Anda di halaman 1dari 31

BAB II

DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DASAR TEORI


2.1.1 State Of The Art (posisi)
Aluminium ditemukan oleh Sir Humphrey Davy dalam tahun 1809
sebagai suatu unsur dan pertama kali direduksi sebagai logam oleh H .
C. Oersted, tahun 1825. Secara industri tahun 1886, Paul Heroult di
Perancis dan C . M. Hall di Amerika Serikat secara terpisah telah
memperoleh logam aluminium dari alumina dengan cara elektrolisasi
dari garam yang terfusi. Sampai sekarang proses Heroult Hall masih
dipakai untuk memproduksi aluminium. Penggunaan aluminium sebagai
logam setiap tahunnya adalah urutan yang kedua setelah besi dan baja,
yang tertinggi di antara logam non ferro [4].
Penambahan magnesium pada alumunium bertujuan untuk
meningkatkan kekuatan dan juga kekerasan produk cor. Pelaksaan
penelitiannya alumunium dicampurkan dengan magnesium dengan
komposisi 5%, 10 dan 15%. Untuk penambahan magnesium kedalam
alumunium menggunakan pengecoran. Pengujian dilakukan dengan
mempersiapkan penambahan magnesium dengan penambahan 5%, 10%
dan 15% magnesium kemudian dilakukan pengujian kekerasan.
Penelitian terkait dengan analisis penambahan unsur magnesium (Mg)
terhadap sifat fisis dan mekanis Alumuniu, telah banyak dilakukan oleh
penelitian terdahulu. Adapun kajian pustaka yang dapat diambil dari
penelitian tersebut sebagai berikut:

1. Menurut Setia, dkk (2016) dalam penelitianya yang berjudul “Analisis


pengaruh penambahan unsur magnesium (Mg) 2% dan 5% terhadap
ketangguhan impak, tingkat kekerasan dan struktur mikro pada velg
aluminium” menyatakan bahwa nilai kekerasan akan meningkat dan
tingkat keuletan akan menurun seiring dengan penambahan persentase
magnesium yang dicampurkan.
2. Siswanto, dkk (2014) dalam penelitianya yang berjudul “Analisis
Pengaruh Temperatur dan Waktu Peleburan Terhadap Komposisi Al
dan Mg Menggunakan Metode Pengecoran Tuang” menyatakan
semakin tinggi temperatur peleburan akan membuat komposisi Al
dalam paduan cenderung meningkat dan membuat komposisi Mg
dalam paduan cenderung menurun. Semakin lama waktu peleburan
membuat komposisi Al dalam paduan cenderung meningkat dan
komposisi Mg dalam paduan cenderung menurun.
3. Menrut penelitian Topan Prabudanto (2019) Variasi penambahan
unsur Mg pada proses peleburan ADC 12 berpengaruh terhadap nilai
kekerasan mikrovikers. Berdasarkan hasil pengujian kekerasan
mikrovikers, semakin besar penambahan unsur Mg yang ditambahkan
berbanding lurus dengan peningkatan nilai kekerasanya. Rata-rata
nilai kekerasan terendah dari spesimen yang di uji yaitu spesimen
ADC 12 tanpa menggunakan penambahan unsur Mg (Raw Material)
dengan rata-rata nilai kekerasan sebesar 83,9 VHN. Kemudian rata-
rata nilai kekerasan tertinggi yaitu spesimen ADC 12 dengan
penambahan unsur Mg sebesar 0,25% dengan ratarata nilai kekerasan
sebesar 93,7 VHN
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Nama Judul Parameter Hasil

1 Setia Analisa pengaruh  2% dan Sebelum


penambahan 5% perlakuan
unsur magnesium  Uji mikro 99,8 HRL dan
(Mg) 2% dan 5%  Uji dari rata-rata
terhadap impack tertinngi
ketaguhan impac  Uji menjadi

kekerasan 109,70 HRL

2 Siswanto Analisis pengaruh  5, 10, 15  Rata-rata


tempratur dan menit tertinggi
waktu peleburan pada
teradap komposisi  650-750ᵒC peleburan
Al dan Mg Alumunium
menggunakan 67,39
metode  Pada
pengecoran tuang Magnesium
17,30
3 Topan Penmabahan  0,15%, Tanpa
prabudanto unsur magnesium 0,20%, kandungan
(Mg) terhadap 0,25% magnesium
sifat fisis dan  Uji vikers (Mg) dari
mekanis hasil  Uji baja ADC
coran crankcase impack 83,9 VHN
mesin pemotong  Uji mikro menjadi 93,7
rumput berbahan VHN pada
ADC12 rata-rata
tertinggi

2.2 Pengertian Pengecoran


Pengecoran logam adalah menuangkan secara langsung logam cair yang
didapat dari biji besi kedalam cetakan. Sedangkan coran itu sendiri adalah
logam yang dicairkan, dituang kedalam cetakan, kemudian didinginkan dan
membeku. Tujuan dari pengecoran adalah untuk menghasilkan produk yang
berkualitas dan ekonomis, yang bebas cacat dan sesuai dengan kebutuhan
seperti kekuatan, keuletan, kekerasan, dan ketelitian dimensi [5].
Sejarah pengecoran dimulai ketika orang mengetahui bagaimana
mencairkan logam dan bagaimana membuat cetakan. Penggunaan besi
dimulai dengan penempaan , sama halnya dengan tembaga.
Awal penggunaan logam oleh manusia adalah ketika orang membuat
perhiasan dari emas atau perak tempaan dan kemudian membuat senjata atau
mata baja dengan menempa tembaga. Hal itu dimungkinkan karena logam-
logam ini terdapat di alam dalam keadaan murni, sehingga dengan mudah
orang dapat menempanya. Menurut (Chijiwa, 1976) pembuatan coran
dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu:

a. Pembuatan cetakan
b. Persiapan pengecoran
c. Peleburan (Pencairan logam)
d. Penuangan logam cair ke dalam cetakan
e. Pembongkaran dan pembersihan coran
f. Finising specimen
Proses pengecoran logam dalam usaha menghasilkan suatu produk benda
coran yang berkualitas baik dengan komposisi yang di kehendaki maka ada
beberapa factor yang mempengaruhi yaitu: bahan baku coran, komposisi
bahan baku, kualitas pasir cetak (bila menggunakan cetakan pasir), sistem
peleburan, sistem penuangan dan pengerjaan akhir dari produk coran.
(Chijiwa, 1982)

2.3 Dasar Pengecoran Logam


Dasar pengecoran logam pencairan atau peleburan logam yang nantinya
hasil dari pencairan tersebut dituangkan ke dalam cetakan yang polanya telah
dibuat sehingga logam cair yang sudah dituang akan membentuk pola cetak
coran itu sendiri. Menurut [8] menyatakan bahwa coran adalah logam yang
dicairkan, dituangkan kedalam cetakan, kemudian di dinginkan dan
membeku. Proses pengecoran dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu proses
pencetakan dan proses penuangan. Proses pencetakan adalah proses
penuangan logam cair ke dalam cetakan coran dengan adanya penekanan
sedangkan proses penuangan berbanding terbalik dari proses pencetakan yaitu
proses penuangan kedalam cetakan tanpa penekanan. Cetakan yang
digunakan biasanya pasir, keramik dan bahan lainnya yang tahan api seperti
cetakan logam yang digunakan untuk coran alumunium.
A. Membuat Coran
Coran dibuat dari logam yang di cairkan, dituangkan kedalam
cetakan, kemudian dibiarkan membeku dan mendingin, untuk membuat
coran halusdilakukan proses-proses antara lain pencairan logam,
membuat cetakan, menuangkan, membongkar dan membersihkan coran.
Mencairkan logam dapat menggunakan tanur seperti tanur kupola, tanur
induksi frekuensi rendah untuk besi cord an sebagainya [9]. Logam yang
sudah mencair dicampur dengan paduannya, kemudian dituangkan
kedalam cetakan yang sudah dibuat, setelah penuangan tunggu coran
membeku. Coran yang sudah membeku kemudian dikeluarkan dari
cetakan dan tunggu sampai coran mendingin.. kemudian lakukan
pembersihan dan buang bagian-bagian yang tidak diperlukan setelah
coran dingin
Pembuatan coran itu mudah atau tidak tergantung pada bentuk dan
ukuran benda. Coran yang mempunyai tebal tipis yang berbeda, coran
yang memerlukan ketelitian atau coran yang mempunyai sudut-sudut
tajam akan sulit dihasilkan, oleh karena itu untuk mendapat coran yang
lebih baik sebaiknya melakukan perencanaa dan perlu mengerti cara
melakukan pengecoran logam.
B. Pengecoran Menggunakan Cetakan Pasir
Pengecoran logam dilakukan dengan cara menuangkan logam
kedalam cetakan pasir. Cara ini digunakan untuk menghemat biaya dari
pembuatan cetakan selain itu juga cocok untuk proses pengecoran
kuningan. Cetakan pasir biasanya digunakan untuk logam-logam dengan
titik cair yang tinggi, antara lain besi cor, baja, nikel, ataupun titanium.
Cetakan pasir silica. Pasir silika digunakan karena sesuai dengan
parsyaratan dari pasir yang digunakan untuk pembuatan cetakan pasir.
Persyaratan pasir yang boleh digunakan untuk bahan cetakan yaitu tahan
terhadap suhu tinggi, mempunyai daya kohesi, permeabilitas yang tinggi
dan bentuk serta ukuran butiran yang sesuai.
Keuntungan menggunakan cetakan pasir dibanding dengan cetakan
logam diantaranya sebagai berikut :
1. Cara ini baik digunakan untuk jumlah produksi yang kecil karena
biaya pembuatan cetakan tidak membutuhkan biaya yang mahal.
2. Material yang digunakan lebih murah, mampu menahan
temperature yang tinggi dari logam cair.
3. Cara ini baik juga digunakan untuk logam ferro dan non ferro.
4. Pembuatan cetakan relatif pendek sehingga tidak memakan waktu
yang lama dan cara ini yang digunakan sederhana.
5. Cara ini dapat digunakan untuk membuat coran kecil hingga
membuat coran yang besar.
Kerugian penggunakan cetakan pasir dari pada cetakan logam
diantaranya :
1. Cara ini terbatas pada satu pola cetakan.
2. Ketelitian dari cetakan ini lebih rendah dari pada cetakan logam
kerana terjadi penambahan coran pada saluran masuk dan saluran
keluar.
3. Menghasilkan limbah yang banyak, terutama pasir dan debu.
4. Luas lantai untuk pengecoran lebih luas.

2.4 Macam-Macam Cacat Coran Dan Pencegahannya


Memproduksi Coran harus melalui banyak proses dan dalam suatu proses
tersebut banya factor-faktor yang menyebabkan terjadinyacacat, sehingga
sukar untuk menyakinkan sebab-sebab dari cacat tersebut, dalam hal ini
banyak pengalaman teknik yang diperlukan untuk menyakinkan sebab-
sebabnya, untuk itu teknik dan proses perlu di standartkan sebelumny,
kmudian perlu menemukan hubungan antara cacat dan standard tersebut.
Sebab-sebab cacat diamati dengan mempelajari apakah ada perbedaan
antara praktek dan standart. dalam hal ini kalau perlu dapat dilaksanakan
percobaan yan direncanakan. Faktor-faktor penting dari cacat coran dan
pencegahannya diuraikan sebagai berikut

2.5 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Cacat Pada Coran


Proses pengecoran dilakukan dengan beberapa tahapan mulai dari
pembuatan cetakan, proses peleburan, penuangan dan pembongkaran. Untuk
menghasilkan coran yang baik maka semuanya harus direncanakan dan
dilakukan dengan sebaik-baiknya. Namun hasil coran sering terjadi ketidak
sempurnaan atau cacat. Cacat yang terjadi pada coran dipengaruhi oleh
bebrapa factor yaitu :
1) Desain pengecoran dan pola
2) Pasir cetak dan desain cetakan dan inti
3) Komposisi muatan logam
4) Proses peleburan dan penuangan
5) Sistim saluran masuk dan penambah.

A) Macam-macam Cacat Coran


Komisi pengecoran internasional telah membuat penggolongan cacat-
cacat coran dan dibagi menjadi 9 macam, yaitu :
1. Ekor tikus tak menentu atau kekasaran yang meluas Cacat ekor
tikus merupakan cacat dibagian luar yang dapat dilihat dengan mata.
Bentuk cacat ini mirip seperti ekor tikus yang di akibatkan dari pasir
permukaan cetakan yang mengembang dan logam masuk permukaan
tersebut. Kekasaran yang meluas merupakan cacat pada permukaan
yang diakibatkan oleh pasir cetak yang terorasi, Bentuk ekor tikus dan
kekasaran yang meluas Langkah-langkah pencegahan yang dapat
dilakukan:Menggunakan pasir cetak yang berkualitas, tahan panas dan
tidak banyak mengandung unsur lumpur
 Pembuatan cetakan yang teliti baik pemadatan yang cukup, lubang
angina yang cukup daln pelapisan tipis yang merata
 Membuat saluran turun yang tepat, sesuai bentuk coran
 Mengecek temperature logam sebelum penuangan, temperature
tuang harus sesuai yang disyaratkan
 Melakukan penuangan dengan kecepatan yang cukup dan kontinyu.
2. Lubang-lubang
Cacat lubang-lubang memiliki bentuk dan akibat beragam,bentuknya
di bedakan menjadi; rongga udara, lubang jarum, rongga gas oleh cill,
penyusutan dalam, penyusutan luar dan rongga penyusutan bentuk.
Langkah-langkah penyegahan yang dapat digunakan:
 Diusahakan pada saat pencairan alas kokas dijaga agar logam tidak
berada di daerah oksidasi
 Temperature logam sebelum penuangan dipastikan sudah sesuai dan
penuangan dengan
 Pembuatan cetakan yang teliti baik permeabilitas dan pemadatan
yang cukup, lllubang angina yang cukup
 Diusahakan tekanan diatas dibuat tinggi
 Temperature tuang logam sebelum penuangan di pastikan sudah
sesuai dan penuangan dengan cepat
 Perencanaan dan peletakan penambahan yang teliti
 Mnghiangkan sudut-sudut tajam pada cetakan
 Mendesain coran dengan radius
 Merencanakan sistim saluran yang teliti
3. Retakan
Cacat retakan dapat disebabkan oleh penyusutan atau akibat tangan
sisa, keduanya dikarnakan proses pendinginan yang tidak seimbang
selama pembekuan
Langkah-langkah penyegahan yang dapat digunakan:
 Menyeragamkan proses pembekuan logam dengan memanfaatkan cil
bila perlu
 Pengisian logam cair dari beberapa tempat
 Waktu penuangan harus sesingkat mungkin
 Menghindari coran yang memiliki sudut-sudut tajam Menghindarkan
perubahan mendadak pada dinding coran
4. Permukaan kasar
Cacat permukaan kasar menghasilkan coran yang permukaannya
kasar, cacat ini dikarnakan oleh beberapa factor seperti: peleka,
penyinteran dan penetrasi logam, Langkah-langkah penyegahan yang
dapat digunakan:
 Menggunakan cetakan pasir yang bagus
 Cetakan asir harus padat
 Pasir yang bias menahan panas tinggi
 Lebih cermat saat menggunakan cetakan
5. Salah alir
Cacat salah alir dikarnakan logam cair tidak cukup mengisi rongga
cetakan, umumnya terjadi penyumbatan akibat logam cair terburu
membeku sebelum mengisi rongga cetak secara keseluruhan.
Langkah-langkah penyegahan yang dapat digunakan:
 Temperature tuang harus cukup tinggi
 Kecepatan penuangan harus cukup tinggi
 Perencanaan sistim sauran yang baik
 Lubang angina harus ditambahMenyempurnakan sistim penambah
6. Kesalahan ukuran
Cacat kesalahan ukuran terjadi kibat kesalahan dalam pembuatan
pola, pola yang dibuat untuk memuat cetakan ukurannya tidak sesuai
dengan ukuran coran yang di haraokan selain kesalahan dengan
terjadiya akibat cetakan, selain itu kesalahan ukuran dapat terjadi akibat
cetakan mengembang atau mengalami penyusutan logam yang tinggi
saat pembekuan
Langkah-langkah penyegahan yang dapat digunakan:
 Pencegahan kesalahan ukuran aalah membuat pola dengan tliti
dan cermat
 Menjaga cetakan tidak mengembang dan menghitung
penyusutannya dengan cermat
7. Inklusi dan struktur tak seragam
Cacat inklusi terjadi dikarnakan masuknya kerak atau bahan bukan
logam kedalam cairan logam akibat raksi kimia selama peleburan,
penuangan atau pembekuan, Cacat struktur tidak seragam akan
membentuk sebagian struktur coran berupa struktur cil
Langkah-langkah penyegahan yang dapat digunakan:
 Pendinginan perlahan-lahan
 Kadar karbon dan silicon yang harus cukup
 Mencegah panas yang berlanjut
8. Deformasi
Demormasi dikarnakan perubahan bentuk coran selama pembekuan
akibat gaya yang timbulselama penuangan dan pembekuan
Langkah-langkah penyegahan yang dapat digunakan:
 Cetakan pasir harus seragam
 Tidak ada pergesean pena dan kotak inti sesudah penuangan
 Memperhitungkan entuk coran dengan cermat dan teliti

9. Cacat-cacat tak nampak


Cacat tak tampak merupakan cacat coran yang tidak dapat dilihat
oleh mata
Langkah-langkah penyegahan yang dapat digunakan:
 Menyampur specimen dengan rata
 Membuang sisa-sisa specimen yang nggak jadi specimen inti
 Titik peleburan harus sesuai sama titik lebur baja tersebut.

2.6 Alumunium
Salah satu bahan utama dari penelitian ini adalah alumunium

Gambar 2.1. Alumunium


Sumber : https://teknikjaya.co.id/logam-alumunium/
Aluminium merupakan logam ringan yang mempunyai ketahanan korosi
yang baik dan hantaran listrik yang baik dan sifat – sifat yang baik lainnya
sebagai sifat logam. Sebagai tambahan terhadap, kekuatan mekaniknya yang
sangat meningkat dengan penambahan Cu, Mg, Si, Mn, Zn, Ni, dsb. Secara
satu persatu atau bersamasama, memberikan juga sifat-sifat baik lainnya
seperti ketahanan korosi, ketahanan aus, koefisien pemuaian rendah. Material
ini dipergunakan di dalam bidang yang luas bukan saja untuk peralatan rumah
tangga tapi juga dipakai untuk keperluan material pesawat terbang, mobil,
kapal laut, konstruksi.
Aluminium adalah logam yang ringan dan cukup penting dalam kehidupan
manusia. Aluminium merupakan unsur kimia golongan IIIA dalam sistim
periodik unsur, dengan nomor atom 13 dan berat atom 26,98 gram per mol
(sma) . Struktur kristal aluminium adalah struktur kristal FCC, sehingga
aluminium tetap ulet meskipun pada temperatur yang sangat rendah. Keuletan
yang tinggi dari aluminium menyebabkan logam tersebut mudah dibentuk
atau mempunyai sifat mampu bentuk yang baik. Aluminium memiliki
beberapa kekurangan yaitu kekuatan dan kekerasan yang rendah bila
dibanding dengan logam lain seperti besi dan baja. Aluminium memiliki
karakteristik sebagai logam ringan dengan densitas 2,7 g/cm3.
Lapisan oksida ini melekat pada permukaan dengan kuat dan rapat serta
sangat stabil (tidak bereaksi dengan lingkungannya) sehingga melindungi
bagian yang lebih dalam. Adanya lapisan oksida ini disatu pihak
menyebabkan tahan korosi tetapi di lain pihak menyebabkan aluminium
menjadi sukar dilas dan disoldier (titik leburnya lebih dari 2000º C) .
Tabel 2.2 sifat-sifat fisik aluminium

https://www.bing.com/images/search?view
Tabel 2.2 menunjukkan sifat-sifat fisik Al dan Tabel 2.3 menunjukkan
sifatsifat mekaniknya. Ketahan korosi berubah menurut kemurnian, pada
umumnya untuk kemurnian 99,0 % atau diatasnya dapat dipergunakan di
udara tahan dalam bertahun-tahun. Hantaran listrik Al, kira-kira 65 % dari
MULAI

Studi Literatur

Persiapan Alat dan Bahan


Proses Pengecoran

hantaran listrik tembaga, tetapi masa jenisnya kira-kira sepertiganya sehingga


memungkinkan untuk memperluas penampangnya. Oleh karena itu dapat
dipergunakan untuk kabel tenaga dan dalam berbagai bentuk umpamanya
sebagai lembaran tipis (foil). Dalam hal ini dipergunakan Al dengan
kemurnian 99,0%. Untuk reflektor yang memerlukan reflektifitas yang tinggi
juga untuk kondensor
Pengujian Pengujian
elektronik dipergunakan aluminium
Kekerasan Mikrostruktur
dengan kemurnian
99,99% .
Analisa
Paduan Aluminium Memadukan data
aluminium dengan unsur lainnya
merupakan salah satu cara untuk memperbaiki sifat aluminium tersebut.
Paduan adalah kombinasi dua atau lebih jenis logam, kombinasi ini dapat
No/Yes
merupakan campuran dari dua struktur kristalin. Paduan dapat disebut juga
sebagai larutan padat dalam logam. Larutan padat mudah terbentuk bila
Kesimpulan dan Saran
pelarut dan atom yang larut memiliki ukuran yang sama dan strukrur elektron
yang serupa. Larutan dalam logam utama tersebut memiliki batas kelarutan
SELESA
maksimum. Paduan yang masih dalam batasI kelarutan disebut dengan paduan
logam fasa tunggal. Sedangkan paduan yang melebihi batas kelarutan disebut
dengan fasa ganda. Peningkatan kekuatan dan kekerasan logam paduan
disebabkan oleh adanya
atom-atom yang larut yang menghambat pergerakan dislokasi dalam
kristal sewaktu deformasi plastik. Secara garis besar paduan aluminium
dibedakan menjadi dua jenis yaitu paduan aluminium tempa dan aluminium
cor. Untuk lebih jelasnya pengelompokan paduan aluminium ditunjukkan
pada Tabel 2.3

Tabel 2.3 Kelompok Padua Aluminium

https://www.bing.com/images/search?view=detailV2&ccid.
Menurut Aluminium Association (AA) sistem di Amerika, penamaan
paduan aluminium:
1. Paduan cor (casting alloys) digunakan sistem penamaan empat
angka. Angka pertama menunjukkan kandungan utama paduannya. Dua
angka selanjutnya menunjukkan penandaan dari paduannya. Angka terakhir
yang di pisahkan dengan tanda desimal merupakan bentuk dari hasil
pengecoran, misalnya casting (0) atau ingot (1,2) .
2. Paduan tempa (wrought alloys) menggunakan sistem penamaan
empat angka juga tetapi penamaannya berbeda dengan penamaan pada
paduan jenis cor. Angka pertama menyatakan kelompok paduan atau
kandungan elemen
spesifik paduan, angka kedua menunjukkan perlakuan dari paduan asli
atau batas kemurnian. Sedangkan dua angka terakhir menunjukkan paduan
aluminium atau kemurnian aluminium. Dari dua kelompok paduan
aluminium diatas dikelompokkan lagi menjadi dua kelompok, yaitu: tidak
dapat diperlaku-panaskan dan dapat diperlaku-panaskan. Untuk paduan
aluminium jenis cor yang dapat diperlaku-panaskan meliputi seri 2xx.x,
3xx.x, 7xx.x, dan 8xx.x, yang tidak dapat diperlaku-panaskan meliputi seri
1xx.x, 4xx.x, dan 5xx.x. Sedang aluminium jenis tempa yang tidak dapat
diperlaku-panaskan meliputi seri 1xxx, 3xxx, 4xxx, dan 5xxx, yang dapat
diperlaku-panaskan adalah seri 2xxx, 6xxx, 7xxx, dan 8xxx . Sifat-sifat
umum pada paduan aluminium adalah:
1. Jenis Al-murni teknik (seri 1xxx) Jenis paduan ini mempunyai
kandungan minimal aluminium 99,0% dengan besi dan silikon menjadi
kotoran utama (elemen paduan). Aluminium dalam seri ini memiliki kekuatan
yang rendah tapi memiliki sifat tahan korosi, konduksi panas dan konduksi
listrik yang baik juga memiliki sifat mampu las dan mampu potong yang
bagus. Aluminium seri ini banyak digunakan untuk sheet metal work .
2. Paduan Al-Cu (seri 2xxx) Elemen paduan utama pada seri ini
adalah tembaga, tetapi magnesium dan sejumlah kecil elemen lain juga
ditambahkan kesebagian besar paduan jenis ini. Jenis paduan Al-Cu adalah
jenis yang dapat diperlaku-panaskan. Dengan melalui pengerasan endap atau
penyepuhan, sifat mekanikpaduan ini dapat menyamai sifat dari baja lunak,
tetapi daya tahan korosinya rendah bila dibandingkan dengan jenis paduan
yang lainnya. Sifat mampu lasnya juga kurang baik, karena itu paduan jenis
ini biasanya digunakan pada kontruksi keling dan banyak sekali digunakan
dalam kontruksi pesawat terbang seperti duralumin (2017) dan super
duralumin (2024)
3. Paduan jenis Al-Mn (seri 3xxx) Manganesee merupakan elemen
paduan utama seri ini. Paduan ini adalah jenis yang tidak dapat diperlaku-
panaskan, sehingga penaikan kekuatannya hanya dapat diusahakan melalui
pengerjaan dingin pada proses pembuatannya. Bila dibandingkan dengan
jenis alumunium murni, paduan ini mempunyai sifat yang sama dalam hal
ketahanan terhadap korosi, mampu potong dan sifat mampu lasnya,
sedangkan dalam hal kekuatannya, jenis paduan ini jauh lebih unggul.
4. Paduan jenis Al-Si (seri 4xxx) Paduan Al-Si termasuk jenis yang
tidak dapat diperlaku-panaskan. Jenis ini dalam keadaaan cair mempunyai
sifat mampu alir yang baik dan dalam proses pembekuannya hampir tidak
terjadi retak. Karena sifat-sifatnya, maka paduan jenis Al-Si banyak
digunakan sebagai bahan atau logam las dalam pengelasan paduan aluminium
baik paduan cor atau tempa.
5. Paduan jenis Al-Mg (seri 5xxx) Magnesium merupakan paduan
utama dari komposisi sekitar 5%. Jenis ini mempunyai sifat yang baik dalam
daya tahan korosi, terutama korosi oleh air laut dan sifat mampu lasnya.
Paduan ini juga digunakan untuk sheet metal work, biasanya digunakan untuk
komponen bus, truk, dan untuk aplikasi kelautan.
6. Paduan jenis Al-Mg-Si (seri 6xxx) Elemen paduan seri 6xxx adalah
magnesium dan silicon. Paduan ini termasuk dalam jenis yang dapat
diperlaku-panaskan dan mempunyai sifat mampu potong dan daya tahan
korosi yang cukup. Sifat yang kurang baik dari paduan ini adalah terjadinya
pelunakan pada daerah las sebagai akibat dari panas pengelasan yang timbul.
Paduan jenis ini banyak digunakan untuk tujuan struktur rangka.
7. Paduan jenis Al-Zn (seri 7xxx) Paduan ini termasuk jenis yang
dapat diperlaku-panaskan. Biasanya ke dalam paduan pokok Al-Zn
ditambahkan Mg, Cu dan Cr. Kekuatan tarik yang dapat dicapai lebih dari
504 Mpa, sehingga paduan ini dinamakan juga
ultra duralumin yang sering digunakan untuk struktur rangka pesawat.
Berlawanan dengan kekuatan tariknya, sifat mampu las dan daya tahannya
terhadap korosi kurang menguntungkan. Akhir-akhir ini paduan Al-Zn-Mg
mulai banyak digunakan dalam kontruksi las, karena jenis ini mempunyai
sifat mampu las dan daya tahan korosi yang lebih baik daripada paduan dasar
Al-Zn.

2.1.2 Magnesium
Bahan kedua adalah magnesium sebagai campuran paduan dari
alumunium

Gambar 2.2. Magnesium


Sumber : https://sainskimia.com/unsur-kimia-magnesium/logam-magnesium/

Magnesium adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki


simbol Mg dan nomor atom 12 serta berat atom 24,31. Magnesium
adalah elemen terbanyak kedelapan yang membentuk 2% berat kulit
bumi, serta merupakan unsur terlarut ketiga terbanyak pada air laut.
Logam alkali tanah ini terutama 10 digunakan sebagai zat campuran
(alloy) untuk membuat campuran kuningan-magnesium yang sering
disebut "magnalium" atau "magnelium". Magnesium merupakan salah
satu jenis logam ringan dengan karakteritik sama dengan aluminium
tetapi magnesium memiliki titik cair yang lebih rendah dari pada
almunium. Seperti pada almunium, magnesium juga sangat mudah
bersenyawa dengan udara (Oksigen).
Perbedaannya dengan alumunium ialah di mana magnesium
memiliki permukaan yang keropos yang disebabkan oleh serangan
kelembaban udara karena oxid film yang terbentuk pada permukaan
magnesium ini hanya mampu melindunginya dari udara yang
kering.Unsur air dan garam pada kelembaban udara sangat
mempengaruhi ketahanan lapisan oxid pada magnesium dalam
melindunginya dari gangguan korosi.Untuk itu benda kerja yang
menggunakan bahan magnesium ini diperlukan lapisan tambahan
perlindungan seperti cat [10]
A. Sifat-sifat Magnesium
 Magnesium murni memiliki kekuatan tarik sebesar 110 N/mm2
dalam bentuk hasil pengecoran (Casting), angka kekuatan tarik ini
dapat ditingkatkan melalui proses pengerjaan. Magnesium bersifat
lembut dengan modulus elsatis yang sangat rendah. Magnesium
memiliki perbedaan dengan logam-logam lain termasuk dengan
aluminium, besi tembaga dan nickel dalam sifat pengerjaannya
dimana magnesium memiliki struktur yang berada didalam kisi
hexagonal sehingga tidak mudah terjadi slip. Oleh karena itu,
magnesium tidak mudah dibentuk dengan pengerjaan dingin.
Disamping itu, presentase perpanjangannya hanya mencapai 5 % dan
hanya mungkin dicapai melalui pengerjaan panas.
 Magnesium merupakan logam paling ringan yang digunakan dalam
aplikasi teknik material. Massa jenis magnesium sebesar 1,74
gr/cm3, lebih kecil dari pada massa jenis yang dimiliki alumunium.
 Magnesium memiliki titik leleh 923 K. Seperti kebanyakan Logam
Alkali Tanah lainnya, Magnesium dapat bereaksi dengan air pada
temperatur ruang/normal membentuk senyawa Hidroksida logam.
 Magnesium sangat mudah terbakar dan sangat sulit untuk di matikan
ketika telah menyala terbakar. Ketika pembakaran magnesium akan
menghasilkan cahaya putih terang yang dapat merusak jaringan mata
[11]
B. Kegunaan Magnesium
Senyawa magnesium memiliki kegunaan, berikut ini adalah
kegunaan dari magnesium :
Tabel 2.4 Karakteristik Logam Magnesium

Sifat Keterangan

Konfigurasi elektron (Ne)3 S2

Massa atom 24,3050 gr/mol

Densitas 1,74 gr/cm3(20°C)

Titik lebur 650°C (1193°F)

Titik didih 1107°C (2024°F)

Kalor peleburan 8,48 Kj /mol

Kalor penguapan 128Kj /mol

Kapasitas kalor 24,869 J/mol K (pada 25°C)

Elektronegativitas 1,31,(skala pauling)

Jari jari atom 150 pm

Kapasitas panas 1,01 J/Gk

Konduktivitas kalor 156 W/mK (pada 27°C)

Daya hambat listrik 4,46 mikrom

Modulus young 45 Gpa

Modulus elastisitas 6,25 106 psi

Modulus geser 17Gpa

Kekuatan tarik 10N/mm2 (magnesium murni)


Kekerasan 33 brinel (500kg.load, 10mm.ball)

Sumber : Andriasyah,2013
https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2F1library.net
%2Fdocument%2Fzgg0vevz-text-abstract-

2.7 Alat dan Bahan yang Digunakan Kerajinan Cor Alumunium


Dari hasil observasi, wawancara dilapangan, diperoleh data-data tentang
alat dan bahan yang digunakan dalam proses pembuatan kerajinan cor
Alumuniu,.
A. Alat-alat yang digunakan
1. Cetakan atau mal
cetakan atau mal ini berfungsi untuk memberikan bentuk kepada
kerajinan coran yang akan dibuat sesuai dengan pola disain kerajinan
coran cetakan bertujuan mempermudah dalam pembuatan kerajinan
dikarenakan cetakan digunakan sebagai acuan dalam pembentukan
karya kerajinan coran, cetakan berfariasi bentuknya sesuai dengan
bentuk kerajinan yang diinginkan dalam proses cetak.
2. Penjemuran
Sistem penjemuran cetakan yang sudah di popok dengan arang
halus, pasir dan tanah liat dilakukan selama 2-5 hari penjemuran
dibawah terik matahari supaya cetakan yang sudah dipopok benar-
benar kering. Penjemuran sangat penting bertujuan supaya cetakan
tersebut kuat dan tidak pecah saat mulai proses pengecoran dilakukan.
3. Tahap inti
Pembakaran dan peleburan alumunium dengan magnesium
pembakaran berfungsi untuk mengeluarkan malam dari matras
cetakan dilakukan dengan cara pembakaran. Apabila malan sudah
keluar dari matras cetak, selanjutnya didinginkan. Selanjutnya
peleburan alumunium dengan magnesium. Peleburan menggunakan
tungku lebur (tempat adonan logam alumunium dan magnesium)
berarti titik lebur sudah tercapai dan siap untuk di tuangkan dalam
cetakan. Peleburan berlangsung berlangsung sampai titik lebur dan
benar-benar tercampur.
4. Pengecoran
Adonan alumunium dengan magnesium yang sudah cair dituangkan
kedalam cetakan dan didinginkan. Setelah dingin cetakan dipecahkan
dan diambil hasil coran yang sudah mengeras dan membentuk
kerajinan.
5. Perbaikan
Pada tahap perbaikan cor alumuium hasil dari cetakan biasanya
tidak 100% berhasil dengan baik, sehingga perlu perbaikan bentuk
kerajinan coran dengan cara di poles sampai halus

2.8 Media Pendingin


Media pendingin adalah suatu peristiwa pemindahan panas dari suatu
tempat ke tempat yang lain kemudian diikuti oleh adanya perubahan-
perubahan pada tempat yang diinginkan (dari panas ke dingin), hal ini
sangatlah penting karena akan berpengaruh dalam pembentukan logam [12]
Media pendingin yang digunakan untuk mendinginkan baja bermacam
macam. Berbagai bahan pendingin yang digunakan dalam proses perlakuan
pa nas antara lain :
1) Daun Ketapang Tumbuhan ketapang (T. catappa) merupakan tumbuhan
asli Asia Tenggara yang banyak terdapat di Indonesia. Hasil uji fitokimia
daun ketapang (T. catappa) menunjukkan adanya berbagai senyawa aktif
yaitu flavonoid, tannin, alkaloid, saponin, fenol dan minyak atsiri yang
aktif sebagai bahan antimikroba (Sine, 2013). Menurut Dawn et al, (2000),
proses ekstraksi menggunakan pelarut air dapat menarik senyawasenyawa
yang bersifat polar seperti flavonoid, alkaloid dan tanin (Maryani et al,
2020)
2) HCL atau Asam Klrida adalah larutan akuatik dari gas hydrogen klorida
(HCL), ia adalah asam kuat dan merupakan komponen utama dalam asam
lambung. Senyawa ini juga digunakan secara luas dalam industri, asam
klorida harus ditangani prosedur keselamatan yang tepat karena
merupakan cairan yang sangat korosif, Dari tujuh asam mineral kuat,
dalam kimia, asam klorida meruakan asam monoprotic yang paling sulit
menjalani reaksi redoks, ia juga merupakan asam kuat yang paling tidak
berbahaya untuk ditangani dibandingkan dengan asam kuat lainnya,
walaupun asam ia mengandung ion klorida yang tidak reaktif dan tidak
beracun oleh karna inilah asam klorida merupakan reagen pengasaman
yang sangat baik
2.9 Pengujian Kekerasan
a) Uji kekerasan Vickers
Kekerasan Vickers sangat perlu dibutuhkan sebagai ketelitian
kekerasan logam. Penggunaan bahan polimer dipergunakan juga caranya
yang sama, menggunakan beban untuk penekanan (P) mulai dari 1 hingga
120 kg tergantung jenis dan kekerasan material yang akan diuji. Kekerasan
Vickers didapat dari persamaan dan Gambar 2.1 di bawah ini.

……………………..(1)
Keterangan:
VHN = Angka Kekerasan Vickers (gf/mm2 )
P = Pembebanan (gf)
A = Panjang diagonal indentor (μm)
Dimana VHN Vickers Kekerasan Number adalah sudut antara
permukaan indentor intan yang berhadapan yaitu 136°, dan d adalah
panjang rata-rata garis diagonal bekas penekanan oleh penekan piramida
intan (diamond) (Sudria dan Shinruko Saito, 1992:188).

Gambar 2.3. Skema Pengujian Vickers


Sumber:https://www.google.com/www.testingindonesia.com
%2Fmemahami-metode-pengujian-vickers-pada-hardness-tester-

Kekurangan dari pengujian Vickers adalah prosesnya yang


memerlukan waktu cukup lama, membutuhkan preparasi permukaan
material uji yang sangat hati-hati, dan dapat dimungkinkan terjadinya
kesalahan pengukuran panjang diagonal hasil indentor. Standar yang
digunakan untuk pengujian Vickers umumya menggunakan standar ASTM
E92, untuk standar lainnya dapat diketahui pada Tabel 2.5 (Dieter, 1961:
289).
Tabel 2.5 Tabel Standart Pengujian Vickers

Sumber:https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F
%2Ftukanggambar3d.com%2Fuji-kekerasan-

Tabel 2.5 adalah standar yang biasa digunakan dalam pengujian


kekerasan Vickers. Standar yang digunakan berbeda-beda tergantung
material uji serta mesin yang digunakan untuk pengujian. Standar yang
paling umum digunakan adalah ASTM E 92.

Setelah diketahui nilai kekerasan material aluminium yang dilakukan


proses penambahan unsur magnesium, mangan dan sillikon dengan
variasi persentase penahanan yang berbeda, tahap selanjutnya adalah
pengujian struktur mikro. Pengujian dilakukan untuk mengetahui
perubahan yang terjadi.

2.10 Pengujian Mikrostruktur

Mikrostruktur ialah tampilan atau wujud dari kumpulan fasa yang bisa
diamati dengan menggunakan teknik metalografi. Menurut (Ali Mustofa,
Sarjito Jokosisworo, 2018) Uji Metalografi merupakan suatu proses yang
ber- tujuan untuk memperoleh gambar yang menunjukan struktur mikro
sebuah logam atau paduan. Melalui Proses ini kita dapat mengetahui
struktur dari suatu logam atau paduan dengan memperjelas batas-batas
butir logam se- hingga dapat langsung dilihat dengan menggunakan
mikroskop dan diambil gambarnya.
Dalam pengujian ini, kualitas bahan ditentukan dengan mengamati
struktur dibawah mikroskop, disamping itu pula mengamati cacat dan
bagian yang terartur. Mikroskop yang digunakan adalah mikroskop
cahaya, tetapi bisa juga menggunakan mikroskop elektron untuk
mendapatkan pembesaran yang tinggi. Dalam hal tertentu dipakai alat
khusus yaitu mikrokop pirometri untuk bisa mengamati perubahan-
perubahan yang disebabkan oleh perubahan temperatur, atau juga dibuat
alat penganalisis mikro dengan mana kotoran kecil dalam struktur dapat
dianalisis. Permukaan logam uji dipolis dan di- periksa langsung dibawah
mikroskop atau dilakukan lebih dulu bermacam- macam etsa baru
diperiksa dibawah mikroskop. Pada pengujian tak merusak, atau pengujian
permukaan lengkung, dapat dipakai cara khusus, yaitu dengan menekan
pelat seluloida yang diplastiskan oleh suatu asam pada permukaan yang
telah dipolis dan dietsa sebagian, dengan demikian terjadi gambar logam
yang dietsa pada pelat seluloida. Berkenaan dengan pertimbangan
mengenai struktur.
Struktur mikro adalah struktur terkecil yang terdapat dalam suatu
bahan yang keberadaannya tidak dapat di lihat dengan mata telanjang,
tetapi harus menggunakan alat pengamat struktur mikro diantaranya;
mikroskop cahaya, mikroskop electron, mikroskop field ion, mikroskop
field emission dan mikroskop sinar-X [13]. Adapun manfaat dari
pengamatan struktur mikro ini adalah:
1. Mempelajari hubungan antara sifat-sifat bahan dengan struktur dan
cacat pada bahan.
2. Memperkirakan sifat bahan jika hubungan tersebut sudah diketahui.
Baja mempunyai banyak sifat, misalnya kekuatan, kekerasan dan
regangan. Adanya perbedaan sifat-sifat tersebut terutama karena zat arang
yang dikandung baja tidak terpadu. Hal ini selain disebabkan adanya
intensitas zat arang tetapi juga dikarenakan cara mengadakan ikatan
dengan besi yang dapat mempengaruhi sifat baja. Dalam baja yang
didinginkan secara lambat menuju suhu ruangan dibedakan [14] menjadi
tiga bentuk utama kristal.
Sifat-sifat fisik atau mekanik dari material tergantung dari struktur
mikro material tersebut. Struktur mikro dalam logam (paduan) ditunjukan
dengan besar, bentuk dan orientasi butirnya, jumlah fasa, proporsi dan
kelakuan dimana mereka tersusun atau terdistribusi.
Struktur mikro dari paduan tergantung dari beberapa faktor seperti:
elemen paduan, konsentrasi dan perlakuan panas yang diberikan.
Pengujian struktur mikro atau mikrografi dilakukan dengan bantuan
mikroskop dengan koefisien pembesaran dan metode kerja yang
bervariasi. Secara umum bekerja dengan reflek pemedaran(sinar). Adapun
beberapa tahap yang perlu dilakukan sebelum melakukan pengujian
struktur mikro adalah:

1) Sectioning (pemotongan). Pemotongan ini dipilih sesuai dengan


bagian yang akan diamati struktur mikronya. Spesimen uji dipotong
dengan ukuran seperlunya.
2) Grinding (pengamplasan kasar). Tahap ini untuk menghaluskan dan
merataka permukaan spesimen uji yang ditujukan untuk menghilangkan
retak dan goresan. Grinding dilakukan secara bertahap dari ukuran yang
paling kecil hingga besar.
3) Polishing (pemolesan). Tahap ini bertujuan untuk menghasilkan
permukaan spesimen yang mengkilap, tidak boleh ada goresan. Pada tahap
ini dilakukan dengan menggunakan kain yang telah olesi autosol. Untuk
mendapatkan hasil yang baik, maka perlu diperhatikan beberapa hal
sebagai berikut: Pemolesan : Dalam melakukan pemolesan sebaiknya
dilakukan dengan satu arah agar tidak terjadi goresan. Pemolesan ini
menggunakan kain yang diolesi autosol dan dalam melakukan
pembersihan harus sampai bersih.
Penekanan : apabila terlalu menekan maka arah dan posisi pemolesan
dapat berubah dan kemungkinan terjadi goresan.
4) Etching (pengetsaan) . Hasil dari proses pemolesan akan berupa
permukaan yang mengkilap seperti cermin. Agar struktur terlihat jelas
maka permukaan tersebut dietsa.
5) Pemotretan Dimaksudkan untuk mendapatkan gambar struktur mikro
dari spesimen uji setelah difokuskan dengan mikroskop.

Gambar 2.4. microskop (Fakultas Teknik 2018)


2.11 Analisis Data
a) Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode penelitian eksperimen. Metode penelitian merupakan cara
pemecah masalah penelitian yang dilaksanakan secara terencana dan
cermat dengan maksud mendapatkan fakta dan kesimpulan agar dapat
memahami, menjelaskan, meramalkan dan mengendalikan keadaan
[15]. Metode eksperimen merupakan metode penelitian yang menguji
hipotesis berbentuk hubungan sebab – akibat melalui pemanipulasian
variable independen dan menguji perubahan yang di akibatkan oleh
pemanipulasian tersebut. Maka metode eksperimen ini di gunakan
untuk mengukur perubahan yang terjadi setelah dilakukannya
pemanipulasian. Selain itu, metode eksperimen ini dilaksanakan dengan
tujuan agar hipotesis yang telah di rumuskan pada bab 1 dapat terbukti
[16].
b) Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja
yang di tetapan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh
informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulanya [17].
Sesuai dengan judul penelitian yaitu Analisis Microsruktur Pada
Kekerasan Pengecoran Alumunium Dan Magnesium
Variabel bebas ini sering disebut sebagai variabel stimulus,
preditor,abtecedent. Dalam bahasa Indonesia sering di sebut variabel
bebas. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi
sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen / terikat [18]. Dalam
penelitian ini variabel independen yang di teliti adalah percampuran
alumunium 90% dan magnesium 10% terhadap variasi pendingin air,
air laut dan oli.
Variabel terikat adalah variabel yang di pengaruhi atau yang
menjadi akibat, karena adanya variabel bebas [14]. Dalam penelitian ini
variabel independen yang di teliti adalah alumunium dan magnesium
terhadap kekerasan yang didinginkan menggunakan variasi pendingin
air, air laut dan oli.
c) Uji varian (ANOVA)
1) Pengujian Hipotesis Tentang K Mean (K>2)
Hipotesis nihil yang akan diuji mengatakan bahwa mean dari lebih
dari dua populasi normal adalah sama. Asumsinya adalah bahwa
variance (deviasi standart kuadrat) dari populasi-populasi itu sama.
Prinsip sebagai dasar yang digunakan dalam melakukan pengujian
hipotesis ini adalah apabila mean dari kelompok bagian sangat
berbeda satu dengan yang lain, maka variance kombinasi dari seluruh
kelompok akan jauh lebih besar dari variance masing-masing
kelompok bagian.

Tabel 2.6 Sampel-sampel Random, k Sampel dengan Anggota


(Subagyo, 1993)

Sampel 1 Sampel 2 Sampel k

X11 X12 ……………... X1k

X21 X22 ……………... X2k

X31 X32 ……………... X3k

… … …

Means Xn1 Xn2 …………….. X nk


X1 X2 ……………... Xk

Xij = individu ke i dari sampel j

k = banyaknya sampel

n = banyaknya individu sampel

X = over all mean, atau grand mean yakni mean dari semua observasi
X 1 + X 2 … …+ X k
k
X 11+ X 21+ X 31 … …+ X n 1
X1=
n1
X 12+ X 22+ X 32 … …+ X n 2
X2=
n2
X 1 k + X 2 k + X 3 k … …+ X nk
X k=
nk

Kemudian dihitung:
1. Variance between means (deviasi standard kuadrat dari mean- mean)
dengan rumus:
k

∑ ( X j−X ) 2
S2 X = j=i
k −1
2
S X =dipandang sebagai hargaestimasi dari
2
2 σ
σ X=
n
dimana σ 2 adalah variance populasi
Variance between means tersebut merupakan estimasi pertama dari σ 2
2
σ
S2 X =
n
k

∑ ( X j − X )2
2 2 j=1
σ =n . S X =
k−1
k-1 merupakan degree of freedom
2. Variance within group: yakni variance rata-rata dari variance masing-
masing sampel.
S 21+ S 22 +…+ S 2k
k
dimana S1, S2…………dan Sk meruapakan deviasi standard dari k
sampel. Ini meruapakan estimasi kedua dari σ 2. Dituliskan dengan
rumus:
n n

∑ ∑ ( X ij− X j )2
i=1 j=1
k (n−1)
Apabila mean populasi tersebut tidak sama, maka variance between
means akan jauh lebih besar daripada variance within group.
Distribusi sampling harga statistik F yang didefinisikan sebagai:
Variancebetween means
F=
Variance within group
Akan berbentuk distribusi F, yang beberapa harganya untuk berbagai
degree of freedom dengan α= 0,05 dengan α= 0,01 dapat dilihat pada
tabel nilai F. analisis yang digunakan untuk pengujian hipotesis
tentang k mean tersebut juga dinamakan analysis of variance
(ANOVA).
Langkah-langkah dalam pengujian k mean:
1. Hipotesis: H 0 : μ1=μ2=…=μ k
H 1 : μ 1 ≠ μ2 ≠ … ≠ μk
2. Dipilih level of significance tertentu (0,05 atau 0,01)
3. Kriteria pengujian:

F α ; k−1( n−1) F

Daerah terima Daerah tolak

Gambar 2.1. Kriteria pengujian (Subagyo, 1993)

k-1 pembilang (numerator); k(n-1) penyebut (denominator)


H0 diterima apabila

F ≤ F α ;k −1 ( n−1 )

H0 ditolak apabila

F> F α ;k−1 (n−1 )

4. Perhitungan nilai F:
Variancebetween means
F=
Variance within group
5. Kesimpulan (dengan membandingkan antara langkah 4 dengan
peraturan pengujian pada langkah 3).

2) Analisis Variance Dua Arah


Analisis Variance dua yang telah diuraikan dalam sub bab
sebelumnya dapat diperluas dengan analisis variance dua arah (two
way analysis of variance). Dalam analisis variance dua arah, tidak
hanya didasarkan pada satu perlakuan tetapi diperluas menjadi dua
perlakuan. Hipotesis nihil yang akan diuji mengatakan bahwa tidak
ada perbedaan k mean (k>2) pada perlakuan satu; bahwa tidak ada
perbedaan k mean (k>2) pada perlakuan dua; dan tidak ada efek
interaksi antara perlakuan satu dengan perlakuan dua.

Uji F adalah pengujian terhadap koefisien regresi secara simultan.


Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh semua variabel
independen yang terdapat di dalam model secara bersama-sama
(simultan) terhadap variabel dependen. Untuk mencari uji F
digunakan rumus sebagai berikut:
1. Faktor Koreksi
Ʃ i Ʃ j X 2ij
FK = (Suntoyo, 1990)
n. p
Keterangan : FK = Faktor Koreksi
ni = Banyaknya kolom
p = Banyaknya baris
X❑
ij
= Data pada kolom ke-i ulangan ke-j

2. Jumlah Kuadrat Total

JK Total = Ʃ ip Ʃni X 2ij −FK (Suntoyo, 1990)

3. Jumlah Kuadrat Antar Kolom

JK A = Ʃ ip ¿ ¿/n – FK (Suntoyo, 1990)


4. Jumlah Kuadrat Dalam Kolom

JK D = JK Total - JK A (Suntoyo, 1990)

5. Kuadrat Tengah Antar Kolom


KT A = JK A / (p-1) (Suntoyo, 1990)

6. Kuadrat Tengah Dalam


KT D = JK D / Ʃ ip (n− p) (Suntoyo, 1990)

7. Nilai F hitung
KTA
F hitung = (Suntoyo, 1990)
KTD

d) Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu masalah yang di
hadapi dan perlu di uji kebenarannya dengan data yang lebih lengkap
dan menunjang. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh
percampuran alumunium dengan magnesium dengan variasi
pendinginan terhadap kekerasan. Berikut ini perumusan hipotesis dari
penelitian ini:
Ho: Tidak ada perbedaan percampuran alumunium dengan
magnesium terhadap variasi pendinginan air sumur terhadap kekerasan.
H1: Ada perbedaan percampuran alumunum dengan magnesium terhadap variasi
pendinginan air sumur terhadap kekerasan.

Anda mungkin juga menyukai