Anda di halaman 1dari 17

PENGARUH FLAME HARDENING TERHADAP KEKERASAN

PERMUKAAN DENGAN METODE PENGUJIAN MICRO VICKERS


DAN STRUKTUR MIKRO BESI COR NODULAR

Disusun sebagai salah satu syarat memperoleh Gelar Strata I


pada Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik

Oleh:
ANWAR FAUZI
D 200 170 241

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2022
i
ii
iii
PENGARUH FLAME HARDENING TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN
DENGAN METODE PENGUJIAN MICRO VICKERS DAN STRUKTUR MIKRO
BESI COR NODULAR

Abstrak

Besi cor nodular merupakan besi cor kelabu dengan proses penambahan paduan
magnesium (Mg) atau cerium (Ce) sehingga merubah bentuk grafit yang serpih menjadi
bulat. Flame hardening adalah proses perlakuan panas pada permukaan besi cor dan
diikuti quenching yang mengubah struktur austenit menjadi martensit pada permukaan
tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh flame hardening terhadap
kekerasan permukaan dan struktur mikro besi cor nodular. Proses flame hardening
digunakan menggunakan metode progressive. Dari pengujian kekerasan didapatkan nilai
kekerasan tertinggi sebesar 548,52 VHN dan kedalaman lapisan flame hardening yaitu
sebesar 1,5 mm. Pada pengujian struktur mikro terlihat bagian permukaan spesimen
didominasi fasa martensit dan perlit, kemudian pada daerah transisi terdapat fasa grafit
yang berbentuk gumpalan-gumpalan dan perlit. Fasa pada daerah yang tidak terkena
flame hardening terdiri dari grafit yang berbentuk bulat dan dikelilingi oleh ferit serta
memiliki matrik perlit. Hasil penelitian menunjukan bahwa flame hardening dapat
mengeraskan spesimen besi cor nodular.

Kata kunci: flame hardening, kekerasan, struktur mikro, besi cor nodular

Abstract

Nodular cast iron is gray cast iron with a process of adding magnesium (Mg) or cerium
(Ce) alloys to change the shape of the graphite flakes to become round. Flame hardening
is a process of heat treatment on the surface of cast iron and followed by quenching
which changes the austenite structure to martensite on the surface. This study aims to
determine the effect of flame hardening on the surface hardness and microstructure of
nodular cast iron. The flame hardening process is used using the progressive method.
From the hardness test, the highest hardness value is 548.52 VHN and the depth of the
flame hardening layer is 1.5 mm. In microstructure testing, it can be seen that the surface
of the specimen is dominated by martensite and pearlite phases, then in the transition
region there is a graphite phase in the form of lumps and pearlite. The phase in the area
that is not exposed to flame hardening consists of graphite which is spherical in shape
and surrounded by ferrite and has a pearlite matrix. The results showed that flame
hardening can harden nodular cast iron specimens.
Keywords: flame hardening, hardness, microstructure, nodular cast iron

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan dunia industri di Indonesia harus cepat guna mengimbangi persaingan

1
dengan luar negeri di era pasar bebas. Salah satu industri yang berperan dalam
kemajuan industri di Indonesia yaitu industri pengecoran. Industri pengecoran yang baik
mampu menghasilkan produk dengan kualitas yang baik dan memiliki harga yang
bersaing (Bandanajaja, 2001). Salah satu produk dari industri pengecoran adalah besi
cor kelabu. Besi cor kelabu banyak digunakan sebagai bahan produksi roda gigi, rel
kereta api, piston dan mesin diesel. Besi cor kelabu adalah besi cor dengan kadar karbon
mulai dari 2,5%-4% dengan kadar silicon di antara 1%-3%. Kehadiran grafit dalam besi
ini adalah dalam bentuk serpihan. Secara mekanis, besi cor kelabu ini bersifat lemah
dan getas (Supriyono, 2017).
Besi cor nodular dibuat dengan menambahkan sedikit unsur magnesium. Besi
cor nodular bersifat jauh lebih kuat dan lebih tangguh dibanding besi cor kelabu. Secara
karakteristik, besi tuang feritik memiliki tegangan tarik diantara 380-480 MPa dengan
elongasi sebesar 10-20% (Supriyono, 2017). Konsentrasi besi cor nodular lebih rendah
dibandingkan besi cor kelabu. Besi cor nodular biasa digunakan sebagai poros engkol
dan bodi pompa. Besi cor nodular dibuat dengan menambahkan sedikit unsur
magnesium. Besi cor nodular bersifat jauh lebih kuat dan lebih ulet disbanding besi cor
kelabu. Secara karakteristik, besi tuang feritik memiliki tegangan tarik diantara 380-480
MPa dengan elongasi sebesar 10-20% (Supriyono, 2017). Konsentrasi besi cor nodular
lebih rendah dibandingkan besi cor kelabu. Besi cor nodular biasa digunakan sebagai
poros engkol dan bodi pompa.
Jenis material piston bermacam-macam dari paduan ringan, besi cor nodular dan
baja paduan, tetapi untuk piston pada mesin kecepatan tinggi biasanya dibuat dari
material paduan aluminium-silikon (Andersson, 2002). Dalam penggunaannya
permukaan piston sering bergesekan dengan dinding silinder. Oleh karena itu, perlu
dilakukan metode flame hardening pada material besi cor nodular untuk memperbaiki
kekerasan permukaannya. Metode flame hardening adalah metode pengerasan
permukaan yang dilakukan dengan menggunakan nyala api secara manual atau
menggunakan suatu alat yang telah dirancang. Metode ini dipilih karena biaya yang
murah serta dapat melakukan pengerasan pada bagian tertentu (Nurkhozin, 2006).
Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, untuk meningkatkan
kekerasan pada permukaan besi cor nodular, namun memiliki inti yang tangguh. Maka
perlu dilakukan proses flame hardening. Oleh karena itu, dilakukan penelitian dengan

2
mengambil judul “Pengaruh Flame Hardening Terhadap Kekerasan Permukaan Dengan
Metode Pengujian Micro Vickers Dan Struktur Mikro Besi Cor Nodular”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang ada, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah, di
antaranya :
a. Besi cor kelabu bersifat getas.
b. Besi cor nodular perlu dikeraskan, ketika digunakan sebagai bahan dari
komponen yang bergesekan.
c. Proses flame hardening dapat mempengaruhi kekerasan dan struktur mikro pada
permukaan besi cor nodular.

1.3 Pembatasan Masalah


Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas yang cukup luas, sehingga
perlu adanya pembatasan masalah yang akan diteliti. Penelitian ini akan dibatasi pada :
a. Material yang digunakan dalam penelitian ini yaitu besi cor nodular.
b. Suhu yang digunakan yaitu sebesar 850°C dan media quenching air.
c. Flame hardening yang dilakukan dengan menggunakan metode progressive.
d. Pengujian struktur mikro pada permukaan besi cor nodular dilakukan dengan
pengujian metalografi dengan Mikroskop Optik dengan standar pengujian
ASTM E407 dan Scanning Electron Microscope (SEM) dengan standar
pengujian ASTM E986.
e. Pengujian kekerasan pada permukaan besi cor nodular dilakukan dengan
pengujian kekerasan Micro Vickers dengan standar pengujian ASTM E92.

1.4 Tujuan Penelitian


Berdasarkan perumusan masalah, tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini
adalah :
a. Melakukan pengamatan stuktur mikro pada permukaan besi cor nodular yang
dikenai perlakuan panas flame hardening dengan menggunakan Mikroskop
Optik dan Scanning Electron Microscope (SEM).
b. Mencari harga kekerasan Micro Vickers pada permukaan besi cor nodular yang
dikenai perlakuan panas flame hardening.

3
1.5 Tinjauan Pustaka
Sutarman dan Bandanadjaja (2002) melakukan penelitian mengenai analisis perubahan
sifat mekanik dan struktur mikro besi cor nodular 700 setelah mengalami proses
perlakuan panas, diperoleh hasil bahwa pada proses pendinginan kontinyu, laju
pendinginan mempengaruhi hasil struktur mikro dan sifat mekanik yang terjadi.
Kekuatan tarik meningkat paling tinggi di temperatur 260º C yaitu 148,83 Kgf/mm²,
namun pada kondisi tersebut tidak ditemui batas kekuatan luluh, kekerasan meningkat
paling tinggi pada penahanan di temperatur 260º C yaitu 401 HB, elongasi menurun
paling rendah pada penahanan di temperatur 260º C, dimana tidak ada elongasi, harga
energi impak berupa parabolik, meningkat kemudian menurun kembali, energi impak
tertinggi terjadi pada temperatur penahanan pertengahan yaitu sekitar 400º C sebesar 22
Joule.
Sabarinath dan Mahesh (2016) melakukan penelitian mengenai pengaruh flame
hardening dan berbagai media pendinginan terhadap sifat mekanik dan metalurgi
tempat bubut besi cor abu-abu dengan melalui proses quenching dengan media air,
polimer dan sherol diperoleh hasil bahwa sifat mekanik seperti kekerasan, ketahanan
aus dan ketahanan korosi diuji untuk berbagai media pendinginan dan struktur mikro
untuk berbagai media pendinginan diamati. Ketahanan aus maksimum diperoleh ketika
air digunakan sebagai media quenching, diikuti oleh polimer dan sherol. Korosi merah
ditemukan untuk semua spesimen dan raw material dalam periode 24 jam. Dari hasil di
atas terlihat bahwa media quenching polimer menunjukkan hasil yang lebih baik dalam
hal kekerasan dibandingkan dengan media lain tetapi dalam hal ketahanan aus terbaik
yaitu air.
Yulianto, dkk (2020) melakukan penelitian mengenai peningkatan kekerasan
dan ketahanan aus dari besi cor nodular untuk cetakan permanen dengan metode
perlakuan panas flame hardening hingga mencapai suhu 900º C, diperoleh hasil bahwa
proses flame hardening yang dilakukan menyebabkan meningkatnya kekerasan pada
bagian tepi spesimen, kekerasan tertingginya yaitu 328,8 VHN terjadi peningkatan
keausan pada spesimen dan keausan berkurang dari 184,3 mg menjadi 136,3 mg.
Budiman dan Safutra (2016) melakukan penelitian mengenai pembuatan dan
pengujian alat bantu flame hardening untuk meningkatkan kekerasan permukaan poros
dengan media quenching air, diperoleh hasil bahwa kekerasan permukaan pada poros

4
dapat ditingkatkan dengan proses heat treatment menggunakan alat flame hardening,
nilai kekerasan material S45C setelah proses hardening adalah 57 HRC (maksimal),
permukaan yang tidak halus menyebabkan sebagian permukaan indentor menyentuh
permukaan baja yang lebih tinggi, alat flame hardening telah memenuhi prinsip kerja
proses pengerasan permukaan untuk benda silindris dan alat flame hardening telah
selesai dibuat melalui tahap perancangan dan pembuatan.

2. METODE
2.1 Diagram Alir Penelitian

Gambar 1 Diagram Alir Penelitian

5
2.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
Gerinda potong, Tabung gas Oxygen dan Acetylene, Torch pemanas, Pompa air, Nozzle
air, Thermo gun, Mesin amplas, Larutan etsa. Bahan yang digunakan adalah besi cor
nodular dengan komposisi kimia C : 3,5100 %, Si : 2,5997 %, Mg : 0,037 %.
2.3 Proses Flame Hardening
Data-data proses flame hardening yaitu sebagai berikut :
Tekanan Oksigen : 2.5 Kg/cm²
Tekanan Asitelin : 0.7 Kg/cm2
Tipe nyala api : Oksidasi
Media pendingin : Air
Jarak torch dengan spesimen sekitar : 7 cm
Temperatur austenisasi : 850 °C
2.4 Rumus Menghitung Harga Kekerasan Micro Vickers
Pada metode Vickers penyajiannya dilakukan dengan memberikan gaya pada piramida
intan dengan sudut 136° yang ditekankan pada permukaan yang diuji, besar harga
kekerasan ditentukan dengan membagi gaya yang diberikan dengan luas permukaan
bekas identasi.

Gambar 2 Pengujian Kekerasan Micro Vickers


Angka kekerasan Vickers diperoleh dengan rumus :
𝑑
𝑥 = 2 sin 45 ° (1)
𝑑 1
= × √2
2 2
𝑑
= √2
4
𝑑
𝑥 4 √2 𝑑√2
𝐹𝑜 = sin 68° = sin = 4 sin 68° (2)
68°
1
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑃𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 = 2 2𝑥𝐹𝑜 (3)

= 𝑥𝐹o

6
1 𝑑√2
= √2𝑑
2 4 sin 68°
1
𝑑²
8
=
sin 68°
𝑃 𝑃
= =
𝐴 4𝐿
𝑃 𝑃
= =
𝐴 4𝐿
𝑃
= 1
8
𝑑²
4 sin 68°
1,854
=
𝑑2
2𝑃 sin(𝜃
2
) 1,854𝑃
𝑉𝐻𝑁 = = (4)
𝐿² 𝐿²

Keterangan : P = Pembebanan yang ditetapkan (kg)


L = Panjang diagonal rata-rata (mm)
𝜃 = Sudut antara permukaan intan yang berlawanan

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Pengujian Metalografi dengan Mikroskop Optik ASTM E407 dan Scanning
Electron Microscopy ASTM E986
Pengujian metalografi Mikroskop Optik dilakukan untuk mengetahui kandungan
struktur mikro yang terdapat dalam permukaan material besi cor nodular setelah
dilakukan proses flame hardening.
Hasil pengujian metalografi pada daerah logam induk dengan menggunakan
mikroskop optik dan dengan menggunakan Scanning Electron Microscopy pada gambar
4. Fasa yang terdapat pada daerah logam induk adalah grafit yang cenderung berbentuk
bulat serta berwarna gelap yang dikelilingi ferit yang berwarna terang dengan matrik
perlit. Fasa yang terdapat pada logam induk tersebut adalah fasa awal dari besi cor
nodular atau tidak terjadi perubahan fasa. Hal ini dikarenakan pada logam induk tidak
terjadi pendinginan dengan cepat. Struktur mikro tersebut mengaacu pada referensi
buku ASM 8.

7
Ferit
Perlit

Grafit

Gambar 3 Foto struktur mikro logam induk dengan mikroskop optik perbesaran
lensa okuler 100 x

Grafi Perlit
t

Ferit

Gambar 4 Foto struktur mikro pada bagian logam induk dengan Scanning
Electron Microscopy perbesaran pada lensa 1000 x
Pengujian struktur mikro pada daerah yang dipengaruhi flame hardening dengan
menggunakan mikroskop optik dapat dilihat pada gambar 5, dan dengan menggunakan
Scanning Electron Microscopy pada gambar 6. Fasa pada daerah yang dipengaruhi
flame hardening adalah martensit, Fe₃C, dan perlit. Martensit terbentuk karena
pemanasan pada proses flame hardening sudah berada di temperatur austenit sehingga
terjadi transformasi dari perlit ke austenit dan pendinginan yang dilakukan
menggunakan air (water spray quenching) sehingga terbentuk martensit. Ferit dan perlit
berwarna terang, sedangkan sementit berbentuk seperti garis. Struktur mikro yang
dominan yaitu martensit. Hal ini menunjukkan bahwa daerah ini memiliki nilai
kekerasan yang tinggi karena terdapat martensit.
Fasa perlit juga terdapat pada daerah transisi, yang tampak terlihat berlapis gelap
terang. Perlit terdiri dari ferit yang berwarna terang dan Fe₃C berwarna gelap. Fasa Fe₃C
terdapat pada batas butir yang mengelilingi perlit. Grafit tampak pada daerah transisi
yang berwarna gelap dan berbentuk seperti gumpalan-gumpalan. Berdasarkan

8
perubahan fasa yang cukup ekstrim pada permukaan spesimen hingga daerah transisi,
maka dapat diketahui kedalaman pengerasannya 1,5 mm.
Perlit Fe3C Fe3C Grafit Perlit

Martensit Perlit
Gambar 5 Foto struktur mikro pada bagian yang dipengaruhi flame hardening dengan
perbesaran lensa okuler 100 x

Ferit
Martensit

Fe3C

Perlit

Gambar 6 Foto struktur mikro pada bagian yang dipengaruhi flame hardening dengan
scanning electron microscopy perbesaran pada lensa 1500 x

3.2 Pengujian Kekerasan Micro Vickers


Metode yang digunakan dalam pengujian kekerasan adalah dengan menggunakan
metode Micro Vickers ASTM E92 dengan menggunakan identor berbentuk piramida
yang presisi dengan dasar persegi dan membentuk sudut 136º pada puncak piramida.
Pengujian kekerasan terhadap benda uji dilakukan pada beberapa titik. Pengujian
kekerasan bertujuan untuk mengetahui perbedaan harga kekerasan pada material yang

9
terkena proses flame hardening dari titik yang terdekat dari torch hingga bagian
permukaan bawah pada spesimen. Jarak titik pengujian kekerasan yaitu dimulai dari 0,1
mm. Jumlah titik uji kekerasan yaitu berjumlah 10 titik pengujian. Hasil dari pengujian
kekerasan Micro Vickers dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1 Hasil Pengujian Kekerasan Micro Vickers


Jarak dari
No tepi
𝑑₁ 𝑑₂ 𝑑 rata-rata Kekerasan
(µm) (µm) (µm) (VHN)
(mm)
1 0,1 26 26 26 548,52
2 0,2 27 27 27 508,64
3 0,3 32 32 32 362,11
4 0,4 32 32 32 362,11
5 0,5 33 33 33 340,50
6 1,0 38 38 38 256,79
7 1,5 42 42 42 210,20
8 2,0 42 42 42 210,20
9 2,5 42 42 42 210,20
10 3,0 43 43 43 200,54

600.00
548.52
508.64
500.00
Kekerasan (VHN)

400.00 362.11 362.11


340.50
300.00 256.79
210.20 210.20 210.20200.54
200.00 Daerah flame hardening

100.00

0.00
0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 1 1.5 2 2.5 3
Jarak dari tepi (mm)

Gambar 7 Hasil Pengujian Micro Vickers

10
4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sesuai dengan hasil data dan pembahasan,
maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
a. Berdasarkan hasil pengujian metalografi menggunakan Mikroskop Optik dan
Scanning Electron Microscopy (SEM) pada spesimen besi cor nodular yang
dilakukan proses flame hardening, dengan dipanaskan pada temperatur sekitar 850º
C dan dilakukan pendinginan cepat dengan menggunakan media pendingin air.
Menunjukkan bahwa pada bagian permukaan spesimen didominasi fasa martensit
dan perlit, kemudian pada daerah transisi terdapat fasa grafit yang berbentuk
gumpalan-gumpalan dan perlit. Fasa pada daerah yang tidak terkena flame
hardening terdiri dari grafit yang berbentuk bulat dan dikelilingi oleh ferit serta
memiliki matrik perlit.
b. Berdasarkan hasil uji kekerasan Vickers dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan
kekerasan pada daerah permukaan yang terkena pengaruh flame hardening dengan
harga kekerasan tertinggi sebesar 548,52 VHN atau meningkat sekitar 250% dari
harga kekerasan awal atau harga kekerasan pada bagian logam induk sebesar
200,54 VHN, sedangkan kedalaman lapisan flame hardening yaitu sebesar 1,5 mm.

4.2 Saran
Dalam penelitian selanjutnya, penulis mempunyai beberapa saran yang mungkin dapat
digunakan untuk mengembangkan penelitian ini, antara lain :
a. Pemilihan material, temperatur, dan metode pendinginan merupakan faktor-faktor
yang sangat menentukan sekali dalam proses flame hardening, oleh karena itu
diharapkan ada penelitian selanjutnya tentang pengaruh faktor-faktor tersebut.
b. Menggunakan perlakuan panas dengan metode flame hardening yang berbeda.

PERSANTUNAN
Terima kasih kepada Bapak Ir. Agung Setyo Darmawan, M.T. selaku pembimbing
Tugas Akhir, Bapak Ir. Pramuko Ilmu Purboputro, M.T. selaku Sekretaris Dewan
Penguji dan Bapak Agus Yulianto, S.T., M.T. selaku Anggota Dewan Penguji atas
bimbingannya dalam penulisan laporan Tugas Akhir.

11
DAFTAR PUSTAKA

Apriyanto, M. (2011). Pengaruh Jarak Torch Pemanas Dengan Nozzle Pendingin


Terhadap Kekerasan Permukaan Baja Karbon Medium Pada Proses Flame
Hardening. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Bandanadjaja, S. d. (2002). Analisis Perubahan Sifat Mekanik dan Struktur Mikro Besi
Cor Nodular 700 Setelah Mengalami Proses Perlakuan Panas. Bandung:
Institut Teknologi Bandung.

Budiman, J., & Safutra, R. (2016). Pembuatan Dan Pengujian Alat Bantu Flame. ISBN
978-979-17047-6-2, E1-E7.

Callister, W. D., & Rethwisch, D. G. (2009). Materials Science and Engineering An


Introduction. United States of America: Wiley & Sons, Inc.

Campbell, J. (2003). Casting 2nd Edition. Oxford: Elsevier Science Ltd.

Darmawan, A. S. (2020). Ilmu Bahan Teknik. Surakarta: Muhammadiyah University


Press.

Darmawan, A. S., & Masyrukan. (2019). Struktur dan Sifat Material. Surakarta:
Muhammadiyah University Press.

Goldstein, J., Newbury, D., Joy, D., Lyman, C., Echlin, P., Lifshin, E., . . . Michael, J.
(2003). Scanning Electron Microscopy and X-ray Microanalysis. New York:
Kluwer Academic / Plenum Publishers.

Gumienny, G., & Giętka, T. (2015). Continuous Cooling Transformation (CCT)


Diagrams Of Carbidic Nodular Cast Iron. Archives Of Metallurgy And
Materials, 705-710.

Jati, G. N. (2019). Pengaruh Variasi Kandungan Magnesium (Mg) Dalam Proses


Pembuatan Besi Cor Nodular Terhadap Kekuatan dan Kekakuan Puntir.
Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta..

Massalski, T. B. (1990). Binary Alloy Phase Diagram, 2nd edition, Vol. 1.

Nugroho, D. S. (2009). Pengaruh Kecepatan Torch Dan Jenis Nyala Api Terhadap
Kekerasan Permukaan Baja Karbon Pada Proses Automatic Flame Surface
Hardening. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Schonmetz, A., & Gruber, K. (1985). Pengetahuan Bahan dalam Pengerjaan


Logam,Alih Bahasa: Hardjapamekas Eddy D. DiplomIng. Bandung: Angkasa.

Setyawan, A. A. (2019). Pengaruh Variasi Kandungan Magnesium (Mg) Dalam Proses


Pembuatan Besi Cor Nodular. Surakarta: Universitas Muhammadiyah
Surakarta.

Supriyono. (2017). Material teknik. Surakarta: Muhammadiyah University Press.

12
Surojo , E., Ariawan, D., & Nurkhozin, M. (2009). Pengaruh Manual Flame Hardening
Terhadap Kekerasan Hasil Tempa Baja Pegas. Volume 7 Nomor 2, 45-49.

Wafda, K. M., Arman, L. D., Handriyanto, D. T., Adi P , N. W., & K, N. G. (2012).
Tugas Paper Clip flame Hardening. Diakses 19 Agustus 2021,
https://pdfcoffee.com/flame-hardening-4-pdf-free.html.

13

Anda mungkin juga menyukai