Anda di halaman 1dari 42

PENGARUH PENAMBAHAN SERBUK Cu PADA PENGECORAN

ALMUNIUM PADUAN TERHADAP KETANGGUHAN DAN TINGKAT


KEKERASAN

(Seminar Usul)

Oleh:

Noviyansyah

1615021026

Jurusan Teknik Mesin


Fakultas Teknik
Universitas Lampung
2022
DAFTAR ISI

COVER………………………………………………………………………………..i
daftar isi…………………………………………………………………………

2
I. PENDAHULUAN................................................................................................4
1.1` LATAR BELAKANG.........................................................................................4
1.2 TUJUAN PENELITIAN.....................................................................................6
1.3 BATASAN MASALAH.......................................................................................7
1.4 SISTEMATIKA PENULISAN...........................................................................7
II. TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................9
2.1 PENGECORAN LOGAM...................................................................................9
2.2 METODE PENGECORAN LOGAM..............................................................10
2.3 METODE PENGECORAN SAND CASTING.................................................13
2.5 ALMUNIUM.......................................................................................................15
2.6 UJI KEKERASAN.............................................................................................16
2.7 UJI IMPAK.........................................................................................................17
2.8 JENIS-JENIS METODE IMPAK.....................................................................18
III. METODE PENELITIAN..................................................................................19
3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN.......................................................19
3.2 ALAT DAN BAHAN.........................................................................................19
3.3 JUMLAH SPESIMEN.......................................................................................23
3.4 PROSES PENGECORAN.................................................................................24
3.5 PERHITUNGAN................................................................................................25
3.6 PENGUJIAN.......................................................................................................27
3.7 DIAGRAM ALUR PENELITIAN....................................................................28
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................35
LAMPIRAN………………………………………………………………………...30
I. PENDAHULUAN

1.1`Latar Belakang

Sektor perindustrian menjadi sumber pendapatan utama bagi mayoritas penduduk


Indonesia. Semakin berkembangnya teknologi membuat industri semakin pesat
berkembang. Perindustrian di bidang otomotif Seperti komponen kendaraan
bermotor yang berbahan baku paduan alumunium yang memiliki manfaat
sebagai komponen kendaraan bermotor karena paduan aluminium
mempunyai sifat yang ringan, tahan karat, tahan suhu tinggi, kuat, dan keras.
Komponen kendaraan bermotor yang dibuat dengan bahan dasar aluminium
antara lain Almunium paduan, velg, Almunium paduan, tromol dan lain-lain.
Aluminium merupakan logam ringan, mempunyai ketahanan korosi yang baik
dan daya hantar listrik yang baik dan sifat-sifat lainnya sebagai sifat material
logam. Selain itu, aluminium juga mempunyai sifat mampu membentuk (wrought
alloy) yang membuat paduan aluminium ini dapat dikerjakan atau diproses baik
dengan metode pengerjaan dingin maupun pengerjaan panas (peleburan).

Apabila aluminium dicampur sejumlah kecil elemen lain maka kekuatan dan
kekerasannya akan meningkat, contohnya paduan antara aluminium dan tembaga
(Al-Si-Cu). Dalam paduan Al, tembaga ditambahkan untuk meningkatkan
kekuatan material tersebut, makin tinggi kadar tembaga maka makin banyak fasa
yang terbentuk, sehingga kekerasan dan kekuatan paduan akan meningkat. Sifat
lain yang akan meningkat dengan adanya unsur tembaga di dalam paduan Al-Si-
Cu ialah sifat ketahanan korosi dan sifat ketahanan aus.
Menurut penelitian dari Murtadho (2010) membahas mengenai pengaruh
kandungan tembaga (Cu) terhadap nilai fluiditas dan struktur mikro yang
terbentuk pada paduan aluminium dengan variabel 4 %, 10 %, dan 33%.
Penelitian tersebut memberikan kesimpulan bahwa bertambahnya kandungan
tembaga akan meningkatkan fluiditas paduan aluminium yang ada. Pada
penelitian lain yang dilakukan oleh Saputra membahas analisis pengaruh
penambahan tembaga (Cu) dengan variasi (7%, 8%, 9%) pada paduan
aluminium silikon (Al-Si) terhadap sifat fisis dan mekanis. Pada penambahan
Cu 7%, unsur Al sebesar 98,65%, Si 0,30% dan Cu 0,3090%. Pada Cu 8%,
unsur Al sebesar 97,92%, Si 0,40% dan Cu 0,9350%. Pada penambahan Cu
9%, unsur Al 96,16%, Si 1,00% dan Cu 1,9290%. Hasil uji impak diketahui
bahwa semakin banyak kadar penambahan Cu ke paduan Al-Si semakin
rendah nilai impak, kemudian pada material yang mengalami proses heat
treatment, nilai impak meningkat dan semakin lama waktu tahan pada
proses heat treatment maka nilai impak semakin meningkat. Hasil uji tarik
diketahui bahwa semakin banyak penambahan Cu ke paduan Al-Si kekuatan
tarik meningkat. Kemudian material yang mengalami proses heat treatment
kekuatan tariknya semakin meningkat dan semakin lama waktu tahan pada
proses heat treatment kekuatan tariknya semakin meningkat lagi. Hasil uji
kekerasan diketahui bahwa semakin banyak penambahan Cu ke paduan Al-Si
kekerasan meningkat. Kemudian material yang mengalami proses heat
treatment kekerasannya semakin meningkat dan semakin lama waktu tahan
pada proses heat treatment kekerasannya semakin meningkat lagi.

Menurut Aris (2015) yang membahas tentang analisa hasil pengecoran


penambahan bahan material Almunium paduan dan kaleng bekas pada alat
rumah tangga terhadap perubahan nilai kekerasan dan struktur mikro AlMg-Si
bahwa dalam penelitian spesimen Almunium paduan sebagai campuran
memiliki nilai kekerasan lebih tinggi yaitu 39 HRB, namun nilai streght nya
lebih rendah yaitu 17070 j/mm2, proses pembentukan material aluminium
dapat dikerjakan dengan berbagai cara, salah satunya dengan menggunakan
metode teknik pengecoran logam.
Menurut Patna (2018) dalam penelitian pengaruh variasi serbuk tembaga (Cu)
dengan variasi 40,50,60 pada las titik pada pengelasan plat alumunium adalah
semakin besar ukuran angka mesh maka semakin kecil ukuran serbuk
tembaga (Cu), Kekerasan yang paling tinggi terjadi pada mesh 60 daerah
nugget yakni 99,4 HVN, kemudian pada bagian HAZ (Heat affect zone)
sebesar 67.9 HVN dan terakhir pada bagian logam induk (base metal) 37.2
HVN.

Menurut Surdia (2000) proses pengecoran logam adalah suatu proses


pembuatan produk yang dimulai dengan mencairkan logam ke dalam tungku
peleburan (Furnace) yang kemudian dituangkan ke dalam cetakan yang
terlebih dahulu dibuat pola, hingga logam yang telah dicairkan tersebut
memadat dan kemudian dikeluarkan dari cetakan.

Berdasarkan uraian teori di atas maka penelitian yang akan dilakukan yaitu
memanfaatkan barang bekas Almunium paduan dengan menambahkan
Serbuk Cu yang akan dijadikan spesimen dengan metode pengecoran dengan
tujuan paduan tersebut adalah untuk mengetahui pengaruh komposisi
tembaga (Cu) terhadap sifat mekanik, mengetahui kualitas produk cor yang
dihasilkan. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh variasi campuran
Serbuk Cu terhadap kualitas hasil pengecoran dan campuran Serbuk Cu
yang paling ideal perlu dilakukan beberapa pengujian diantaranya uji
ketangguhan, uji tingkat kekerasan, dan pengamatan komposisi kimia.

1.2 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:


I.1.1 Mengetahui pengaruh penambahan unsur Serbuk Tembaga (Cu) pada
pengecoran aluminium paduan terhadap nilai ketangguhan (impak).
I.1.2Mengetahui pengaruh penambahan unsur serbuk Tembaga (Cu) pada
pengecoran aluminium terhadap tingkat nilai kekerasan.
I.1.3Mengetahui hasil analisa Struktur Mikro akibat penambahan serbuk
tembaga (Cu).
I.3 Batasan Masalah

Agar penelitian yang dilakukan ini dapat lebih terarah, maka penulis
membatasi ruang lingkup pembahasan pada:
1.3.1 Penambahan unsur Serbuk Tembaga (Cu) sebesar 9%, 12%, 15%.
1.3.2 Bahan penelitian adalah Almunium paduan sebagai bahan baku utama
pengecoran dengan berat gram per variasi pengujian.
1.3.3 Cetakan (molding) terbuat dari pasir cetak dan proses pendinginan
melalui udara bebas tanpa perlakuan khusus.
1.3.4 Pengujian yang dilakukan adalah pengujian ketangguhan impak untuk
melihat nilai kekuatan impak yang dihasilkan.
1.3.5 Pengujian yang dilakukan adalah uji kekerasan untuk melihat nilai
kekerasan yang dimiliki, pengujian menggunakan metode Rockwell.

1.4 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai
berikut:
I. PENDAHULUAN :
Yang menjelaskan secara garis besar latar Belakang pengecoran
aluminium dengan penambahan unsur tembaga, tujuan yang hendak
dicapai pada penelitian ini, batasan masalah pembahasan dan sistematika
penulisan yang digunakan.
II. TINJAUAN PUSTAKA :
Yang berisikan teori mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penelitian,
yaitu: penjelasan material aluminium, pengertian aluminium, pengecoran,
pengertian tembaga, analisa kekerasan, kekuatan impak dan komposisi
kimia hasil pengecoran aluminium dengan penambahan tembaga.
III. METODOLOGI PENELITIAN :
Yang menerangkan tentang hal – hal yang berhubungan dengan
pelaksanaan penelitian, yaitu tempat penelitian, bahan penelitian,
peralatan, dan prosedur pengujian.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN :
Yang berisikan hasil dan pembahasan dari data - data yang diperoleh saat
pengujian dilaksanakan.
V. PENUTUP :
Pada bab ini berisikan hal - hal yang dapat disimpulkan dan saran -
saran yang ingin disampaikan dari penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA :
Yang berisikan referensi yang digunakan penulis untuk
menyelesaikan penelitian ini.
LAMPIRAN :
Yang berisikan dokumen pendukung penelitian ini.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengecoran Logam


Pada dasarnya pengecoran adalah penuangan logam cair ke dalam cetakan yang
telah terlebih dahulu dibuat pola, hingga logam cair tersebut membeku dan
kemudian dipindahkan dari cetakan. Sudjana (2008:3) menyatakan bahwa
pengecoran merupakan proses pembuatan benda dengan mencairkan logam
dan menuangkannya ke dalam rongga cetakan. Benda yang sangat rumit
untuk dibuat menggunakan mesin, dapat diproduksi dengan masal dan
ekonomis mengguanakan metode pengecoran.

Banyak logam yang dapat digunakan sebagai bahan pengecoran seperti logam
ferro dan non ferro. Beberapa benda yang terbuat dari metode pengcoran
diantaranya Almunium paduan, tutup silinder, velg, tromol dan lain
sebagainya. Dalam buku Teknik Pengecoran Logam dan Perlakuan Panas
disebutkan keuntungan dan kerugian pembuatan benda menggunakan metode
pengecoran, keuntungan yang terdapat dari metode tersebut yaitu:
2.1.1 Tidak ada batasan ukuran/berat benda.
2.1.2 Melalui proses yang fleksibel.
2.1.3 Pilihan material yang tak terbatas.
2.1.4 Sesuai untuk keperluan produksi dan,
2.1.5 Dapat mencetak dalam bentuk kompleks, baik bentuk bagian luar
maupun dalam.

Sedangkan kekurangan dalam metode pengecoran yaitu:


2.1.1 Masalah lingkungan bahaya pada penuangan logam cair panas.
2.1.2 Keterbatasan sifat mekanik.
2.1.3 Dimensi benda cetak kurang akurat dan, Sering terdapat cacat pada
benda.
2.2 Metode Pengecoran Logam

Dalam perkembangan teknologi di era globalisasi ini banyak jenis-jenis


pengecoran logam yang dikembangkan, diantaranya:
II.1.1 Sand casting, yaitu jenis pengecoran dengan menggunakan cetakan
pasir. Jenis pengecoran ini paling banyak dipakai karena ongkos
produksinya murah dan dapat membuat benda coran yang berkapasitas
berton-ton. Contoh benda coran yang menggunakan jenis pengecoran
tersebut yaitu Almunium paduan, dudukan kanpas rem dan lain
sebagainya.
II.1.2 Centrifugal casting, yaitu jenis pengecoran dimana cetakan diputar
bersamaan dengan penuangan logam cair ke dalam cetakan. Yang
bertujuan agar logam cair terdorong oleh gaya sentrifugal akibat
berputarnya cetakan, sehingga logam cair terdesak dan semakin padat
benda yang dihasilkan. Contoh benda coran yang biasanya
menggunakan jenis pengecoran ini ialah velg dan benda coran lain
yang berbentuk silinder.
II.1.3 Die casting, yaitu jenis pengecoran yang cetakannya terbuat dari
logam. Sehingga cetakannya dapat digunakan berulang - ulang.
Biasanya logam yang digunakan untuk mengecor ialah logam non
ferro.
II.1.4 Investment casting, yaitu jenis pengecoran yang polanya terbuat dari
lilin (wax), dan cetakannya terbuat dari kramik, contoh benda coran
yang biasa menggunakan jenis pengecoran ini ialah benda coran yang
memiliki kepresisian yang tinggi misalnya rotor turbin.

Dalam setiap proses pengecoran juga membutuhkan peralatan dan


perlengkapan yang perlu digunakan, diantaranya:
II.1.1 Dapur Kowi
Dapur kowi adalah dapur yang digunakan untuk melebur logam
berupa baja dan aluminium. Kowi dibuat dari campuran grafit dan
tanah liat yang diproses dengan teliti, mudah pecah dalam suhu yang
biasa, akan tetapi memiliki kekuatan yang kuat dalam keadaan suhu
panas (Andreas, 2011). Kowi dapat dipanaskan menggunakan kokas,
minyak atau gas alam yang digunakan untuk bahan bakarnya. Pada
prinsipnya dapur kowi merupakan tungku biasa yang dibakar dari
bawah menggunakan api dengan tekanan tinggi dan plat baja yang
dilapisi batu tahan api.

Gambar 2.1 Furnance.


II.1.2 Cetakan
Setiap proses pengecoran dibutuhkannya cetakan untuk tempat
penuangan logam cair panas yang pada akhirnya akan menjadi benda
yang akan diproduksi. Cetakan yang digunakan proses pengecoran
dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori (Sudjana, 2008) cetakan
sekali pakai dan cetakan permanen. Pada proses pengecoran yang
menggunakan cetakan sekali pakai, untuk mengelurakan hasil
pengecoran dalam cetakan dengan cara menghancurkan cetakan
tersebut. Sedangkan pada proses pengecoran yang menggunakan
cetakan permanen, biasanya terdapat pengait untuk membuka tutup
cetakan tersebut kemudian keluarkan hasil pengecoran dari cetkan
sesudah dingin.
II.1.3 Panci Penuang
Panci penuang (ladle) digunakan untuk mengangkut logam cair dari
tungku peleburan dan menuangkannya ke dalam cetakan, panci ini
terbuat dari baja yang mampu menahan panas dari logam yang
dicairkan. Untuk panci penuang yang digunakan untuk mengambil
logam cair yang dicairkan dalam tungku menggunakan panci kecil
yang penggunaannya tidak memerlukan bantuan corong.
II.1.4 Centrifugal casting (pengecoran sentrifugal)
Centrifugal casting adalah metode pengecoran logam yang
menggunakan model sentrifugal untuk membuat benda berbentuk
silinder (Raharja, 2011). Metode pengecoran ini berbeda dengan
pengecoran pada umumnya yang menuangkan logam cair ke dalam
cetakan yang mengandalkan gravitasi. Centrifugal casting dilakukan
dengan cara menuangkan logam cair ke dalam cetakan yang berputar
sehingga menghasilkan benda coran yang mampat tanpa cacat karena
pengaruh gaya sentrifugal (Surdia, 1986). Centrifugal casting sendiri
terbagi menjadi dua posisi yaitu vertikal dan horizontal. Vertical
Centrifugal Casting adalah proses penuangan logam cari ke dalam
cetakan dari atas melalui lubang cetakan yang berdiri tegak.
Sedangkan Horizontal Centrifugal Casting adalah proses penuangan
logam cair dari sisi samping cetakan melalui lubang cetakan dengan
posisi mendatar.

Gambar 2.2 Centrifugal Casting

Centrifugal Casting digunakan untuk menghasilkan bagian axi-


simetris seperti silinder atau disk yang berongga, seperti pipa air,
cincin torak, bantalan mesin, dan sebagainya (Raharja, 2011).
Kekuatan sentrifugal yang tinggi menyebabkan bagian ini memiliki
sifat mekanik sekitar 30% lebih besar dari pada bagian yang dibentuk
dengan metode casting statis. Centrifugal casting memiliki
keunggulan seperti hasil pengecoran yang lebih padat daripada metode
pengecoran biasa. Permukaan cetakan yang halus akan menghasilkan
permukaan luar benda pengecoran yang halus, namun hal ini akan
bergantung pula pada kemungkinan pengecoran yang paling baik dan
dapat menghasilkan benda cor yang memuaskan menurut yang
dikehendaki (Sudjana, 2008).

2.3 Metode Pengecoran Sand Casting

Pengecoran sand casting adalah proses pengecoran logam untuk membuat


suatu benda kerja atau komponen dengan metode penuangan logam cair ke
dalam cetakan pasir. Pengecoran sand casting paling banyak digunakan
dalam produksi pengecoran dikarenakan metode ini merupakan metode yang
paling kuno tetapi mempunyai banyak keunggulan seperti:
II.1.5 Dapat mencetak logam dengan titik lebur yang tinggi seperti baja,
nikel dan titanium.
II.1.6 Dapat memproduksi benda cor dengan dimensi dari yang ukuran kecil
hingga ukuran besar serta panjang seperti pengecoran untuk
pembuatan baling-baling kapal dan rel kereta api.
II.1.7 Dapat memproduksi banyak dengan cetakan yang banyak pula.
Pembuatan benda cor dengan metode sand casting harus dilakukan
dengan banyak pertimbangan dan perencanaan yang baik untuk
menghasilkan produk hasil pengecoran mempunyai kualitas yang baik
dengan sedikit terjadi cacat.

Keuntungan yang didapat dari pengecoran logam secara umum adalah :


II.1.1 Dapat membentuk komponen yang rumit.
II.1.2 Dapat menghemat waktu dan pekerjaan untuk produk massal.
II.1.3 Dapat memakai bahan yang tidak dapat dikerjakan dengan proses
pemesinan.
II.1.4 Ukuran produk tidak terbatas.
II.1.5 Bahan dasar dapat di daur ulang.
Kerugian yang dimiliki oleh produk pengecoram logam:
II.1.1 Kurang ekonomis untuk produksi dalam jumlah kecil.
II.1.2 Permukaan yang dihasilkan umumnya lebih kasar daripada produk
pemesinan.
II.1.3 Toleransi kepresisian ukuran halus lebih besar dari produk pemesinan
(Fahrudddin, 2015).

Terminologi Pengecoran dengan Cetakan Pasir secara umum cetakan harus


memiliki bagian-bagian utama sebagai berikut:
II.1.1 Cavity (rongga cetakan), merupakan ruangan tempat logam cair yang
dituangkan ke dalam cetakan. Bentuk rongga ini sama dengan benda
kerja yang akan dicor. Rongga cetakan dibuat dengan menggunakan
pola.
II.1.2 Core (inti), fungsinya adalah membuat rongga pada benda coran. Inti
dibuat terpisah dengan cetakan dan dirakit pada saat cetakan akan
digunakan. Bahan inti harus tahan menahan temperatur cair logam
paling kurang bahannya dari pasir.
II.1.3 Gating system (sistem saluran masuk), merupakan saluran masuk ke
rongga cetakan dari saluran turun. Gating system suatu cetakan dapat
lebih dari satu, tergantung dengan ukuran rongga cetakan yang akan
diisi oleh logam cair.
II.1.4 Sprue (Saluran turun), merupakan saluran masuk dari luar dengan
posisi vertikal. Saluran ini juga dapat lebih dari satu, tergantung
kecepatan penuangan yang diinginkan.
II.1.5 Pouring basin, merupakan lekukan pada cetakan yang fungsi
utamanya adalah untuk mengurangi kecepatan logam cair masuk
langsung dari ladle ke sprue. Kecepatan aliran logam yang tinggi
dapat terjadi erosi pada sprue dan terbawanya kotoran-kotoran logam
cair yang berasal dari tungku ke rongga cetakan.
II.1.6 Raiser (penambah), merupakan cadangan logam cair yang berguna
dalam mengisi kembali rongga cetakan bila terjadi penyusutan akibat
solidifikasi. (ahmedabad, 2016).

Gambar 2.3 Skema Sand Casting.

2.5 Almunium
Aluminium merupakan logam yang halus dan ringan, dengan rupa ke perak
kan pudar, oleh karena kehadiran lapisan pengoksidaan yang nipis yang
terbentuk apabila terkena udara. Aluminium tak bermagnet, dan tidak
menghasilkan karat.Aluminium mempunyai kekuatan tegangan sebanyak
49 MPa dan 700MPa setelah dibentuk menjadi alloy. Wama
aluminium dengan mudah dapat diidentifikasikan dengan wama
perakyang khas, Wamanya berubah menjadi kelabu muda akibat
pembentukan oksidasi apabila diletakkan di udara. Lapisan ini pada
waktu awal terbentuk adalah berpori dan dapat diberi warna dengan
metode pelapisan. Aluminium yang didapat dalam keadaan cair dengan cara
elektrolisasi, umumnya mencapai kemumian 99,85% berat dan dengan
mengelektrolisasi kembali maka dapat dicapai kemumian 99,99%. Namun
Aluminium mumi sangat lemah dan lunak. Untuk menambah kekuatan
biasanya dipadu dengan logam lain. Aluminium paduan memiliki
berbagai kandungan atom-atom atau unsur-unsur utama (mayor) dan
minor. Unsur mayor seperti Mg, Mn, Zn, Cu, dan Si sedangkan unsur
minor seperti Cr, Ca, Pb, Ag, Fe, Sn, Zr, Ti, Sn, dan lain-lain.
Unsur- unsur paduan yang utama dalam Aluminium antara lain:
2.4.1 Silikon (Si) Dengan atau tanpa paduan lainnya silikon mempunyai
ketahanan terhadap korosi. Bila bersama aluminium ia akan
mempunyai kekuatan yang tinggi setelah perlakuan panas, tetapi
silikon mempunyai kualitas pengerjaan mesin yang jelek selain itu
juga mempunyai ketahanan koefisien panas yang rendah.
2.4.2 Tembaga (Cu) Dengan unsur tembaga pada aluminium akan
meningkatkan kekerasannya dan kekuatannya karena tembaga
bisa memperhalus struktur butir dan akan mempunyai
kualitas pengerjaan mesin yang baik, mampu tempa, keuletan
yang baik dan mudah dibentuk.
2.4.3 Magnesium (Mg) Dengan unsur magnesium pada aluminium
akan mempunyai ketahanan korosi yang baik dan kualitas
pengerjaan mesin yang baik, mampu las serta kekuatannya
Cukup.
2.4.4 Nikel (Ni) Dengan unsur nikel aluminium dapat bekerja
pada temperature tinggi, misalnya Almunium paduan dan
silinder head untuk motor.
2.4.5 Mangan (Mn) Dengan unsur mangan aluminium sangat
mudah dibentuk, tahan korosi baik, sifat dan mampu lasnya baik.
2.4.6 Seng (Zn) Umumnya seng ditambahkan bersama-sama
dengan unsur tembaga dalam prosentase kecil. Dengan
penambahan ini akan meningkatkan sifat-sifat mekanik pada
perlakuan panas, kemampuan mesin.

2.6 Uji Kekerasan

Kekerasan (Hardness) adalah salah satu sifat mekanik (Mechanical properties)


dari suatu material. Kekerasan suatu material hams diketahui khususnya
untuk material yang dalam penggunaanya akan mangalami pergesekan
(Frictional force), dalam hal ini bidang keilmuan yang berperan 33
penting mempelajarinya adalah Ilmu Bahan Teknik (Metallurgy
Engineering). Kekerasan didefinisikan sebagai kemampuan suatu material
untuk menahan beban identasi atau penetrasi (penekanan). Di dunia teknik,
umumnya pengujian kekerasan menggunakan 4 macam metode pengujian
kekerasan, yakni :
2.5.1 Brinell (HB/BHN) Metode uji kekerasan yang diajukan oleh JA.
Brinell pada tahun 1900 ini merupakan uji kekerasan lekukan yang
pertama kali banyak digunakan serta disusun pembakuannya (Dieter,
1987). Uji kekerasan ini berupa pembentukan lekukan pada permukaan
logam memakai bola baja yang dikeraskan yang ditekan dengan beban
tertentu. Beban diterapkan selama waktu tertentu, biasanya 30 detik,
dan diameter lekukan diukur dengan mikroskop, setelah beban tersebut
dihilangkan. Permukaan yang akan dibuat lekukan hams relatif halus,
rata dan bersih dari debu atau kerak. Pengujian kekerasan dengan
metode Brinell bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu
material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja
(identor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut
(spesiment). Idealnya (Muttaqin, Moh.Afandi., 2004).
2) Rockwell (HR/RHN) Pengujian Rockwell mirip dengan
pengujian Brinell, yakni angka kekerasan yang diperoleh merupakan
fungsi derajat indentasi. Behan dan indentor yang digunakan bervariasi
tergantung padakondisi pengujian. Berbeda dengan pengujian Brinell,
indentor dan beban yang digunakan lebih kecilsehingga menghasilkan
indentasi yang lebih kecil dan lebih halus. Banyak digunakan di industri
karenaprosedumya lebih cepat (Davis, Troxell, dan Wiskocil, 1955).
3) Vickers (HV/VHN) Uji kekerasan Vickers menggunakan
indentor piramida intan yang pada dasamya berbentuk bujursangkar.
Besar sudut antar permukaan permukaan piramida yang saling
berhadapan adalah 136 Nilai ini dipilih karena mendekati sebagian besar
nilai perbandingan yang diinginkan antara diameter lekukan dan
diameter bola penumbuk pada uji kekerasan Brinell (Dieter, 1987).
2.7 Uji Impak

Uji impak merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengetahui
kekuatan, kekerasan, serta keuletan material. Hasil uji impak juga tidak dapat
membaca secara langsung kondisi perpatahan batang uji, sebab tidak dapat
mengukur komponen gaya-gaya tegangan tiga dimensi yang terjadi pada batang
uji. Hasil yang diperoleh dari pengujian impak ini, juga tidak ada persetujuan
secara umum mengenai interpretasi atau pemanfaatannya (Dieter, 1988). Sifat
keuletan atau toughness dari suatu bahan yang tidak dapat terdeteksi
oleh pengujian lain, jika dua buah bahan akan memiliki sifat yang
mirip sama namun jika diuji dengan impak test itu akan berbeda.
Pengujian impak dilakukan untuk mengetahui kekuatan bahan terhadap
pembebanan kejut (shock resistance), seperti kerapuhan yang
disebabkan oleh perlakuan panas atau sifat kerapuhan dari produk
tuangan (Casting) serta pengaruh bentuk dari produk tersebut.

2.8 Jenis-jenis Metode Impak


Secara umum metode pengujian impak terdiri dari dua jenis yaitu:
II.1.7 Metode Charpy
Pengujian tumbuk dengan meletakkan posisi spesimen uji pada
tumpuan dengan posisi horizontal/mendatar dan arah pembebanan
berlawanan dengan arah takikan.
II.1.8 Metode Izod
Pengujian tumbuk dengan meletakkan posisi spesimen uji pada
tumpuan dengan posisi dan arah pembebanan searah dengan arah
takikan (Jalil dkk, 2017).
Gambar 2.4 Ilustrasi Metode Uji Impak Charpy (atas) dan Izod (bawah)
(Sumber : ASM, 200
III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada 1 Juli 2022 sampai dengan 28 februari


2023. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut:
3.1.1 Pengecoran logam dilakukan di Toko Sumberjaya, Jl.Karet GG.
Teknik RT.13 LK 1 Kemiling Bandar Lampung.
3.1.2 Pengujian kekerasan dan Struktur Mikro di Laboratorium
Material UNDIP.
3.1.3 Pengujian Impak di Laboratorium Material Universitas Lampung.

3.2 Alat dan Bahan

Adapun material yang di gunakan dalam penelitian ini adalah :


III.1.1 Almunium Paduan
Material utama pengujian ini adalah Almunium Paduan.

Gambar 3.1 Serbuk Almunium Komposisi 99,6%.


III.1.2 Serbuk Tembaga (Cu)
Material tambahan pengujian ini adalah Serbuk Tembaga (Cu).
Gambar 3.2 Serbuk Tembaga Cu Komposisi 99,5%.
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
3.2.1 Furnace
Digunakan untuk melelehkan atau memanaskan logam serta
mengubah bentuknya.

Gambar 3.3 Tungku (furnance).


3.2.2 Ladle
Tempat penampungan baja cair dari hasil peleburan di Furnace.

Gambar 3.4 ladle.


3.2.3 Pasir cetak
Digunakan sebagai cetakan pada pengecoran almunium.

Gambar 3.5 Pasir Cetak.

3.2.4 Tang Penjepit


Digunakan sebagai penyambung gagang pada saat pengambilan
dan penuangan almunium cair ke dalam cetakan.

Gambar 3.6 Tang Penjepit.

3.2.5 Gerinda Tangan


Digunakan untuk memotong spesimen.

Gambar 3.7 Gerinda Tangan.


3.2.6 Amplas
Berfungsi untuk memperhalus permukan spesimen.

Gambar 3.8 Amplas.


3.2.7 Termokopel
Digunakan untuk mengukur suhu saat proses peleburan pada
alumunium.

Gambar 3.9 Termokopel


3.2.8 Alat uji kekerasan
Digunakan untuk menguji material hingga didapat nilai kekuatan
kekerasan.

Gambar 3.10 Alat Uji Kekerasan.


3.2.9 Alat uji impak
Digunakan untuk menguji spesimen agar mengetahui nilai
ketangguhan spesimen tersebut.

Gambar 3.11 Alat Uji Impak.

3.2.10 Alat uji Struktur micro

Digunakan untuk mengetahui isi unsur kandungan yang

terdapat di dalam spesimen almunium yang akan di uji.

Gambar.3.12 Alat uji Struktur Micro


3.3 Jumlah Spesimen

Jumlah spesimen uji yang digunakan pada penambahan Serbuk Cu pada


pengecoran Almunium paduan adalah :
3.3.1 Uji kekerasan
-Serbuk Cu 9% : 3 spesimen
-Serbuk Cu 12% : 3 spesimen
-Serbuk Cu 15% : 3 spesimen
3.3.2 Uji impak
-Serbuk Cu 9% : 3 spesimen
-Serbuk Cu 12% : 3 spesimen
-Serbuk Cu 15% : 3 spesimen
3.3.3 Spesimen Uji Kekerasan tanpa Serbuk Cu : 3 spesimen
3.3.4 Spesimen Uji Impak tanpa Serbuk Cu :3
Dalam pencampuran bahan berat dari alumunium Almunium paduan di
campur dengan Serbuk Cu adalah sebesar 9% , 12% dan 15%.

3.4 Proses Pengecoran

Pengecoran logam dilakukan di pabrik pengecoran logam di Toko


Sumberjaya. Bahan yang dipakai dalam penelitian ini adalah Almunium
paduan.
Langkah proses pengecoran Almunium paduan dengan menggunakan cetakan
pasir adalah sebagai berikut :
1. Sebelum cetakan digunakan periksa dulu tidak ada yang menyumbat
pada aliran masuk untuk Almunium paduan cair.
2. Panaskan Furnace sebelum memasukan bahan Almunium paduan.
3. Ukur suhu pada Furnace
4. melebihi titik lebur alumunium.
5. Masukan bahan Almunium Paduan ke dalam Furnace.
6. Ukur suhu pada saat peleburan bahan alumunium.
7. Panaskan buket hingga mendekati suhu lebur Almunium paduan.
8. Tuangkan Almuniun cair ke dalam cetakan secara perlahan dan tambahan
Serbuk Cu.
9. Bongkar cetakan pastikan Almunium telah mengeras dengan merata.
10. Dinginkan spesimen pada suhu ruangan.

3.5 Perhitungan

Adapun perhitungan pertambahan Serbuk Cu pada alumunium paduan adalah


sebagai berikut :
1. Uji kekerasan dan Uji impak
Spesimen uji kekerasan dan uji impak di samakan untuk ukuran
spesimennya. Dimensi uji kekerasan berdasarkan ASTM E18
dengan bola b a j a 1/16dengan beban mayor 100kg dan beban minor
10kg. Material yang diuji berbentuk persegi panjang. Dimensi uji
impak berdasarkan ASTM E23-05 dengan pengujian meggunakan
metode charpy.
 Perhitungan penambahan unsur Serbuk Tembaga (Cu) sebesar 9%
 Massa Al 91%
M = Massa Jenis x Volume
M
V=
ρ
Massa Al yang dibutuhkan
M= V×ρ
= V 91% × ρ
Volume 91% = 91% × 5,5 cm3
= 5,005 cm3
Massa Al yang dibutuhkan untuk 1 spesimen
M = V91% × ρ
= 5,005 cm3 × 2,7 gr/cm3
= 13,5 gr
Untuk mencetak 5 spesimen sekali lebur
= Massa 1 spesimen × 5
= 13,5 gr × 5
= 67,5 gr
Massa penyusutan 20%
= 20% × 67,5 gr
= 13,5 gr
Maka total massa Al yang dibutuhkan untuk membuat 5 spesimen
67,5 gr + 13,5 gr = 81 gr

 Penambahan Cu 9%
Volume Cu = 9% × 5,5 cm3
= 0,495 cm3
Massa yang dibutuhkan
M= V×ρ
= 0,495 cm3 × 8,69 gr/ cm3
= 4,3 gr
Massa Cu yang dibutuhkan untuk 5 spesimen
4,3 gr x 5 = 21,5 gr
 Perhitungan untuk selanjutnya di 12% dan 15% di lampiran.

Tabel 3.2 Perbandingan penambahan Al dan Cu pada 5


spesimen

9% 12% 15%

Massa Al 81 gr 72,16 gr 78,4 gr

Massa Cu 21,5 gr 28,6 gr 35,84 gr

Berikut ini gambar untuk spesimen :


Gambar 3.12 Alat Cetak Spesimen.

3.6 Pengujian

Adapun pengujian yang akan dilakukan adalah :


1. Pengujian kekerasan
Tabel 3.3 Data uji kekerasan
Nilai Titik Kekerasan HR A Nilai rata-rata
o Spesimen
1 2 3 4 5 HR A
1. Al Murni
2. Al Cu 9%
3. Al Cu 12%
4. Al Cu 15%

 Rata-rata Kekerasan HR A :

1
Xi= (n 1+ n 2+ …+…+ …)=¿
5

2. Pengujian impak
Tabel 3.4 Data uji impak
Jumla Energy
Spesimen h Luasan (A) (J) Strength (J/mm2)
Al Murni 1 80
  2 80
  3 80
Rata-rata
Al Cu 9% 1 80
  2 80
  3 80
Rata-rata
Al Cu 12% 1 80
  2 80
  3 80
Rata-rata
Al Cu 15% 1 80
  2 80
  3 80
Rata-rata
3.7 Diagram Alur Penelitian
Berikut ini diagram alur penelitian sebagai berikut :

mulai

study literatur

persiapan spesimen

persiapan pembuatan spesimen

proses pembuatan spesimen

persiapan uji material

uji kekerasan dan uji impak

uji komposisi

data hasil

apakah data tidak


lengkap ?

analisa dan pembahasan

kesimpulan

selesai
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil dan Pembahasan

Berikut ini hasil dan pembahasan dari pengujian spesimen yang telah

dilakukan adalah sebagai berikut :

4.11 Spesimen Uji Impak

Pengujian impak dilakuan untuk mengetahui ketangguhan dari

spesimen Al murni dan spesimen Al murni Cu 9%, 12% dan 15%.

Berikut ini hasil data pengujian impak, grafik nilai rata-rata

ketangguhan spesimen dan pembahasan.

Tabel 4.1 Hasil Pengujian Impak


Jumla Energy
Spesimen h Luasan (A) (J) Strength (J/mm2)
Al Murni 1 80 3 0,0375
  2 80 3 0,0375
  3 80 3 0,0375
Rata-rata 0,0375
Al Cu 9% 1 80 2 0,025
  2 80 2 0,025
  3 80 2 0,025
Rata-rata 0,025
Al Cu 12% 1 80 2,5 0,03125
  2 80 2,5 0,03125
  3 80 3 0,0375
Rata-rata 0,033333333
Al Cu 15% 1 80 2,5 0,03125
  2 80 2,5 0,03125
  3 80 3 0,0375
Rata-rata 0,033333333
Dari Data Table 4.1 Hasil pengujian impak di dapat data pengujian Al

Murni dan Pengujian Al Murni dengan penambahan Cu 9%, 12% dan

15% dengan metode penambahan melalui pengecoran, selanjutnya

pengujian impak dilaksanakan di Laboratorium Material Teknik Mesin

Universitas Lampung. Berikut ini grafik nilai rata-rata dari pengujian

impak yang telah dilakukan :

Grafik nilai rata-rata strength (J/mm2)


0.04
0.035
0.03
0.025
Strength

0.02
0.015
0.01
0.005
0
Al Murni Al Cu 9 % Al Cu 12% Al Cu 15%
Spesimen

Gambar Grafik 4.1 Nilai Rata-rata Uji impak

Dapat diketahui bahwa nilai ketangguhan spesimen yang telah

dilakukan pengujian impak nilai ketangguhan pada Al murni memiliki

nilai rata-rata tertinggi yaitu 0,0375 J/mm2. Jika dilihat pada grafik 4.1

bahwa penambahan unsur Cu sebesar 9%,12% dan 15% tidak

menambah ketangguhan pada hasil pengecoran spesimen Al murni yang

terjadi malah sebaliknya yaitu penurunan. Cu yang di campur dengan

Al Murni memiliki nilai ketangguhan yang lebih kecil, hal ini terjadi

karena Cu memiliki sifat yang mudah dibentuk lunak sehingga

digunakan hanya untuk spesimen lembaran tipis atau kawat yang


digunakan untuk konduktor panas dan listrik yang bagus untuk aliran

elektron.

4.1.2 Spesimen Uji Kekerasan Rockwell

Hasil data dari pengujian spesimen kekerasan Al murni dan paduan Cu

9%, 12% dan 15% dengan metode kekerasan rockwell adalah :

Tabel 4.2 Hasil Pengujian Kekerasan Metode Rockwell

Dari Nilai Titik Kekerasan HR A Nilai rata-rata


No Spesimen
1 2 3 4 5 HR A
Data 1. Al Murni 29 30 30,5 29,5 30 29,8
2. Al Cu 9% 32,5 32 33 33 32 32,5
Table
3. Al Cu 12% 33 33,5 33 34 33,5 33,4
4.2 4. Al Cu 15% 35,5 35 36 36 35,5 35,6

Hasil pengujian kekerasan di dapat data pengujian Al Murni dan Pengujian Al

Murni dengan penambahan Cu 9%, 12% dan 15% dengan metode penambahan

melalui pengecoran, selanjutnya pengujian kekerasan dilaksanakan di

Laboratorium Material Teknik Mesin UNDIP. Berikut ini grafik nilai rata-rata

dari pengujian kekerasan yang telah dilakukan :

Nilai Rata-rata Kekerasan HR A


38
36
34
32
HR A

30
28
26
Al Murni Al Cu 9% Al Cu12% Al Cu 15%
Spesimen

Gambar Grafik 4.2 Nilai Rata-rata Uji Kekerasan


Dapat dilihat pada gambar 4.2 diatas menjelaskan bahwa ketika Al

Murni ditambahkan dengan Cu sebasar 9%, 12% dan 15% sangat

berpengaruh dalam meningkatkan nilai kekerasan pada spesimen

tersebut. Nilai kekerasan metode rockwell dengan nilai tertinggi yaitu

spesimen Al Cu 15% sebesar 35,6 HR A.

4.1.3 Struktur Mikro

Pengujian Stuktur Mikro dilaksanakan di Laboratorium UNDIP. Pengujian

ini dilakukan untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada spesimen Al

Murni dan Spesimen Al dengan penambahan Cu 9%, 12% dan 15%. Berikut

ini pembahasan ke empat spesimen tersebut adalah sebagai berikut :

a. Al Murni

Porositas

Al

Gambar 4.3 Struktur Mikro Al Murni

b. Al Cu 9%
Porositas
Cu

Al

Gambar 4.4 Struktur Mikro Al Cu 9%.

c. Al Cu 12%
Porositas

Al

Cu

Gambar 4.5 Struktur Mikro Al Cu 12%

d. Al Cu 15%

Al Porositas

Cu

Gambar 4.6 Struktur Mikro Al Cu 15%.


Dari ke empat pengujian struktur mikro tersebut bahwa semakin tinggi

penambahan spesimen Cu akan mempermudah terbentuknya struktur

butir.
V. SIMPULAN DAN SARAN

Adapun simpulan dan saran yang telah dilakukan adalah sebagai berikut :

5.1 SIMPULAN

a. Dari variasi paduan Cu 9%,12& dan 15% pada almunium paduan Al-Cu

setelah pengujian impak tidak ada perubahan peningkatan pada nilai

ketangguhan spesimen tersebut, yang terjadi adalah penurunan nilai

ketangguhan.

b. Dari hasil pengujian kekerasan pada spesimen Al murni dan spesimen

paduan Cu 9%,12% dan 15% adanya peningkatan nilai kekerasan akibat

dari penambahan serbuk Cu, semakin besar nilai serbuk Cu

yangditambahkan maka semakin besar nilai kekerasan tersebut.

c. Dari Analisis struktur mikro bahwa semakin tinggi nilai paduan Cu maka

akan mempermudah terbentuknya struktur butir.

5.2 SARAN

a.Sebelum melakukan pengecoran bahan yang di leburkan sebaikan di

pisahkan agar tidak terjadi kecelakaan kerja

b Setelah dilakukan pengujian sebaiknya dilakukan proses heat treatment.


DAFTAR PUSTAKA

Anshori. A .2018. pengaruh hasil pengecoran menggunakan material alumunium


menggunakan cetakan pasir. Universitas Muhamadiyah. Surakarta.

Dieter, G., terjemahan oleh Sriati Djaprie, 1987, Metalurgi Mekanik, Jilid 1,
edisi ketiga, Erlangga, Jakarta.

Patna Partono. 2018. Analisis pengaruh penambahan Serbuk Cu dengan variasi


mesh 40,50,60 pada las titik pada pengelasan plat logam
alumunium. Jurnal Media Mesin, Vol. 22 No. 2. ISSN : 1441-4348.
E-ISSN:2541-4577.

Raharja, andreas, B. 2011. Teknik Pengecoran Logam. Yogyakarta : PT Pustaka


Insan Madani

Sudjana, Hardi. 2008. Teknik Pengecoran Logam, Jakarta: Direktorat


Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.

Surdia, T. dan Saito, S., 2002. Pengetahuan Bahan Teknik. PT Pradnya


Pramita, Jakarta.

Wahyuni, dkk. 2013. Uji Kekerasan dengan metode brinnel dan Rockwell.
Universitas Airlangga. Surabaya.
LAMPIRAN
 Perhitungan penambahan unsur Serbuk Tembaga (Cu) sebesar 12%
 Massa Al 88%
M = Massa Jenis x Volume
M
V=
ρ
Massa Al yang dibutuhkan
M= V×ρ
= V 91% × ρ
Volume 88% = 88% × 5,5 cm3
= 4,4 cm3
Massa Al yang dibutuhkan untuk 1 spesimen
M = 88% × ρ
= 4,4 cm3 × 2,7 gr/cm3
= 12,02 gr
Untuk mencetak 5 spesimen sekali lebur
= Massa 1 spesimen × 5
= 12,02 gr × 5
= 60,14 gr
Massa penyusutan 20%
= 20% × 60,14 gr
= 12,02 gr
Maka total massa Al yang dibutuhkan untuk membuat 5 spesimen
60,14 gr + 12,02 gr = 72,16 gr

 Penambahan Cu 12%
Volume Cu = 12% × 5,5 cm3
= 0,66 cm3
Massa yang dibutuhkan
M= V×ρ
= 0,66 cm3 × 8,69 gr/ cm3
= 5,73 gr
Massa Cu yang dibutuhkan untuk 5 spesimen
5,73 gr x 5 = 28,6 gr
 Perhitungan penambahan unsur Serbuk Tembaga (Cu) sebesar 15%
 Massa Al 85%
M = Massa Jenis x Volume
M
V=
ρ
Massa Al yang dibutuhkan
M= V×ρ
= V85% × ρ
Volume 85% = 85% × 5,5 cm3
= 4,6 cm3
Massa Al yang dibutuhkan untuk 1 spesimen
M = 85% × ρ
= 4,6 cm3 × 2,7 gr/cm3
= 12,42 gr
Untuk mencetak 5 spesimen sekali lebur
= Massa 1 spesimen × 5
= 12,42 gr × 5
= 62,1 gr
Massa penyusutan 20%
= 20% × 60,14 gr
= 12,42 gr
Maka total massa Al yang dibutuhkan untuk membuat 5 spesimen
62,1 gr + 12,42 gr = 74,52 gr

 Penambahan Cu 15%
Volume Cu = 15% × 5,5 cm3
= 0,82 cm3
Massa yang dibutuhkan
M= V×ρ
= 0,82 cm3 × 8,69 gr/ cm3
= 7,16 gr
Massa Cu yang dibutuhkan untuk 5 spesimen
7,16 gr x 5 = 35,84 gr

Anda mungkin juga menyukai