LABORATORIUM METALURGI II
METALOGRAFI
Disusun oleh :
Nama Praktikan : Aditya Rahman
NPM : 3334190060
Kelompok : 25
Rekan : 1. Chessa Yhosika
: 2. Edwin Maulana
Tanggal Praktikum : 6 Maret 2022
Tanggal Pengumpulan Lap. : 10 Maret 2022
Asisten : Muhammad Rafli Supriadi
ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
……………………………………………………………...i
LEMBAR PENGESAHAN
……………………………………………………...ii
DAFTAR ISI
…………………………………………………………………….iii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………….v
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
…………………………………………………...1
1.2 Tujuan Percobaan ………………………………………………..1
1.3 Batasan Masalah …………………………………………………2
1.4 Sistematika Penulisan ……………………………………………2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Baja ………………………………………………………………
3
2.2 Perlakuan Panas
………………………………………………….4
2.2.1 Annealing
………………………………………………….5
2.2.2 Normalizing ……………………………………………….7
2.2.3 Quenching ………………………………………………...7
2.3 Uji Kekerasan ……………………………………………………8
BAB III METODE PERCOBAAN
3.1 Diagram
Alir…………………………………………………….12
3.2 Alat dan Bahan………………………………………………….
12
3.2.1 Alat-alat yang Digunakan……………………………….13
3.2.2 Bahan-bahan yang Digunakan…………………………..13
iii
3.3 Prosedur Percobaan…………………………………………….
14
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Percobaan…………………………………………………15
4.2 Pembahasan……………………………………………………..15
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan……………………………………………………..
22
5.2 Saran…………………………………………………………….22
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
LAMPIRAN A. CONTOH PERHITUNGAN……………………………………
25
LAMPIRAN B. JAWABAN PERTANYAAN DAN TUGAS KHUSUS……….27
LAMPIRAN C. GAMBAR ALAT DAN BAHAN………………………………
34
LAMPIRAN D. BLANGKO
PERCOBAAN…………………………………….34
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 3.1 Diagram Alir Percobaan
…………………………………………...12
Gambar 4.1
Gambar 4.2
Gambar 4.3
Gambar 4.4
Gambar 4.5
Gambar B.1
Gambar C.1
Gambar C.2
Gambar C.3
Gambar C.4
Gambar C.5
Gambar C.6
v
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 2.1 Skala Mohs
……………………………………………………………..8
Tabel 4.1 Data Hasil Percobaan …………………………………………………15
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
Lampiran A. Contoh
Perhitungan………………………………………………...26
Lampiran B. Jawaban Pertanyaan dan Tugas Khusus……………………………
28
Lampiran C. Gambar Alat dan
Bahan…………………………………………….36
Lampiran D. Blangko Percobaan…………………………………………………
35
vii
BAB I
PENDAHULUAN
2.1 Baja
Baja adalah logam campuran yang komponen utamanya terdiri dari Fe
(besi) dan C (karbon). Jadi baja berbeda dengan besi (Fe), alumunium (Al), seng
(Zn), tembaga (Cu), dan titanium (Ti) yang merupakan logam murni. Dalam
senyawa antara besi dan karbon (unsur nonlogam) tersebut besi menjadi unsur
yang lebih dominan dibanding karbon. Kandungan kabon berkisar antara 0,05 –
2% dari berat baja, tergantung tingkatannya. Secara sederhana, fungsi karbon
adalah meningkatkan kualitas baja, yaitu daya tariknya (tensile strength) dan
tingkat kekerasannya (hardness). Selain karbon, sering juga ditambahkan unsur
krom (Cr), nikel (Ni), vanadium (V), molybdaen (Mo) untuk mendapatkan sifat
lain sesuai aplikasi dilapangan seperti antikorosi, tahan panas, dan tahan
temperatur tinggi. Besi dan baja mempunyai kandungan unsur utama yang sama
yaitu Fe, hanya kadar karbonlah yang membedakan besi dan baja, penggunaan
besi dan baja dewasa ini sangat luas mulai dari perlatan seperti jarum, peniti
sampai dengan alat – alat dan mesin berat. Baja terbagi menjadi 3 berdasarkan
kandungan karbonnya, seperti baja karbon rendah dimana kandungan karbonnya
sekitar 0,05% - 0,3%, baja karbon menengah dengan kandungan karbon 0,3% -
0,6%, dan terakhir adalah baja karbon tinggi dengan karndungan karbon berkisar
antara 0,6 – 2% (Salmon, 1990).
Baja karbon rendah biasanya digunakan pada spare part kendaraan
bermotor dikarenakan sifatnya yang mudah dibentuk dan mudah diaplikasikan
dalam machinery. Ada beberapa contoh barang yang dibuat dari baja karbon
rendah seperti automobile parts, rantai, paku keling, pipa, gears, baut, screw,
paku, dan lain-lain. Sedangkan baja karbon menengah memiliki kekuatan yang
lebih tinggi dari baja karbon rendah dimana baja ini memiliki sifat yang sulit
dibengkokkan, dilas, ataupun dipotong dan biasanya digunakan pada obeng, palu,
rel kereta api, car axles, axles, crank pin, dan lain-lain. Kemudian pada baja
4
karbon tinggi, biasanya digunakan pada knives, drills, steel cutter, dan lain-lain
(Salmon, 1990).
Selain daripada baja karbon, ada juga baja paduan rendah dengan kekuatan
tinggi dimana pada baja tersebut ditambahkan juga unsur-unsur lain dengan tujuan
untuk menaikkan sifat mekanik dari baja, meningkatkan ketahanan terhadap
korosivitas, serta untuk mendapatkan sifat-sifat spesial yang lainnya. Unsur-unsur
yang biasanya ditambahkan adalah unsur nikel, mangan, tembaga, vanadium,
forfor, sulfur, dan unsur-unsur yang lainnya dimana masing-masig unsur akan
meningkatkan atau mengurangi sifat mekanik dari suatu baja paduan rendah.
Selain itu juga terdapat baja ringan dimana baja tersebut merupakan baja canai
dingin dengan kualitas tinggi yang bersifat ringan dan tipis namun kekuatannya
tidak kalah dengan baja konvensional. Baja ringan memiliki tegangan tarik tinggi
(G550). Baja G550 berarti baja memiliki kuat tarik 550 MPa (Mega Pascal). Baja
ringan adalah Baja High Tensile G-550 (Minimum Yield Strength 5500 kg/cm2)
dengan standar bahan ASTM A792, JIS G3302, SGC 570. Untuk melindungi
material baja mutu tinggi dari korosi, harus diberikan lapisan pelindung (coating)
secara memadai. Berbagai metode untuk memberikan lapisan pelindung guna
mencegah korosi pada baja mutu tinggi telah dikembangkan. Salah satu metode
yang digunakan untuk melindungi baja ringan dari korosi adalah galvanized atau
galvanisasi dimana baja ringan akan dilapisi oleh seng dengan cara mencelupkan
baja ke dalam seng cair sehingga baja tersebut terlapisi oleh seng (Thamrin,
2011).
Talc 1
Gypsum 2
Calcite 3
Fluorite 4
Apatite 5
Feldspar 6
Quartz 7
Topaz 8
Corumdum 9
Diamond 10
atau tinggi pantulan. Standar yang digunakan pada metode scleroscope shore adalah
ASTM C-886 (Irwana, 2018).
ASTM C-866 merupakan American society for testing and materials dengan
spesifikasi C-866 yang merupakan material untuk mesin mesin penguji yang
merupakan paduan atau campuran dari karbon, kromium, vanadium, tungsten atau
kombinasi kobalt atau standar konversi kekerasan dari logam. Metode Kekerasan
scleroscope ditunjukan dengan angka yang diberikan oleh tingginya ujung palu
kecil setelah dijatuhkan dalam tabung gelas dalam ketinggian 10 inch (250mm)
terhadap permukaan benda uji (Irwana, 2018). Metode pengujian yang terakhir
adalah metode indentasi dimana pengetesan kekerasan material/logam ini adalah
dengan mengukur tahanan plastis dari permukaan suatu material komponen
konstruksi mesin dengan spesimen standar terhadap penetrator. Terdapat 3 macam
metode lagi dalam metode indentasi ini, yakni (Nugraheni, 2014).
a. Metode Brinell
Pengujian kekerasan dengan metode ini bertujuan untuk menentukan
kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola
baja (indentor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut
(spesimen). Idealnya, pengujian ini diperuntukan bagi material yang
memiliki kekerasan Brinell sampai 400 HB, jika lebih dari nilai tersebut
maka disarankan menggunakan metode pengujian Rockwell ataupun
Vickers. Angka Kekerasan Brinell (HB) didefinisikan sebagai hasil bagi
(koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan dengan
angka
faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) bola baja (A)
dalam milimeter persegi. Indentor (bola baja) biasanya telah dikeraskan
dan diplating ataupun terbuat dari bahan Karbida Tungsten. Jika diameter
Indentor 10 mm maka beban yang digunakan (pada mesin uji) adalah
3000N sedang jika diameter Indentornya 5 mm maka beban yang
digunakan (pada mesin uji) adalah 750N. Diameter bola dengan gaya
yang
diberikan mempunyai ketentuan, yaitu:
11
Jika diameter bola terlalu besar dan gaya yang diberikan terlalu kecil
maka akan mengakibatkan bekas lekukan yang terjadi akan terlalu
kecil dan mengakibatkan sukar diukur sehingga memberikan
informasi yang salah.
Jika diameter bola terlalu kecil dan gaya yang diberikan terlalu besar
maka dapat mengakibatkan diameter bola pada benda yang diuji
besar (amblasnya bola) sehingga mengakibatkan harga kekerasannya
menjadi salah.
Pengujian kekerasan pada Brinell ini biasa disebut BHN (Brinell
Hardness
Number). Pada pengujian Brinell akan dipengaruhi oleh beberapa faktor,
seperti kehalusan permukaan, letak benda uji pada indentor, dan adanya
pengotor pada permukaan (Nugraheni, 2014).
b. Metode Rockwell
Rockwell merupakan metode yang paling umum digunakan karena
simpel dan tidak menghendaki keahlian khusus. Digunakan kombinasi
variasi indentor dan beban untuk bahan metal dan campuran mulai dari
bahan lunak sampai keras. Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell
bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan
material terhadap benda uji (spesimen) yang berupa bola baja ataupun
kerucut intan yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut.
c. Metode Vickers
Metode ini hampir sama dengan uji kekerasan Brinell saja dapat
mengukur sekitar 400 VHN. Pengujian kekerasan dengan metode
Vickers bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk
daya tahan material terhadap intan berbentuk piramida dengan sudut
puncak 136. Derajat yang ditekankan pada permukaan material uji
tersebut. Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil bagi
(koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan dengan
angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) bola
baja (A) dalam millimeter persegi.
12
BAB III
METODE PERCOBAAN
Data Pengamatan
Pembahasan Literatur
Kesimpulan
Gambar 3.1 Diagram Alir Percobaan
13
96
AISI
900 30 Quenching 94 95,33 211,98
1045
96
92
AISI Normalizin
900 30 93 92,67 198,35
1045 g
93
83
AISI
900 30 Annealing 85 84 162
1045
84
4.2 Pembahasan
Baja adalah salah satu logam paduan dengan komposisi utamanya
adalah besi dan karbon dengan kandungan karbon berkisar antara 0,2 –
2%. Kandungan karbon yang terdapat pada baja ini akan menambah
kekuatan dari baja sehingga baja akan memiliki sifat yang semakin getas.
Ada banyak sekali baja karbon yang digunakan oleh manusia saat ini,
salah satunya adalah baja AISI 1045. AISI 1045 adalah baja karbon yang
mempunyai kandungan karbon sekitar 0,43 - 0,50% dan termasuk
16
Baja AISI 1045 disebut sebagai baja karbon karena sesuai dengan
pengkodean internasional, yaitu seri 10xx berdasarkan nomenklatur yang
dikeluarkan oleh AISI dan SAE (Society of Automotive Engineers). Pada
angka 10 pertama merupakan kode yang menunjukkan plain carbon
kemudian kode xxx setelah angka 10 menunjukkan komposisi karbon Jadi
baja AISI 1045 berarti baja karbon atau plain carbon steel yang
mempunyai komposisi karbon sebesar 0,45%. Baja spesifikasi ini banyak
digunakan sebagai komponen roda gigi, poros dan bantalan. Pada
aplikasinya ini baja tersebut harus mempunyai ketahanan aus yang baik
karena sesuai dengan fungsinya harus mempu menahan keausan akibat
bergesekan dengan rantai. Ketahanan aus didefinisikan sebagai ketahanan
terhadap abrasi atau ketahanan terhadap pengurangan dimensi akibat suatu
gesekan Pada umumnya ketahanan aus berbanding lurus dengan kekerasan
(Pramono, 2011).
Heat treatment adalah proses perlakuan panas yang diberikan
kepada suatu material logam untuk mengubah sifat mekaniknya. Heat
treatment terbagi menjadi 3 berdasarkan kecepatan pendinginannya, yakni
annealing, normalizing, dan quenching. Annealing adalah suatu proses
perlakuan panas dimana kecepatan pendinginannya berlangsung lama
karena spesimen didinginkan di dalam furnace sehingga laju pendinginan
spesimen sama seperti laju pendinginan muffle furnace. Normalizing
adalah proses perlakuan panasnya dimana spesimen akan didinginkan di
udara terbuka. Sedangkan pada quenching, spesimen akan didinginkan
17
yang terdapat pada metode ini berupa bola baja yang terbentuk dari
karbida tungsten. Ukuran indentor dengan besarnya gaya tekan yang
diberikan kepada benda uji haruslah berbanding lurus, karena jika
berbanding terbalik, maka akan mengalami kesulitan dalam pengukuran
kekerasan yang disebabkan pengukuran terhadap bekas cekungan hasil
tekanan indentor yang terlalu kecil sehingga sukar diamati.
Pada metode yang kedua, yakni metode Vickers menggunakan
indentor yang berbentuk jarum. Material akan diuji dengan cara ditekan
dan diukur hasilnya. Metode ini hanya dapat mengukur suatu material
dengan kekerasan hingga 400 VHN. Dan metode yang terakhir adalah
metode Rockwell. Pada metode ini memiliki banyak sekali macam
indentor yang digunakan dalam pengujiannya. Terdapat 3 jenis indentor
yang biasa digunakan, yakni HRA, HRB, HRC. Kode HR berarti
Hardness Rockwell sedangkan huruf yang berada di belakangnya memiliki
makna sebagai grade dari indentor yang digunakan dalam pengujian ini.
Pada praktikum kali ini digunakan uji kekerasan dengan indentasi
menggunakan metode Rockwell. Indentor yang digunakan adalah indentor
dengan grade B, yakni suatu bola baja dengan ukuran 1/16 inch.
Dari praktikum ini dapat diketahui bahwa nilai kekerasan dari
material AISI 1045 yang telah diberi perlakuan panas yang berbeda
memiliki nilai kekerasan yang berbeda pula. Menurut Purwanto, material
logam yang diberi perlakuan panas yang berbeda akan memiliki kekerasan
yang berbeda pula. Material yang diberi perlakuan berupa annealing akan
memiliki nilai kekerasan yang lebih kecil. Sedangkan material yang di
quenching akan memiliki nilai kekerasan yang lebih besar dan material
yang di normalizing akan memiliki nilai kekerasan yang berada diantara
keduanya. Pada percobaan kali ini sesuai dengan literatur dimana material
yang diberi perlakuan berupa quenching memiliki nilai kekerasan sebesar
211,98 VHN. Pada material yang di normalizing memiliki nilai sebesar
198,35 VHN dan pada material yang di annealing memiliki nilai sebesar
20
162 VHN. Berdasarkan nilai kekerasan yang telah diketahui, dapat dibuat
diagram garis yang dapat dilihat pada Gambar 4.1.
250
200
150
100
50
0
Annealing Normalizing Quenching
Gambar 4.1 Diagram Garis Besar Nilai Kekerasan AISI 1045 dengan Perlakuan
Panas yang Berbeda
5.1 Kesimpulan
Dari percobaan heat treatment dan uji kekerasan pada kali ini, dapat
diketahui bahwa:
1. Nilai kekerasan vickers pada spesimen yang di quenching sebesar 211,
98 VHN, spesimen yang di normalizing sebesar 198,35 VHN, dan
spesimen yang di annealing sebesar 162 VHN.
2. Spesimen yang diberikan perlakuan berupa laju pendinginan yang cepat
lebih keras dibandingkan yang lambat.
5.2 Saran
Dari percobaan ini, saran yang dapat dibagikan ialah
1. Pada saat proses quenching, pastikan spesimen sudah terjepit dengan
benar pada tang penjepit.
2.
DAFTAR PUSTAKA
5. Sebutkan dan jelaskan jenis fasa yang dapat terbentuk pada baja beserta
gambarnya!
Jawab:
Jenis-jenis fasa yang terbentuk pada baja, yaitu ferrite (besi α) merupakan
suatu komposisi logam yang mempunyai batas maksimum kelarutan
30
karbon 0,025% C pada temperatur 723oC struktur kristal BCC dan pada
temperatur kamar mempunyai batas kelarutan karbon 0,008%. Kemudian
pearlite merupakan eutectoid mixture dari ferrite dan cementite (α + Fe3C)
terjadi pada temperatur 723oC, mengandung 0,8% karbon. Lalu ada
cementite (besi karbida) merupakan suatu senyawa ang terdiri dari unsur
Fe dan C dengan perbandingan tertentu dan struktur kristalnya
orthorhombic. Austenite (besi γ ) termasuk juga karena merupakan suatu
larutan padat yang mempunyai batas maksimum kelarutan karbon 2,11% C
pada temperatur 1148oC, struktur kristal FCC. Selanjutnya, ledeburite
merupakan campuran eutectic antara besi gamma dengan cementite yang
dibentuk pada temperatur 1130oC dengan kandungan karbon 4,3% terakhir
yaitu bainite merupakan fasa yang terjadi akibat transformasi pendinginan
yang sangat cepat pada fasa austenite ke temperatur antara 250-550oC dan
ditahan pada suhu tersebut (isothermal). Bainite adalah strukur mikro dari
reaksi eutectoid (γ ⇾ α + Fe3C) non lamellar.
kritisnya dan ditahan untuk jangka waktu tertentu agar transformasi dapat
terjadi. Hal ini bertujuan agar mendapatkan struktur austenite yang
homogen. Kesetimbangan kadar karbon austenite akan bertambah dengan
naiknya suhu austenisasi, hal ini mempengaruhi karakteristik isothermal
pada baja. Pada proses ini atom-atom karbon akan larut interstisi pada
struktur FCC pada permukaan baja sampai pada kedalaman tertentu.
Masuknya atom – atom karbon (C) secara interstisi ke dalam struktur
kristal logam pada temperatur austenite disebut proses difusi. Selain itu,
proses perlakuan panas selalu diawali dengan transformasi dekomposisi
austenite menjadi struktur mikro yang lain. Hal tersebut dimaksudkan
untuk memperoleh sifat mekanik dan fisik yang diperlukan.
Baja karbon merupakan salah satu jenis baja paduan yang terdiri atas unsur
besi (Fe) dan karbon (C). Dimana besi merupakan unsur dasar dan karbon
sebagai unsur paduan utamanya. Dalam proses pembuatan baja akan
ditemukan pula penambahan kandungan unsur kimia lain seperti sulfur
(S), fosfor (P), slikon (Si), mangan (Mn) dan unsur kimia lainnya sesuai
dengan sifat baja yang diinginkan. Baja karbon memiliki kandungan unsur
karbon dalam besi sebesar 0,2% hingga 2,14%, dimana kandungan karbon
tersebut berfungsi sebagai unsur pengeras dalam struktur baja. Baja karbon
dapat diklasifikasikan berdasarkan jumlah persentase komposisi kimia
karbon dalam baja. Pada baja karbon rendah (low carbon steel) merupakan
baja dengan kandungan unsur karbon dalam sturktur baja kurang dari
0,3% C. Baja karbon rendah ini memiliki ketangguhan dan keuletan tinggi
akan tetapi memiliki sifat kekerasan dan ketahanan aus yang rendah.
Selanjutnya yaitu baja karbon sedang (medium carbon steel) merupakan
baja karbon dengan persentase kandungan karbon pada besi sebesar 0,3%
C – 0,59% C. Baja karbon sedang memiliki sifat mekanis yang lebih kuat
dengan tingkat kekerasan yang lebih tinggi dari pada baja karbon rendah.
Kemudian, baja karbon tinggi (high carbon steel) adalah baja karbon yang
memiliki kandungan karbon sebesar 0,6% C – 1,4% C. Baja karbon tinggi
memiliki sifat tahan panas, kekerasan serta kekuatan tarik yang sangat
tinggi akan tetapi memiliki keuletan yang lebih rendah sehingga baja
karbon ini menjadi lebih getas (Avner, 1964).
plastis.
h. Kekakuan, kemampuan bahan untuk menerima tegangan/beban tanpa
mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk (deformasi).