KELOMPOK 12
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Proses Perlakuan Panas adalah suatu proses yang terdiri dari proses
pemanasan dan proses pendinginan pada logam dan paduannya dengan cara
tertentu yang bertujuan untuk mendapatkan sifat-sifat material yang diinginkan.
Baja karbon mempunyai nilai kekerasan yang berbeda bergantung pada
kadar karbon pada suatu baja. Namun, pada kadar karbon yang sama juga bisa
mempunyai nilai kekerasan yang berbeda. Hal tersebut dapat terjadi akibat proses
manufacturing yang berbeda-beda pada baja kadar karbon sama. Sehingga, kita
perlu mempelajari fenomena-fenomena pengerasan baja karbon agar kita bisa
mendapatkan baja karbon sesuai dengan spesifikasi yang kita inginkan.
Pada logam lain juga dapat mengeras jika diberi suatu perlakuan tertentu.
Suatu logam dapat berubah kekerasannya akibat dari faktor-faktor penentu
kekerasan logam itu juga sehingga kita perlu memahami faktor penetu kekerasan
logam tersebut. Praktikan juga dituntut untuk memahami mekanisme dan
fenomena precipitation hardening pada paduan Al-Cu untuk mengetahui
perubahan kekerasan pada logam tersebut apabila diberi heat treatment
Dewasa ini terdapat berbagai jenis bahan yang digunakan pada proses
manufaktur dan tujuan-tujuan lain. Namun, sebelum diketahui atau digunakan
dalam industri atau bagian-bagian yang lain, karakteristik struktural atau susunan
dari logam atau paduannya yang akan dipakai atau ditawarkan pada industri untuk
keperluan lainnya dan dengan melakukan pengujian metalografi maka dapat
dilakukan berbagai jenis perubahan pada suatu material setelah mengetahui
karakteristiknya.
Dari hal inilah, orang mulai mencoba untuk melakukan uji metalografi
pada suatu material. Sehingga dengan cara ini dapat diperoleh bahan dengan sifatsifat yang sesuai dengan tujuan tertentu untuk memenuhi kebutuhan teknologi
modern yang meningkat.
Untuk itu, pengujian metalografi sangat berguna dalam berbagai dunia
industri, terutama pada industri logam dan otomotif. Karena kebutuhan akan
logam ini semakin meningkat, maka banyak industri manufaktur menyuplai bahan
logam yang ada di pasaran san telah melalui berbagai proses pengujian
bahan. Maka tidak dapat dipungkiri bahwa pengujian metalografi sangat berperan
bagi dunia industri. Oleh karena itu kita harus berusaha mencari material yang
memiliki sifat dan karakteristik yang baik.
1.2. TUJUAN PENELITIAN
1) Mengetahui perbedaan kekerasan pada specimen yang dilakukan
2)
3)
4)
5)
6)
4140
Mengetahui sifat-sifat logam berdasarkan struktur dan fasanya
Mengetahui pengukuran besar butir logam dengan Metode
Lingkaran, Metode Heyn, dan Metode Garis Potong
saya
menggunakan
metode
praktik
serta
3) Pengumpulan data dari berbagai pihak baik secara lisan maupun tulisan
1.5. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
1.2.
1.3.
1.4.
1.5.
LATAR BELAKANG
TUJUAN PENELITIAN
METODA PENULISAN
SISTEMATIKA PENULISAN
LOKASI PRAKTIKUM
BAB II PERLAKUAN PANAS
2.1.
2.2.
2.3.
TUJUAN
TEORI DASAR
ALAT DAN BAHAN
2.3.1.
ALAT
2.3.2.
BAHAN
2.4.
TATA CARA PRAKTIKUM
2.4.1.
SKEMA PROSES
2.4.2.
PENJELASAN SKEMA PROSES
2.5.
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
2.5.1.
PENGUMPULAN DATA
2.5.2.
PENGOLAHAN DATA
2.6.
ANALISA DAN PEMBAHASAN
2.7.
KESIMPULAN DAN SARAN
2.7.1.
KESIMPULAN
2.7.2.
SARAN
BAB III SIFAT MAMPU KERAS
3.1.
3.2.
3.3.
TUJUAN
TEORI DASAR
ALAT DAN BAHAN
3.3.1.
ALAT
3.3.2.
BAHAN
3.4.
TATA CARA PRAKTIKUM
3.4.1.
SKEMA PROSES
3.4.2.
PENJELASAN SKEMA PROSES
3.5.
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
3.5.1.
PENGUMPULAN DATA
3.5.2.
PENGOLAHAN DATA
3.6.
ANALISA DAN PEMBAHASAN
3.7.
KESIMPULAN DAN SARAN
3.7.1.
KESIMPULAN
3.7.2.
SARAN
TUJUAN
TEORI DASAR
ALAT DAN BAHAN
4.3.1.
ALAT
4.3.2.
BAHAN
4.4.
TATA CARA PRAKTIKUM
4.4.1.
SKEMA PROSES
4.4.2.
PENJELASAN SKEMA PROSES
4.5.
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
4.5.1.
PENGUMPULAN DATA
4.5.2.
PENGOLAHAN DATA
4.6.
ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.7.
KESIMPULAN DAN SARAN
4.7.1.
KESIMPULAN
4.7.2.
SARAN
TUJUAN
TEORI DASAR
ALAT DAN BAHAN
5.3.1.
ALAT
5.3.2.
BAHAN
5.4.
TATA CARA PRAKTIKUM
5.4.1.
SKEMA PROSES
5.4.2.
PENJELASAN SKEMA PROSES
5.5.
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
5.5.1.
PENGUMPULAN DATA
5.5.2.
PENGOLAHAN DATA
5.6.
ANALISA DAN PEMBAHASAN
5.7.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.7.1.
KESIMPULAN
5.7.2.
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
1.6. LOKASI PRAKTIKUM
Dosen Perlakuan Panas
Asisten Laboratorium
Teknisi
Tanggal/Hari
Waktu
Tempat
: Bpk. Kusharjanto,S.T,.M.T.
: Hanif
: Bpk. Joko Purwanto
: 18 Mei 2014 / Minggu & 23 Mei
2014 / Jumat
: 9:00 WIB & 15:00 WIB
:Laboratorium
Logam
Metalurgi
Jurusan
Fakultas
Universitas
Universitas
Teknik
Jenderal
pada
proses
perlakuan
panas
723o C. Fasa
c)
karbon 0.3%-0.7%
Baja karbon tinggi (high carbon steel) kandungan karbon sekitar
0.7%-1.3%.
2.
Pengaruh Suhu Pemanasan
Baja karbon rendah dipanaskan diatas titik kritis atas (tertinggi). Seluruh
unsur karbon masuk ke dalam larutan padat dan selanjutnya didinginkan. Baja
karbon tinggi biasanya dipanaskan hanya sedikit diatas titik kritis terendah
(bawah). Dalam hal ini, terjadi perubahan perlit menjadi austenit. Pendinginan
yang dilakukan pada suhu itu akan membentuk martensit. Juga sewaktu
kandungan karbon diatas 0,38% tidak terjadi perubahan sementit bebas menjadi
austenit, karena larutannya telah menjadi keras. Sehingga perlu dilakukan
pemanasan pada suhu tinggi untuk mengubahnya dalam bentuk austenit. Lamanya
pemanasan bergantung atas ketebalan bahan tetapi bahan harus tidak berukuran
panjang karena akan menghasilkan struktur yang kasar.
3.
Pengaruh Pendinginan
Jika baja didinginkan dengan kecepatan minimum yang disebut dengan
kecepatan pendinginan kritis maka seluruh austenit akan berubah ke dalam bentuk
martensit. Sehingga akan dihasilkan kekerasan baja yang maksimum. Adapun
kecepatan pendinginan kritis adalah bergantung pada komposisi kimia baja.
Kecepatan pendinginan tergantung pada pendinginan yang digunakan. Untuk
pendinginan yang cepat digunakan larutan garam atau soda api yang dimasukkan
ke dalam air. Sementara itu, untuk pendinginan yang sangat lambat digunakan
embusan udara secara cepat melalui batas lapisannya.
4.
Pengaruh Bentuk
Baja cair bila didinginkan melai membeku pada titik-titk inti yang cukup
banyak. Atom-atom yang tergabung dalam kelompok di sekitar suatu inti
cenderung memiliki letak yang serupa. Ukuran butir tergantung pada beberapa
factor anatara lain laju pendinginan sewaktu pembekuan. Baja dengan butiran
yang kasar kurang tangguh dan kecenderungan untuk distorsi. Besar butir dapat
dikendalikan melalui komposisi pada waktu proses pembuatan , akan setelah baja
jadi dapat dikendalikan melalui perlakuan panas.
5.
Pengaruh Ketebalan Bahan
Pengaruh ketebalan bahan terhadap lama pemanasan atau penahanan pada
suhu tertentu adalah semakin tebal bahan yang akan di heat treatment maka
semakin lama waktu penahanan yang diperlukan.
Heat treatment untuk baja terdiri dari dua proses utama, yaitu:
1.
Hardening
Hardening adalah proses pemanasan baja sampai suhu di daerah atau di
atas daerah kritis disusul dengan pendinginan yang cepat. Untuk proses ini
dilakukan dengan input panas dan transfer panas dalam waktu pendek. Tujuan
hardening untuk merubah struktur baja sedemikian rupa sehingga diperoleh
struktur martensit yang keras. Prosesnya adalah baja dipanaskan sampai suhu
tertentu antara 770-830 C (tergantung dari kadar karbon) kemudian ditahan pada
suhu tersebut, beberapa saat kemudian didinginkan secara mendadak dengan
mencelupkan dalam air, oli atau media pendingin yang lain. Dengan pendinginan
yang mendadak, tidak ada waktu yang cukup bagi austenit untuk berubah menjadi
perlit dan ferit atau perlit dan sementit. Pendinginan yang cepat menyebabkan
austenit berubah menjadi martensit. Hasilnya keuletan tinggi. Di dalam hardening
baja hipoeutectoid dipanaskan 30-50oC diatas upper critical temperatur, sementara
baja hypereutectoid dipanaskan 30-50oC diatas lower critical temperatur.
Tergantung pada ketebalan dari komponen, baja ditahan pada temperatur ini untuk
waktu yang diperlukan dan kemudian didinginkan pada media pendinginan yang
sesuai seperti udara, brine, oil dan udara.
Baja hypoeutectoid terdiri dari ferrite dan pearlite sementara baja
hypereutectoid terdiri dari pearlite dan cementite. Saat memanaskan diatas
temperatur kritis, strukturnya terdiri dari unsur pokok tunggal dinamakan austenit.
Saat pendinginan cepat, austenit berubah menjadi unsur pokok mikro dinamakan
martensit. Martensit mungkin disebut solusi titik jenuh dari karbon pada -iron
dimana sangat kuat dan rapuh. Kekerasan pada baja akibat dari martensit.
Quenching adalah salah satu metoda untuk pengerasan juga. Menurut media
pendinginnya, quenching dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
a)
Quenching dengan media air
Air adalah media yang paling banyak digunakan untuk quenching, karena
biayanya yang murah, dan mudah digunakan serta pendinginannya yang cepat. Air
khususnya digunakan pada baja karbon rendah yang memerlukan penurunan
temperatur dengan cepat dengan tujuan untuk memperoleh kekerasan dan
kekuatan yang baik. Air memberikan pendinginan yang sangat cepat, yang
menyebabkan tegangan dalam, distorsi, dan retakan.
b)
Quenching dengan media oli
Oli sebagai media pendingin lebih lunak jika dibandingkan dengan air.
Digunakan pada material yang kritis, antara lain material yang mempunyai bagian
tipis atau ujung yang tajam. Karena oli lebih lunak, maka kemungkinan adanya
tegangan dalam, distorsi, dan retakan kecil. Oleh karena itu medium oli tidak
menghasilkan baja sekeras yang dihasilkan pada medium air. Quenching dengan
media air akan efektif jika dipanaskan pada suhu 30-60 oC
c)
Quenching dengan media udara
Quenching dengan media udara lebih lambat jika dibandingkan dengan
media oli maupun air. Material yang panas ditempatkan pada screen.
Kemudian udara didinginkan dengan kecepatan tinggi dialirkan dari bawah
melalui screen dan material panas. Udara mendinginkan material panas lebih
lambat dari daripada medium air dan oli. Pendinginan yang lambat kemungkinan
adanya tegangan dalam dan distorsi. Pendinginan udara pada umumnya digunakan
pada baja yang mempunyai kandungan paduan yang tinggi.
Dari proses quenching juga dapat dihasilkan diagram TTT (time,
temperature, transformation). Diagram tersebut menjelaskan tentang kaitan
produk transformasi yang berhubungan dengan waktu dan temperatur. Dari
diagram ini jelas bahwa dari dekomposisi austenit dapat diperoleh berbagai
variasi struktur pada baja, struktur mungkin terdiri dari 100% pearlite kasar, baja
bersifat lunak dan ulet, atau martensit penuh, ketika baja bersifat keras dan getas.
Karena transformasi baja dapat menghasilkan berbagai sifat maka baja tetap
merupakan material konstruksi utama untuk keperluan rekayasa. Adakalanya baja
yang akan diproses tidak mempunyai kekerasan yang cukup. Oleh karena itu perlu
dilakukan proses hardening. Dengan melakukan hardening maka akan didapatkan
sifat kekerasan yang lebih tinggi. Semakin tinggi angka kekerasan maka sifat
keuletan akan menjadi rendah dan baja akan menjadi getas. Baja yang demikian
tidak cukup baik untuk berbagai pemakaian. Oleh karena itu biasanya atau hampir
selalu setelah dilakukan proses pengerasan kemudian segera diikuti dengan
tempering.
2.3.
2.4.
BAHAN
1. AISI O1 DF 3
2. Amplas grit 60 mesh
3. Media pendingin
4 buah
Secukupnya
Air dan Oli
Material AISI O1 - DF 3
1).
2).
3).
4).
oC
Tungku : Temp. Pre heat = 650 o
Holding time pada Temp. Pre heat =15 men
oC
Temp. Austenite = 850 o
Holding time pada Temp. Austenite = 45 me
Quenching
1). Air
2). Oli
3). Udara Terbuka / Normalizing
Ampelas grade 60
Kesimpulan
2.4.2.
2.5.
45 menit
Quenching specimen dengan media air, oli, dan udara terbuka
Setelah specimen memungkinkan untuk dipegang, ampelas
- Ampelas
- Komposisi Kimia AISI O1-DF 3
C = 0,95%
W = 0,60 %
Cr = 0,60%
Mn= 1,10%
V = 0,10 %
Si = 0,3 %
2.5.1.2.
No
Spesimen
: AISI O1 DF3
: 650OC
: 15 menit
: 850OC
: 45 menit
: 1. Di dalam Tungku
2. Di udara terbuka
3. Air
4. Oli
: Grade 60
:
Waktu
Penahanan
Media
Pendingin
Pengujian
1
Harga
Kekerasa
3
n
Rata-rata
1.
Spesimen
Di dalam
19
16
16
(HRC)
17
2.
Awal
Normalizin
45 menit
tungku
udara
50
52
53
51,67
g
(udara
terbuka)
3.
Quenching
45 menit
Oli
57
59
57
57,67
4.
Oli
Quenching
45 menit
Air
57
59
59
58,33
Air
2.5.2.
PENGOLAHAN DATA
2.5.2.1
Grafik Holding time
T (oC)
850
45 menit
15 menit
650
(1) (2) (3) (4)
0
t (menit)
Gambar 2.3 Grafik Holding time
Keterangan :
(1). Quenching Air
(2). Quenching Oli
(3). Udara
(4). Dalam Tungku / Spesimen awal
2.5.2.2
HRC
60
50
40
30
Harga HRC
20
10
2.5.2.3
20
15
HRC
10
Spesimen Awal
0
Pengujian ke 1 Pengujian ke 2 Pengujian ke 3
2.5.2.4
Grafik Harga
(Normalizing)
Kekerasan
Quench
Udara
Terbuka
Normalizing
60
50
40
HRC
30
20
10
0
Pengujian ke 1
Pengujian ke 2
Pengujian ke 3
2.5.2.5
Quenching Oli
60
50
40
HRC
30
20
10
0
Pengujian ke 1
Pengujian ke 2
2.5.2.6
Pengujian ke 3
Quenching Air
60
50
40
HRC
30
20
10
0
Pengujian ke 1
Pengujian ke 2
Pengujian ke 3
menyeragamkan
suhu
SARAN
1. Sebelum melakukan uji keras, mesin Rockwell C harus sudah di
kalibrasi terlebih dahulu. Agar hasil yang dikeluarkan akan akurat
2. Perlu adanya proses preheat agar terjadi keseragaman unsur pada
material baja DF 03/AISI O1
3. Waktu holding time perlu ditentukan dengan tepat
4. Pada saat proses pengangkatan material baja DF 03 dari tungku
usahakan agar cepat sehingga tidak mempengaruhi serangkaian
proses (Terutama perlakuan quenching)
5. Adanya scale dapat mengganggu hasil kekerasan yang didapat
1) Mengetahui sifat mampu keras specimen dengan metoda jominy test, yaitu
perbedaan laju pendinginan pada suatu specimen. Pada praktikum sifat
mampu keras ini menggunakan baja AISI 4140 dengan menggunakan
metode Jominy Test.
2) Mengetahui nilai kekerasan dari baja AISI 4140
3) Mengetahui strukturmikro baja AISI 4140
4) Mengetahui Hardenability baja AISI 4140
5) Mengetahui harga diameter kritis baja AISI 4140
3.2. TEORI DASAR
Hardening adalah perlakuan panas terhadap baja dengan sasaran
meningkatkan kekerasan alami baja. Perlakuan panas menuntut pemanasan benda
kerja menuju temperatur pengerasan didaerah atau diatas daerah kritis dan
pendinginan berikutnya secara cepat dengan kecepatan pendinginan kritis. Akibat
penyejukan dingin dari daerah temperatur pengerasan ini dicapailah suatu keadaan
paksa bagi struktur baja yang membentuk kekerasan. Oleh karena itu maka proses
pengerasan ini disebut juga pengerasan kejut atau pencelupan langsung kekerasan
yang tercapai pada kecepatan pendinginan kritis (martensit) ini di iringi
kerapuhan yang besar dan tegangan pengejutan.
Pada setiap operasi perlakuan panas, laju pemanasan merupakan faktor
yang penting. Panas merambat dari luar ke dalam dengan kecepatan tertentu. Bila
pemanasan terlalu cepat, bagian luar akan jauh lebih panas dari bagian dalam,
oleh karena itu kekerasan di bagian dalam benda akan lebih rendah daripada di
bagian luar, dan ada nilai batas tertentu. Namun air garam atau air akan
menurunkan temperatur permukaan dengan cepat, yang diikuti dengan penurunan
temperatur di dalam benda tersebut sehingga diperoleh lapisan keras dengan
ketebalan tertentu.
Hardenabiliti atau sifat mampu keras adalah kemampuan baja untuk dapat
dikeraskan
dengan
membentuk
martensit.
Hardenabiliti
menggambarkan
baja itu memperlihatkan tebal pengerasan (depth of hardening) yang besar atau
dapat mengeras pada seluruh penampang dari suatu benda yang cukup besar.
Hardenabiliti pada dasarnya tergantung pada diagram transformasi,
karena itu ia akan tergantung pada dua faktor utama yaitu komposisi kimia
(kadar karbon dan unsur paduan)
austenit
dan ukuran
butir
(grain size)
austenit.
Komposisi kimia didalam baja sangat mempengaruhi dari kekerasan
baja tersebut. Kekerasan maksimum yang dapat dicapai setelah proses pengerasan
banyak tergantung pada kadar karbon, makin tinggi kadar karbon, makin
tinggi kadar karbonnya makin tinggi kekerasan maksimum yang dapat
dicapai. Kekerasan maksimum akan terjadi bila dapat diperoleh struktur
yang seluruhnya martensit. Struktur sebelum dikeraskan dapat berupa perlit,
dimana kekerasan baja masih rendah. Pada baja dengan kadar karbon sangat
rendah kekerasan maksimum yang dapat dicapai setelah pengerasan tidak
begitu tinggi dan kenaikan kekerasan setelah pengerasan tidak begitu
banyak, karenanya pengerasan biasanya dilakukan terhadap baja dengan
kadar karbon yang memadai, tidak kurang dari 0,30% C (untuk baja
karbon), dalam hal ini menggunakan baja AISI 4140 yang akan ditampilkan
kadar karbonnya dalam tabel berikut :
Tabel 3. 1 Komposisi kimia baja AISI 4140
AISI
4140
Cr
0,8 1,1
Mo
0,15 0,25
Pada baja dengan kadar karbon yang tinggi, kenaikan kekerasan ini
mulai menurun, bahkan kekerasan setelah pengerasanpun menurun. Hal ini
dapat terjadi karena dengan kadar karbon ( dalam austenit) yang makin
tinggi, akan menyebabkan austenit sisa makin banyak, sehingga akan dapat
mengurangi kenaikan kekerasan. Untuk mencapai kekerasan yang lebih
tinggi austenit sisa ini ini dihilangkan dengan memberi sub zero treatment
(pendinginan sampai di bawah nol derajat C) setelah quenching. Begitu
juga hal nya dengan faktor kedua yaitu grain size austenite, pengerasan
pada dasarnya dilakukan dengan memanaskan baja ke temperature austenit,
temperatur
pemanasan
dan
lamanya
waktu
penahanan
pada
bernama A. Martens. Fasa tersebut merupakan larutan padat dari karbon yang
lewat jenuh pada besi alfa sehingga latis-latis sel satuannya terdistorsi. Sifatnya
sangat keras dan diperoleh jika baja dari temperatur austenitnya didinginkan
dengan laju pendinginan yang lebih besar dari laju pendinginan kritiknya.
Dalam paduan besi karbon dan baja, austenit merupakan fasa induk dan
bertransformasi menjadi martensit pada saat pendinginan. Transformasi ke
martensit berlangsung tanpa difusi sehingga komposisi yang dimiliki oleh
makin
banyak
posisi
interstisi
yang
tersisih
sehingga
efek
diameter
kritis
suatu
baja
harus
disebutkan
juga
cara
Dimana :
f = heat transfer factor ( BTU/in.2 sec. 0F )
K = thermal conductivity ( BTU/in. sec. 0F)
Harga H tergantung dari jenis media pendinginannya dan kekuatan
agitasi.
3.3.2.
BAHAN
1. AISI 4140
2. Amplas grit 60 mesh
3. Air secukupnya
3.4. TATA CARA PRAKTIKUM
3.4.1.
SKEMA PROSES
3.4.2.
Posisi
(inchi)
1
16
4
16
Kekerasan (HRC)
1
2
3
48
49
51
44
46
44
HRC
Rata-rata
49,34
44,7
8
16
48
42
44
44,6
12
16
46
45
41
44
16
16
29
32
35
39
20
16
39
32
35
35,3
24
16
35
33
35
34,3
28
16
36
32
28
32
32
16
32
24
32
29,3
%C
Grain Size
Diameter Kritis
DI max
0,43%
3,08729 in
DI min
0,38%
2,27363 in
Percent
0,35
Mn
2,16
Si
1,24
Mo
2,05
Cr
1,75
0,40
0,213
7
2,53
5
1,28
2,20
6
1,86
0,45
0,226
3
2,50
0
1,31
2,35
4
1,97
%C
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
HR %C
HRC
C 0,38 55,6
Tabel 3.5 Faktor pengali berdasarkan unsur paduan
40
0,43
57,9
45Percent
Carbon Grain Size 7 Mn
Si
Mo
Cr
50 0,35
0,189
2,16 1,24 2,05 1,75
57
7
5
6
60
0,203
2,22 1,26 2,14 1,82
65 0,38
6
6
0
0
0,40
0,213
2,33 1,28 2,20 1,86
0,43
0,45
0,220
3
2,43
0
1,30
0,226
3
2,50
1
1,35
2,29
4
1,92
2,35
8
1,97
2
: 2,273 in
: 3,087 in
Posisi
IH / DH
Kekerasan (HRC)
(inchi)
1
16
Min
-
Max
-
Min
55,6
Max
57,9
4
16
1,1
1,3
42,7
52,64
8
16
1,43
1,7
32,7
40,49
12
16
1,65
2,2
25,2
35,09
16
16
1,80
2,4
23,16
32,167
20
16
2,10
2,67
19,37
27,57
24
16
2,20
2,85
19,50
26,32
28
16
2,28
2,89
19,23
25,40
32
16
2,35
2,9
19,17
24,64
T ( C)
850
650
Holding time
Pre heat
45
65
130
t (menit)
Hardenability Band
60
60
50
50
40
40
H R C 30
30
20
20
10
10
DI max
DI min
0
0
1/16 4/16 8/16 12/1616/1620/1624/1628/1632/16
Titik Pengujian
Hasil Praktikum
50
40
30
HRC
Hasil Praktikum
20
10
0
Titik Pengujian
50
40
Hasil praktikum
30
DI max
HRC
DI min
20
10
Titik Pengujian
3.5.2.
PENGOLAHAN DATA
1.5.2.1 Diameter Kritis
Grain Size 0,38%
0,380,35
x0,819
=
0,400,35 0,2130,189
0,03 x0,819
=
0,05
0,02
-
X= 0,2034
Fp Mn
0,380,35
x2,167
=
0,400,35 2,332,167
0,03 x2,167
=
0,05
0,163
X= 2,2648
Fp Si
0,380,35
x1,245
=
0,400,35 1,2801,245
0,03 x1,245
=
0,05
0,035
X= 1,266
Fp Cr
0,380,35
x1,7560
=
0,400,35 1,86401,7560
0,03 x1,7560
=
0,05
0,108
X= 1,8208
Fp Mo
0,380,35
x2,05
=
0,400,35 2,022,05
0,03 x2,05
=
0,05
0,15
X= 2,14
DI Minimum
DImin = (Grain Size %C) x (FpMn x FpSi x FpCr x
FpMo)
0,6=
x0,213
0,2260,213
X= 0,2208
Fp Mn
0,430,40
x2,333
=
0,450,40 2,5002,333
0,6=
x2,333
2,5002,333
X= 2,4332
Fp Si
0,430,40
x1,280
=
0,450,40 1,3151,280
0,6=
X= 1,301
Fp Mo
0,430,40
x2,20
=
0,450,40 2,352,20
0,6=
x2,20
2,352,20
X= 2,29
Fp Cr
0,430,40
x1,8640
=
0,450,40 1,97201,8640
0,6=
x1,280
1,3151,280
x1,8640
1,97201,8640
X= 1,9288
DI Maximum
DImin = (Grain Size %C) x (FpMn x FpSi x FpCr x
FpMo)
= 0,2208x 2,4332x 1,301x 1,9288x 2,29
= 3,087 inchi
%C 0,43 %
(0,43-0,4)/(0,5-0,4)= (x-57)/(60-57)
X = 57,9
4/16
Kekerasan
max
8/16=
max
12/16=
max
16/16=
max
20/16=
max
24/16=
max
28/16=
Kekerasan
Kekerasan
Kekerasan
Kekerasan
Kekerasan
Kekerasan
max
32/16=
min
4/16=
min
8/16=
min
12/16=
min
16/16=
min
20/16=
min
24/16=
min
28/16=
min
32/16=
Kekerasan
Kekerasan
Kekerasan
Kekerasan
Kekerasan
Kekerasan
Kekerasan
0,20% dapat meningkatkan kekuatan tarik, ketahanan panas, fatigue limit namun
dapat menurunkan regangan.
Pada praktikum ini, baja AISI 4140, dengan melakukan proses pengukuran
jominy dengan cara menyemprotkan langsung dengan menggunakan air ke ujung
baja dalam keadaan temperatur tinggi. Sebelumnya baja dipanaskan pada
temperature pre heat yaitu 650oC, lalu holding time selama 15 menit. Fungsi dari
pre heating sendiri adalah untuk mengurangi perbedaan temperature antara
temperature specimen dan temperature dalam tungku, hal tersebut penting
dilakukan agar tidak terjadi thermal shock. Jika terjadi specimen akan
menghasilkan specimen yang getas ataupun retak. Sedangkan kegunaan proses
holding time adalah untuk menyeragamkan suhu permukaan specimen dengan
bagian dalam atau inti specimen.
Setelah proses holding time, temperature kembali dinaikkan ke
temperature austenisasi yaitu sebesar 850oC, karena kelarutan karbon di fasa
austenite adalah yang paling besar yaitu 2,1%, lalu di holding time kembali
selama 45 menit.
Kemudian baja AISI 4140 tersebut dilakukan uji kekerasan dengan
menggunankan mesin Rockwell C. Pada pengujian alat uji keras menggunakan
Rockwell C menggunakan 2 beban yaitu beban minor dan beban mayor. Beban
minor memiliki beban sebesar 10kgf yang berguna untuk mengeliminasi
deformasi elastic dan beban mayor yang dimiliki Rockwell C adalah 150kgf dan
beban mayor lah yang terukur pada skala dan terbaca. Pengujian dilakukan dari
ujung baja yang terkena semprotan air sampai ujung bagian atas. Dari percobaan
ini dapat dibuktikan dengan pengujian kekerasan bahwa, ujung bagian AISI 4140
sampai ujung atas memiliki nilai kekerasan sebesar :
Tabel 3.8 Harga kekerasan baja AISI 4140
Posisi
(inchi)
1
16
Kekerasan (HRC)
1
2
3
48
49
51
HRC
Rata-rata
49,34
4
16
44
46
44
44,7
8
16
48
42
44
44,6
12
16
46
45
41
44
16
16
29
32
35
39
20
16
39
32
35
35,3
24
16
35
33
35
34,3
28
16
36
32
28
32
32
16
32
24
32
29,3
Setelah didapatkan hasil dari kekerasan specimen baja AISI 4140 akan
didapatkan grafik jominy test . Sebagai perbandingan apakah hasil kekerasan
specimen masih dalam jangkauan wajar,grafik jominy test dan grafik band akan
digabungkan dan di perbandingkan pada grafik 3.4 dan diketahui bahwa hasil
kekerasan melebihi maksimum hal ini disebabkan karena waktu Holding time
yang terlalu lama oleh karena itu kekerasan yang dihasilkan terlalu tinggi karena
kekerasa berbanding terbalik dengan keuletan,maka keuletan yang dihasilkan
rendah.
Pada praktikum ini dapat ditentukan diameter ideal maksimum dan
diameter minimal dengan cara menentukan grain size dan factor pengali unsure
paduannya. Untuk baja AISI 4140 didapatkan diameter ideal maksimum adalah
3.08 in dan diameter ideal minimum adalah 2.27 in.
3.7. KESIMPULAN DAN SARAN
3.7.1.
KESIMPULAN
1) Nilai diameter ideal :
a. DI max = 3,08 in.
b. DI min = 2,27 in.
2) Nilai kekerasan tertinggi berada pada titik 1/16 yaitu 49,34 HRC
3) Nilai kekerasan terendah berada pada titik 32/16 yaitu 29,3 HRC
4) Laju pendinginan paling cepat berada pada titik 1/16 yang terkena
air terlebih dahulu
5) Laju pendinginan paling lambat berada pada titik 32/16 berada
pada titik yang paling jauh dari air
3.7.2.
SARAN
1) Usahakan pada saat pengangkatan benda kerja dari tungku muffle
ke penyangga tidak memakan waktu terlalu lama
2) Pastikan air yang mengalir tepat pada titik pertama
3) Pastikan permukaan benda kerja yang akan di uji keras telah rata
dan bebas dari pengotor
4) Pastikan alat uji keras Rockwell C telah terkalibrasi.
TUJUAN
-. Mengetahui proses metalografi kualitatif
- Mengidentifikasi struktur mikro specimen AISI O1 DF 3 dan fasanya
TEORI DASAR
Metalografi kualitatif merupakan bidang metalografi yang mempelajari
struktur dan fasa logam. Dalam ilmu metalurgi struktur mikro merupakan hal
yang sangat penting untuk dipelajari. Karena struktur mikro sangat berpengaruh
pada sifat fisik dan mekanik suatu logam. Struktur mikro yang berbeda sifat
logam akan berbeda pula. Struktur mikro yang kecil akan membuat kekerasan
logam akan meningkat. Dan juga sebaliknya, struktur mikro yang besar akan
membuat logam menjadi ulet atau kekerasannya menurun. Struktur mikro itu
sendiri dipengaruhi oleh komposisi kimia dari logam atau paduan logam tersebut
serta proses yang dialaminya.
Metalografi bertujuan untuk mendapatkan struktur makro dan mikro suatu
logam sehingga dapat dianalisa sifat mekanik dari logam tersebut. Pengamatan
metalografi dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Metalografi makro, yaitu penyelidikan struktur logam dengan
pembesaran 10 100kali.
2) Metalografi mikro, yaitu penyelidikan struktur logam dengan
pembesaran 1000 kali.
Pemeriksaan struktur dan fasa dari specimen logam dalam metalografi
kualitatif ini adalah menggunakan miskroskop dengan langkah-langkah sebagai
berikut :
Tujuan
utama
pemolesan
adalah
untuk
Pengetsaan,
mencelupkan
pengetsaan
specimen
kimia
ke
dilakukan
dalam
larutan
dengan
etsa
cara
(dengan
pengetsaan
adalah
derajat
keburaman
dari
4.3.
BAHAN
Air
Pasta poles
Tissue roll
o
o
-
4.4.
Larutan nital
3% HNO3
97% alcohol
Talc
Plastisin
Resin
Katalis
Spesimen AISI O1- DF 3
Kesimpulan
4.4.2.
pembingkaian.
Ampelas specimen menggunakan ampelas yang paling kasar (grit 120
mesh) hingga yang paling halus (grit 1500 mesh). Ampelas hingga
sisa pengampelasan.
Etsa specimen menggunakan larutan 3% HNO3 selama 6-10 detik,
gerak-gerakkan specimen, bersihkan dengan larutan 97% alcohol,
4.5.
Ferrite (white)
Pearlite (black)
Gambar 4.2 Microstructure Annealing at 850oC, 1000x
Spesimen
Perlakuan
Etsa
Perbesaran
: AISI O1
: Annealing
: Larutan nital 97% alcohol,
3%HNO3
: m = m lensa objektif m lensa
okuler
= 100 10 = 1000x
: Ferrite, Pearlite
:-
Pearlite (black)
Ferrite (white)
Spesimen
Perlakuan
Etsa
Perbesaran
: AISI O1
: Normalizing
: Larutan nital 97% alcohol,
3%HNO3
: m = m lensa objektif m lensa
okuler
= 100 10 = 1000x
: Ferrite, Pearlite
:-
Karbida (white)
Martensite (black)
Spesimen
Perlakuan
Etsa
Perbesaran
: AISI O1
: Quenching media air
: Larutan nital 97% alcohol,
3%HNO3
: m = m lensa objektif m lensa
okuler
= 100 10 = 1000x
: Martensite
:-
Martensite (black)
Karbida (white)
4.6.
Spesimen
Perlakuan
Etsa
Perbesaran
: AISI O1
: Annealing
: Larutan nital 97% alcohol,
3%HNO3
: m = m lensa objektif m lensa
okuler
= 100 10 = 1000x
: Martensite
: Metal Handbook hal 125, ASTM
Handbook Vol. 7
yang terbentuk adalah ferrite dan pearlite. Hal ini dikarenakan proses pendinginan
yang lambat, sehingga karbon bebas yang terlarut dalam austenite dapat berdifusi
dan membentuk ferrite (BCC). Bagian yang putih adalah ferrite dan bagian yang
hitam adalah pearlite dan matrix dari fasa ini adalah ferrite.
Pada gambar 4.3, specimen yang dilakukan perlakuan normalizing, fasa
yang terbentuk adalah ferrite dan pearlite. Jika dibandingkan dengan specimen
annealing fasa yang terbentuk sama, yaitu ferrite dan pearlite. Tetapi yang
membedakan adalah strukturnya. Spesimen annealing menghasilkan struktur yang
kasar dan kekerasannya pun rendah, sedangkan specimen normalizing struktur
yang dihasilkan lebih halus dan kekerasannya pun lebih keras daripada specimen
annealing.
Pada gambar 4.4, adalah specimen yang dilakukan quenching dengan air.
Fasa yang terbentuk adalah 100% Martensite, dan terdapat sebagian karbida yang
berwarna lebih cerah. Distribusi dari martensite adalah acak dan jenis martensite
yang terbentuk adalah Pilate Martensite.
Karena specimen baja AISI O1 adalah baja karbon tinggi, martensite
dapat terbentuk karena proses pendinginan yang sangat cepat sehingga karbon
bebas terlarut dalam austenite tidak sempat berdifusi.
SARAN
1) Pada proses bingkai tentukan permukaan yang lebih rata dan
bagus,dan tempatkan sisi tersebut pada bagian bawah agar sisi
tersebut menjadi bidang kerja.
2) Proses ampelas dilakukan secara searah dan apabila
mengganti grid ampelas, posisi arah ampelas diputar 90o
Sifat logam dan paduannya dengan muda dapat dipelajari dari struktur
mikronya, melalui pemeriksaan metalografi kuantitatif yaitu antara lain:
Pengukuran besar butir
Pengukuran fraksi volume
Pengukuran permukaan spesifik
Pengukuran panjang garis spesifik
Besar butir dapat diukur dengan menggunakan :
A. Metoda perbandingan ASTM
B. Metoda garis Heyn dan interception
C. Metoda bidang datar Circle dan Plani Metric
A. Metoda perbandingan ASTM
Besar butir suatu logam dan juga bentuk serta ukuran grafit serpih dan
grafit bulat dari besi cor dapat ditentukan dengan standar ASTM.
Besar butir bomor G menurut ASTM dedefinisikan sedemikian rupa
sehingga 26-1 adalah sama dengan banyaknya butir per inci persegi pada
pembesaran 100X.
Nomor standar ASTM ini sangat bermanfaat sekali dan memeperkirakan
ukuran besar butir atau ukuran panjang grafit serpih ataupun ukuran besar grafit
bulat.
ASTM
Grain
number
(-3)0000
(-2)000
(-1)00
0
1
2
3
Grain
Average
Average
per
grain
surface mm2
at 100X
mm3
diameter
0,7
2
5,5
10
45
125
365
mm
1,00
0,75
0,50
0,35
0,25
0,10
0,125
0,06
0,12
0,24
0,5
1
2
4
Grain
1
2
4
8
16
32
64
291000
125000
62500
31400
21000
grain
4
5
6
7
8
8
16
32
64
128
128
256
512
1024
2048
1623
2300
8200
23000
65000
0,001
0,042
0,044
0,032
0,023
7800
3500
1500
980
490
B. Metoda Garis
a. Metoda Heyn. Atau metoda besar butir rata-rata, - yaitu panjang ratarata segmen-segmen garis dari suatu pengujian yang melintasi batas
butir-batas butir.
n.l
L k=
v . Pk
Lk
n
l
v
Pk
l
n.v
= Pembesaran foto
b. Metode Planimetrik ,
Dilakukan untuk mengukur besar butir yang terelongasi yaitu
dengan cara pengukuran besar butir metoda garis berbagai arah
(misalnya : 0, 30 , 60 , 90). Hasilnya kemudian diplot secara
grafis atau dihitung ratio antara Lmax / Lmin.
v
v
%V.X=
%V.Y =
n
n
Maka
%W.X=
100
%V.Y .Y
1+
%V.Y. . X
%W.Y =
100
%V.Y .Y
1+
%V.Y. . X
P. M
M = Pembesaran
Hubungan ukuran butir dengan juumlah butiran per in2 (N) dalam
pembesaran 100X adalah : N = 26-1
E. Metoda Point Count
Metoda ini (ASTM Specification E562) dapat dipergunakan untuk
menghitung jumlah fasa tertentu.
Pp=
a. Cara manual
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014
mudah,
disamping
itu
penggeseran
5.3.
5.4.
5.4.2.
5.5.
Baja DF 03/AISI O1
Annealing
Fk
= 1519,76mm2
n
= 19 butir
z
= 20 Butir
v
= 1000x
Metode Heyn
Baja DF 03/AISI O1
Annealing
n
= 5 garis
l
= 62 mm
v
= 1000x
Pk
= 74
Butir
Gambar 5.3 Mikrostruktur Annealing Metode Heyn (1000X)
Pk
= 76
Butir
Gambar 5.4 Mikrostruktur Annealing Metode Garis Potong (1000X)
Normalizing
Metode Lingkaran
Baja DF 03/AISI O1
Normalizing
Fk
= 1519,76mm2
n
= 24 butir
z
= 25 Butir
v
= 1000x
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014
Metode Heyn
Baja DF 03/AISI O1
Normalizing
n
= 5 garis
l
= 62 mm
v
= 1000x
Pk
= 72
Butir
Gambar 5.6 Mikrostruktur Normalizing Metode Heyn (1000X)
Pk
= 71
Butir
Gambar 5.7 Mikrostruktur Normalizing Metode Garis Potong (1000X)
Quenching Oil
Metode Lingkaran
Baja DF 03/AISI O1
Quenching Oil
Fk
= 1519,76mm2
n
= 26 butir
z
= 31 Butir
v
= 1000x
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014
Metode Heyn
Baja DF 03/AISI O1
Quenching Oil
n
= 5 garis
l
= 56 mm
v
= 1000x
Pk
= 70
Butir
Gambar 5.9 Mikrostruktur Quenching Oil Metode Heyn (1000X)
Pk
= 69
Butir
Gambar 5.10 Mikrostruktur Quenching Oil Metode Garis Potong (1000X)
Quenching Water
Metode Lingkaran
Baja DF 03/AISI O1
Quenching Water
Fk
= 1519,76mm2
n
= 39 butir
z
= 28 Butir
v
= 1000x
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014
Metode Heyn
Baja DF 03/AISI O1
Quenching Water
n
= 5 garis
l
= 56 mm
v
= 1000x
Pk
= 68
Butir
5.5.2.
PENGOLAHAN DATA
Metode Lingkaran
Rumus Umum
Fm=
Fk
( 0.67 n+ z ) . v
r =3,14 x 22 =1519,76 mm
Annealing
Fm=
1519,76
=0,04643 mm2
( 0,67 x 19+ 20 ) 1000
Normalizing
Fm=
1519,76
=0.037 mm2
( 0,67 x 24+25 ) 1000
Quenching Oil
1519,76
2
Fm=
=0,03139 mm
( 0,67 x 26+31 ) 1000
Quenching Water
1519,76
Fm=
=0,02808 mm2
( 0,67 x 39+ 28 ) 1000
Metode Heyn
Rumus Umum
Lk=
n xl
V Pk
Lk
n
l
V
Annealing
5 x 62
Lk=
=0,00419mm
1000 x 74
Normalizing
5 x 62
Lk=
=0,00403 mm
1000 x 77
Quenching Oil
Lk=
5 x 65
=0,00387 mm
1000 x 82
Quenching Water
5 x 56
Lk=
=0,00341 mm
1000 x 82
l
nV
Annealing
Lk=
5.6.
Li=
97
=0,00441 mm
22 x 1000
Normalizing
96
Lk=
=0,00356 mm
27 x 1000
Quenching Oil
106
Lk=
=0,00341 mm
32 x 1000
Quenching Water
102
Lk=
=0,00319 mm
32 x 1000
untuk
mengetahui
sifat-sifat
berdasarkan struktur dan besar butiran yang dihasilkan. Metoda yang digunakan
kali ini adalah metoda Heyn, metoda garis potong, dan metoda lingkaran.
Berdasarkan hasil praktikum dengan referensi buku ASTM handbook
vol.7, dapat diketahui fasa-fasa yang dihasilkan yaitu :
1. Spesimen awal
: Pearlite dan Ferrite
2. Spesimen Normalizing : Pearlite dan Ferrite
3. Spesimen Quench oli : Austenite dan Martensite
4. Spesimen Quench air : Ferrite dan Martensite
Dari hasil yang didapat, dapat dianalisa bahwa ukuran butir semakin
kecil apabila specimen dilakukan proses pendinginan semakin
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014
cepat. Dapat
diamati pada struktur mikro Annealing dan Normalizing, fasa pearlite secara
kuantitatif akan lebih banyak atau dominan dari fasa ferrite
Dari hasil perhitungan dengan dengan tiga metode pada empat specimen,
didapat bahwa ukuran butir yang kecil ssecara berurutan adalah : quench air,
quench oli, Normalizing, dan Annealing. Hal tersebut sesuai dengan persamaan
Hall-Petch yang mana semakin besar ukuran butir, maka semakin kecil kekuatan
luluhmya.
Pada gambar specimen yang dilakukan proses Annealing & Normalizing
fasa yang terbentuk adalah Ferrite & Pearlite yang mana pearlite lebih dominan
dari pada Ferrite hal tersebut dikarenakan laju pendinginan yang secara cepat dan
Ferrite yang terbentuk adalah Ferrite sisa dari perubahan fasa sebelumnya yaitu
Ferrite & Austenite.
Pada gambar specimen yang dilakukan proses pengerjaan dengan
Quenching Oil & Quenching Water dapat diamati bahwa secara menyeluruh
bahwa pada Quenching Water fasa martensite hampir seluruhnya terbentuk
dibandingkan dengan struktur mikro pada Quenching Oil.
5.7.
yang
terkecil
adalah
Quenching
Air,Quenching
Metode Heyn
Annealing
Normalizing
Quenching Oli
Quenching Air
Metode Garis Potong
Annealing
Normalizing
Quenching Oli
Quenching Air
5.7.2.
: 0,00419 mm
: 0,00403 mm
: 0,00387 mm
: 0,00341 mm
: 0,00441 mm
: 0,00356 mm
: 0,00341 mm
: 0,00319 mm
SARAN
1) Gunakanlah jangka untuk melakukan pengukuran dengan metode
lingkaran
2) Semakin banyak area yang terukur maka akan semakin baik
akurat dari perhitungan yang dihasilkan
3) Lakukanlah pengukuran dengan panjang garis,banyak garis,dan
diameter lingkaran yang sama agar dapat dibandingkan dan dapat
lebih akurat
4) Batas butir yang dihitung hanyalah batas butir yang besar
DAFTAR PUSTAKA
1) Pasapan, Yerik. 2011. Teori Dasar Metalografi. [Online].
http://pahatbaja.blogspot.com/2011/06/teori-dasar-metalografi.html. [3 Juli
2014]
2) Rama, Putra. 2013. Laporan Praktikum Hardenability Baja AISI 1045 dan
4140 Dengan Metode Jominy test.[Online].
http://www.slideshare.net/sandywega/laporan-praktikum-perlakuan-panasjominy-test.[3 Juli 2014]
3) Hadi, Budiman. 2013. LAPORAN HARDENABILITY "JOMINI TEST"
(TEKNIK MESIN). [Online].
http://hadibudi.blogspot.com/2013/05/laporan-hardenability-jominitest.html [3 Juli 2014]
4) Agung. 2009. Uji Kekerasan dan Jominy test. [Online].