Anda di halaman 1dari 53

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

MEKANIKA TEKNIK

Disusun oleh:

KELOMPOK 4 (EMPAT)

1 F1D113014 AFLAHA PRIMA SYARSA


2 F1D115003 ANGELLA WAHYUNI
3 F1D115013 TONI GUNTORO
4 F1D115034 FEBI RIVANDA
5 F1D115036 ZICO HARDIANTO
6 F1D115037 EZRA BELLA RAMADHANI PUTRI

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
JAMBI, DESEMBER 2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat-NYA, kami dapat menyelesaikan laporan akhir praktikum
mekanika teknik. Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
mekanika teknik.
Adapun laporan akhir mekanika teknik membahas tentang uji tarik
spesimen silinder, uji tarik spesimen plat, dan uji impak. Dengan selesai
disusunnya laporan ini tidak terlepas dari peran serta berbagai pihak, sehingga
dapat memperlancar pembuatan laporan ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa maupun lainnya. Oleh karena itu
kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan untuk dapat memperbaiki
laporan-laporan selanjutnya.

Jambi, Desember 2016

Kelompok 4 (Empat) Teknik


Pertambangan

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1

1.2 Tujuan ........................................................................................................... 1

1.3. Manfaat ........................................................................................................ 2

1.4. Sistematika Penulisan .................................................................................. 2

BAB II TEORI DASAR ......................................................................................... 3

2.1 Pengujian Tarik ............................................................................................ 3

2.2 Pengujian Impak ........................................................................................... 8

BAB III PROSEDUR PENGUJIAN ..................................................................... 14

3.1 Prosedur Pengujian Tarik ........................................................................... 14

3.2 Pengujian Impak ......................................................................................... 14

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ........................................................ 16

4.1 Pengujian Tarik – Spesimen Silindris ........................................................ 16

4.2 Pengujian Tarik – Spesimen Pelat .............................................................. 35

4.3 Pengujian Impak ......................................................................................... 42

BAB V KESIMPULAN ........................................................................................ 47

5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 47

5.2 Saran ........................................................................................................... 47

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 49

ii
Laporan Praktikum Mekanika Teknik

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Uji tarik adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui batas plastisitas dan
elastisitas dari suatu material. Uji tarik merupakan suatu pengujian untuk
mengetahui sifat mekanik dari suatu material akibat pemberian beban mekanik
statik sesumbu. Dalam proses penambangan, khususnya dalam tambang bawah
tanah (TBT) diperlukan pengetahuan dan konsep mengenai batas plastisitas dan
batas elastisitas material besi atau baja.
Material yang kuat dan plastis biasanya material yang paling dicari sebagai
material penyanggaan dalam tambang bawah tanah, baik material dalam bentuk
batangan, plat, dan atau silindris. Maka untuk menguji kekuatan material tersebut
(batas plastis dan batas elastis) dilakukan uji tarik.
Uji impak merupakan suatu pengujian untuk mengukur ketahanan bahan
terhadap beban kejut, serta untuk mensimulasikan kondisi operasi material yang
sering ditemui secara aktual dalam lingkungan transportasi dan konstruksi. Dalam
kegiatan pertambangan, akan sering terjadi hal-hal yang tak terduga yang dapat
berakibat fatal. Untuk menghindari akibat dari kejadian yang tiba-tiba, maka
diperlukan persiapan material yang kokoh dan tahan terhadap beban kejut.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum uji tarik dan uji impak adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui fenomena-fenomena yang terjadi dalam pengujian tarik.
2. Dapat menghitung tegangan yield, tegangan ultimate, regangan, dan
reduksi penampang suatu bahan yang mengalami beban aksial tarik.
3. Mengetahui metode dan standar pengujian tarik.
4. Menentukan harga impact beberapa jenis logam.
5. Menentukan pengaruh temperatur terhadap harga impact.
6. Mengetahui temperatur transisi dan perilaku getas baja struktural.

1
Laporan Praktikum Mekanika Teknik

7. Mengamati/menganalisa permukaan patahan (fractografi) benda uji pada


berbagai temperatur.

1.3. Manfaat

Adapun manfaat dari praktikum ini adalah sebagai berikut :


1. Mengetahui prosedur pengujian tarik dan pengujian impak secara
eksperimental.
2. Mendapatkan analisa eksperimental mengenai perhitungan dan aplikasi uji
tarik dan uji impak dalam dunia pertambangan

1.4. Sistematika Penulisan

Laporan uji tarik dan uji impak ini ditulis setelah dilaksanakan praktikum
uji tarik dan uji impak. Laporan ini terdiri atas bagian pendahuluan, bagian isi,
dan bagian penutup. Bagian pendahuluan terdiri atas latar belakang, tujuan,
manfaat, dan sistematika penulisan. Bagian isi terdiri atas dasar teori, metoda,
hasil, dan analisis. Sedangkan bagian penutup terdiri atas kesimpulan dan saran.
Laporan ini terdiri atas 5 BAB yang terdiri atas pendahuluan, teori dasar, prosedur
pengujian, analisis dan pembahasan, serta kesimpulan. Ke 5 BAB tersebut
memiliki sub-bab masing-masing.

2
Laporan Praktikum Mekanika Teknik

BAB II TEORI DASAR

2.1 Pengujian Tarik

Uji tarik merupakan suatu pengujian untuk mengetahui sifat mekanik


suatu material akibat pemberian beban mekanik statik sesumbu. Pengujian tarik
dilakukan dengan penambahan beban secara perlahan-lahan, kemudian akan
terjadi pertambahan panjang yang sebanding dengan gaya yang bekerja. Setelah
itu pertambahan panjang yang terjadi sebagai akibat penambahan beban tidak lagi
berbanding lurus, pertambahan beban yang sama akan menghasilkan penambahan
panjang yang lebih besar dan suatu saat terjadi penambahan panjang tanpa ada
penambahan beban, batang uji bertambah panjang dengan sendirinya. Hal ini
dikatakan batang uji mengalami yield (luluh). Keadaan ini hanya berlangsung
sesaat dan setelah itu akan naik lagi.
Kenaikan beban ini akan berlangsung sampai mencapai maksimum, untuk
batang yang ulet beban mesin tarik akan turun lagi sampai akhirnya putus. Pada
saat beban mencapai maksimum, batang uji mengalami pengecilan penampang
setempat (local necking) dan penambahan panjang terjadi hanya disekitar necking
tersebut. Pada batang getas tidak terjadi necking dan batang akan putus pada saat
beban maksimum.
Besar tegangan tarik teknik (engineering stress) dan regangan tarik teknik
(engineering strain), lihat Gambar 1 terutama kurva A-B-C-D-E, yang terjadi
pada spesimen dapat ditentukan dengan 𝜎𝑒𝑛𝑔=𝑃𝐴0 ; 𝜀𝑒𝑛𝑔=ℓ−ℓ0ℓ0 dengan P
menyatakan besar beban tarik [N], A0 merupakan luas penampang awal spesimen
[mm2] serta ℓ merupakan panjang benda setelah dibebani [mm] dan ℓ0
merupakan panjang awal spesimen [mm]. Dengan demikian diperoleh satuan
tegangan teknik σeng yaitu [N/mm2] atau [MPa] dan regangan teknik εeng yaitu
[mm/mm].
Sementara itu ketika berbicara tentang tegangan-regangan yang
sebenarnya (true stres-strain) atau kurva A-B-C-E’, besar tegangan yang terjadi
tidak dibagi dengan panjang awalnya melainkan dengan perubahan luas
penampangnya setiap kenaikan beban. Terutama terjadi pada zona plastis yaitu

3
Laporan Praktikum Mekanika Teknik

setelah fenomena luluh (yield) berlangsung. Hal ini lebih kasat mata dicermati
ketika spesimen uji tarik telah lewat titik ultimate-nya (untuk material ulet) maka
akan muncul necking pada spesimen. Untuk itu tegangan yang sebenarnya terjadi
pada spesimen akan meningkat karena luas penampangnya mengecil. Dengan
demikian tegangan dan regangan yang sebenarnya adalah 𝜎𝑡𝑟𝑢𝑒=𝑃𝐴 ;
𝜀𝑡𝑟𝑢𝑒=lnℓℓ0 dengan A merupakan luas penampang spesimen disetiap kenaikan
beban. Kondisi ini diperlihatkan dalam Gambar 1.

Gambar 1. Kurva tegangan-regangan teknik (A-B-C-D-E) dan tegangan-regangan


sebenarnya (A-B-C-E’) [2]

Istilah-istilah dalam uji tarik :

Gambar 2. Profil Data Hasil Uji Tarik

4
Laporan Praktikum Mekanika Teknik

1. Batas elastis σE (elastic limit) : Dalam Gbr.2 dinyatakan dengan titik A.


Bila sebuah bahan diberi beban sampai pada titik A, kemudian bebannya
dihilangkan, maka bahan tersebut akan kembali ke kondisi semula
(tepatnya hampir kembali ke kondisi semula) yaitu regangan “nol” pada
titik O (lihat inset dalam Gbr.5). Tetapi bila beban ditarik sampai melewati
titik A, hukum Hooke tidak lagi berlaku dan terdapat perubahan permanen
dari bahan. Terdapat konvensi batas regangan permamen (permanent
strain) sehingga masih disebut perubahan elastis yaitu kurang dari 0.03%,
tetapi sebagian referensi menyebutkan 0.005% . Tidak ada standarisasi
yang universal mengenai nilai ini.
2. Batas proporsional σp (proportional limit) : Titik sampai di mana
penerapan hukum Hook masih bisa ditolerir. Tidak ada standarisasi
tentang nilai ini. Dalam praktek, biasanya batas proporsional sama dengan
batas elastis.
3. Deformasi plastis (plastic deformation) : Yaitu perubahan bentuk yang
tidak kembali ke keadaan semula. Pada Gbr.5 yaitu bila bahan ditarik
sampai melewati batas proporsional dan mencapai daerah landing.
4. Tegangan luluh atas σuy (upper yield stress) : Tegangan maksimum
sebelum bahan memasuki fase daerah landing peralihan deformasi elastis
ke plastis.
5. Tegangan luluh bawah σly (lower yield stress) : Tegangan rata-rata daerah
landing sebelum benar-benar memasuki fase deformasi plastis. Bila hanya
disebutkan tegangan luluh (yield stress), maka yang dimaksud adalah
tegangan ini.
6. Regangan luluh εy (yield strain) : Regangan permanen saat bahan akan
memasuki fase deformasi plastis.
7. Regangan elastis εe (elastic strain) : Regangan yang diakibatkan perubahan
elastis bahan. Pada saat beban dilepaskan regangan ini akan kembali ke
posisi semula.
8. Regangan plastis εp (plastic strain) : Regangan yang diakibatkan
perubahan plastis. Pada saat beban dilepaskan regangan ini tetap tinggal
sebagai perubahan permanen bahan.

5
Laporan Praktikum Mekanika Teknik

9. Regangan total (total strain) : Merupakan gabungan regangan plastis dan


regangan elastis, εT = εe+εp. Perhatikan beban dengan arah OABE. Pada
titik B, regangan yang ada adalah regangan total. Ketika beban dilepaskan,
posisi regangan ada pada titik E dan besar regangan yang tinggal (OE)
adalah regangan plastis.
10. Tegangan tarik maksimum TTM (UTS, ultimate tensile strength) : Pada
Gbr.2 ditunjukkan dengan titik C (σβ), merupakan besar tegangan
maksimum yang didapatkan dalam uji tarik.
11. Kekuatan patah (breaking strength) : Pada Gbr.2 ditunjukkan dengan titik
D, merupakan besar tegangan di mana bahan yang diuji putus atau patah.
12. Tegangan luluh pada data tanpa batas jelas antara perubahan elastis dan
plastis : Untuk hasil uji tarik yang tidak memiliki daerah linier dan landing
yang jelas, tegangan luluh biasanya didefinisikan sebagai tegangan yang
menghasilkan regangan permanen sebesar 0.2%, regangan ini disebut
offset-strain (Gbr.6).

Gambar.3 Penentuan tegangan luluh (yield stress) untuk kurva tanpa daerah linier

Perlu untuk diingat bahwa satuan SI untuk tegangan (stress) adalah Pa


(Pascal, N/m2) dan strain adalah besaran tanpa satuan.

Selanjutnya dibahas beberapa istilah lain yang penting seputar interpretasi hasil
uji tarik :

6
Laporan Praktikum Mekanika Teknik

1. Kelenturan (ductility) : Merupakan sifat mekanik bahan yang


menunjukkan derajat deformasi plastis yang terjadi sebelum suatu bahan
putus atau gagal pada uji tarik. Bahan disebut lentur (ductile) bila
regangan plastis yang terjadi sebelum putus lebih dari 5%, bila kurang dari
itu suatu bahan disebut getas (brittle).
2. Derajat kelentingan (resilience) : Derajat kelentingan didefinisikan sebagai
kapasitas suatu bahan menyerap energi dalam fase perubahan elastis.
Sering disebut dengan Modulus Kelentingan (Modulus of Resilience),
dengan satuan strain energy per unit volume (Joule/m3 atau Pa). Modulus
kelentingan ditunjukkan oleh luas daerah yang diarsir.
3. Derajat ketangguhan (toughness) : Kapasitas suatu bahan menyerap energi
dalam fase plastis sampai bahan tersebut putus. Sering disebut dengan
Modulus Ketangguhan (modulus of toughness). Dalam Gbr.5, modulus
ketangguhan sama dengan luas daerah dibawah kurva OABCD.
4. Pengerasan regang (strain hardening) : Sifat kebanyakan logam yang
ditandai dengan naiknya nilai tegangan berbanding regangan setelah
memasuki fase plastis.
5. Tegangan sejati , regangan sejati (true stress, true strain) : Dalam beberapa
kasus definisi tegangan dan regangan seperti yang telah dibahas di atas
tidak dapat dipakai. Untuk itu dipakai definisi tegangan dan regangan
sejati, yaitu tegangan dan regangan berdasarkan luas penampang bahan
secara real time. Detail definisi tegangan dan regangan sejati ini dapat
dilihat pada Gbr.3.

Gbr.4 Tegangan dan regangan berdasarkan panjang bahan sebenarnya

7
Laporan Praktikum Mekanika Teknik

2.2.Pengujian Impak
Pengujian impact merupakan suatu pengujian untuk mengukur ketahanan
bahan terhadap beban kejut, serta untuk mensimulasikan kondisi operasi material
yang sering ditemui secara aktual dalam lingkungan transportasi dan konstruksi.
Beban yang diterima bahan tidak selamanya terjadi secara perlahan-lahan, akan
tetapi dapat/sering datang secara tiba-tiba.
Prinsip dasar dari pengujian impact adalah penyerapan energi potensial dari
sebuah pendulum (beban) yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan
menumbuk benda uji sehingga benda uji mengalami deformasi/patah.
Pada pengujian impact, benda uji diberi takikan (notch) agar didapat suatu
konsentrasi tegangan pada suatu titik tertentu dan terjadi perpatahan pada tempat
tersebut. Besaran yang diukur dalam pengujian impact ialah Harga Impact (HI),
yaitu: 𝐻𝐼=𝐸𝐴 dengan E merupakan besarnya energi yang diserap [J] selama
pembebanan impak berlangsung dan A menyatakan besarnya luas penampang
dibawah takikan [mm2].
Besarnya energi yang diserap oleh bahan agar terjadi perpatahan merupakan
ukuran ketahanan impak atau ketangguhan bahan tersebut. Suatu material
dikatakan tangguh bila ia memiliki kemampuan menyerap beban kejut yang besar
tanpa terjadinya retak (terdeformasi) dengan mudah.
Ada tiga macam jenis perpatahan impak yang terjadi, yaitu
1. Perpatahan berserat (fibrous fracture), yang melibatkan pegeseran bidang
kristal didalam bahan logam yang ulet (ductile). Ditandai dengan
permukaan patahan berserat yang berbentuk dimple, yang menyerap
cahaya dan berpenampilan buram. Semakin banyak persentase patahan
berserat, maka dapat dinilai semakin tangguh bahan tersebut, hal ini dapat
diamati dengan mikroskop stereoscan pada permukaan patahannya.
2. Perpatahan granular/kristalin, peristiwa ini dihasilkan oleh mekanisme
pem-belahan (cleavage) pada butir-butir dari bahan logam yang rapuh
(brittle). Hal ini ditandai dengan permukaan patahan yang datar dan
mampu memberikan daya pantul cahaya yang tinggi (mengkilat).
3. Perpatahan campuran (berserat dan granular), merupakan kombinasi dua
jenis perpatahan diatas.

8
Laporan Praktikum Mekanika Teknik

Pada umumnya bahan menunjukkan sifat getas (brittle) pada temperatur


rendah (cryogenic temperatur range) dan ulet pada temperatur tinggi.. Temperatur
transisi adalah temperatur yang menunjukkan transisi perubahan jenis perpatahan
suatu bahan bila diuji pada temperatur yang berbeda-beda. Fenomena ini terkait
oleh vibrasi atom-atom bahan. Pada temperatur kamar vibrasi atom-atom berada
pada kondisi kesetimbangan dan menjadi tinggi bila temperatur dinaikkan.
Semakin tinggi vibrasi maka pergerakan dislokasi menjadi leih sulit, sehingga
dibutuhkan energi yang lebih besar untuk mematahkan benja uji. Demikian pula
sebaliknya pada temperatur di-bawah titik beku, vibrasi atom relatif lebih kecil
sehinga bahan mudah dideformasi dengan energi yang relatif lebih rendah.
Dengan pengujian impact dapat ditentukan temperatur transisi dari sifat ulet ke
sifat getas.
Hampir semua logam berkekuatan rendah/FCC (tembaga dan aluminium)
bersipat ulet pada semua temperatur, sementara bahan dengan kekuatan luluh
tinggi bersifat rapuh pada tempertur rendah. Gambar 1 menunjukkan pengaruh
tempertur terhadap ketangguhan impact beberapa bahan/material.

Gambar 5. Pengaruh temperatur terhadap ketangguhan impak beberapa jenis material.

9
Laporan Praktikum Mekanika Teknik

Untuk menentukan sifat perpatahan suatu logam, keuletan maupun


kegetasannya, dapat dilakukan suatu pengujian yang dinamakan dengan uji impak.
Umumnya pengujian impak menggunakan batang bertakik. Berbagai jenis
pengujian impak batang bertakik telah digunakan untuk menentukan
kecenderungan benda untuk bersifat getas. Dengan jenis uji ini dapat diketahui
perbedaan sifat benda yang tidak teramati dalam uji tarik. Hasil yang diperoleh
dari uji batang bertakik tidak dengan sekaligus memberikan besaran rancangan
yang dibutuhkan, karena tidak mungkin mengukur komponen tegangan tiga
sumbu pada takik.

Gambar 6. Ilustrasi Skematis Pengujian Impak.

Para peneliti kepatahan getas logam telah menggunakan bebagai bentuk


benda uji untuk pengujian impak bertakik. Secara umum benda uji
dikelompokkan ke dalam dua golongan standar. Dikenal ada dua metoda
percobaan impak, yaitu :
1. Metoda Charpy
Batang impak biasa, banyak di gunakan di Amerika Serikat. Benda uji
Charpy mempunyai luas penampang lintang bujursangkar (10 x 10 mm) dan
mengandung takik V-45o, dengan jari-jari dasar 0,25 mm dan kedalaman 2 mm.
Benda uji diletakan pada tumpuan dalam posisi mendatar dan bagian yang tak
bertakik diberi beban impak dengan ayunan bandul (kecepatan impak sekitar 16

10
Laporan Praktikum Mekanika Teknik

ft/detik). Benda uji akan melengkung dan patah pada laju regangan yang tinggi,
kia-kira 103 detik.

Gambar 7. Peletakan spesimen berdasarkan metode charpy.


2. Metoda Izod
Dengan batang impak kontiveler. Benda uji Izod lazim digunakan di Inggris,
namun saat ini jarang digunakan. Benda uji Izod mempunyai penampang lintang
bujursangkar atau lingkaran dan bertakik V di dekat ujung yang dijepit.

Gambar 8. Peletakan spesimen berdasarkan metode izod.

Pemanfaatan utama hasil uji Charpy dalam rekayasa adalah untuk memilih
benda yang tahan terhadap patah getas dengan menggunakan kurva suhu
peralihan. Dasar pemikiran perancangan adalah memilih benda yang mempunyai
ketangguhan takik yang memadai untuk berbagai kondisi pembebanan yang berat
sedemikian hingga kemampuan dukung beban bagian konstruksi dapat dihitung
dengan menggunakan metode kekuatan standar, tanpa memperhatikan sifat-sifat
patah dari benda atau efek konsentrasi tegangan retak atau cacat.

11
Laporan Praktikum Mekanika Teknik

Suhu peralihan benda dapat digolongkan menjadi 3 kategori, seperti


tampak pada gambar 5. Logam kps face centered cubic (FCC) berkekuatan
menengah dan rendah dan sebagian besar logam heksagonal tumpukan padat
mempunyai ketangguhan takik yang demikian tingginya sehingga kepatahan getas
tidak merupakan persoalan, terkecuali dalam lingkungan kimiawi khusus yang
relatif.
Benda berkekuatan tinggi (σ0 > E/150) mempunyai ketangguhan takik
demikian rendahnya, sehingga patah getas dapat terjadi akibat beban nominal di
daerah elastis pada sembarang suhu dan laju regangan, apabila terdapat cacat
(retakan). Baja berkekuatan tinggi, paduan-paduan titanium dan aluminium
termasuk dalam kategori ini. Pada suhu rendah, terkadi patah pembelahan getas,
sedangkan pada suhu yang lebih tinggi terjadi perpatahan energi rendah. Pada
kondisi seperti inilah, analisis mekanika patahan merupakan hal yang berguna dan
wajar. Ketangguhan takik logam kubik pusat ruang body centered cubic (BCC)
berkekuatan menengah dan rendah, Be, Zn dan benda keramik sangat tergantung
pada suhu. Pada suhu rendah, patah terjadi secara pembelahan, sedangkan pada
suhu tinggi terjadi perpatahan ulet. Jadi, terdapat peralihan dari takik getas ke
takik tangguh, apabila suhu naik.
Kriteria suhu peralihan demikian dinamakan plastik peralihan patah
(fracture transition plastic, FTP). FTP adalah suhu di mana perpatahan akan
mengalami perubenda dari ulet sempurna menjadi patah getas. Kemungkinan
terjadinya patah getas di atas FTP, dapat diabaikan. Penggunaan FTP dianggap
tua dan pada berbagai penerapan, kriteria FTP kurang praktis. Kriteria lain yang
kurang konservatif adalah berdasarkan suhu peralihan di mana terjadi perpatahan
50% pembelahan dan 50% geseran, dan disebut T2. Kriteria ini dinamakan suhu
peralihan penampilan patah (fracture-appearance transition temperature, FATT).
Hubungan antara hasil uji impak Charpy dan kegagalan dalam pemakaian
menunjukkan bahwa bila terjadi patah belah pada batang Charpy kurang dari
70%, maka besar kemungkinan bahwa tidak terjadi patah pada suhu peralihan atau
diatasnya, jika tegangan tidak melebihi setengah tegangan luluhnya. Secara garis
besarnya, akan diperoleh serupa bila digunakan definisi suhu peralihan T3. T3
adalah nilai rata-rata bagian atas dan bagian bawah.

12
Laporan Praktikum Mekanika Teknik

Kriteria umum lainnya adalah definisi, suhu peralihan T4 berdasarkan


sembarang nilai energi serap yang rendah, CV. T4 ini sering disebut suhu peralihan
keuletan (ductility transition temperature). Sesuai dengan hasil pengujian pada
pelat baja kapal Perang Dunia II, terbukti pada pada pelat tidak akan mengalami
patah getas apabila CV sama dengan 15 ft-lb pada suhu uji. Suhu peralihan dimana
CV = 15 ft-lb menjadi kriteria umum yang diterima untuk baja kapal kekuatan
rendah. Akan tetapi, perlu ditegasakan di sini bahwa untuk benda lain, CV 15 tidak
berlaku.
Kriteria yang didefinisikan dengan cermat adalah penentuan suhu transisi
berdasarkan suhu T5 dimana terjadi patah belah sempurna atau 100%. Titik ini
dikenal sebagai suhu tanpa keuletan atau NDT. NDT adalah suhu dimana patah
mulai terjadi tanpa didahului oleh deformasi plastik. Di bawah NDT,
kemungkinan terjadinya patah ulet dapat diabaikan.

13
Laporan Praktikum Mekanika Teknik

BAB III PROSEDUR PENGUJIAN

3.1 Prosedur Pengujian Tarik

Berikut prosedur pengujian tarik :

1. Siapkan spesimen uji tarik yang mengacu pada standar pengujian tarik
ASTM E8.

2. Tandai spesimen pada gauge length-nya dengan menggunakan spidol.

3. Pasangkan spesimen uji tarik di mesin uji tarik dengan menggunakan


bagian pencekam spesimen mesin uji tarik.

4. Set nol dial indicator pada kondisi spesimen telah terpasang dengan baik
di bagian pencekam spesimen mesin uji tarik.

5. Pada kondisi ini bacaan pada pressure gauge hidrolik haruslah nol karena
dalam kondisi tanpa beban.

6. Tekan tuas hidrolik secara perlahan yang diindikasikan dengan


meningkatnya tekanan pressure gauge yang terbaca.

7. Catat data disetiap pertambahan tekanan pressure gauge berikut dengan


bacaan di dial indicator-nya.

3.2 Pengujian Impak

Berikut prosedur pengujian impak :

1. Pastikan jarum skala berwarna merah sebagai penunjuk harga impak


material berada pada posisi nol.

2. Putarlah handel untuk menaikkan pendulum hingga jarum penunjuk beban


berwarna hitam mencapai batas merah.

3. Letakkan benda uji pada tempatnya dengan takik membelakangi arah


datangnya pendulum. Pastikan benda uji tepat berada ditengah dengan
bantuan centre-setting.

14
Laporan Praktikum Mekanika Teknik

4. Bila benda uji telah siap, tariklah centre-setting ke posisi semula. Jangan
sekali-kali meninggalkan centre setting ini dibelakang benda uji karena
akan ikut mengalami tumbukan oleh pendulum.

5. Berhati-hatilah, jangan berdiri pada garis ayunan gaya pendulum.


Bersiaplah melakukan pengujian pada posisi samping alat uji.

6. Lepaskan kait pemegang pendulum, sehingga pendulum berayun dan


menumbuk benda uji.

7. Lakukan pengereman dengan menarik tuas rem sehingga ayunan


pendulum dapat dikurangi.

8. Bacalah nilai yang ditunjukkan oleh jarum merah pada skala yang sesuai.
Hitunglah harga impact (HI) material dengan rumus dasar.

9. Ambil benda uji dan amati permukaan patahannya dibawah stereoscan


microscope. Buatlah sketsa patahannya didalam lembar data. Ukurlah luas
area getas dan ulet dari masing-masing sampel uji. Nyatakan dalam
persentase terhadap luas area total dibawah takik.

10. Ulangi penujian untuk sampel-sampel lain. Tingkat kehati-hatian lebih


tinggi diperlukan dalam menangani sampel temperatur tinggi.

15
Laporan Praktikum Mekanika Teknik

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengujian Tarik – Spesimen Silindris

4.1.1 Data Pengamatan


4.1.1.1 Spesimen 1
Lo [mm] 126,5 g [m/s2] 9,81
Do [mm] 5,75 dh [mm] 46,9

P [kg/cm2] ΔL [mm] F [N] Tegangan [Mpa] Regangan [mm]


0 0,00 0,00 0,00 0,0000
10 0,03 1694,75 65,26 0,0002
15 0,09 2542,12 97,90 0,0007
20 0,16 3389,49 130,53 0,0013
25 0,21 4236,86 163,16 0,0017
30 0,27 5084,24 195,79 0,0021
35 0,32 5931,61 228,43 0,0025
40 0,36 6778,98 261,06 0,0028
45 0,42 7626,36 293,69 0,0033
50 0,49 8473,73 326,32 0,0039
55 0,98 9321,10 358,96 0,0077
60 1,71 10168,47 391,59 0,0135
65 2,17 11015,85 424,22 0,0172
70 3,16 11863,22 456,85 0,0250
75 4,16 12710,59 489,49 0,0329

16
Laporan Praktikum Mekanika Teknik

450.00

400.00

350.00
Tegangan dimaterial [Mpa]

300.00

250.00

200.00

150.00

100.00

50.00

0.00
0.0000 0.0050 0.0100 0.0150 0.0200 0.0250
Regangan

4.1.1.2 Spesimen 2
Lo [mm] 126,5 g [m/s2] 9,81
Do [mm] 5,75 dh [mm] 46,9

P [kg/cm2] ΔL [mm] F [N] Tegangan [Mpa] Regangan [mm]


0 0,00 0,00 0,00 0,0000
10 0,03 1694,75 65,26 0,0002
15 0,09 2542,12 97,90 0,0007
20 0,16 3389,49 130,53 0,0013
25 0,21 4236,86 163,16 0,0017
30 0,27 5084,24 195,79 0,0021
35 0,32 5931,61 228,43 0,0025
40 0,36 6778,98 261,06 0,0028
45 0,42 7626,36 293,69 0,0033
50 0,49 8473,73 326,32 0,0039
55 0,98 9321,10 358,96 0,0077

17
Laporan Praktikum Mekanika Teknik

60 1,71 10168,47 391,59 0,0135


65 2,17 11015,85 424,22 0,0172
70 3,16 11863,22 456,85 0,0250
75 4,16 12710,59 489,49 0,0329

ASTM A615
Gr40

450.00

400.00

350.00
Tegangan dimaterial [Mpa]

300.00

250.00

200.00

150.00

100.00

50.00

0.00
0.0000 0.0050 0.0100 0.0150 0.0200
Regangan

4.1.2 Perhitungan
4.1.2.1 Spesimen 1
DATA :
Diameter Spesimen (Do) = 5,75 mm
Gauge Length (Lo) = 126,5
Percepatan Gravitasi (g) = 9,81 m/s2
Diameter Head Hidraulik = 46,9 mm
π x dh2
Ahead = 4
3,14 x 46,92
= 4

18
Laporan Praktikum Mekanika Teknik

= 1726,69 mm2
π x Do2
So = 4
3,14 x 62
= 4

= 28,26 mm2
1. Tekanan (P) = 0 kg/cm2
∆L = 0 mm
F = 0,01 x P x Ahead x g
= 0,01 x 0 x 1726,69 x 9,81
=0N
F
σ =s
o

0
= 28,26

= 0 Mpa
∆L
ε =L
o

0
=
126,5

=0
2. Tekanan (P) = 10 kg/cm2
∆L = 0,02 mm
F = 0,01 x P x Ahead x g
= 0,01 x 10 x 1726,69 x 9,81
= 1694,75 N
F
σ =s
o

10
= 28,26

= 65,26 Mpa
∆L
ε =L
o

0,02
= 126,5

= 0,0002
3. Tekanan (P) = 15 kg/cm2
∆L = 0,26 mm

19
Laporan Praktikum Mekanika Teknik

F = 0,01 x P x Ahead x g
= 0,01 x 15 x 1726,69 x 9,81
= 2542,12 N
F
σ =s
o

15
= 28,26

= 97,90 Mpa
∆L
ε =L
o

0,0021
= 126,5

= 0,0021
4. Tekanan (P) = 20 kg/cm2
∆L = 0,33 mm
F = 0,01 x P x Ahead x g
= 0,01 x 20 x 1726,69 x 9,81
= 3389,49 N
F
σ =s
o

3389,49
= 28,26

= 130,53 Mpa
∆L
ε =L
o

0,41
= 126,5

= 0,0026
5. Tekanan (P) = 25 kg/cm2
∆L = 0,41 mm
F = 0,01 x P x Ahead x g
= 0,01 x 25 x 1726,69 x 9,81
= 4236,86 N
F
σ =s
o

4236,86
= 28,26

= 163,16 Mpa

20
Laporan Praktikum Mekanika Teknik

∆L
ε =L
o

0,41
= 126,5

= 0,0032
6. Tekanan (P) = 30 kg/cm2
∆L = 0,47 mm
F = 0,01 x P x Ahead x g
= 0,01 x 30 x 1726,69 x 9,81
= 5084,24 N
F
σ =s
o

5084,24
= 28,26

= 195,79 Mpa
∆L
ε =L
o

0,47
= 126,5

= 0,0037
7. Tekanan (P) = 35 kg/cm2
∆L = 0,52 mm
F = 0,01 x P x Ahead x g
= 0,01 x 35 x 1726,69 x 9,81
= 5931,61 N
F
σ =s
o

5931,61
= 28,26

= 228,43 Mpa
∆L
ε =L
o

0,52
= 126,5

= 0,0041
8. Tekanan (P) = 40 kg/cm2
∆L = 0,59 mm
F = 0,01 x P x Ahead x g

21
Laporan Praktikum Mekanika Teknik

= 0,01 x 40 x 1726,69 x 9,81


= 6778,98 N
F
σ =s
o

6778,98
= 28,26

= 261,06 Mpa
∆L
ε =L
o

0,59
= 126,5

= 0,0047
9. Tekanan (P) = 45 kg/cm2
∆L = 0,66 mm
F = 0,01 x P x Ahead x g
= 0,01 x 45 x 1726,69 x 9,81
= 7626,36 N
F
σ =s
o

7626,36
= 28,26

= 293,69 Mpa
∆L
ε =L
o

0,66
= 126,5

= 0,0052
10. Tekanan (P) = 50 kg/cm2
∆L = 0,72 mm
F = 0,01 x P x Ahead x g
= 0,01 x 50 x 1726,69 x 9,81
= 8473,73 N
F
σ =s
o

8473,73
= 28,26

= 326,32 Mpa
∆L
ε =L
o

22
Laporan Praktikum Mekanika Teknik

0,72
= 126,5

= 0,0057
11. Tekanan (P) = 55 kg/cm2
∆L = 1,77 mm
F = 0,01 x P x Ahead x g
= 0,01 x 55 x 1726,69 x 9,81
= 9321,10 N
F
σ =s
o

9321,10
= 28,26

= 391,59 Mpa
∆L
ε =L
o

1,77
= 126,5

= 0,0140
12. Tekanan (P) = 60 kg/cm2
∆L = 2,16 mm
F = 0,01 x P x Ahead x g
= 0,01 x 60 x 1726,69 x 9,81
= 10168,47 N
F
σ =s
o

10168,47
= 28,26

= 391,59 Mpa
∆L
ε =L
o

2,16
= 126,5

= 0,0171
13. Tekanan (P) = 65 kg/cm2
∆L = 2,98 mm
F = 0,01 x P x Ahead x g
= 0,01 x 60 x 1726,69 x 9,81
= 11015,85 N

23
Laporan Praktikum Mekanika Teknik

F
σ =s
o

11015,85
= 28,26

= 424,22 Mpa
∆L
ε =L
o

2,98
= 126,5

= 0,0236
14. Tekanan (P) = 70 kg/cm2
∆L = 4,35 mm
F = 0,01 x P x Ahead x g
= 0,01 x 70 x 1726,69 x 9,81
= 11863,22 N
F
σ =s
o

11863,22
= 28,26

= 456,85 Mpa
∆L
ε =L
o

4,35
= 126,5

= 0,0344
15. Tekanan (P) = 75 kg/cm2
∆L = 6,72 mm
F = 0,01 x P x Ahead x g
= 0,01 x 75 x 1726,69 x 9,81
= 12710,59 N
F
σ =s
o

12710,59
= 28,26

= 489,49 Mpa
∆L
ε =L
o

6,72
= 126,5

= 0,0531

24
Laporan Praktikum Mekanika Teknik

4.1.2.2 Spesimen 2
DATA :
Diameter Spesimen (Do) = 5,75 mm
Gauge Length (Lo) = 126,5
Percepatan Gravitasi (g) = 9,81 m/s2
Diameter Head Hidraulik = 46,9 mm
π x dh2
Ahead =
4
3,14 x 46,92
= 4

= 1726,69 mm2
π x Do2
So = 4
3,14 x 62
= 4

= 28,26 mm2
1. Tekanan (P) = 0 kg/cm2
∆L = 0 mm
F = 0,01 x P x Ahead x g
= 0,01 x 0 x 1726,69 x 9,81
=0N
F
σ =s
o

0
= 28,26

= 0 Mpa
∆L
ε =
Lo
0
= 126,5

=0
2. Tekanan (P) = 10 kg/cm2
∆L = 0,03 mm
F = 0,01 x P x Ahead x g
= 0,01 x 10 x 1726,69 x 9,81
= 1694,75 N

25
Laporan Praktikum Mekanika Teknik

F
σ =s
o

10
= 28,26

= 65,26 Mpa
∆L
ε =L
o

0,03
= 126,5

= 0,0002
3. Tekanan (P) = 15 kg/cm2
∆L = 0,09 mm
F = 0,01 x P x Ahead x g
= 0,01 x 15 x 1726,69 x 9,81
= 2542,12 N
F
σ =s
o

15
= 28,26

= 97,90 Mpa
∆L
ε =L
o

0,09
= 126,5

= 0,0007
4. Tekanan (P) = 20 kg/cm2
∆L = 0,16 mm
F = 0,01 x P x Ahead x g
= 0,01 x 20 x 1726,69 x 9,81
= 3389,49 N
F
σ =s
o

3389,49
= 28,26

= 130,53 Mpa
∆L
ε =L
o

0,16
= 126,5

= 0,0013

26
Laporan Praktikum Mekanika Teknik

5. Tekanan (P) = 25 kg/cm2


∆L = 0,21 mm
F = 0,01 x P x Ahead x g
= 0,01 x 25 x 1726,69 x 9,81
= 4236,86 N
F
σ =s
o

4236,86
= 28,26

= 163,16 Mpa
∆L
ε =L
o

0,21
= 126,5

= 0,0017
6. Tekanan (P) = 30 kg/cm2
∆L = 0,27 mm
F = 0,01 x P x Ahead x g
= 0,01 x 30 x 1726,69 x 9,81
= 5084,24 N
F
σ =s
o

5084,24
= 28,26

= 195,79 Mpa
∆L
ε =L
o

0,27
= 126,5

= 0,0021
7. Tekanan (P) = 35 kg/cm2
∆L = 0,32 mm
F = 0,01 x P x Ahead x g
= 0,01 x 35 x 1726,69 x 9,81
= 5931,61 N
F
σ =s
o

27
Laporan Praktikum Mekanika Teknik

5931,61
= 28,26

= 228,43 Mpa
∆L
ε =L
o

0,32
= 126,5

= 0,0025
8. Tekanan (P) = 40 kg/cm2
∆L = 0,36 mm
F = 0,01 x P x Ahead x g
= 0,01 x 40 x 1726,69 x 9,81
= 6778,98 N
F
σ =s
o

6778,98
= 28,26

= 261,06 Mpa
∆L
ε =
Lo
0,36
= 126,5

= 0,0028
9. Tekanan (P) = 45 kg/cm2
∆L = 0,42 mm
F = 0,01 x P x Ahead x g
= 0,01 x 45 x 1726,69 x 9,81
= 7626,36 N
F
σ =s
o

7626,36
= 28,26

= 293,69 Mpa
∆L
ε =L
o

0,66
= 126,5

= 0,0033
10. Tekanan (P) = 50 kg/cm2

28
Laporan Praktikum Mekanika Teknik

∆L = 0,49 mm
F = 0,01 x P x Ahead x g
= 0,01 x 50 x 1726,69 x 9,81
= 8473,73 N
F
σ =s
o

8473,73
= 28,26

= 326,32 Mpa
∆L
ε =L
o

0,49
= 126,5

= 0,0039
11. Tekanan (P) = 55 kg/cm2
∆L = 0,98 mm
F = 0,01 x P x Ahead x g
= 0,01 x 55 x 1726,69 x 9,81
= 9321,10 N
F
σ =s
o

9321,10
= 28,26

= 391,59 Mpa
∆L
ε =L
o

0,98
= 126,5

= 0,0077
12. Tekanan (P) = 60 kg/cm2
∆L = 1,71 mm
F = 0,01 x P x Ahead x g
= 0,01 x 60 x 1726,69 x 9,81
= 10168,47 N
F
σ =s
o

10168,47
= 28,26

29
Laporan Praktikum Mekanika Teknik

= 391,59 Mpa
∆L
ε =L
o

1,71
= 126,5

= 0,0135
13. Tekanan (P) = 65 kg/cm2
∆L = 2,17 mm
F = 0,01 x P x Ahead x g
= 0,01 x 60 x 1726,69 x 9,81
= 11015,85 N
F
σ =s
o

11015,85
= 28,26

= 424,22 Mpa
∆L
ε =L
o

2,17
=
126,5

= 0,0172
14. Tekanan (P) = 70 kg/cm2
∆L = 3,16 mm
F = 0,01 x P x Ahead x g
= 0,01 x 70 x 1726,69 x 9,81
= 11863,22 N
F
σ =s
o

11863,22
= 28,26

= 456,85 Mpa
∆L
ε =L
o

3,16
= 126,5

= 0,0250
15. Tekanan (P) = 75 kg/cm2
∆L = 4,16 mm

30
Laporan Praktikum Mekanika Teknik

F = 0,01 x P x Ahead x g
= 0,01 x 75 x 1726,69 x 9,81
= 12710,59 N
F
σ =s
o

12710,59
= 28,26

= 489,49 Mpa
∆L
ε =L
o

4,16
= 126,5

= 0,0329

4.1.3 Grafik
4.1.3.1 Spesimen 1
450.00

400.00

350.00
Tegangan dimaterial [Mpa]

300.00

250.00

200.00

150.00 y = 67866x
R² = 0,9534
100.00

50.00

0.00
0.0000 0.0050 0.0100 0.0150 0.0200 0.0250
Regangan [mm]

4.1.3.2 Spesimen 2
4.1.4 Analisis

31
Laporan Praktikum Mekanika Teknik

Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui batas elastis dari suatu material
jika diberi gaya tarik. Pada praktikum pengujian kuat tarik material, material yang
digunakan adalah besi dengan tipe tertentu. Tipe dari material ini adalah ASTM
A615 Gr40. Besi ini selanjutnya dibentuk menyerupai silinder dengan bagian
kepala dan kakinya berbentuk seperti baut. Material ini dibuat dengan keadaan
setimbang antara bagian atas dan bawah, agar saat diberikan gaya dan tekanan
benda akan terbelah pada bagian tengahnya (simetris). Namun, jika material tidak
dibuat seimbang maka akan didapatkan hasil pengujian yang tidak maksimal.
Material bisa saja terbelah dan putus pada bagian atas atau bagian bawah (non
simetris).
Pada saat pemasangan spesimen pada alat uji kuat tarik, diusahakan
ukuran silindris spesimen antara daerah yang di atas dengan daerah yang di bawah
adalah seimbang, agar pada saat proses penarikan berlangsung material akan
mengalami pembelahan atau terputus di tengah dan berbentuk simetris. Bagian
berbentuk baut dibuat lebih besar dibandingkan badan yang berada di tengah,
sebab bagian ini dibuat berulir untuk dipasangkan pada mur yang sudah terdapat
pada alat uji tersebut.
Sebelum material dimasukkan ke dalam alat uji kuat tarik, terlebih dahulu
diukur diameter dan panjang silindris. Diameter diukur dengan menggunakan
jangka sorong, teknik penggunaan jangka sorong adalah dengan menjepitkan
sliinder pada capit jangka sorong kemudian untuk skala utama cari angka yang
berhimpitan dengan nol dan untuk skala nonius dicari angka yang berhimpitan
dengan bagian skala nonius. Sehingga untuk pengukuran pertama ini diperoleh
hasil panjang 126,5 mm dan diameter 5,75 mm. Selain pengukuran spesimen,
dilakukan juga pengukuran terhadap diameter alat, untuk pengukuran diameter
alat masih dilakukan dengan menggunakan jangka sorong dengan cara yang sama
seperti pengukuran spesimen, sehingga diperoleh diameter sebesar 46,9 mm.
Sedangkan untuk percepatan gravitasi dipakai angka tetapan sebesar 9,81 meter
per sekon kuadrat.
Selanjutnya dilakukan kalibrasi strength gauge dan dial gauge. Strength
gauge merupakan alat yang digunakan untuk mengukur tekanan dengan satuan
kg/cm2. Sedangkan dial gauge adalah alat yang digunakan untuk mengukur

32
Laporan Praktikum Mekanika Teknik

pertambahan panjang material. Kedua alat ini saling berhubungan sebab dengan
bertambahnya bacaan angka pada strength gauge maka bertambah pula angka
yang terbaca pada dial gauge. Untuk kenaikan angka pada strength gauge ditelaah
untuk setiap kenaikan tekanan 5 kg/cm2 dimulai dari 0,10,15,20,...,100.
Sedangkan untuk pembacaan dial gauge adalah dengan melihat berapa kali
perputaran jarum sebanyak 360 derajat.
Setelah dikalibrasi kemudian dipasang spesimen pada alat dan diberi
sedikit tekanan. Tekanan diberikan dengan menggunakan dongkrak sederhana.
Pekerjaan dilakukan secara berkelompok, satu orang memperhatikan kenaikan
angka setiap 5 digit yang ditunjukkan oleh jarum pada strength gauge, satu orang
memperhatikan perputaran jarum pada dial gauge, satu orang memberi tekanan,
satu orang mengamati spesimen, dan satu orang lain mencatat hasil yang
disebutkan oleh pengamat. Pengamat melakukan percobaan sambil melakukan
dokumentasi berupa video, agar hasil percobaan dapat diperhatikan ketelitiannya
kembali (koreksi dan ralat).
Pemberian tekanan dilakukan secara pelan-pelan atau sedikit demi sedikit
agar kenaikan dial gauge tidak terlalu besar. Pada tekanan sebesar 0 hingga 30
kg/cm2 spesimen masih berada pada batas elastis, batas elastis adalah keadaan
dimana suatu material apabila ia diberi tekanan maka spesimen tersebut akan
mengikuti arah gaya atau tekanan tersebut dan masih dapat kembali ke bentuk
semula. Sedangkan untuk batas plastis adalah batas dimana suatu material akan
mengarah kepada arah tekanan atau gaya yang diberikan namun tidak dapat
kembali lagi ke keadaan semula.
Pada percobaan ini spesimen putus pada bagian atas. Hal ini disebabkan
oleh banyak faktor, dapat karena posisi spesimen yang tidak simetris antara atas
dengan bawah, atau karena keadaan alat yang tidak simetris dan seimbang.
Keadaan spesimen mulai hampir putus pada menit ke 3 hingga akhirnya pada
menit ke 5 lewat 13 detik, spesimen putus. Pada saat spesimen hampir putus
berarti tegangan yang bekerja pada spesimen masih normal atau standar,
sedangkan pada saat spesimen sudah putus berarti tegangan yang bekerja pada
spesimen sudah lebih tinggi, hal ini disebabkan karena tegangan spesimen

33
Laporan Praktikum Mekanika Teknik

menjadi 2 kali lipat akibat spesimen sudah berpisah menjadi 2 bagian meskipun
tidak seimbang.
Spesimen putus tidak sampai pada tekanan ke 100 namun pada tekanan ke
75 spesimen sudah putus dengan pertambahan panjang sebesar 6,72 mm. Bila
dilihat dari grafik dan hasil, kenaikan pertambahan panjang spesimen mengalami
kenaikan pesat pada tekanan ke 10 ke 15, kemudian pada tekanan 50 ke 55 dan
seterusnya, rata-rata pertambahan panjang untuk tiap tegangan adalah 1 mm.
Sedangkan untuk tekanan ke 70 dan 75 diperoleh selisih pertambahan panjang
dengan nilai lebih dari 2 mm.
Selanjutnya dihitung luas penampang dari dari kepala hidraulik dengan
mengalikan diameter dan tinggi dengan phi kemudian dibagi dengan 4. Kemudian
dihitung So dengan mengkuadratkan diameter spesimen dikali dengan phi
kemudian dibagi 4. Nilai-nilai ini selanjutnya digunakan untuk menghitung gaya
(F), tegangan, dan regangan. Gaya dihitung dengan mengalikan tekanan, luas
penampang (A_head), percepatan grafitasi bumi, dan 0,01. Untuk menghitung
tegangan dilakukan dengan membagi f dengan So. Untuk menghitung regangan
dilakukan dengan membagikan pertambahan panjang material dengan panjang
mula-mula material. Karena tegangan merupakan perbandingan antara
pertambahan panjang material (delta L) dengan panjang mula-mula spesimen atau
Lo.
Dari data yang didapatkan dapat dilihat bahwa hubungan dari semua nilai
ini adalah berbanding lurus. Sebab semakin tinggi nilai tekanan yang diperoleh,
maka semakin besar pula pertambahan panjang spesimen. Dari data tersebut
kemudian didapatkan pula nilai gaya, tegangan, dan regangan, yang makin tinggi
seiring dengan bertambahnya nilai tekanan dan pertambahan panjang spesimen
atau material.
Untuk spesimen kedua diperoleh hasil yang hampir sama dengan material
atau spesimen pertama, sebab spesimen ini juga masih terbentuk dari material
yang sama dengan spesimen pertama (ASTM A615 Gr40) . Yang membedakan
adalah material dari silinder kedua ini mengalami terbelah atau putus tepat di
tengah (simetris). Hasil seperti inilah yang diharapkan dalam pengujian spesimen
ini, sebab akan menghasilkan jenis grafik yang baik.

34
Laporan Praktikum Mekanika Teknik

Sama seperti spesimen pertama, tekanan pada spesimen kedua tidak


sampai pada angka 100, namun pada angka 75 besi silindrisnya sudah putus. Hal
ini dapat disebabkan oleh diameter material, kecepatan penekanan, luas
penampang, panjang spesimen, temperatur, dan jenis material. Sebab jika
diameter spesimen lebih besar maka spesimen akan semakin lama dapat putus saat
dilakukan pengujian uji tarik. Kecepatan penekanan pun berpengaruh, semakin
cepat penekanan maka bentuk putus dari silinder akan tidak teratur dan lebih
cepat.
Panjang spesimen sendiri biasanya dibuat 5 kali diameter, namun jika
spesimen terlalu panjang tidak akan muat pada alat pengujian. Pengaruh
temperatur terhadap uji tarik adalah dalam temperatur panas maka ikatan ion di
dalam besi akan bergerak semakin bebas dan begitu pun sebaliknya jika
temperatur rendah maka ion-ion akan melekat dengan kuat. Jenis material juga
sangat berpengaruh, material dengan porositas yang tinggi biasanya lebih mudah
putus saat dilakukan pengujian tarik akibat sifatnya yang lemah karena kandungan
udara di dalamnya. Begitupun sebaliknya, material dengan porositas yang rendah
biasanya akan susah putus sebab tidak ada bidang bebas dari spesimen tersebut
sehingga spesimen ini bersifat kuat.

4.2 Pengujian Tarik – Spesimen Pelat

4.2.1 Data Pengamatan

35
Laporan Praktikum Mekanika Teknik

450.00

400.00

350.00
Tegangan dimaterial [Mpa]

300.00

250.00

200.00

150.00

100.00

50.00

0.00
0.0000 0.0050 0.0100 0.0150 0.0200 0.0250 0.0300 0.0350
Regangan

4.2.2 Perhitungan
DATA :
Luas Penampang (So) =PxL
= 6,4 x 2
= 12,8 mm2
Gauge Length (Lo) = 172 mm
Percepatan Gravitasi (g) = 9,81 m/s2
Diameter Head Hidraulik = 46 mm
π x dh2
Ahead = 4
3,14 x 462
= 4

= 1726,69mm2
1. Tekanan (P) = 0 kg/cm2
∆L = 0 mm
F = 0,01 x P x Ahead x g
= 0,01 x 0 x 1726,69 x 9,81
=0N

36
Laporan Praktikum Mekanika Teknik

F
σ =s
o

0
= 12,8

= 0 Mpa
∆L
ε =L
o

0
= 172

=0
2. Tekanan (P) = 10 kg/cm2
∆L = 3,32 mm
F = 0,01 x P x Ahead x g
= 0,01 x 10 x 1726,69 x 9,81
= 1694,75 N
F
σ =s
o

1694,75
= 12,8

= 132,40 Mpa
∆L
ε =L
o

10
= 172

= 0,0193
3. Tekanan (P) = 15 kg/cm2
∆L = 3,69 mm
F = 0,01 x P x Ahead x g
= 0,01 x 15 x 1726,69 x 9,81
= 2542,12 N
F
σ =s
o

2542,12
= 12,8

= 198,60 Mpa
∆L
ε =L
o

3,69
= 172

= 0,0215

37
Laporan Praktikum Mekanika Teknik

4. Tekanan (P) = 20 kg/cm2


∆L = 4,05 mm
F = 0,01 x P x Ahead x g
= 0,01 x 20 x 1726,69 x 9,81
= 3389,49 N
F
σ =s
o

3389,49
= 12,8

= 264,80 Mpa
∆L
ε =L
o

4,05
= 172

= 0,0235
5. Tekanan (P) = 25 kg/cm2
∆L = 4,58 mm
F = 0,01 x P x Ahead x g
= 0,01 x 25 x 1726,69 x 9,81
= 4236,86 N
F
σ =s
o

426,86
= 12,8

= 331,01 Mpa
∆L
ε =L
o

4,58
= 172

= 0,0266
6. Tekanan (P) = 30 kg/cm2
∆L = 5,64 mm
F = 0,01 x P x Ahead x g
= 0,01 x 30 x 1726,69 x 9,81
= 5084,24 N
F
σ =s
o

38
Laporan Praktikum Mekanika Teknik

5084,24
= 12,8

= 397,21 Mpa
∆L
ε =L
o

5,64
= 172

= 0,0328

4.2.3 Grafik
4.2.4 Analisis
Pada praktikum pengujian kuat tarik material, material yang digunakan
adalah besi dengan tipe tertentu. Tipe dari material ini adalah ASTM A615 Gr40
sama seperti pengujian spesimen silindris. Besi ini selanjutnya dibentuk
menyerupai plat dengan bentuk seimbang bagian tengah ramping dan bagian atas
bawah yang besar dengan diberi lubang. Lubang ini bertujuan untuk mengaitkan
material atau spesimen ke alat uji kuat tarik. Material ini dibuat dengan keadaan
setimbang antara bagian atas dan bawah, agar saat diberikan gaya dan tekanan
benda akan terbelah pada bagian tengahnya (simetris). Namun, jika material tidak
dibuat seimbang maka akan didapatkan hasil pengujian yang tidak maksimal.
Material bisa saja terbelah dan putus pada bagian atas atau bagian bawah (non
simetris).
Sebelum material dimasukkan ke dalam alat uji kuat tarik, terlebih dahulu
diukur lebar dan panjang plat. Lebar diukur dengan menggunakan jangka sorong,
teknik penggunaan jangka sorong adalah dengan menjepitkan sliinder pada capit
jangka sorong kemudian untuk skala utama cari angka yang berhimpitan dengan
nol dan untuk skala nonius dicari angka yang berhimpitan dengan bagian skala
nonius. Sehingga untuk pengukuran pertama ini diperoleh hasil panjang 172 mm
dan diameter 6,4 mm. Selain pengukuran spesimen, dilakukan juga pengukuran
terhadap diameter alat, untuk pengukuran diameter alat masih dilakukan dengan
menggunakan jangka sorong dengan cara yang sama seperti pengukuran
spesimen, sehingga diperoleh diameter sebesar 46,9 mm. Sedangkan untuk
percepatan gravitasi dipakai angka tetapan sebesar 9,81 meter per sekon kuadrat.

39
Laporan Praktikum Mekanika Teknik

Selanjutnya dilakukan kalibrasi strength gauge dan dial gauge. Strength


gauge merupakan alat yang digunakan untuk mengukur tekanan dengan satuan
kg/cm2. Sedangkan dial gauge adalah alat yang digunakan untuk mengukur
pertambahan panjang material. Kedua alat ini saling berhubungan sebab dengan
bertambahnya bacaan angka pada strength gauge maka bertambah pula angka
yang terbaca pada dial gauge. Untuk kenaikan angka pada strength gauge ditelaah
untuk setiap kenaikan tekanan 5 kg/cm2 dimulai dari 0,10,15,20,...,100.
Sedangkan untuk pembacaan dial gauge adalah dengan melihat berapa kali
perputaran jarum sebanyak 360 derajat.
Setelah dikalibrasi kemudian dipasang spesimen pada alat dan diberi
sedikit tekanan. Tekanan diberikan dengan menggunakan dongkrak sederhana.
Pekerjaan dilakukan secara berkelompok, satu orang memperhatikan kenaikan
angka setiap 5 digit yang ditunjukkan oleh jarum pada strength gauge, satu orang
memperhatikan perputaran jarum pada dial gauge, satu orang memberi tekanan,
satu orang mengamati spesimen, dan satu orang lain mencatat hasil yang
disebutkan oleh pengamat. Pengamat melakukan percobaan sambil melakukan
dokumentasi berupa video, agar hasil percobaan dapat diperhatikan ketelitiannya
kembali (koreksi dan ralat).
Pemberian tekanan dilakukan secara pelan-pelan atau sedikit demi sedikit
agar kenaikan dial gauge tidak terlalu besar. Pada tekanan sebesar 0 hingga
hampir 10 kg/cm2 spesimen masih berada pada batas elastis, batas elastis adalah
keadaan dimana suatu material apabila ia diberi tekanan maka spesimen tersebut
akan mengikuti arah gaya atau tekanan tersebut dan masih dapat kembali ke
bentuk semula. Sedangkan untuk batas plastis adalah batas dimana suatu material
akan mengarah kepada arah tekanan atau gaya yang diberikan namun tidak dapat
kembali lagi ke keadaan semula.
Pada percobaan ini spesimen putus pada bagian tengah atau simetris.
Keadaan spesimen mulai hampir putus pada detik ke 33 hingga akhirnya pada
menit ke 1 lewat 07 detik, spesimen putus. Pada saat spesimen hampir putus
berarti tegangan yang bekerja pada spesimen masih normal atau standar,
sedangkan pada saat spesimen sudah putus berarti tegangan yang bekerja pada
spesimen sudah lebih tinggi, hal ini disebabkan karena tegangan spesimen

40
Laporan Praktikum Mekanika Teknik

menjadi 2 kali lipat akibat spesimen sudah berpisah menjadi 2 bagian meskipun
tidak seimbang.
Spesimen putus tidak sampai pada tekanan ke 100 namun pada tekanan ke
30 spesimen sudah putus dengan pertambahan panjang sebesar 5,64 mm. Bila
dilihat dari grafik dan hasil, kenaikan pertambahan panjang spesimen mengalami
kenaikan pesat pada tekanan ke 0 ke 10 dengan kenaikan 3,32 angka, kemudian
pada tekanan berikutnya terjadi kenaikan angka dengan selisih lebih kurang 1
sampai 1,5.
Selanjutnya dihitung luas penampang (So) dengan mengalikan W dan t.
Kemudian dihitung A head atau diameter kepala hidarulik dengan mengalikan
diameter dan kuadrat tinggi dengan phi kemudian membaginya dengan 4. Nilai-
nilai ini selanjutnya digunakan untuk menghitung gaya (F), tegangan, dan
regangan. Gaya dihitung dengan mengalikan tekanan, luas penampang (A_head),
percepatan grafitasi bumi, dan 0,01. Untuk menghitung tegangan dilakukan
dengan membagi f dengan So. Untuk menghitung regangan dilakukan dengan
membagikan pertambahan panjang material dengan panjang mula-mula material.
Karena tegangan merupakan perbandingan antara pertambahan panjang material
(delta L) dengan panjang mula-mula spesimen atau Lo. Selain itu dihitung pula
nilai P sebesar 6,4, I sebesar 2, dan A sebesar 12,8.
Dari data yang didapatkan dapat dilihat bahwa hubungan dari semua nilai
ini adalah berbanding lurus. Sebab semakin tinggi nilai tekanan yang diperoleh,
maka semakin besar pula pertambahan panjang spesimen. Dari data tersebut
kemudian didapatkan pula nilai gaya, tegangan, dan regangan, yang makin tinggi
seiring dengan bertambahnya nilai tekanan dan pertambahan panjang spesimen
atau material.
Pada spesimen plat, ketebalan spesimen juga sangat mempengaruhi
putusnya material, hal ini disebabkan jika material dengan tebal yang besar akan
lebih susah untuk putus jika dibandingkan dengan material dengan ketebalan yang
tipis. Sama seperti silindris, panjang material juga mempengaruhi uji tarik plat..
Pengaruh temperatur terhadap uji tarik adalah dalam temperatur panas maka
ikatan ion di dalam besi akan bergerak semakin bebas dan begitu pun sebaliknya
jika temperatur rendah maka ion-ion akan melekat dengan kuat. Jenis material

41
Laporan Praktikum Mekanika Teknik

juga sangat berpengaruh, material dengan porositas yang tinggi biasanya lebih
mudah putus saat dilakukan pengujian tarik akibat sifatnya yang lemah karena
kandungan udara di dalamnya. Begitupun sebaliknya, material dengan porositas
yang rendah biasanya akan susah putus sebab tidak ada bidang bebas dari
spesimen tersebut sehingga spesimen ini bersifat kuat.

4.3 Pengujian Impak

4.3.1 Data Pengamatan

Material Sudut Awal Sudut Akhir Cos α Cos β ΔE Material strenght Permukaan Patahan
ASTMA615Gr40 90 72 0 0,309016994 74,37375904 3,035663634 Campuran
ASTMA615Gr40 60 44 0,5 0,7193398 14,15834024 0,577891439 Campuran
ASTMA615Gr40 90 71 0 0,325568154 7,497834597 0,306034065 Campuran
ASTMA615Gr40 60 53 0,5 0,601815023 0,061114468 0,002494468 Campuran

Massa 26,1 Kg
Gravitasi 9,81 m/s²
Panjang Lengan 940 N
Panjang 7 mm
Lebar 3,5 mm
Luas Penampang 24,5 mm²

4.3.2 Perhitungan
DATA :
Massa (m) = 26,1 kg
Percepatan Gravitasi (g) = 9,81 m/s2
Panjang Lengan = 960 N
Panjang = 7 mm
Lebar = 3,5 mm
Luas Penampang (A) = Panjang x Lebar
= 24,5 mm2
1. Sudut Awal (α) = 90o

Sudut Akhir (β) = 72o

42
Laporan Praktikum Mekanika Teknik

Cosα = Cos (90o)


=0
Cosβ = Cos (72o)
= 0,309016994
ΔE = m x g x 0,001 x panjang lengan x (Cosβ-Cosα)
= 26,1 x 9,81 x 0,001 x 960 x (0,309016994 – 0)
= 74,37375904
ΔE
Material Strenght =
𝐴
74,37375904
= 24,55

= 3,035663634
1. Sudut Awal (α) = 60o

Sudut Akhir (β) = 44o


Cosα = Cos (60o)
= 0,5
Cosβ = Cos (44o)
= 0,7193398
ΔE = m x g x 0,001 x panjang lengan x (Cosβ-Cosα)
= 26,1 x 9,81 x 0,001 x 960 x (0,7193398 – 0,5)
= 14,15834024
ΔE
Material Strenght = 𝐴
14,15834024
= 24,55

= 0,577891439
2. Sudut Awal (α) = 90o

Sudut Akhir (β) = 71o


Cosα = Cos (90o)
=0
Cosβ = Cos (71o)
= 0,325568154
ΔE = m x g x 0,001 x panjang lengan x (Cosβ-Cosα)
= 26,1 x 9,81 x 0,001 x 960 x (0,325568154 – 0)

43
Laporan Praktikum Mekanika Teknik

= 7,497834597
ΔE
Material Strenght = 𝐴
7,497834597
= 24,55

= 0,306034065
3. Sudut Awal (α) = 60o

Sudut Akhir (β) = 53o


Cosα = Cos (60o)
= 0,5
Cosβ = Cos (53o)
= 0,601815023
ΔE = m x g x 0,001 x panjang lengan x (Cosβ-Cosα)
= 26,1 x 9,81 x 0,001 x 960 x (0,601815023 – 0,5)
= 0,061114468
ΔE
Material Strenght = 𝐴
0,061114468
= 24,55

= 0,002494468

4.3.3 Analisis
Pada praktikum pengujian impak material, material yang digunakan adalah
besi dengan tipe tertentu. Tipe dari material ini adalah ASTM A615 Gr40 sama
seperti pengujian spesimen silindris dan plat pada uji tarik. Besi ini selanjutnya
dibentuk menyerupai balok dengan bentuk kotak seimbang. Material ini dibuat
menjadi kotak karena material ini akan dikenai tekanan atau gaya secara tiba-tiba
sebanyak 4 kali pada semua sisinya.
Material ini harus ditimbang terlebih dahulu dengan menggunakan neraca
digital, namun untuk penyeragaman dan terkendala oleh tidak adanya neraca
digital, maka massa dari material ini diseragamkan karena pada saat pembuatan
material sudah ditimbang, massa material ini adalah 26,1 gram. Kemudian diukur
panjang lengan dari alat uji impak, panjang lengan harus diuji dari titik poros
bulatan atas hingga ke titik poros bulatan bawah dengan menggunakan meteran

44
Laporan Praktikum Mekanika Teknik

tukang. Penggunaan meteran ini sebenarnya kurang efektif sebab materialnya


terbuat dari besi sehingga akan susah diarahkan untuk pengukuran, sebaiknya
diukur menggunakan meteran kain. Hasil untuk panjang lengan alat uji impak
adalah 940 N.
Sebelum material dimasukkan ke dalam alat uji kuat tarik, terlebih dahulu
diukur lebar dan panjang spesimen. Lebar diukur dengan menggunakan jangka
sorong, teknik penggunaan jangka sorong adalah dengan menjepitkan spesimen
pada capit jangka sorong kemudian untuk skala utama cari angka yang
berhimpitan dengan nol dan untuk skala nonius dicari angka yang berhimpitan
dengan bagian skala nonius. Sehingga untuk pengukuran pertama ini diperoleh
hasil panjang 7 mm dan diameter 3,5 mm. Hasil pengukuran didapatkan h atau
tinggi adalah 2 kali dari diameter. Selanjutnya angka-angka yang diperoleh
tersebut digunakan untuk menentukan luas penampang sehingga didapatkan hasil
24,5 mm2.
Selanjutnya dilakukan kalibrasi busur. Busur diatur untuk sudut awal 90
dearajat. Kemudian spesimen diletakkan pada spacenya dan diberi gaya dengan
lengan alat secara tiba-tiba. Kemudian dibaca sudut yang dihasilkan pada busur.
Untuk percobaan pertama diperoleh sudut dengan besar 72 derajat. Kemudian
dilihat bentuk patahan spesimen, bentuk permukaan spesimen setelah diberi gaya
adalah campuran. Kemudian ditentukan cos alpha dan cos beta dimana alpha
adalah sudut awal dan beta adalah sudut akhir setelah diberi gaya. Untuk sudut
awal biasanya terdiri atas sudut-sudut istimewa sehingga dapat ditentukan nilai
cosinus sudutnya.
Untuk percobaan kedua busur diatur untuk sudut awal 60 dearajat.
Kemudian spesimen diletakkan pada spacenya dan diberi gaya dengan lengan alat
secara tiba-tiba. Kemudian dibaca sudut yang dihasilkan pada busur. Untuk
percobaan pertama diperoleh sudut dengan besar 44 derajat. Kemudian dilihat
bentuk patahan spesimen, bentuk permukaan spesimen setelah diberi gaya adalah
campuran. Kemudian ditentukan cos alpha dan cos beta dimana alpha adalah
sudut awal dan beta adalah sudut akhir setelah diberi gaya.
Untuk percobaan ketiga busur diatur untuk sudut awal 90 dearajat.
Kemudian spesimen diletakkan pada spacenya dan diberi gaya dengan lengan alat

45
Laporan Praktikum Mekanika Teknik

secara tiba-tiba. Kemudian dibaca sudut yang dihasilkan pada busur. Untuk
percobaan pertama diperoleh sudut dengan besar 71 derajat. Kemudian dilihat
bentuk patahan spesimen, bentuk permukaan spesimen setelah diberi gaya adalah
campuran. Kemudian ditentukan cos alpha dan cos beta dimana alpha adalah
sudut awal dan beta adalah sudut akhir setelah diberi gaya.
Untuk percobaan keempat busur diatur untuk sudut awal 60 dearajat.
Kemudian spesimen diletakkan pada spacenya dan diberi gaya dengan lengan alat
secara tiba-tiba. Kemudian dibaca sudut yang dihasilkan pada busur. Untuk
percobaan pertama diperoleh sudut dengan besar 53 derajat. Kemudian dilihat
bentuk patahan spesimen, bentuk permukaan spesimen setelah diberi gaya adalah
campuran. Kemudian ditentukan cos alpha dan cos beta dimana alpha adalah
sudut awal dan beta adalah sudut akhir setelah diberi gaya.
Kemudian untuk setiap nilai ditentukan nilai E1 dengan rumus m.g.h1 atau
m.g.l1 dikali 1-cos alpha. Dan begitupun untuk e 2, namun l yang digunakan
adalah l ke dua. Untuk pengukuran delta E atau besar energi yang diserap selama
pengujian impak adalah selisih dari E1 dengan E2 yang didapatkan. Selanjutnya
ditentukan material strength dengan menggunakan rumus I = delta E per luas
penampang.

46
Laporan Praktikum Mekanika Teknik

BAB V KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari praktikum uji tarik dan uji impak ini adalah :
1. Fenomena yang terjadi dalam pengujian tarik dapat berupa fenomena
keteknikan dan material. Fenomena keteknikan dilihat pada proses
penekanan alat, sedangkan fenomena material terjadi saat material putus.
2. Tegangan yield, tegangan ultimate, regangan, dan reduksi penampang
suatu bahan yang mengalami beban aksial tarik dapat dihitung dengan
menggunakan rumus ketetapan.
3. Uji tarik dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti pengaturan
stress dan dial gauge, penempatan spesimen pada alat uji, pemberian
tekanan dan gaya, serta pembacaan skala dial gauge hasil pengukuran.
4. Logam dengan material dan ketebalan berbeda akan memiliki harga
impact yang berbeda pula.
5. Suhu dapat mempengaruhi harga impact, semakin tinggi suhu semakin
besar harga impact, dan sebaliknya. Hubungan yang dibentuk antara suhu
dengan harga impact adalah berbanding lurus.
6. Temperatur dan kegetasan baja struktural dapat ditentukan dengan
melakukan uji impact. Dengan cara menyetting alat pada suhu kamar,
dingin, dan panas.
7. Berbeda temperatur maka keadaan spesimen yang dikenai impact akan
berbeda pula, pada suhu tinggi biasanya keadaan material akan lebih getas,
dan begitupun sebaliknya pada saat suhu rendah.

5.2 Saran

Saran dari praktikum ini untuk praktikum selanjutnya adalah sebagai berikut :
1. Kalibrasi alat yang bersifat terskala harus diperhatikan agar pencatatan
data hasil pengukuran lebih akurat.

47
Laporan Praktikum Mekanika Teknik

2. Pemasangan spesimen pada alat uji tarik hendaknya seimbang atas dan
bawah agar kondisi patahan dapat berada di tengah sehingga akan
dihasilkan data yang baik.
3. Pada uji impak, sebaiknya dilakukan pengujian pada suhu yang berbeda.
Agar dapat diketahui keadaan material apabila diberi beban kejut pada
suhu tertentu.

48
DAFTAR PUSTAKA

Dieter George E. 1987. Metalurgi mekanik Edisi ketiga, Jilid 1. Erlangga : Jakar

ta.

Lakhtin, Y. 1968. Engineering Physical Metallurgy. MIR Published : Moscow.

Nash William. 1998. Strength of Materials. Schaum’s Outlines : California.

Shiken, Zairyou. 1983. Material Testing. Hajime Shudo : Uchidarokakuho.

Tim Laboratorium Metalurgi. 2012. Buku panduan praktikum Laboratorium Meta

lurgi II”, Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa : Cilegon

William D. Callister Jr. John Wiley&Sons. 2004. Material Science and Enginee

ring: An Introduction : New York.


LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai