PENDAHULUAN
Salah satu proses dari surface treatment adalah nitriding. Nitriding sendiri
merupakan proses yang umum diterapkan untuk menambah kekerasan permukaan
suatu logam. Prinsipnya dengan mendifusikan unsur nitrogen ke dalam logam yang
dilakukan dalam tungku tertutup dengan temperatur tertentu. Nitrogen yang berdifusi
kedalam logam akan membentuk nitrida besi pada permukaan, yang mempunyai sifat
mekanik keras. Umumnya terdapat dua jenis dari proses nitriding sendiri, yaitu: gas
nitriding dan plasma nitriding. Proses gas nitriding biasa dilakukan dengan memakai
gas ammonia sebagai sumber nitrogen, dimana gas ammonia dipecah yang
menghasilkan nitrogen dan hidrogen sebagai gas residual. Temperatur tinggi dalam
tungku akan memecah zat ammonia menjadi nitrogen yang akan berdifusi ke dalam
material kerja dan hydrogen sebagai gas buang.
Proses gas nitriding lebih umum dilakukan karena memiliki keunggulan
diantaranya yaitu: biaya operasional yang rendah, proses nitridasi yang lebih mudah,
dan dapat memuat banyak material kerja untuk sekali proses. Dalam penelitian ini
dilakukan proses gas nitriding pada material ASSAB 8407-2M yang digunakan
sebagai bahan pembuatan dies ekstrusi aluminium. Benda uji akan diuji
1
kekerasannya sebelum mendapat proses nitriding dengan alat hardness tester, dan
benda uji akan diamati struktur mikro dengan berbagai perbesaran dari mikroskop.
Setelah mendapat proses nitriding dengan berbagai varian temperatur benda uji akan
kembali diuji kekerasannya dan struktur mikro yang terbentuk akibat proses
nitriding. Penelitian ini juga memaparkan hasil aplikasi langsung pada dies ekstrusi
aluminium yang telah di nitriding dengan berbagai temperatur, yang memiliki masa
pakai yang berbeda.
2
3. Mengetahui parameter nitriding guna mendapat hasil yang sesuai keinginan
dari proses nitridasi.
4. Mengetahui hasil nitriding terhadap masa pakai dies dalam proses ekstrusi
aluminium
1.5 Sistematika Penulisan Skripsi
Penulisan skripsi ini dibagi menjadi lima bab yang terdapat sub bab dalam
masing-masing bab guna untuk memahami skripsi ini. Berikut adalah bab-bab yang
ada dalam skripsi ini:
BAB I. PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang dilakukannya penelitian, rumusan
masalah, batasan masalah, dan tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini,
serta berisi sistematika penulisan skripsi pada penelitian ini.
3
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Baja
Baja merupakan paduan dari besi dan karbon, silikon, mangan, sulfur, fosfor dan
unsur-unsur lainnya, dengan kandungan karbon antara 0.3% hingga 2,1% berat total.
Fungsi karbon pada baja yaitu sebagai unsur pengeras dengan mencegah pergeseran
atom pada kisi kristal. Baja dikelompokkan berdasarkan kandungan karbon menjadi
tiga yaitu: Baja karbon rendah dengan kandungan karbon kurang dari 0.3%, Baja
karbon menengah dengan kandungan karbon berkisar dari 0.3% hingga 0.8%, dan
baja karbon tinggi dengan kandungan karbon diatas 0.8%
4
2.2 Struktur baja
Baja memiliki struktur kristal, ketika atom tersusun dalam pola yang sama dan
berulang maka disebut sel unit (unit cells). Ketika kristal padat mulai terbentuk, sel
ini cenderung tersusun sejajar dalam formasi tiga dimensi, dan membentuk kristal.
Celah pertemuan antar kristal dapat disebut batas butir (grain boundaries). Sifat dari
suatu material dipengaruhi oleh bentuk struktur kristal penyusunnya. Beberapa
struktur kristal yang umum pada suatu material antara lain yaitu: body centered
cubic (BCC), face centered cubic (FCC), hexagonal closed package (HCP) [2]
Karbon dapat terlarut padat dalam besi dengan struktur kristal BCC atau FCC,
dan juga dapat terbentuk sebagai lapisan dengan komposisi stoikiometri FE 3 C
(sementit). Berikut adalah diagram fasa besi-karbon. Dalam diagram ini dijelaskan
fasa yang terbentuk berdasarkan fungsi kandungan karbon dan temperatur. [2]
5
Gambar 2.2 Diagram ekuilibrium besi-karbon
Komposisi C Si Mn Cr Mo V
Persentase 0.39 1 0.4 5.3 1.3 0.9
6
Material ini biasa diaplikasikan penggunaannya sebagai dies, fixed insert,
sprue parts, nozzles, ejector pins, dan plunger. Kekerasan yang direkomendasikan
untuk material ini sebagai dies ekstrusi aluminium yaitu 44-50 HRC. Temperatur
austenisasi yang direkomendasikan yaitu 1020-1050° C , dengan waktu penahanan 15
sampai 30 menit. Media celup cepat (quenching) yang dapat digunakan yaitu oli,
udara, dan vakum. Waktu penahahan proses tempering minimal 2 jam, dengan
temperatur minimal 180°C. Temperatur tempering 425-550°C tidak
direkomendasikan karena dapat mengakibatkan kegetasan material.
8407-2M adalah logam paduan yang dibuat dengan tujuan untuk mendapatkan
sifat tangguh dan tahan gesek pada temperatur yang tinggi, dengan cara
menambahkan berbagai unsur seperti karbon, krom, molibdenum, vanadium, silicon,
mangan Masing-masing unsur mempunyai efek apabila dipadukan dengan besi.
Berikut adalah efek paduan unsur dengan baja: [3]
7
Tabel 2.4 Pengaruh unsur pada paduan logam
8
2.4 Difusifitas
Difusi adalah kecenderungan suatu unsur untuk berpindah dari daerah yang
berkonsentrasi tingi ke daerah yang berkonsentrasi rendah. Penyebab difusi adalah
dipengaruhi dari sifat material penerima difusi, unsur pendonor difusi, konsentrasi
gradien dan temperature. Hukum Fick menyatakan difusi elemen pada suatu material
adalah fungsi dari koefisien difusi dan konsentrasi gradien
dc
Hukum Fick : J=D
dx
Qd
dan koefisien difusi : D=D 0 exp−
RT
Dimana:
J = flux atom
D0 = konstanta difusi suatu material
D = koefiesien difusi
dc
= konsentrasi gradien
dx
T = temperatur (K)
9
Gambar 2.3 Proses difusi atom (Interstitial dan vacancy)
2.4.1 Carburizing
Carburizing juga merupakan proses difusifitas dimana menggunakan unsur
karbon (C) sebagai bahan difusi pada temperatur 850-950 ℃ . Temperatur proses
yang tinggi membuat besi berada dalam fasa austenite, tidak seperti nitridasi yang
berada dalam fasa ferrite. Lama proses carburizing berkisar 4 hingga 10 jam, dan
sesudahnya dilakukan pendinginan cepat (quenching) pada material untuk
meningkatkan kekerasan pada permukaan material. [4]
2.4.2 Nitriding
Difusi nitrogen dipengaruhi oleh kandungan elemen dari logam paduan
seperti aluminium, kromium, molibdenum, vanadium, wolfram. Tempering harus
dilakukan sebelum proses nitriding dengan suhu berkisar kurang lebih 100 C diatas
temperatur proses nitriding untuk mencegah terjadinya perubahan ukuran selama
proses nitriding. Temperatur nitriding umumnya berkisar antar 530 - 6000 C di
10
lingkungan gas ammonia. Nitriding tidak memerlukan temperatur tinggi hingga
mencapai tempratur austenit dan keunggulannya adalah lebih sedikit distorsi
(perubahan bentuk akibat panas) dibanding proses heat treatment. Nitriding
biasanya dilakukan dengan memakai gas ammonia. Gas ammonia dapat diuraikan
menjadi nitrogen dan hydrogen. Dalam proses nitriding, ketika temperatur dalam
tungku nitriding sudah tercapai dilakukan pengaliran gas ammonia secara penuh
untuk menciptakan konsentrasi nitrogen yang cukup. Ketika lapisan putih (white
layer) mulai terbentuk, laju nitriding harus segera dikontrol dengan cara
mengurangi pasokan gas ammonia hingga hanya cukup untuk proses difusi. Pada
temperatur nitriding gas ammonia terpisahkan seperti reaksi berikut: [2]
2 NH 3 →2 N +3 H 2
3
NH 3 → N + H 2
2
11
Gambar 2.5 Diagram ekuilibrium besi-nitrogen
12
menggunakan ammonia, rasio perbandingan P NH terhadap P H menentukan
3 2
ketebalan terbentuknya lapisan putih ini. Selain itu paduan logam juga
mempengaruhi ketebalan terbentuknya lapisan putih ini. Semakin banyak paduan
logam nitriding, maka lapisan putih yang terbentuk semakin tipis. Lapisan difusi
bertambah dalam seiring dengan suhu dan lama waktu tertentu pada proses
nitriding. Paduan logam juga mempengaruhi kedalam lapisan difusi ini. Berikut
persamaan dari aktifitas nitrogen (a N ¿ sebagai penggerak untuk terjadinya proses
difusi. [6]
PNH 3
a N =K .
PH 3
22
13
Gambar 2.6. Skema dapur pemanas untuk proses gas nitriding [7]
14
2.4.2.1 Gas nitriding
Nitriding biasanya dilakukan dalam temperature 530 - 6000 C dalam
lingkungan gas ammonia pada suatu tungku pemanas. Ammonia dapat dipecah
menjadi nitrogen dan hidrogen. Material diletakkan dalam suatu keranjang wadah,
kemudian dimasukkan kedalam tungku yang dipanaskan. Ketika temperature
nitriding sudah tercapai, gas ammonia dialirkan ke dalam tungku. Nitrogen akan
mulai berdifusi kedalam material, hingga ketika sudah terbentuk lapisan nitride
maka pasokan gas ammonia mulai dikurangi. Proses ini berlanjut sampai nitrogen
berdifusi mencapai kedalaman yang diinginkan. [6] Proses gas nitriding dapat
dilakukan dalam tahap tunggal dan tahap ganda nitridasi. Proses nitridasi gas
dengan tahap tunggal dilakukan dengan memanaskan material kerja dengan jangka
temperatur 495-525℃ dimana pada lingkungan tersebut laju disosiasi gas ammonia
sebesar 15 hingga 30%. Pada suhu 450℃ , nitrogen berdifusi kedalam celah-celah
atom dari material kerja, hingga mencapai konsentrasi kandungan nitrogen terhadap
material kerja sebesar 0.1%. Selanjutnya, ketika konsentrasi nitrogen mencapai 5.7
hingga 6.1% terbentuklah nitrida Fe4 N (γ’). Apabila konsentrasi nitrogen melebihi
6.1% maka terbentuk lapisan nitrida (ε) yang biasa dikenal dengan istilah white
layer. Untuk meminimalisir munculnya white layer dalam proses nitridasi maka
dapat dilakukan dengan proses tahap ganda. Proses tahap ganda dilakukan dengan
memanaskan material kerja dengan jangka temperatur 495-525℃ , dan mengatur
laju disosiasi gas ammonia sebesar 15 higgan 25%. Dalam tahap selanjutnya
temperature dinaikkan hingga 550-565℃ , dan juga menaikkan laju disosiasi gas
ammonia sebesar 75 hingga 80% dengan cara mengurangi pasokan gas ammonia
kedalam tungku. [7]
2.4.3 Nitrocarburizing
15
Pada dasarnya nitrocarburizing memiliki prinsip yang sama dengan nitridasi
(nitriding) yaitu dengan mendifusikan gas kedalam material dalam temperatur
tertentu. Perbedaan yang paling mendasar adalah dengan ditambahnya unsur
karbon (N + C) sebagai gas pendonor difusifitas. Umumya gas karbondioksida
CO 2 yang digunakan sebagai gas pemasok karbon. Proses nitrocarburizing sendiri
lebih singkat yaitu 2 hingga 4 jam dibanding nitridasi yaitu 5 hingga 12 jam.
Temperatur nitrocarburizing umumnya lebih tinggi daripada temperatur nitridasi
yaitu 560-580℃ dan menghasilkan nilai kekerasan yang tidak berbeda jauh dengan
nitridasi yaitu 450-1200 Hv.
2.4.4 Cyaniding
Hampir sama dengan carbonitriding, cyaniding juga merupakan proses
pengerasan permukaan dengan mendifusikan unsur karbon dan nitrogen kedalam
permukaan baja. Sumber unsur pendonor difusi biasanya garam cair sianida seperti
sodium sianida. Temperatur proses ini berkisar di 760 - 870°C. Proses ini
memerlukan proses celup panas (quenching) dengan media minyak atau air.
Umumnya proses ini dilakukan pada baja karbon rendah. [2]
2.6 Ekstrusi
16
melalui rongga cetakan dan akan terbentuk sesuai dengan bentukan rongga cetakan.
Tekanan pada proses ekstrusi dilakukan dengan menggunakan tekanan ram hidraulik
dengan besar tekanan 100 ton hingga 15.000 ton atau lebih. Ekstrusi dapat dibedakan
menjadi 2 yaitu ekstrusi langsung dan ektrusi tidak langsung. Berikut adalah gambar
proses ekstrusi langsung dan tidak langsung.
Pada ekstrusi langsung logam dan ram penekan bergerak sepanjang kontainer,
sementara pada ekstrusi tidak langsung logam dan kontainer bergerak Bersama,
sehingga tidak ada gesekan antara dinding kontainer dan logam. Ekstrusi memiliki
parameter yang yaitu: jenis proses ekstrusi, rasio ekstrusi, temperatur, dan gesekan
antara logam dengan dinding kontainer. [8]
17
2.6.1 Dies Ekstrusi Aluminium
METODOLOGI PENELITIAN
19
3.1 Diagram Langkah Penelitian
20
3.1.1 Langkah Penelitian
1. Penelitian ini bertujuan untuk menyelesaikan salah satu masalah yang ada
dalam produksi ekstrusi aluminium yaitu dies ekstrusi yang cepat aus. Dengan
adanya penelitian ini bertujuan untuk mencari cara agar dies ekstrusi dapat
tahan lama serta tangguh
2. Selanjutnya, dari hasil diskusi ditemukan cara untuk mendapatkan sifat keras,
tanggun dan tahan lama pada dies ekstrusi aluminium, yaitu dengan proses
pengerasan permukaan dengan metode nitriding.
3. Langkah ketiga yaitu, mempersiapkan material sebagai bahan sample untuk
nitriding dan pengujian kekerasan serta mempersiapkan dies untuk uji coba
produksi
Gambar 3.1.1 Ilustrasi daerah pengambilan benda uji dari material utuh
Gambar diatas merupakan gambar material utuh beserta daerah yang akan
dipotong untuk diambil sebagai bahan benda uji dan bahan dies. Pada gambar
dijelaskan pada daerah yang diarsir akan diambil sebagai bahan benda uji,
sementara pada daerah yang tidak diarsir akan diambil sebagai bahan
pembuatan dies.
4. Langkah ke-empat yaitu menguji kekerasan dasar benda uji sebelum mendapat
perlakuan pengerasan apapun. Pengujian dilakukan di Lab teknik mesin
21
President University. Hasil pengujian kekerasan di dapat rata-rata kekerasan
49.80 Hrc
5. Setelah uji kekerasan dilakukan uji metalografi pada benda uji untuk
mengetahui mikrostruktur dasar pada benda uji.
6. Langkah selanjutnya yaitu melakukan proses nitriding pada benda uji. Nitriding
dilakukan dalam 3 temperatur nitriding (530, 550, 580°C) dengan lama proses 7
jam
7. Langkah ketujuh yaitu menguji nilai kekerasan benda uji yang sudah mendapat
perlakuan nitriding untuk mengetahui nilai kekerasan pada 6 titik kedalaman
dari permukaan benda uji.
8. Langkah kedelapan yaitu uji metalografi pada benda uji, untuk mengetahui
lapisan nitrida dan difusi nitrogen pada benda uji.
9. Langkah selanjutnya yaitu melakukan proses nitriding dies . Nitriding juga
dilakukan dalam 3 temperatur nitriding (530, 550, 580°C) dengan lama proses 7
jam
10. Selanjutnya dies yang telah mendapat pengerasan permukaan dengan nitriding,
akan langsung diuji dengan aplikasi langsung pada produksi aluminium
ekstrusi.
11. Berdasarkan data yang diperoleh selama penelitian, dilakukan diskusi dan
analisa terhadap hasil dari penelitian, hingga bisa ditarik suatu kesimpulan.
22
1. Cutting, yaitu material dipotong menjadi ukuran yang telah ditentukan sehingga
memudahkan proses selanjutnya yaitu mounting
23
Gambar 3.2 (b) Proses grinding
6. Etsa, dilakukan dengan mencelupkan material uji kedalam cairan etsa, yang
bertujuan menimbulkan penampakan khusus seperti batas butir, fasa, dan
struktur mikro tertentu. Setiap logam memiliki cairan etsa tersendiri. Pada
material ini etsa yang digunakan yaitu Nital dengan komposisi (Nitric acid 3ml
+ Ethanol 97ml pada 100ml Nital 3%)
7. Cleaning, material uji yang sebelum dan sesudah di etsa harus dilakukan
pembersihan terlebih dulu sebelum diamati di mikroskop. Pencucian dapat
dilakukan dengan air mengalir atau alcohol. Sesudah itu material uji harus
dikeringkan sampai benar-benar kering, karena air yang tersisa pada permukaan
material dapat menganggu penampakan dan dapat merusak lensa mikroskop.
8. Pengamatan mikroskop, sesudah material siap dapat dilakukan pengamatan di
bawah mikroskop. Kamera pada mikroskop dapat mengambil gambar hasil dari
pengamatan mikroskop. Lensa mikroskop dapat menampilkan pengamatan
material sesuai dengan perbesarannya.
24
3.1.3 Pengujian Kekerasan Rockwell
Pengujian ini dimaksudkan untuk mendapat nilai kekerasan pada 8407-2M
sebelum mendapat perlakuan pengerasan apapun (original material). Pengujian
kekerasan rockwell banyak digunakan karena prosesnya yang sederhana. Pengujian
kekerasan Rockwell dilakukan dengan cara menekan permukaan material uji
dengan suatu indentor penekanan. Pengujian dilakukan dengan memberikan beban
penekanan awal (beban minor) terhadap permukaan material uji dengan memakai
indentor bola baja atau kerucut intan, akibatnya indentor akan menekan permukaan
material dengan kedalaman tertentu dan hasil kedalaman tersebut akan diukur.
Setelah memberikan penekanan awal, maka dilakukan pemberian penambahan
tekanan (beban mayor). Penakanan ditahan dalam waktu tertentu (dwell time) untuk
memberikan kesempatan terhadap pemulihan elastisitas material. Sesudah ditahan
selama dwell time, maka pengukuran kedalaman indentor dilakukan sebagai hasil
dari penekanan beban mayor. Kekerasan didapat dari hasil selisih kedalaman akhir
dari penekanan beban mayor dan kedalaman awal dari penekanan beban minor
yang dikonversikan kedalam angka kekerasan. Berikut gambar ilustrasi pengujian
kekerasan rockwell.
25
Tabel 3.1 Hasil pengujian kekerasan rockwell pada 30 titik indentasi
Koordina
t 1 2 3 4 5 6
1 50 50 49.5 50 49.5 49.5
2 49.5 50 50 49.5 49.5 50
3 50 49.8 50 50 49.5 50
4 50 49.5 49.5 49.5 50 49.8
5 50 49.5 50 50 50 50
F
HV =1.854 2
d
Dimana:
27
Gambar 3.5 Posisi pengujian microvickers pada material.
3.2 Nitriding
Nitriding dilakukan dilakukan pada 3 pcs benda uji dan dies ekstrusi aluminium
dengan variasi temperatur 530, 550 dan 580℃ . Sebelum mendapat proses nitriding,
dilakukan preheating pada benda uji selama 73 menit hingga temperature mencapai
450°C, pada saat ini gas ammonia mulai dialirkan, selanjutnya temperatur dinaikkan
hingga mencapai temperatur nitriding yang diinginkan. Waktu aktual proses
nitriding adalah 7 jam terhitung sejak temperatur chamber mencapai temperature
nitriding sampai proses cooling dimulai
28
Gambar 3.6 Dimensi chamber nitriding
Berikut adalah diagram nitridasi dengan fungsi temperatur dan waktu yang
menjelaskan temperatur nitridasi, lama waktu preheating, actual nitriding, dan
pendinginan.
29
Gambar 3.7 (a) Diagram nitriding dengan temperatur nitriding 530℃
30
3.3 Aplikasi Langsung Proses Ekstrusi Aluminium
Pada tahap ini dilakukan percobaan langsung untuk produksi dengan proses
ekstrusi aluminium. Dies yang telah mendapat proses nitriding dengan berbagai
varian temperature akan digunakan untuk produksi pembentukan aluminium dengan
proses ekstrusi. Berikut adalah parameter ekstrusi yang digunakan selama proses
pengujian:
31
Gambar 3.9 Dies dan produk ekstrusi aluminum
32
BAB IV
Hasil foto mikrostruktur didapat dari total 4 pcs sample, diantaranya yaitu 1 pcs
material base 8407-2M dan 3 pcs material 8407-2M yang telah mendapat proses
nitriding dengan varian temperature nitriding 530, 550 dan 580℃ . Proses uji
mikrostruktur dilakukan dengan menggunakan etsa Nital 3%, dan dilakukan dengan
dua nilai perbesaran yaitu 500x, dan 1000x perbesaran optik mikroskop. Berikut
adalah foto hasil pemeriksaan mikrostruktur optik:
Gambar 4.1 Foto mikrostruktur base material 8407-2M dengan 500x perbesaran
33
Gambar 4.2 Foto mikrostruktur base material 8407-2M dengan 1000x perbesaran
34
Gambar 4.3 Foto mikrovickers material 8407-2M setelah proses nitriding dengan
temperatur 530℃
35
Gambar 4.4 (a) Foto mikrovickers material 8407-2M setelah proses nitriding dengan
temperature 550°C
Gambar 4.4 (b) Foto mikrovickers material 8407-2M setelah proses nitriding dengan
temperatur 580℃
Pada gambar diatas merupakan hasil dari foto mikrovickers pada sample 3
dengan temperatur nitriding 580℃ . Pada permukaan material terlihat terbentuknya
lapisan nitrida yang ditandai dengan warna terang. Lapisan nitrida yang terbentuk,
kemungkinan terdiri dari fasa ε- Fe3 N dan γ΄- Fe4 N . Lapisan ini bersifat keras dan
getas, tetapi mempunyai daya tahan erosi dan korosi yang bagus. Dengan temperatur
nitriding yang lebih tinggi membuat laju difusifitas bertambah sehingga mampu
untuk membentuk lapisan nitrida pada permukaan material. Dibawah lapisan nitrida
terdapat lapisan difusi, pada gambar ini terlihat ketebalan lapisan difusi yang paling
tebal dibandingkan dengan sample lainnya. Hal ini merupakan akibat dari
temperature nitriding yang cukup membuat laju difusifitas yang lebih besar.
36
4.2 Data Kekerasan, Kedalaman Difusi Dan Temperatur
Kekerasan merupakan fungsi jarak dari permukaan material ke inti material.
Hal ini dipengaruhi konsentrasi kandungan nitrogen yang lebih tinggi pada
permukaan material dan cenderung berkurang seiring bertambahnya kedalaman pada
material. Fungsi temperatur nitriding adalah meningkatkan laju difusifitas yang
menjelaskan semakin banyak difusifitas nitrogen meningkatkan konsentrasi nitrogen
yang membentuk struktur keras pada material dan menambah ketebalan lapisan
difusi. Temperatur nitridasi terlalu tinggi dapat menguraikan lapisan nitrida pada
material yang menurunkan nilai kekerasan material. Berikut adalah tabel 4.1
perbandingan hasil nitridasi pada temperature 530, 550 dan 580°C.
Tabel 4.1 Perbandingan hasil nitriding pada temperature 530, 550 dan 580°C
Tabel 4.1 menjelaskan nilai kekerasan pada daerah lapisan difusi dan inti
material. Nilai kekerasan pada inti material dianggap sebagai nilai kekerasan dasar
material karena tidak mendapat pengaruh dari proses nitriding. Pada tabel juga
menjelaskan ketebalan lapisan difusi dan lapisan nitrida. Terlihat pada sample 1
memiliki nilai kekerasan dasar material sebesar 492 - 503 Hv, dan kekerasan pada
lapisan difusi sebesar 563 – 677 Hv, sedangkan pada sample 2 memiliki nilai
kekerasan dasar material sebesar 512-520 Hv, dan nilai kekerasan pada lapisan
difusinya yaitu sebesar 603-739 Hv. Pada sample 3 memiliki nilai kekerasan dasar
material sebesar 512-520 Hv dan nilai kekerasan daerah lapisan difusi sebesar 561-
729Hv. Ketebalan lapisan difusi dengan temperatur nitriding 530°C sebesar 139.4
μm, temperatur 550°C sebesar 113.5 μm dan temperatur 580°C sebesar 232,8 μm.
Seperti yang kita ketahui bahwa semakin tinggi temperatur nitriding maka semakin
tinggi laju difusifitas nitrogen, hal ini menyebabkan terbentuknya lapisan nitrida
(compound layer) pada permukaan material seperti pada gambar 4.4 (b) yang
37
membuat nilai kekerasan material semakin tinggi. Laju difusi yang tinggi
mempengaruhi ketebalan lapisan difusi (diffusion layer) yang terbentuk dalam waktu
nitriding yang sama seperti yang dijelaskan pada tabel 4.1 dimana sample 3 memiliki
ketebalan lapisan difusi paling tebal, sedangkan sample 1 memiliki ketebalan lapisan
difusi yang paling tipis.
500
Sample 1
400
300
200
100
0
25 50 75 100 125 150
kedalaman (μm)
Gambar 4.5 Grafik nilai kekerasan hasil nitridasi material 8407-2M pada
varian temperatur.
Hardness (Hv)
Depth (μm)
Sample 1 Sample 2 Sample 3
25 532 657 729
50 526 603 686
75 520 739 713
100 495 660 686
125 492 520 663
150 503 512 683
38
Kekerasan hasil nitriding dengan variasi temperatur ditunjukkan oleh tabel 4.2.
Pada tabel ini terlihat perbandingan kekerasan pada 6 titik kedalaman. Pada
kedalaman 25μm, sample 3 memiliki nilai kekerasan tertinggi yaitu 729 Hv
dibanding sample 2 yang memiliki nilai kekerasan 657Hv, sementara sample 1
memiliki nilai kekerasan terendah yaitu dan 532Hv. Pada pengukuran dengan
kedalaman 100μm menunjukkan nilai kekerasan 686Hv untuk sample 3, 660Hv
untuk sample 2, dan nilai kekerasan terendah yaitu 495Hv untuk sample 1, yang
dikarenakan pada kedalaman ini sudah tidak ada lagi lapisan difusi pada sample 1.
Tabel 4.2 menunjukkan semakin tinggi temperatur nitriding dapat meningkatkan
nilai kekerasan pada lapisan difusi yang terbentuk, meskipun nilai kekerasan
cenderung menurun seiring dengan bertambahnya kedalaman pengukuran. Hal ini
disebabkan karena difusifitas nitrogen pada material yang berkurang terkait jarak
dengan permukaan material. Temperatur nitriding yang terlalu tinggi dapat membuat
nilai kekerasan berkurang, dikarenakan nitride yang sudah terbentuk akan kembali
terurai karena pengaruh tingginya temperatur.
39
Gambar 4.5 Diagram Lehrer [7]
Dari gambar diagram diatas dijelaskan pada tekanan 0.5 bar dan temperatur
530°C, 550°C dan 580°C fasa yang terbentuk pada permukaan adalah ε- Fe3 N akan
tetapi hasil foto mikrostruktur pada temperature 530 dan 550°C (gambar 4.4 (b) dan
(c)) tidak menunjukkan adanya lapisan nitridasi yang terbentuk. Hal ini dipengaruhi
karena ketidakstabilan temperatur dan tekanan gas saat proses nitridasi. Pada gambar
4.4 (a) menunjukkan ada lapisan nitrida yang terbentuk dengan temperature nitridasi
580°C. Kemungkinan struktur yang terbentuk pada lapisan nitrida ini adalah ε- Fe3 N
dan FE 4 N (γ’). Struktur ini dapat memberikan sifat mekanis keras dan getas pada
logam.
Tabel 4.3 Hasil pengujian aplikasi langsung dies pada proses ekstrusi aluminium
40
Nama Dies Dies 1 Dies 2 Dies 3
T. Nitriding 530°C 550°C 580°C
Dari tabel diatas terlihat bahwa dengan parameter ekstrusi yang sama, masa
pakai dari dies 1 hanya bisa dipakai untuk 1 bilet dalam proses ekstrusi aluminium,
dies 2 bertahan hingga menghabiskan 25 bilet untuk proses ektrusi. Sedangkan dies 3
bisa bertahan hingga menghabiskan 75 bilet untuk proses ekstrusi. Hal ini
dikarenakan gesekan, kelelahan thermal, dan tekanan pada dinding rongga dies
mengakibatkan dies yang nilai kekerasannya kurang akan mudah ter-erosi dalam
proses ekstrusi. Berdasarkan gambar 4.4 (b) terlihat munculnya lapisan nitrida
(compound layer) sebagai hasil nitriding dengan temperature 580°C, sedangkan pada
gambar 4.3 dan 4.4 (a) tidak terlihat adanya lapisan nitrida yang terbentuk. Hal ini
membuktikan bahwa adanya lapisan nitrida meningkatkan daya tahan aus pada kasus
proses ekstrusi dengan material aluminium 6063 yang membuat umur dies lebih
panjang. Dies yang tidak memiliki lapisan nitrida akan lebih muda ter-erosi dalam
proses ekstrusi aluminium 6063, yang mengakibatkan perubahan ukuran pada rongga
dies, sehingga dies menjadi tidak layak pakai.
BAB V
41
5.1 Kesimpulan
Dari hasil rangkaian aktifitas pengujian dan analisa diatas, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Terbentuknya lapisan nitrida pada permukaan material dipengaruhi oleh potensial
nitridasi, temperatur nitridasi, waktu nitridasi, dan paduan logam.
2. Dari hasil pengujian nitridasi diatas terlihat pada temperatur nitridasi yang lebih
tinggi (580°C) menghasilkan terbentuknya lapisan nitridasi, ketebalan lapisan
difusi yang lebih tebal sekitar 119.3 μm, dan nilai kekerasan yang lebih tinggi
dibanding dengan hasil nitridasi dengan temperatur lebih rendah (550°C) yang
menghasilkan tidak terbentuknya lapisan nitrida, ketebalan lapisan difusi yang
lebih tipis, dan nilai kekerasan yang lebih rendah. Hal ini dikarenakan laju
difusifitas dipengaruhi dari temperatur nitridasi, dimana laju difusifitas
meningkat seiring dengan meningkatnya temperatur nitridasi. Laju difusifitas
mempengaruhi terbentuknya berbagai fasa dalam logam yang memiliki sifat
mekanis yang berbeda, diantaranya adalah nilai kekerasan.
3. Kekerasan material cenderung berkurang dari permukaan material hingga ke inti
material hal ini dikarenakan difusifitas nitrogen ke dalam material mulai
berkurang dari permukaan material ke inti material, menghasilkan fasa yang
berbeda antara permukaan material dengan lapisan dalam material.
5.2 Saran
Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis menyarankan
untuk peneliti selanjutnya menyertakan hasil XRD untuk mengetahui fasa yang
terbentuk pada material hasil nitridasi. Penulis juga menyarankan untuk menjaga
kestabilan temperatur dan tekanan gas saat proses nitridasi agar menghasilkan hasil
yang lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
1. William D Callister, David G Rethwisch. 2009. Material Science And
Engineering. Wiley
42
2. Kenneth Budinski, Michael Budinski. 2007. Engineering Material Properties
And Selection. Pearson Education 7th Eition
3. ASSAB 8407 2M. ASSAB Pacific Pte Ltd.
4. Gas Nitriding And Nitrocarburizing. The Linde Group
5. Dingshun She, Wen Yu, Zhiqian Fu. 2013. The Effect Of Nitriding Temperature
On Hardness And Microstructure Of Die Steel Pre-treated By Ultrasonic Cold
Forging Technology. Elsevier Ltd..
6. Torsten Holm, Lars Sporge. Furnace Atmosphere 3 Nitriding And
Nitrocarburizing. Teknikredaktorerna. Sweden.
7. Patrick Weymer. 2009. Principle Of Gas Nitriding. BeaverMatic Inc.
8. Aluminum Alloy 6063 – T6 Extrusion. Alco Metals Ltd
9. The Aluminium Extrusion Process. Section 3
10. S.S Akhtar, A.F.M Arif, Bekir Sami Yilbas. 2009. Evaluation Of Gas Nitriding
Process With In Process Variation Of Nitriding Potential For AISI H13 Tool
Steel. London. Springer-verlag.
11. G Kugler, R Turk, T Vecko Pirtovsek. 2006. Wear Behaviour Of Nitrided
Microstructure Of Aisi H13 Dies For Hot Extrusion Of Aluminium. Metabk 45
(1) 21-29 (2006).
43
44