Kelompok : 04
1. Muhammad Megah Safeero 2714100001
2. Muhammad Afiq Ihsan 2714100012
3. Ilham Nurirrofiq 2714100022
4. Pandu Aditya 2714100032
5. Heti Pratiwi 2714100045
6. Luki Wijaya 2714100057
Nama Grader :
Faizal Nugraha Ramadhan 2713100149
OLEH :
Kelompok : 04
Koordinator
Unjuk Kerja Teknologi Cor
Menyetujui,
Dosen Pengampu
Mata Kuliah
Ir.Sadino,MT
NIP.1947121119741121001
19471211
SURABAYA
2016
LABORATURIUM
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGECORAN METALURGI
ABSTRAK
Pengecoran merupakan salah satu penopang kemajuan industri dunia.. Pada dasarnya,
proses pengecoran merupakan proses merubah bentuk logam. Oleh Karena itu kali ini kami
akan melakukan praktikum mengenai pengecoran pada logam alumunium 6061. Adapun alat
dan dan bahan yang dibutuhkan yaitu 1 set flask, 1 buah pola cetakan komponen, 1 buah pola
cetaka silinder, 1 buah mistar, 1 buah timbangan, 1 set wadah dan pengaduk, 1 buah spray, 1
set pipa gating, 1 set pola gating, 1 set pola riser, 1 buah crucible furnace, 1 buah tabung gas
1kg, 1 buah blower, glaswool secukupnya, 1 buah jepitan, 1 buah sarung tangan, 1 set
regulator dan selang, bentonite secukupnya, air secukupnya, pasir silica (SiO2) secukupnya,
Paduan Cu-Al secukupnya. Lalu langkah-langkah percobaan yang harus dilakukan adalah
melakukan perhitungan, perancangan, penggambaran saluran masuk beserta risernya,
campurkan pasir silika (90%), bentonit (9%) dan silver secukupnya, tambahkan air (1%) pada
campuran sedikit demi sedikit, Tuangkan campuran ke dalam flask hingga setengahnya,
tanamkan pola/pattern, riser dan gating system pada flask kemudian tambahkan campuran lagi
hingga penuh, ratakan dan padatkan cetakan, biarkan mengering, buka cope dan drag
kemudian ambil pattern dan in gate, menyiapkan crucible furnace, tabung gas, serta burner
yang kemudian disambungkan menggunakan pipa, menyiapkan logam yang akan dilebur,
yaitu logam alumunium dan logam tembaga, memanaskan crucible furnace, Memasukkan
logam alumunium ke dalam crucible furnace, memasukkan logam tembaga ke dalam crucible
furnace, menyesuaikan temperature di dalam crucible furnace dengan titik lebur logam
alumunium dan logam tembaga, ketika logam sudah meleleh, angkat lelehan logam dan
tuangkan ke dalam cetakan. Jadi data yang diperoleh dari praktikum ini ada dua yaitu
perhitungan cetakan dan hasil dari pengecoran logam paduan Cu-Al. Berikut data perhitungan
cetakan meliputi : yang pertama rancangan sprue meliputi: tinggi pouring basin 2,83 cm, lebar
pouring basin 2,04 cm, tinggi sprue 2,75 cm , luas Atop 1,794 cm2 , luas Achoke 1,794 cm2 ;
yang kedua rancangan runner dan in gate meliputi: rasio 1:4:4, luas Atop sprue 1,794 cm2,
luas runner 2,08 cm2, luas in gate 1,794 cm2. yang ketiga rancangan riser adalah sebagai
berikut: casting volume 8,33cm3 , casting surface area 28,29 cm2, riser size 2,75cm x 1,61cm,
riser volume 5,63 cm3, riser surface area 15,98 cm2, common contact area 2,04 cm2, corrected
surface area 26,25 cm2, SA/V riser 3,20, SA/V casting 3,395, freezing ratio 1,06, volume ratio
0,675, dan riser types adalah open riser. Waktu yang digunakan untuk melelehkan aluminium
tembaga adalah 14 menit dan untuk solidifikasi memerlukan waktu 7.3186 detik. Setelah
proses solidifikasi diketahui bahwa aluminium tembaga mengalami shrinkage sebanyak 6%.
Hasil pembuatan cetakan yang didapatkan masih belum sempurna, dari analisa kemungkinan
ketidaksempurnaan ini disebabkan kurang hati-hati saat pengambilan batang cetakan sehingga
cetakan harus berulang-ulang dibuat, dan kurang rapatnya wadah cetakan untuk menghimpun
pasir silica tersebut. Dan hasil dari pengecoran logam paduan Cu-Al masih terdapat cacat
dibagian tertentu pada logam dan tidak menyatunya paduan. Dari analisa kemungkinan cacat
ini disebabkan kurang cepatnya waktu saat penuangan leburan logam ke dalam cetakan,
pemanasan yang tidak stabil, peralatan yang kurang memadai, kurang aman dan safety yang
dikenakan kurang aman.
i
LABORATURIUM
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGECORAN METALURGI
DAFTAR PUSTAKA
ABSTRAK .......................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................................iii
DAFTAR TABEL ...............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang ...................................................................................................1
I.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 1
I.3 Tujuan ................................................................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Pengecoran ........................................................................................................3
II.2 Gating System ...................................................................................................6
II.3 Kriteria Gating System ...................................................................................... 7
II.4 Cope dan Drag ..................................................................................................8
II.5 Persamaan Desain Sprie, Riser dan In Gate ...................................................... 8
II.6 Perbandingan Rasio Sprue, Riser dan In Gate .................................................. 12
II.7 Saluran Pengalir (Runner) ................................................................................. 12
II.8 Molding atau Cetakan ....................................................................................... 13
II.9 Karakteristik Paduan Eutektik Cu-Al ............................................................... 16
II.10 Aluminium ......................................................................................................16
II.11 Cacat Coran .....................................................................................................18
II.12 Material dan Energy Balance ..........................................................................19
BAB III METODE PERCOBAAN
III.1 Diagram Alir Percobaan .................................................................................. 22
III.2 Alat dan Bahan ................................................................................................ 22
III.3 Langkah-Langkah Percobaan ..........................................................................23
III.4 Gambar Skema Percobaan ...............................................................................24
BAB IV ANALISA DATA AN PEMBAHASAN
IV.1 Analisa Data ....................................................................................................26
IV.2 Pembahasan .....................................................................................................28
BAB V KESIMPULAN
V.1 Kesimpulan .......................................................................................................31
V.2 Saran ................................................................................................................. 31
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................iv
ii
LABORATURIUM
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGECORAN METALURGI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
iii
LABORATURIUM
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGECORAN METALURGI
BAB I
PENDAHULUAN
I.3 Tujuan
Adapun tujuan dilakukan praktikum ini adalah
1. Mampu merancang saluran masuk dan riser.
2. Mengetahui prosedur pembuatan cetakan pasir dan mampu membuat cetakan pasir sesuai
dengan rancangan.
1
LABORATURIUM
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGECORAN METALURGI
2
LABORATURIUM
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGECORAN METALURGI
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Pengecoran
Pengecoran Logam adalah suatu proses manufaktur yang menggunakan logam cair
dan cetakan untuk menghasilkan bentuk yang mendekati bentuk geometri akhir produk jadi.
Logam cair akan dituangkan atau ditekan ke dalam cetakan yang memiliki rongga cetak
(cavity) sesuai dengan bentuk atau desain yang diinginkan. Setelah logam cair memenuhi
rongga cetak dan tersolidifikasi, selanjutnya cetakan disingkirkan dan hasil cor dapat
digunakan untuk proses sekunder.
Untuk menghasilkan hasil cor yang berkualitas maka diperlukan pola yang berkualitas
tinggi, baik dari segi konstruksi, dimensi, material pola, dan kelengkapan lainnya. Pola
digunakan untuk memproduksi cetakan. Pada umumnya, dalam proses pembuatan cetakan,
pasir cetak diletakkan di sekitar pola yang dibatasi rangka cetak kemudian pasir dipadatkan
dengan cara ditumbuk sampai kepadatan tertentu. Pada lain kasus terdapat pula cetakan yang
mengeras/menjadi padat sendiri karena reaksi kimia dari perekat pasir tersebut. Pada
umumnya cetakan dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian atas (cup) dan bagian bawah (drag)
sehingga setelah pembuatan cetakan selesai pola akan dapat dicabut dengan mudah dari
cetakan.
3
LABORATURIUM
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGECORAN METALURGI
e. Investment Casting
f. Solid-Ceramic Casting
Perbedaan secara mendasar di antara keduanya adalah bahwa contemporary casting
tidak bergantung pada pasir dalam pembuatan cetakannya. Perbedaan lainnya adalah bahwa
contemporary casting biasanya digunakan untuk menghasilkan produk dengan geometri yang
kecil relatif dibandingkan bila menggunakan traditional casting. Hasil coran non-traditional
casting juga tidak memerlukan proses tambahan untuk penyelesaian permukaan.
Jenis logam yang kebanyakan digunakan di dalam proses pengecoran adalah logam
besi bersama-sama dengan aluminium, kuningan, perak, dan beberapa material non logam
lainnya.
(Campbell, 15, 2003)
Proses pengecoran akan dihasilkan aluminium dengan sifat-sifat yang diinginkan.
Aluminium murni memiliki sifat mampu cor dan sifat mekanis yang tidak baik, maka
dipergunakanlah aluminium alloy untuk memperbaiki sifat tersebut. Beberapa elemen alloy
yang sering ditambahkan diantaranya tembaga, magnesium, mangan, nikel, silikon dan
sebagainya.
(Tata, 10, 2010)
Desain coran perlu dipertimbangkan beberapa hal sehingga diperoleh hasil coran yang
baik, yaitu : bentuk dari pola harus mudah dibuat, cetakan dari coran hendaknya mudah,
cetakan tidak menyebabkan cacat pada coran. Pembuatan cetakandibutuhkan saluran turun
yang mangalirkan cairan logam kedalam rongga cetakan. Besar dan bentuknya ditentukan
oleh ukuran, tebal irisan dan macam logam dari coran. Selanjutnya diperlukan penentuan
keadaan-keadaan penuangan seperti temperatur penuangan dan laju penuangan. Kwalitas
coran tergantung pada saluran turun, penambah, keadaan penuangan, dan lain-lainya, maka
penentuanya memerlukan pertimbangan yang teliti.
Sistem saluran adalah jalan masuk cairan logam yang dituangkan ke dalam rongga
cetakan. Tiap bagian diberi nama, dari mulai cawan tuang dimana logam cair dituangkan dari
ladel, sampai saluran masuk ke dalam rongga cetakan. Bagian-bagian tersebut terdiri dari :
cawan tuang, saluran turun, pengalir, dan saluran masuk.
1. Cawan Tuang
Merupakan penerima yang menerima cairan logam langsung dari ladel. Cawan tuang
biasanya berbentuk corong atau cawan dengan saluran turun di bawahnya. Cawan tuang harus
mempunyai konstruksi yang tidak dapat melakukan kotoran yang terbawa dalam logam cair
dari ladel. Oleh karena itu cawan tuang tidak boleh terlalu dangkal. Kalau perbandingan
antara : H tinggi logam cair dalam cawan tuang dan d diameter cawan, harganya terlalu kecil,
umpamanya kurang dari 3, maka akan terjadi pusaran-pusaran dan timbullah terak atau
kotoran yang terapung pada permukaan logam cair. Karena itu dalamnya cawan tuang
sebaiknya dibuat sedalam mungkin. Sabaliknya kalau terlalu dalam, penuangan menjadi sukar
dan logam cair yang tersisa dalam cawan tuang akan terlalu banyak sehingga tidak ekonomis
2. Saluran turun
Salurun turun adalah saluran yang pertama yang membawa cairan logam dari cawan
tuang kedalam pengalir dan saluran masuk. Saluran turun dibuat lurus dan tegak dengan irisan
berupa lingkaran. Kadang-kadang irisannya sama dari atas sampai bawah, atau mengecil dari
atas kebawah yang pertama dipakai kalau dibutuhkan pengisian yang cepat dan lancar,
sadangkan yang kedua dipakai apabila diperlukan penahan kotoran sebanyak mungkin.
Salurun turun dibuat dengan melubangi cetakan dengan mempergunakan satu batang atau
dengan memasang bumbung tahan panas yang dibuat dari samot. Samot ini cocok untuk
membuat salurun turun yang panjang. Ukuran diameter saluran turun bervariasi, tergantung
dari berat coran
3. Pengalir
4
LABORATURIUM
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGECORAN METALURGI
Pengalir adalah saluran yang membawa logam cair dari saluran turun ke bagian-bagian
yang cocok pada cetakan. Pengalir biasanya mempunyai irisan seperti trapesium atau
setengah lingkaran sebab irisan demikian mudah dibuat pada permukaan pisah, lagi pula
pengalir mempunyai luas permukaan yang terkecil untuk satu luas irisan tertentu, sehingga
lebih efektif untuk pendinginan yang lambat. Pengalir lebih baik sebesar mungkin untuk
melambatkan pendinginan logam cair. Logam cair dalam pengalir masih membawa kotoran
yang terapung, terutama pada permulaan penuangansehingga harus dipertimbangkan untuk
membuang kotoran tersebut. Perpanjangan pemisah dibuat pada ujung saluran pengalir agar
logam cair yang pertama masuk akan mengisi seluruh ruang pada cetakan, serta membuat
kolam putaran pada saluran masuk dan membuat saluran turun bantu.
4. Saluran Masuk
Salauran masuk adalah saluran yang mengisikan logam cair dari pengalir kedalam
rongga cetakan. Saluran masuk dibuat dengan irisan yang lebih kecil dari pada irisan pengalir,
agar dapat mencegah kotoran masuk kedalam rongga cetakan. Bentuk irisan saluran masuk
biasanya berupa bujur sangkar, trapesium, segitiga atau setengah lingkaran yang membesar
kearah rongga cetakan untuk mencegah terkikisnya cetakan. Irisannya diperkecil ditengah dan
diperbesar lagi kearah rongga saluran dan irisan terkecil ini mudah diputuskan sehingga
mencegah kerusakan pada coran.
(Tata, 11-12, 2010)
Pada pengecoran, penentuan coran dalam system saluran sangatlah penting, berikut
kriteria dalam penempatan coran yaitu tempatkan dimensi coran yang besar pada bagian
bawa, minimalkan tinggi dari coran, tempatkan daerah terbuka dibagian bawah, tempatkan
coran sedemikian rupa hingga riser berada pada tempat tertinggi dari coran untuk bagian yang
besar. Jika akan dibuat terpisan (cope and drag) maka kriterianya yaitu, umumnya runner,
gate dan sprue ditempatkan pada drag, tempatkan bidang pisah (parting plane) relatif serendah
mungkin terhadap coran, tempatkan bidang pisah pada bagian dimana coran mempunyai luas
permukaan terbesar.
(Sriwahyudi, 12, 2014)
Setelah proses perancangan produk cor yang menghasilkan gambar teknik produk
dilanjutkan dengan tahapan-tahapan berikutnya :
a. Menyiapkan bidang dasar datar atau pelat datar dan meletakan pola atas (cope) yang sudah
ada dudukan inti dipermukaan pelat datar tadi.
b. Seperti pada langkah a, untuk cetakan bagian bawah (drag) beserta sistem saluran.
c. Menyiapkan koak inti (untuk pembuatan inti)
d. Inti yang telah jadi disatukan (inti yang dibuat berupa inti setengah atau paroan inti)
e. Pola atas yang ada di permukaan pelat datar ditutupi oleh rangka cetak atas (cope) dan
ditambahkan system saluran seperti saluran masuk dan saluran tambahan (riser).
Selanjutnya diisi dengan pasir cetak.
f. Setelah diisi pasir cetak dan dipadatkan, pola dan system saluran dilepaskan dari cetakan
g. Giliran drag diisi pasir cetak setelah menempatkan rangka cetak diatas pola dan pelat datar.
h. Setelah diisi pasir cetak dan dipadatkan, pola dilepaskan dari cetakan
i. Inti ditempatkan pada dudukan inti yang ada pada drag.
j. Cope dipasangkan pada drag dan dikunci kemudian dituangkan logam cair.
k. Setelah membeku dan dingin, cetakan dibongkar dan produk cor dibersihkan dari sisa-sisa
pasir cetakan.
l. Sistem saluran dihilangkan dari produk cor dengan berbagai metoda dan produk cor siap
untuk diperlakukan lebih lanjut.
(Doyle, 1985).
5
LABORATURIUM
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGECORAN METALURGI
6
LABORATURIUM
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGECORAN METALURGI
penuh.Sedangkan jenis riser yang berada di dalam cetakan atau dikenal sebagai blind
riser hanya berfungsi sebagai reservoir saja. Riser sebagai reservoir dapat mencegah
terjadinya porosity pada hasil pengecoran. Namun, blindriser merupakan fitur desain
yang lebih baik dan mampu menjaga panas lebih lama daripada open riser
5. Gate
Gate merupakan bagian yang menghubungkan runner dan rongga cetakan. Gate
sebaiknya diletakan pada bagian yang tebal dari coran. Gate paling efektif berada pada
drag cetakan, dan diletakan menyudut berlawanan dengan aliran logam pada runner.
Panjang minimal gate sebaiknya 3-5 kali diameter gate.
6. Garis pemisah (parting line).
Garis pemisah atau parting line merupakan garis atau bidang yang memisahkan cope dan
drag. Garis pemisah ini sebaiknya berupa bidang datar daripada berupa kontur
tertentu. Apabila memungkinkan
garis pemisah sebaiknya berada di ujung coran daripada di bidang datar pada tengah
coran. Hal ini agar logam cair tidak menekan keluar melalui garis pemisah serta tidak
terlihat pada garis pemisah. Penentu garis pemisah sangat penting karena dapat
mempengaruhi desai cetakan, kemudahan mencetak, jumlah dan bentuk inti (core) yang
dibutuhkan, dan gaiting system.
7. Ventilasi (vent ).
Selain sistem penyaluran tidak jarang cetakan pasir dilengkapi dengan lubang ventilasi.
Lubang ventilasi berfungsi untuk melepas gas dan udara yang ada di dalam cetakan
ketika cairan logam mengalir ke dalam.Di samping itu gas dan udara di dalam cetakan
juga bisa keluar melalui pori-pori alami pada dinding cetakan pasir tersebut.
(Kalpakjian, S., 2009)
7
LABORATURIUM
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGECORAN METALURGI
8
LABORATURIUM
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGECORAN METALURGI
Posisi dan tinggi sprue sangat menentukan kecepatan alir dari logam cair yang akan mengisi
rogga cetakan. Oleh karena itu untuk perhitungan tinggi sprue efektif (ESH, effective sprue
height) kita dapat menghitungnya dengan persamaan:
dimana:
H = Tinggi sprue (cm)
C = Tinggi coran (cm)
P = Tinggi coran dari cope hingga bagian teratasnya (cm)
Dapat disederhanakan bahwa luas potongan melintang bagian atas sprue adalah 2 kali luas
potongan melintang choke (untuk sprue yang pendek), dan tiga 3 kali untuk sprue yang
panjang.
Disain sprue/downsprue merupakan bagian yang penting saat logam cair dituangkan.
Disain sprue harus menghindarkan terjadinya turbulensi logam cair. Aliran logam yang
turbulen akan menyebabkan meningkatkan daerah yang terkena udara sehingga sehingga
oksidasi mudah terjadi. Oksida yang terbentuk akan naik ke permukaan coran sehingga
menyebabkan coran menjadi kasar permukaannya atau oksida akan terjebak didalam coran
dan menyebabkan cacat.
Ukuran sprue harus dapat membatasi laju aliran logam cair (jika sprue besar, laju
aliran akan tinggi akibatnya terbentuk dross, dengan blind-ends pada runner akan
menjebak dross yang tidak diinginkan.)
Ukuran sprue yang dibuat menjadikan laju aliran tetap.
Bentuk sprue persegi panjang lebih baik dibandingkab dengan bentuk bulat untuk luas
permukaan yang sama (menghindarkan kecenderungan aliran berputar (vortex
formation))
Ketinggian sprue ditentukan oleh coran dan tinggi riser
9
LABORATURIUM
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGECORAN METALURGI
Untuk desain curved sprue , aliran dari desain tersebut menggerus guiding plane dan
secara perlahan melambat dan terpisah menjadi dua bagian yang kemudian menuju lengan
gesper. Meskipun memiliki jumlah dua lengan, Luas penampang tersebut melampaui dari
hukum kekekalan materi diterapkan stream tube. sehingga dapat disimpulkan bahwa
penurunan kecepatan mungkin adalah kompensasi untuk peningkatan daerah cross-sectional.
Hal tersebut berarti pasokan logam cukup untuk menjaga kontak agar tetap penuh dalam
proses pengisian rongga dinding di kedua lengan. Ini berarti bahwa pola aliran pipa yang
dikembangkan, dikompresi oleh gas dalam rongga t, akan dipaksa untuk melewati
investment. Akibatnya, rendahnya porositas ditemukan pada daerah lengan lingual molar pada
desain curved sprue dari dalam sesuai dengan lengan gesper dari desain straight sprue).
sedangkan untuk desain straight sprue akan memiliki tingkat porositas yang lebih banyak.
Penggunaan straight sprue akan membutuhkan waktu yang lebih lama dari curved sprue. hal
tersebut dikarenakan diperlukannya waktu untuk mengalirkan molten metal kedalam cetakan.
(Baltag, 2002)
10
LABORATURIUM
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGECORAN METALURGI
Riser didisain dekat ke bagian yang tebal dan berfungsi sebagai umpan logam cair
selama pembekuan. Riser mempunyai ukuran dan konstruksi agar dapat membeku paling
akhir. Pertimbangan terhadap Riser :
Tempatkan riser dekat bagian yang tebal.
Penggunaan side riser umumnya ditempatkan diatas ingate, digunakan untuk coran
dengan dinding tipis
Riser diukur berdasarkan volume logam cair.
Riser dibuat cukup besar agar dapat mengisi bagian yang menyusut dan terakhir
membeku.
Riser mempunyai perbandingan yang besar antara volume:luas dari corannya sendiri
sehingga coran akan membeku terbih dahulu dibandingkan riser
Ketinggian riser tergantung dari jenis riser yang digunakan.
Untuk top riser = 1,5 kali diameter riser dan Side riser = 0,75 2 kali diameter riser
11
LABORATURIUM
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGECORAN METALURGI
c. segitiga
d. semi-circular
e. tipe-U
f. persegi
g. tipe-W
Pertimbangan-pertimbangan dalam perencanaan ingate :
Ingate dipasang pada bagian yang tebal.
Gunakan ukuran standar dan bentuk yang umum digunakan (biasanya berbentuk
persegi panjang)
Tempatkan ingate dengan meminimalkan terjadinya pengadukan atau erosi pada pasir
cetak oleh aliran logam cair.
Tidak menempatkan ingate pada posisi perangkap dross.
Jarak yang pendek antara ingate dan coran.
Jumlah ingate yang banyak, diperbolehkan untuk temperature pouring yang rendah
Hubungan proporsi luas penampang sprue, runner dan ingate terhadap distribusi
aliran cair logam adalah sebagai berikut:
1. Ketika total luas penampang dari ingate lebih kecil dari runner, logam cair akan
mengsi runner dengan cepat dan memiliki kecenderungan untuk mengalir ke dalam
cetakan melewati setiap ingate
2. Ketika luas penampang total dari ingate lebih besar dari runner, logam cair akan sulit
memasuki sprue dan runner, dan ini juga tidak mudah untuk memindahkan pengotor
didalam sprue dan runner. Aliran dari logam cair yang melewati ingate menjadi tidak
seragam
3. Untuk kasus bottom ingate, walaupun luas total penampang ingate lebih besar
daripada runner, aliran menjadi relatif cepat dan seragam akibat tekanan sebagai
gesekan melawan aliran.
4. Didalam kasus top ingate, ketika total luas penampang ingate lebih besar daripada
runner, aliran melalui ingate menjadi tidak seragam.
12
LABORATURIUM
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGECORAN METALURGI
dari dimensi sprue : runner : ingate. Untuk besi cor gating ratio yang sering digunakan
adalah 1:0.9:0.8 (penuangan biasa). Nilai gating ratio yang akan digunakan tergantung dari
jenis material dan ukuran produk cor-nya. Pertimbangan desain sprue ini adalah sebagai
berikut :
Menggunakan standar dan ukuran yang umum dipakai.
Bentuk persegi panjang baik digunakan untuk cetakan pasir.
Membuat runnerperpanjangan (blind-ends) untuk menjebak dross yang terbentuk.
13
LABORATURIUM
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGECORAN METALURGI
(a) (b)
14
LABORATURIUM
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGECORAN METALURGI
15
LABORATURIUM
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGECORAN METALURGI
II.10 Aluminium
Aluminium adalah salah satu diantara logam ringan yang saat ini kita kenal.
Merupakan konduktor panas yang baik dan kuat. Dapat dicor menjadi bermacam-
macam bentuk dan mempunyai sifat tahan korosi. Dapat ditempa menjadi lembaran, ditarik
menjadi kawat dan diekstrusi menjadi batangan dengan bermacam-macam penampang.
Aluminium dipilih sebagai contoh logam yang akan dilebur karena aluminium
memiliki volume jenis besar dengan massa jenis kecil dan titik lebur 6600C, tetapi dalam
proses pencairan (titik lebur) suhu dinaikkan hingga 7500C, dengan tujuan saat proses
penuangan diharapkan aluminium tidak membeku sebelum mengisi rongga-rongga cetakan.
Jumlah panas/kalor yang diperlukan dalam peleburan aluminium dapat diasumsikan sebagai
berikut :
16
LABORATURIUM
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGECORAN METALURGI
solid, semi solid liquid hingga liquid. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada diagram fasa
Al-Cu pada gambar berikut.
17
LABORATURIUM
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGECORAN METALURGI
18
LABORATURIUM
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGECORAN METALURGI
19
LABORATURIUM
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGECORAN METALURGI
proses harus keluar. Hal ini berlaku untuk operasi batch. Hal ini juga berlaku untuk terus
beroperasi atas setiap interval waktu yang dipilih.
Keseimbangan materi dan energi yang sangat penting dalam suatu industri.
keseimbangan material mendasar untuk kontrol pengolahan, khususnya dalam pengendalian
hasil produk. Keseimbangan materi pertama ditentukan dalam tahap eksplorasi dari proses
baru, meningkat selama percobaan Pabrik percontohan ketika proses sedang direncanakan dan
diuji, memeriksa ketika pabrik ini ditugaskan dan kemudian disempurnakan dan dikelola
sebagai alat kontrol produksi terus. Ketika perubahan terjadi dalam proses, keseimbangan
materi perlu ditentukan lagi.
Meningkatnya biaya energi telah menyebabkan industri untuk memeriksa cara untuk
mengurangi konsumsi energi dalam pengolahan. keseimbangan energi yang digunakan dalam
pemeriksaan berbagai tahap proses, seluruh proses dan bahkan memperluas lebih total sistem
produksi dari bahan baku untuk produk jadi keseimbangan materi dan energi dapat sederhana,
kadang-kadang mereka bisa sangat rumit, tetapi pendekatan dasar adalah umum. Pengalaman
dalam bekerja dengan sistem sederhana seperti operasi unit individu akan mengembangkan
fasilitas untuk memperpanjang metode untuk situasi yang lebih rumit, yang tidak muncul.
Meningkatnya ketersediaan komputer berarti bahwa keseimbangan massa dan energi yang
sangat kompleks dapat diatur dan dimanipulasi cukup mudah dan karena itu digunakan dalam
proses manajemen sehari-hari untuk memaksimalkan hasil produk dan meminimalkan biaya.
Hukum kekekalan massa mengarah ke apa yang disebut massa atau keseimbangan material.
Massa Dalam = massa keluar + massa Tersimpan
Bahan Baku = Produk + Limbah + Bahan Tersimpan.
20
LABORATURIUM
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGECORAN METALURGI
mR = mP + mW + mS
(dimana (sigma) menunjukkan jumlah semua hal)
mR = mR1 + mR2 + mR3 = Total Raw Materials
mP = mP1 + mP2 + mP3 = Total Products.
mW= mW1 + mW2 + mW3 = Total Waste Products
mS = mS1 + mS2 + mS3 = Total Stored Products.
Jika tidak ada perubahan kimia yang terjadi di pabrik, hukum kekekalan massa akan berlaku
juga untuk setiap komponen, sehingga untuk komponen A:
mA untuk memasuki materi = mA dalam bahan keluar + mA disimpan.
21
LABORATURIUM
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGECORAN METALURGI
BAB III
METODE PERCOBAAN
III.1 Diagram Alir Percobaan
Mulai
Studi Literatur
Pembuatan Cetakan
Analisa Data
Pembahasan
Kesimpulan
Selesai
22
LABORATURIUM
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGECORAN METALURGI
o. Jepitan 1 Buah
p. Sarung Tangan 1 Buah
q. Regulator + Selang 1 Set
III.2.2 Bahan
a. Bentonit Secukupnya
b. Air Secukupnya
c. Pasir Silika (Sio2) Secukupnya
d. Alumunium Alloy 6061 Secukupnya
23
LABORATURIUM
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGECORAN METALURGI
Tuangkan campuran ke dalam flask hingga Tanamkan pola/pattern, riser dan gating
setengahnya. system pada flask kemudian
tambahkan campuran lagi hingga penuh.
Ratakan dan padatkan cetakan, biarkan Buka cope dan drag kemudian ambil pattern
mengering dan in gate
24
LABORATURIUM
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGECORAN METALURGI
25
LABORATURIUM
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGECORAN METALURGI
BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
= 1,794
= 3,662 cm2
A choke : A Runner : A Gate
1 : 4 : 4
A choke = 1,794 in
A choke : A Runner : A Gate
1,794 : 7,176 : 7,176
G1 = 7,176/ 2 = 3,588
G2 = G1 + 5 % G1 = 3,7674
R1 = 7,176
IV.1.2 Perhitungan Riser
Surface Casting Area
2( 7,86) + 2( 2,12) + 2(4,16) = 28,29 in2
Volume Riser
2
t = (0,887)2 2,75
= 5,36 in3
Luas Riser
2 r2 + 2 r t = 2 ( 0,807)2 + 1,614 x 2,75
= 18,03 in2
Surface Area Contact
26
LABORATURIUM
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGECORAN METALURGI
= r2
= ( )2
2
= 2,04 in
Surface Area Without Contact
Cetakan = 28, 29 2,04 = 26,25 in2
Riser = 18,03 -2,04 = 15,98 in2
L riser / V riser = 18,03 / 5,63 = 3, 202
L casting / V casting = 28,29/8,33 = 3, 395
Freezing Ratio
3,395/ 3,202 = 1,06
Volume Ratio
Vriser / Vcase = 5,63 / 8,33 = 0,675
Berdasarkan tabel 4.1 diketahui dimensi dari cetakan dalam Inch sebagai berikut
Tabel 4.1 Dimensi Bagian Casting
Dimensi Dalam Inch
P L T D
27
LABORATURIUM
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGECORAN METALURGI
0,44= 0,637 ( )( )
= ( )( )
= 53,5625
s
Keterangan :
V = Volume coran (mm3)
A = Luas Permukaan (mm2)
Tm = Temperatur melting metal (K)
To = temperatur kamar (K)
s = density coran (g/cm3)
m = density mold (1,5g/cm3)
H = Heat fusion coran (cal/g)
Km = thermal conductivity mold (cal/ (cm) (oC)(s))
Cm = specific heat mold (cal/g(oC))
Tf = time finish solidification (s)
n = 1 (untuk silinder)
n = 2 (untuk sphere)
Mold Constants
Specific Heat Thermal Conductifty
Material Density (g/cm3)
cal/(g)(oc) (cal/cm(oc)(s)
Sand 0,27 1,5 14,5x104
IV.2 Pembahasan
IV.2.1 Proses Pembuatan Cetakan
Pada praktikum ini telah dilakukan pembuatan cetakan. Molding atau pencetakan
adalah sebuah proses produksi dengan membentuk bahan mentah menggunakan sebuah
rangka kaku atau model yang disebut sebuah mold. Sebuah mold adalah sebuah cetakan yang
memiliki rongga di dalamnya yang akan diisi dengan material cair seperti plastik, gelas, atau
logam. Cairan tersebut akan mengeras sesuai bentuk rongga di dalam mold.
(Michael, 24, 1973)
Proses pembuatan cetakan ini melibatkan beberapa alat dan bahan yang mempunyai
perannya sendiri sendiri. Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah 1 set flask
sebagai patern campuran cetakan pasir, 1 buah pola cetakan komponen, 1 buah pola cetakan
silinder, 1 buah mistar sebagai pengukur pola cetakan, 1 set timbangan sebagai pengukur
bahan campuran cetakan pasir , 1 set wadah dan pengaduk sebagai tempat alat pencampur
adonan cetakan, 1 buah spray sebagai penambah kelembapan pada adonan cetakan ,1 set pipa
gating, 1 set pola gating , dan 1 set pola riser. Kemudian bahan yang digunakan adalah air
secukupnya dan pasir silica (SiO2) secukupnya. Adapun proses pembuatan cetakan , hal yang
pertama harus dilakukan adalah mencampurkan pasir silica dan pasir halus secukupnya.
Kemudian menambahkan air dengan spray secukupnya sedikit demi sedikit. Kemudian
28
LABORATURIUM
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGECORAN METALURGI
menuangkan campuran cetakan pasir ke dalam 2 bagian flask yang berbeda hingga setengah
bagian, dimana satu bagian untuk cope dan satu bagian untuk drag, lalu menambahkan
pola/patern riser dan gatting system pada kedua bagian flask sesuai dengan bagiannya,
kemudian menambahkan campuran cetakan pasir lagi sampai penuh dan padat. Setelah
campuran cetakan pasir dalam flask sudah sangat padat maka pola/patern riser dan gatting
dilepaskan dari cetakan kedua bagian flask, maka cetakan cope dan drag telah selesai dibuat.
Namun proses pembuatan cetakan tersebut tidak akan bisa dilaksanakan jika tidak ada proses
perancangan sebelumnya, dimana proses perancangan ini adalah kunci perhitungan bagian
bagian cetakan agar dapat bekerja dengan optimal. Pada pembuatan cetakan ini, adapun
perhitungan perancangan gatting system adalah sebagai berikut: rancangan sprue meliputi:
tinggi pouring basin 2,83 cm, lebar pouring basin 2,04 cm, tinggi sprue 2,75 cm , luas Atop
1,794 cm2 , luas Achoke 1,794 cm2 ; rancangan runner dan in gate meliputi: rasio 1:4:4, luas
Atop sprue 1,794 cm2 , luas runner 2,08 cm2, luas in gate 1,794 cm2. Kemudian adapun
perhitungan rancangan riser adalah sebagai berikut: casting volume 8,33cm3, casting surface
area 28,29 cm2, riser size 2,75 cm x 1,61cm, riser volume 5,63 cm3, riser surface area 15,98
cm2, common contact area 2,04 cm2, corrected surface area 26,25 cm2, SA/V riser 3,20, SA/V
casting 3,395, freezing ratio 1,06, volume ratio 0,675, dan riser types adalah open riser.
Dalam proses pembuatan cetakan ini tidaklah berjalan dengan baik. Adapun error dari
praktikum kali ini adalah terlalu banyaknya semprotan air saat pencampuran pasir silika
tersebut, kurangnya pemberian serbuk bedak pada permukaan cetakan sehingga pola cetakan
tidak rapih, kurang hati-hati saat pengambilan batang cetakan sehingga cetakan harus
berulang-ulang dibuat, dan kurang rapatnya wadah cetakan untuk menghimpun pasir silica
tersebut.
29
LABORATURIUM
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGECORAN METALURGI
diperoleh produk casting. Dalam pratikum kali ini pratikun melakukan proses peleburan dan
solidifikasi dengan menggunakan alumunium dan tembaga. Untuk waktu peleburan
diperlukan waktu 14 menit untuk logam Alumunium tembaga. Untuk titik leleh dari logam
Al-Cu sendiri adalah 630oC. Pada percobaan yang dilakukan dimensi pattern yang digunakan
yaitu panjang 10 mm tinggi 2 mm dan lebar 2 mm. Sehingga diperoleh volume 40 mm3 dan
luas permukaan 88 mm2 untuk digunakan dalam mencari time finishing solidification. Dari
perhitungan yang telah dilakukan didapatkan time finish solidification (Tf) selama 7,3186
sekon.
Untuk solidifikasi logam murni; logam murni membeku pada temperatur konstan
yaitu sama dengan temperatur pembekuannya/temperatur leburnya . Beberapa istilah waktu
dalam proses solidifikasi logam murni :
Waktu Solidifikasi Lokal
Waktu solidifikasi lokal adalah waktu pembekuan sebenarnya,
Waktu Solidifikasi Total
Waktu solidifikasi total adalah waktu antara penuangan sampai proses pembekuan
berakhir. Setelah pembekuan berakhir temperatur turun hingga temperatur kamar.
Adapun error dalam pratikum kali ini adalah, bentuk dari hasil logam alumnunium
tembaga tidak mencapai bentuk sempurna dikarenakan proses solidifikasi yang cepat,
penuangan yang terlalu lama pemanasan yang tidak stabil, peralatan yang kurang memadai,
dan safety yang dikenakan kurang.
.
30
LABORATURIUM
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGECORAN METALURGI
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Pada praktikum teknologi cor ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Pada pembuatan cetakan ini, adapun perhitungan perancangan gatting system adalah
sebagai berikut: rancangan sprue meliputi: tinggi pouring basin 2,83 cm, lebar pouring
basin 2,04 cm, tinggi sprue 2,75 cm , luas Atop 1,794 cm2 , luas Achoke 1,794 cm2 ;
rancangan runner dan in gate meliputi: rasio 1:4:4, luas Atop sprue 1,794 cm2 , luas runner
2,08 cm2, luas in gate 1,794 cm2. Kemudian adapun perhitungan rancangan riser adalah
sebagai berikut: casting volume 8,33cm3 , casting surface area 28,29 cm2, riser size
2,75cm x 1,61cm, riser volume 5,63 cm3, riser surface area 15,98 cm2, common contact
area 2,04 cm2, corrected surface area 26,25 cm2, SA/V riser 3,20, SA/V casting 3,395,
freezing ratio 1,06, volume ratio 0,675, dan riser types adalah open riser.
2. Waktu yang digunakan untuk melelehkan aluminium adalah 14 menit dan untuk
solidifikasi memerlukan waktu 7.3186 detik.
3. Hasil dari proses peleburan ini adalah Aluminium Tembaga yang dicor untuk dibuat
menjadi cetakan saluran gating system. Hasil praktikum peleburan memiliki beberapa
cacat yaitu porositas, permukaan kasar dan kesalahan ukuran.
4. Setelah proses solidifikasi diketahui bahwa aluminium mengalami shrinkage sebanyak
6%.
V.2 Saran
Saran dari praktikum teknologi cor ini adalah:
1. Melakukan perhitungan dengan teliti karena akan berujung pada perhitungan cetakan
yang dihasilkan.
2. Porositas hasil coran dapat dikurangi dengan melakukan peniupan gas inert ke dalam
cairan logam, pencairan kembali, atau perencanaan yang tidak menyebabkan turbulen
pada aliran logam cair, sehingga dapat menghilangkan kandungan gas di dalam cairan
logam.
3. Permukaan yang kasar akibat cetakan rontok dapat dihindari dengan cara pembuatan
cetakan harus lebih cermat dan teliti.
4. Kesalahan ukuran hasil coran dapat dihindari dengan membuat pola yang teliti dan
cermat, serta memperhitungkan faktor penyusutan logam dengan cermat.
31
LABORATURIUM
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGECORAN METALURGI
DAFTAR PUSTAKA
A.Schey, John. 2009. Proses Maufaktur : Introduction to Manufacturing Process 3rd Edition.
Mc Grow-Hill. Co
Ardhiyanto. 2011. Ilmu Tambang-Tempah: Casting Direction.
ASM Handbook. 1988. Metals Handbook Ninth Edition Volume 15 Casting. The
University of Alabama
ASM Handbook. 1992. Alloy Phase Diagram Vol.3. Material Park : OH.
C. Michael Hogan .1973. Statistical Prediction of Dynamic Thermal Equilibrium
Temperatures using Standard Meteorological Data Bases, Second Editing (EPA-
660/2-73-003 2006). United States Environmental Protection Agency Office of
Research and Development : Washington DC.
Groover, Mikell P. 2010. Fundamentals of Modern Manufacturing 4th Edition. United
State:John Wiley & Sons,Inc.
Heine, Richard W, Carl R. Loper, dan Philp C. Rosenthal .1983. Principles of Metal Casting.
New Delhi : Tata McGraw Hill.
Prasetya, Chandra. 2013. Pengaruh Jumlah Saluran Masuk pada Pengecoran Impeller Turbin
Crossflow terhadap Cacat Permukaan dan Porositas. Universitas Brawijaya : Malang
Schey, John A., 1987. Introduction to Manufacturing Processes, Second Edition. New York :
Mc Graw Hill Book Co.
Sriwahyudi, Eko. 2014. Jurnal: Pengaruh Bentuk Saluran Turun (Sprue) Terhadap Cacat
Porositas Dan Nilai Kekerasan Pada Pengecoran Aluminium Menggunakan Metode
Lost Fo. m Casting, vol.13
Surdia, Tata dan Kenji Chijiwa. 1982. Teknik Pengecoran Logam. Jakarta : Pradnya Paramita.
Staff UNY. 2013. Modul Teknik Pengecoran : Cacat Coran. Universitas Negeri Yogyakarta :
Yogyakarta
Zemansky, Sears. 1994. Fisika Untuk Universitas 1 : Mekanika, Panas, Bunyi. Binacipta :
Bandung
iv
32