Anda di halaman 1dari 38

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Baja tahan karat austenitik seperti seri 310 dan 304 adalah baja tahan karat yang
banyak digunakan sebagai material struktur pada beberapa sektor industri karena
memiliki kekuatan tinggi, kekerasan, ketahanan aus, dan mampu bentuk yang baik.
Selain itu, sesuai dengan namanya baja tahan karat memiliki ketahanan korosi yang
sangat tinggi dibandingkan dengan baja paduan yang lain. Beberapa komponen
industri khususnya industri makanan dan obat-obatan mengharuskan pemakaian baja
tahan karat karena sifat istimewanya ini. Harga baja tahan karat yang tinggi membuat
pemakaian baja tahan karat sangat terbatas. Harga baja tahan karat austenitik sangat
dipengaruhi oleh tingginya harga nikel (Ni) sebagai unsur penstabil austenit.
Penelitian tentang baja tahan karat austenitik yang lebih murah terus dikembangkan
hingga diperoleh baja tahan karat austenitik yang murah namun bisa mempertahankan
sifat mekanik, ketahanan korosi dan ketahan aus.
Untuk beberapa alasan baja tahan karat Fe-Cr-Mn banyak dikembangkan sebagai
pengganti unsur nikel (Ni) yang mahal dengan unsur Mn yang murah. Mangan (Mn)
merupakan unsur penstabil austenit. Unsur mangan juga merupakan unsur yang dapat
meningkatkan kekerasan secara signifikan, bahkan beberapa literatur mengatakan
bahwa Mn lebih efektif daripada karbon. Peningkatan nilai kekerasan suatu baja
paduan selalu diikuti oleh peningkatan ketahanan ausnya. Beberapa penelitian telah
berhasil membuktikan bahwa unsur mangan (Mn) telah berhasil menjadi unsur
penstabil austenit yang baik dan meningkatkan sifat mekanik.(Peleburan, 2016).
Dalam proposal ini paduan logam Besi, Kromium dan Mangan di buat dengan
menggunakan metralugi serbuk meliputi milling, kompaksi, sintering. Analisa
kekerasan dilakukan dengan metode Rockwell dan stuktur mikro XRD. Dengan
kesempatan ini penulis akan mengambil judul pengaruh variasi waktu miling dengan
metoda mechanical alloying Fe-Cr-Mn terhadap perubahan fasa dan stuktur mikro.
2

1.2 Rumasan masalah


Berdasarkan uraian latar belakang masalah sebelumnya, maka penulis
merumuskan berbagai hal yang menjadi masalah dalam penelitian ini, diantaranya:
1. Bagaimana pengaruh variasi waktu milling terhadap perubahan fasa pada metode
alloying dengan paduan Fe-Cr-Mn
2. Bagaimana pengaruh variasi waktu milling terhadap struktur mikro pada metode
alloying dengan paduan Fe-Cr-Mn.

1.3 Batasan masalah


Dalam penelitian ini terdapat beberapa hal yang menjadi batasan masalah sebagai
berikut:
1. Pengujian ini di lakukan paduan Fe,Cr, dan Mn
2. Variasi komposisi menggunakan paduan Fe 80% Cr 10% Mn10%.
3. Variasi waktu milling 1,2 dan 3 jam
4. Paduan menggunakan suhu sintering 600ºC
5. Perubahan fasa dan stuktur mikro dilihat menggunakan alat XRD

1.4 Tujuan penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui pengaruh variasi komposisi terhadap struktur fasa pada paduan FeCr-
Mn dari proses metalurgi serbuk.
2. Mengetahui pengaruh variasi komposisi terhadap densitas pada paduan Fe- Cr-
Mn dari proses metalurgi serbuk.
3. Mengetahui pengaruh variasi komposisi terhadap kekerasan pada paduan Fe-
CrMn dari proses metalurgi serbuk.

1.5 Manfaat penelitian


Manfaat dari penelitian ini adalah:
3

1. Memberikan informasi kepada industri pengecoran logam tentang pengaruh


variasi milling pada metode mechanical alloying Fe-Cr-Mn terhadap fasa
mikro.
2. Menambah ilmu pengetahuan di bidang material teknik, serta hasil dari
penelitian akan digunakan untuk pengembangan dalam dunia material dan
bisa menjadi tambahan informasi dalam bidang pendidikan dan teknologi di
masa yang akan datang.
3. Penelitian ini di harapkan dapat digunakan bagai bahan pertimbangan bagi
rekan untuk melakukan penelitian serupa menjadi bahan refrensi untuk
melakukan penelitian menjadi lebih baik.

1.6 Sistematika penelitian


Penulis mengemukakan sistematika penulis demi memudahkan dalam
memberikan gambaran dan kerangka sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bagi pendahuluan ini berisi Judul, Abstrak, Latar belakang,
Batasan masalah, Identifikasi masalah, Tujuan penelitian, Mamfaat
penelitian, Sistematika penulisan,daftar isi , daftar gambar.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan menjelaskan mengenai pengertian teori
pendukung dari uji kekerasan secar umum, serta klasifikasi bahan uji
menurut unsur logam secara mendasar, serta beberapa pengetahuan
untuk menunjang pengujian.
BAB III METODE PENELITIAN
Dalam bab ini berisikan metodologi penelitian yang membahas
tentang bagaimana proses penulis dalam memecahkan untuk
mencapai tujuan, diantaranya jenis penelitian, model penelitian,
teknik pengumpulan data, pengolahan, dan analisis data serta
operasionalisasi variable.
4

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Pada penelitian ini akan menjelaskan mengenai perhitungan dan
analisa hasil pengujian terhadap bahan – bahan yang diuji.
BAB V PENUTUP
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Besi (Fe)


Besi (Fe) Merupakan pengotor (impurity) yang paling sering ditemukan di dalam
aluminium. Besi memiliki kelarutan yang cukup tinggi pada aluminium cair, dan
mudah sekali larut pada seluruh fasa aluminium Studi pengaruh fading. (Budi
Lesmana, FT UI, 2008).
Kelarutan besi dalam aluminium pada fasa padat sangat rendah (~0.04%), dan
kebanyakan keberadaan besi dalam aluminium yang melebihi jumlah tersebut berupa
fasa intermetalik kedua yang berkombinasi dengan aluminium dan unsur lainnya.
Penambahan besi pada aluminium akan meningkatkan ketahanan hot tear dan
menurunkan kecenderungan penempelan atau persambungan dengan cetakan die
casting. Besi bereaksi membentuk fasa-fasa tidak terlarut (insoluble) dalam leburan
paduan aluminium, yang umumnya berupa FeAl3, FeMnAl6, dan AlFeSi. Fasa-fasa
tak larut ini berpengaruh pada peningkatan kekuatan, terutama pada kondisi kenaikan
temperatur. Unsur yang secara alami sebagai pengotor pada 12.
Aluminium ini dalam jumlah kecil juga akan mengurangi kecenderungan retak
panas (hot-cracking) dalam pengecoran. Akan tetapi, adanya kadar besi pada paduan
yang berlebihan secara substansial yang kemudian membentuk kristal FeSiAl5 akan
menurunkan sifat keuletan dan ketahanan korosi paduan Al- Si dan mengakibatkan
struktur butir yang kasar. Besi dengan penambahan mangan pada komposisi sekitar
eutektik akan menghasilkan kekuatan dan keuletan pada temperatur ruang dan
mempertahankan kekuatannya pada temperatur tinggi. Hal ini didasari pada
kehalusan butir akibat fasa intermetalik yang terdispersi halus dan merata.
Menurut Budenski, K: Michael (1999) pengaruh baik mencegah terjadinya
penempelan logam cair pada cetakan selama proses penuangan dan pengaruh buruk
yaitu penurunan sifat mekanis, penurunan kekuatan tarik, timbulnya bintik keras pada
hasil coran,peningkatan cacat porositas.(Ii & Teori, 2019).
6

1. Kegunaan
Besi adalah logam yang paling banyak dan paling beragam penggunaannya.
Hal itu karena beberapa hal, diantaranya :
1. Kelimpahan besi di kulit bumi cukup besar
2. Pengolahannya relatif lebih mudah dan murah
3. Besi mempunyai sifat-sifat yang menguntungkan dan mudah
dimodifikasi.(Zamrodah, 2016)

2. Tingkat bahaya besi


Adapun besi terlarut yang berasal dari pipa atau tangki-tangki besi adalahakibat
dari beberapa kondisi, di antaranya adalah :
1. Akibat pengaruh pH yang rendah (bersifat asam), dapat melarutkan logam besi.
2. Pengaruh akibat adanya CO2 agresif yang menyebabkan larutnya logam besi.
3. Pengaruh tingginya temperature air akan melarutkan besi-besi dalam air Kuatnya
daya hantar listrik akan melarutkan besi.
4. Adanya bakteri besi dalam air akan memakan besi.(Zamrodah, 2016)

2.2 Cromium (Cr)


Kromium adalah elemen yang secara alamiah ditemukan dalam konsentrasi yang
rendah pada batuan, hewan, tanah, debu, juga gas. Logam Cr murni tidak pernah
ditemukan di alam, logam ini seiring ditemukan dalam bentuk persenyawaan padat
atau mineral dengan unsur-unsur yang lain (Mukaromah, 2008). Kromium merupakan
logam transisi, memiliki massa atom 51,996 gram/mol, nomor atom 24, titik lebur
1907oC, dan massa jenis 7,19 g/cm3 (Callister, 2007). Logam ini memiliki tingkat
oksidasi +2 sampai +6, namun sering dijumpai adalah tingkat oksidasi +3 dan +6
(Cavaco, 2009).
Logam berat Kromium dalam suatu perairan berasal dari alam dalam jumlah yang
sangat kecil seperti proses pelapukan batuan dan run-off dari daratan, namun logam
berat Kromium dapat meningkat dengan jumlah yang besar akibat oleh kegiatan
7

manusia seperti kegiatan industri, limbah rumah tangga dan kegiatan lainnya
memalui limbah yang masuk ke dalam perairan.(Nuraini et al., 2017).
Kromium masuk ke perairan melalui dua cara, yaitu secara alamiah dan non
alamiah. Masuknya krom secara alamiah dapat terjadi disebabkan oleh beberapa
faktor fisika, seperti erosi atau pengikisan yang terjadi pada batuan mineral.
Disamping itu debu-debu dan partikel-partikel krom yang di udara akan dibawa turun
oleh air hujan. Masuknya krom yang terjadi secara non alamiah lebih merupakan
dampak atau aktivitas yang dilakukan manusia. Sumber-sumber krom yang berkaitan
dengan aktivitas manusia dapat berupa limbah atau buangan industri sampai buangan
rumah tangga (Pratiwi, 2013). Industri penyamakan kulit termasuk salah satu industri
yang mengeluarkan limbah cair kromium dalam volume cukup besar. (Cookson &
Stirk, 2019).

2.3 Mangan (Mn)


Mangan merupakan unsur logam yang termasuk golongan VII, dengan berat atom
54,93, titik lebur 1247 ˚C dan titik didihnya 2032 ˚C . mangan (Mn) adalah metal
berwarna kelabu-kemerahan, di alam mangan (Mn) umumnya ditemui dalam bentuk
senyawa dengan berbagai macam valensi. Air yang mengandung mangan (Mn)
berlebih menimbulkan rasa, warna (coklat/ungu/hitam) dan kekeruhan. Mangan
termasuk logam berat dan sangat rapuh tetapi mudah teroksidasi. Logam dan ion
mangan bersifat paramagnetik. Hal ini dapat dilihat dari orbital d yang terisipenuh
pada konfigurasi elektron. Mangan ditemukan di alam dalam bentuk pyrolusite
(MnO2), brounite (Mn2O3), housmannite (Mn2O4-), manganite (Mn2O3.H2O),
psilomelane [(BaH2O).Mn5O10] dan rhodochrosite (MnCO3).
Mangan merupakan unsur logam yang mirip besi hanya lebih keras dan lebih
mengkilap, bersifat reaktif dan bereaksi dengan unsur nonlogam pada suhu tinggi.
Dalam keadaan murni Mn berada dalam empat bentuk alotrop, misalnya bentuk α
(stabil pada suhu kamar) dan bentuk γ bersifat elastik, lunak, dapat dipotong dan
mudah berubah menjadi bentuk α pada suhu kamar. Unsur mangan dapat mendorong
kinerja vitamin B dalam tubuh. Selain itu senyawa KMnO4 digunakan sebagai
8

oksidator kuat dan dalam tambak perikanan sebagai potas, sedangkan MnO2
digunakan sebagai katalis, depolarisator dalam baterai dan penyerap warna hijau pada
gelas dengan adanya Fe.
Mangan cukup berlimpah sekitar 0,1 % di kulit bumi. Meskipun bentuk unsur
murni dari mangan tidak dapat ditemukan di alam, namun mangan ditemukan lebih
dari 100 bentuk mineral, hidroksida, serta oksidanya. Bentuk mineral Mn yang paling
umum adalah mangan dioksida, mangan karbonat dan mangan silikat. Jumlah logam
Mn sangat besar di dalam tanah, dalam bentuk oksida maupun hidroksida. Senyawa
Mn secara alami berbentuk padat di lingkungan dan hanya sebagian kecil yang berada
dalam air dan di udara sebagai debu.
Senyawa mangan diperoleh melalui reaksi dari berbagai unsur dan senyawa
dengan bijih mangan atau besi(II) mangan. Beberapa senyawa mangan yang 16
umumnya ditemukan adalah mangan klorida, mangan sulfat, mangan(II) oksida dan
mangan(III) oksida, mangan dioksida dan kalium permanganat. Senyawa Mn ini
bervariasi dan dilepaskan di lingkungan secara meluas. Sekitar 80 % kalium
permanganat digunakan di Amerika Serikat dikeluarkan secara signifikan dalam
pengolahan air limbah dan air minum. Mangan dioksida digunakan dalam produksi
korek api, baterai sel kering, kembang api dan sebagai prekursor senyawa mangan
lainnya. Mangan klorida juga digunakan sebagai prekursor senyawa mangan.
Sebagian besar (60 %) mangan sulfat di Amerika Serikat digunakan sebagai pupuk,
sedangkan sisanya digunakan dalam pernis, fungisida dan sebagai suplemen pakan
ternak. Senyawa mangan organik, seperti trikarbonil mangan metilsiklopentadienil
(TMM) digunakan sebagai aditif antiknock pada bensin tanpa timbal yang akhirnya
dilarang.

2.4 Metralugi Serbuk


Metralugi Serbuk adalah metode yang terus di kembangkan dari proses
manufaktur yang dapat mencapai bentuk komponen akhir dengan mencampurkan
serbuk secara bersamaan dan dikompaksi dalam cetakan, dan selanjutnya disinter di
dalam furnace (tungku pemanas). Prinsip ini adalah memadatkan sebuk logam
9

menjadi bentuk yang dinginkan dan kemudian memanaskannya di bawah temperatur


leleh. Sehingga partikel-partikel logam memadu karena mekanisme transportasi
massa akibat difusi atom antar permukaan partikel. Metode metalurgi serbuk
memberikan kontrol yang teliti terhadap komposisi dan penggunaan campuran yang
tidak dapat difabrikasi dengan proses lain. Sebagai ukuran ditentukan oleh cetakan
dan penyelesaian akhir Proses.
Proses pemanasan yang dilakukan harus berada di bawah titik leleh serbuk material
yang digunakan. Setiap proses dalam pembuatan metalurgi serbuk sangat
mempengaruhi kualitasakhir produk yang dihasilkan.(Lie, 2018).
Keuntungan proses metalurgi serbuk, antara lain:
1. Mampu melakukan kontrol kualitas dan kuantitas material.
2. Mempunyai presisi yang tinggi.
3. Selama pemrosesan menggunakan suhu yang rendah.
4. Kecepatan produk tinggi.
5. Sangat ekonomis karena tidak ada material yang terbuang selama pemrosesan
Keterbatasan.
Keterbatasan metalurgi serbuk, antara lain:
1. Biaya pembuatan yang mahal dan terkadang serbuk sulit penyimpanannya.
2. Dimensi yang sulit tidak memungkinkan, karena selama penekanan serbuk logam
tidak mampu mengalir ke ruang cetakan
3. Sulit untuk mendapatkan kepadatan yang merata

1. Pembuatan Serbuk
Umumnya semua logam secara teoritis dapat dibuat menjadi serbuk. Beberapa
jenis serbuk logam mempunyai sifat fisis dan kimia tertentu sehingga memerlukan
cara pembuatan yang berbeda-beda. Begitu pula ukuran dan struktur partikel.
Salah satu di antara metode untuk pembuatan bahan paduan logam dengan
ukuran butiran yang sangat halus, nanokristalin adalah high energymilling
(HEM).Mekanikal sintesis dapat dilakukan secara langsungmenggunakan serbuk
elemen dasar sesuai komposisi nominal material, baik dalammedia udara biasa, inert
10

gas,maupun cairan tertentu sesuai kebutuhan. Proses milling terhadap bahan serbuk
Fe ukuran.(Tj Sulungbudi dan Mujamilah, 2005).
Ada beberapa cara dalam pembuatan serbuk antara lain:

1. Decomposition, terjadi pada material yang berisikan elemen logam.Material akan


mengurai atau memisahkan elemen-elemennya jika dipanaskan pada temperatur
yang cukup tinggi. Proses ini melibatkan dua reaktan, yaitu senyawa metal dan
reducing agent. Kedua reaktan mungkin berwujud solid, liquid atau gas.
2. Atomization of liquid metals, yaitu material cair dapat dijadikan powder (serbuk)
dengan cara menuangkan material cair dilewatkan pada nozkzel yang dialiri air
bertekanan, sehingga terbentuk butiran kecil-kecil.
3. Electrolytic deposition, adalah cara yang umum diterapkan untuk logam- logam
seperti Titanium, Copper, Beryllium, Iron dan Palladium dengan menghasilkan
tingkat kemurnian yang tinggi. Pada pembuatan serbuk tembaga, logam Fe
ditempatkan sebagai katoda sedangkan logam Cu sebagai anoda.
4. Mechanical Alloying, adalah sebuah metode reaksi padat (solid state reaction)
dari pencampuran beberapa logam dengan memanfaatkan proses deformasi
untuk membentuk suatu paduan tertentu, dimana proses penghancuran serbuk ini
menggunakan ball milling yang dihasilkan dari tumbukan bola- bola baja.
Material yang dibuat dengan mechanical processing harus material yang mudah
retak seperti logam murni, bismuth, antimony, paduan logam yang relative keras
dan brittle, dan keramik.

2. Milling (Percampuran)
Pencampuran serbuk dapat dilakukan dengan mencampurkan logam yang
berbeda dan material-material lain untuk memberikan sifat fisik dan mekanik yang
lebih baik.
Ada 2 macam pencampuran, yaitu:
1. Pencampuran basah (wet mixing) yaitu proses pencampuaran dimana serbuk
matrik dan filler dicampur terlebih dahulu dengan pelarut polar. Metode ini
11

dipakai apabila material (matrik dan filler) yang digunakan mudah mengalami
oksidasi. Tujuan pemberian pelarut polar adalah untuk mempermudah proses
pencampuaran material yang digunakan dan untuk melapisi permukaan material
supaya tidak berhubungan dengan udara luar sehingga mencegah terjadinya
oksidasi pada material yang digunakan.
2. Pencampuran kering (dry mixing) yaitu proses pencampuran yang dilakukan tanpa
menggunakan pelarut untuk membantu melarutkan. Metode ini dipakai apabila
material yang digunakan tidak mudah mengalami oksidasi.

Faktor penentu kehomogenan distribusi partikel, antara lain:


1. Kecepatan pencampuran
2. Lamanya waktu pencampuran.
3. Ukuran partikel.
4. Jenis material.
5. Temperatur.
6. Media pencampuran.
Semakin besar kecepatan pencampuran, semakin lama waktu pencampuran, dan
semakin kecil ukuran partikel yang dicampur, maka distribusi partikel semakin
homogen. Kehomogenan campuran sangat berpengaruh pada proses penekanan
(kompaksi), karena gaya tekan yang diberikan pada saat kompaksi akan terdistribusi
secara merata sehingga kualitas ikatan antar partikel semakin baik.

3. Penekanan (Kompaksi)
Proses kompaksi adalah salah satu tahapan didalam proses metalurgi serbuk yang
dilakukan guna memadatkan serbuk dan membuat ikatan secara mekanik antar serbuk
dengan memberikan tekanan dari luar terhadap serbuk yang telah dimasukkan ke
dalam suatu cetakan yang memiliki bentuk sesuai dengan yang diinginkan, serbuk
yang telah dikompaksi akan membentuk suatu komponen sesuai dengan bentuk dari
cetakan itu sendiri. Proses kompaksi ini digunakan untuk mendapatkan densitas yang
tinggi.(Safrudin & Widyastuti, 2018).
12

Kompaksi merupakan proses pemadatan serbuk menjadi sampel dengan bentuk


tertentu sesuai dengan cetakannya. Pada proses kompaksi, gaya gesek yang terjadi
antar partikel yang digunakan dan antar partikel komposit dengan dinding cetakan
akan mengakibatkan kerapatan pada daerah tepi dan bagian tengah tidak merata.
Pengepresan dingin adalah metode pemadatan terpenting dalam metalurgi serbuk.
Ini dimulai dengan serbuk, yang mengandung sedikit, dan terkadang tidak ada
pelumas atau pengikat yang ditambahkan. Biasanya dimungkinkan untuk
membedakan antara tekanan aksial (tertutup) dan isostatik. Dalam kompresi aksial,
bubuk dipadatkan dalam cetakan kaku dengan pukulan aksial. Dalam pengepresan
isostatik bubuk disegel dalam cetakan elastis dan diaplikasikan pada tekanan
hidrostatik P dari media hidrolik.
Tekanan bubuk yang diwakili oleh hubungan kepadatan tekanan total di
implementasikan seperti yang ditunjukkan pada. Parameter kontrol terutama ukuran
partikel dan kapasitas deformasi plastik. Densifikasi dimulai dari kerapatan semu
yang mirip dengan pig iron dan bubuk alumina, dan tidak jauh dari massa jenis acak
padat keduanya. Serbuk halus menunjukkan kepadatan awal yang jauh lebih rendah
karena akumulasi yang terhambat. Dengan meningkatnya tekanan pemadatan,
kerapatan rata-rata dari compact meningkat. Untuk bubuk logam ulet dan alumina
tidak ulet, kemiringan kurva berbeda secara signifikan. Untuk material ulet,
peningkatan densitas selalu lebih tinggi untuk peningkatan tekanan tertentu.
Dalam semua kasus, kurva mendekati tingkat kerapatan akhir, yang lebih
rendah dari kerapatan teoritis material. Perbedaan kepadatan antara bedak halus dan
bedak halus Serbuk kasar yang sesuai tidak akan berkurang dengan meningkatnya
tekanan. Agar bubuk halus mencapai kerapatan yang sama dengan bubuk kasar,
diperlukan tekanan yang lebih tinggi. hanya mewakili situasi mikroskopis: bubuk
alumina rapuh hanya dapat dipadatkan dengan kepadatan relatif terhadap kemasan
padat acaknya, sedangkan kepadatan maksimum serbuk besi ulet jauh lebih tinggi,
yang hanya dapat dijelaskan dengan pengisian dalam jumlah besar. Ruang dibuat di
antara partikel melalui deformasi plastik. Efek gesekan dan penghubung antar partikel
meningkat seiring dengan berkurangnya ukuran partikel. Saat kepadatan meningkat,
13

efek anti-densifikasi meningkat dengan cepat. (Rachman, 2018).

4. Sintering
Sintering atau frittae adalah proses pemadatan dan pembentukan bahan padat oleh
panas atau tekanan tanpa melelelahkannya ke titik leburnya. Kata sinter berasal dari
sinter jerman menengah tinggi, yang serumpun dari bahasa inggris cinder. Kata
"sinter" berasal dari sinter Jerman menengah tinggi yang serumpun dari bahasa
Inggris " cinder ". Sintering merupakan pemanasan material / bahan dengan cara
memanaskannya tidak sampai melampaui titik lelehnya.
Grenn compact yang dihasilkan dari sebuah proses pemadatan pada
17 temperature ruangan yang belum mmemiliki sebuah ikatan atom yang memadai.
Green Compact perlu dipanaskan dahulu hingga mencapai temperature 70% - 90%
dari titik lebur bahan paduan unsur yang diinginkan. Dalam proses pemanasan disebut
proses sintering , bahan aluminium titik lebur berada pada suhu 660°C dan untuk
temperature sinternyaberkisar antara 460° - 590°C. Solid State Sintering merupakan
sintering yang dilakukan pada material padat yang bertujuan untuk memperbaiki
struktur / kualitas material tersebut. (Rachman, 2018).
Selama proses sintering, gaya penggerak makroskopik menurunkan kelebihan
energi di permukaan. Ini dapat terjadi dengan :
a. Penyusutan luas permukaan total karena peningkatan ukuran rata-rata partikel,
yang memicu pada pengasaran “coarsening”.
b. Penghapusan antarmuka padatan / gas dan pembentukan batas area butir, diikuti
dengan pertumbuhan butir, yang memicu pada pemadatan “densification”.

Selama proses sintering, kedua mekanisme ini saling berkompetisi:


a. Jika dalam proses atomik lebih cenderung pada pemadatan (densification) maka
rongga menjadi lebih kecil dan menghilang seiring dengan lama waktu sintering.
b. Jika dalam proses atomik pengasaran cenderung lebih cepat, maka rongga dan
butir, keduanya menjadi lebih besar seiring dengan lama waktu sintering.
14

5. Polishing
Proses polishing dikerjakan dengan menggunakan mesin centerless grinding,
yang terdiri dari grinding wheel,regulating wheel,dan support rack. Ketiganya
merupakan komponen utama yaitu grinding wheel untuk menghaluskan permukaan
benda kerja,regulating wheel untuk menjaga permukaan benda kerja dan support rack
untuk menopang benda kerja yang akan diproses.
Bahwa benda kerja berada diatas support rack dan benda kerja berada ditengah-
tengah antara grinding wheel dan regulating wheel. Ketika benda kerja berputar dan
bersinggungan dengan grinding dan regulating wheel maka akan terbentuk diameter
yang diinginkan

Gambar 2.1 Posisi proses penggerindaan


Metode
Metode utama dalam dalam proses operasi terdiri dari 3 kelompok yaitu metode
pass through,metode feed setting,dan metode end feed. Penggunaaan ketiga metode
tersebut ditentukan oleh karakter material benda kerja.
a. Metode pass through Benda kerja berbentuk steel bar dapat menggunakan metode
ini untuk proses penggerindaan. Dalam proses ini,grinding wheel,regulating
wheel,dan support rack berada dalam posisi yang fix/tetap.
b. Metode feed setting Proses penggerindaaan dengan membutuhkan kontur-kontur
15

yang berbentuk khusus dan memerlukan ukuran yang beraneka ragam dapat
menggunakan metode penggerindaan ini. Proses berlangsung secara sebentar-
sebentar sehingga produktifitas lebih rendah dibanding metode pass through.
c. Metode end feed Benda kerja berprofil conus/tirus dapat menggunakan metode ini
untuk proses penggerindaan. Grinding wheel,regulating wheel ,dan support rack
diinstall dengan posisi mengikuti kontur conus.

2.5 Stuktur Mikro


Menurut Van Vlack (1991), bahan untuk keperluan optik umumnya berfungsi
untuk meneruskan cahaya secara selektif atau bertindak sebagai filter. Persyaratan
dari sebuah optik yang harus dipenuhi adalah kemampuan transmisi tanpa distorsi.
Pengujian struktur mikro dapat dipenuhi bila permukaan datar dan sejajar serta tanpa
cacat. Untuk pemanfaatan khusus, bahan harus dapat menyaring (filter) radiasi infra
merah atau ultraviolet.
Sifat-sifat Sifat-sifat logam sangat dipengaruhi oleh struktur mikro, tujuan dari
pengujian ini adalah untuk memperoleh gambaran suatu benda uji tentang sifat-
sifatnya, bentuk struktur atau karakteristik tertentu guna penganalisaan terhadap sifat-
sifat lain yang dimiliki benda uji, misalnya dengan variasi struktur mikro seperti
jumlah, ukuran, bentuk, warna dan distribusi fase. Untuk mengetahui bentuk struktur
mikro dari suatu logam (spesimen uji) dilakukan pengujian dengan mempergunakan
alat khusus yaitu mikroskop logam.
lensa kaca mata, pembiasan diatur dengan menggosok permukaan sefdsuai
lengkungan tertentu. Indeks refraksi (bias), yang merupakan sifat bahan adalah faktor
kedua yang harus diperhatikan pada spesifikasi lensa dan diperhitungkan dalam
semua sistem optik.
Struktur dan sifat paduan dapat diamati dengan berbagai cara bergantung pada
sifat informasi yang dibutuhkan. Salah satu cara dalam mengamati struktur suatu
bahan yaitu dengan teknik metalografi. Pada semua cabang metalurgi fisik kegunaan
mikroskop amat besar. Berikut adalah gambar skema mikroskop optik yang
digunakan.
16

Dalam pengujian struktur mikro, kualitas dan mutu bahan ditentukan dengan
mengamati struktur di bawah mikroskop, di samping itu pula dapat mengamati cacat
dan bagian yang tidak teratur. Mikroskop yang digunakan adalah mikroskop cahaya,
tetapi apabila perlu dipergunakan mikroskop elektron untuk mendapatkan
pembesaran yang tinggi. Dalam hal tertentu dipakai alat khusus yaitu mikroskop
pirometri untuk bisa mengamati perubahan-perubahan yang disebabkan oleh
perubahan temperatur atau juga dapat dipakai penganalisa mikro untuk menganalisa
kotoran kecil dalam struktur.
Mikroskop dapat meneliti permukaan logam yang telah dipolis, selain deformasi
permukaan dapat diperiksa juga susunan dari logam tersebut. Bila cahaya-cahaya
yang dipantulkan masuk kedalam lensa mikroskop,permukaan tampak dengan jelas
(terang).
Batas butir tampak seperti alur yang mengelilingi setiap butir dan cahaya tidak
dipantulkan dalam lensa, jadi batas butir tampak seperti garis-garis hitam.
Mikroskop cahaya yang sederhana terdiri dari tiga bagian pokok yaitu:
a. Lensa pemantul (illuminator), yaitu untuk memantulkan pada bagian permukaan
logam.
b. Lensa obyektif, yaitu lensa yang mempunyai daya pisah.
c. Lensa mata (eyepiece), untuk memperbesar bayangan yang terbentuk oleh lensa
obyektif. Pengujian.
Pengujian mikroskopik dari suatu benda uji adalah dengan melakukan proses
poles dan kemudian dietsa dengan bantuan larutan kimia, hal tersebut dapat
memberikan banyak gambaran seperti keteraturan dan ukuran butir, distribusi fase,
hasil deformasi plastis dan eksistensi dari pengotor dan cacat- cacat. Proses kimia
atau etsa pada permukaan ini mula-mula memperlihatkan batas butir, tetapi dengan
proses etsa akan memperlihatkan bayangan yang berbeda antara satu butir dengan
butir yang lain, menunjukkan bahwa larutan etsa tidak mengikis permukaan logam
seluruhnya melainkan sepanjang bidang kristalografi tertentu. Bagian yang memiliki
orientasi yang sama kemudian terdapat dalam satu butir, setiap butir memiliki
orientasi yang berbeda dari butir sekitar. Setiap butir akan memantulkan sinar ke
17

lensa obyektif pada mikroskop dan hasilnya akan timbul sinar. (Rachman, 2018)

2.6 Scanning Electron Microcope


Scanning Electron Microcope – Energy Dispersive X-ray Scanning electron
microscope (SEM) adalah salah satu jenis mikroskop elektron yang menggunakan
berkas elektron untuk menggambarkan bentuk permukaan dari sampel yang
dianalisis. SEM memiliki resolusi yang lebih tinggi daripada optical microscope
(OM). Hal ini disebabkan panjang gelombang de Broglie yang memiliki elektron
lebih pendek daripada gelombang OM. Karena semakin kecil panjang gelombang
yang digunakan maka semakin tinggi resolusi mikroskop. SEM memiliki resolusi
yang lebih tinggi daripada OM. Resolusi yang mampu dihasilkan OM hanya 200 nm,
sedangkan resolusi yang dapat dihasilkan SEM mencapai 0.1 – 0.2 nm.
Prinsip kerja dari SEM adalah dengan menggambarkan permukaan benda atau
material dengan berkas elektron yang dipantulkan dengan energi tinggi. Permukaan
material yang disinari atau terkena berkas elektron akan memantulkan kembali berkas
elektron atau dinamakan berkas elektron sekunder ke segala arah. Tetapi dari semua
berkas elektron yang dipantulkan terdapat satu berkas elektron berintensitas tertinggi
yang dipantulkan oleh sampel yang akan dianalisis.
Pengamatan sampel dilakukan dengan menembakkan berkas elektron yang
berintensitas tertinggi ke permukaan sampel, kemudian scan keseluruh permukaan
material pengamatan. Karena luasnya daerah pengamatan, dapat dibatasi lokasi yang
akan diamati dengan melakukan zoom-in atau zoom-out. Dengan memanfaatkan
berkas pantulan dari benda tersebut maka informasi dapat diketahui dengan
menggunakan program pengolahan citra yang terdapat di dalam komputer.
Ada beberapa sinyal yang penting yang dihasilkan oleh SEM. Dari pantulan
inelastis didapatkan sinyal elektron sekunder dan karakteristik sinar X, sedangkan
dari pantulan elastis didapatkan sinyal backscattered electron. Perbedaan gambar dari
sinyal elektron sekunder dengan backscattered adalah sebagai berikut: elektron
sekunder menghasilkan topografi dari benda yang dianalisa, permukaan yang tinggi
berwarna lebih cerah dari permukaan rendah. Sedangkan backscattered elektron
18

memberikan perbedaan berat molekul dari atom – atom yang menyusun permukaan,
atom dengan berat molekul tinggi akan berwarna lebih cerah daripada atom dengan
berat molekul rendah.
Untuk mengetahui komposisi kimia pada permukaan sampel, sebagian besar
alat SEM dilengkapi dengan kemampuan energy dispersive x-ray (EDX). EDX
dihasilkan dari sinar-X, yaitu dengan menembakkan sinar-X pada posisi yang ingin
diketahui komposisinya. Setelah ditembakkan pada posisi yang diinginkan maka akan
muncul puncak – puncak tertentu yang mewakili suatu unsur yang terkandung.
Dengan EDX juga bisa membuat elemental mapping (pemetaan elemen) dengan
memberikan warna berbeda – beda dari masing – masing elemen di permukaan
sampel. EDX bisa digunakan untuk menganalisa secara kuantitatif dari persentase
masing – masing elemen.
SEM-EDX SEM-EDX dapat memberikan informasi tentang topografi,
morfologi, komposisi dari sampel yang dianalisis (Girao, 2017). Topografi adalah
kemampuan untuk menganalisa permukaan dan teksture. Morfologi adalah
kemampuan untuk menganalisa bentuk dan ukuran dari benda sampel. Komposisi
adalah kemampuan menganalisa komposisi dari permukaan benda secara kuantitatif
dan kualitatif.

2.7 Uji Kekerasan


Uji kekerasan yang paling banyak dipergunakan di Amerika Serikat adalah uji
kekerasan Rockwell. Hal ini disebabkan oleh sifat-sifatnya yaitu: cepat, bebas dari
kesalahan manusia, mampu untuk membedakan perbedaan kekerasan yang kecil pada
baja yang diperkakas dan ukuran kelekukannya kecil, sehingga bagian yang mendapat
perlakuan panas yang lengkap, dapat diuji kekerasannya tanpa menimbulkan
kerusakan. Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell ini menggunakan standart
ASTM E 18-15. (Rachman, 2018)
Berikut adalah skala yang paling umum digunakan dalam pengujian kekerasan
rockwell adalah:
19

1. HRA digunakan untuk material yang sangat keras beban uji 60 kgf.
2. HRB digunakan untuk material yang sangat lunak dan indentor berupa bola baja
dengan diameter 1/16 inchi dan beban uji 100 kgf.
3. HRC digunakan untuk material dengan kekerasan sedang dan indentor berupa
intan kerucut dengan sudut 120 dan beban uji sebesar 150 kgf.

Dalam pengujian Rockwell terdapat dua macam indentor yaitu:


1. Kerucut intan dengan besar sudut 120 dan disebut sebagai Rockwell cone.
2. Bola baja dengan berbagai ukuran disebut sebagai Rockwell Ball
3. Berdasarkan besar beban minor dan major
20

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Diagram Alir Penelitian

Mulai

Studi Leteratur

Preparasi Sampel Fe 32%, Cr 10%, Mn 10%

Variasi Waktu Milling (HEM) 1 jam, 2 jam dan 3 jam

Kompaksi

Temperature Sinter 600°C

Pengujian

Kekerasan (Equatip) SEM

Pengumpulan Data

Analisis Dan
Pembahasan

Kesimpulan

Selesai

Gambar 3.1 diagram alir penelitian


21

Diagram alir yang merupakan gambaran besar secara berurutan


langkah - langkah yang dilakukan dalam melaksanakan suatu penelitian
seperti pada gambar 3.1 antara lain sebagai berikut:
1. Mulai
Memulai untuk melakukan penelitian
2. Menyiapkan alat dan bahan
Mempersiapkan material, bahan dan alat yang akan digunakan untuk dipakai
selama penelitian
3. Pembuatan paduan
Pencampuran paduan Fe-Cr -
Mn
4. Pengujian dan pengambilan data
Pengujian dalam rangka memperoleh data yang akan dilakukan meliputi:
1. Uji kekerasan
Pengujian kekerasan dengan menggunakan alat uji rockwell
2. Uji struktur mikro
Pengujian struktur mikro dengan menggunakan alat uji mikroskop optic dan
SEM. Hasil pengujian kemudian dicatat sebagai data dengan cermat dan teliti
5. Analisis dan pembahasan
Hasil pengujian yang sudah dicatat kemudian dianalisa
6. Kesimpulan dan saran
Dari analisa dan pembahasan data hasil pengujian kemudian ditarik
kesimpulan penelitian, serta saran penulisan untuk penelitian selanjutnya
7. Selesai
22

3.2 Pesiapan Alat


Peralaan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya:
1. High Energi Milling
Digunakan untuk percampuran serbuk, bisa dilakukan dengan dua ataulebih jenis
logam yang berbeda dengan harapan mendapatkan jenis logam yang mempunyai sifat
fisik serta mekanik yang lebih baik. Percampuran dilakukan dengan proses kering
atau proses basah. Pelumas bisa di tambahkan dengan tujuan agar dapat
meningkatkan sifat powder flow dan bindres di tambahkan agar meningkatkan green
stengthnya seperti wax atau polimernya termoplastik.

Gambar 3. 1 Mesin HEM


(dokumen Pribadi)

2. Tabung Serbuk HEM


Digunakan sebagai wadah penampung serbuk pada proses serbuk milling
berlangsung, tabung tersebut dijepitkan pada roda putar mesin HEM.
23

Gambar 3. 2 Tabung Serbuk Material


(dokumen pribadi)

3. Timbangan
Timbangan yang di pakai untuk mengukur masa dari besi, cromium dan mangan
ialah timbangan digital.

Gambar 3. 3 Timbangan Digital


(dokumen pribadi)
24

4. Hidrolik press
Alat pres ini menggunakan sistem dongkrak hidrolik berkekuatan maksimal 20
ton digunakan untuk mengepres campuran besi, alumunium dan silika, setelah mixing
menggunakan mesin HEM.

Gambar 3. 4 Mesin Hidrolik Press


(Dokumen Pribadi)

5. Cetakan Kompaksi
Cetakan coran yang dipakai berupa jenis permanent mold yang terbuat dari baja
perkakas yang merupakan salah satu jenis baja karbon medium. Permanent mold
dibuat berdasarkan jenis pola cetakan logam yang berbentuk bentuk bundar.

)
Gambar 3. 5 Cetakan Kompaksi
(Dokumen Pribadi)
25

6. Muffle Furnace
Sintering dilakukan di dalam tungku pembakaran Muffle Furnace. Pemanasan
dilakukan pada temperatur 600°C.

gambar 3. 6 Mesin Sintering


(Dokumen Pribadi)

7. Pinset
Tang penjepit dipakai untuk mengangkat bahan uji dari dalam furnacechamber
setelah proses perlakuan panas selesai dilakukan.

Gambar 3. 7 Pinset
(Dokumen Pribadi)
26

8. Sendok Serbuk
Sendok serbuk digunakan untuk mengambil serbuk yang akan di timbang dan
yang sudah selesai dimilling dari dalam tabung.

.
Gambar 3. 8 Sendok Serbuk
(Dokumen Pribadi)

9. Mesin Grinding Dan Poleshing


Mesin ini digunakan untuk untuk pengujian kekerasan dan struktur mikro
specimen.

Gambar 3. 9 Mesin Grinding Dan Poleshing


(Dokumen Pribadi)
27

10. Equatip
Pengujian kekerasan di lakukan menggunaan alat hardnse leeb tester dimana
pengujian ini menggunakan pantulan pada pengukuran tegangan yang menunjukan
hilangnya energy impact body setelah menumbuk sempel bahan uji . identor alat ini
terbuat dari tungsten carbide dan diamond ball yang terletak pada ujung impact
body.

Gambar 3. 10 Equetip
(Dokumen Pribadi)

11. SEM – EDS


Alat SEM – ADS dipakai untuk mengamati dan mengetahui kondisi mikro pada
suatu logam material. Pengamatan ini biasanya melibatkan batas butir fasa-fasa yang
ada pada logam paduan tersebut.
28

Gambar 3. 11 SEM
(Dokumen Pribadi)

12. Alat bantu lainnya selama proses penelitian:


a. Amplas 220, 500, 1000, 1500 dan 2000.
b. Sarung Tangan

3.3 Persiapan Bahan


Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya:
1. Serbuk Besi

Gambar 3. 12 Serbuk Besi


(Dokumen Pribadi)
29

2. Serbuk Mangan

Gambar 3. 13 Serbuk Mangan


(Dokumen Pribadi)

3. Serbuk Chromium

Gambar 3. 14 Serbuk Chormium


(Dokumen Pribadi)
30

3.4 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penlitian


Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus 2022 sampai dengan bulan
desember 2022 seperti yang tertera dalam table berikut:

Tabel 3. 1 Waktu Penelitian

September Oktober November Desember


NO KEGIATAN
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Studi Literatur
2 Penimbangan Material
3 Milling
4 Kompaksi
5 Sintering
6 Poleshing
7 Karakterisasi
8 Uji Kekerasan

1. Studi literatul
Hari/ Tanggal : Kamis ,08 September 2022 Sampai 20 September 2022
Tempat :Perpustakaan Unpam Viktor , Pamulang – Tanggerang Selatan
2. Penimbangan Material
Hari / Tanggal : Senin, 26 september 2022 Sampai 03 Oktober 2022
Tempat : Laboratorium Prodi Teknik Mesin Unpam, Witanaharja
Pamulang – Tangerang Selatan.
3. Pencampuran serbuk material paduan (Milling)
Hari/Tanggal :Senin, 10 Oktober 2022 sampai 31 Oktober 2022
Tempat : Laboratorium Prodi Teknik Mesin Unpam, Witanaharja
Pamulang – Tangerang Selatan.
4. Pencetakan Material (Compaction)
Hari / Tanggal : Senin, Oktober 2022 Sampai 07 November 2022
Tempat : Laboratorium Fisika Pusat Penelitian Fisika LIPI
Komplek Puspitek Serpong – Tangerang Selatan
31

5. Pemberian Perlakuan Panas (Sintering)


Hari / Tanggal : Selasa, 08 November 2022 Sampai 15 November 2022
Tempat : Laboratorium Prodi Teknik Mesin Unpam, Witanaharja
Pamulang – Tangerang Selatan.
6. Proses Grinding dan Poleshing
Hari / Tanggal : Selasa, 22 November 2022
Tempat : Laboratorium Prodi Teknik Mesin Unpam, Witanaharja
Pamulang – Tangerang Selatan.
7. Pengamatan Struktur Mikro
Hari / Tanggal : Selasa, 29 November 2022 Sampai Senin, 12 Desember 2022
Tempat : Laboratorium Fisika Pusat Penelitian Fisika LIPI
Komplek Puspitek Serpong – Tangerang Selatan

8. Pengujian Kekerasan Metode Equatip


Hari / Tanggal : Jumat, 16 Desember 2022 sampai 29 Desember 2022
Tempat : Laboratorium Prodi Teknik Mesin Unpam, Witanaharja
Pamulang – Tangerang Selatan.

3.5 Pembentukan Material


Dalam pembentukan paduan diperlukan alat dan bahan. Adapun alat dan bahan
yang digunalan yaitu:
1. Serbuk Fero
2. Serbuk Mangan
3. Serbuk Chromium
4. Spatula/Sendok Serbuk
5. Timbangan Digital
6. Cetakan Cor
7. Hidraulik Press

Proses pembentukan logam paduan ini dilakukan dengan menggunakan teknik


metalurgi serbuk. Langkah-langkah yang dilakukan Antara lain sebagai berikut:
32

1. Proses pencampuran serbuk (Milling)


Proses pencampuran serbuk logam dikerjakan dengan proses kering (dry
mixing). Serbuk Besi, Alumunium serta Chromium dimiling menggunakan HEM.
Sebelum pencampuran Besi, Alumunium dan Chromium harus ditimbang dulu.
Paduan yang dibuat yaitu Besi dengan persentase 65%, Alumunium 30%, dan
Chromium 5%. Berat total paduan yang diinginkan untuk satu sampel material
yaitu 4 g sehingga perhitungannya sebagai berikut:

a. Besi : 80% x 4 g = 3,2 g


Mangan : 10% x 4 g = 0,4 g
Chromium : 10% x 4 g = 0,4 g

b. Besi : 80% x 4 g = 3,2 g


Mangan : 10% x 4 g = 0,4 g
Chromium : 10% x 4 g = 0,4 g

c. Besi : 80% x 4 g = 3,2 g


Mangan : 10% x 4 g = 0,4 g
Chromium : 10% x 4 g = 0,4 g

2. Proses Kompaksi
Proses kompaksi yang dilakukan menggunakan metode dye pressing yaitu
penekanan pada cetakan yang berisi serbuk. Sekali pengepresan berat serbuk yaitu
4 g. Campuran serbuk dimasukkan kedalam Permanent Mold / Cetakan cor lalu
tempatkan ke mesin hidrolik, kemudian dipres menggunakan mesin shidraulik
dengan tekanan 20 ton dalam waktu 30 detik.
33

Gambar 3. 15 Proses Kompaksi (BRIN)

Proses selanjutnya adalah sintering atau proses pembakaran material paduan


agar paduan antara FeCrMn dapat membentuk struktur yang sempurna, proses
sintering ini sendiri dilakukan pada suhu pembakaran 600°C dengan ketahanan
waktunya 5 menit setiap sampel.

gambar 3. 16 Proses Sintering


(Dokumen Pribadi)

3.6 Proses Uji Struktur Mikro


Persiapan yang harus dilakukan menghasilkan gambar struktur mikro yang baik
diantaranya yaitu:
1. Pengampelasan (Grinding)
Setelah benda uji di sintering benda uji kemudian diampelas secara berurutan
34

dari yang kasar sampai yang paling halus memakai ampelas dengan nomor kekasaran:
220, 500, 1000, 1500, dan 2000. Dalam proses pemolesan harus selalu dialiri air
bersih secara terus menerus dengan maksud untuk menghindari timbulnya panas di
permukaan benda uji yang kontak langsung dengan kertas ampelas dan juga untuk
menghilangkan partikel – partikel bahan abrasive yang menempel pada permukaan
benda uji.

2. Pemolesan (polishing)
Setelah diampelas sampai halus sampel harus dilakukan pemolesan. Pemolesan
bertujuan untuk memperoleh permukaan sampel yang halus bebas goresan dan
mengkilap seperti cermin. Permukaan sampel yang akan diamati di bawah mikroskop
harus benar – benar rata.. Dalam memoles digunakan kain poles beludru dan mesin
poles. Kain beludru ditempelkan pada piringan yang berputar pada mesin poles,
kemudian kain diberi pasta alumunium berupa partikel abrasive yang sangat halus.
Benda uji yang sudah dipoles kemudian diperiksa di bawah mikroskop untuk dilihat
apakah masih ada goresan – goresan atau retakan maka benda uji harus dipoles
kembali. Polishing selesai apabila sudah diperoleh permukaan benda uji yang bebas
dari goresan/halus, retak, dan permukaan cermin.

3. Pengetsaan
Etsa merupakan proses pengikisan batas butir secara terkendali dengan
pencelupan kedalam larutan pengetsaan, struktur yang akan diamati akan terlihat
dengan jelas dan tajam. Untuk beberapa material, mikroskop baru muncul jika
diberikan zat etsa. Dalam pengujian ini menggunakan etsa kimia yaitu permukaan
benda uji dicelup menggunakan larutan Nital 2% (alkohol 97% 100 ml) dan Kallin
reagent dalam waktu ± 10 detik untuk mendapatkan hasil uji yang maksimal dan
setelah itu dibersihkan dengan air dan alkohol lalu dikeringkan di udara dengan
tujuan agar terhindar dari oksidasi udara sekitar.
Setelah bahan uji melalui beberapa tahapan, maka benda uji dapat langsung di
etsa, caranya tempatkan cairan etsa yang akan digunakan pada sebuah cawan,
35

kemudian celupkan permukaan benda uji pada cairan tersebut dengan waktu yang
telah ditetapkan, lalu cuci dengan air hangat atau alkohol untuk menghentikan reaksi,
lalu keringkan dengan udara atau kompresor.
Etsa larutan kimia sangat mempengaruhi bentuk permukaan benda uji. Dengan
kata lain, baik tidaknya hasil pengetsaan sedikit banyak dipengaruhi oleh larutan
kimia untuk pengetsaan. Dalam satu proses pengetsaan terkadang kita tidak berhasil
mengetsa benda uji.

4. Pengamatan
Setelah melalui proses pengetsaan maka tahap selanjutnya adalah pemotretan
spesimen benda uji. Karena yang dilihat adalah struktur mikronya, maka pengamatan
dan pemotretan dilakukan dengan menggunakan bantuan mikroskop dan kamera. Kita
cari gambar terbaik dari masing-masing dengan menggeser spesimen pelan-pelan
ataupun dengan penyetelan pada mikroskopnya hingga mendapatkan gambar yang
terbaik.

3.7 Uji Kekerasan


Alat yang digunakan diantaranya:
1. Bahan uji
2. Ampelas
3. Mata Diamond
4. Mesin Uji Kekerasan Equatip
5. Alat Tulis

Langkah-langkah Pengujian Kekerasan Equatip


1. Mempersiapkan sampel Material
2. Menyiapkan alat uji equatip
3. Perangkat tubukan di hubungkan dengan indikator kemudian alat dihidupkan
4. Perangkat tumbukan harus dipastikan tidak bersentuhandengan benda uji.
5. Perangkat tumbukan di pegang menggunakan satu tangan
36

6. Charging tube di tekan menggunakan tangan lain sampai terhubung


7. Charging tube diperbolehkan secara perlahan- lahan kembali keposisi awal
8. Impact body harus dipastikan dalam keadaan terkumci dan terisi
9. Setelah menempatkan perangkat tumbukan pada pemukaan benda uji.
10. Kemudian tekan impact body secara perlahan pada tombol pelepas
11. Lalu keluar nilai kekerasan pada perangkat leeb dibaca secara langsung pada layar
elektronik dan indekator alat
12. Nilai yang d tunjukan akan secara otomatis terganti dengan hasil uji tumbukan
berikutnya hasil
37
38

Anda mungkin juga menyukai