Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Proses pengerasan permukaan (surface hardening) logam memegang peranan
penting didalam dunia industri saat ini. Dalam berbagai industri seperti otomotif,
manufaktur, dan komponen mesin banyak diperlukan komponen-komponen yang
memiliki kekerasan permukaan yang cukup. Proses perlakuan permukaan (surface
treatment) dilakukan untuk meningkatkan ketahanan aus dan ketahanan lelah pada
komponen-komponen tersebut. Umumnya komponen seperti ini dipakai pada bagian
mesin yang bergerak dan bergesekan satu sama lain. Oleh karena itu, bagian mesin
yang bergesakan dibutuhkan perlindungan terhadap permukaan komponen dari aus
dan erosi antar komponen. Salah satunya adalah dies untuk proses manufaktur
ekstrusi aluminium. Seringkali, pada dies yang tidak mempunyai nilai kekerasan
yang cukup akan cepat terkikis. Dalam penelitian ini sendiri dilakukan percobaan
pada dies ekstrusi aluminium untuk membuktikan pengaruh proses surface
hardening terhadap masa pakai dies ekstrusi aluminium.

Salah satu proses dari surface treatment adalah nitriding. Nitriding sendiri
merupakan proses yang umum diterapkan untuk menambah kekerasan permukaan
suatu logam. Prinsipnya dengan mendifusikan unsur nitrogen ke dalam logam yang
dilakukan dalam tungku tertutup dengan temperatur tertentu. Nitrogen yang berdifusi
kedalam logam akan membentuk nitrida besi pada permukaan, yang mempunyai sifat
mekanik keras. Umumnya terdapat dua jenis dari proses nitriding sendiri, yaitu: gas
nitriding dan plasma nitriding. Proses gas nitriding biasa dilakukan dengan memakai
gas ammonia sebagai sumber nitrogen, dimana gas ammonia dipecah yang
menghasilkan nitrogen dan hidrogen sebagai gas residual. Temperatur tinggi dalam
tungku akan memecah zat ammonia menjadi nitrogen yang akan berdifusi ke dalam
material kerja dan hydrogen sebagai gas buang.
Proses gas nitriding lebih umum dilakukan karena memiliki keunggulan
diantaranya yaitu: biaya operasional yang rendah, proses nitridasi yang lebih mudah,
dan dapat memuat banyak material kerja untuk sekali proses. Dalam penelitian ini
dilakukan proses gas nitriding pada material ASSAB 8407-2M yang digunakan
sebagai bahan pembuatan dies ekstrusi aluminium. Benda uji akan diuji

1
kekerasannya sebelum mendapat proses nitriding dengan alat hardness tester, dan
benda uji akan diamati struktur mikro dengan berbagai perbesaran dari mikroskop.
Setelah mendapat proses nitriding dengan berbagai varian temperatur benda uji akan
kembali diuji kekerasannya dan struktur mikro yang terbentuk akibat proses
nitriding. Penelitian ini juga memaparkan hasil aplikasi langsung pada dies ekstrusi
aluminium yang telah di nitriding dengan berbagai temperatur, yang memiliki masa
pakai yang berbeda.

1.2 Perumusan Masalah


Perumusan masalah dalam penelitian berikut yaitu sebagai berikut:
1. Pengaruh temperatur proses nitriding terhadap kekerasan permukaan benda
uji
2. Pengaruh waktu proses nitriding terhadap kekerasan permukaan benda uji
3. Pengaruh tekanan gas ammonia terhadap kekerasan permukaan specimen
4. Pengaruh waktu proses nitriding terhadap kedalaman difusi unsur nitrogen
pada specimen
5. Pengaruh temperature proses nitriding terhadap masa pakai dies ekstrusi
aluminium

1.3 Batasan Masalah


Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka dapat dibatasi masalah masalah
dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Pengaruh dari temperatur nitriding terhadap kekerasan benda uji
2. Pengaruh dari temperature nitriding terhadap masa pakai dies aluminium
ekstrusi
3. Pengujian hasil penelitian dengan metode uji mikrostruktur dan uji
kekerasan
4. Pengujian dengan aplikasi langsung dies aluminium ekstrusi pada proses
manufaktur untuk diuji masa pakainya.

1.4 Tujuan Penelitian


Tujuan dan manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Mengetahui proses nitriding pada material uji 8407-2M
2. Mengatahui pengaruh dari proses nitriding terhadap sifat mekanis pada
material 8407-2M

2
3. Mengetahui parameter nitriding guna mendapat hasil yang sesuai keinginan
dari proses nitridasi.
4. Mengetahui hasil nitriding terhadap masa pakai dies dalam proses ekstrusi
aluminium
1.5 Sistematika Penulisan Skripsi
Penulisan skripsi ini dibagi menjadi lima bab yang terdapat sub bab dalam
masing-masing bab guna untuk memahami skripsi ini. Berikut adalah bab-bab yang
ada dalam skripsi ini:
BAB I. PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang dilakukannya penelitian, rumusan
masalah, batasan masalah, dan tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini,
serta berisi sistematika penulisan skripsi pada penelitian ini.

BAB II. LANDASAN TEORI


Bab ini berisi rangkuman-rangkuman teori dan pendapat ahli yang
mendukung mengenai nitridasi, material uji, dan proses serta alat pengujian
yang berkaitan dengan nitridasi.

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN


Dalam bab ini disampaikan diagram langkah penelitian, alat dan
bahan yang akan digunakan dalam penelitian, dan proses dilakukannya
penelitian itu sendiri.

BAB IV. DATA DAN ANALISA


Dalam bab membahas mengenai Analisa yang didapat dari data hasil
penelitian yang telah dilakukan dalam bab sebelumnya yang berkaitan
dengan teori yang dijelaskan dalam bab sebelumnya..

BAB V. SARAN DAN KESIMPULAN


Bab ini berisi kesimpulan yang didapat sebagai hasil dari penelitian,
dan saran dari penulis untuk penelitian selanjutnya mengenai topik ini.

3
BAB II

LANDASAN TEORI
2.1 Baja
Baja merupakan paduan dari besi dan karbon, silikon, mangan, sulfur, fosfor dan
unsur-unsur lainnya, dengan kandungan karbon antara 0.3% hingga 2,1% berat total.
Fungsi karbon pada baja yaitu sebagai unsur pengeras dengan mencegah pergeseran
atom pada kisi kristal. Baja dikelompokkan berdasarkan kandungan karbon menjadi
tiga yaitu: Baja karbon rendah dengan kandungan karbon kurang dari 0.3%, Baja
karbon menengah dengan kandungan karbon berkisar dari 0.3% hingga 0.8%, dan
baja karbon tinggi dengan kandungan karbon diatas 0.8%

2.1.1 Baja Karbon Rendah


Baja ini memiliki kandungan karbon kurang dari 0.3%. Kandungan karbon
yang tergolong rendah membuat baja jenis ini tidak maksimal dalam proses
pengerasan dengan perlakuan panas (heat treatment). Struktur mikro yang terdapat
pada baja ini terdiri dari ferrite dan pearlite. Sifat mekanis dari baja jenis ini yaitu
lunak tetapi ulet dan tangguh.

2.1.2 Baja Karbon Menengah


Baja jenis ini memiliki kandungan karbon dari 0.3% hingga 0.8%. Baja jenis
ini umumnya mendapat proses pengerasan dengan perlakuan panas yaitu dengan
proses austeninsasi, celup cepat (quenching), dan tempered hingga membentuk sifat
mekanis yang diinginkan. Baja jenis ini lebih kuat dibanding baja karbon rendah,
tetapi memiliki nilai keuletan dan ketangguhan yang lebih rendah dibanding baja
karbon rendah. Baja ini umumnya diaplikasikan sebagai bahan pembuatan gir,
bagian-bagian mesin, dan dies.

2.1.3 Baja Karbon Tinggi


Baja jenis ini memiliki kandungan karbon tertinggi yaitu diatas 0.8%, dan
memiliki kekerasan tertinggi. Baja jenis ini umumnya diaplikasikan sebagai bahan
perkakas, alat potong, dies. [1]

4
2.2 Struktur baja
Baja memiliki struktur kristal, ketika atom tersusun dalam pola yang sama dan
berulang maka disebut sel unit (unit cells). Ketika kristal padat mulai terbentuk, sel
ini cenderung tersusun sejajar dalam formasi tiga dimensi, dan membentuk kristal.
Celah pertemuan antar kristal dapat disebut batas butir (grain boundaries). Sifat dari
suatu material dipengaruhi oleh bentuk struktur kristal penyusunnya. Beberapa
struktur kristal yang umum pada suatu material antara lain yaitu: body centered
cubic (BCC), face centered cubic (FCC), hexagonal closed package (HCP) [2]

Gambar 2.1 Model struktur kristal

Karbon dapat terlarut padat dalam besi dengan struktur kristal BCC atau FCC,
dan juga dapat terbentuk sebagai lapisan dengan komposisi stoikiometri FE 3 C
(sementit). Berikut adalah diagram fasa besi-karbon. Dalam diagram ini dijelaskan
fasa yang terbentuk berdasarkan fungsi kandungan karbon dan temperatur. [2]

5
Gambar 2.2 Diagram ekuilibrium besi-karbon

Dalam diagram tersebut terdapat beberapa fasa diantaranya yaitu ferrite,


austenite, dan cementite. Fasa ferrite mempunyai struktur kristal BCC dan memiliki
sifat mekanis lunak, ulet, dan bersifat magnet. Fasa austenite memiliki struktur
kristal FCC dengan sifat mekanis lunak, cukup kuat, dan tidak bersifat magnet. Fasa
cementite mempunyai sifat mekanis keras dan getas. [2]

2.3 Material 8407-2M


8407-2M adalah baja paduan krom, molibdenum dan vanadium yang banyak
digunakan sebagai baja perkakas. Material ini memiliki karakteristik: tahan terhadap
abrasi dalam temperature yang tinggi maupun rendah, Memiliki ketangguhan dan
keuletan yang baik, keseragaman dari kemampuan proses mesin, Memiliki kekuatan
yang baik dalam temperature tinggi dan ketahanan terhadap kelelahan pada
temperatur tinggi dan distorsi yang sangat minimal selama proses pengerasan.
Komposisi kandungan pada logam ini ditunjukkan pada tabel 2.1. [3]

Tabel 2.1 Komposisi kandungan unsur pada material 8407-2M

Komposisi C Si Mn Cr Mo V
Persentase 0.39 1 0.4 5.3 1.3 0.9

6
Material ini biasa diaplikasikan penggunaannya sebagai dies, fixed insert,
sprue parts, nozzles, ejector pins, dan plunger. Kekerasan yang direkomendasikan
untuk material ini sebagai dies ekstrusi aluminium yaitu 44-50 HRC. Temperatur
austenisasi yang direkomendasikan yaitu 1020-1050° C , dengan waktu penahanan 15
sampai 30 menit. Media celup cepat (quenching) yang dapat digunakan yaitu oli,
udara, dan vakum. Waktu penahahan proses tempering minimal 2 jam, dengan
temperatur minimal 180°C. Temperatur tempering 425-550°C tidak
direkomendasikan karena dapat mengakibatkan kegetasan material.

Tabel 2.2 Data fisik material 8407-2M

Tabel 2.3 Properti mekanis material 8407-2M

8407-2M adalah logam paduan yang dibuat dengan tujuan untuk mendapatkan
sifat tangguh dan tahan gesek pada temperatur yang tinggi, dengan cara
menambahkan berbagai unsur seperti karbon, krom, molibdenum, vanadium, silicon,
mangan Masing-masing unsur mempunyai efek apabila dipadukan dengan besi.
Berikut adalah efek paduan unsur dengan baja: [3]

7
Tabel 2.4 Pengaruh unsur pada paduan logam

8
2.4 Difusifitas
Difusi adalah kecenderungan suatu unsur untuk berpindah dari daerah yang
berkonsentrasi tingi ke daerah yang berkonsentrasi rendah. Penyebab difusi adalah
dipengaruhi dari sifat material penerima difusi, unsur pendonor difusi, konsentrasi
gradien dan temperature. Hukum Fick menyatakan difusi elemen pada suatu material
adalah fungsi dari koefisien difusi dan konsentrasi gradien

dc
Hukum Fick : J=D
dx

Qd
dan koefisien difusi : D=D 0 exp−
RT

Dimana:
J = flux atom
D0 = konstanta difusi suatu material

D = koefiesien difusi

R = konstanta boltzman x nilai avogrado

dc
= konsentrasi gradien
dx

Qd = aktivasi energi per mole

T = temperatur (K)

Terjadinya difusi dapat dikategorikan sebagai berikut:


1. Interstitial adalah, dimana atom pendonor difusi yang kecil menempati celah
diantara atom penerima difusi (host atom)
2. Stituational adalah, dimana atom pendonor yang besar menggantikan posisi atom
penerima difusi
3. Vacancy adalah, dimanaatom pendonor bergerak ke area penerima yang
seharusnya mempunyai atom namun tidak

9
Gambar 2.3 Proses difusi atom (Interstitial dan vacancy)

Prinsip dasar yang diterapkan pada difusifitas yaitu:


1. Proses difusi untuk logam yang telah mendapat perlakuan pengerasan diperlukan
temperatur proses lebih dari 400 0 C .
2. Logam penerima difusi harus memiliki konsentrasi rendah dan signifikan
terhadap zat pendonor difusi.
3. Difusi terjadi bila adanya kesesuaian atom antara logam penerima dan spesies
pemberi.
Difusi biasanya dilakukan terhadap material yang ingin diperkeras namun tidak
memiliki kandungan karbon yang cukup atau kandungan unsur lain yang cukup
sebagai syarat dari pengerasan dengan metode quenching. Beberapa contoh proses
pengerasan permukaan logam dengan prinsip difusi diantaranya adalah: carburizing,
nitriding, dan carbonitriding. [2]

2.4.1 Carburizing
Carburizing juga merupakan proses difusifitas dimana menggunakan unsur
karbon (C) sebagai bahan difusi pada temperatur 850-950 ℃ . Temperatur proses
yang tinggi membuat besi berada dalam fasa austenite, tidak seperti nitridasi yang
berada dalam fasa ferrite. Lama proses carburizing berkisar 4 hingga 10 jam, dan
sesudahnya dilakukan pendinginan cepat (quenching) pada material untuk
meningkatkan kekerasan pada permukaan material. [4]

2.4.2 Nitriding
Difusi nitrogen dipengaruhi oleh kandungan elemen dari logam paduan
seperti aluminium, kromium, molibdenum, vanadium, wolfram. Tempering harus
dilakukan sebelum proses nitriding dengan suhu berkisar kurang lebih 100 C diatas
temperatur proses nitriding untuk mencegah terjadinya perubahan ukuran selama
proses nitriding. Temperatur nitriding umumnya berkisar antar 530 - 6000 C di

10
lingkungan gas ammonia. Nitriding tidak memerlukan temperatur tinggi hingga
mencapai tempratur austenit dan keunggulannya adalah lebih sedikit distorsi
(perubahan bentuk akibat panas) dibanding proses heat treatment. Nitriding
biasanya dilakukan dengan memakai gas ammonia. Gas ammonia dapat diuraikan
menjadi nitrogen dan hydrogen. Dalam proses nitriding, ketika temperatur dalam
tungku nitriding sudah tercapai dilakukan pengaliran gas ammonia secara penuh
untuk menciptakan konsentrasi nitrogen yang cukup. Ketika lapisan putih (white
layer) mulai terbentuk, laju nitriding harus segera dikontrol dengan cara
mengurangi pasokan gas ammonia hingga hanya cukup untuk proses difusi. Pada
temperatur nitriding gas ammonia terpisahkan seperti reaksi berikut: [2]

2 NH 3 →2 N +3 H 2
3
NH 3 → N + H 2
2

Gambar 2.4 Ilustrasi proses difusi ammonia. [6]

Nitriding adalah metode thermokimia ferrit dengan mendifusikan nitrogen


kedalam permukaan logam. Proses difusi berdasarkan kelarutan nitrogen dalam
baja seperti yang ditunjukkan pada diagram fasa besi-nitrogen.

11
Gambar 2.5 Diagram ekuilibrium besi-nitrogen

Dalam diagram ini menunjukkan fasa-fasa yang terbentuk sebagai fungsi


dari temperature dan kadar nitrogen. Diantaranya ada fasa ε(Fe3 N ) yang bersifat
keras dan getas, mempunyai struktur kristal HCP, sedangkan fasa γ ' ( Fe 4 N )
bersifat lebih lunak dan mempunyai struktur kristal FCC [5]. Dalam proses
nitriding seringkali timbul lapisan putih (white layer) pada permukaan logam yang
sedang dikerjakan. Lapisan nitrida yang muncul pada permukaan logam saat proses
nitridasi tersusun atas fasa ε(Fe3 N ) dan ' ( Fe 4 N ). Lapisan ini bersifat sangat keras
dan getas, untuk itu dalam proses nitriding perlu mengurangi atau bahkan
mencegah timbulnya lapisan putih ini. Dalam proses gas nitriding dengan

12
menggunakan ammonia, rasio perbandingan P NH terhadap P H menentukan
3 2

ketebalan terbentuknya lapisan putih ini. Selain itu paduan logam juga
mempengaruhi ketebalan terbentuknya lapisan putih ini. Semakin banyak paduan
logam nitriding, maka lapisan putih yang terbentuk semakin tipis. Lapisan difusi
bertambah dalam seiring dengan suhu dan lama waktu tertentu pada proses
nitriding. Paduan logam juga mempengaruhi kedalam lapisan difusi ini. Berikut
persamaan dari aktifitas nitrogen (a N ¿ sebagai penggerak untuk terjadinya proses
difusi. [6]

PNH 3
a N =K .
PH 3
22

Dimana P NH3 adalah tekanan dari gas ammonia, P H 2


3/ 2 adalah tekanan dari gas
hidrogen, dan K adalah konstanta equilibrium yang merupakan fungsi dari
temperatur dari persamaan
2943
log K =6,196−
T

Dimana T adalah temperatur dinyatakan dalam kelvin.

13
Gambar 2.6. Skema dapur pemanas untuk proses gas nitriding [7]

Dapat dikatakan nitriding mempunyai karakteristik dari proses surface


hardening lainnya. Beberapa diantaranya menjadi keunggulan dari proses nitriding.
Berikut adalah karakteristik nitriding:
1. Tidak memerlukan temperatur yang tinggi dimana pelaksanaanya biasa dilakukan
pada jangka temperature 530-6000 C . Melihat diagram fasa besi karbon, nitriding
dilakukan pada temperature dalam fasa ferrite, yang berarti ukuran butir pada inti
dan permukaan tidak mendapat pengaruh. Nitrogen memiliki afinitas yang tinggi
terhadap besi seiring dengan meningkatnya temperature. Semakin tinggi
temperatur, semakin cepat dan dalam difusi terjadi. Apabila temperature terlalu
tinggi maka Nitrogen jenuh tidak dapat terlarut dan membentuk Nitrida yang
bersifat getas, mudah pecah dan terkelupas.
2. Tidak memerlukan quenching seperti surface hardening lainnya yang
memerlukan perubahan fasa dari austenite dan didinginkan secara cepat hingga
menjadi martensite. Untuk membentuk strukstur kristal martensit diperlukan
perubahan ke fasa austenite terlebih dulu dan proses selanjutnya yaitu
pendinginan secara mendadak, juga diperlukan kandungan karbon yang cukup.
3. Distorsi yang minimal. Distorsi dapat menyebabkan perubahan dimensi dan
geometri dari suatu logam. Tanpa adanya perubahan fasa dan thermal shock
selama proses nitriding, maka distorsi dapat diminimalisir.
4. Kekerasan maksimal pada paduan logam tertentu yang dapat dicapai apabila
material memiliki paduan yang disebut nitralloy steel. Nitralloy steel
mengandung elemen seperti chromium, molybdenum, vanadium, tungsten dan
aluminum
5. Sifat inti logam yang tidak berubah apabila nitriding dilakukan pada temperature
dibawah temperature tempering. Untuk membentuk sifat inti logam yang dapat
mendukung proses nitriding, maka perlu dilakukan preheat treatment seperti
tempering. Tempering dilakukan agar inti dari logam tidak mendapat pengaruh
selama mendapat proses surface hardening yang dikarenakan tegangan pada
permukaan yang melebihi kekuatan inti logam. Tempering juga mencegah
terjadinya perubahan dimensi yang berlebih. [7]

14
2.4.2.1 Gas nitriding
Nitriding biasanya dilakukan dalam temperature 530 - 6000 C dalam
lingkungan gas ammonia pada suatu tungku pemanas. Ammonia dapat dipecah
menjadi nitrogen dan hidrogen. Material diletakkan dalam suatu keranjang wadah,
kemudian dimasukkan kedalam tungku yang dipanaskan. Ketika temperature
nitriding sudah tercapai, gas ammonia dialirkan ke dalam tungku. Nitrogen akan
mulai berdifusi kedalam material, hingga ketika sudah terbentuk lapisan nitride
maka pasokan gas ammonia mulai dikurangi. Proses ini berlanjut sampai nitrogen
berdifusi mencapai kedalaman yang diinginkan. [6] Proses gas nitriding dapat
dilakukan dalam tahap tunggal dan tahap ganda nitridasi. Proses nitridasi gas
dengan tahap tunggal dilakukan dengan memanaskan material kerja dengan jangka
temperatur 495-525℃ dimana pada lingkungan tersebut laju disosiasi gas ammonia
sebesar 15 hingga 30%. Pada suhu 450℃ , nitrogen berdifusi kedalam celah-celah
atom dari material kerja, hingga mencapai konsentrasi kandungan nitrogen terhadap
material kerja sebesar 0.1%. Selanjutnya, ketika konsentrasi nitrogen mencapai 5.7
hingga 6.1% terbentuklah nitrida Fe4 N (γ’). Apabila konsentrasi nitrogen melebihi
6.1% maka terbentuk lapisan nitrida (ε) yang biasa dikenal dengan istilah white
layer. Untuk meminimalisir munculnya white layer dalam proses nitridasi maka
dapat dilakukan dengan proses tahap ganda. Proses tahap ganda dilakukan dengan
memanaskan material kerja dengan jangka temperatur 495-525℃ , dan mengatur
laju disosiasi gas ammonia sebesar 15 higgan 25%. Dalam tahap selanjutnya
temperature dinaikkan hingga 550-565℃ , dan juga menaikkan laju disosiasi gas
ammonia sebesar 75 hingga 80% dengan cara mengurangi pasokan gas ammonia
kedalam tungku. [7]

2.4.2.2 Plasma Nitriding


Dalam proses plasma nitriding diaplikasikan voltase listrik antara material
kerja sebagai katoda dan wadah tungku sebagai anoda. Proses ini dilakukan dengan
menciptakan kondisi vakum dalam tungku dengan atmosfir nitrogen. Ketika
pontensial elektrik melemah, didapat plasma dengan ion nitrogen. Ion nitrogen
dengan cepat berdifusi kedalam material kerja. Proses ini memiliki keuntungan
dapat mengatur pembentukan lapisan nitrida.

2.4.3 Nitrocarburizing

15
Pada dasarnya nitrocarburizing memiliki prinsip yang sama dengan nitridasi
(nitriding) yaitu dengan mendifusikan gas kedalam material dalam temperatur
tertentu. Perbedaan yang paling mendasar adalah dengan ditambahnya unsur
karbon (N + C) sebagai gas pendonor difusifitas. Umumya gas karbondioksida
CO 2 yang digunakan sebagai gas pemasok karbon. Proses nitrocarburizing sendiri
lebih singkat yaitu 2 hingga 4 jam dibanding nitridasi yaitu 5 hingga 12 jam.
Temperatur nitrocarburizing umumnya lebih tinggi daripada temperatur nitridasi
yaitu 560-580℃ dan menghasilkan nilai kekerasan yang tidak berbeda jauh dengan
nitridasi yaitu 450-1200 Hv.

2.4.4 Cyaniding
Hampir sama dengan carbonitriding, cyaniding juga merupakan proses
pengerasan permukaan dengan mendifusikan unsur karbon dan nitrogen kedalam
permukaan baja. Sumber unsur pendonor difusi biasanya garam cair sianida seperti
sodium sianida. Temperatur proses ini berkisar di 760 - 870°C. Proses ini
memerlukan proses celup panas (quenching) dengan media minyak atau air.
Umumnya proses ini dilakukan pada baja karbon rendah. [2]

2.5 Nitriding ASSAB 8407


Nitriding pada material ini menghasilkan peningkatan kekerasan permukaan
yang dimaksudkan untuk meningkatkan ketahanan terhadap keausan dan erosi pada
material. Lapisan nitriding yang terbentuk dapat bersifat getas dan dapat pecah
apabila terjadi kejutan thermal thermal shock, sehingga harus diminimalisir
kemunculan lapisan ini. Sebelum proses nitriding harus dilakukan proses tempering
pada 25−500 C diatas temperature nitriding. Nitriding menggunakan gas ammonia
umumnya pada temperatur 510℃ atau dengan metode plasma nitriding dengan
komposisi 75% hydrogen dan 25% nitrogen pada temperature 480 ℃ . Keduanya
menghasilkan kekerasan yang sama sebesar ± 1100 HV . Secara umum, plasma
nitriding lebih disukai karena keunggulannya dalam mengkontrol potensial nitrogen,
sehingga laju pembentukan lapisan nitride (white layer) dapat diminimalisir.

2.6 Ekstrusi

Ekstrusi adalah proses pembentukan logam dengan cara menekan melalui


rongga cetakan ekstrusi. Tekanan yang digunakan sangat besar. Logam akan keluar

16
melalui rongga cetakan dan akan terbentuk sesuai dengan bentukan rongga cetakan.
Tekanan pada proses ekstrusi dilakukan dengan menggunakan tekanan ram hidraulik
dengan besar tekanan 100 ton hingga 15.000 ton atau lebih. Ekstrusi dapat dibedakan
menjadi 2 yaitu ekstrusi langsung dan ektrusi tidak langsung. Berikut adalah gambar
proses ekstrusi langsung dan tidak langsung.

Gambar 2.7 Proses ekstrusi langsung

Gambar 2.8 Proses ekstrusi tidak langsung

Pada ekstrusi langsung logam dan ram penekan bergerak sepanjang kontainer,
sementara pada ekstrusi tidak langsung logam dan kontainer bergerak Bersama,
sehingga tidak ada gesekan antara dinding kontainer dan logam. Ekstrusi memiliki
parameter yang yaitu: jenis proses ekstrusi, rasio ekstrusi, temperatur, dan gesekan
antara logam dengan dinding kontainer. [8]

17
2.6.1 Dies Ekstrusi Aluminium

Gambar 2.9 Proses ekstrusi


Dies untuk proses ekstrusi aluminium diperlukan ketahan terhadap beban
mekanis, thermal, kimia. Temperatur ekstrusi almunium umumnya 490-500°C dan
kecepatan ekstrusi 5 – 50 m/menit mengakibatkan pada daerah bearing surface
(Gambar 2.9) mengalami tekanan mencapai 50MPa atau lebih. Ditambah dengan
temperatur yang dapat mencapai 600°C karena adanya peningkatan panas akibat
kompresi aluminium. Dies ekstrusi aluminium akan berkontak langsung dengan
aluminium panas, untuk itu memerlukan ketahanan abrasi, adhesi, kelelahan
mekanis, dan korosi. Dalam meningkatkan ketahanan dies, umumnya dilakukan
pengerasan permukaan dengan metode nitriding.

2.7 Aluminium 6063


Aluminium 6063 adalah logam paduan dengan kekuatan menengah. Umumnya
material ini digunakan dalam proses ekstrusi. Material ini memiliki permukaan yang
baik, tahan terhadap korosi, dan mampu las. Produk dari hasil ekstrusi material ini
banyak digunakan sebagai kusen jendela, pintu, pipa irigasi, dan rangka konstruksi.
Komposisi kimia material ini adalah [9]

Tabel 2.5 Komposisi kandungan unsur pada material Aluminium 6063

Unsur Persentase berat (%)


Magnesium (Mg) 0.45 - 0.9
Silikon (Si) 0.2 - 0.6
Besi (Fe) 0.0 - 0.35
Kromium (Cr) 0.0 - 0.10
Titanium (Ti) 0.0 - 0.10
Mangan (Mn) 0.0 - 0.10
Zinc (Zn) 0.0 - 0.10
18
Cupper (Cu) 0.0- 0.10
Aluminium (Al) Balance
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

19
3.1 Diagram Langkah Penelitian

Gambar 3.1 Diagram langkah penelitian

20
3.1.1 Langkah Penelitian
1. Penelitian ini bertujuan untuk menyelesaikan salah satu masalah yang ada
dalam produksi ekstrusi aluminium yaitu dies ekstrusi yang cepat aus. Dengan
adanya penelitian ini bertujuan untuk mencari cara agar dies ekstrusi dapat
tahan lama serta tangguh
2. Selanjutnya, dari hasil diskusi ditemukan cara untuk mendapatkan sifat keras,
tanggun dan tahan lama pada dies ekstrusi aluminium, yaitu dengan proses
pengerasan permukaan dengan metode nitriding.
3. Langkah ketiga yaitu, mempersiapkan material sebagai bahan sample untuk
nitriding dan pengujian kekerasan serta mempersiapkan dies untuk uji coba
produksi

Gambar 3.1.1 Ilustrasi daerah pengambilan benda uji dari material utuh

Gambar diatas merupakan gambar material utuh beserta daerah yang akan
dipotong untuk diambil sebagai bahan benda uji dan bahan dies. Pada gambar
dijelaskan pada daerah yang diarsir akan diambil sebagai bahan benda uji,
sementara pada daerah yang tidak diarsir akan diambil sebagai bahan
pembuatan dies.
4. Langkah ke-empat yaitu menguji kekerasan dasar benda uji sebelum mendapat
perlakuan pengerasan apapun. Pengujian dilakukan di Lab teknik mesin

21
President University. Hasil pengujian kekerasan di dapat rata-rata kekerasan
49.80 Hrc
5. Setelah uji kekerasan dilakukan uji metalografi pada benda uji untuk
mengetahui mikrostruktur dasar pada benda uji.
6. Langkah selanjutnya yaitu melakukan proses nitriding pada benda uji. Nitriding
dilakukan dalam 3 temperatur nitriding (530, 550, 580°C) dengan lama proses 7
jam
7. Langkah ketujuh yaitu menguji nilai kekerasan benda uji yang sudah mendapat
perlakuan nitriding untuk mengetahui nilai kekerasan pada 6 titik kedalaman
dari permukaan benda uji.
8. Langkah kedelapan yaitu uji metalografi pada benda uji, untuk mengetahui
lapisan nitrida dan difusi nitrogen pada benda uji.
9. Langkah selanjutnya yaitu melakukan proses nitriding dies . Nitriding juga
dilakukan dalam 3 temperatur nitriding (530, 550, 580°C) dengan lama proses 7
jam
10. Selanjutnya dies yang telah mendapat pengerasan permukaan dengan nitriding,
akan langsung diuji dengan aplikasi langsung pada produksi aluminium
ekstrusi.
11. Berdasarkan data yang diperoleh selama penelitian, dilakukan diskusi dan
analisa terhadap hasil dari penelitian, hingga bisa ditarik suatu kesimpulan.

3.1.2 Pengujian Metalografi Original Material


Pengujian dilakukan untuk mengatahui fasa penyusun dari material 8407-2M
sebelum mendapat perlakuan pengerasan apapun. Dengan melakukan uji
metalografi maka dapat dilihat struktur butir logam yang menyusun material 8407-
2M, beserta karakteristik mekanis nya. Berikut langkah-langkah pengujian
metalografi:

22
1. Cutting, yaitu material dipotong menjadi ukuran yang telah ditentukan sehingga
memudahkan proses selanjutnya yaitu mounting

Gambar 3.2 (a) Mesin cutting specimen

2. Labeling, yaitu memberikan identitas kepada material uji agar dapat


teridentifikasi dengan mudah
3. Mounting, yaitu pelapisan material uji dengan zat organic seperti resin, epoxin
resin yang bertujuan memudahkan pemegangan material saat proses grinding
dan polishing nantinya. Mounting pada material ini menggunakan bakelite
4. Grinding, yaitu proses pertama untuk meratakan permukaan material yang akan
diuji. Penghalusan dapat dilakukan dengan memakai amplas dari urutan
kehalusan 80, 120, 240, 400, 600, 800, 1200, 2400.

23
Gambar 3.2 (b) Proses grinding

5. Polishing, yaitu tahap untuk memperhalus permukaan material uji yang


dilakukan dengan memakai serbuk alumina ukuran 0.03 μm dengan memakai
fibre polishing pad. Pemolesan dilakukan hingga memberikan kerataan dan
efek kaca pada permukaan material uji.

Gambar 3.2 (c) Mesin Grinding dan Polish

6. Etsa, dilakukan dengan mencelupkan material uji kedalam cairan etsa, yang
bertujuan menimbulkan penampakan khusus seperti batas butir, fasa, dan
struktur mikro tertentu. Setiap logam memiliki cairan etsa tersendiri. Pada
material ini etsa yang digunakan yaitu Nital dengan komposisi (Nitric acid 3ml
+ Ethanol 97ml pada 100ml Nital 3%)
7. Cleaning, material uji yang sebelum dan sesudah di etsa harus dilakukan
pembersihan terlebih dulu sebelum diamati di mikroskop. Pencucian dapat
dilakukan dengan air mengalir atau alcohol. Sesudah itu material uji harus
dikeringkan sampai benar-benar kering, karena air yang tersisa pada permukaan
material dapat menganggu penampakan dan dapat merusak lensa mikroskop.
8. Pengamatan mikroskop, sesudah material siap dapat dilakukan pengamatan di
bawah mikroskop. Kamera pada mikroskop dapat mengambil gambar hasil dari
pengamatan mikroskop. Lensa mikroskop dapat menampilkan pengamatan
material sesuai dengan perbesarannya.

24
3.1.3 Pengujian Kekerasan Rockwell
Pengujian ini dimaksudkan untuk mendapat nilai kekerasan pada 8407-2M
sebelum mendapat perlakuan pengerasan apapun (original material). Pengujian
kekerasan rockwell banyak digunakan karena prosesnya yang sederhana. Pengujian
kekerasan Rockwell dilakukan dengan cara menekan permukaan material uji
dengan suatu indentor penekanan. Pengujian dilakukan dengan memberikan beban
penekanan awal (beban minor) terhadap permukaan material uji dengan memakai
indentor bola baja atau kerucut intan, akibatnya indentor akan menekan permukaan
material dengan kedalaman tertentu dan hasil kedalaman tersebut akan diukur.
Setelah memberikan penekanan awal, maka dilakukan pemberian penambahan
tekanan (beban mayor). Penakanan ditahan dalam waktu tertentu (dwell time) untuk
memberikan kesempatan terhadap pemulihan elastisitas material. Sesudah ditahan
selama dwell time, maka pengukuran kedalaman indentor dilakukan sebagai hasil
dari penekanan beban mayor. Kekerasan didapat dari hasil selisih kedalaman akhir
dari penekanan beban mayor dan kedalaman awal dari penekanan beban minor
yang dikonversikan kedalam angka kekerasan. Berikut gambar ilustrasi pengujian
kekerasan rockwell.

Pengujian kekerasan dilakukan sebanyak 30 indentasi untuk mendapatkan hasil


kekerasan secara menyeluruh. Hasil rata-rata nilai kekerasan pada original material
8407-2M adalah 49.803 HRc. Berikut adalah tabel hasil pengujian kekerasan
rockwell dan ilustrasi titik indentasi pada original material.

25
Tabel 3.1 Hasil pengujian kekerasan rockwell pada 30 titik indentasi

Koordina
t 1 2 3 4 5 6
1 50 50 49.5 50 49.5 49.5
2 49.5 50 50 49.5 49.5 50
3 50 49.8 50 50 49.5 50
4 50 49.5 49.5 49.5 50 49.8
5 50 49.5 50 50 50 50

Gambar 3.4 Ilustrasi titik posisi indentasi pengujian rockwell

3.1.4 Pengujian Kekerasan Vickers


Pengujian kekerasan dilakukan karena memiliki kelebihan yaitu mempunyai
rentang nilai kekerasan yang sangat luas mulai dari 5 HV pada logam yang lunak
hingga 1500 HV pada logam yang keras. Pengujian dilakukan dengan menekankan
indentor ke material uji, dan mengukur diagonal dari jejak indentor dengan
menggunakan mikroskop. Material yang akan diuji harus memiliki permukaan yang
rata, halus dan bebas dari karat dan kerak, karena itu perlu dilakukan proses
polishing dan grinding pada material sebelum dilakukan pengujian kekerasan
vickers. Berikut adalah langkah-langkah proses pengujian kekerasan vickers:
26
1. Persiapan indentor yang akan digunakan, dan persiapan material uji
2. Gunakan kamera mikroskop untuk menentukan lokasi titik uji pada material
3. Penekanan indentor dengan gaya penekanan yang bervariasi mulai dari 1kgf
sampai 120kgf pada pengujian makro, dan 15gf sampai 1000gf pada pengujian
mikro.
4. Lakukan penekanan dan tunggu hingga lama waktu penekanan selesai (biasanya
15 detik)
5. Gunakan kamera mikroskop untuk melihat jejak indentor, dan lakukan
pengukuran pada kedua diagonal dari jejak indentor. Komputer akan otomatis
menghitung dan menampilkan nilai kekerasan Vickers.

Perhitungan nilai kekerasan Vickers berdasarkan dari rumus sebagai berikut:

F
HV =1.854 2
d

Dimana:

HV = Nilai kekerasan Vickers

F = Gaya penekanan indentor (kgf)

D = Diagonal jejak indentor

Pengujian dilakukan dengan 6 titik indentasi yang masing-masing berjarak 25


μm. Titik indentasi pertama berjarak 25 μm dari permukaan material, penambahan
kedalaman titik indentasi setiap 25 μm bertujuan untuk mengetahui perbedaan
kekerasan dari permukaan material hingga ke inti material.

27
Gambar 3.5 Posisi pengujian microvickers pada material.

3.2 Nitriding
Nitriding dilakukan dilakukan pada 3 pcs benda uji dan dies ekstrusi aluminium
dengan variasi temperatur 530, 550 dan 580℃ . Sebelum mendapat proses nitriding,
dilakukan preheating pada benda uji selama 73 menit hingga temperature mencapai
450°C, pada saat ini gas ammonia mulai dialirkan, selanjutnya temperatur dinaikkan
hingga mencapai temperatur nitriding yang diinginkan. Waktu aktual proses
nitriding adalah 7 jam terhitung sejak temperatur chamber mencapai temperature
nitriding sampai proses cooling dimulai

Tabel 3.2 Parameter nitriding

Benda uji Sample 1 Sample 2 Sample 3


Temperatur 530°C 550°C 580°C
Waktu nitriding 7 jam 7 jam 7 jam
Tekanan gas NH3 0.4 Mpa 0.4 Mpa 0.4 Mpa
Tekanan dapur 3 bar 3 bar 3 bar

Berikut adalah ilustrasi dimensi chamber nitriding yang digunakan:

28
Gambar 3.6 Dimensi chamber nitriding

Berikut adalah diagram nitridasi dengan fungsi temperatur dan waktu yang
menjelaskan temperatur nitridasi, lama waktu preheating, actual nitriding, dan
pendinginan.

29
Gambar 3.7 (a) Diagram nitriding dengan temperatur nitriding 530℃

Gambar 3.7 (b) Diagram nitriding dengan temperatur nitriding 550℃

Gambar 3.7 (c) Diagram nitriding dengan temperature nitriding 580℃

Proses nitridasi dimulai dengan pemanasan awal (preheating) pada material


dan dapur nitridasi hingga mencapai temperature 450℃ selama waktu 73 menit.
Pada saat ini gas ammonia dialirkan selama proses nitridasi hingga akhir proses
pendinginan (cooling) kemudian temperatur dinaikan hingga mencapai temperature
nitridasi yang dituju. Proses nitridasi berlangsung selama ±11 jam dan berlanjut ke
proses akhir yaitu pendinginan.

30
3.3 Aplikasi Langsung Proses Ekstrusi Aluminium
Pada tahap ini dilakukan percobaan langsung untuk produksi dengan proses
ekstrusi aluminium. Dies yang telah mendapat proses nitriding dengan berbagai
varian temperature akan digunakan untuk produksi pembentukan aluminium dengan
proses ekstrusi. Berikut adalah parameter ekstrusi yang digunakan selama proses
pengujian:

 Material ekstrusi (bilet) : Aluminum 6063


 Line speed : 34 meter per menit
 Temperatur bilet : 500°C
 Temperatur dies : 490°C
 Tekanan ekstrusi : 200 bar
 Dimensi bilet : Ø 177.8 mm x 900mm

31
Gambar 3.9 Dies dan produk ekstrusi aluminum

32
BAB IV

DATA DAN ANALISA


4.1 Analisa Data Tes Mikrostruktur

Hasil foto mikrostruktur didapat dari total 4 pcs sample, diantaranya yaitu 1 pcs
material base 8407-2M dan 3 pcs material 8407-2M yang telah mendapat proses
nitriding dengan varian temperature nitriding 530, 550 dan 580℃ . Proses uji
mikrostruktur dilakukan dengan menggunakan etsa Nital 3%, dan dilakukan dengan
dua nilai perbesaran yaitu 500x, dan 1000x perbesaran optik mikroskop. Berikut
adalah foto hasil pemeriksaan mikrostruktur optik:

Gambar 4.1 Foto mikrostruktur base material 8407-2M dengan 500x perbesaran

Dari gambar diatas merupakan hasil foto mikrostruktur material 8407-2M


yang telah mendapat proses perlakuan panas. Material dipanaskan hingga mencapai
temperatur austenit (1050°C) dengan waktu penahanan 30 menit, kemudian
dilakukan celup panas (quenching) hingga temperatur berkisar 300-400°C dan
ditahan dengan waktu penahanan tertentu hingga hasil akhir dari struktur mikro
material membentuk struktur bainit.

33
Gambar 4.2 Foto mikrostruktur base material 8407-2M dengan 1000x perbesaran

Gambar diatas merupakan hasil foto mikrostruktur dengan 1000x perbesaran


lensa mikroskop. Terlihat pada gambar bahwa ada munculnya struktur bainit yang
ditandai dengan bagian yang berwarna gelap dan austenit yang ditandai dengan
bagian yang berwarna terang. Dengan adanya struktur tersebut material memiliki
sifat keras dan tangguh, sehingga tidak mudah terjadi deformasi plastis pada material
apabila mendapat tegangan dari luar.

34
Gambar 4.3 Foto mikrovickers material 8407-2M setelah proses nitriding dengan
temperatur 530℃

Gambar diatas merupakan hasil foto mikrovickers sample 1 yang mendapat


proses nitriding dengan temperatur nitriding 530℃ . Pada gambar diatas terlihat
munculnya lapisan difusi (difussion layer) yang ditandai dengan warna gelap,
sebagai tanda bahwa nitrogen berdifusi kedalam permukaan material. Lapisan difusi
yang terbentuk, lebih tipis dibanding kedua sample lainnya, juga tidak terlihat
terbentuknya lapisan nitrida (compound layer) pada permukaan material. Hal ini
dikarenakan temperatur nitriding yang kurang tinggi membuat laju difusifitas
menjadi berkurang.

35
Gambar 4.4 (a) Foto mikrovickers material 8407-2M setelah proses nitriding dengan
temperature 550°C

Gambar diatas menunjukkan hasil foto mikrovickers sample 2 yang mendapat


proses nitriding dengan temperatur 550°C. Pada gambar terlihat terbentuknya lapisan
difusi yang lebih tebal dibanding sample 1 , tetapi pada gambar ini juga tidak terlihat
adanya lapisan nitrida yang terbentuk dikarenakan temperatur nitriding yang kurang
tinggi sehingga membuat laju difusifi berkurang.

Gambar 4.4 (b) Foto mikrovickers material 8407-2M setelah proses nitriding dengan
temperatur 580℃

Pada gambar diatas merupakan hasil dari foto mikrovickers pada sample 3
dengan temperatur nitriding 580℃ . Pada permukaan material terlihat terbentuknya
lapisan nitrida yang ditandai dengan warna terang. Lapisan nitrida yang terbentuk,
kemungkinan terdiri dari fasa ε- Fe3 N dan γ΄- Fe4 N . Lapisan ini bersifat keras dan
getas, tetapi mempunyai daya tahan erosi dan korosi yang bagus. Dengan temperatur
nitriding yang lebih tinggi membuat laju difusifitas bertambah sehingga mampu
untuk membentuk lapisan nitrida pada permukaan material. Dibawah lapisan nitrida
terdapat lapisan difusi, pada gambar ini terlihat ketebalan lapisan difusi yang paling
tebal dibandingkan dengan sample lainnya. Hal ini merupakan akibat dari
temperature nitriding yang cukup membuat laju difusifitas yang lebih besar.

36
4.2 Data Kekerasan, Kedalaman Difusi Dan Temperatur
Kekerasan merupakan fungsi jarak dari permukaan material ke inti material.
Hal ini dipengaruhi konsentrasi kandungan nitrogen yang lebih tinggi pada
permukaan material dan cenderung berkurang seiring bertambahnya kedalaman pada
material. Fungsi temperatur nitriding adalah meningkatkan laju difusifitas yang
menjelaskan semakin banyak difusifitas nitrogen meningkatkan konsentrasi nitrogen
yang membentuk struktur keras pada material dan menambah ketebalan lapisan
difusi. Temperatur nitridasi terlalu tinggi dapat menguraikan lapisan nitrida pada
material yang menurunkan nilai kekerasan material. Berikut adalah tabel 4.1
perbandingan hasil nitridasi pada temperature 530, 550 dan 580°C.

Tabel 4.1 Perbandingan hasil nitriding pada temperature 530, 550 dan 580°C

T Nitriding (°C) 530°C 550°C 580°C


Kekerasan (Hv) Sample 1 Sample 2 Sample 3
Material dasar 492-503 Hv 512 - 520 Hv 512 - 520 Hv
Lapisan difusi 526-532 Hv 603 - 739 Hv 561-729 Hv
Ketebalan (μm) (μm) (μm)
Lapisan Difusi 43.7 113.5 232.8
Lapisan Nitrida   - 13,6

Tabel 4.1 menjelaskan nilai kekerasan pada daerah lapisan difusi dan inti
material. Nilai kekerasan pada inti material dianggap sebagai nilai kekerasan dasar
material karena tidak mendapat pengaruh dari proses nitriding. Pada tabel juga
menjelaskan ketebalan lapisan difusi dan lapisan nitrida. Terlihat pada sample 1
memiliki nilai kekerasan dasar material sebesar 492 - 503 Hv, dan kekerasan pada
lapisan difusi sebesar 563 – 677 Hv, sedangkan pada sample 2 memiliki nilai
kekerasan dasar material sebesar 512-520 Hv, dan nilai kekerasan pada lapisan
difusinya yaitu sebesar 603-739 Hv. Pada sample 3 memiliki nilai kekerasan dasar
material sebesar 512-520 Hv dan nilai kekerasan daerah lapisan difusi sebesar 561-
729Hv. Ketebalan lapisan difusi dengan temperatur nitriding 530°C sebesar 139.4
μm, temperatur 550°C sebesar 113.5 μm dan temperatur 580°C sebesar 232,8 μm.
Seperti yang kita ketahui bahwa semakin tinggi temperatur nitriding maka semakin
tinggi laju difusifitas nitrogen, hal ini menyebabkan terbentuknya lapisan nitrida
(compound layer) pada permukaan material seperti pada gambar 4.4 (b) yang

37
membuat nilai kekerasan material semakin tinggi. Laju difusi yang tinggi
mempengaruhi ketebalan lapisan difusi (diffusion layer) yang terbentuk dalam waktu
nitriding yang sama seperti yang dijelaskan pada tabel 4.1 dimana sample 3 memiliki
ketebalan lapisan difusi paling tebal, sedangkan sample 1 memiliki ketebalan lapisan
difusi yang paling tipis.

Grafik kedalaman kekerasan


800
Sample 3
700
600
Sample 2
Kekerasan (Hv)

500
Sample 1
400
300
200
100
0
25 50 75 100 125 150
kedalaman (μm)

Gambar 4.5 Grafik nilai kekerasan hasil nitridasi material 8407-2M pada
varian temperatur.

Tabel 4.2 Perbandingan hasil kekerasan nitriding dengan varian


temperatur pada setiap kedalaman

Hardness (Hv)
Depth (μm)
Sample 1 Sample 2 Sample 3
25 532 657 729
50 526 603 686
75 520 739 713
100 495 660 686
125 492 520 663
150 503 512 683

38
Kekerasan hasil nitriding dengan variasi temperatur ditunjukkan oleh tabel 4.2.
Pada tabel ini terlihat perbandingan kekerasan pada 6 titik kedalaman. Pada
kedalaman 25μm, sample 3 memiliki nilai kekerasan tertinggi yaitu 729 Hv
dibanding sample 2 yang memiliki nilai kekerasan 657Hv, sementara sample 1
memiliki nilai kekerasan terendah yaitu dan 532Hv. Pada pengukuran dengan
kedalaman 100μm menunjukkan nilai kekerasan 686Hv untuk sample 3, 660Hv
untuk sample 2, dan nilai kekerasan terendah yaitu 495Hv untuk sample 1, yang
dikarenakan pada kedalaman ini sudah tidak ada lagi lapisan difusi pada sample 1.
Tabel 4.2 menunjukkan semakin tinggi temperatur nitriding dapat meningkatkan
nilai kekerasan pada lapisan difusi yang terbentuk, meskipun nilai kekerasan
cenderung menurun seiring dengan bertambahnya kedalaman pengukuran. Hal ini
disebabkan karena difusifitas nitrogen pada material yang berkurang terkait jarak
dengan permukaan material. Temperatur nitriding yang terlalu tinggi dapat membuat
nilai kekerasan berkurang, dikarenakan nitride yang sudah terbentuk akan kembali
terurai karena pengaruh tingginya temperatur.

4.3 Fasa Pada Material Nitridasi


Lapisan nitridasi (compound layer) yang terbentuk pada permukaan material
terdiri dari fasa ε- Fe3 N dan γ΄- Fe4 N . Pembentukan lapisan ini dipengaruhi oleh
temperatur nitridasi dan potensial nitridasi (nitriding potential). Diagram Lehrer
menjelaskan korelasi hubungan temperatur nitridasi dan potensial nitridasi terhadap
fasa yang akan terbentuk pada permukaan material. Tetapi perlu diingat diagram ini
hanya mewakilkan logam yang tidak mengandung banyak paduan. Material ASSAB
8407-2M sendiri tidak mengandung banyak paduan, sehingga dapat diilustrasikan
dengan bantuan diagram Lehrer. Berikut adalah diagram Lehrer.

39
Gambar 4.5 Diagram Lehrer [7]

Dari gambar diagram diatas dijelaskan pada tekanan 0.5 bar dan temperatur
530°C, 550°C dan 580°C fasa yang terbentuk pada permukaan adalah ε- Fe3 N akan
tetapi hasil foto mikrostruktur pada temperature 530 dan 550°C (gambar 4.4 (b) dan
(c)) tidak menunjukkan adanya lapisan nitridasi yang terbentuk. Hal ini dipengaruhi
karena ketidakstabilan temperatur dan tekanan gas saat proses nitridasi. Pada gambar
4.4 (a) menunjukkan ada lapisan nitrida yang terbentuk dengan temperature nitridasi
580°C. Kemungkinan struktur yang terbentuk pada lapisan nitrida ini adalah ε- Fe3 N
dan FE 4 N (γ’). Struktur ini dapat memberikan sifat mekanis keras dan getas pada
logam.

4.4 Pengujian Aplikasi Langsung


Pada penelitian ini dilakukan aplikasi langsung pada dies yang telah mendapat
proses nitriding dengan variasi temperatur. Dies akan digunakan sebagai cetakan
ekstrusi dengan bahan bilet aluminium 6063. Proses ekstrusi yang dilakukan adalah
ekstrusi langsung dengan temperature bilet 500°C, temperature dies 490°C,
kecepatan ekstrusi yaitu 34 mpm, dan tekanan ekstrusi 200 bar. Berikut adalah tabel
yang menunjukkan hasil pengaplikasian langsung dies yang telah di nitriding dalam
proses ekstrusi.

Tabel 4.3 Hasil pengujian aplikasi langsung dies pada proses ekstrusi aluminium

40
Nama Dies Dies 1 Dies 2 Dies 3
T. Nitriding 530°C 550°C 580°C

Kecepatan ekstrusi 34 mpm 34 mpm 34 mpm

Temperatur Bilet 500°C 500°C 500°C

Temperatur dies 490°C 490°C 490°C

Tekanan Ekstrusi 200 bar 200 bar 200 bar

Masa pakai dies 1 bilet 25 bilet 70 bilet

Dari tabel diatas terlihat bahwa dengan parameter ekstrusi yang sama, masa
pakai dari dies 1 hanya bisa dipakai untuk 1 bilet dalam proses ekstrusi aluminium,
dies 2 bertahan hingga menghabiskan 25 bilet untuk proses ektrusi. Sedangkan dies 3
bisa bertahan hingga menghabiskan 75 bilet untuk proses ekstrusi. Hal ini
dikarenakan gesekan, kelelahan thermal, dan tekanan pada dinding rongga dies
mengakibatkan dies yang nilai kekerasannya kurang akan mudah ter-erosi dalam
proses ekstrusi. Berdasarkan gambar 4.4 (b) terlihat munculnya lapisan nitrida
(compound layer) sebagai hasil nitriding dengan temperature 580°C, sedangkan pada
gambar 4.3 dan 4.4 (a) tidak terlihat adanya lapisan nitrida yang terbentuk. Hal ini
membuktikan bahwa adanya lapisan nitrida meningkatkan daya tahan aus pada kasus
proses ekstrusi dengan material aluminium 6063 yang membuat umur dies lebih
panjang. Dies yang tidak memiliki lapisan nitrida akan lebih muda ter-erosi dalam
proses ekstrusi aluminium 6063, yang mengakibatkan perubahan ukuran pada rongga
dies, sehingga dies menjadi tidak layak pakai.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

41
5.1 Kesimpulan
Dari hasil rangkaian aktifitas pengujian dan analisa diatas, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Terbentuknya lapisan nitrida pada permukaan material dipengaruhi oleh potensial
nitridasi, temperatur nitridasi, waktu nitridasi, dan paduan logam.
2. Dari hasil pengujian nitridasi diatas terlihat pada temperatur nitridasi yang lebih
tinggi (580°C) menghasilkan terbentuknya lapisan nitridasi, ketebalan lapisan
difusi yang lebih tebal sekitar 119.3 μm, dan nilai kekerasan yang lebih tinggi
dibanding dengan hasil nitridasi dengan temperatur lebih rendah (550°C) yang
menghasilkan tidak terbentuknya lapisan nitrida, ketebalan lapisan difusi yang
lebih tipis, dan nilai kekerasan yang lebih rendah. Hal ini dikarenakan laju
difusifitas dipengaruhi dari temperatur nitridasi, dimana laju difusifitas
meningkat seiring dengan meningkatnya temperatur nitridasi. Laju difusifitas
mempengaruhi terbentuknya berbagai fasa dalam logam yang memiliki sifat
mekanis yang berbeda, diantaranya adalah nilai kekerasan.
3. Kekerasan material cenderung berkurang dari permukaan material hingga ke inti
material hal ini dikarenakan difusifitas nitrogen ke dalam material mulai
berkurang dari permukaan material ke inti material, menghasilkan fasa yang
berbeda antara permukaan material dengan lapisan dalam material.

5.2 Saran
Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis menyarankan
untuk peneliti selanjutnya menyertakan hasil XRD untuk mengetahui fasa yang
terbentuk pada material hasil nitridasi. Penulis juga menyarankan untuk menjaga
kestabilan temperatur dan tekanan gas saat proses nitridasi agar menghasilkan hasil
yang lebih akurat.

DAFTAR PUSTAKA
1. William D Callister, David G Rethwisch. 2009. Material Science And
Engineering. Wiley

42
2. Kenneth Budinski, Michael Budinski. 2007. Engineering Material Properties
And Selection. Pearson Education 7th Eition
3. ASSAB 8407 2M. ASSAB Pacific Pte Ltd.
4. Gas Nitriding And Nitrocarburizing. The Linde Group
5. Dingshun She, Wen Yu, Zhiqian Fu. 2013. The Effect Of Nitriding Temperature
On Hardness And Microstructure Of Die Steel Pre-treated By Ultrasonic Cold
Forging Technology. Elsevier Ltd..
6. Torsten Holm, Lars Sporge. Furnace Atmosphere 3 Nitriding And
Nitrocarburizing. Teknikredaktorerna. Sweden.
7. Patrick Weymer. 2009. Principle Of Gas Nitriding. BeaverMatic Inc.
8. Aluminum Alloy 6063 – T6 Extrusion. Alco Metals Ltd
9. The Aluminium Extrusion Process. Section 3
10. S.S Akhtar, A.F.M Arif, Bekir Sami Yilbas. 2009. Evaluation Of Gas Nitriding
Process With In Process Variation Of Nitriding Potential For AISI H13 Tool
Steel. London. Springer-verlag.
11. G Kugler, R Turk, T Vecko Pirtovsek. 2006. Wear Behaviour Of Nitrided
Microstructure Of Aisi H13 Dies For Hot Extrusion Of Aluminium. Metabk 45
(1) 21-29 (2006).

43
44

Anda mungkin juga menyukai