1
Mengingat keausan merupakan penyebab utama kehilangan fungsi mesin
maka perlu usaha untuk meningkatkan sifat mekanis logam terutama ketahanan
terhadap keausan, diantaranya melalui proses annealing. Penelitian pada baja
karbon rendah yang melalui proses annealing yaitu untuk tujuan pembuatan
komponen yang lebih tahan terhadap keausan.
Proses annealing pada baja karbon rendah akan meningkatkan kekerasan
pada bagian permukaan tetapi tetap ulet pada bagian dalamnya sehingga
memiliki ketahanan aus yang lebih baik di permukaan. Untuk melihat ketahanan
ausnya maka dilakukan proses pengujian di mesin uji keausan. Penggunaan
material baja karbon rendah didasarkan pada pertimbangan beberapa faktor
diantaranya, material tersebut merupakan baja karbon rendah yang secara
ekonomi harganya murah, mudah didapat, tersedia dalam berbagai macam bentuk
dan ukuran, mudah dalam proses pemesinan, mudah dibentuk, dan bisa dilakukan
rekayasa dengan meningkatkan fungsi konstruksi menjadi fungsi komponen.
Material baja karbon rendah hasil annealing diharapkan akan memiliki
ketahanan aus yang lebih baik, khususnya untuk komponen mesin yang saling
bergesekan seperti roda gigi dan dudukan pada poros. Untuk membuktikan
ketahanan aus (wearness), maka harus dilakukan uji keausan dengan metode
yang disesuaikan dengan kondisi alat uji keausannya. Pengujian keausan ini akan
dilakukan pada tiga variasi spesimen yaitu, spesimen as it is, as carburized,
dan ashardened and tempered. Pengujian keausan dilakukan di mesin uji
keausan dengan parameter kecepatan gesekan sebesar 770 rpm, panjang
langkah maju mundur sepanjang 157,2 mm, media penggesek (abrassive wear)
menggunakan campuran oli dan serbuk karborundum dengan ukuran kekasaran
600. Waktu pengujian keausan untuk masing-masing spesimen ditentukan selama
3jam dengan melakukan pengukuran keausan setiap 1 jam. Dari hasil pengujian
keausan dapat diketahui terjadinya variasi tingkat keausan sehingga dapat
dihitung laju keausan dan ketahanan aus dari masing-masing spesimen.
Makna nilai kekerasan suatu material berbeda untuk kelompok bidang ilmu
yang berbeda. Bagi insinyur metalurgi nilai kekerasan adalah ketahanan material
terhadap penetrasi sementara untuk para insinyur desain nilai tersebut adalah
2
ukuran dari tegangan alir, untuk insinyur Lubrikasi kekerasan berarti ketahanan
terhadap mekanisme keausan, untuk para insinyur mineralogi nilai Itu adalah
ketahanan terhadap goresan, dan untuk para mekanik work-shop lebih bermakna
kepada ketahanan material terhadap pemotongan dari alat potong. Begitu banyak
konsep kekerasan material yang dipahami oleh kelompok ilmu, walaupun
demikian konsep-konsep tersebut dapat dihubungkan pada satu mekanisme yaitu
tegangan alir plastis dari material yang diuji.
Uji keras merupakan pengujian yang paling efektif karena dengan pengujian
ini, kita dapat dengan mudah mengetahui gambaaran sifat mekanis suatu material.
Meskipun pengukuran hanya dilakukan pada suatu titik, atau daerah tertentu saja,
nilai kekerasan cukup valid untuk menyatakan kekuatan suatu material. Dengan
melakukan uji keras, material dapat dengan mudah di golongkan sebagai material
ulet atau getas.
Uji keras juga dapat digunakan sebagai salah satu metode untuk mengetahui
pengaruh perlakuan panas atau dingin terhadap material. Material yang teah
mengalami cold working, hot working, dan heat treatment, dapat diketahui
gambaran perubahan kekuatannya, dengan mengukur kekerasan permuakaan
suatu material. Oleh sebab itu, dengan uji keras kita dapat dengan mudah
melakukan quality control terhadap material.
3
1.3 BATASAN MASALAH
Batasan masalah untuk tugas akhir ini dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Material yang digunakan adalah baja karbon rendah.
2. Material yang digunakan dianggap tidak ada cacat.
3. Proses annealing menggunakan mesin uji keausan yang ditentukan.
4. Pengujian yang dilakukan adalah pengujian ketahanan aus (wearnes).
1.4 TUJUAN
Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan, maka tujuan dari penelitian ini
adalah :
1. Mengetahui pengaruh proses annealing terhadap perubahan ketahanan aus
pada baja karbon rendah yang telah mengalami perubahan bentuk.
2. Mengetahui pengaruh proses annealing terhadap perubahan struktur mikro
pada baja karbon rendah yang telah mengalami pengujian keausan.
1.5 MANFAAT
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
dunia industri mengenai pengaruh proses annealing spherodization terhadap
perubahan nilai kekerasan dan struktur mikro pada baja karbon rendah yang telah
mengalami pengujian keausan, serta dapat memberikan kontribusi terhadap
pengembangan pengetahuan khususnya ilmu bahan.
4
1.7 SISTEMATIKA PENULISAN LAPORAN
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini membahas tentang latar belakang dan identifikasi masalah
yang diangkat dalam penelitian, perumusan masalah, tujuan
perencanaan, manfaat perencanaan, pembatasan masalah, penetapan
asumsi-asumsi serta sistematika yang digunakan dalam penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menjelaskan tentang teori-teori yang mendukung dan terkait
langsung dengan pengujian kekerasan dan uji keausan.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini dijelaskan mengenai langkah-langkah yang digunakan
untuk menyelesaikan permasalahan dan langkah-langkah pengolahan
data melalui diagram metodologi penelitian.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHSAN
Pada bab ini berisikan uraian mengenai data-data penelitian yang
diperoleh dari tempat penelitian, sesuai dengan ulasan pemecahan
masalah yang digunakan..
BAB V PENUTUP
Pada bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran-saran mengenai
penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
2.2 LANDASAN TEORI
Annealing adalah suatu proses laku panas (heat treatment) yang dilakukan
terhadap logam atau paduan dalam proses pembuatan suatu produk. Tahapan dari
proses annealing ini dimulai dengan memanaskan logam (paduan) sampai
temperatur tertentu, menahan pada temperatur tertentu tersebut selama beberapa
waktu tertentu agar tercapai perubahan yang diinginkan. Kemudian mendinginkan
logam atau paduan tersebut dengan laju pendinginan yang cukup lambat.
2.2.1 Tujuan dari annealing ialah untuk :
1. Mendapatkan baja yang mempunyai kadar karbon tinggi, tetapi dapat
dikerjakan mesin atau pengerjaan dingin.
2. Memperbaiki keuletan.
3. Menurunkan atau menghilangkan ketidak homogenan stuktur.
4. Memperhalus ukuran butir.
5. Menghilangkan tegangan dalam.
6. Menyiapkan struktur baja untuk proses perlakuan panas.
2.2.2 Proses annealing adalah sebagai berikut :
1. Benda kerja dimasukan kedalam tungku pemanas atau kotak baja yang di isi
dengan terak / pasir yang dipanaskan.
2. Panaskan pada temperatur tertentu selama waktu tertentu.
3. Setelah cukup waktunya benda kerja dikeluarkan dari tungku panas tersebut.
4. Benda kerja didinginkan dengan perlahan-lahan.
7
4. Benda kerja didinginkan dengan perlahan-lahan.
8
Full annealing untuk baja hipeutektoid dilakukan pada temperatur
austenisasi sekitar 500C diatas garis A3 dan mendiamkannya pada tempertur
tersebut untuk jangkauan waktu tertentu, kemudian diikuti dengan pendinginan
yang lambat diatas tungku. Pada temperatur austenisasi, pembentukan austenit
akan merubah struktur yang ada sebelum dilakukan pemanasan, dan austenit yang
terbentuk relatif halus. Pendinginan yang lambat didalam tungku akan
menyebabkan austenit mengurai menjadi perlit dan ferit. Pemanasan yang terlalu
tinggi diatas A3 akan menyebabkan austenit tumbuh sehingga dapat merugikan
sifat baja yang diproses.
Menganil/annealing baja hipereutektik dilakukan dengan cara memanaskan
baja tersebut diatas A1 untuk membulatkan sementit proeutektoid. Jika baja
hipereutektik dipanaskan pada temperatur Acm dan didinginkan perlahan-lahan,
maka pada batas butir akan terbentuk sementit preutektoid sehingga akan terjadi
rangkaian sementit pada batas butir austenit. Pendinginan yang diperlambat akan
menyebabkan presipitasi ferit sebagai kelompok yang terpisah. Pembentukan
daerah pemisah ferit pada baja yang tidak dikehendaki karena akan menimbulkan
daerah yang lunak (soft spot) selama proses pengerasan berlangsung. Full
annealing juga diterapkan pada baja karbon dan baja paduan hasil proses
pengecoran serta baja hot worked hipereutektoid. Untuk produk cor yang besar,
terutama yang terbuat dari baja paduan, Full annealing akan memperbaiki mampu
mesin dan juga menaikan kekuatan akibat butir-butirnya menjadi halus. Full
annealing juga diterapkan pada baja-baja dengan kadar karbon lebih dari 0,5%
agar mampu mesinnya menjadi lebih baik.
9
mendeformasikan struktur seperti martensit, trostit, dan sorbit dan sebagainya
yang merupakan hasil akhir dari proses quench.
10
Baja yang memiliki karbon kurang dari 0,3% tidak cocok untuk
disperodisasi karena struktur baja-baja karbon rendah terdiri dari ferit dan
sejumlah kecil perlit.
Perlit yang kasar akan mudah terbentuk pada proses pendinginan yang
lambat, sebagai contoh baja karbon paduan di spheroidized annealing yang
tempelatur sekitar 7000C untuk selama 4-6 jam. Makin lama pemanasan,
akan makin kasar perlit yang terbentuk.
Temperatur spheroidized annealing dipengaruhi oleh unsur-unsur paduan,
keberadaan Ni atau Mn akan menurunkan temperatur A1 dan akibatnya akan
menurunkan temperatur spheroidized annealing. Jadi untuk baja yang
mengandung Ni 4%, maka tempelatur spheroidized annealingnya serendah
rendahnya adalah 6700C. Temperatur yang lebih rendah akan mempengaruhi
waktu prosesing menjadi lebih lama (8-10 jam). Dilain pihak, HSS yang
mengandung W, V, dan Mo dan juga Cr, harus di spheroidized annealing
pada temperatur diatas 8000C. Keberadaan unsur-unsur pembentuk karbida
yang kuat akan meningkatkan stabilitas karbida didalam baja. Karena itu,
dapat menurunkan penggumpalan dan menaikan waktu anil pada setiap
temperature spheroidized annealing yang dipilih.
b. Metoda yang kedua
Baja dipanaskan diatas temperatur kritik A1, dan diam pada temperatur
waktu tertentu, kemudian diikuti dengan pendinginan yang lambat pada laju
sekitar 10-200C setiap jam sampai dengan tempelatur 550-6000C.
Pendinginan sampai ke temperatur kamar dapat dilakukan asal pendinginan
dilakukan diudara. Selama proses pendinginan lambat, C yang larut kedalam
austenit akan memisahkan diri dan membentuk karbida yang bulat. Pada
kondisi seperti ini kekerasan baja akan relatif lebih rendah. Jika temperatur
anil lebih tinggi, sejumlah besar karbida akan larut dan dan sementit akan
terbentuk dalam bentuk lamelar. Metoda ini terutama diterapkan untuk baja-
baja eutektoid dan hipertektoid. Sebagai contoh prosedur anil untuk
membulatkan keseluruhan karbida didalam matrik ferit baja DIN 100 CrMo
memerlukan austenisasi pada 825/8300C diikuti dengan penahanan pada
11
tempelatur 775/7800C. Proses seperti ini akan menghasilkan prestisipasi
karbida. Setelah itu, kemudian didinginkan perlahan-lahan melalui rentang
temperatur 740-6800C dan selanjutnya didinginkan diudara sampai
temperature kamar.
c. Metoda ketiga
Dalam metoda ini baja dipanaskan diatas temperatur kritik A1 (tidak
boleh lebih tinggi dari 500C), dan dibiarkan pada tempelatur ini untuk jangka
waktu tertentu Kemudian didinginkan sampai temperatur sedikit dibawah A1
(tidak boleh lebih tinggi dari 500C), dan dibiarkan pada temperatur tersebut
untuk suatu jangka waktu tertentu dan kemudian didinginkan pada
temperature kamar. Temperatur yang mendekati A1, struktur sperodisasi yang
akan diperoleh lebih kasar dan lebih lunak, namun jika proses temperatur
menjauhi A1, misalnya 6800C, struktur yang dihasilkannya akan berbentuk
lamelar dan bersifat lebih keras. Dengan cara ini proses sperodisasinya
memerlukan waktu yang lebih singkat dibanding dengan cara-cara
sebelumnya dan mulai diterapkan untuk baja karbon dan baja paduan.
d. Metoda keempat
Sperodisasi dapat juga dilakukan dengan cara memanaskan dan
mendinginkan yang berulang-ulang pada temperatur diatas dan dibawah A1.
Selama pemanasan diatas A1, hanya butir-butir sementit yang kecil yang akan
larut kedalam austenit, tetapi untuk butir-butir sementit yang besar waktu
tersedia untuk larut tidak mencukupi. Pada siklus pendinginan berikutnya,
molekul-molekul sementit akan mengendap pada butir-butir sementit yang
tidak larut. Berdasarkan hal ini timbullah proses koagulasi. Atas dasar hal ini,
metode sperodisasi memerlukan waktu yang lebih singkat tetapi sulit untuk
dilaksanakannya.
Laju sperodisasi tergantung pada struktur yang dimiliki sebelumnya.
Makin halus karbida pada struktur asalnya, makin mudah proses
sperodisasinya. Jadi struktur perlit yang halus lebih mudah dibandingkan
struktur perlit yang kasar. Struktur bainit lebih baik lagi untuk di sperodisasi
dan yang terbaik adalah struktur sorbit (struktur yang diperoleh dari hasil
12
penempern martensit). Proses pengerjaan dingin yang dapat memecahkan
sementit dan mendistribusikannya secara lebih homogen dapat membantu
mempercepat proses sperodisasi.
Unsur-unsur pembentuk karbida yang kuat, terutama Cr, W, Mo, dan V
meningkatkan stabilitas karbida dalam baja. Karena itu unsur-unsur tersebut
menurunkan laju koagulasi dan meningkatkan waktu yang diperlukan untuk
soft anneal pada temperatur annealnya.
Kekerasan yang dicapai setelah proses sperodisasi tergantung pada
komposisi kimia baja. Baja-baja yang mengandung karbon yang rendah
menghasilkan kekerasan sekitar 160-190 HB, sedangkan pada baja paduan
dan karbon tinggi, menghasilkan kekerasan sekitar 200-230 HB.
Untuk meningkatkan mampu mesin baja-baja perkakas karbon tinggi,
paduan tinggi, baja pegas, baja bantalan, baja tahan aus, baja perkakas, dan
sebagainya sperodisasi dilakukan setelah proses tempa. Sperodisasinya
dilkukan dengan cara memanaskan baja diatas tempelatur A1 kemudian
didinginkan perlahan-lahan dan ditahan pada tempelatur sedikit dibawah A1.
Untuk jangka waktu tertentu kemudian diikuti dengan pendinginan diudara
sampai tempelatur kamar. Perlu diperhatikan bahwa, agar memperoleh
struktur yang globular (bulat), baja harus dipanaskan secara homogen dan
distribusi tempelatur di dalam tungku juga harus homogen.
Baja-baja yang mengandung sementit dibatas butirnya relatif sulit untuk
dimesin. Untuk itu, proses sperodisasinya dilakukan dengan cara
mengeliminasi sementit dengan proses homogenisasi atau normalizing diatas
tempelatur Acm kemudian diquench dan dilanjutkan dengan proses
sperodisasi.
13
600C dibawah garis A1 (menahan secara isotermal pada daerah perit). Penahanan
baja pada temperatur tersebut untuk jangka waktu tertentu menyebabkan
timbulnya penguraian austenit menjadi strutur yang optimal untuk dimesin.
Setelah transformasi berlangsung, baja kemudian didinginkan didalam tungku
atau di udara atau bahkan didinginkan dengan cepat.
14
pemesinan. Biasanya, penahanan isotermal diperpanjang 1-2 jam dari akhir
transformasinya. Hal ini dimaksudkan agar sifat mampu mesinnya dapat lebih
ditingkatkan lagi sebagai akibat adanya sebagian sementit didalam perlit
bentuknya menjadi bulat.
Isotermal annealing yang lazim diterapkan adalah mendinginkan dengan
cepat dari temperatur austenisasi ke temperatur transformasinya. Kemudian
setelah proses isotermal, dilanjutkan dengan proses pendinginan ke temnperatur
kamar.
15
Proses homogenisasi dilakukan selama beberapa jam pada tempelatur sekitar
1150-12000C. Setelah itu benda kerja didinginkan ke 800-8500C, dan selanjutnya
didinginkan di udara. Setelah proses ini, dapat juga dilakukan proses normal atau
anil untuk memperhalus struktur over heat. Perlakuan seperti ini hanya dilakukan
untuk kasus-kasus yang khusus karena biaya prosesnya sangat tinggi.
16
mampu mencegah timbulnya sulfidasi, pengetasan atau dekarburasi selama proses
perlakuan panas berlangsung. Proses bright annealing dilakukan dengan berbagai
cara yang masing-masing dapat diterapkan pada material ferro atau non ferro, baik
berbentuk kawat, strip, lembaran maupun berbentuk tabung dan sebagainya.
17
Baja karbon tinggi (high carbon steel), mengandung kadar karbon antara
0,6% sampai dengan 1,4%. Baja ini lebih kuat dan lebih keras, tetapi keuletan
dan ketangguhannya rendah. Baja ini terutama digunakan untuk perkakas,
yang biasanya memerlukan sifat tahan aus, misalnya untuk masa bor, reamer,
tap perkakas tangan yang lainnya.
18
1. Cementation yaitu proses pelapisan bahan padat dengan padat dimana
logam dasar (base metal) dibubuhhi dengan serbuk logam pelapis dan
kemudian dipanaskan sampai temperatur titik leleh sehingga antara serbuk
dan logam dasar terjadi difusi dan membentuk suatu ikatan yang kuat.
2. Vacum deposition dimana logma-logam tertentu diuapkan dalam keadaan
vakum, kemudian akan mengendap pada benda yang akan dilapis karena
adanya gaya tarik menarik antara ion-ion logam yang terurai pada
temperatur rendah dalam ruang vakum.
3. Metal spraying dimana lapisan terbentuk dari penyemprotan logam
pelapisan dan terjadi difusi yang menghasilkan ikatan yang adhesive.
4. Hop dip yaitu proses pelapisan dengan cara mencelupkan logam dasar ke
logam pelapis yang telah dipanaskan hingga temperatur cair sehingga terjadi
ikatan yang adhesive.
5. Cladding yaitu proses pelapisan umumnya bahan padat dengan padat
dengan adanya pengaruh tekanan, temperatur yang tinggi sehingga terjadi
difusi antara logam dasar dengan logam pelapis.
19
Gambar 2.7 Indentasi Brinell
20
semakin tinggi nilai HB. Bahan-bahan atau perlengkapan yang digunakan untuk
uji kekerasan Brinell adalah sebagai berikut :
1. Mesin uji kekerasan Brinell
2. Bola baja untuk Brinell (Brinell Ball)
3. Mikroskop pengukur
4. Stopwatch
5. Mesin gerinda
6. Ampelas kasar dan halus
7. Benda uji (test specimen)
Apabila kita memakai bola baja untuk uji Brinell, biasanya yang terbuat dari
baja krom yang telah disepuh atau cermentite carbide. Bola Brinell ini tidak boleh
berdeformasi sama sekali di saat proses penekanan ke permukaan logam uji.
Standar dari bola Brinell yaitu mempunyai Ø 10 mm atau 0,3937 in, dengan
penyimpangan maksimal 0,005 mm atau 0,0002 in. Selain yang telah distandarkan
di atas, terdapat juga bola-bola Brinell dengan diameter lebih kecil (Ø 5 mm, Ø
2,5 mm, Ø 2 mm, Ø 1,25 mm, Ø 1 mm, Ø 0,65 mm) yang juga mempunyai
toleransi-toleransi tersendiri. Misalnya, untuk diameter 1 sampai dengan 3 mm.
Adalah lebih kurang 0,0035 mm, antara 3 sampai dengan 6 mm adalah
0,004 mm, dan antara 6 sampai dengan 10 mm adalah 0,005 mm. Penggunaannya
bergantung pada gaya tekan P dan jenis logam yang diuji, maka penguji harus
dapat memilih iameter bola yang paling sesuai.
Berikut ini merupakan langkah-langkah yang dilakukan untuk menguji
kekerasan logam dengan metode Brinell, yaitu :
1. Memeriksa dan mempersiapkan specimen sehingga siap untuk diuji
2. Memeriksa dan mempersiapkan mesin yang akan dipakai untuk menguji.
3. Melakukan pemeriksaan pada pembebanan, diameter bola baja yang
digunakan, dan alat pengukur waktu.
4. Membebaskan beban tekan dan mengeluarkan bola dari lekukan lalu
memasang alat optis untuk melihat bekas yang kemudian mengukur
diameter bekas sebelumnya secara teliti dengan mikrometer pada
mikroskop. Pangukuran diameter ini untuk sebuah lekuk dilakukan dua kali
21
secara bersilang tegak lurus dan baru dari dua nilai diameter yang diperoleh,
diambil rata-ratanya. Kemudian dimasukkan ke dalam rumus Brinell untuk
memperoleh hasil kekerasan Brinell-nya (HB).
5. Melakukan proses pengujian sebanyak lima kali sehingga diperoleh nilai
ratarata dari uji kekerasan Brinell tersebut.
6. Yang perlu diperhatikan adalah jarak dari titik pusat lekukan baik dari tepi
specimen maupun dari tepi lekukan lainnya minimal 2 dari 3/2 diameter
lekukannya.
2.12.2 Metode Vickers
Pada metode ini digunakan indentor intan berbentuk piramida dengan sudut
136°. Prinsip pengujian adalah adalah sama dengan metode brinell, walaupun
jejak yang dihasilkan berbentuk bujur sangkar berdiagonal. Panjang diagonal
diukur dengan skala pada mikroskop pengukur jejak. Nilai kekerasan suatu
material diberikan oleh:
22
Berbeda dengan metode Brinell dan Vickers dimana kekerasan suatu bahan
dinilai dari diameter/diagonal jejak yang dihasilkan maka metode Rockwell
merupakan uji kekerasan dengan pembacaan langsung (direct-reading). Metode
ini banyak dipakai dalam industry karena pertimbangan praktis. Variasi dalam
beban dan indentor yang digunakan membuat metode ini memiliki banyak
macamnya. Metode yang paling umum dipakai adalah Rockwell B (dengan
indentor bola baja berdiameter 1/6 inci dan beban 100 kg) dan Rockwell C
(dengan indentor intan dengan beban 150 kg). walaupun demikian metode
Rockwell lainnya juga biasa dipakai. Oleh karenanya skala kekerasan Rockwell
suatu material harus dispesifikasikan dengan jelas. Contohnya 82 HRB, yang
menyatakan material diukur dengan skala B : indentor 1/6 inci dan beban 100 kg.
23
akan diuji kekerasannya di tempat yang tersedia dan menyetel beban yang akan
digunakan untuk proses penekanan. Untuk mengetahui nilai kekerasannya,
penguji dapat melihat pada jarum yang terpasang pada alat ukur berupa dial
indicator pointer. Kesalahan pada pengujian Rockwell dapat disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain :
1. Benda uji
2. Operator
3. Mesin uji Rockwell
Kelebihan dari pengujian logam dengan metode Rockwell, yaitu :
1. Dapat digunakan untuk bahan yang sangat keras
2. Dapat dipakai untuk batu gerinda sampai plastik
3. Cocok untuk semua material yang keras dan lunak
Kekurangan dari pengujian logam dengan metode Rockwell, yaitu :
1. Tingkat ketelitian rendah
2. Tidak stabil apabila terkena goncangan
3. Penekanan bebannya tidak praktis
24
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
25
3.2.2 Variabel Terikat
Variabel terikat adalah variabel yang di pengaruhi atau yang menjadi akibat
karena adanya variabel bebas, variabel tersebut meliputi pengujian sifat keausan
dan uji kekerasan.
3.2.3 Variabel Kontrol
Variabel kontrol adalah variabel yang tidak dapat dimanipulasi dan
digunakan sebagai salah satu cara untuk mengontrol, meminimalkan atau
menetralkan pengaruh aspek tersebut, variabel tersebut berupa material pengujian
yaitu baja karbon rendah.
26
Jenis data yang digunakan dalam penelitian inni adalah data primer,
dimanna pengambilan data langsung dari hasil pengujian sifat keausan pada hasil
annealing deformation partitioning.
3.4.2 Sumber Data
Sumber data dari penelitian ini adalah data hasil pengujian keausan yang
diperoleh atau dilakukan di laboratorium teknik mesin Sekolah Tinggi Teknik
Wiworotomo Purwokerto.
27
tertentu dan selanjutnya dilakukan proses pendinginan. Logam yang akan
mengkristal kembali saat proses pendinginan, dimana proses pemanasan pada
logam menyebabkan gerakan atom terdistribusi ulang dan menghilangkan
dislokasi pada logam.
Secara umum, proses Annealing dibagi dalam tiga tahap yaitu recovery,
rekristalisasi dan tahap pertumbuhan butir. Berikut ini merupakan pemaparan
lebih jelas pada tiga tahapan proses annealing tersebut. Tahapannya yaitu :
1. Tahap Recovery
Selama proses recovery, tungku pemanas digunakan untuk menaikkan
logam ke suhu di mana tekanan internal dihilangkan. Hal tersebut
menghasilkan pelunakan pada logam dan menghilangkan cacat linier utama
yang disebut dislokasi dan tegangan internal pada logam.
2. Tahap Rekristalisasi
Selama proses rekristalisasi, logam dipanaskan di atas suhu
rekristalisasinya, tetapi masih berada di bawah suhu lelehnya. Hal ini
menyebabkan butir-butir baru yang bebas regangan tumbuh untuk
menggantikan butir-butir yang terdeformasi oleh tekanan internal.
3. Tahap Grain Growth
Selama proses grain growth, butir-butir baru sepenuhnya akan
berkembang. Pertumbuhan ini dikendalikan dengan mendinginkan logam
pada kecepatan tertentu. Pada tahap ini struktur mikro mulai menjadi kasar,
sehingga menyebabkan logam kehilangan sebagian besar kekuatan aslinya.
Semua efek yang ditimbulkan pada pengerjaan dingin (cold working)
dihilangkan pada tahap ini.
Pertumbuhan butir dapat merusak sifat logam dan menghasilkan tampilan
permukaan yang kasar khususnya pada bahan yang terbentuk dari lembaran
logam. Variasi suhu memiliki pengaruh yang jauh lebih kuat daripada variasi
waktu. Suhu yang digunakan dalam proses annealing tergantung pada beberapa
parameter yaitu Ketebalan, Komposisi bahan, dan Geometri logam.
28
Hasil dari ketiga tahap tersebut yaitu menghasilkan logam dengan keuletan
yang lebih tinggi dan mengurangi kekerasan logam. Proses atau perlakuan
selanjutnya yang selanjutnya dapat dilakukan untuk mengetahui sifat keausan
setelah proses annealing spherodization.
3.6 PERALATAN
Alat-alat yang digunakan terdiri dari abrasive paper (kertas amplas) yang
berfungsi sebagai media pengikis atau penggesek, dengan grid 500, 1500 dan
2000, tungku atau tanur digunakan pada proses pemanasan (Heat treatment), alat
Uji keausan (alat polish) digunakan untuk mengikis melalui proses gesekan pada
spesimen dengan bidang datar berputar dengan permukaan yang diberi kertas
gosok (Abrasive paper) dan microscop optic dan kamera digunakan untuk
mengamati dan mendokumentasikan stuktur mikro pada permukaan material.
29
Gambar 3.2 Ilustrasi skematis keausan adhesive
30
Gambar 3.3 Rangkaian peralatan
31
Spesimen uji yang digunakan berbentuk batangan dengan penampang bulat,
seperti gambar berikut :
Mulai
Studi Literatur
Annealing Proses
800˚C, 850˚C, 900˚C
Pendinginan Udara
j 32