Anda di halaman 1dari 33

PROPOSAL SKRIPSI

OPTIMASI PARAMETER PROSES ANNENALING-


SPHEROIDIZATION TERHADAP SIFAT KEAUSAN DAN UJI
KEKERASAN PADA BAJA KARBON RENDAH DENGAN
METODE DEFORMATION PARTITIONING

MUHAMMAD PAHDA HIDAYAT


NPM : 19.6.21-201.C.1159

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN


SEKOLAH TINGGI TEKNIK WIWOROTOMO
PURWOKERTO
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Baja karbon rendah merupakan logam yang digunakan untuk memproduksi
komponen mesin berkekuatan sedang seperti poros, roda gigi. Karena memiliki
kandungan karbon sedang baja ini mudah dikerjakan dengan berbagai peralatan
pemesinan maupun perkakas dan dibentuk sesuai kebutuhan, karena sifatnya yang
ulet dan lunak. Harga baja karbon sedang lebih murah dan mudah ditemukan di
pasar material logam dibandingkan baja lainnya. Baja karbon sedang kandungan
karbonnya 0,1% - 0,20% . Berdasarkan kandungan karbon tersebut baja karbon
sedang mempunyai potensi yang cukup besar untuk digunakan sebagai material
baku komponen mesin namun karena kandungan karbonnya dibawah 0,3% maka
baja tersebut harus diberi heat treatment (perlakuan panas) untuk memperoleh
sifat-sifat sesuai penggunaannya dari sifat lunak hingga sifat keras.
Proses perlakuan panas secara umum terdiri dari proses hardening,
tempering, carburizing dan annealing. Faktor yang mempengaruhi kekerasan heat
treatment adalah temperatur, holding time (waktu penahanan) dan media
pendingin. Pada penelitian ini akan fokus pada hardening khususnya pada
penggunaan media pendingin proses quenching. Quenching (celup cepat) adalah
salah satu perlakuan panas dengan laju pendinginan cepat yang dilakukan dalam
suatu media pendingin misal air atau oli untuk memperoleh sifat mekanik yang
lebih keras (Bahtiaretal.,2008).
Keausan merupakan faktor penting dalam mengurangi fungsi pemesinan
termasuk membatasi usia pakai dan performance berbagai komponen mesin, hal
ini mengakibatkan peningkatan biaya maintenance. “Pengurangan fungsi suatu
komponen mesin 70% disebabkan oleh kerusakan pada permukaan logam
yang meliputi keausan (55%), dan korosi (15%). Mekanisme keausan yang
dominan adalah keausan adhesive (25%), dan abrasive (20%), sedangkan sisanya
disebabkan oleh mekanisme keausan yang lain (Rabinowicz, 1995)”.

1
Mengingat keausan merupakan penyebab utama kehilangan fungsi mesin
maka perlu usaha untuk meningkatkan sifat mekanis logam terutama ketahanan
terhadap keausan, diantaranya melalui proses annealing. Penelitian pada baja
karbon rendah yang melalui proses annealing yaitu untuk tujuan pembuatan
komponen yang lebih tahan terhadap keausan.
Proses annealing pada baja karbon rendah akan meningkatkan kekerasan
pada bagian permukaan tetapi tetap ulet pada bagian dalamnya sehingga
memiliki ketahanan aus yang lebih baik di permukaan. Untuk melihat ketahanan
ausnya maka dilakukan proses pengujian di mesin uji keausan. Penggunaan
material baja karbon rendah didasarkan pada pertimbangan beberapa faktor
diantaranya, material tersebut merupakan baja karbon rendah yang secara
ekonomi harganya murah, mudah didapat, tersedia dalam berbagai macam bentuk
dan ukuran, mudah dalam proses pemesinan, mudah dibentuk, dan bisa dilakukan
rekayasa dengan meningkatkan fungsi konstruksi menjadi fungsi komponen.
Material baja karbon rendah hasil annealing diharapkan akan memiliki
ketahanan aus yang lebih baik, khususnya untuk komponen mesin yang saling
bergesekan seperti roda gigi dan dudukan pada poros. Untuk membuktikan
ketahanan aus (wearness), maka harus dilakukan uji keausan dengan metode
yang disesuaikan dengan kondisi alat uji keausannya. Pengujian keausan ini akan
dilakukan pada tiga variasi spesimen yaitu, spesimen as it is, as carburized,
dan ashardened and tempered. Pengujian keausan dilakukan di mesin uji
keausan dengan parameter kecepatan gesekan sebesar 770 rpm, panjang
langkah maju mundur sepanjang 157,2 mm, media penggesek (abrassive wear)
menggunakan campuran oli dan serbuk karborundum dengan ukuran kekasaran
600. Waktu pengujian keausan untuk masing-masing spesimen ditentukan selama
3jam dengan melakukan pengukuran keausan setiap 1 jam. Dari hasil pengujian
keausan dapat diketahui terjadinya variasi tingkat keausan sehingga dapat
dihitung laju keausan dan ketahanan aus dari masing-masing spesimen.
Makna nilai kekerasan suatu material berbeda untuk kelompok bidang ilmu
yang berbeda. Bagi insinyur metalurgi nilai kekerasan adalah ketahanan material
terhadap penetrasi sementara untuk para insinyur desain nilai tersebut adalah

2
ukuran dari tegangan alir, untuk insinyur Lubrikasi kekerasan berarti ketahanan
terhadap mekanisme keausan, untuk para insinyur mineralogi nilai Itu adalah
ketahanan terhadap goresan, dan untuk para mekanik work-shop lebih bermakna
kepada ketahanan material terhadap pemotongan dari alat potong. Begitu banyak
konsep kekerasan material yang dipahami oleh kelompok ilmu, walaupun
demikian konsep-konsep tersebut dapat dihubungkan pada satu mekanisme yaitu
tegangan alir plastis dari material yang diuji.
Uji keras merupakan pengujian yang paling efektif karena dengan pengujian
ini, kita dapat dengan mudah mengetahui gambaaran sifat mekanis suatu material.
Meskipun pengukuran hanya dilakukan pada suatu titik, atau daerah tertentu saja,
nilai kekerasan cukup valid untuk menyatakan kekuatan suatu material. Dengan
melakukan uji keras, material dapat dengan mudah di golongkan sebagai material
ulet atau getas.
Uji keras juga dapat digunakan sebagai salah satu metode untuk mengetahui
pengaruh perlakuan panas atau dingin terhadap material. Material yang teah
mengalami cold working, hot working, dan heat treatment, dapat diketahui
gambaran perubahan kekuatannya, dengan mengukur kekerasan permuakaan
suatu material. Oleh sebab itu, dengan uji keras kita dapat dengan mudah
melakukan quality control terhadap material.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang permasalahanya, maka rumusan masalah
penelitian ini, antara lain sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh proses annealing spherodization terhadap sifat keausan
baja karbon rendah yang telah mengalami perubahan bentuk.
2. Bagaimana pengaruh proses annealing spherodization terhadap struktur
mikro baja karbon rendah yang telah mengalami pengujian.
3. Benda uji yang dipakai yaitu baja karbon rendah.

3
1.3 BATASAN MASALAH
Batasan masalah untuk tugas akhir ini dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Material yang digunakan adalah baja karbon rendah.
2. Material yang digunakan dianggap tidak ada cacat.
3. Proses annealing menggunakan mesin uji keausan yang ditentukan.
4. Pengujian yang dilakukan adalah pengujian ketahanan aus (wearnes).

1.4 TUJUAN
Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan, maka tujuan dari penelitian ini
adalah :
1. Mengetahui pengaruh proses annealing terhadap perubahan ketahanan aus
pada baja karbon rendah yang telah mengalami perubahan bentuk.
2. Mengetahui pengaruh proses annealing terhadap perubahan struktur mikro
pada baja karbon rendah yang telah mengalami pengujian keausan.

1.5 MANFAAT
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
dunia industri mengenai pengaruh proses annealing spherodization terhadap
perubahan nilai kekerasan dan struktur mikro pada baja karbon rendah yang telah
mengalami pengujian keausan, serta dapat memberikan kontribusi terhadap
pengembangan pengetahuan khususnya ilmu bahan.

1.6 METODE PENULISAN


Metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah study
literatur, metode ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan wawasan untuk
memperdalam pemahaman materi dengan cara mengumpulkan data, mencatat dan
mengolah bahan yang akan diteliti sesuai dengan bahan yang akan dikaji
sebelumnya.

4
1.7 SISTEMATIKA PENULISAN LAPORAN
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini membahas tentang latar belakang dan identifikasi masalah
yang diangkat dalam penelitian, perumusan masalah, tujuan
perencanaan, manfaat perencanaan, pembatasan masalah, penetapan
asumsi-asumsi serta sistematika yang digunakan dalam penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menjelaskan tentang teori-teori yang mendukung dan terkait
langsung dengan pengujian kekerasan dan uji keausan.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini dijelaskan mengenai langkah-langkah yang digunakan
untuk menyelesaikan permasalahan dan langkah-langkah pengolahan
data melalui diagram metodologi penelitian.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHSAN
Pada bab ini berisikan uraian mengenai data-data penelitian yang
diperoleh dari tempat penelitian, sesuai dengan ulasan pemecahan
masalah yang digunakan..
BAB V PENUTUP
Pada bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran-saran mengenai
penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KAJIAN PUSTAKA


Perlakuan panas (Heat Treatment) adalah suatu proses mengubah sifat
logam dengan jalan mengubah struktur mikro melalui proses pemanasan,
penahanan waktu dan pengaturan kecepatan pendinginan dengan tanpa atau
merubah komposisi kimia yang bersangkutan. Tujuan dilakukannya proses
perlakuan panas yaitu untuk merekayasa atau memanipulasi sifat mekanik baja
sesuai dengan kebutuhan dan keperluan yang diinginkan. Proses laku panas pada
baja pada umumnya akan melibatkan transformasi atau dekomposisi austenit yang
nantinya akan menentukan sifat fisik dan mekanik baja. Parameter yang
membedakan proses laku panas satu dengan proses laku panas yang lain yaitu
tinggi temperatur pemanasan, lamanya waktu penahanan dan laju pendinginan.
(Lanal Septiawan Nugroho,2017)
Perlakuan panas adalah proses untuk memperbaiki sifat-sifat dari logam
dengan jalan memanaskan coran sampai temperatur yang cocok, lalu dibiarkan
beberapa waktu pada temperatur itu, kemudian didinginkan ke temperatur yang
lebih rendah dengan kecepatan yang sesuai. (Agung Prayogi ,2019)
Heat Treatment atau perlakuan panas pada dunia industri adalah salah satu
proses yang cukup berpengaruh untuk menentukan sifat fisis maupun sifat
mekanis dari sebuah bahan terutama baja karbon. Salah satu proses perlakuan
panas yang sering digunakan yaitu annealing.(Bambang Hari Priyambodo
dkk,2021)
Perlakuan panas atau heat treatment adalah salah satu proses untuk
mengubah struktur logam dengan jalan memanaskan spesimen pada furnance
pada temperatur rekristalisasi selama periode waktu tertentu kemudian
didinginkan pada media pendingin udara, air, air garam, oli dan solar yang
masing-masing mempunyai kerapatan pendinginan yang berbeda-beda. (Iman
Saefulloh dkk,2020)

6
2.2 LANDASAN TEORI
Annealing adalah suatu proses laku panas (heat treatment) yang dilakukan
terhadap logam atau paduan dalam proses pembuatan suatu produk. Tahapan dari
proses annealing ini dimulai dengan memanaskan logam (paduan) sampai
temperatur tertentu, menahan pada temperatur tertentu tersebut selama beberapa
waktu tertentu agar tercapai perubahan yang diinginkan. Kemudian mendinginkan
logam atau paduan tersebut dengan laju pendinginan yang cukup lambat.
2.2.1 Tujuan dari annealing ialah untuk :
1. Mendapatkan baja yang mempunyai kadar karbon tinggi, tetapi dapat
dikerjakan mesin atau pengerjaan dingin.
2. Memperbaiki keuletan.
3. Menurunkan atau menghilangkan ketidak homogenan stuktur.
4. Memperhalus ukuran butir.
5. Menghilangkan tegangan dalam.
6. Menyiapkan struktur baja untuk proses perlakuan panas.
2.2.2 Proses annealing adalah sebagai berikut :
1. Benda kerja dimasukan kedalam tungku pemanas atau kotak baja yang di isi
dengan terak / pasir yang dipanaskan.
2. Panaskan pada temperatur tertentu selama waktu tertentu.
3. Setelah cukup waktunya benda kerja dikeluarkan dari tungku panas tersebut.
4. Benda kerja didinginkan dengan perlahan-lahan.

2.3 LANGKAH KERJA PROSES ANNEALING


2.3.1 Proses Annealing
Proses annealing adalah sebagai berikut :
1. Benda kerja kita masukan kedalam kotak baja yang kita isi dengan terak
atau pasir.
2. Panaskan pada temperatur 9800C selama 1 sampai 3 jam.
3. Setelah cukup waktunya kotak kita angkat dari dapur.

7
4. Benda kerja didinginkan dengan perlahan-lahan.

2.3.2 Cara-cara Pendinginan Pada Proses Annealing


Pendinginan dapat kita lakukan dengan cara:
1. Benda kerja dikeluarkan dari kotak dan dibiarkan dingin perlahan-lahan
dengan pendinginan dari udara.
2. Benda kerja bersama-sama dengan kotaknya dibiarkan dingin perlahan-
lahan dengan pendinginan udara.
3. Kotak yang berisi benda kerja dibiarkan didalam dapur dan dapur kita
matikan. Sehingga dapur, benda kerja dan kotak mengalami pendinginan
yang perlahan-lahan dari udara.

2.4 TIPE-TIPE PROSES ANNEALING


2.4.1 Full Annealing
Full annealing (FA) terdiri dari austenisasi dari baja yang diikuti dengan
pendinginan yang lambat didalam tungku, kemudian temperatur yang dipilih
untuk austenisasi tergantung pada kandungan karbon dari baja tersebut.

Gambar 2.3 Diagram kesetimbangan baja karbon menunjukan daerah


temperatur untuk full annealing

8
Full annealing untuk baja hipeutektoid dilakukan pada temperatur
austenisasi sekitar 500C diatas garis A3 dan mendiamkannya pada tempertur
tersebut untuk jangkauan waktu tertentu, kemudian diikuti dengan pendinginan
yang lambat diatas tungku. Pada temperatur austenisasi, pembentukan austenit
akan merubah struktur yang ada sebelum dilakukan pemanasan, dan austenit yang
terbentuk relatif halus. Pendinginan yang lambat didalam tungku akan
menyebabkan austenit mengurai menjadi perlit dan ferit. Pemanasan yang terlalu
tinggi diatas A3 akan menyebabkan austenit tumbuh sehingga dapat merugikan
sifat baja yang diproses.
Menganil/annealing baja hipereutektik dilakukan dengan cara memanaskan
baja tersebut diatas A1 untuk membulatkan sementit proeutektoid. Jika baja
hipereutektik dipanaskan pada temperatur Acm dan didinginkan perlahan-lahan,
maka pada batas butir akan terbentuk sementit preutektoid sehingga akan terjadi
rangkaian sementit pada batas butir austenit. Pendinginan yang diperlambat akan
menyebabkan presipitasi ferit sebagai kelompok yang terpisah. Pembentukan
daerah pemisah ferit pada baja yang tidak dikehendaki karena akan menimbulkan
daerah yang lunak (soft spot) selama proses pengerasan berlangsung. Full
annealing juga diterapkan pada baja karbon dan baja paduan hasil proses
pengecoran serta baja hot worked hipereutektoid. Untuk produk cor yang besar,
terutama yang terbuat dari baja paduan, Full annealing akan memperbaiki mampu
mesin dan juga menaikan kekuatan akibat butir-butirnya menjadi halus. Full
annealing juga diterapkan pada baja-baja dengan kadar karbon lebih dari 0,5%
agar mampu mesinnya menjadi lebih baik.

2.4.2 Spheroidization Annealing


Spheroidization annealing (SA) dilakukan dengan cara memanaskan baja
sedikit diatas atau dibawah titik A1, kemudian didiamkan pada temperatur
tersebut untuk jangka waktu tertentu kemudian diikuti dengan pendinginan yang
lambat.
Proses ini ditujukan agar karbida-karbida yang berbentuk lamelar pada perlit
dan sementit sekunder menjadi bulat. Disamping itu, perlakuan ini ditunjukan

9
mendeformasikan struktur seperti martensit, trostit, dan sorbit dan sebagainya
yang merupakan hasil akhir dari proses quench.

Gambar 2.4 Diagram kesetimbangan baja karbon menunjukan daerah


temperatur untuk spherodization annealing

Tujuan dari spheroidization annealing adalah untuk memperbaiki mampu


mesin dan mempebaiki mampu bentuk. Sebagai contoh mampu mesin baja
perkakas karbon tinggi sangat baik jika strukturnya sperodisasi. Semua jenis baja
perkakas paduan, termasuk kelas karbida maupun baja untuk bantalan harus
memiliki kondisi sperodisasi agar hasil pemesinannya baik.
Metoda-metoda yang diterapkan untuk memperoleh struktur yang bulat
adalah sebagai berikut :
a. Metoda yang pertama
Baja dipanaskan dekat tempelatur A1 dan harus dijaga agar tidak
melampaui temperatur tersebut untuk mencegah pembentukan austenit. Baja
tersebut kemudian ditahan pada temperatur tersebut untuk suatu jangka waktu
tertentu agar diperoleh karbida yang bulat dan agak kasar. Tinggi temperature
dan lama pemanasan yang dipilih sangat tergantung pada kondisi struktur
baja sebelumnya dan komposisi kimia baja tersebut.

10
Baja yang memiliki karbon kurang dari 0,3% tidak cocok untuk
disperodisasi karena struktur baja-baja karbon rendah terdiri dari ferit dan
sejumlah kecil perlit.
Perlit yang kasar akan mudah terbentuk pada proses pendinginan yang
lambat, sebagai contoh baja karbon paduan di spheroidized annealing yang
tempelatur sekitar 7000C untuk selama 4-6 jam. Makin lama pemanasan,
akan makin kasar perlit yang terbentuk.
Temperatur spheroidized annealing dipengaruhi oleh unsur-unsur paduan,
keberadaan Ni atau Mn akan menurunkan temperatur A1 dan akibatnya akan
menurunkan temperatur spheroidized annealing. Jadi untuk baja yang
mengandung Ni 4%, maka tempelatur spheroidized annealingnya serendah
rendahnya adalah 6700C. Temperatur yang lebih rendah akan mempengaruhi
waktu prosesing menjadi lebih lama (8-10 jam). Dilain pihak, HSS yang
mengandung W, V, dan Mo dan juga Cr, harus di spheroidized annealing
pada temperatur diatas 8000C. Keberadaan unsur-unsur pembentuk karbida
yang kuat akan meningkatkan stabilitas karbida didalam baja. Karena itu,
dapat menurunkan penggumpalan dan menaikan waktu anil pada setiap
temperature spheroidized annealing yang dipilih.
b. Metoda yang kedua
Baja dipanaskan diatas temperatur kritik A1, dan diam pada temperatur
waktu tertentu, kemudian diikuti dengan pendinginan yang lambat pada laju
sekitar 10-200C setiap jam sampai dengan tempelatur 550-6000C.
Pendinginan sampai ke temperatur kamar dapat dilakukan asal pendinginan
dilakukan diudara. Selama proses pendinginan lambat, C yang larut kedalam
austenit akan memisahkan diri dan membentuk karbida yang bulat. Pada
kondisi seperti ini kekerasan baja akan relatif lebih rendah. Jika temperatur
anil lebih tinggi, sejumlah besar karbida akan larut dan dan sementit akan
terbentuk dalam bentuk lamelar. Metoda ini terutama diterapkan untuk baja-
baja eutektoid dan hipertektoid. Sebagai contoh prosedur anil untuk
membulatkan keseluruhan karbida didalam matrik ferit baja DIN 100 CrMo
memerlukan austenisasi pada 825/8300C diikuti dengan penahanan pada

11
tempelatur 775/7800C. Proses seperti ini akan menghasilkan prestisipasi
karbida. Setelah itu, kemudian didinginkan perlahan-lahan melalui rentang
temperatur 740-6800C dan selanjutnya didinginkan diudara sampai
temperature kamar.
c. Metoda ketiga
Dalam metoda ini baja dipanaskan diatas temperatur kritik A1 (tidak
boleh lebih tinggi dari 500C), dan dibiarkan pada tempelatur ini untuk jangka
waktu tertentu Kemudian didinginkan sampai temperatur sedikit dibawah A1
(tidak boleh lebih tinggi dari 500C), dan dibiarkan pada temperatur tersebut
untuk suatu jangka waktu tertentu dan kemudian didinginkan pada
temperature kamar. Temperatur yang mendekati A1, struktur sperodisasi yang
akan diperoleh lebih kasar dan lebih lunak, namun jika proses temperatur
menjauhi A1, misalnya 6800C, struktur yang dihasilkannya akan berbentuk
lamelar dan bersifat lebih keras. Dengan cara ini proses sperodisasinya
memerlukan waktu yang lebih singkat dibanding dengan cara-cara
sebelumnya dan mulai diterapkan untuk baja karbon dan baja paduan.
d. Metoda keempat
Sperodisasi dapat juga dilakukan dengan cara memanaskan dan
mendinginkan yang berulang-ulang pada temperatur diatas dan dibawah A1.
Selama pemanasan diatas A1, hanya butir-butir sementit yang kecil yang akan
larut kedalam austenit, tetapi untuk butir-butir sementit yang besar waktu
tersedia untuk larut tidak mencukupi. Pada siklus pendinginan berikutnya,
molekul-molekul sementit akan mengendap pada butir-butir sementit yang
tidak larut. Berdasarkan hal ini timbullah proses koagulasi. Atas dasar hal ini,
metode sperodisasi memerlukan waktu yang lebih singkat tetapi sulit untuk
dilaksanakannya.
Laju sperodisasi tergantung pada struktur yang dimiliki sebelumnya.
Makin halus karbida pada struktur asalnya, makin mudah proses
sperodisasinya. Jadi struktur perlit yang halus lebih mudah dibandingkan
struktur perlit yang kasar. Struktur bainit lebih baik lagi untuk di sperodisasi
dan yang terbaik adalah struktur sorbit (struktur yang diperoleh dari hasil

12
penempern martensit). Proses pengerjaan dingin yang dapat memecahkan
sementit dan mendistribusikannya secara lebih homogen dapat membantu
mempercepat proses sperodisasi.
Unsur-unsur pembentuk karbida yang kuat, terutama Cr, W, Mo, dan V
meningkatkan stabilitas karbida dalam baja. Karena itu unsur-unsur tersebut
menurunkan laju koagulasi dan meningkatkan waktu yang diperlukan untuk
soft anneal pada temperatur annealnya.
Kekerasan yang dicapai setelah proses sperodisasi tergantung pada
komposisi kimia baja. Baja-baja yang mengandung karbon yang rendah
menghasilkan kekerasan sekitar 160-190 HB, sedangkan pada baja paduan
dan karbon tinggi, menghasilkan kekerasan sekitar 200-230 HB.
Untuk meningkatkan mampu mesin baja-baja perkakas karbon tinggi,
paduan tinggi, baja pegas, baja bantalan, baja tahan aus, baja perkakas, dan
sebagainya sperodisasi dilakukan setelah proses tempa. Sperodisasinya
dilkukan dengan cara memanaskan baja diatas tempelatur A1 kemudian
didinginkan perlahan-lahan dan ditahan pada tempelatur sedikit dibawah A1.
Untuk jangka waktu tertentu kemudian diikuti dengan pendinginan diudara
sampai tempelatur kamar. Perlu diperhatikan bahwa, agar memperoleh
struktur yang globular (bulat), baja harus dipanaskan secara homogen dan
distribusi tempelatur di dalam tungku juga harus homogen.
Baja-baja yang mengandung sementit dibatas butirnya relatif sulit untuk
dimesin. Untuk itu, proses sperodisasinya dilakukan dengan cara
mengeliminasi sementit dengan proses homogenisasi atau normalizing diatas
tempelatur Acm kemudian diquench dan dilanjutkan dengan proses
sperodisasi.

2.5 ISOTHERMAL ANNEALING


Isotermal annealing dikembangkan dari diagram TTT. Jenis proses ini
digunakan untuk melunakan baja-baja sebelum dilakukan proses pemesinan.
Proses ini terdiri dari austenisasi pada temperatur anilnya (full annealing)
kemudian diikuti dengan pendinginan yang relatif cepat sampai ke temperatur 50 -

13
600C dibawah garis A1 (menahan secara isotermal pada daerah perit). Penahanan
baja pada temperatur tersebut untuk jangka waktu tertentu menyebabkan
timbulnya penguraian austenit menjadi strutur yang optimal untuk dimesin.
Setelah transformasi berlangsung, baja kemudian didinginkan didalam tungku
atau di udara atau bahkan didinginkan dengan cepat.

Gambar 2.4 Diagram isothermal annealing

Kekerasan yang dicapai setelah proses isotermal annealing, tergantung pada


tingginya temperatur penahanan baja dibawah A1. Jika baja setelah diaustenisasi
ditahan pada temperatur sedikit dibawah A1 austenit akan mengurai perlahan
lahan, sehingga diperoleh karbida yang bulat dan relatif kasar atau lamelar sangat
dipengaruhi oleh tempelatur austenisasinya. Hasil proses ini cenderung lunak.
Pada temperatur transformasi, biasanya penguraian austenit berlangsung lebih
cepat, sehingga produknya relatif lebih keras, lebih banyak lamelar dan relative
tidak kasar dibandingkan dengan benda kerja yang jauh dari temperature
transformasi (A1). Baja paduan biasanya mengalami isotermal anneal. Setelah
baja dikarburasi pada 900-9300C, kemudian ditahan pada 630-6800C untuk 2-4
jam agar seluruh austenit bertransformasi seluruhnya lalu didinginkan. Struktur
yang diperoleh terdiri dari ferit dan perlit yang sangat cocok untuk proses

14
pemesinan. Biasanya, penahanan isotermal diperpanjang 1-2 jam dari akhir
transformasinya. Hal ini dimaksudkan agar sifat mampu mesinnya dapat lebih
ditingkatkan lagi sebagai akibat adanya sebagian sementit didalam perlit
bentuknya menjadi bulat.
Isotermal annealing yang lazim diterapkan adalah mendinginkan dengan
cepat dari temperatur austenisasi ke temperatur transformasinya. Kemudian
setelah proses isotermal, dilanjutkan dengan proses pendinginan ke temnperatur
kamar.

2.6 PROSES HOMOGENISASI


Proses ini dilakukan pada rentang temperatur 1100-1200 C. Proses difusi
yang terjadi pada temperatur ini akan menyeragamkan komposisi baja. Proses ini
diterapkan pada ingot baja-baja paduan dimana pada saat membeku sesaat setelah
proses penuangan, memiliki struktur yang tidak homogen. Sebagian besar tidak
homogen tersebut dapat diatasi pada saat pengolahan ingot baja tersebut.
Seandainya ketidak homogenan tidak dapat dihilangkan sepenuhnya, maka perlu
diterapkan proses homogenisasi atau diffusional annealing.

Gambar 2.5 Diagram proses homogenisasi

15
Proses homogenisasi dilakukan selama beberapa jam pada tempelatur sekitar
1150-12000C. Setelah itu benda kerja didinginkan ke 800-8500C, dan selanjutnya
didinginkan di udara. Setelah proses ini, dapat juga dilakukan proses normal atau
anil untuk memperhalus struktur over heat. Perlakuan seperti ini hanya dilakukan
untuk kasus-kasus yang khusus karena biaya prosesnya sangat tinggi.

2.7 INTERMEDIATE ANNEALING


Proses ini dilakukan terhadap baja yang sudah mengalami proses ”Case
hardening” agar dapat dimesin. Prosesnya terdiri dari penahan benda kerja pada
temperatur dibawah A1, yaitu sekitar 630-6800C, untuk selama 4-6 jam dan
diikuti dengan pendinginan yang lambat. Tujuan dari proses ini mirip proses
sperodisasi yaitu memperbaiki mampu mesin.

Gambar 2.6 Diagram intermediate annealing

2.8 BRIGHT ANNEALING


Proses ini dilakukan untuk menghasilkan permukaan benda kerja yang bebas
dari oksidasi. Perlindungan terhadap oksidasi selama proses perlakuan panas
biasanya dilakukan dengan “menyelimuti” benda kerja dengan atmosfer tungku
yang sesuai. Atmosfer tungku yang dipilih selain mencegah oksidasi, juga harus

16
mampu mencegah timbulnya sulfidasi, pengetasan atau dekarburasi selama proses
perlakuan panas berlangsung. Proses bright annealing dilakukan dengan berbagai
cara yang masing-masing dapat diterapkan pada material ferro atau non ferro, baik
berbentuk kawat, strip, lembaran maupun berbentuk tabung dan sebagainya.

2.9 BAJA KARBON


Baja pada dasarnya adalah paduan besi-karbon dengan kadar karbon tidak
lebih dari 2,0%. Terdapat ribuan paduan yang memiliki komposisi dan perlakuan
panas yang berbeda. Baja dibuat dari besi kasar / besi spons dengan mengurangi
kadar karbon dan unsur lain yang tidak diperlukan.
Adapun pengelompokan baja berdasarkan kadar karbonnya adalah sebagai
berikut :
1. Baja Karbonn Rendah
Baja karbon rendah (low carbon steel), mengandung kadar karbon 0,25%.
Struktur mikronya terdiri dari fasa dan perlit. Baja ini penggunaannya sangat
luas, sebagai baja kontruksi umum, untuk baja profil rangka bangunan, baja
tulangan beton, rangka kendaraan, mur, baut, plat, dan lain-lain. Baja ini
kekuatannya relatif rendah, lunak, tetapi keuletannya tinggi, mudah dibentuk
dan dimachining. Baja ini tidak dapat dikeraskan kecuali dengan case
hardening.
2. Baja Karbon Rendah
Baja karbon sedang (medium carbon steel), mengandung kadar karbon
0,25% - 0,6%. Untuk meningkatkan sifat-sifat mekaniknya, baja ini dapat
diberikan perlakuan panas berupa austenisasi, quenching, tempering,
intercritical annealing. Penggunaannya hampir sama dengan low carbon steel,
digunakan untuk yang memerlukan kekuatan dan ketangguhan yang lebih
tinggi. Juga banyak ynag digunakan sebagai baja kontruksi mesin, untuk
poros roda gigi, rantai dan lain-lain.
3. Baja Karbon Tinggi

17
Baja karbon tinggi (high carbon steel), mengandung kadar karbon antara
0,6% sampai dengan 1,4%. Baja ini lebih kuat dan lebih keras, tetapi keuletan
dan ketangguhannya rendah. Baja ini terutama digunakan untuk perkakas,
yang biasanya memerlukan sifat tahan aus, misalnya untuk masa bor, reamer,
tap perkakas tangan yang lainnya.

2.10 PERLAKUAN PANAS


Perlakuan panas (heat treatment) didefinisikan sebagai kombinasi operasi
pemanasan dan pendinginan yang terkontrol dalam keadaan padat untuk
mendapatkan sifat-sifat tertentu pada baja / logam paduan.
Langkah pertama dalam setiap proses heat treatment adalah memanaskan
logam / paduan itu sampai ke suatu temperatur tertentu, lalu menahan beberapa
saat pada temperatur itu. Kemudian mendinginkannya dengan laju pendinginan
tertentu.
Proses perlakuan panas hendaknya tidak dipandang sebagai suatu proses
tersendiri yang terpisah dari rangkaian produksi. Proses perlakuan panas
merupakan bagian dari rangkaian produksi yang saling mempengaruhi, sehingga
dalam merancang suatu proses perlakuan panas harus juga diperhatikan proses apa
yang telah dialami sebelumnya dan apa yang akan dialami berikutnya, sifat akhir
apa yang harus dimiliki.

2.11 PELAPISAN LOGAM


Pelapisan logam dilakukan dengan tujuan antara lain: memperbaiki
ketahanan aus, mendapatkan sifat konduktifitas listrik dan panas yang baik,
memperbaiki ketahanan terhadap korosi dan memperbaiki penampilan dari suatu
material. Kendala-kendala yang sering dijumpai pada proses pelapisan secara
umum adalah sifat adhesive bahan pelapis terhadap bahan yang dilapis, ketahanan
regangan yang kurang baik, kemungkinan adanya evolusi hidrogen yang dapat
menyebabkan keretakan.
Jenis-jenis pelapisan logam dapat dikategorikan sebagai berikut :

18
1. Cementation yaitu proses pelapisan bahan padat dengan padat dimana
logam dasar (base metal) dibubuhhi dengan serbuk logam pelapis dan
kemudian dipanaskan sampai temperatur titik leleh sehingga antara serbuk
dan logam dasar terjadi difusi dan membentuk suatu ikatan yang kuat.
2. Vacum deposition dimana logma-logam tertentu diuapkan dalam keadaan
vakum, kemudian akan mengendap pada benda yang akan dilapis karena
adanya gaya tarik menarik antara ion-ion logam yang terurai pada
temperatur rendah dalam ruang vakum.
3. Metal spraying dimana lapisan terbentuk dari penyemprotan logam
pelapisan dan terjadi difusi yang menghasilkan ikatan yang adhesive.
4. Hop dip yaitu proses pelapisan dengan cara mencelupkan logam dasar ke
logam pelapis yang telah dipanaskan hingga temperatur cair sehingga terjadi
ikatan yang adhesive.
5. Cladding yaitu proses pelapisan umumnya bahan padat dengan padat
dengan adanya pengaruh tekanan, temperatur yang tinggi sehingga terjadi
difusi antara logam dasar dengan logam pelapis.

2.12 UJI KEKERASAN


2.12.1 Metode Brinell
Metode ini diperkenalkan pertama kali oleh J.A Brinell pada tahun 1900.
Pengujian kekerasan dilakukan dengan memakai bola baja yang diperkeras
(hardened streel ball) dengan beban dan waktu indentasi tertentu. Hasil penekanan
adalah jejak berbentuk lingkaran bulat, yang harus dihitung diameternya di bawah
mikroskop khusus pengukur jejak. Pengukuran nilai kekerasan suatu material
diberikan oleh rumus :

19
Gambar 2.7 Indentasi Brinell

Dimana P adalah beban (kg)


D : diameter indentor : 2.5 mm
d : diameter jejak indentor (mm)

Prinsip pengujian yaitu dengan menekan indentor bola baja yang


berdiameter 10 mm ke permukaan benda kerja (spesimen uji) harus rata dan bebas
dari kotoran. Besarnya gaya penekanan (P) harus lebih besar dari batas luluh dari
benda kerja agar terjadi deformasi elastis berupa jejak bebas penekanan. Ukuran
jejak sangat tergantung kepada besar kecilnya gaya P yang diberikan. Prinsip
harga kekerasan menurut brinell.
Cara pengujian Brinell dilakukan dengan penekanan sebuah bola baja yang
terbuat dari baja krom yang telah dikeraskan dengan diameter tertentu oleh suatu
gaya tekan secara statis ke dalam permukaan logam yang diuji tanpa sentakan.
Permukaan logam yang diuji harus rata dan bersih. Setelah gaya tekan ditiadakan
dan bola baja dikeluarkan dari bekas lekukan, maka diameter paling atas dari
lekukan tersebut diukur secara teliti, yang kemudian dipakai untuk menentukan
kekerasan logam yang diuji.
Kekerasan ini disebut kekerasan Brinell, yang biasa disingkat dengan HB
atau BHN (Brinell Hardness Number). Semakin keras logam yang diuji, maka

20
semakin tinggi nilai HB. Bahan-bahan atau perlengkapan yang digunakan untuk
uji kekerasan Brinell adalah sebagai berikut :
1. Mesin uji kekerasan Brinell
2. Bola baja untuk Brinell (Brinell Ball)
3. Mikroskop pengukur
4. Stopwatch
5. Mesin gerinda
6. Ampelas kasar dan halus
7. Benda uji (test specimen)
Apabila kita memakai bola baja untuk uji Brinell, biasanya yang terbuat dari
baja krom yang telah disepuh atau cermentite carbide. Bola Brinell ini tidak boleh
berdeformasi sama sekali di saat proses penekanan ke permukaan logam uji.
Standar dari bola Brinell yaitu mempunyai Ø 10 mm atau 0,3937 in, dengan
penyimpangan maksimal 0,005 mm atau 0,0002 in. Selain yang telah distandarkan
di atas, terdapat juga bola-bola Brinell dengan diameter lebih kecil (Ø 5 mm, Ø
2,5 mm, Ø 2 mm, Ø 1,25 mm, Ø 1 mm, Ø 0,65 mm) yang juga mempunyai
toleransi-toleransi tersendiri. Misalnya, untuk diameter 1 sampai dengan 3 mm.
Adalah lebih kurang 0,0035 mm, antara 3 sampai dengan 6 mm adalah
0,004 mm, dan antara 6 sampai dengan 10 mm adalah 0,005 mm. Penggunaannya
bergantung pada gaya tekan P dan jenis logam yang diuji, maka penguji harus
dapat memilih iameter bola yang paling sesuai.
Berikut ini merupakan langkah-langkah yang dilakukan untuk menguji
kekerasan logam dengan metode Brinell, yaitu :
1. Memeriksa dan mempersiapkan specimen sehingga siap untuk diuji
2. Memeriksa dan mempersiapkan mesin yang akan dipakai untuk menguji.
3. Melakukan pemeriksaan pada pembebanan, diameter bola baja yang
digunakan, dan alat pengukur waktu.
4. Membebaskan beban tekan dan mengeluarkan bola dari lekukan lalu
memasang alat optis untuk melihat bekas yang kemudian mengukur
diameter bekas sebelumnya secara teliti dengan mikrometer pada
mikroskop. Pangukuran diameter ini untuk sebuah lekuk dilakukan dua kali

21
secara bersilang tegak lurus dan baru dari dua nilai diameter yang diperoleh,
diambil rata-ratanya. Kemudian dimasukkan ke dalam rumus Brinell untuk
memperoleh hasil kekerasan Brinell-nya (HB).
5. Melakukan proses pengujian sebanyak lima kali sehingga diperoleh nilai
ratarata dari uji kekerasan Brinell tersebut.
6. Yang perlu diperhatikan adalah jarak dari titik pusat lekukan baik dari tepi
specimen maupun dari tepi lekukan lainnya minimal 2 dari 3/2 diameter
lekukannya.
2.12.2 Metode Vickers
Pada metode ini digunakan indentor intan berbentuk piramida dengan sudut
136°. Prinsip pengujian adalah adalah sama dengan metode brinell, walaupun
jejak yang dihasilkan berbentuk bujur sangkar berdiagonal. Panjang diagonal
diukur dengan skala pada mikroskop pengukur jejak. Nilai kekerasan suatu
material diberikan oleh:

Gambar 2.8 Indentasi Vickers

2.12.3 Metode Rockwell

22
Berbeda dengan metode Brinell dan Vickers dimana kekerasan suatu bahan
dinilai dari diameter/diagonal jejak yang dihasilkan maka metode Rockwell
merupakan uji kekerasan dengan pembacaan langsung (direct-reading). Metode
ini banyak dipakai dalam industry karena pertimbangan praktis. Variasi dalam
beban dan indentor yang digunakan membuat metode ini memiliki banyak
macamnya. Metode yang paling umum dipakai adalah Rockwell B (dengan
indentor bola baja berdiameter 1/6 inci dan beban 100 kg) dan Rockwell C
(dengan indentor intan dengan beban 150 kg). walaupun demikian metode
Rockwell lainnya juga biasa dipakai. Oleh karenanya skala kekerasan Rockwell
suatu material harus dispesifikasikan dengan jelas. Contohnya 82 HRB, yang
menyatakan material diukur dengan skala B : indentor 1/6 inci dan beban 100 kg.

Gambar 2.9 Indentasi Rockwell

Pengujian Rockwell memiliki dua beban :


1. Beban minor : harganya tetap 10 kg, berfungsi untuk penekanan awal, agar
kotoran dan kerak atau logam-logam sisa pemotongan tidak terhitung
kedalam harga kekerasan.
2. Beban mayor : harganya berubah-ubah tergantung kepada skala yang
digunakan dan jenis indentor yang digunakan.
Sebelum pengujian dimulai, penguji harus memasang indentor terlebih
dahulu sesuai dengan jenis pengujian yang diperlukan, yaitu indentor bola baja
atau kerucut intan. Setelah indentor terpasang, penguji meletakkan specimen yang

23
akan diuji kekerasannya di tempat yang tersedia dan menyetel beban yang akan
digunakan untuk proses penekanan. Untuk mengetahui nilai kekerasannya,
penguji dapat melihat pada jarum yang terpasang pada alat ukur berupa dial
indicator pointer. Kesalahan pada pengujian Rockwell dapat disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain :
1. Benda uji
2. Operator
3. Mesin uji Rockwell
Kelebihan dari pengujian logam dengan metode Rockwell, yaitu :
1. Dapat digunakan untuk bahan yang sangat keras
2. Dapat dipakai untuk batu gerinda sampai plastik
3. Cocok untuk semua material yang keras dan lunak
Kekurangan dari pengujian logam dengan metode Rockwell, yaitu :
1. Tingkat ketelitian rendah
2. Tidak stabil apabila terkena goncangan
3. Penekanan bebannya tidak praktis

24
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 METODE PENELITIAN


Berdasarkan pokok permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, maka
peneliti menggunakan metode penelitian eksperimen, yaitu penelitian untuk
mencari hubungan sebab akibat (hubungan kasual) antara dua faktor yang sengaja
ditimbulkan oleh peneliti dengan mengeliminasi atau mengurangi faktor-faktor
lain yang menggganggu. Eksperimen selalu dilakukan dengan maksud untuk
melihat suatu perlakuan. Hasil penelitian yang diinginkan diperoleh melalui
percobaan yang dilaksanakan di laboratorium memulai pengamatan dan analisa
terhadap data yang diperoleh.

3.2 VARIABEL PENELITIAN


3.2.1 Variabel Bebas
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi
sebab perubahan atau timbulnya variabel independent/terikat, variabel bebas
tersebut merupakan suhu annealing itu sendiri.

25
3.2.2 Variabel Terikat
Variabel terikat adalah variabel yang di pengaruhi atau yang menjadi akibat
karena adanya variabel bebas, variabel tersebut meliputi pengujian sifat keausan
dan uji kekerasan.
3.2.3 Variabel Kontrol
Variabel kontrol adalah variabel yang tidak dapat dimanipulasi dan
digunakan sebagai salah satu cara untuk mengontrol, meminimalkan atau
menetralkan pengaruh aspek tersebut, variabel tersebut berupa material pengujian
yaitu baja karbon rendah.

3.3 OBJEK PENELITIAN


Objek penelitian yang digunakan adalah baja karbon rendah diatas 0,6. Bahan
yang digunakan dipotong dengan ukuran seperti gambar dibawah

Gambar 3.1 Bahan baja karbon

3.4 JENIS DAN SUMBER DATA


3.4.1 Jenis Data

26
Jenis data yang digunakan dalam penelitian inni adalah data primer,
dimanna pengambilan data langsung dari hasil pengujian sifat keausan pada hasil
annealing deformation partitioning.
3.4.2 Sumber Data
Sumber data dari penelitian ini adalah data hasil pengujian keausan yang
diperoleh atau dilakukan di laboratorium teknik mesin Sekolah Tinggi Teknik
Wiworotomo Purwokerto.

3.5 ALAT DAN BAHAN


Bahan utama yang digunakan dalam melaksanakan penelitian ini terdiri dari :
1. Plat baja. Pelat baja digunakan sebagai bahan pembuatan kotak (pack) pada
proses annealing.
2. Batangan baja. Digunakan sebagai spesimen yang diberi perlakuan annealing.
3. Mesin uji sifat keausan.

3.5 PROSEDUR PENELITIAN


Berikut di bawah ini langkah - langkah pengujian yang akan di lakukan :

1. Baja karbon rendah di potong - potong menjadi 15 bagian dengan ukuran


panjang 5x3 cm.
2. Spesimen pertama tidak dilakukan pengujian namun tetap di lakukan proses
annealing
3. Baja dilakukan perlakuan panas dengan suhu yang sudah di tentukan dan
langsung dilakukan pengujian struktur mikro dan uji tarik.
4. Lakukan pengujian yang sama seperti sebelumnya namun dengan
perbandingan suhu yang berbeda.
5. Hasil pengujian yang sudah dilakukan kemudian di catat dan lihat
perbandingan dari spesimen yang telah di uji.

3.6 TAHAPAN PROSES


Tungku annealing bekerja dengan memanaskan logam di atas suhu
rekristalisasi kemudian ditahan pada suhu yang diinginkan untuk jangka waktu

27
tertentu dan selanjutnya dilakukan proses pendinginan. Logam yang akan
mengkristal kembali saat proses pendinginan, dimana proses pemanasan pada
logam menyebabkan gerakan atom terdistribusi ulang dan menghilangkan
dislokasi pada logam.
Secara umum, proses Annealing dibagi dalam tiga tahap yaitu recovery,
rekristalisasi dan tahap pertumbuhan butir. Berikut ini merupakan pemaparan
lebih jelas pada tiga tahapan proses annealing tersebut. Tahapannya yaitu :
1. Tahap Recovery
Selama proses recovery, tungku pemanas digunakan untuk menaikkan
logam ke suhu di mana tekanan internal dihilangkan. Hal tersebut
menghasilkan pelunakan pada logam dan menghilangkan cacat linier utama
yang disebut dislokasi dan tegangan internal pada logam.

2. Tahap Rekristalisasi
Selama proses rekristalisasi, logam dipanaskan di atas suhu
rekristalisasinya, tetapi masih berada di bawah suhu lelehnya. Hal ini
menyebabkan butir-butir baru yang bebas regangan tumbuh untuk
menggantikan butir-butir yang terdeformasi oleh tekanan internal.
3. Tahap Grain Growth
Selama proses grain growth, butir-butir baru sepenuhnya akan
berkembang. Pertumbuhan ini dikendalikan dengan mendinginkan logam
pada kecepatan tertentu. Pada tahap ini struktur mikro mulai menjadi kasar,
sehingga menyebabkan logam kehilangan sebagian besar kekuatan aslinya.
Semua efek yang ditimbulkan pada pengerjaan dingin (cold working)
dihilangkan pada tahap ini.
Pertumbuhan butir dapat merusak sifat logam dan menghasilkan tampilan
permukaan yang kasar khususnya pada bahan yang terbentuk dari lembaran
logam. Variasi suhu memiliki pengaruh yang jauh lebih kuat daripada variasi
waktu. Suhu yang digunakan dalam proses annealing tergantung pada beberapa
parameter yaitu Ketebalan, Komposisi bahan, dan Geometri logam.

28
Hasil dari ketiga tahap tersebut yaitu menghasilkan logam dengan keuletan
yang lebih tinggi dan mengurangi kekerasan logam. Proses atau perlakuan
selanjutnya yang selanjutnya dapat dilakukan untuk mengetahui sifat keausan
setelah proses annealing spherodization.

3.6 PERALATAN
Alat-alat yang digunakan terdiri dari abrasive paper (kertas amplas) yang
berfungsi sebagai media pengikis atau penggesek, dengan grid 500, 1500 dan
2000, tungku atau tanur digunakan pada proses pemanasan (Heat treatment), alat
Uji keausan (alat polish) digunakan untuk mengikis melalui proses gesekan pada
spesimen dengan bidang datar berputar dengan permukaan yang diberi kertas
gosok (Abrasive paper) dan microscop optic dan kamera digunakan untuk
mengamati dan mendokumentasikan stuktur mikro pada permukaan material.

Gambar 3.1 Ilustrasi uji keausan

Dibawah ini diberikan penjelasan ringkas dari mekanisme-mekanisme tersebut :


1. Keausan adhesive (Adhesive wear)
Terjadi bila kontak permukaan dari dua material atau lebih mengakibatkan
aadanya perlekatan satu sama lainnya (adhesive) serta deformasi plastis
dan pada akhirnya terjadi pelepasan/pengoyakan salah satu material.

29
Gambar 3.2 Ilustrasi skematis keausan adhesive

Faktor yang menyebabkan adhesive wear :


1. Kecenderungan dari material yang berbeda untuk membentuk larutan
padat atau senyawa intermetalik.
2. Kebersihan permukaan.
Akibat terjadinya aus melalui mekanisme adhesif ini dapat dikurangi dengan cara
antara lain :
1. Menggunakan material keras.
2. Material dengan jenis yang berbeda, misal berbedastruktur kristalnya.

30
Gambar 3.3 Rangkaian peralatan

3.7 PEMBUATAN KOTAK DAN SPESIMEN PENELITIAN KOTAK


Spesimen uji dibuat dari pelat dengan ketebalan 3 mm dengan dimensi
sebagai berikut :

Gambar 3.4 Bentuk dan dimensi kotak annealing

3.8 SPESIMEN UJI

31
Spesimen uji yang digunakan berbentuk batangan dengan penampang bulat,
seperti gambar berikut :

Gambar 3.5 Bentuk dan dimensi spesimen

Spesimen dengan dimensi seperti pada gambar 3.5 digunakan untuk


pengujian keausan dan pengamatan struktur mikro.

3.9 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN


Penelitian dalam rangka menyelesaikan tugas akhir akan dilaksanakan dengan
waktu dan tempat yang direncanakan pada Laboratorium Teknik Mesin
(Metalurgi Fisik) Program Studi Teknik Mesin Sekolah Tinggi Teknik
Wiworotomo Purwokerto.

3.10 FLOWCHART PENELITIAN


3.10.1 Alur Penelitian

Mulai

Studi Literatur

Persiapan Alat Dan Bahan

Annealing Proses
800˚C, 850˚C, 900˚C
Pendinginan Udara

j 32

Holding Time Holding Time Holding Time

Anda mungkin juga menyukai