Anda di halaman 1dari 37

ABSTRAK

Kemampuan material dalam menahan beban tarik sangan dibutuhkan untuk


membuat suatu benda kerja. Kemampuan tersebut dibutuhkan agar tidak terjadi
kegagalan saat melakukan kerja. Untuk mengukur kemampuan material tersebut,
dapat dilakukan pengujian.
Cara kerja pengujian ini dengan memberikan beban tarik kepada benda uji
hingga benda mengalami patah. Selama pengujian tersebut, mesin juga
memberikan grafik. Dari grafik tersebut, dapat diketahui beberapa nilai dengan
bantuan perhitungan. Nilai-nilai tersebut yaitu titik yield (deformasi elastis), titik
ultimate (tekanan tarik terbesar), dan titik fracture (keuletan).
Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan. Nilai dari yield strength
material ini adalah 119484 MPa. Nilai toughness material ini yaitu 22,464MPa.
Material baja tulangan ini memiliki modulus young sebesar 1106,33 MPa. Pada
baja tulangan, nilai UTS-nya adalah 131.67 MPa. Untuk yield strength baja polos,
nilainya sebesar 44060 MPa. Nilai toughness material ini yaitu 17,945MPa
dengan modulus young material adalah 287,21 MPa. Sedangkan pada baja polos,
nilai UTS-nya adalah 61.74 MPa.

Kata Kunci: Beban Tarik, Patah Getas, Patah Ulet,

i
DAFTAR ISI

ABSTRAK................................................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................iv
DAFTAR TABEL...................................................................................................v
BAB 1......................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................1
1.3 Tujuan.....................................................................................................1
1.4 Batasan Masalah....................................................................................1
BAB II.....................................................................................................................3
2.1 Pemahaman Sifat-sifat Mekanik, Diantaranya :................................3
2.2 Pengertian dan Spesifikasi Tensile Test...............................................5
2.3 Tensile Properties...................................................................................6
2.4 Engineering Stress-Strain & True Stress-Strain................................6
2.5 Elastic Recovery.....................................................................................7
BAB III...................................................................................................................8
3.1 Peralatan dan Benda Kerja yang Digunakan dalam Pengujian.......8
3.2 Langkah-langkah Pengujian.................................................................8
3.3 Flowchart Langkah Kerja.....................................................................9
BAB IV..................................................................................................................10
4.1 Data Hasil Pengujian...........................................................................10
4.2 Pemaparan Hasil Pengujian................................................................10
4.3 Analisis Data dan Perhitungan...........................................................11
4.4 Tabel Perhitungan dan Grafik...........................................................16
4.5 Pembahasan Hasil Analisis Data........................................................22
BAB V...................................................................................................................27
BAB VI..................................................................................................................28
6.1 Evaluasi.................................................................................................28
6.2 Saran.....................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................29

ii
iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Flowchart Uji Tensile.......................................................................9


Gambar 4.1 Baja Tulangan.................................................................................10
Gambar 4.2 Baja Polos........................................................................................10
Gambar 4.3 Grafik Beban-Pertambahan Panjang Baja Tulangan................17
Gambar 4.4 Grafik Tegangan-Regangan Teknik Baja Tulangan...................17
Gambar 4.5 Grafik Tegangan-Regangan Sebenarnya Baja Tulangan...........18
Gambar 4.6 Grafik Beban-Pertambahan Panjang Baja Polos........................21
Gambar 4.7 Grafik Tegangan-Regangan Teknik Baja Polos..........................21
Gambar 4.7 Grafik Tegangan-Regangan Sebenarnya Baja Polos..................21
Gambar 4.8 Grafik Perbandingan Tegangan-Regangan Teknik....................22
dan Sebenarnya Baja Tulangan.........................................................................22
Gambar 4.9 Grafik Perbandingan Tegangan-Regangan.................................24
Sebenarnya dan Teknik Baja Polos....................................................................24
Gambar 4.10 Grafik Perbandingan Tegangan-Regangan Teknik Baja
Tulangan dan Baja Polos.....................................................................................25
Gambar 4. 11 Grafik Perbandingan Tegangan-Regangan Sebenarnya Baja
Tulangan dan Baja Polos.....................................................................................25

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 4.2 Baja Tulangan.....................................................................................16


Tabel 4.3 Baja Polos.............................................................................................20

v
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gaya yang bekerja pada benda ada berbagai jenis, salah satunya gaya
berupa tarikan. Contohnya adalah alat penyangga papan reklame gantung.
Untuk memenuhi kesuksesan kerja, alat tersebut harus memenuhi kriteria
persyaratan. Alat tersebut harus sesuai, apabila kurang kuat bisa saja papan
reklame terjatuh dan menimbulkan kerugian. Untuk mengetahui sifat
material tersebut dapat dilakukan pengujian berupa pengujian tarik. Selain
itu, pengujian tarik dapat menyajikan beberapa data lainnya mengenai sifat
dari suatu material.
1.2 Rumusan Masalah
Pada pengujian tensile ini, terdapat beberapa rumusan masalah yang
menjadi dasar dalam pelaksanaan pengujian, yaitu:
1) Bagaimana kemampuan suatu material dalam menerima pembebanan
tarik?
2) Bagaimana proses, metode, serta faktor-faktor penting lainnya yang
garus diperhatikan dalam melakukan pengujian tarik?
3) Bagaimana sifat-sifat mekanik yang bisa didapatkan dari pengujian
tarik?
4) Apa hubungan kurva beban-pertambahan panjang dengan kurva
tegangan-regangan?
5) Apa hubungan kurva tegangan-regangan teknik dengan kurva tegangan-
regangan sebenarnya?
1.3 Tujuan
Dalam pelaksanaan pengujian tensile ini, ada beberapa tujuan yang
ingin diketahui saat pelaksanaan pengujian, yaitu:
1) Mengetahui kemampuan suatu material dalam menerima
pembebanan tarik.
2) Mengetahui proses, metode, serta faktor-faktor penting lainnya
yang harus diperhatikan dalam melakukan pengujian tarik.
3) Mengetahui dan memahami sifat-sifat mekanik yang bisa
didapatkan dari pengujian tarik.
4) Mengetahui hubungan kurva beban-pertambahan panjang dengan
kurva tegangan-regangan.
5) Mengetahui hubungan kurva tegangan-regangan teknik dengan
kurva tegangan-regangan sebenarnya.
1.4 Batasan Masalah
Untuk memudahkan dalam proses analisis, ada beberapa batasan
masalah yang digunakan, yaitu:

1
1) Peralatan pengujian dianggap telah diatur dengan baik dan benar
2) Pengujian yang dilakukan berbasis JIS Z 2241
3) Spesimen yang digunakan berbasis JIS Z 2201
4) Proses pengujian dan observasi nilai pembebanan dilakukan oleh
operator berpengalaman.

2
BAB II
DAFTAR TEORI

2.1 Pemahaman Sifat-sifat Mekanik, Diantaranya :


Sifat Mekanik adalah sifat-sifat dari bahan yang berkaitan dengan
pembebanan mekanik pada besi. Sifat mekanik menentukan kegunaan dari
material nantinya. Suatu struktur membutuhkan sifat mekanik khusus
tergantung dengan kegunaan dan kebutuhan. Berikut adalah sifat – sifat
mekanik material:
2.1.1 Kekuatan (Strength/Tensile Strength)
Tensile strength (Kekuatan tarik) merupakan tegangan maksimum
yang sanggup ditahan oleh sebuah bahan saat diregangkan atau ditarik
sebelum bahan tersebut patah. Standar produk juga menentukan kisaran
nilai yang diizinkan buat Ultimate Tensile Strength (UTS). UTS minimum
relevan dengan beberapa aspek desain.Beberapa bahan bisa patah begitu
saja tanpa mengalami deformasi, yang ialah benda tadi bersifat ringkih atau
getas (brittle). Bahan lainnya akan meregang & mengalami deformasi
sebelum patah, yang dianggap dengan benda elastis (ductile). Kekuatan
tarik biasanya bisa dicari menggunakan melakukan uji tarik & mencatat
perubahan regangan & tegangan. Titik tertinggi berdasarkan kurva
tegangan-regangan disebut dengan kekuatan tarik maksimum (ultimate
tensile strength). Nilainya tidak bergantung dalam ukuran bahan, melainkan
karena faktor jenis bahan. Faktor lainnya yang bisa mempengaruhi
misalnya eksistensi zat pengotor pada bahan, temperatur & kelembaban
lingkungan pengujian, & penyiapan spesimen.
2.1.2 Ketangguhan (Toughness)
Ketangguhan atau toughness merupakan salah satu sifat mekanik
material yaitu kekuatan material atau banyaknya energi yang diserap
material sebelum terjadi fracture atau retakan. Ketangguhan bisa
didapatakan dengan grafik stress – strain yaitu luas wilayah grafik sebelum
mengalami fracture. Ketangguhan sangat berpengaruh pada keamanan
suatu struktur, ketangguahan material mencegah terjadi kegagalan pada
struktur tersebut.
2.1.3 Keuletan (Ductility)
Ductility atau keuletan merupakan sifat penting lainnya. Keuletan
adalah ketahanan material dari suatu kegagalan dari deformasi plastis
Ketika diberi beban. Salah satu cara untuk menentukan keuletan sautu
bahan adalah dengan mencari persen perpanjangan atau persentase
pengurangan luas pada saat terjadinya fracture. Persen perpanjangan
adalah regangan spesimen yang dinyatakan sebagai persen. Jadi, bila

3
panjang ukuran asli spesimen dan panjangnya mengalami fracture, dapat
menggunkan rumus sebagai berikut:
l f −l 0
percent elongation= ( )l0
×100 %

Di mana l f adalah panjang patahan dan l 0 adalah panjang awal.


besarnya percent elongation akan bergantung pada panjang ukuran
spesimen. Semakin pendek l 0, semakin besar perpanjangan total dari
necking dan akibatnya semakin tinggi nilai percent elongation. Oleh
karena itu, l 0 harus ditentukan standarnya.
Untuk menentukan keuletan juga dapat menggunakan Persen
reduction in area didefinisikan sebagai berikut.
A 0−A f
Persen reduction∈area= ( )
A0
× 100

Dimana A0 adalah luas penampang awal dan A f adalah luas


penampang akhir. Selanjutnya, untuk material tertentu, besaran percent
elongation dan Persen reduction in area secara umum akan berbeda. Sifat
keuletan suatu material juga dapat berubah tergantung beberapa factor
salah satunya yaitu suhu.
2.1.4 Kegetasan (Brittle)
Suatu material yang getas tidak mengalami perpanjangan atau
elongation lagi setela mencapai ultimate tensile strees & akan langsung
mengalami fracture seteslha ultimate tensile stress.materaia brittle
dianggap mempunyai regangan patah kurang dari kurang lebih 5%.
Material getas mempunyai ketahanan yang lebih baik terhadap gaya tekan
aksial daripada gaya tensile.
2.1.5 Kekakuan (Stiffness)
Kekakuan merupakan ketahanan berdasarkan suatu material untuk
tidak berdeformasi secara permanen. Jadi, kekakuan ini menunda
terjadinya deformasi. Kekakuan ini dipandang dari modulus elastisitas dari
suatu material. apabila suatu material mempunyai modulus elastisitas yang
semakin besar, maka material tersebut semakin kaku.
2.1.6 Kekerasan (Hardness)
Kekerasan sendiri merupakan ukuran ketahanan material terhadap
deformasi plastis, contohnya penyok kecil atau goresan. Kekerasan bukan
merupakan sifat dasar suatu material, akan tetapi berkaitan dengan sifat
elastis & plastis. Sifat kekerasan suatu material bisa didefinisikan pada
suatu hubungan dengan pengujian tertentu yang dipakai untuk menentukan
nilainya.

2.1.7 Mulur (Creep)

4
Creep merupakan kecenderungan suatu material untuk mengalami
deformasi plastik yang besarnya adalah fungsi waktu pada saat material
tersebut mendapat beban yang besarnya relatif permanen & umumnya
dipengaruhi oleh temperature. Creep strength merupakan kekuatan
material terhadapa creep yang dapat dihitung menggunakan berbagai cara
salah satunya menggunakan cara mensimulasikan material dengan
berbagai kondisi dan dihubungkan dengan fungsi waktu.
2.1.8 Lelah (Fatigue)
Lelah atau fatigue merupakan kecenderungan dari suatu material
untuk mengalami kegagalan jika mendapat tegangan berulang – ulang
yang besarnya masih jauh di bawah batas kekuatan elastisitasnya. Fatigue
umumnya terjadi pada struktur yang bergerak secara berulang misalnya
turbin dalam kincir angin.
2.1.9 Resillience
Resilience merupakan kemampuan suatu material untuk
menyerap energi tanpa menyebabkan material mengalami deformasi
plastis dan bisa dinyatakan dengan banyaknya energi yang diperlukan
untuk mencapai batas elastis. Resilien dinyatakan menggunakan Modulus
Resilien, Modulus Resilien digambarkan dengan luas daerah dalam grafik
strain – stress pada yield point. Modulus resilience dapat didapatkan
menggunakan rumus sebagai berikut:
2
1 1 σ pl
ur = σ pl ϵ pl =
2 2 E
2.1.10 Plasticity
Plasticity merupakan keadaan material ketika mengalami
sejumlah deformasi plastik tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan.
Plasticity disebut pula dengan keuletan. Suatu material yang mempunyai
keuletan tinggi, maka deformasi plastiknya relatif banyak. Dilihat menurut
regangan plastisnya pada diagram sifat mekanik. Bahan material yang
mempunyai keuletan tinggi disebut bahan yang ductile. Pada grafik strain
– stress plasticity digambarkan setelah melwati yield point.
2.1.11 Elasticity
Elasticity adalah kemampuan suatu bahan untuk menerima
tegangan tanpa menyebabkan deformasi permanen setelah tegangan
dihilangkan. Jika tegangan yang bekerja tidak melebihi nilai batas tertentu,
deformasi yang terjadi hanya bersifat sementara, deformasi hilang dengan
hilangnya tegangan. tetapi bila tegangan yang bekerja telah melampaui
batas tersebut maka sebagian dari perubahan bentuk itu tetap ada walaupun
tegangan telah dihilangkan. Elastisitas dilihat dari modulus resilien.
Semakin besar wilayah resiliennya maka akan semakin elastis material
tersebut. Elastisitas ini ditunjukan oleh titik yield.

5
2.2 Pengertian dan Spesifikasi Tensile Test
2.2.1 Pengertian Tensile Test
Pengujian tarik atau tensile test merupakan salah satu pengujian
yang sering dilakukan guna mengetahui mechanical properties. Tensile test
umumnya dilakukan terhadap spesimen atau batang uji standar. Bahan
yang diuji tarik mula-mula dibentuk sebagai batang uji dengan bentuk
sesuai dengan standar. Bagian dari tengah batang adalah bagian yang
menerima tegangan uniform, dan dalam bagian ini selalu diukur “panjang
uji” (gauge length), yaitu bagian yang dianggap mendapat pengaruh dari
pembebanan. Bagian ini selalu diukur panjangnya selama proses
pengujian.
Batang uji dipasang pada mesin tarik, lalu dijepit secara vertikal
dengan pencekam dari mesin tarik pada ujung-ujungnya dan ditarik
memanjang secara perlahan. Selama penarikan setiap saat dicatat besarnya
gaya tarik yang bekerja dan besarnya pertambahan panjang sebagai akibat
dari gaya tarik tersebut. Penarikan berlangsung sampai batang tersebut
putus.
2.2.2 Spesifikasi Tensile Test
Spesifikasi alat yang dipakai dalam praktikum tensile test ini
merupakan sesuai dengan standar international untuk tensile test yaitu
berbasis JIS Z 2241. JIS Z 2241 merupakan standar internasional yang
digunakan untuk tensile test, sedangkan spesimen yang digunakan
merupakan JIS Z 2201, spesimen standar internasional untuk tensile test.
Penggunaaan standar intenasional bertujuan agar hasil tes menjadi lebih
valid dan seksama lantaran telah memenuhi standar internasional.

2.3 Tensile Properties


Sebagian besar struktur dirancang untuk memastikan bahwa hanya
deformasi elastis yang akan terjadi ketika stres diterapkan. Suatu struktur
atau komponen yang mengalami deformasi plastis, atau mengalami
perubahan bentuk yang permanen, mungkin tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, perlu diketahui tingkat tegangan
di mana deformasi plastis dimulai, atau di mana fenomena yielding terjadi.

2.4 Engineering Stress-Strain & True Stress-Strain


2.4.1 Engineering stress – strain
Engineering stress - strain adalah nilai dari tegangan dan regangan
yang telah direkayasa. Rekayasa yang dimaksud adalah dengan
mengasumsikan bahwa luas penampang untuk setiap pembebanan adalah
sama, yaitu luas penampang awal. Kita ketahui, semakin diberi beban, luas
penampang spesimen akan selalu turun untuk setiap penambahan beban
sehingga untuk meminimalkan faktor geometri ini dibentuklah engineering

6
stress - strain untuk memudahkan perhitungan. Untuk mencari engineering
stress dapat menggunakan rumus:
F
σ engineering=
Ao
Dimana:
σ engineering = Engineering stress
F = Gaya (N)
A0 = Luas permukaan awal (mm2)
Dan untuk mencari engineering stress dapat menggunakan rumus
sebagai berikut:
∆l
Ɛ engineering= x 100 %
l0
Dimana:
Ɛ engineering = engineering strain
∆l = perubahan panjang
Lo = panjang mula – mula
2.4.2 True stress – strain
True stress-strain merupakan nilai tegangan dan regangan yang
sebenarnya, dimana perubahan luas penampang spesimen seiring dengan
penambahan beban juga diperhitungkan. Nilai true stress true strain dapat
dihitung dengan mengkonversi nilai dari engineering stress - strain dengan
persamaan sebagai berikut :
F
σ=
Ao
Dimana:
σ = true stress (MPa)
F = Gaya (N)
A0 = Luas permukaan awal (mm2)
Dan untuk mencari nilai true strain menggunakan rumus sebagai
berikut :
l
Ɛ =ln
l0
Dimana:
Ɛ = true strain
l = panjang akhir
lo = panjang mula – mula

2.5 Elastic Recovery


Setelah beban dilepaskan selama uji tegangan-regangan, material akan
kembali ke bentuk semula apabila belum terdeformasi plastis hal ini yang
dinamakan elastic recovery atau sering disebut juga sebagai deformasi
sementara. semakin besar gaya yang diterima beban yang diberikan maka
akan semakin besar pula kemungkinan tidak akan terjadi elastic recovery.

7
Elastic strain recovery merupakan elastic recovery setelah material
mengalami deformasi plastis, material tetapkan akan berubah ke bentuk
semula setelah terkena deformasi plastis akan tetapi tidak bisa sama seperti
kondisi awalnya karena telah mengalami deformasi plastis.

BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Peralatan dan Benda Kerja yang Digunakan dalam Pengujian


Peralatan dan benda kerja yang digunakan dalam pengujian ini antara lain:
1. Baja tulangan (rod/silinder pejal).
2. Baja (rod/silinder pejal).
3. Mesin Wolpert Tensile-Bending, kapasitas maksimum 300 kg.
4. Jangka Sorong.
5. Mistar.
6. Millimeter Block.
7. Marker.
3.2 Langkah-langkah Pengujian
1. Dimensi kedua spesimen diukur sebanyak tiga kali, dan nilai rata-ratanya
dihitung
2. Ujung-ujung kedua spesimen diberikan grip yang sesuai
3. Salah satu spesimen dipasang pada holder mesin pengujian
4. Skala pembebanan diatur
5. Millimeter block dan marker dipasang pada mesin pengujian
6. Mesin pengujian dinyalakan dan pembebanan diberikan kepada specimen
7. Nilai pembebanan pada saat yield (ketika necking mulai terjadi), pada saat
pembebanan maksimum, dan pada saat spesimen patah diperhatikan dan
dicatat denngan bantuan operator mesin. Sementara, marker akan
menggambar kurva pembebanan-pertambahan panjang relative terhadap
kondisi pengujian dan spesimen pada millimeter blok.
8. Speimen yang telah patah dilepaskan dari holder mesin.
9. Kertas millimeter blok dilepaskan dari mesin pengujian.
10. Berikan label yang sesuai pada kertas millimeter block tersebut agar tidak
tertukar dengan kertas millimeter block hasil pengujian berikutnya.
11. Spesimen yang telah patah disambungkan kembali secara manual, dan
dimensi spesimen tersebut diukur dan dicatat.
12. Langkah ketiga sampai dengan kesebelas diulang untuk mendapatkan data
pengujian specimen kedua.
13. Kedua grafik yang telah didapatkan kemudian diolah dan dihitung untuk
mengetahui nilai pembebanan per satu bagian skala masing-masing sumbu
ordinat dan absisnya.

8
9
3.3 Flowchart Langkah Kerja

MULAI

Baja AISI 1040, Alumunium 2024, mesin tarik Wolfret,


jangka sorong, milimeter blok, spidol

Dimensi awal spesimen


diukur

Pada plain end (ujung-ujung)


diberikan grip

Spesimen dipasangkan holder dan


skala pembebanan diatur

Spesimen ditarik menggunakan


mesin hingga patah

Spesimen dilepas dari penjepit

Spesimen diukur setelah pengujian

Panjang specimen akhir, gauge length akhir,


diameter akhir, luas specimen akhir

Konversi grafik ke tegangan-


regangan

END

Gambar 3. 1 Flowchart Uji Tensile

10
11
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Pengujian


Data hasil pengujian ini dapat dituliskan kedalam tabel. Tabel tersebut
terdapat pada lampiran.
4.2 Pemaparan Hasil Pengujian
a. Baja Tulangan

Gambar 4. 1 Baja Tulangan


Pengujian tarik dengan benda uji berupa baja tulangan ini
menghasilkan data berupa dimensi akhir baja tulangan. Dimensi awal
baja tulangan adalah panjang awal 299 mm, diameter awal 18 mm, dan
gauge length awal sebesar 200 mm. Setelah dilakukan pengujian,
dimensi baja tulangan berubah menjadi panjang akhir 329 mm,
diameter akhir 15,8 mm, dan gauge length sebesar 223 mm.
Pembebanan yang dialami benda uji yaitu sebesar 167 N untuk
pembebanan lumer dan 208 N untuk pembebanan maksimum.
Baja potongan mengalami perubahan dimensi. Panjang dari benda
uji ini mengalami pertambahan sekitar 30 mm. Sedangkan untuk
diameter benda uji menngalami pengecilan sekitar 2,2 mm.

b. Baja Polos

Gambar 4. 2 Baja Polos

12
Pengujian tarik dengan benda uji berupa baja polos ini
menghasilkan data berupa dimensi akhir baja polos. Dimensi awal baja
tulangan adalah panjang awal 298 mm, diameter awal 15,7 mm, dan
gauge length awal sebesar 200 mm. Setelah dilakukan pengujian,
dimensi baja tulangan berubah menjadi panjang akhir 341 mm,
diameter akhir 12,5 mm, dan gauge length sebesar 243 mm.
Pembebanan yang dialami benda uji yaitu sebesar 66 N untuk
pembebanan lumer dan 92,5 N untuk pembebanan maksimum.
Baja polos mengalami perubahan dimensi. Panjang dari benda uji
ini mengalami pertambahan sekitar 51 mm. Sedangkan untuk diameter
benda uji menngalami pengecilan sekitar 3,2 mm.

4.3 Analisis Data dan Perhitungan


Berdasarkan data yang telah diperoleh, selanjutnya akan dilakukan
perhitungan untuk mencari nilai-nilai yang diinginkan. Berdasarkan hasil
dari perhitungan tersebut, dapat dibuat sebuah grafik pembebanan-
pertambahan. Grafik tersebut juga dapat dikonversi menjadi grafik
tegangan-regangan teknik. Grafik ini juga dapat dikonversi menjadi grafik
tegangan regangan sebenarnya. Beberapa rumus yang akan digunakan
adalah sebagai berikut.
Pmax
 SkalaY =
Jumlah kotak pada sumbu y maksimum
∆ L setelah patah
 Skala X =
Jumlah kotak pada sumbu x saat patah
 ∆ l=Titik X × Skala X
 P=Titik Y × SkalaY
∆l
 ε teknik=
l0
P
 σ teknik= A
0

 l s =l 0+ Δl
l0 × A 0
 A s=
ls

 ε sebenarnya=ln ( 1+ε teknik )


 σ sebenarnya=σ teknik ( 1+ ε teknik )

a. Baja Tulangan
 Mencari Skala Grafik P,embebanan – Pertambahan Panjang

13
P max
SkalaY =
Jumlah kotak pada sumbu y maksimum
208
SkalaY =
65
SkalaY =3,2
∆ L setelah patah
Skala X =
Jumlah kotak pada sumbu x maksimum
23
Skala X =
50
Skala X =0,46

 Mencari tegangan dan regangan teknik


lo = 200 mm
Ao = 1740,81 mm2
∆l = 5 ×0,425=2,3 mm
P = 65 ×3,2=208 kN
∆l
ε teknik=
l0
23
ε teknik=
200
ε teknik=0,115

P
σ teknik=
A0
208 ×1000
σ teknik=
1740,81
σ teknik=119,48 MPa

 Mencari ε sebenarnya atau regangan sebenarnya dengan nilai ε teknik


sebesar 0.115 mm/mm
ε sebenarnya=ln ( 1+ε teknik )
ε sebenarnya=ln ( 1+ 0.115 )
ε sebenarnya=0.108

σ sebenarnya=σ t ( 1+ε teknik )


σ sebenarnya=119,48 ( 1+1,08 )
σ sebenarnya=132,38 MPa

 Mencari elongasi
l 1−l 0
EL= ×100 %
l0

14
EL=11,5 %

A1 −A 0
RA= ×100 %
A0
1561,26−1740,81
RA= ×100 %
1740,81
RA=−10,31 %

 Mencari yield strength


Py
σ y=
A0
208 × 1000
σ y=
1740,81 ×10−6
σ y =119484 MPa

 Mencari toughness
U t =∑ Luas Daerah Grafik
εf

U t =∫ σdε
0
U t =MPa

1
Ur= σ y ε y
2
U r =208 ×0,108
U r =22,464 MPa

 Mencari modulus elastisitas atau modulus young


σ
E= y
εy
11984
E=
0,108
E=1106,33 MPa

b. Baja Polos
 Mencari Skala Grafik Pembebanan – Pertambahan Panjang
P max
SkalaY =
Jumlah kotak pada sumbu y maksimum
92,5
¿
28

15
¿ 3,03
∆ L setelah patah
Skala X =
Jumlah kotak pada sumbu x maksimum
43
¿
72
¿ 0,597

 Mencari tegangan dan regangan teknik


lo = 200 mm
Ao = 1298,88 mm2
∆l = 4 ×0,81=3,24 mm
P = 14 × 1,42=19,88
∆l
ε teknik=
l0
43
ε teknik=
200
ε teknik=0,215

P
σ teknik=
A0
92,5 ×1000
σ teknik=
1497,93
σ teknik=61,751 MPa

 Mencari ε sebenarnya atau regangan sebenarnya dengan nilai ε teknik sebesar


0.0105 mm/mm
ε sebenarnya=ln ( 1+ε teknik )
ε sebenarnya=ln ( 1+ 0.215 )
ε sebenarnya=0.194

σ sebenarnya=σ t ( 1+ε teknik )


σ sebenarnya=61,751 ( 1+0,108 )
σ sebenarnya=68,42 MPa

 Mencari elongasi
l 1−l 0
EL= ×100 %
l0
EL=0,215 ×100 %
EL=21,5 %

16
A1 −A 0
RA= ×100 %
A0
1305,13−1497,93
RA= ×100 %
1497,93
RA=12,8 %

 Mencari yield strength


Py
σ y=
A0
66× 1000
σ y=
1497,93 ×10−6
σ y =44060 MPa

 Mencari toughness
U t =∑ Luas Daerah Grafik
εf

U t =∫ σdε
0
U t =MPa

1
Ur= σ y ε y
2
U r =92,5 ×0.194
U r =17,945 MPa

 Mencari modulus elastisitas atau modulus young


σ
E= y
εy
61751
E=
0,215
E=287,21 MPa

17
4.4 Tabel Perhitungan dan Grafik

Tabel Baja Tulangan

18
Tabel 4.2 Baja Tulangan

Grafik Baja Tulangan

P-Δl Baja Tulangan


0,240
0,208
0,200
0,155 0,179
0,160
P(kN)

0,120

0,080

0,040

0,000
0 5 10 15 20 25
Δl (mm)

Gambar 4. 3 Grafik Beban-Pertambahan Panjang Baja Tulangan

19
Stress-Strain Baja Tulangan
140.00
119.48
120.00
102.94
100.00 89.03
Stress(Mpa)

80.00

60.00

40.00

20.00

0.00
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
Strain(mm/mm)

Gambar 4. 4 Grafik Tegangan-Regangan Teknik Baja Tulangan

12.00 True Stress-Strain Baja Tulangan


10.00

8.00
Stress(Mpa)

6.00

4.00

2.00

0.00
0 10 20 30 40 50 60
Strain(mm/mm)
Gambar 4. 5 Grafik Tegangan-Regangan Sebenarnya Baja Tulangan

20
Tabel Baja Polos

21
22
Tabel 4.3 Baja Polos

23
Grafik Baja Polos

P-Δl Baja Polos


0,100
0,092
0,080 0,063 0,061
0,060
P(kN)

0,040
0,020
0,000
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
Δl (mm)

Gambar 4.6 Grafik Beban-Pertambahan Panjang Baja Polos

70
Stress-Strain Teknik Baja
61.74
Polos
60
50 41.9
Stress(Mpa)

40 40.79
30
20
10
0
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25
Strain(mm/mm)

Gambar 4.7 Grafik Tegangan-Regangan Teknik Baja Polos

Stress-Strain Sebenarnya
80
70 71.32
60
Stress(Mpa)

50 43.77
40
30
20
10
0
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16
Strain(mm/mm)

Gambar 4.7 Grafik Tegangan-Regangan Sebenarnya Baja Polos

24
4.5 Pembahasan Hasil Analisis Data
c. Perbandingan Grafik Tegangan-Regangan Teknik dan
Sebenarnya Baja Tulangan

Perbandingan Stress Teknik dan Sebenarnya Baja Tulangan


140.00 131.67
119.48
120.00

100.00 93.82
89.03 102.94
Stress(Mpa)

80.00
Engineering Stress-Strain
Diagram
60.00
True Stress-Strain Diagram
40.00

20.00

0.00
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
Strain(Mpa)

Gambar 4. 8 Grafik Perbandingan Tegangan-Regangan Teknik


dan Sebenarnya Baja Tulangan

Setelah dilakukan perhitungan dan plotting data tegangan-regangan


teknik dan sebenarnya pada baja tulangan maka dapat diketahui bahwa
kurva yang dihasilkan pada gambar 4.9 berwarna biru untuk kurva
tegangan-regangan teknik dan berwarna merah untuk kurva regangan-
tegangan sebenarnya. Pada kurva tegangan-regangan teknik dapat
diketahui bahwa semula tegangan hampir sama dengan nol dan hampir
menyentuh sumbu x yang menandakan nilai tegangan nol. Lalu seiring
dengan pertambahan panjang, tegangan teknik tersebut terus bertambah
secara proporsional sampai dengan titik yield. Pada kurva tegangan teknik
baja tulangan ini dapat diketahui nilai dari yield strength dengan
mengetahui titik yield terlebih dahulu. Nilai yield strength teknik pada
baja tulangan didapatkan yaitu sebesar 89.03 Mpa. Kurva terus bergerak
naik dan agak mendatar ketika menuju ultimate tensile strength dimana
pembebanan maksimum terjadi dan tegangan maksimum terjadi pula di
titik tersebut. Dapat diketahui bahwa nilai ultimate tensile strength teknik
dari baja tulangan sebesar 119.48 Mpa. Setelah melewati titik ultimate,
kurva bergerak mendatar lalu terus menurun sampai dengan titik fracture
yaitu dimana spesimen berupa baja tulangan ini akan terpatah dan
didapatkan bahwa nilai tegangan saat spesimen tersebut patah yaitu
sebesar 102.94 MPa. Setelah itu dari data yang didapatkan dapat diketahui
pula persen elongasi total baja tulangan sebesar 11,5 %, persen

25
pengurangan luas penampang sebesar 10.31%, dengan modulus
ketangguhan sebesar 22.464 kN/mm², nilai modulus resillience sebesar
6.452 kN/mm², dan nilai modulus young sebesar 1106.33 kN/m².
Kemudian, pada kurva tegangan-regangan sebenarnya dapat
diketahui bahwa semula tegangan hampir sama dengan nol dan hampir
menyentuh sumbu x yang menandakan nilai tegangan nol. Lalu seiring
dengan pertambahan panjang, tegangan sebenarnya tersebut terus
bertambah secara proporsional sampai dengan titik yield. Pada kurva
tegangan sebenarnya baja tulangan ini dapat diketahui nilai dari yield
strength dengan mengetahui titik yield terlebih dahulu. Nilai yield strength
sebenarnya pada baja tulangan yaitu sebesar 93.82 Mpa. Kurva terus
bergerak naik dan agak mendatar ketika menuju ultimate tensile strength
dimana pembebanan maksimum terjadi dan tegangan maksimum terjadi
pula di titik tersebut. Dapat diketahui bahwa nilai ultimate tensile strength
sebenarnya dari baja tulangan sebesar 131.67 Mpa. Setelah melewati titik
ultimate, kurva bergerak mendatar lalu terus menurun sampai dengan titik
fracture.
Jika dilihat pada gambar 4.9 kurva tegangan-regangan teknik dan
kurva tegangan-regangan sebenarnya terlihat sama pada permulaan
pembebanan lalu terjadi perbedaan yang jauh ketika sudah berada di
daerah elastis sampai dimana baja tulangan tersebut patah. Terlihat secara
keseluruhan bahwa nilai tegangan sebenarnya lebih besar daripada nilai
tegangan teknik. Perbedaan antara kedua kurva tersebut disebabkan oleh
beberapa faktor seperti perlakuan fisik dan penyusunan kimia dari material
tersebut. Faktor fisik yang dimaksud misalnya adanya perlakuan suhu dari
lingkungan sekitar akan mempengaruhi nilai-nilai data yang didapatkan
dan terutama mempengaruhi kekuatan suatu spesimen dengan material
tertentu. Dimana pada umumnya material tersebut sebenarnya sudah
diketahui nilai-nilai pokok seperti yield strength, ultimate strength, dan
nilai lainnya dengan berpedoman pada kurva teknik suatu material. Kurva
teknik tersebut dijadikan basis desain untuk pemilihan material suatu
komponen dengan kondisi dan parameter standar yang telah disepakati
para ilmuan. Sedangkan pada kurva sebenarnya terjadi pembebanan dan
nilai pada suatu material dengan terspesifikasi bukan secara general
dengan nilai tertentu yang telah disepakati tetapi tetap berpedoman pada
kurva teknik yang telah disepakati untuk suatu material tertentu. Pada
kurva sebenarnya juga didapatkan nilai-nilai pokok seperti yield strength,
ultimate strength, modulus elastisitas dan sebagainya dengan terspesifikasi
setelah adanya pengaruh suhu atau masa simpan dari material tersebut.

26
d. Perbandingan Grafik Tegangan-Regangan Teknik dan
Sebenarnya Baja Polos

Perbandingan Stress-Strain Sebenarnya dan Teknik Baja Polos


80
71.32
70
60 61.74

50 43.77
Stress(Mpa)

40 41.9 40.79
Engineerin
30 g Stress-
Strain
20 Diagram

10
0
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25
Strain(mm/mm)

Gambar 4. 9 Grafik Perbandingan Tegangan-Regangan


Sebenarnya dan Teknik Baja Polos

Grafik di atas merupakan grafik perbandingan antara kurva


tegangan-regangan teknik dengan kurva tegangan-regangan sebenarnya
dari spesimen baja polos. Telah diketahui bahwa kurva tegangan-regangan
teknik memiliki tren naik sampai titik ultimate tensile strengthnya, dan
perlahan-lahan menurun sampai dengan titik fraktur. Adapun nilai yield
strength pada kurva teknik adalah sebesar 41.89 Mpa . Kemudian nilai
UTS adalah sebesar 61.74 MPa. Setelah itu, persen elongasi total adalah
sebesar 21.5%, dan persen pengurangan luas penampang adalah sebesar
-12.80%. Lalu, nilai modulus ketangguhan adalah sebesar 17.945 MPa,
nilai modulus resilien adalah sebesar 6.638 MPa, dan nilai modulus
elastisitas sebesar 287.21 MPa.
Kemudian, kurva tegangan-regangan sebenarnya memiliki tren
yang hampir serupa dengan tegangan-regangan teknik, di mana tren dari
kurva tersebut naik hingga ultimate tensile strength, lalu menurun hingga
mengalami patahan. Pada grafik dapat dilihat bahwa kurva sebenarnya
berada di atas kurva teknik disebabkan nilai dari kurva sebenarnya lebih
besar dari kurva teknik sesuai dengan teori.
Adapun alasan terdapatnya perbedaan bentuk kurva dan nilai
antara kedua grafik disebabkan pada kurva tegangan regangan sebenarnya
merupakan kurva dari energi yang dibutuhkan pada kehidupan nyata.
Sedangkan, kurva teknik adaah kurva yang dijadikan sebagai basis desain

27
pemilihan material suatu komponen disebabkan faktor keamanan yang
dipertimbangkan.

e. Perbandingan Grafik Tegangan-Regangan Teknik Baja


Tulangan dengan Baja Polos

Gambar 4. 10 Grafik Perbandingan Tegangan-Regangan Teknik Baja Tulangan


dan Baja Polos

Gambar 4. 11 Grafik Perbandingan Tegangan-Regangan Sebenarnya Baja


Tulangan dan Baja Polos

28
Berdasarkan grafik pada Gambar 4.11, dapat diketahui bahwa
kurva tegangan-regangan teknik pada baja tulangan berada di atas
kurva tegangan-regangan teknik baja polos. . Terlihat bahwa kurva
tegangan-regangan teknik pada baja tulangan berada jauh di atas kurva
tegangan-regangan teknik pada baja polos. Nilai perbedaan tersebut
mencapai dua kali lipat bahkan lebih. Dari grafik juga dapat dilihat
bahwa kurva tegangan-regangan teknik baja tulangan memiliki
tegangan paling tinggi dan melampaui tegangan pada baja polos.
Sedangkan kurva tegangan-regangan teknik pada baja polos memiliki
regangan paling besar pada titik fracture dan melampaui titik fracture
pada baja tulangan. Hal ini menunjukkan bahwa beban atau tegangan
yang dapat diterima oleh baja tulangan lebih besar dari pada baja
polos. Diketahui bahwa nilai dari ultimate tensile strength pada baja
tulangan, yakni sebesar 131.67 MPa, sedangkan pada baja polos 71.32
MPa.
Demikian pula pada grafik tegangan-regangan sebenarnya, kurva
baja tulangan berada di atas kurva baja polos yang menandakan bahwa
baja tulangan dapat menerima beban dan tegangan lebih besar dari
pada baja polos. Namun, apabila diamati dengan seksama kurva baja
polos terhadap sumbu x lebih lebar dari kurva baja tulangan
menandakan bahwa baja polos dapat berdeformasi plastis lebih tinggi
dari baja tulangan.
Maka dari grafik dan tabel data hasil perhitungan baja tulangan
dan baja polos dapat dibandingkan dan dianalisis berdasarkan grafik
tegangan-regangan teknik mauapun grafik tegangan-regangan
sebenernya bahwa spesimen baja tulangan memiliki kekuatan yaitu
dimana baja tulangan tersebut dapat menerima beban maksimum lebih
besar dibandingkan dengan baja polos sebelum mengalami necking.
Dapat disimpulkan pula bahwa baha tulangan memiliki kekuatan tarik
atau tensile strength yang lebih tinggi dibandingkan dengan baja polos.
Hal ini dibuktikan dengan tensile strength sebesar 119,48 MPa, lebih
besar dari dua kali lipat kuat tarik baja polos yaitu 41,89 MPa. Sifat
mekanik lainnya adalah baja tulangan memiliki nilai keuletan yang
lebih unggul atau memiliki sifat ductile dibandingkan baja polos yang
memiliki sifat brittle atau kegetasan sehingga baja tulangan lebih
mampu menerima beban yang lebih besar dibandingkan baja polos.

29
BAB V
KESIMPULAN

Kesimpulan dari percobaan ini adalah sebagai berikut:


1. Kemampuan material dalam menerima pembebanan tarik dapat
diketahui melalui uji tarik. Berdasarkan metode yang digunakan
didapat nilai kekuatan material baja tulangan adalah 817,8 kN
sedangkan pada baja polos adalah 478 kN. Berarti, baja tulangan
memiliki tensile strength yang lebih besar daripada baja polos. Maka,
sifat mekanik baja tulangan memiliki nilai keuletan yang lebih unggul
dan memiliki sifat ductile dibandingkan baja polos.
2. Pengujian dilakukan dengan cara mengukur dimensi dan melakukan
penarikan pada specimen dengan mesin penguji hingga patah. Faktor-
faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan pengujian ini adalah
keakuratan mesin dalam melakukan proses pengujian serta perhitungan
kurva tegangan-regangan. Nilai yang perlu dicatat adalah pembebanan
pada saat yield dan saat maksimum. Hal ini sangat penting karena
hasilnya akan digunakan untuk perhitungan selanjutnya.
3. Sifat mekanik yang bisa didapatkan dari pengujian ini adalah batas
proposional, yield strength, tegangan ultimate tensile test, tegangan
fracture, modulus elastisitas, modulus resilience, dan modulus
toughness. Kekuatan suatu material selalu diikuti sifat kekakuannya,
dengan demikian material baja tulangan lebih kaku dibanding material
polos. Hal tersebut dibuktikan dengan nilai-nilai sifat mekanik pada
baja tulangan dan baja polos.
4. Kurva regangan tegangan bisa dibuat berdasarkan kurva beban
pembebanan pertambahan panjang. Pada kurva pembebanan-
pertambahan Panjang memiliki garis kurva yang realif sama dengan
kurva tegangan-regangan.
5. Kurva tegangan regangan sebenarnya akan selalu terletak diatas teknik.
Hal ini disebabkan tegangan sebenarnya lebih besar dari pada teknik.

30
BAB VI
EVALUASI DAN SARAN

6.1 Evaluasi
Pada praktikum pengujian tarik yang penulis lakukan, ketika
ditelaah lebih dalam, ada beberapa evaluasi yang perlu penulis
sampaikan, yaitu pemberian data yang tidak masuk akal (luas akhir lebih
besar dari luas awal dan elongasi saat yield lebih panjang daripada
elongasi saat UTS).
6.2 Saran
Menanggapi evaluasi yang ditulis pada sub-bab 6.1, penulis
memberikan saran untuk pelaksanaan praktikum selanjutnya, yaitu
memberikan data yang lebih relevan lagi agar praktikan tidak menjadi
bingung saat seusai praktikum karena salah satu tujuan praktikum adalah
untuk menanamkan pemahaman terkait materi yang diujikan. Apalagi
pada masa pandemi yang diharuskan daring, pemahaman praktikan harus
diarahkan dengan effort lebih.

31
DAFTAR PUSTAKA

Avner, Sidney H. (1974). INTRODUCTION TO PHYSICAL


METALLURGY SECOND EDITION. McGraw-Hill Book Company: Singapore.
Callister, William D. (2010). MATERIAL SCIENCE AND ENGINEERING
AN INTRODUCTION EIGHTH EDITION. John Willey & Sons: USA.

32

Anda mungkin juga menyukai