Disusun Oleh :
RISKIYADIN MASRUDIN
(210018054)
1
BAB I
PENDAHULUAN
Baja karbon sangat banyak jenisnya mulai dari baja karbon rendah hingga
yang tertinggi. Pengaruh uatama dari kandungan karbon dalam baja adalah pada
kekuatan, kekerasan, dan sifat yang mudah dibentuk. Sendangkan menurut
(Wiryosumarto, 2000) baja karbon adalah paduan antara besi dan karbon dengan
sedikit Si, Mn, P, S, dan Cu. Sifat baja karbon sangat tergantung pada kadar
karbonya. Baja karbon adalah baja dengan kadar karbon dibawah 0,30%, baja
karbon sedang mengandung 0,30% sampai 0,45% karbon, dan baja karbon tinggi
berisi karbon antara 0,45% sampai 1,70%.
Adapun prinsip kerja las MIG (Metal Inert Gas) adalah cara pengelasan
dimana gas dihembuskan ke daerah las untuk melindungi busur dan logam yang
mencair terhadap atmosfir. Gas yang digunakan adalah gas helium (He), gas
Argon (Ar), atau campuran dari gas-gas tersebut. (Wiryosumarto, 2000)
2
Masukan panas (heat input) dalam proses pengelasan sangat mempengaruhi
baik dan tidaknya hasil dari pengelasan. Pengaturan heat input dapat dilakukan
dengan mengatur kuat arus listrik (Ampere) atau mengatur kecepatan dari
pengelasan, karena pengaturan yang tidak sesuai akan menyebabkan berbagai
pengaruh terhadap hasil pengelasan berupa struktur mikro, kekuatan lengkung dan
ketangguhan impak.
3
c. 180 A
5. Pengujian yang dilakukan:
a. Uji komposisi
b. Uji struktur mikro
c. Uji kekuatan lengkung
d. Uji ketangguhan impak
4
BAB II
LANDASAN TEORI
Penelitian yang dilakukan oleh Khairul Umam. Pada tahun 2022 menjelaskan
bahwa penelitian menggunakan strip plat baja karbon sendang berukuran 300 mm
x 100 mm x 6 mm yang diberi kampuh “V” dengan sudut 45° dan dilas pada
sambungan butt joint menggunakan pengelasan shield metal arc welding (SMAW)
menggunakan 2 layer dengan diameter elektroda 2,6 mm dengan arus 50 A pada
layer pertama dan 3,2 mm dengan variasi arus 100 A, dan 120 A pada layer
kedua.Peningkatan jumlah struktur acicular ferrite akan meningkatkan
ketangguhan dan keuletan logam las las, sendangkan jumlah struktur
widsmanstatten ferrite dapat menyebabkan penurunan keuletan dan ketangguhan
logam las.Dari hasil pengujian impak menunjukan bahwa nilai impak tertinggi
ada pada spesimen weld metal pada heat input 928,57 joule/mm, arus 100 A
dengan nilai impak sebesar 0,951 joule/mm² sendangkan nilai impak terendah ada
pada 1.005,15 joule/mm arus 120 A dengan nilai impak sebesar 0,275 joule/mm.
untuk hasil pengujian bending menunjukan bahwa nilai kekuatan lengkung
tertinggi ada pada spesimen weld metal pada heat input 966,21 joule/mm arus 110
A dengan nilai kekuatan bending sebesar 558,6 MPa. (Khairul umam, 2022)
Penelitian yang dilakukan oleh Lukman. pada tahun 2020 menjelaskan bahwa
pengujian struktur mikro weld metal pada setiap spesimen las struktur acicular
ferrit terdapat pada heat input yang paling besar nilainya yaitu heat input dengan
niali 505,97 J/mm, sehingga nilai ketangguhan serta kekuatan impaknya menjadi
lebih baik bila dibandingakn dengan spesimen dengan heat input 475,79 J/mm
yaitu sebesar dan heat input 435,55 J/mm yang strukturnya didominasi
5
windsmanssten ferrit, dari hasil perhitungan nilai ketangguhan dan kekuatan
impak 3.615 J/mm, nilai heat input 435,55 J/mm adalah 120,984 Joule dan
kekuatan impak 3.360 J/mm, nilai heat input 475,79 J/mm adalah 101,971 Joule
dan kekuatan impak 2.832 J/mm dan raw material adalah 39,513 Joule dan
kekuatan impak 1.097 J/mm, menunjukan bahwa spesimen dengan nilai heat
input 505,97 J/mm memiliki ketangguhan impak paling tinggi sendangkan
pengujian three point bending dengan spesimen pengelasan dengan nilai heat
input 575,79 J/mm memiliki kekuatan bending terbesar yaitu 1,551 MPa. Hal ini
mengindikasikan bahwa pada spesimen dengan nilai heat input 475,79 J/mm
memiliki kekuatan bending yang lebih baik dibandingkan spesimen yang
melakukan pengelasan dengan nilai heat input 435,55 J/mm, dan 505,97 J/mm,
dan raw material. Spesiment yang memiliki nilai uji bending yang paling rendah
bila dirata-ratakan adalah spesimen raw material yaitu sebesar 1,423 MPa.
(Lukman, 2020)
Penelitian yang dilakukan oleh Bajar Sulistiyo, dkk. Pada tahun menjelaskan
bahwa untuk mengetahui pengaruh arus pengelasan terhadap struktur makro,
mikro dan sifat mekanik pada baja karbon rendah ASTM A36. Bahan diberi
perlakuan pengelasan dengan variasi 90 A, 110 A, dan 130 A dengan
menggunakan las GMAW. Spesimen dilakukan pengujian foto makro, mikro,
kekerasan, dan uji tarik. Dan dari hasil pengujian makro dan mikro menunjukan
bahwa arus 90 A, arus 110 A, dan 130 A sangat berpengaruh pada perubahan
struktur makro dan mikro material uji. Arus pengelasan juga berpengaruh
terhadap hasil pengelasan. Semakin besar arus pengelasan, kekerasan daerah las
semakin tinggi. Kekerasan tertinggi dihasilkan pada daerah las dengan besar arus
130 A, yaitu 82,7 HRB. Tegangan maksimum pengelasan tertinggi adalah 354,18
MPa pada arus 90 A. begitu pula dari nilai tegangan luluh pengelasan tertinggi
adalah 298,44 MPa pada arus 110 A, nilai tegangan luluh pengelasan terendah
adalah 252,83 MPa pada arus 130 A. (Sulistiyo & Purwanto, 2021)
Penelitian yang dilakukan oleh budi Priyono, dkk. Pada tahuan 2021
menjelaskan bahwa pengaruh dari variasi kuat arus pengelasan Metal Inert Gas
6
(MIG) terhadap ketangguhan material sambungan las baja ST 37 menggunakan
kawat las ER 70S 6 (AWS A5.18) berdiameter 1,2 mm, dengan tebal plat 10 mm
dengan pengujian impact charpy ASTM E 23. Metode penelitian yang digunakan
adalah penelitian eksperimen, menggunakan las MIG dengan kuat arus pengelasan
120 A, 140 A, dan 160 A. Hasil yang didapat dari pengujian impact charpy nilai
impak tertinggi yaitu pada spesimen dengan pengelasan kuat arus 140 A memiliki
nilai impak rata-rata yaitu sebesar 2,20 Joule/mm². Sendangkan nilai impak
terendah yaitu pada spesimen pengelasan kuat arus 160 A memiliki nilai impak
dengan rata-rata yaitu sebesar 1,99 Joule/mm². Berdasarkan data dari pengujian
impact charpy hasil sambungan las MIG dengan variasi arus pengelasan dapat
diambil kesimpulan bahwa dari hasil yang didapatkan terjadi perbedaan
ketangguahan material dalam menyerap energi dari beban kejut yang
mengenainya begitu juga dengan harga impak pada setiap spesimen terhadap
terhadap variasi arus yang diberikan. Perbedaan ini terjadi karena pengaruh panas
yang terjadi pada material semakin meningkat sesuai dengan kuat arus yang
diterima oleh material hasil las MIG sehingga hal ini berpengaruh pada struktur
material yang dilas sehingga membuat ketangguhan dan harga impak dari masing
– masing spesimen yang didapat menunjukan hasil yang berbeda. (Priyono,
Nurdin, 2021)
Penelitian yang dilakukan oleh Kresno Setya Wardana, dkk. Pada tahun 2021
menjelaskan bahwa untuk mendapatkan hasil yang baik pada proses pengelasan
maka banyak dilakukan penelitian tentang apa saja yang mempengaruhi hasi las.
Penulis melakukan penelitian ini dengan tujuan mengetahui kekuatan bending dan
struktur mikro hasil pengelasan MIG pada material baja SS-540 dengan
menggunakan variasi jenis kampuh (kampuh V dan U) dan posisi pengelasan (1G
dan 2G). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen dengan
teknik analisis data menggunakan uji komparatif tidak berkorelasi yaitu sala satu
cara statistika untuk membuktikan apakah hipotesis dari penulis bisa diterima atau
tidak. Hal ini untuk mengetahui perbandingan yang signifikan antara perbedaan
jenis kampuh V dan U serta posisi pengelasan 1G dan 2G. dengan adanya
penelitian inidiharapkan mendapat nilai kekuatan bending terbaik dari jenis variasi
7
kampuh V dan U serta posisi pengelasan 1G dan 2G, dan perubahan yang terjadi
pada perubahan struktur mikro baja SS-540. Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan variasi bentuk kampuh dan posisi pengelasan berpengaruh terhadap
kekuatan bending. Dimana kekuatan bending terbesar dihasilkan dari variasi
kampuh U posisi 1G dengnan hasil kekuatan sebesar 311,13 MPa. Sendangkan
hasil uji bending terendah dihasilkan dari variasi kampuh V posisi 2G dengan
hasil kekuatan sebesar 240,75 MPa. (Setya Wardhana, 2021)
Penelitian yang sudah dilakukan oleh Erika Afandi, dkk. Pada tahun 2022
menjelaskan tentang bagaimana pengaruh dari kuat arus pengelasan SMAW
terhadap kekuatan ujian impak pada sambungan baja karbon st 42 dengan tebal 10
mm, panjang 55 mm, dan lebar 10 mm. Jenis las yang digunakan yaitu las SMAW
dengan arus DC menggunakan 3 jenis variasi kuat arus yaitu 90 A, 105 A, dan
120 A. jenis elektroda yang digunakan yaitu elektroda RB-E6013 diameter 3,2
mm dan kampuh yang dipakai ialah kampuh V. Proses pengelasan dilakukan 3
layer menggunakan metode down heand position. Spesimen dilakukan pengujian
8
impak metode charpy. Hasil pengujian kekuatan impak pada material ST 42
mempunyai nilai harga impak sebesar 182,82 joule, untuk harga impak memiliki
nilai 2,28 joule/ mm², dan hasil kekuatan impak dengan variasi kuat arus 90 A
mempunyai energi terserap sebesar 110,95 joule, kemudian untuk harga impak
memiliki nilai 1,38 jioule/mm². Data hasil kekuatan impak dengan variasi kuat
arus 105 A memiliki nilai energi terserap sebesar 83,36 joule, kemudian untuk
nilai harga impak memiliki nilai 1,03 joule/mm². terakhir untuk variasi kuat 120 A
memiliki nilai energi terserap sebesar 77,61 joule, dan nilai harga impak yaitu
0,96 joule/mm². Baja karbon yang dilas dengan arus yang lebih rendah maka
harga impaknya lebih besar dan baja karbon yang diberi arus pengelasan yang
lebih besar terjadi penurunan harga impaknya. (Afandi, Sari, Nurdin, & Rahim,
2022)
9
1,551 MPa.
3. Bajar sulistiyo, Analisa Kekerasan tertinggi dihasilkan pada daerah
dkk (2021) pengaruh variasi las dengan besar arus 130 A dari variasi arus
arus pengelasan 90 A, 110 A, 130 A, yaitu 82,7 HRB.
GMAW pada Tegangan maksimum pengelasan tertinggi
baja karbon adalah 354,18 MPa pada arus 90 A. begitu
ASTM A36 pula dari nilai tegangan luluh pengelasan
tertinggi adalah 298,44 MPa pada arus 110
A, nilai tegangan luluh pengelasan terendah
adalah 252,83 MPa pada arus 130 A.
10
variasi kampuh double V nilai uji bending
tertinggi ada pada kuat arus 80 A dengan
nilai 110,24 MPa, dan untuk nilai terendah
ada pada kuat arus 120 A dengan nilai 84,72
MPa.
7. Erika afandi, Analisa kuat Pengujian impak tertinggi terdapat pada kuat
dkk (2022) arus pengelasan arus 90 A dengan nilai 1,38 joule/mm2, dan
SMAW pada uji impak terendah ada pada kuat arus 120 A
sambungan baja dengan nilai 0,96 joule/mm2 dari variasi
karbon ST 42 arus 90 A, 105 A, dan 120 A.
Baja karbon merupakan jenis baja paduan yang terdiri atas unsur besi Fe dan
karbon c. dimana besi merupakan unsur dasar dan karbon sebagai unsur paduan
utamanya. Dalam proses pembuatannya, penambahan kandungan unsur kimia lain
seperti sulfur (S), phosporus (P), silicon (Si), mangan (Ma) dan unsur kimia
lainya sesuai dengan sifat baja yang terbentuk. Baja karbon memiliki kandungan
unsur karbon dalam besi sebesar 0,2% hingga 1,7%, dimana kandungan unsur
karbon tersebut berfungsi sebagai unsur pengeras dalam struktur baja. American
iron and steel institute (AISI) mendifinisikan baja dianggap sebagai baja karbon
ketika tidak ada kandungan minimum yang ditentukan atau diperlukan untuk
chromium (Cr), cobalt (Co), niobium (Nb), molybdenum (Mo), nickel (Ni),
titanium (Ti), tungsten (W), vanadium (V), atau zirconium (Zr), atau elemen lain
yang ditentukan untuk mendapatkan efek paduan yang diinginkan, dengan catatan
ketika kandungan minimum yang ditentukan untuk copper (Cu) tidak melebihi
0,40%, atau kandungan maksimum yang yang ditentukan seperti mangan (Mn)
1,65%, silicon (Si) o,60% tidak melebihi batas presentasenya.
Baja karbon merupakan material yang masih banyak digunakan pada bidang
konstruksi, perkapalan, otomotif, dan lain sebagainya. Pada umumnya baja karbon
dapat dilas dengan seluruh macam jenis pengelasan lainya. Tetapi kualitas yang
11
dihasilkan dari masing – masing proses pengelasan tidak akan sama hasilnya
dikarenakan kualitas dari setiap proses pengelasan hanya cocok diterapkan pada
tujuan – tujuan tertentu.
12
Tabel 2.2 Klasifikasi Baja Karbon (Wiryosumarto, 2000)
Baja
lunak 0,08 18-28 32-36 40-30 95-100 Plat tipis
khusus
13
2.2.2 Weldability Baja Karbon Rendah
Baja karbon rendah yang juga disebut baja lunak banyak sekali digunakan
pada konstruksi umum. Baja karbon rendah dibagi dalam beberapa bagian
antaranya, baja kil, baja semi- kil, dan baja rim. Dimana penamaannya didasarkan
atau persyaratan deoksidasi, cara pembekuan, dan distribusi rongga atau lubang
halus didalam ingot. Klasifikasi baja menurut tingkat deoksidasinya dapat lihat
pada tabel berikut.
Baja
Baja <0, 0,25– Sedikit
Rendah karbon <0,01 Fe-Mn Banyak Banyak
rim 3 0,45 sekali
rendah
Baja Fe-Si
Baja <0, 0,01- 0,45-
semi- Sedang (dalam Sedikit Sedikit Sedikit
karbon 1 0,1 0,8
kill tungku)
Baja Fe-Si,Al Hampir
Baja <1, Sedikit
Tinggi karbon >0,1 >0,3 (dalam tidak banyak
kill 5 sekali
khusus ladel) ada
Baja karbon rendah dapat dilas dengan semua cara pengelasan yang ada
didalam praktek dan hasilnya akan baik bila persiapanya sempurna dan
persyaratannya dipenuhi. Pada kenyataannya baja karbon rendah adalah baja yang
mudah dilas. Retak las yang mungkin terjadi pada pengelasan plat tebal dapat
dihindari dengan pemanasan mula atau dengan menggunakan elektroda hidrogen
rendah.
14
Faktor – faktor yang mempengaruhi mampu las dari baja karbon rendah
adalah kekuatan tarik dan kepekaan terhadap retak las. Kekuatan Tarik pada baja
karbon dapat dipertinggi dengan menurunkan kadar karbon C dan menaikan kadar
Mn. Suhu transisi dari kekuatan tarik menjadi turun dengan naiknya harga
perbandingan Mn/C. Perubahan kekuatan tarik dapat dilihat pada gambar berikut.
15
Berdasarkan definisi dari Deutche Industrie Normen (DIN) las adalah ikatan
metalurgi pada sambungan logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan
lumer atau cair. Dari definisi tersebut dapat dijabarkan lebih lanjut bahwa las
adalah sambungan setempat dari beberapa batang logam dengan menggunakan
energi panas. Pada waktu ini telah digunakan lebih dari 40 jenis pengelasan
termasuk pengelasan yang dilaksanakan dengan hanya dua logam yang disambung
sehingga terjadi ikatan antara atom – atom atau molekul – molekul dari logam
yang disambungkan.
16
Gambar 2. 1 Klasifikasi Cara Pengelasan ( Wiryosumarto dan Okumura, 2000 )
Las busur gas adalah cara pengelasan dimana gas dihembuskan ke daerah
las untuk melindungi busur dan logam yang mencair terhadap atmosfir. Gas yang
digunakan sebagai pelindung adalah gas helium (He), gas argon (Ar), gas karbon
dioksida (CO₂) atau campuran dari gas – gas tersebut.
Las busur biasanya dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok elektroda
tak terumpan dan kelompok elektroda terumpan. Kelompok elektroda tak
terumpan menggunakan batang wolfram sebagai elektroda yang dapat
menghasilkan busur listrik tanpa turut mencair, sendangkan kelompok elektroda
terumpan sebagai elektrodanya digunakan kawat las.
17
(a) Jenis elektroda tak terumpan (b) Jenis elektroda terumpan
Gambar 2. 2 Las Busur Gas (Wiryosumarto, 2000)
Kelompok elektroda tak terumpan masi dibagi lagi kedalam dua jenis yaitu
jenis dengan logam pengisi dan jenis tanpa pengisi. Kelompok ini biasanya
menggunakan gas mulia sebagai pelindung sehingga secara keseluruhan nama
kelompok ini menjadi las wolfram gas mulia atau dalam bahasa inggris tungsten
inert gas welding yang disingkat TIG welding atau las TIG.
Kelompok terumpan kadang – kadang juga dibagi lagi dalam dua jenis
berdasarkan kawat elektrodanya, yaitu jenis kawat elektroda pejal dan jenis kawat
elektroda dengan inti fluks. Dalam kelompok ini digunakan dua macam gas
pelindung yaitu gas mulia dan gas (CO₂). Kelompok dengan gas mulia nama
keseluruhannya menjadi las busur logam gas mulia yang dalam bahasa inggrisnya
adalah metal inert gas arc welding yang biasanya disingkat menjadi MIG welding
atau MIG. Pada waktu ini umumnya gas pelindung yang digunakan berupa gas Ar
dan He.
Las GTAW atau disebut juga TIG adalah proses pengelasan, menggunakan
panas dari nyala pijar yang terbentuk antara elektroda Tungsten yang tidak
terumpan dengan menggunakan gas mulia sebagai pelindung terhadap pengaruh
luar pada saat pengelasan. Skema dari las TIG dapat dilihat dalam Gambar 2.3 di
halaman 13, Busur listriknya timbul antara batang wolfram dan logam induk dan
dilindungi oleh gas argon.
18
2. Las Metal Inert Gas ( MIG )
Menurtu (Wiryosumarto, 2000) Las MIG (Metal Inert Gas) atau yang sering
disebut (GMAW Gas Metal Arc Welding) adalah cara pengelasan dimana gas
dihembuskan ke daerah las untuk melindungi busur dan logam yang mencair
terhadap atmosfir. Gas yang digunakan adalah gas helium (He), dan gas Argon
(Ar). Di dalam logam gas mulia, kawat las MIG yang digunakan berfungsi sebagai
elektroda yang diumpankan terus menerus. Busur listrik terjadi antara kawat
pengisi dan logam induk. Gas pelindung tersebut adalah gas argon, helium yang
juga bisa dicampur keduanya. Dalam banyak hal penggunaan las MIG sangat
menguntungkan. Hal ini disebabkan karena sifat – sifatnya yang baik, misalnya:
Karena hal – hal tersebut diatas, maka las MIG seringkali digunakan
dalam praktek terutama untuk pengelasan baja – baja kualitas tinggi seperti
baja tahan karat, baja kuat, dan logam-ogam bukan baja yang tidak dapat
dilas dengan cara yang lain.
19
Gambar 2.4 Pemindahan semburan pada las MIG (Wiryosumarto, 2000)
Sifat – sifat seperti diterangkan diatas sebagian besar disebakan oleh
sifat dari busur yang dihasilkan. Dalam gambar 2.4 ditunjukan keadaan
busur dalam las MIG dimana terlihat ujung elektroda yang selalu runcing.
Hal inilah yang menyebabkan butir-butir logam cair menjadi halus dan
pemindahannya berlangsung dengan cepat seakan-akan seperti
disemburkan.
Besarnya arus kritik tergantung dari pada bahan kawat las, garis tengah
kawat las dan jenis gas pelindungnya. Bila diameternya mengecil, besarnya
arus kritik yang diperlukan juga menurun. Penambahan gas CO₂ kedalam
gas argon akan menaikan besarnya arus listrik. (Wiryosumarto, 2000)
20
Gambar 2.3 Pengaruh Perubahan Arus Terhadap Ukuran Dan Frekuensi Tetesan.
(Wiryosumarto, 2000)
Gambar 2.4 Hubungan Antara Arus Kritik Dan Diameter Kawat (Wiryosumarto,
2000)
Karena busur dalam las MIG konsentrasinya sangat tinggi maka jelas
bahwa penetrasinya sangat dalam ditempat busur dan segera mendangkal
pada sekitarnya. Hal ini perlu diperhatikan oleh juru las agar jangan sampai
terjadi penetrasi dangkal pada daerah sambungan. Gas CO₂ juga
memengaruhi dalamnya penetrasi. Bila gas ini dicampurkan kedalam gas
argon, maka penetrasi pada tempat busur berkurang tetapi penetrasi
disekitarnya semakin dalam. Apa bila gas CO₂ murni yang digunakan
sebagai pelindung maka penetrasinya pada seluruh daerah busur menjadi
dalam.
21
Gambar 2.5 Pengaruh Gas Pelindung Terhadap Penetrasi (Wiryosumarto,
2000)
Kawat pengisi dalam las MIG biasanya diumpankan secara otomatis,
sendangkan alat pemmbakarnya digerakan dengan tangan . kadang – kadang
las MIG juga dilaksanakan secara penuh otomatik penuh, dimana alat
pembakarnya ditempatkan pada suatu dudukan yang berjalan. Kawat las
yang digunakan biasanya berdiameter antara 1,2 mm sampai 1,6 mm. Pada
umumnya las MIG dapat digunakan secara memuaskan, kecuali satu hal
yaitu cara agak sukar untuk pengelasan posisi tegak dan untuk pelat – pelat
tipis. Hal ini dapat diperbaiki dengan menggunakan arus rendah yang
mengakibatkan proses pemindahan sembur tidak terjadi.
22
2.3.3 Standar parameter las MIG
Penggunaan masukan panas dalam las MIG sangat luas sehingga diperlukan
pengaturan parameter yang tepat dan sesuai dengan penggunaan. Parameter-
parameter yang berpengaruh dalam pengelasan MIG diantaranya adalah sebagai
berikut :
1. Arus listrik
Arus berpengaruh dalam proses pemgelasan busur listrik, besar kecil
arus yang digunakan dapat menentukan ukuran dan bentuk penetrasi dan
deposit las. Arus yang semakin besar cenderung menghasilkan penetrasi
yang lebih dalam dan luas daerah lasan semakin sempit.
2. Kecepatan las
Kecepatan pengelasan tergantung pada jenis elektroda. Diameter inti
elektroda. Bahan yang dilas, geometri sambungan, ketelitian sambungan.
Kecepatan las tidak ada hubungannya dengan tegangan tetapi berbanding
lurus dengan kuat arus, sehigga pengelasan yang cepat membutuhkan
arus las yang tinggi untuk mencapai hasil las yang baik. Jika kecepatan
las dinaikkan maka masukan panas per satuan panjang akan menjadi
kecil sehingga pendinginan akan berjalan cepat. Kecepatan pengelasan
dapat dihitung dengan menggunakan rumus dibawah ini :
S
V = ……………………………………. (2.1)
t
Keterangan :
V = Kecepatan pengelasan (mm/s)
S = Panjang pengelasan (mm)
t = Waktu pengelasan (s)
3. Gas pelindung
Gas yang digunakan pada pengelasan MIG yaitu gas mulia karena
sifatnya stabil dan tidak mudah bereaksi dengan unsur lainya. Gas CO₂
memberikan perlindunan yang lebih baik dan penembusannya yang
23
dalam. Tingginya penekanan pada manik las dapat memperbaiki kuat
manik dan memperkecil terjadinya rongga-rongga halus pada lasan.
4. Elektroda
Elektroda yang digunakan pada pengelasan MIG yaitu elektroda
terumpan yang berfungsi sebagai pencipta busur nyala dan juga sebagai
logam pengisi. Besar kecilnya elektroda tergantung pada bahan yang
digunakan dan ukuran tebal bahan.
Tabel 2.4 Standar Parameter Arus Pada Pengelasan (Blog Guru Produktif)
24
2.3.4 Peralatan Utama Las MIG
1. Mesin las
Sistem pembangkit pada mesin las MIG pada prinsipnya adalah sama
dengan mesin las SMAW yang dibagi dalam dua golongan, yaitu: mesin
las arus bolak – balik (Alternating Current atau Acwelding Machine) dan
mesin las arus searah (Direct Current atau DC Welding Machine), namun
sesuai dengan tuntunan pekerjaan dan jenis bahan yang dilas yang
kebanyakan adalah jenis baja, maka secara luas proses pengelasan
dengan MIG (Metal Inert Gas) adalah menggunakan mesin las DC.
Adapun gambar rangkaian perlengkapan mesin las adalah sebagai berikut
:
25
menyatu dengan mesin las, tetapi merupakan bagian yang terpisah dan
ditempatkan berdekatan dengan pengelasan. Adapun berfungsi sebagai
berikut :
a. Menempatkan kawat rol elektroda.
b. Mengatur pemakaian rol kawat elektroda.
c. Menempatkan kabel las (welding gun dan nozzle) dan system saluran
gas pelindung.
d. Mempermudah proses pengelasan dimana wire feeder dapat
dipindah- pindahkan.
3. Welding Gun
Welding gun berfungsi sebagai tempat keluarnya kawat las dan gas
pelindung pada saat proses pengelasan berlangsung.
26
Gambar 2.9 Welding Gun Las MIG (Greenzone42arm,2014)
27
5. Regulatro Gas Pelindung
Fungsi utama dari regulator adalah untuk mengatur pemakaian gas.
Untuk pemakaian gas pelindung dalam waktu yang relative lama,
terutama gas CO₂ dipwelukan pemanas (heater-vaporizer) yang dipasang
antara silinder gas dan regulator. Hal ini diperlukan agar gas pelindung
tersebut tidak membeku yang berakibat terganggunya aliran gas.
28
Gambar 2.12 Pipa Kontak Las MIG
8. Elektroda
Elektroda adalah bagian dari ujung (yang berhubungan dengan
benda kerja) rangkaian penghantar arus listrik sebagai sumber panas.
Pengelasan dengan menggunakan las listrik memerlukan kawat las
(elektroda) yang terdiri dari satu inti terbuat dari logam yang dilapisi
lapisan dari campuran kimia. Fungsi dari elektroda sebagai pembangkit
29
dan sebagai bahan tambah. Bentuk elektroda ada dua yaitu yang
berselaput (fluks) dan tidak berselaput yang merupakan pangkal.
Bentuk kawat elektroda yang digunakan pada proses las metal inert
gas (MIG) secara umum adalah solid wire dan fixed cored wire, dimana
penggunaan kedua tipe tersebut sangat tergantung pada jenis pekerjaan,
pada dasarnya terdapat lima faktor yang mempengaruhi pemilihan
elektroda diantaranya komposisi kimia benda kerja, property mekanik
benda kerja, jenis gas pelindung, jenis servis, dan jenis sambungan.
30
biasanya digunakan pada proses pengelasan dengan transfer logam
spray atau arus pendek.
3. ER70S-5 (SPOOLARC 86)
Elektroda ini mengandung lebih banyak mangan dan silicon,
selain itu juga mengandung aluminium (0,5% hingga 0.9%) yang
berfungsi sebagai elemen deoksidasi. Elektroda ini dapat digunakan
untuk pengelasan pada permukaan yang telah berkarat. Gas pelindung
yang dapat digunakan adalah CO₂ (karbon dioksida), jenis pengelasan
ini terbatas hanya pada posisi datar (flat).
4. ER70S-6 (SPOOLARC 86)
Elektroda pada kelas ini memiliki kandungan silicon terbesar
(1,15%) dan mangan sebesar (1,85%) sebagai elemen doksidasi. Pada
umumnya untuk baja karbon rendah menggunakan gas pelindung CO₂
dan arus listrik yang tinggi.
5. ER70S-7 (SPOOLARC 87HP)
Elektroda ini multifungsi dan memiliki performa yang tinggi,
digunakan untuk mendapatkan hasil yang berkualitas. Elektroda ini
mengandung mangan sekitar 2% atau lebih. Dapat menggunakan
berbagai jenis gas pelindung.
6. ER70S-8 (SPOOLARC 83)
Elektroda ini mengandung silicon dan mangan sebagai seoksidasi
dan molybdenum (0,4% hingga 0,6%) untuk meningkatkan kekuatan.
Dapat digunakan untuk berbagai jenis posisi pengelasan,
menggunakan gas pelindung Ar-CO₂. Dapat menghasilkan logam las
yang memiliki kekuatan tarik hinggah lebih dari 80.000 psi (552
MPa).
31
Gambar 2.14 Elektroda
Masukan panas (Heat Input) merupakan energi panas yang terjadi saat
proses pengelasan berlangsung elektroda akan mencair bersamaan dengan logam
induk akibat energi panas, energi panas tersebut akan terus bertambah sesuai
dengan lamanya proses pengelasan yaitu dari kecepatan pengelasan dari panjang
bahan yang dilas. Sehingga masukan panas terjadi akibat proses pengelasan setiap
satuan panjang pengelasan dan panjang pengelasan.
E. I
Heat Input ¿ η ......................................................(2.2)
v
Dimana :
32
Tabel 2.5 Efisiensi Proses Pengelasan (Sonowa, 2003)
Keterangan :
33
2. PMZ (partially melted zone) adalah daerah dekat diluar logam
lasan dimana pencairan dapat terjadi selama pengelasan
berlangsung. Daerah ini merupakan daerah sempit antara weld
metal dan HAZ, dan merupakan daerah temperature tertinggi yang
memiliki dua fasa cair dan padat sehingga sering kali terjadi
retakan.
3. HAZ (Heat Affected Zone) adalah merupakan daerah paling kritis
pada daerah las karena terjadi perubahan sifat dan struktur terjadi
di daerah ini. Dimana sifat struktur daerah pengelasan dipengaruhi
dari lamanya pendinginan dan komposisi dari logam induk. Oleh
karena itu daerah ini merupakan daerah sensitasi diaman presipitasi
karbida krom terbentuk.
4. Logam induk (Parent Metal) merupakan base metal diaman panas
dan suhu pengelasan tidak menyebabkan terjadinya perubahan-
perubahan struktur dan sifat.
Dalam setiap pengelasan pasti ada zona terpengaruh panas (HAZ) adalah
sesuatu yang terjadi ketika logam terkena suhu tinggi. Ini memiliki dampak
negatif pada desain dan struktur logam. HAZ dapat diidentifikasikan oleh
serangkaian pita berwarna cerah antara permukaan pengelasan dan logam dasar
yang tidak terpengaruh. Warna berkisar dari kuning muda ke ungu. Untuk
mengetahui pasti lebar HAZ harus dengan proses pengetesan, untuk melihat
dengan mata langsung sangat tidak mungkin karena warna dan kondisi sama
antara lasan, logam induk, dan HAZ. Berikut cara untuk melihat struktur makro
HAZ.
34
4. Mencelupkan permukaan bahan lasan kedalam cairan etsa selama 3
detik.
5. Membersikan permukaan specimen yang telah dicelup kedalam
cairan etsa dengan alcohol dan keringkan permukaan bahan lasan
dengan kain.
6. Jika sudah lebar HAZ akan terlihat dengan cahaya yang terfokus
pada permukaan.
Selama proses pendinginan logam las dari cair sampai ke suhu kamar, akan
mengalami serangkaian perubahan (transformasi) fasa. Proses pendinginan pada
las berlangsung secara kontinu, sehingga untuk mempelajari struktur mikro yang
terjadi pada pengelasan maka dibutuhkan diagram CCT (Continuous Cooling
Transformation). Dari diagram ini dapat diketahui perubahan fasa yang terjadi
pada logam las tergantung dari kecepatan pendinginannya. Struktur mikro yang
terbentuk akibat proses pengelasan sebagai berikut :
35
mengakibatkan pengkasaran butiran pada daerah ini. Strktur ini terbentuk
pada suhu 400°C - 500°C.
e. Martensit (Martensite) : Struktur ini terbentuk jika laju pendinginannya
berlangsung sangat cepat. Berbentuk plat-plat besar yang sejajar dan
memiliki kekerasan yang sangat tinggi sehingga cenderung bersiat getas.
Pada proses pendinginan las ini secara kontinu dan proses penurunan suhu
berlangsung secara gradual tanpa adanya sesuaian untuk menurunkan fasa-fasa
yang terjadi menurut diagram CCT (Continuous Cooling Transformation).
36
Gambar 2.17 Diagram CCT (Continuous Cooling Transformation)
37
Pengujian komposisi kimia dilaksanakan dua tahap yaitu sebelum proses
pengelasan dan sesudah proses pengelasan, untuk proses pengujian tahap pertama
pada logam induk (Base Metal) sebelum proses pengelasan dilaukan dan untuk
tahap kedua pengujian komposisi dilakukan pada logam las sebelum mengalami
proses perlakuan panas (Heat Treatment).
Untuk mengetahui bentuk struktur mikro dari suatu logam (spesimen uji)
dilakukan pengujian dengan mempergunakan alat khusus yaitu mikroskop optik.
Mikroskop optic sederhana terdiri dari tiga bagian pokok, yaitu :
38
Gambar 2.18 Skema Mikroskop Optik (Van Vlack, 1991)
39
2.5.3 Pengujian Kekuatan Lengkung
Kekakuan adalah ketahanan suatu material terhadap deformasi elestis.
Modulus elastis (E) adalah harga kekakuan suatu material pada daerah elastis.
Modulus elastis juga berarti perbandingan tegangan dengan regangan pada daerah
elastis. Material yang lentur (tidak kaku) adalah material yang dapat mengalami
regangan bila diberi tegangan atau beban tertentu. Tegangan atau beban yang
diberikan pada spesimen uji haruslah dibawah beban maksimum agar spesimen
tidak mengalami deformasi plastis.
Uji lengkung (bending test) merupakan sala satu bentuk pengujian untuk
menentukan mutu suatu material secara visual.
Pada pengujian lentur dan kekerasan dilakukan dengan pemberian beban
pada material sehingga secara bersamaan terbentuk tegangan tarik, tekan, dan
geser. Beban tersebut akan maksimum pada permukaan spesimen, serta bernilai
nol pada neutral axis-nya. Secara umum pengujian dilakukan dengan
menggunakan dua tipe pembebanan, yakni : 3 point bending dan 4 point bending.
Berikut ini skema pengujian keduanya beserta diagram gaya geser serta momen
lenturnya.
Saat material diberi beban pada daerah elastis, maka akan timbul tegangan
pada penampang melintang sebagai akibat dari momen lentur.
40
Gambar 2.20 Skema Pengujian 3 Point Bending Dan 4 Point Bending (Khamid,
2011)
Faktror yang harus doperhatikan dalam uji bending adalah sebagai berikut :
41
Merupakan pengujian impak dengan meletakan posisi spesimen uji
pada tumpuan dengan posisi horizontal/mendatar dan arah
pembebanan berlawan dengan arah takikan.
Beberapa kelebihan metode Charpy, antara lain :
Hasil pengujian lebih akurat.
Pengerjaannya lebih mudah dipahami dan dilakukan.
Menghasilkan tegangan uniform disepanjang penampang.
Waktu pengujian lebih singkat.
42
Pada umumnya metode Charpy banyak digunakan di amerika sendangkan
metode Izod digunakan di eropa. Metode yang akan digunakan pada penelitian in
adalah metode Charpy. Pada metode charpy, spesimen uji akan diletakan
mendatar dengan ditahan pada bagian ujung-ujungnya oleh penahan, kemudian
pendulum ditarik keatas sesuai posisi yang diinginkan. Setelah itu pendulum
dilepaskan dan mengenai tepat pada bagian takikan atau sejajar dengan takikan.
Pada saat pendulum dinaikan sampai pada ketinggian h, kemudian dari posisi ini
pendulum akan dilepaskan dan berayun bebas memukul spesimen hinggah patah
dan pendulum masi terus berayun sampai ketinggian h.
Pengujian ini bertujuan untuk memastikan bentuk patahan dari suatu logam
yang telah mengalami suatu proses pengelasan, dari pengujian struktur makro
juga dapat diketahui seberapa ulet bahan yang telah diuji, keuletan suatu logam
dipengaruhi oleh komposisi kadar karbon yang terdapat pada logam tersebut,
semakin rendah kandungan karbon yang terdapat pada logam maka logam
tersebut akan mempunyai keuletan yang tinggi.
2.6 Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustakan dan dasar teori yang telah dibuat, maka
hipotesis dapat disusunn sebagai berikut :
43
1. Pengaruh Heat Input dengan variasi arus 140 A, 160 A, 180 A
memberikan hasil yang berbeda-beda terhadap perubahan sifat mekanis
benda kerja.
2. Semakin besar Heat Input dengan arus yang tinggi maka pada struktur
mikro terjadi perubahan di daerah weld metal dan daerah HAZ
3. Adanya perbedaan hasil uji pada benda kerja yang dipengaruhi oleh
variasi arus.
Afandi, E., Sari, D. Y., Nurdin, H., & Rahim, B. (2022). Analisa Pengaruh Kuat
Arus Pengelasan Smaw Terhadapkekuatan Uji Impak Pada Sambunganbaja
Karbon St 42. Jurnal Vokasi Mekanika (VoMek), 4(1), 58–64.
https://doi.org/10.24036/vomek.v4i1.287
Priyono, B., Nurdin, H., Arus, V. K., & Charpy, U. I. (2021). Analisis Pengaruh
Variasi Kuat Arus Pengelasan Metal Inert Gas ( Mig ) Terhadap
Ketangguhan Material Sambungan Las Pada Baja St 37 Analysis the Effect
Strong Variation of Welding Current Metal Inert Gas ( Mig ) on the Strength
of St 37 Welding Connection . 3(3), 8–14.
44
Baja Ss-540 Dengan Proses Las Mig. Jurnal Teknik Mesin, 09(01), 129–134.
Sulistiyo, B., & Purwanto, H. (2021). Analisis Pengaruh Arus Pengelasan GMAW
Terhadap Struktur Makro, Mikro dan Sifat Mekanik Pada Material Baja
Karbon ASTM A36. Jurnal Ilmiah MOMENTUM, 17(1), 36–42.
https://doi.org/10.36499/mim.v17i1.4346
Variasi Kampuh dan Kuat Arus Pengelasan SMAW terhadap Kekuatan Bending
pada Baja ASTM, P. A., Amzamsyah, R., Lazuardi Umar, M., Studi Teknik
Mesin, P., Teknik, F., & Muhammadiyah Jember, U. (2021). Rofi
Amzamsyah, Pengaruh Variasi Kampuh dan Kuat Arus Pengelasan SMAW
terhadap Kekuatan Bending pada Baja ASTM A36 The Effect of Campuh
Variation and Current Strength of SMAW Welding on Bending Strength in
ASTM A36. Jurnal Kajian Ilmiah Dan Teknologi Teknik Mesin, 5(2), 2541–
3562. Retrieved from http://jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/J-Proteksion
Siswanto. (2011). Konsep Dasar Teknik Las Untuk SMK (teori dan praktik).
Jakarta: Prestasi Pustaka.
Wiryosumarto, H. T. (2000). Teknologi Pengelasan logam. Jakarta: Pt. Pradya
Paramita.
45