan yang tidak sesuai akan menyebabkan berbagai
pengaruh terhadap hasil pengelasan berupa struktur mikro, kekuatan lengkung dan
ketangguhan impak.

Oleh karena itu, dilakukan penelitian yang membahas mengenai pengaruh


heat input terhadap kekuatan lengkung dan ketangguhan impak sambungan las
MIG pada baja karbon. Untuk mengetahui hasil pengelasan maka perlu dilakukan
pengujian yaitu, uji komposisi bahan, struktur mikro, uji kekuatan lengkung, dan
ketangguhan impak.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah penelitian ini akan berfokus pada studi pengaruh heat
input terhadap pengujian komposisi, struktur mikro, uji kekuatan lengkung, dan
ketangguhan impak pada baja karbon yang dilas menggunakan las MIG (Metal
Inert Gas).

1.3 Batasan Masalah


Berdasarkan rumusan masalah diatas, banyak faktor yang mempengaruhi
pengaruh heat input pada pengelasan baja karbon terhadap pengujian kekuatan
lengkung dan ketangguhan impak. Maka Batasan masalah pada penelitian
pengaruh heat input terhadap kekuatan lengkung dan ketangguhan impak adalah
diatantaranya:
1. Bahan yang digunakan adalah pipa baja karbon dengan ukuran, tebal = 10
mm × panjang = 1000 mm × diameter = 254 mm.
2. Pengelasan menggunakan las MIG
3. Gas pelindung menggunakan gas Helium dan Argon
4. Heat input dengan menggunakan arus
a. 140 A
b. 160 A

3
c. 180 A
5. Pengujian yang dilakukan:
a. Uji komposisi
b. Uji struktur mikro
c. Uji kekuatan lengkung
d. Uji ketangguhan impak

1.4 Tujuan Penelitian


Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh heat input terhadap
kekuatan lengkung dan ketangguhan impak sambungan las MIG pada baja karbon
rendah.

1.5 Manfaat Penelitian


Setelah mengetahui pengaruh heat input pada kekuatan lengkung dan
ketangguhan impak, diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:
1. Dapat dijadikan bahan acuan untuk menerapkan pengelasan MIG pada
baja karbon dibidang konstruksi untuk mendapatkan hasil yang baik.
2. Sebagai informasi penting bagi juru las untuk meningkatkan hasil
pengelasan dan meningkatkan pengetahuan terkait proses pengelasan.
3. Sebagai literatur pada penelitian terkait perkembangan teknologi
khususnya dibidang pengelasan.

4
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka


Untuk melakukan sebuah penelitian diperlukan dukungan beberapa hasil
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dan berkaitan dengan tema ataupun
judul penelitian tersebut. Penelitian – penelitian yang dijadikan acuan dalam
penelitian ini diantaranya:

Penelitian yang dilakukan oleh Khairul Umam. Pada tahun 2022 menjelaskan
bahwa penelitian menggunakan strip plat baja karbon sendang berukuran 300 mm
x 100 mm x 6 mm yang diberi kampuh “V” dengan sudut 45° dan dilas pada
sambungan butt joint menggunakan pengelasan shield metal arc welding (SMAW)
menggunakan 2 layer dengan diameter elektroda 2,6 mm dengan arus 50 A pada
layer pertama dan 3,2 mm dengan variasi arus 100 A, dan 120 A pada layer
kedua.Peningkatan jumlah struktur acicular ferrite akan meningkatkan
ketangguhan dan keuletan logam las las, sendangkan jumlah struktur
widsmanstatten ferrite dapat menyebabkan penurunan keuletan dan ketangguhan
logam las.Dari hasil pengujian impak menunjukan bahwa nilai impak tertinggi
ada pada spesimen weld metal pada heat input 928,57 joule/mm, arus 100 A
dengan nilai impak sebesar 0,951 joule/mm² sendangkan nilai impak terendah ada
pada 1.005,15 joule/mm arus 120 A dengan nilai impak sebesar 0,275 joule/mm.
untuk hasil pengujian bending menunjukan bahwa nilai kekuatan lengkung
tertinggi ada pada spesimen weld metal pada heat input 966,21 joule/mm arus 110
A dengan nilai kekuatan bending sebesar 558,6 MPa. (Khairul umam, 2022)

Penelitian yang dilakukan oleh Lukman. pada tahun 2020 menjelaskan bahwa
pengujian struktur mikro weld metal pada setiap spesimen las struktur acicular
ferrit terdapat pada heat input yang paling besar nilainya yaitu heat input dengan
niali 505,97 J/mm, sehingga nilai ketangguhan serta kekuatan impaknya menjadi
lebih baik bila dibandingakn dengan spesimen dengan heat input 475,79 J/mm
yaitu sebesar dan heat input 435,55 J/mm yang strukturnya didominasi

5
windsmanssten ferrit, dari hasil perhitungan nilai ketangguhan dan kekuatan
impak 3.615 J/mm, nilai heat input 435,55 J/mm adalah 120,984 Joule dan
kekuatan impak 3.360 J/mm, nilai heat input 475,79 J/mm adalah 101,971 Joule
dan kekuatan impak 2.832 J/mm dan raw material adalah 39,513 Joule dan
kekuatan impak 1.097 J/mm, menunjukan bahwa spesimen dengan nilai heat
input 505,97 J/mm memiliki ketangguhan impak paling tinggi sendangkan
pengujian three point bending dengan spesimen pengelasan dengan nilai heat
input 575,79 J/mm memiliki kekuatan bending terbesar yaitu 1,551 MPa. Hal ini
mengindikasikan bahwa pada spesimen dengan nilai heat input 475,79 J/mm
memiliki kekuatan bending yang lebih baik dibandingkan spesimen yang
melakukan pengelasan dengan nilai heat input 435,55 J/mm, dan 505,97 J/mm,
dan raw material. Spesiment yang memiliki nilai uji bending yang paling rendah
bila dirata-ratakan adalah spesimen raw material yaitu sebesar 1,423 MPa.
(Lukman, 2020)

Penelitian yang dilakukan oleh Bajar Sulistiyo, dkk. Pada tahun menjelaskan
bahwa untuk mengetahui pengaruh arus pengelasan terhadap struktur makro,
mikro dan sifat mekanik pada baja karbon rendah ASTM A36. Bahan diberi
perlakuan pengelasan dengan variasi 90 A, 110 A, dan 130 A dengan
menggunakan las GMAW. Spesimen dilakukan pengujian foto makro, mikro,
kekerasan, dan uji tarik. Dan dari hasil pengujian makro dan mikro menunjukan
bahwa arus 90 A, arus 110 A, dan 130 A sangat berpengaruh pada perubahan
struktur makro dan mikro material uji. Arus pengelasan juga berpengaruh
terhadap hasil pengelasan. Semakin besar arus pengelasan, kekerasan daerah las
semakin tinggi. Kekerasan tertinggi dihasilkan pada daerah las dengan besar arus
130 A, yaitu 82,7 HRB. Tegangan maksimum pengelasan tertinggi adalah 354,18
MPa pada arus 90 A. begitu pula dari nilai tegangan luluh pengelasan tertinggi
adalah 298,44 MPa pada arus 110 A, nilai tegangan luluh pengelasan terendah
adalah 252,83 MPa pada arus 130 A. (Sulistiyo & Purwanto, 2021)

Penelitian yang dilakukan oleh budi Priyono, dkk. Pada tahuan 2021
menjelaskan bahwa pengaruh dari variasi kuat arus pengelasan Metal Inert Gas

6
(MIG) terhadap ketangguhan material sambungan las baja ST 37 menggunakan
kawat las ER 70S 6 (AWS A5.18) berdiameter 1,2 mm, dengan tebal plat 10 mm
dengan pengujian impact charpy ASTM E 23. Metode penelitian yang digunakan
adalah penelitian eksperimen, menggunakan las MIG dengan kuat arus pengelasan
120 A, 140 A, dan 160 A. Hasil yang didapat dari pengujian impact charpy nilai
impak tertinggi yaitu pada spesimen dengan pengelasan kuat arus 140 A memiliki
nilai impak rata-rata yaitu sebesar 2,20 Joule/mm². Sendangkan nilai impak
terendah yaitu pada spesimen pengelasan kuat arus 160 A memiliki nilai impak
dengan rata-rata yaitu sebesar 1,99 Joule/mm². Berdasarkan data dari pengujian
impact charpy hasil sambungan las MIG dengan variasi arus pengelasan dapat
diambil kesimpulan bahwa dari hasil yang didapatkan terjadi perbedaan
ketangguahan material dalam menyerap energi dari beban kejut yang
mengenainya begitu juga dengan harga impak pada setiap spesimen terhadap
terhadap variasi arus yang diberikan. Perbedaan ini terjadi karena pengaruh panas
yang terjadi pada material semakin meningkat sesuai dengan kuat arus yang
diterima oleh material hasil las MIG sehingga hal ini berpengaruh pada struktur
material yang dilas sehingga membuat ketangguhan dan harga impak dari masing
– masing spesimen yang didapat menunjukan hasil yang berbeda. (Priyono,
Nurdin, 2021)

Penelitian yang dilakukan oleh Kresno Setya Wardana, dkk. Pada tahun 2021
menjelaskan bahwa untuk mendapatkan hasil yang baik pada proses pengelasan
maka banyak dilakukan penelitian tentang apa saja yang mempengaruhi hasi las.
Penulis melakukan penelitian ini dengan tujuan mengetahui kekuatan bending dan
struktur mikro hasil pengelasan MIG pada material baja SS-540 dengan
menggunakan variasi jenis kampuh (kampuh V dan U) dan posisi pengelasan (1G
dan 2G). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen dengan
teknik analisis data menggunakan uji komparatif tidak berkorelasi yaitu sala satu
cara statistika untuk membuktikan apakah hipotesis dari penulis bisa diterima atau
tidak. Hal ini untuk mengetahui perbandingan yang signifikan antara perbedaan
jenis kampuh V dan U serta posisi pengelasan 1G dan 2G. dengan adanya
penelitian inidiharapkan mendapat nilai kekuatan bending terbaik dari jenis variasi

7
kampuh V dan U serta posisi pengelasan 1G dan 2G, dan perubahan yang terjadi
pada perubahan struktur mikro baja SS-540. Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan variasi bentuk kampuh dan posisi pengelasan berpengaruh terhadap
kekuatan bending. Dimana kekuatan bending terbesar dihasilkan dari variasi
kampuh U posisi 1G dengnan hasil kekuatan sebesar 311,13 MPa. Sendangkan
hasil uji bending terendah dihasilkan dari variasi kampuh V posisi 2G dengan
hasil kekuatan sebesar 240,75 MPa. (Setya Wardhana, 2021)

Penelitian yang dilakukan oleh Rofi Amzamsyah, dkk. Tahun 2021


menjelaskan bahwa untuk mengetahui sifat mekanik yang dihasilkan pada hasil
pengelasan SMAW dengan variasi bentuk kampuh dan kuat arus. Guna
memperoleh hasil kekuatan bending tentang analisis variasi bentuk kampuh dan
kuat arus pada baja karbon rendah setelah mengalami proses pengelasan SMAW.
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis deskriptif, yaitu mengolah
data dengan cara membandingkan spesimen yang telah diberi perlakuan yang
berbeda-beda ketika proses pengelasan. Hasil penelitian diperoleh untuk kekuatan
bending pada kampung single V kuat arus 80 A didapatkan dengan nilai sebesar
61,20 MPa. Kuat arus 100 A mengalami penurunan yaitu 52,77 MPa, sendangkan
untuk kuat arus 120 A mengalami penurunan Kembali dengan nilai sebesar 32,78
MPa. Kemudian untuk variasi bentuk kampuh double V dengan variasi kuat arus
80 A memiliki kekuatan bending sebesar 110,24 MPa. Kuat arus 100 A
mengalami penurunan dengan nilai 110,03 MPa sendang kuat arus 120 A juga
mengalami penurunan yaitu dengan nilai 84,72 MPa. (Rofi Amzamsyah, 2021)

Penelitian yang sudah dilakukan oleh Erika Afandi, dkk. Pada tahun 2022
menjelaskan tentang bagaimana pengaruh dari kuat arus pengelasan SMAW
terhadap kekuatan ujian impak pada sambungan baja karbon st 42 dengan tebal 10
mm, panjang 55 mm, dan lebar 10 mm. Jenis las yang digunakan yaitu las SMAW
dengan arus DC menggunakan 3 jenis variasi kuat arus yaitu 90 A, 105 A, dan
120 A. jenis elektroda yang digunakan yaitu elektroda RB-E6013 diameter 3,2
mm dan kampuh yang dipakai ialah kampuh V. Proses pengelasan dilakukan 3
layer menggunakan metode down heand position. Spesimen dilakukan pengujian

8
impak metode charpy. Hasil pengujian kekuatan impak pada material ST 42
mempunyai nilai harga impak sebesar 182,82 joule, untuk harga impak memiliki
nilai 2,28 joule/ mm², dan hasil kekuatan impak dengan variasi kuat arus 90 A
mempunyai energi terserap sebesar 110,95 joule, kemudian untuk harga impak
memiliki nilai 1,38 jioule/mm². Data hasil kekuatan impak dengan variasi kuat
arus 105 A memiliki nilai energi terserap sebesar 83,36 joule, kemudian untuk
nilai harga impak memiliki nilai 1,03 joule/mm². terakhir untuk variasi kuat 120 A
memiliki nilai energi terserap sebesar 77,61 joule, dan nilai harga impak yaitu
0,96 joule/mm². Baja karbon yang dilas dengan arus yang lebih rendah maka
harga impaknya lebih besar dan baja karbon yang diberi arus pengelasan yang
lebih besar terjadi penurunan harga impaknya. (Afandi, Sari, Nurdin, & Rahim,
2022)

Tabel 2.1 Daftar Jurnal Penelitian

No Nama Peneliti Metode Hasil


.
1. Khairul umam Studi pengaruh Pengujian impak tertinggi ada pada
(2022) variasi arus spesimen weld metal pada heat input 928,57
pengelasan joule/mm, arus 100 A dengan nilai impak
SMAW pada sebesar 0,951 joule/mm² dan untuk
baja karbon pengujian bending nilai tertinggi ada pada
rendah spesimen weld metal pada heat input 966,21
joule/mm arus 110 A dengan nilai kekuatan
bending sebesar 558,6 MPa.
2. Lukman Pengaruh variasi Uji impak tertinggi terjadi pada spesimen
(2020) arus pengelasan dengan nilai heat input 505,97 J/mm,
TIG sambungan sendangkan untuk pengujian three point
butt-joint pada bending tertinggi terjadi pada spesimen
baja karbon pengelasan dengan nilai heat input 575,79
rendah J/mm memiliki kekuatan bending yaitu

9
1,551 MPa.
3. Bajar sulistiyo, Analisa Kekerasan tertinggi dihasilkan pada daerah
dkk (2021) pengaruh variasi las dengan besar arus 130 A dari variasi arus
arus pengelasan 90 A, 110 A, 130 A, yaitu 82,7 HRB.
GMAW pada Tegangan maksimum pengelasan tertinggi
baja karbon adalah 354,18 MPa pada arus 90 A. begitu
ASTM A36 pula dari nilai tegangan luluh pengelasan
tertinggi adalah 298,44 MPa pada arus 110
A, nilai tegangan luluh pengelasan terendah
adalah 252,83 MPa pada arus 130 A.

4. Budi priyono, Analisis Pengujian impak tertinggi yaitu pada


dkk (2021) pengaruh variasi spesimen dengan pengelasan kuat arus 140
arus .pengelasan A memiliki nilai impak rata-rata yaitu
MIG pada sebesar 2,20 Joule/mm², dan untuk nilai
ketangguhan impak terendah yaitu pada spesimen
sambungan las pengelasan kuat arus 160 A memiliki nilai
baja ST 37. impak dengan rata-rata yaitu sebesar 1,99
Joule/mm².
5. Kresno setya Pengaruh variasi Pengujian bending terbesar dihasilkan dari
wardana, dkk bentuk kampuh variasi kampuh U posisi 1G dengnan hasil
(2021) pengelasan MIG kekuatan sebesar 311,13 MPa, dan untuk
pada baja SS- hasil uji bending terendah dihasilkan dari
540 variasi kampuh V posisi 2G dengan hasil
kekuatan sebesar 240,75 MPa.

6. Rofi Pengaruh variasi Pengujian bending dengan kampuh V


amzamsyah, dan kuat arus didapatkan nilai tertinggi pada kuat arus 80
dkk (2021) pengelasan A dengan nilai sebesar 61,20 MPa, dan nilai
SMAW pada terendah ada pada kuat arus 120 A yaitu
baja ASTM A36 dengan nilai 32,78 MPa. Kemudian untuk

10
variasi kampuh double V nilai uji bending
tertinggi ada pada kuat arus 80 A dengan
nilai 110,24 MPa, dan untuk nilai terendah
ada pada kuat arus 120 A dengan nilai 84,72
MPa.
7. Erika afandi, Analisa kuat Pengujian impak tertinggi terdapat pada kuat
dkk (2022) arus pengelasan arus 90 A dengan nilai 1,38 joule/mm2, dan
SMAW pada uji impak terendah ada pada kuat arus 120 A
sambungan baja dengan nilai 0,96 joule/mm2 dari variasi
karbon ST 42 arus 90 A, 105 A, dan 120 A.

2.2 Teori Dasar Baja Karbon

Baja karbon merupakan jenis baja paduan yang terdiri atas unsur besi Fe dan
karbon c. dimana besi merupakan unsur dasar dan karbon sebagai unsur paduan
utamanya. Dalam proses pembuatannya, penambahan kandungan unsur kimia lain
seperti sulfur (S), phosporus (P), silicon (Si), mangan (Ma) dan unsur kimia
lainya sesuai dengan sifat baja yang terbentuk. Baja karbon memiliki kandungan
unsur karbon dalam besi sebesar 0,2% hingga 1,7%, dimana kandungan unsur
karbon tersebut berfungsi sebagai unsur pengeras dalam struktur baja. American
iron and steel institute (AISI) mendifinisikan baja dianggap sebagai baja karbon
ketika tidak ada kandungan minimum yang ditentukan atau diperlukan untuk
chromium (Cr), cobalt (Co), niobium (Nb), molybdenum (Mo), nickel (Ni),
titanium (Ti), tungsten (W), vanadium (V), atau zirconium (Zr), atau elemen lain
yang ditentukan untuk mendapatkan efek paduan yang diinginkan, dengan catatan
ketika kandungan minimum yang ditentukan untuk copper (Cu) tidak melebihi
0,40%, atau kandungan maksimum yang yang ditentukan seperti mangan (Mn)
1,65%, silicon (Si) o,60% tidak melebihi batas presentasenya.

Baja karbon merupakan material yang masih banyak digunakan pada bidang
konstruksi, perkapalan, otomotif, dan lain sebagainya. Pada umumnya baja karbon
dapat dilas dengan seluruh macam jenis pengelasan lainya. Tetapi kualitas yang

11
dihasilkan dari masing – masing proses pengelasan tidak akan sama hasilnya
dikarenakan kualitas dari setiap proses pengelasan hanya cocok diterapkan pada
tujuan – tujuan tertentu.

2.2.1 Klasifikasi Baja Karbon

Menurut Wiryosumarto dan Okumura (2000) baja karbon adalah perpaduan


antara iron (Fe) dan carbon (C) dengan sedikit silicon (Si), manganese (Mn),
phosporus (P), sulfur (S), dan chopper (Cu). Sifat baja karbon sangat bergantung
pada kadar karbon, karena itu baja ini dikelompokan berdasarkan kadar karbon.
Diantaranya :

1. Baja Karbon Rendah


Baja karbon rendah memiliki kandungan karbon dibawah 0,3%. Baja
karbon rendah sering disebut dengan baja ringan (mild steel) atau baja
perkakas. Jenis baja yang umum dan banyak digunakan adalah jenis
cold roll steel dengan kandungan karbon 0,08% - 0,30% yang biasa
digunakan untuk pembuatan plat tipis, batang kawat, konstruksi umum.
2. Baja Karbon Sedang
Baja karbon sedang merupakan baja yang memiliki kandungan karbon
0,30% - 0,45%. Baja karbon sedang memiliki kekuatan yang lebih baik
darpada baja karbon rendah dan memiliki kualitas perlakuan panas yang
tinggi. Penggunaan pada baja karbon sedang digunakan untuk alat – alat
mesin, dan perkakas.
3. Baja Karbon Tinggi
Baja karbon tinggi memiliki kandungan karbon paling tinggi
dibandingkan dengan baja karbon lainnya, yakni memiliki kandungan
karbon 0,45% - 1,7%. Kebanyakan baja karbon tinggi sukar untuk dilas
jika dibandingkan dengan baja karbon rendah dan sedang. Baja karbon
tinggi digunakan pada rel, pegas, dan kawat piano.

12
Tabel 2.2 Klasifikasi Baja Karbon (Wiryosumarto, 2000)

Jenis dan Kelas Kadar Kekuatan Kekuatan Perpanjangan Kekerasan Kegunaan


karbon Luluh tarik (%) Brinell
(%) (kg/mm2) (kg/mm2)

Baja
lunak 0,08 18-28 32-36 40-30 95-100 Plat tipis
khusus

Baja 0,08- 20-29 36-42 40-30 80-120 Batang


Baja sangat 0,12 kawat
karbon lunak
rendah
Baja 0,12-
lunak 0,20 23-30 38-48 36-24 100-130
Konstruksi
Baja umum
setenga 0,20- 24-36 44-55 32-22 80-120
h lunak 0,30

Baja 0,30- 140-


Baja setenga 0,40 30-40 50-60 30-17 170 Alat-alat
karbon h keras mesin
sedang
Baja 0,40- 34-46 58-70 26-14 160-
keras 0.45 200 Perkakas

Baja Baja Rel, pegas


karbon sangat 0,45- 36-47 65-100 20-11 180- dan kawat
tinggi keras 1,7 235 piano

13
2.2.2 Weldability Baja Karbon Rendah

Baja karbon rendah yang juga disebut baja lunak banyak sekali digunakan
pada konstruksi umum. Baja karbon rendah dibagi dalam beberapa bagian
antaranya, baja kil, baja semi- kil, dan baja rim. Dimana penamaannya didasarkan
atau persyaratan deoksidasi, cara pembekuan, dan distribusi rongga atau lubang
halus didalam ingot. Klasifikasi baja menurut tingkat deoksidasinya dapat lihat
pada tabel berikut.

Tabel 2.3 Klasifikasi Baja Menurut Tingkat Deoksidasi (Wiryosumarto, 2000)


Komposisi kimia
Kelas Tingkat Jenis Cara Rongg Rongga
(%) Pemisahan
baja deoksidasi baja Dioksidasi a halus penyusutan
C Si Mn

Baja
Baja <0, 0,25– Sedikit
Rendah karbon <0,01 Fe-Mn Banyak Banyak
rim 3 0,45 sekali
rendah

Baja Fe-Si
Baja <0, 0,01- 0,45-
semi- Sedang (dalam Sedikit Sedikit Sedikit
karbon 1 0,1 0,8
kill tungku)
Baja Fe-Si,Al Hampir
Baja <1, Sedikit
Tinggi karbon >0,1 >0,3 (dalam tidak banyak
kill 5 sekali
khusus ladel) ada

Baja karbon rendah dapat dilas dengan semua cara pengelasan yang ada
didalam praktek dan hasilnya akan baik bila persiapanya sempurna dan
persyaratannya dipenuhi. Pada kenyataannya baja karbon rendah adalah baja yang
mudah dilas. Retak las yang mungkin terjadi pada pengelasan plat tebal dapat
dihindari dengan pemanasan mula atau dengan menggunakan elektroda hidrogen
rendah.

14
Faktor – faktor yang mempengaruhi mampu las dari baja karbon rendah
adalah kekuatan tarik dan kepekaan terhadap retak las. Kekuatan Tarik pada baja
karbon dapat dipertinggi dengan menurunkan kadar karbon C dan menaikan kadar
Mn. Suhu transisi dari kekuatan tarik menjadi turun dengan naiknya harga
perbandingan Mn/C. Perubahan kekuatan tarik dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.1 Pengaruh Perbandingan Mn/C Terhadap Kurva Transisi


(Wiryosumarto, 2000)

2.3 Teori Dasar Pengelasan

Teknik penyambungan logam telah diketahui dan dipraktekkan pada


pembrasingan loagm paduan emas-tembaga, dan pematrian paduan timah-timah
dalam rentang waktu antara tahun 4000 sampai 3000 S.M. Sumber energi panas
yang dipergunakan diduga dihasilkan dari pembakaran kayu atau arang.
Berhubung suhu yang dihasilkan dari pembakaran kayu dan arang sangat rendah
maka Teknik penyambungan ini tidak dikembangkan lebih lanjut.

Setelah energi listrik dapat dipergunakan dengan mudah, teknologi


pengelasan maju dengan pesat sehingga menjadi suatu teknik penyambungan yang
mutakhir. Cara-cara dan teknik-teknik pengelasan yang banyak digunakan pada
waktu ini seperti las busur, las resistansi listrik, las termit, dan las gas. Pada
umumnya diciptakan pada abad akhir 19 dan terus berkembang hingga saat ini.

15
Berdasarkan definisi dari Deutche Industrie Normen (DIN) las adalah ikatan
metalurgi pada sambungan logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan
lumer atau cair. Dari definisi tersebut dapat dijabarkan lebih lanjut bahwa las
adalah sambungan setempat dari beberapa batang logam dengan menggunakan
energi panas. Pada waktu ini telah digunakan lebih dari 40 jenis pengelasan
termasuk pengelasan yang dilaksanakan dengan hanya dua logam yang disambung
sehingga terjadi ikatan antara atom – atom atau molekul – molekul dari logam
yang disambungkan.

2.3.1 Klasifikasi Pengelasan

Banyak sekali cara untuk pengklasifikasian yang digunakan dalam bidang


las ini, hal ini disebabkan karena adanya kesepakatan dalam hal tersebut. Secara
konvensional cara – cara pengklasifikasian tersebut terbagi menjadi dua bagian,
yaitu berdasarkan cara kerja dan berdasarkan energi yang digunakan.

Klasifikasi pertama, membagi pengelasan dalam tiga golongan, yaitu


pengelasan cair, pengelasan tekan, dan pematrian. Sendangkan klasifikasi yang
kedua membagi pengelasan antara las kimia, las mekanik, dan lainnya. Diantara
dua klasifikasi tersebut, klasifikasi pertamalah yang palimg banyak dan sering
digunakan. Berdasarkan klasifikasi pengelasan, maka pengelasan dapat dibagi
dalam tiga kelas utama yaitu:

1. Pengelasan cair adalah cara pengelasan dimana sambungan dipanaskan


sampai mencair dengan sumber panas dari bususr listrik maupun dari
sumber api gas yang terbakar.
2. Pengelasan tekan adalah cara pengelasan dimana logam yang akan
disambung dipanaskan kemudian ditekan hingga menjadi satu.
3. Pematrian adalah cara pengelasan dengan menyatukan suatu ikatan
dengan menggunakan paduan logam yang mempunyai titik lebur rendah.
Dalam hal ini logam induk tidak turut mencair saat pematrian dilakukan.

16
Gambar 2. 1 Klasifikasi Cara Pengelasan ( Wiryosumarto dan Okumura, 2000 )

2.3.2 Las Busur Gas

Las busur gas adalah cara pengelasan dimana gas dihembuskan ke daerah
las untuk melindungi busur dan logam yang mencair terhadap atmosfir. Gas yang
digunakan sebagai pelindung adalah gas helium (He), gas argon (Ar), gas karbon
dioksida (CO₂) atau campuran dari gas – gas tersebut.

Las busur biasanya dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok elektroda
tak terumpan dan kelompok elektroda terumpan. Kelompok elektroda tak
terumpan menggunakan batang wolfram sebagai elektroda yang dapat
menghasilkan busur listrik tanpa turut mencair, sendangkan kelompok elektroda
terumpan sebagai elektrodanya digunakan kawat las.

17
(a) Jenis elektroda tak terumpan (b) Jenis elektroda terumpan
Gambar 2. 2 Las Busur Gas (Wiryosumarto, 2000)

Kelompok elektroda tak terumpan masi dibagi lagi kedalam dua jenis yaitu
jenis dengan logam pengisi dan jenis tanpa pengisi. Kelompok ini biasanya
menggunakan gas mulia sebagai pelindung sehingga secara keseluruhan nama
kelompok ini menjadi las wolfram gas mulia atau dalam bahasa inggris tungsten
inert gas welding yang disingkat TIG welding atau las TIG.

Kelompok terumpan kadang – kadang juga dibagi lagi dalam dua jenis
berdasarkan kawat elektrodanya, yaitu jenis kawat elektroda pejal dan jenis kawat
elektroda dengan inti fluks. Dalam kelompok ini digunakan dua macam gas
pelindung yaitu gas mulia dan gas (CO₂). Kelompok dengan gas mulia nama
keseluruhannya menjadi las busur logam gas mulia yang dalam bahasa inggrisnya
adalah metal inert gas arc welding yang biasanya disingkat menjadi MIG welding
atau MIG. Pada waktu ini umumnya gas pelindung yang digunakan berupa gas Ar
dan He.

1. Las wolfarm gas mulia ( TIG )

Las GTAW atau disebut juga TIG adalah proses pengelasan, menggunakan
panas dari nyala pijar yang terbentuk antara elektroda Tungsten yang tidak
terumpan dengan menggunakan gas mulia sebagai pelindung terhadap pengaruh
luar pada saat pengelasan. Skema dari las TIG dapat dilihat dalam Gambar 2.3 di
halaman 13, Busur listriknya timbul antara batang wolfram dan logam induk dan
dilindungi oleh gas argon.

18
2. Las Metal Inert Gas ( MIG )

Menurtu (Wiryosumarto, 2000) Las MIG (Metal Inert Gas) atau yang sering
disebut (GMAW Gas Metal Arc Welding) adalah cara pengelasan dimana gas
dihembuskan ke daerah las untuk melindungi busur dan logam yang mencair
terhadap atmosfir. Gas yang digunakan adalah gas helium (He), dan gas Argon
(Ar). Di dalam logam gas mulia, kawat las MIG yang digunakan berfungsi sebagai
elektroda yang diumpankan terus menerus. Busur listrik terjadi antara kawat
pengisi dan logam induk. Gas pelindung tersebut adalah gas argon, helium yang
juga bisa dicampur keduanya. Dalam banyak hal penggunaan las MIG sangat
menguntungkan. Hal ini disebabkan karena sifat – sifatnya yang baik, misalnya:

1. Karena konsentrasi busur yang tinggi, maka busurnya sangat mantap


dan percikannya sedikit sehingga memudahkan proses pengelasan.
2. Karena dapat menggunakan arus yang tinggi maka kecepatanya juga
sangat tingi, sehingga efisiensinya sangat baik.
3. Terak yang terbentuk cukup banyak.
4. Ketangguhan dan elastisitas, kedapan udara, ketidak pekaan terhadap
retak dan sifat – sifat lainnya lebih baik dari pada yang dihasilkan
dengan cara pengelasan yang lain.

Karena hal – hal tersebut diatas, maka las MIG seringkali digunakan
dalam praktek terutama untuk pengelasan baja – baja kualitas tinggi seperti
baja tahan karat, baja kuat, dan logam-ogam bukan baja yang tidak dapat
dilas dengan cara yang lain.

19
Gambar 2.4 Pemindahan semburan pada las MIG (Wiryosumarto, 2000)
Sifat – sifat seperti diterangkan diatas sebagian besar disebakan oleh
sifat dari busur yang dihasilkan. Dalam gambar 2.4 ditunjukan keadaan
busur dalam las MIG dimana terlihat ujung elektroda yang selalu runcing.
Hal inilah yang menyebabkan butir-butir logam cair menjadi halus dan
pemindahannya berlangsung dengan cepat seakan-akan seperti
disemburkan.

Terjadinya penyemburan logam cair seperti diterangkan diatas


disebabkan oleh beberapa hal, antara lain polaritas listrik dan arus listrik.
Dalam las MIG biasanya digunakan listrik arus searah dengan tegangan
tetap sebagai sumber tenaga. Dengan sumber tenaga ini biasanya
penyemburan terjadi bila polaritasnya adalah polaritas balik. Disamping
polaritas ternyata besar arus juga memegang peranan penting, bila besar
arus melebihi suatu harga tertentu yang disebut harga kritik barulah terjadi
pemindahan sembur.

Besarnya arus kritik tergantung dari pada bahan kawat las, garis tengah
kawat las dan jenis gas pelindungnya. Bila diameternya mengecil, besarnya
arus kritik yang diperlukan juga menurun. Penambahan gas CO₂ kedalam
gas argon akan menaikan besarnya arus listrik. (Wiryosumarto, 2000)

20
Gambar 2.3 Pengaruh Perubahan Arus Terhadap Ukuran Dan Frekuensi Tetesan.
(Wiryosumarto, 2000)

Gambar 2.4 Hubungan Antara Arus Kritik Dan Diameter Kawat (Wiryosumarto,
2000)
Karena busur dalam las MIG konsentrasinya sangat tinggi maka jelas
bahwa penetrasinya sangat dalam ditempat busur dan segera mendangkal
pada sekitarnya. Hal ini perlu diperhatikan oleh juru las agar jangan sampai
terjadi penetrasi dangkal pada daerah sambungan. Gas CO₂ juga
memengaruhi dalamnya penetrasi. Bila gas ini dicampurkan kedalam gas
argon, maka penetrasi pada tempat busur berkurang tetapi penetrasi
disekitarnya semakin dalam. Apa bila gas CO₂ murni yang digunakan
sebagai pelindung maka penetrasinya pada seluruh daerah busur menjadi
dalam.

21
Gambar 2.5 Pengaruh Gas Pelindung Terhadap Penetrasi (Wiryosumarto,
2000)
Kawat pengisi dalam las MIG biasanya diumpankan secara otomatis,
sendangkan alat pemmbakarnya digerakan dengan tangan . kadang – kadang
las MIG juga dilaksanakan secara penuh otomatik penuh, dimana alat
pembakarnya ditempatkan pada suatu dudukan yang berjalan. Kawat las
yang digunakan biasanya berdiameter antara 1,2 mm sampai 1,6 mm. Pada
umumnya las MIG dapat digunakan secara memuaskan, kecuali satu hal
yaitu cara agak sukar untuk pengelasan posisi tegak dan untuk pelat – pelat
tipis. Hal ini dapat diperbaiki dengan menggunakan arus rendah yang
mengakibatkan proses pemindahan sembur tidak terjadi.

Gambar 2.6 Mesin Las Semi Otomatis (Wiryosumarto, 2000)

22
2.3.3 Standar parameter las MIG

Penggunaan masukan panas dalam las MIG sangat luas sehingga diperlukan
pengaturan parameter yang tepat dan sesuai dengan penggunaan. Parameter-
parameter yang berpengaruh dalam pengelasan MIG diantaranya adalah sebagai
berikut :

1. Arus listrik
Arus berpengaruh dalam proses pemgelasan busur listrik, besar kecil
arus yang digunakan dapat menentukan ukuran dan bentuk penetrasi dan
deposit las. Arus yang semakin besar cenderung menghasilkan penetrasi
yang lebih dalam dan luas daerah lasan semakin sempit.
2. Kecepatan las
Kecepatan pengelasan tergantung pada jenis elektroda. Diameter inti
elektroda. Bahan yang dilas, geometri sambungan, ketelitian sambungan.
Kecepatan las tidak ada hubungannya dengan tegangan tetapi berbanding
lurus dengan kuat arus, sehigga pengelasan yang cepat membutuhkan
arus las yang tinggi untuk mencapai hasil las yang baik. Jika kecepatan
las dinaikkan maka masukan panas per satuan panjang akan menjadi
kecil sehingga pendinginan akan berjalan cepat. Kecepatan pengelasan
dapat dihitung dengan menggunakan rumus dibawah ini :
S
V = ……………………………………. (2.1)
t
Keterangan :
V = Kecepatan pengelasan (mm/s)
S = Panjang pengelasan (mm)
t = Waktu pengelasan (s)
3. Gas pelindung
Gas yang digunakan pada pengelasan MIG yaitu gas mulia karena
sifatnya stabil dan tidak mudah bereaksi dengan unsur lainya. Gas CO₂
memberikan perlindunan yang lebih baik dan penembusannya yang

23
dalam. Tingginya penekanan pada manik las dapat memperbaiki kuat
manik dan memperkecil terjadinya rongga-rongga halus pada lasan.
4. Elektroda
Elektroda yang digunakan pada pengelasan MIG yaitu elektroda
terumpan yang berfungsi sebagai pencipta busur nyala dan juga sebagai
logam pengisi. Besar kecilnya elektroda tergantung pada bahan yang
digunakan dan ukuran tebal bahan.

Tabel 2.4 Standar Parameter Arus Pada Pengelasan (Blog Guru Produktif)

Diameter Kawat Arus (amper) Tegangan (volt) Tebal Bahan


0,6 mm 50 – 80 13 – 14 0,5 – 1,0 mm
0,8 mm 60 – 150 14 – 22 0,8 – 2,0 mm
0,9 mm 70 – 220 15 – 25 1,0 – 10 mm
1,0 mm 100 – 290 16 – 29 3,0 – 12 mm
1,2 mm 120 – 350 18 – 32 6,0 – 25 mm
1,6 mm 160 – 360 18 – 34 12,0 – 50 mm
https://halimlanjut.blogspot.com/2020/04/menentukan-parameter-pengelasan-
mig.html
5. Polaritas listrik
Sumber listrik yang digunakan berupa listrik AC atau listrik DC
dengan rangkaian listriknya polaritas lurus dimana katup positif
dihubungkan dengan logam induk dan katup negatif dihubungkan dengan
batang elektroda. Rangkaian listrik polaritas lurus cocok untuk arus
listrik yang besar. pengaruh dari rangkian ini adalah penetrasi yang
dalam dan sempit, sendangkan polaritas terbalik penetrasi yang terjadi
dangkal dan lebar karena elektroda bergerak dari logam induk
menumbuk elektroda, sehingga elektroda menjadi panas.

24
2.3.4 Peralatan Utama Las MIG

Peralatan utama adalah peralatan yang berhubungan langsung dengan proses


pengelasan, Adapun peralatan tersebut terdiri dari:

1. Mesin las
Sistem pembangkit pada mesin las MIG pada prinsipnya adalah sama
dengan mesin las SMAW yang dibagi dalam dua golongan, yaitu: mesin
las arus bolak – balik (Alternating Current atau Acwelding Machine) dan
mesin las arus searah (Direct Current atau DC Welding Machine), namun
sesuai dengan tuntunan pekerjaan dan jenis bahan yang dilas yang
kebanyakan adalah jenis baja, maka secara luas proses pengelasan
dengan MIG (Metal Inert Gas) adalah menggunakan mesin las DC.
Adapun gambar rangkaian perlengkapan mesin las adalah sebagai berikut
:

Gambar 2.7 Rangkaian Mesin Las Mig (Secarik Ilmu, 2009)

2. Unit pengontrolan kawat elektroda (wire feeder)


Alat pengontrol kawat elektroda (wire feeder unit) adalah alat atau
perlengkapan utama pada pengelasan dengan MIG. alat ini biasanya tidak

25
menyatu dengan mesin las, tetapi merupakan bagian yang terpisah dan
ditempatkan berdekatan dengan pengelasan. Adapun berfungsi sebagai
berikut :
a. Menempatkan kawat rol elektroda.
b. Mengatur pemakaian rol kawat elektroda.
c. Menempatkan kabel las (welding gun dan nozzle) dan system saluran
gas pelindung.
d. Mempermudah proses pengelasan dimana wire feeder dapat
dipindah- pindahkan.

Gambar 2.8 Wire Feeder (Greenzone42,Arm, 2014)


Pada dasarnya terdapat tiga jenis wire feeder, yaitu jenis dorong,
jenis Tarik, jenis dorong-tarik. Perbedaannya adalah dari cara
menggerakan elektroda dari spool ke tourch. Kecepatan dari wire feeder
dapat diatur mulai dari 1 hingga 22 m/menit pada mesin las MIG
performa tinggi, kecepatanya dapat mencapai 30 menit. Untuk jenis
rolnya wire feeder dibagi dalam dua jenis yaitu system 2 (dua) rol dan
system 4 (empat) rol. Sendangkan menurut bidang kontaknya rol dari
wire feeder dapat dibagi menjadi trapezium halus, jenis setengah
lingkaran halus, dan jenis setengah lingkatan kasar.

3. Welding Gun
Welding gun berfungsi sebagai tempat keluarnya kawat las dan gas
pelindung pada saat proses pengelasan berlangsung.

26
Gambar 2.9 Welding Gun Las MIG (Greenzone42arm,2014)

4. Kabel Las Dan Kabel Kontrol


Pada mesin las terdapat kabel primer (primary power cable) dan
kabel sekunder atau kabel las (welding cable). Kabel primer ialah kabel
yang menghubungkan antara sumber tenaga dengan mesin las. Jumlah
kawat inti pada kebel primer disesuaikan dengan jumlah phasa mesin las
ditambah satu kawat sebagai hubungan pertahanan dari mesin las. Kabel
sekunder ialah kabel-kabel yang dipakai untuk keperluan mengelas,
terdiri dari kabel yang dihubungkan dengan tang las dan benda kerja serta
kabel-kabel control.
Inti penggunaan kabel pada mesin las hendaknya disesuaikan dengan
kapasitas arus maksimum dari pada mesin las. Makin kecil diameter
kebel atau makin panjang ukuran kabel, maka tahanan atau hambatan
kabel akan naik, sebaliknya makin besar diameter kabel dan makin
pendek maka hambatan akan rendah.

Gambar 2.10 Kabel Las MIG

27
5. Regulatro Gas Pelindung
Fungsi utama dari regulator adalah untuk mengatur pemakaian gas.
Untuk pemakaian gas pelindung dalam waktu yang relative lama,
terutama gas CO₂ dipwelukan pemanas (heater-vaporizer) yang dipasang
antara silinder gas dan regulator. Hal ini diperlukan agar gas pelindung
tersebut tidak membeku yang berakibat terganggunya aliran gas.

Gambar 2.11 Silinder Dan Regulator Gas Pelindung


(Greenzone42arm, 2014)

6. Pipa Kontak (Torch)


Pipa pengarah elektroda biasa juga disebut pipa kontak. Pipa kontak
terbuat dari tembaga, dan berfungsi untuk membawa arus listrik ke
elektroda yang bergerak dan mengarahkan elektroda tersebut ke daerah
kerja pengelasan. Torch dihubungkan dengan sumberlistrik pada mesin
las dengan menggunakan kabel. Karena elektroda harus dapat bergerak
dengan bebas dan melakukan kontak listrik dengan baik, maka besarnya
diameter dari pipa kontak sangat berpengaruh.

28
Gambar 2.12 Pipa Kontak Las MIG

7. Nozzle Gas Pelindung


Nozzle gas pelindung gas pelindung mempunyai fungsi untuk
mengarahkan jaket gas pelindung kepada daerah las. Nozzle yang besar
digunakan untuk proses pengelasan dengan arus listrik yang tinggi.
Nozzle yang lebih kecil digunakan untuk pengelasan dengan arus listrik
yang lebih kecil.

Gambar 2.13 Nozzle Gas Pelindung

8. Elektroda
Elektroda adalah bagian dari ujung (yang berhubungan dengan
benda kerja) rangkaian penghantar arus listrik sebagai sumber panas.
Pengelasan dengan menggunakan las listrik memerlukan kawat las
(elektroda) yang terdiri dari satu inti terbuat dari logam yang dilapisi
lapisan dari campuran kimia. Fungsi dari elektroda sebagai pembangkit

29
dan sebagai bahan tambah. Bentuk elektroda ada dua yaitu yang
berselaput (fluks) dan tidak berselaput yang merupakan pangkal.
Bentuk kawat elektroda yang digunakan pada proses las metal inert
gas (MIG) secara umum adalah solid wire dan fixed cored wire, dimana
penggunaan kedua tipe tersebut sangat tergantung pada jenis pekerjaan,
pada dasarnya terdapat lima faktor yang mempengaruhi pemilihan
elektroda diantaranya komposisi kimia benda kerja, property mekanik
benda kerja, jenis gas pelindung, jenis servis, dan jenis sambungan.

Kodefikasi elektroda seperti : ER70S-6


Dengan arti :
 ER : Jenis Elektroda Rod
 70 : Kekuatan Tarik Minimum KSI (70, 80, 90, 100)
 S : Jenis Kawat (Solid)
 6 : Komposisi Kimia
Untuk kegunaan pengelasan baja karbon, elektroda mengandung
0,05 hingga 0,12% karbon. Presentase ini cukup untuk menghasilkan
kekuatan logam las yang diinginkan tanpa mempengaruhi ketangguhan
dan porosity. Adapun macam-macam elektroda baja karbon antara lain :
1. ER70S-3 (SPOOLARC 29S dan SPOOLARC 82)
Elektroda dengan spesifikasi ini paling banyak dipakai. Elektroda
ini dapat menggunakan gas pelindung campuran argon-oksigen atau
CO₂. Kekuatan Tarik pada pengelasan single-pass pada baja karbon
rendah dan medium akan melibihi dari logam dasarnya (benda kerja).
Pada pengelasan multi-pass kekuatan Tarik antara 65.000 hingga
85.000 psii tergantung dilusi logam dasar dan jenis gas pelindung.
2. ER70S-4 (SPOOLARC 85)
Elektroda ini mengandung lebih banyak mangan (1,5%) dan
silicon (0,85%) dibandingkan elektroda sebelumnya. Gas pelindung
yang dapat digunakan adalah Ar-O₂, Ar-CO₂, dan CO₂. Elektroda ini

30
biasanya digunakan pada proses pengelasan dengan transfer logam
spray atau arus pendek.
3. ER70S-5 (SPOOLARC 86)
Elektroda ini mengandung lebih banyak mangan dan silicon,
selain itu juga mengandung aluminium (0,5% hingga 0.9%) yang
berfungsi sebagai elemen deoksidasi. Elektroda ini dapat digunakan
untuk pengelasan pada permukaan yang telah berkarat. Gas pelindung
yang dapat digunakan adalah CO₂ (karbon dioksida), jenis pengelasan
ini terbatas hanya pada posisi datar (flat).
4. ER70S-6 (SPOOLARC 86)
Elektroda pada kelas ini memiliki kandungan silicon terbesar
(1,15%) dan mangan sebesar (1,85%) sebagai elemen doksidasi. Pada
umumnya untuk baja karbon rendah menggunakan gas pelindung CO₂
dan arus listrik yang tinggi.
5. ER70S-7 (SPOOLARC 87HP)
Elektroda ini multifungsi dan memiliki performa yang tinggi,
digunakan untuk mendapatkan hasil yang berkualitas. Elektroda ini
mengandung mangan sekitar 2% atau lebih. Dapat menggunakan
berbagai jenis gas pelindung.
6. ER70S-8 (SPOOLARC 83)
Elektroda ini mengandung silicon dan mangan sebagai seoksidasi
dan molybdenum (0,4% hingga 0,6%) untuk meningkatkan kekuatan.
Dapat digunakan untuk berbagai jenis posisi pengelasan,
menggunakan gas pelindung Ar-CO₂. Dapat menghasilkan logam las
yang memiliki kekuatan tarik hinggah lebih dari 80.000 psi (552
MPa).

31
Gambar 2.14 Elektroda

2.3.5 Heat Input

Masukan panas (Heat Input) merupakan energi panas yang terjadi saat
proses pengelasan berlangsung elektroda akan mencair bersamaan dengan logam
induk akibat energi panas, energi panas tersebut akan terus bertambah sesuai
dengan lamanya proses pengelasan yaitu dari kecepatan pengelasan dari panjang
bahan yang dilas. Sehingga masukan panas terjadi akibat proses pengelasan setiap
satuan panjang pengelasan dan panjang pengelasan.

Persamaan untuk menentukan besarnya Heat Input yaitu :

E. I
Heat Input ¿ η ......................................................(2.2)
v

Dimana :

 HI = Heat Input (Joule/mm)


 η = Transfer Efisien
 E = Polaritas Las (Volt)
 I = Arus Listrik (Ampere)
 v = Kecepatan Pengelasan

32
Tabel 2.5 Efisiensi Proses Pengelasan (Sonowa, 2003)

PROSES PENGELASAN EFISIENSI (%)


SAW (Submerged Arc Welding) 90-99
GMAW (Gas Metal Arc Welding) 65-85
FCAW (Flux Cored Arc Welding) 65-85
SMAW (Shielded Metal Arc Welding) 50-85
GTAW (Gas Metal Arc Welding) 20-50

2.4 Metalurgi Las

Pengelasan adalah proses penyambungan antara dua atau lebih logam


menggunakan energi panas. (Wiryosumarto, 2000). Karena proses ini maka logam
disekitar lasan mengalami siklus thermal secara cepat yang menyebabkan
terjadinya perubahan metalurgi, deformasi, dan tegangan-tegangan termal yang
cukup rumit. Hal ini berhubungan dengan ketangguhan, cacat las, retak, dan lain
sebagainya yang secara umum memiliki pengaruh terhadap keamanan dari
konstruksi yang dilas.

Gambar 2.15 Daerah HAZ

Keterangan :

1. Logam las (Weld Metal) adalah daerah dimana terjadi pencairan


logam dan dengan cepat kemudian membeku, disebut juga daeraj
lasan (fusion zone). Merupakan daerah yang mengalami pencairan,
mengalami pemanasan yang paling tinggi hingga melebihi
temperature cair.

33
2. PMZ (partially melted zone) adalah daerah dekat diluar logam
lasan dimana pencairan dapat terjadi selama pengelasan
berlangsung. Daerah ini merupakan daerah sempit antara weld
metal dan HAZ, dan merupakan daerah temperature tertinggi yang
memiliki dua fasa cair dan padat sehingga sering kali terjadi
retakan.
3. HAZ (Heat Affected Zone) adalah merupakan daerah paling kritis
pada daerah las karena terjadi perubahan sifat dan struktur terjadi
di daerah ini. Dimana sifat struktur daerah pengelasan dipengaruhi
dari lamanya pendinginan dan komposisi dari logam induk. Oleh
karena itu daerah ini merupakan daerah sensitasi diaman presipitasi
karbida krom terbentuk.
4. Logam induk (Parent Metal) merupakan base metal diaman panas
dan suhu pengelasan tidak menyebabkan terjadinya perubahan-
perubahan struktur dan sifat.

Dalam setiap pengelasan pasti ada zona terpengaruh panas (HAZ) adalah
sesuatu yang terjadi ketika logam terkena suhu tinggi. Ini memiliki dampak
negatif pada desain dan struktur logam. HAZ dapat diidentifikasikan oleh
serangkaian pita berwarna cerah antara permukaan pengelasan dan logam dasar
yang tidak terpengaruh. Warna berkisar dari kuning muda ke ungu. Untuk
mengetahui pasti lebar HAZ harus dengan proses pengetesan, untuk melihat
dengan mata langsung sangat tidak mungkin karena warna dan kondisi sama
antara lasan, logam induk, dan HAZ. Berikut cara untuk melihat struktur makro
HAZ.

1. Potong bahan yang akan dilihat lebar HAZ


2. Poles permukaan yang akan dilihat lebar HAZ sampai mengkilap
seperti kaca, karena jika tidak halus akan susah untuk mengukur
lebar HAZ.
3. Menuangkan bahan etsa yaitu HNO3 kedalam sebuah wadah.

34
4. Mencelupkan permukaan bahan lasan kedalam cairan etsa selama 3
detik.
5. Membersikan permukaan specimen yang telah dicelup kedalam
cairan etsa dengan alcohol dan keringkan permukaan bahan lasan
dengan kain.
6. Jika sudah lebar HAZ akan terlihat dengan cahaya yang terfokus
pada permukaan.

2.4.1 Struktur Mikro Las

Selama proses pendinginan logam las dari cair sampai ke suhu kamar, akan
mengalami serangkaian perubahan (transformasi) fasa. Proses pendinginan pada
las berlangsung secara kontinu, sehingga untuk mempelajari struktur mikro yang
terjadi pada pengelasan maka dibutuhkan diagram CCT (Continuous Cooling
Transformation). Dari diagram ini dapat diketahui perubahan fasa yang terjadi
pada logam las tergantung dari kecepatan pendinginannya. Struktur mikro yang
terbentuk akibat proses pengelasan sebagai berikut :

a. Ferrite Proeutectoid/Ferite Polygonal/Blocky Ferrite : Struktru ini terdiri


dari ferite batas butir (grain boundary ferrite) dan yang terbentuk pada
suhu 1000°C - 650°C.
b. Ferite widmanstatten (widmanstatten ferrite) : Struktur ini berbentuk plat-
plat sejajar dengan lapisan karbida diantara plat tersebut. Struktur ini
terbentuk pada suhu 750°C - 500°C.
c. Ferite acicular (acicular ferrite) : Struktru ini membentuk plat-plat kecil
yang menyilang seolah-olah berbentuk anyaman. Bentuk ini akhirnya
disebut sebagai interlocking structure. Struktur ini terbentuk pada suhu
650°C.
d. Bainit (Bainite) : Struktur ini berbentuk seperti windmanstatten ferrite,
tetapi proses pembentukan struktur ini disebabkan oleh laju pendinginan
yang relatif lebih cepat disbanding dengan logam las sehingga

35
mengakibatkan pengkasaran butiran pada daerah ini. Strktur ini terbentuk
pada suhu 400°C - 500°C.
e. Martensit (Martensite) : Struktur ini terbentuk jika laju pendinginannya
berlangsung sangat cepat. Berbentuk plat-plat besar yang sejajar dan
memiliki kekerasan yang sangat tinggi sehingga cenderung bersiat getas.

2.4.2 Diagram Fasa Dan Diagram CCT

Pada saat logam mengalami pengelasan, logam tersebut terkena panas


hingga titik leburnya dan didinginkan dengan cepat dalam kondisi menerima
beban thermal akibat sambungan. Sebagai dari akibat siklus thermal, struktur
mikro awal, dan sifat dari logam pada daerah las maka terjadi perubahan.

Gambar 2.16 Diagram Fasa Baja Karbon

Pada proses pendinginan las ini secara kontinu dan proses penurunan suhu
berlangsung secara gradual tanpa adanya sesuaian untuk menurunkan fasa-fasa
yang terjadi menurut diagram CCT (Continuous Cooling Transformation).

36
Gambar 2.17 Diagram CCT (Continuous Cooling Transformation)

2.5 Pengujian Bahan

Pengujian bahan dilakukan untuk mengetahui karakteristik dari suatu bahan


pengujian. Pengujian bahan dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu :

1. Pengujian bahan yang merusak benda uji (destructive test)


Benda uji akan rusak setelah mengalami pengujian, misalnya pengujian
kekerasan, pengujian tarik, tekan, lengkung, geser, punter, fatik
(kelelahan), dan impak
2. Pengujian yang tidak merusak benda uji (non destructive test)
Benda uji tidak mengalami kerusakan yang berarti setelah mengalami
pengujian, misalnya pada pengujian kekerasan, uji struktru mikro, uji
komposisi, ultrasonic, metallografi, dan lain-lain.

2.5.1 Pengujian Komposisi

Pengujian komposisi kimia dilakukan bertujuan untuk mengetahui


kandungan unsur-unsur yang terdapat pada spesimen atau bahan yang akan diuji.
Pengujian ini dapat dilakukan dengan du acara, yaitu system celup dan system
spectro. Pada sistem celup spesimen yang berupa serbuk dilarutkan dalam larutan
tertentu untuk mengetahui kandungan unsur yang diinginkan (%). Sendangkan
pada sistem spectro spesimen dipreparasi terlebih dahulu, sebelum dilakukan uji
komposisi. Pengujian ini biasanya dilakukan dengan cara menembakan sinar
polichromatis yang diubah menjadi monochromatis terhadap spesimen, maka
scnner akan menunjukan kadar semua unsur yang terkandung dalam spesimen
(%).

37
Pengujian komposisi kimia dilaksanakan dua tahap yaitu sebelum proses
pengelasan dan sesudah proses pengelasan, untuk proses pengujian tahap pertama
pada logam induk (Base Metal) sebelum proses pengelasan dilaukan dan untuk
tahap kedua pengujian komposisi dilakukan pada logam las sebelum mengalami
proses perlakuan panas (Heat Treatment).

2.5.2 Pengujian Struktur Mikro

Sifat-sifat logam sangat dipengaruhi oleh struktur mikro, tujuan dari


pengujian ini adalah untuk memperoleh gambaran suatu benda uji tentang sifat-
sifatnya, bentuk struktur atau karateristik tertentu guna penganalisaan terhadap
sifat-sifat lain yang dimiliki benda uji, misalnya dengan variasi struktur mikro
seperti jumlah, ukuran,bentuk, warna dan distribusi fase.

Untuk mengetahui bentuk struktur mikro dari suatu logam (spesimen uji)
dilakukan pengujian dengan mempergunakan alat khusus yaitu mikroskop optik.
Mikroskop optic sederhana terdiri dari tiga bagian pokok, yaitu :

a. Lensa pemantul (illuminator), yaitu untuk memantulkan permukaan


logam.
b. Lensa obyektif, yaitu lensa yang mempunyai daya pisah.
c. Lensa mata (eyepiece), yaitu lensa untuk memperbesar bayangan
yang terbentuk oleh lensa obyektif.

38
Gambar 2.18 Skema Mikroskop Optik (Van Vlack, 1991)

Untuk mengadakan penelitian susunan logam dengan menggunakan


bantuan alat pembesar seperti mikrokop, benda uji harus dibentuk sesuai standar
pengujian dan diratakan dengan proses pengamplasan menggunakan amplas yang
tingkat kekasarannya telah ditentukan serta dilakukan pemolesan agar garis-garis
setelah pengamplasan dapat berkurang, kemudian dietsa dengan larutan kimia.
Pengetsaan adalah pemberian cairan asam pada spesimen, dimana larutan asam
akan bereaksi dengan logam dan akan terlihat logam yang lebih reaktif terhadap
asam. Tujuan dari pengetsaan adalah untuk memperjelas struktur permukaa n
bahan, pengetsaan sangat penting pada proses pengujian struktur mikro karena
melalui pengetsaan dapat terlihat dengan jelas bayangan yang berbeda antara satu
butir dengan butir yang lain. Pengetsaan dilakukan jika spesimen uji telah rata dan
mengkilap seperti kaca sehingga butir-butir struktur mikro terlihat dengan jelas
pada mikroskop.

Lensa mikroskop dengan pembesaran yang telah ditentukan dapat melihat


susuna struktur mikro material dan dapat ditentukan jenis strukturnya secara
fotografis. Metode pembesaran pada mikroskop dapat diatur dengan mengganti
jenis lensa sesuai pembesaran yang telah ditentukan. Hasil gambar dapat
memberikan suatu kesimpulan dari susunan struktur mikronya agar dapat
melakukan analisa yang lebih mendalam.

39
2.5.3 Pengujian Kekuatan Lengkung
Kekakuan adalah ketahanan suatu material terhadap deformasi elestis.
Modulus elastis (E) adalah harga kekakuan suatu material pada daerah elastis.
Modulus elastis juga berarti perbandingan tegangan dengan regangan pada daerah
elastis. Material yang lentur (tidak kaku) adalah material yang dapat mengalami
regangan bila diberi tegangan atau beban tertentu. Tegangan atau beban yang
diberikan pada spesimen uji haruslah dibawah beban maksimum agar spesimen
tidak mengalami deformasi plastis.
Uji lengkung (bending test) merupakan sala satu bentuk pengujian untuk
menentukan mutu suatu material secara visual.
Pada pengujian lentur dan kekerasan dilakukan dengan pemberian beban
pada material sehingga secara bersamaan terbentuk tegangan tarik, tekan, dan
geser. Beban tersebut akan maksimum pada permukaan spesimen, serta bernilai
nol pada neutral axis-nya. Secara umum pengujian dilakukan dengan
menggunakan dua tipe pembebanan, yakni : 3 point bending dan 4 point bending.
Berikut ini skema pengujian keduanya beserta diagram gaya geser serta momen
lenturnya.
Saat material diberi beban pada daerah elastis, maka akan timbul tegangan
pada penampang melintang sebagai akibat dari momen lentur.

40
Gambar 2.20 Skema Pengujian 3 Point Bending Dan 4 Point Bending (Khamid,
2011)
Faktror yang harus doperhatikan dalam uji bending adalah sebagai berikut :

1. Titikk pembebanan pada pengujian bending dapat mempengaruhi data


yang diperoleh. Dalam pengujian bending, nilai momen yang digunakan
adalah nilai momen maksimum yang terjadi pada spesimen. Momen
maksimum terjadi pada jarak tertentu pada spesimen. Oleh karena itu titik
yang menjadi sasaran pembebanan haruslah titik dimana terjadinya
momen maksimum pada spesimen agar momen yang didapatkan adalah
momen maksimum.
2. Jarak tumpuan yang digunakan haruslah sesuai dengan standar, tidak
terlalu jauh dan tidak terlalu dekat. Jarak tumpuan yang terlalu dekat dapat
menyebabkan defleksi yang dapat terjadi terbatas karena bagian bawah
spesimen telah lebih dulu menabrak bagian mesin. Jarak tumpuan yang
terlalu jauh dapat memakan waktu yang lama.

2.5.4 Pengujian Ketangguhan Impak

Uji impak adalah pengujian dengan menggunakan pembebanan yang cepat


(rapid loading). Dalam pengujian mekanik, terdapat perbedaan dalam pemberian
jenis beban kepada material. Uji tarik, uji tekan, uji puntir adalah pengujian yang
menggunakan beban static. Sedangkan uji impak menggunakan beban dinamik.
Pada pembebanan cepat atau disebut juga beban impak, terjadi proses penyerapan
energi yang besar dari energi kinetic suatu beban yang menumbuk ke spesimen.
Proses penyerapan energi ini akan diubah dalam berbagai respon kepada material
seperti deformasi plastik, efek isterisis, gesekan dan, efek inersia.
Secara umum metode pengujian impak terdiri dari beberapa jenis yaitu :
a. Metode Charpy

41
Merupakan pengujian impak dengan meletakan posisi spesimen uji
pada tumpuan dengan posisi horizontal/mendatar dan arah
pembebanan berlawan dengan arah takikan.
Beberapa kelebihan metode Charpy, antara lain :
 Hasil pengujian lebih akurat.
 Pengerjaannya lebih mudah dipahami dan dilakukan.
 Menghasilkan tegangan uniform disepanjang penampang.
 Waktu pengujian lebih singkat.

Sementara kekurangan dari metode Charpy, antara lain :

 Hanya dapat dipasang pada posisi horizontal.


 Spesimen dapat bergeser dari tumpuan karena tidak cekam.
 Pengujina hanya dapat dilakukan pada sepsimen yang kecil.
b. Metode Izod
Merupajan pengujian impak dengan meletakan posisi spesimen uji
pada tumpuan dengan posisi dan arah pembebanan searah dengan
arah takikan.
Beberapa kelebihan dari metode Izod, antara lain :
 Tumpukan tetap pada takikan dan spesimen tidak mudah
tergeser karena salah satu ujungnya dicekam.
 Dapat menggunakan spesimen dengan ukuran yang lebih
besar.

Sementara kekurangan dari metode Izod, antara lain :

 Biaya pengujian lebih mahal.


 Pembebanan yang dilakukan hanya pada satu ujungnya,
sehingga hasil yang diperoleh kurang baik.
 Hasil perpatahan kurang baik.
 Waktu untuk pengujian cukup panjang karena prosedur
banyak.

42
Pada umumnya metode Charpy banyak digunakan di amerika sendangkan
metode Izod digunakan di eropa. Metode yang akan digunakan pada penelitian in
adalah metode Charpy. Pada metode charpy, spesimen uji akan diletakan
mendatar dengan ditahan pada bagian ujung-ujungnya oleh penahan, kemudian
pendulum ditarik keatas sesuai posisi yang diinginkan. Setelah itu pendulum
dilepaskan dan mengenai tepat pada bagian takikan atau sejajar dengan takikan.
Pada saat pendulum dinaikan sampai pada ketinggian h, kemudian dari posisi ini
pendulum akan dilepaskan dan berayun bebas memukul spesimen hinggah patah
dan pendulum masi terus berayun sampai ketinggian h.

Gambar 2.19 Skema Penggunaan Alat Uji Impak Charpy

2.5.5 Pengujian Struktur Makro

Pengujian ini bertujuan untuk memastikan bentuk patahan dari suatu logam
yang telah mengalami suatu proses pengelasan, dari pengujian struktur makro
juga dapat diketahui seberapa ulet bahan yang telah diuji, keuletan suatu logam
dipengaruhi oleh komposisi kadar karbon yang terdapat pada logam tersebut,
semakin rendah kandungan karbon yang terdapat pada logam maka logam
tersebut akan mempunyai keuletan yang tinggi.

2.6 Hipotesis

Berdasarkan tinjauan pustakan dan dasar teori yang telah dibuat, maka
hipotesis dapat disusunn sebagai berikut :

43
1. Pengaruh Heat Input dengan variasi arus 140 A, 160 A, 180 A
memberikan hasil yang berbeda-beda terhadap perubahan sifat mekanis
benda kerja.
2. Semakin besar Heat Input dengan arus yang tinggi maka pada struktur
mikro terjadi perubahan di daerah weld metal dan daerah HAZ
3. Adanya perbedaan hasil uji pada benda kerja yang dipengaruhi oleh
variasi arus.

Afandi, E., Sari, D. Y., Nurdin, H., & Rahim, B. (2022). Analisa Pengaruh Kuat
Arus Pengelasan Smaw Terhadapkekuatan Uji Impak Pada Sambunganbaja
Karbon St 42. Jurnal Vokasi Mekanika (VoMek), 4(1), 58–64.
https://doi.org/10.24036/vomek.v4i1.287

Priyono, B., Nurdin, H., Arus, V. K., & Charpy, U. I. (2021). Analisis Pengaruh
Variasi Kuat Arus Pengelasan Metal Inert Gas ( Mig ) Terhadap
Ketangguhan Material Sambungan Las Pada Baja St 37 Analysis the Effect
Strong Variation of Welding Current Metal Inert Gas ( Mig ) on the Strength
of St 37 Welding Connection . 3(3), 8–14.

Setya Wardhana, K. (2021). Pengaruh Variasi Bentuk Kampuh Dan Posisi


Pengelasan Terhadap Kekuatan Bending Dan Struktur Mikro Pada Material

44
Baja Ss-540 Dengan Proses Las Mig. Jurnal Teknik Mesin, 09(01), 129–134.

Sulistiyo, B., & Purwanto, H. (2021). Analisis Pengaruh Arus Pengelasan GMAW
Terhadap Struktur Makro, Mikro dan Sifat Mekanik Pada Material Baja
Karbon ASTM A36. Jurnal Ilmiah MOMENTUM, 17(1), 36–42.
https://doi.org/10.36499/mim.v17i1.4346

Lukman. (2020). Pengaruh Heat Input Terhadap Ketangguhan Impak Dan


Kekuatan Lengkung (Bending) Sambungan Butt-Joint Las Tig Pada Baja
Karbon Rendah. Cendekia Mekanika, 01(01), 1–11.

Variasi Kampuh dan Kuat Arus Pengelasan SMAW terhadap Kekuatan Bending
pada Baja ASTM, P. A., Amzamsyah, R., Lazuardi Umar, M., Studi Teknik
Mesin, P., Teknik, F., & Muhammadiyah Jember, U. (2021). Rofi
Amzamsyah, Pengaruh Variasi Kampuh dan Kuat Arus Pengelasan SMAW
terhadap Kekuatan Bending pada Baja ASTM A36 The Effect of Campuh
Variation and Current Strength of SMAW Welding on Bending Strength in
ASTM A36. Jurnal Kajian Ilmiah Dan Teknologi Teknik Mesin, 5(2), 2541–
3562. Retrieved from http://jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/J-Proteksion

Siswanto. (2011). Konsep Dasar Teknik Las Untuk SMK (teori dan praktik).
Jakarta: Prestasi Pustaka.
Wiryosumarto, H. T. (2000). Teknologi Pengelasan logam. Jakarta: Pt. Pradya
Paramita.

45

Anda mungkin juga menyukai