KELOMPOK 12
ELIA TUGIMIN – 1706103575
NATALIN – 1706037213
PANGESTU RANGGA P. – 1706037724
RASYID SAHIRUL M. – 1706037623
RYAN AZIZ – 1706037655
1.1. Kominusi
Kominusi adalah tahap paling awal dalam upaya pengolahan mineral sebelum dapat
dilakukan proses separasi. Kominusi merupakan upaya pembebasan awal mineral
berharga dari pengotornya dengan cara mengurangi ukuran bijih mineral secara
bertahap hingga partikel bersih dari mineral dapat dipisahkan dengan metode lainnya.
Kominusi dilakukan untuk membuat material yang baru digali dapat diolah lebih
mudah melalui pengeksposan permukaan mineral berharga, mengontrol jumlah
gangue, dan juga mengontrol ukuran partikel.
Kominusi secara umum terbagi menjadi dua tahap, yaitu penghancuran (crushing)
dan penggilingan (grinding). Crushing merupakan metode penghancuran yang
memanfaatkan prinsip penekanan atau kompresi dari bijih terhadap permukaan
padatan lain atau dengan menumbukkannya dengan permukaan padatan-padatan lain.
Grinding merupakan metode penghancuran yang memanfaatkan prinsip abrasi dan
tumbukkan bijih dengan media-media penggerus.
1.1.1. Crushing
Crushing adalah tahap pertama dalam proses kominusi yang
bertujuan untuk membebaskan mineral berharga dari pengotornya.
Pada umumnya, crushing adalah operasi kering (tidak melibatkan
air) dan biasanya dilakukan secara bertahap. Bongkahan bijih dari
tambang yang memiliki ukuran sebesar 1.5 m dapat dikurangi
ukurannya menjadi sebesar 0.5 – 2 cm.
Tahap pertama dari crushing adalah primary crushing. Pada tahap
ini, bongkahan bijih sebesar 1.5 m akan dihancurkan menjadi
bongkahan-bongkahan berukuran 10 – 20 cm. Setelah itu,
bongkahan-bongkahan tersebut akan masuk ke tahap secondary
crushing, dimana mereka akan dihancurkan menjadi bongkahan-
bongkahan berdiameter 0.5 – 2 cm. Namun, apabila bongkahan
bijih cenderung licin dan keras, dilakukanlah tahap tertiary
crushing, dimana bongkahan bijih tersebut akan melalui proses
penggilingan kasar dan akan memiliki ukuran akhir 10 – 2 mm.
Seringkali, untuk mencegah kerusakan crusher, bongkahan-
bongkahan bijih akan dilewatkan ke ayakan bergetar (vibrating
screens) untuk menghilangkan material-material yang sangat kecil
(undersized).
1.1.2. Grinding
Grinding atau penggerusan merupakan tahap terakhir dalam proses
kominusi. Pada tahap ini, ukuran partikel diperkecil melalui 2 mekanisme,
yaitu tumbukan dan abrasi. Grinding dapat dilakukan dalam keadaan
kering maupun basah.
Berdasarkan pergerakan mill shell atau drumnya, terdapat dua tipe
grinding, yaitu:
1. Tumbling mills. Pada tipe ini, mill shell yang digunakan akan
berputar dan membuat media penggerus seperti batang besi,
bola-bola, atau batuan bergerak dan menggerus bijih mineral.
Tumbling mill pada umumnya digunakan untuk proses coarse
grinding, dimana partikel berukuran 5 – 250 mm akan digerus
menjadi 40 – 300 μm.
2. Stirred mills. Pada tipe ini, mill shell yang digunakan akan diam
pada tempatnya, dan yang membuat media penggerus bergerak
dan menggerus bijih mineral adalah pergerakan pengaduk atau
stirrer di dalam drum. Stirred mill pada umumnya digunakan
untuk proses fine grinding, dimana partikel berukuran lebih
dari 40 μm dapat digerus hingga berukuran 15 – 40 μm (fine
grinding) atau bahkan < 15 μm (ultra-fine grinding)
Tahap grinding berperan untuk mengontrol secara ketat ukuran partikel
yang dihasilkan, dimana penggerusan yang baik merupakan kunci dari
keoptimalan pengolahan mineral. Apabila bijih mengalami undergrinding,
maka produk yang dihasilkan terlalu kasar, derajat liberasinya tidak
ekonomis, serta rasio pemulihan dan pengayaannya akan buruk.
Sedangkan itu, bijih yang mengalami overgrinding akan membuat proses
separasi tidak efisien karena ukuran partikel yang terlalu kecil dan
membuat pengotor sulit dipisahkan.
1.2. Klasifikasi
a. Free Settling
b. Hindered Settling
1.3. Separasi
Proses terakhir dari pengolahan mineral yaitu proses separasi. Separasi
merupakan metode pemisahan antara mineral berharga dengan pengotornya
dengan menggunakan teknik pemisahan yang didasarkan pada perbedaan
sifat-sifat fisik dan kimia dari mineral-mineral yang ada dalam bijih tersebut.
Beberapa teknik pemisahan yang digunakan dalam proses pengolahan mineral
di antaranya adalah:
Gambar
1.3.
Drum dari
sebuah
magnetic
separator.
1.4. Referensi
1. https://www.911metallurgist.com/blog/froth-flotation-process
2. https://www.hxjqmachine.com/pro/shaking_table.html
3. Wills, B. A., & Napier-Munn, T. (2006). Mineral processing technology. Oxford:
Butterworth-Heinemann.
MODUL II – PIROMETALURGI
Pirometalurgi adalah salah satu cabang dari metalurgi ekstraksi. Pirometalurgi
bekerja dengan cara memberikan panas yang tinggi kepada bijih atau konsentrat, dimana
perlakuan panas tersebut akan menyebabkan perubahan fisika dan kimia di mineral induk
sehingga material berharga dapat diperoleh. Hasil dari pirometalurgi dapat berupa logam
serta senyawa/paduan intermediate (logam tidak murni) yang dapat diproses lebih lanjut.
2.1. Tahapan Pirometalurgi
Pirometalurgi melalui tahapan-tahapan proses seperti berikut:
2.1.1. Drying
Proses drying atau pengeringan bertujuan untuk menghilangkan
kadar air yang ada di dalam material agar pemrosesan material pada tahap
berikutnya dapat berjalan lebih efisien, kualitas produk dan yield dapat
meningkat, serta meningkatkan reaktivitas material. Umumnya, drying
berlangsung dengan cara memanaskan material hingga mencapai suhu 400
– 600 ⁰C atau menurunkan tekanan lingkungan hingga di bawah tekanan
kesetimbangan uap air. Reaksi drying adalah sebagai berikut:
𝑀𝑋𝑛 . 𝑚𝐻2 𝑂 → 𝑚 (𝐻2 𝑂) + 𝑀𝑋𝑛
2.1.2. Calcining
Proses calcining atau kalsinasi bertujuan untuk mendekomposisi senyawa
di dalam material. Senyawa yang umum didekomposisi adalah hidroksil
(menjadi uap air) dan karbonat (menjadi karbon dioksida). Kalsinasi
berlangsung dengan cara memanaskan material di atas temperatur
dekomposisinya, yaitu saat dimana tekanan kesetimbangan uap/gas melebihi
tekanan parsial uap/gas di udara. Reaksi kalsinasi adalah sebagai berikut:
Dekomposisi hidroksil
𝑀(𝑂𝐻)𝑛 → 0.5 𝑛 (𝐻2 𝑂) + 𝑀𝑂0.5 𝑛
Dekomposisi karbonat
𝑀𝐶𝑂3 → 𝑀𝑂 + 𝐶𝑂2
2.1.3. Roasting
Proses roasting atau pemanggangan bertujuan untuk mengoksidasi
secara parsial ataupun secara total kadar sulfur di dalam mineral dan
merubahnya menjadi oksida. Proses roasting berlangsung dengan cara
memanaskan sulfida dengan menghembuskan udara atau oksigen
bertemperatur tinggi. Reaksi dari proses roasting adalah sebagai berikut:
3
𝑀𝑆 + 𝑂 → 𝑀𝑂 + 𝑆𝑂2
2 2
2.1.4. Smelting
Proses smelting pada dasarnya adalah proses pelelehan yang
dimana fasa penyusun dari bijih mineral dapat terpisah menjadi fasa-fasa
tersendiri, seperti slag, matte, speiss, atau logam. Seringkali pada proses
smelting ditambahkan fluks untuk memfasilitasi pembentukan fasa slag
yang memiliki suhu leleh rendah.
Secara umum, proses smelting adalah sebagai berikut:
𝑚𝑖𝑛𝑒𝑟𝑎𝑙 + 𝑟𝑒𝑑𝑢𝑘𝑡𝑜𝑟 + 𝑓𝑙𝑢𝑘𝑠 → 𝑙𝑜𝑔𝑎𝑚 + 𝑠𝑙𝑎𝑔 + 𝑔𝑎𝑠
Proses smelting yang menghasilkan matte (lelehan yang terdiri dari
campuran sulfida) melibatkan fusi antara logam yang memiliki kandungan
sulfida dengan fluks, tanpa melibatkan reduktor. Reaksinya adalah sebagai
berikut:
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑢𝑙𝑓𝑖𝑑𝑎 + 𝑓𝑙𝑢𝑘𝑠 → 𝑚𝑎𝑡𝑡𝑒 + 𝑠𝑙𝑎𝑔 + 𝑔𝑎𝑠
Dari persyaratan yang ada, hematit dan magnetit merupakan bijih besi yang sesuai
dan paling banyak digunakan. Pada proses ekstraksi logam non- ferrous diperlukan
reduktor seperti C, CO, dan H2 untuk dapat memisahkan O2 dari logam.
2.2.1. Primary Metallurgy
2.2.1.1. Blast Furnace
Teknologi yang telah digunakan lebih dari 100 tahun dan cocok
untuk produksi dengan kapasitas besar (minimum 2 juta
ton/tahun) dengan menggunakan kokas sebagai reduktor dan
penghasil panas selama proses. Hasil dari blast furnace berupa
besi cair dan slag. Kondisi Operasi Proses Pembuatan Besi dan
Baja pada Tanur Tinggi dapat di lihat pada Gambar
Gambar 2.3 Kondisi Operasi Proses Pembuatan Besi dan Baja pada EAF.
2.2.2. Secondary Metallurgy
Tujuan dari proses sekunder :
- Mengatur temperatur baja cair yang akurat sebagai bahan baku untuk
pengecoran
- Mengatur komposisi akhir baja cair dengan kemampuan koreksi
komposisi sebagai unsur pemadu
- Homogenisasi baja cair melalui pengadukan dengan gas
- Peningkatan kebersihan baja melalui deoksidasi dan desulfurisasi
- Bertindak sebagai buffer antara unit peleburan dan unit pengecoran
- Meningkatkan fleksibilitas dalam produksi berbagai jenis dan
kualitas baja
LF (Ladle Furnace) adalah tempat untuk baja cair setelah proses EAF
dan sebelum dituangkan/dicetak. Proses ini melakukan pengaturan
komposisi kimia dan pengaturan temperature untuk meningkatkan
kualitas dan produktivitas. Pada proses ini dilakukan proses
deoksidasi, desulfurisasi dan alloying.
2. Pengeringan (drying)
3. Kalsinasi (calcination)
4. Reduksi (reduction)
Penghilangan oksigen dari nikel dan besi oksida pada proses kalsinasi
5. Peleburan (smelting)
7. Granulasi
Gambar
3.1.
Skema
dasar dari
proses
ekstraksi
hidrometal
urgi..
Keuntungan Kerugian
Laju reaksi lambat, sehingga proses
Suhu operasional relatif rendah
relatif lama
Tidak membutuhkan reduktor Membutuhkan cukup banyak reagen
Minim polusi udara Memerlukan plant yang besar
Cocok digunakan untuk bijih logam
Konsentrasi logam yang dihasilkan kecil
berkadar rendah
3.1. Tahapan Hidrometalurgi
3.1.1. Roasting
Roasting, mengubah mineral sulfida menjadi mineral oksida untuk
meningkatkan kelarutan mineral pada leaching agent
3.1.2. Leaching
Leaching, proses pelarutan selektif dari mineral yang diinginkan dengan
cara mengontakkan dengan pelarut cair. Pelarut yang digunakan pada
leaching, yaitu asam dan basa.
Leaching asam, mengontakkan mineral berharga dengan cairan asam,
H2SO4 dan HCl. Mineral berharga akan akan terlarut dan kadar logam
yang diinginkan akan meningkat dalam larutan. Leaching basa,
mengontakkan mineral dengan cairan basa menggunakan cairan NaOH.
b. Heap Leaching
c. Agitation Leaching
e. Pressure Leaching
f. Bio Leaching
3.3.2 Caron
3.4. Referensi
1. Haldar, S. K. (2018). Mineral Processing. Mineral Exploration, 259–290.
doi: 10.1016/b978-0-12-814022-2.00013-7
2. Wills, B. A., & Napier-Munn, T. (2006). Mineral processing technology.
Oxford: Butterworth-Heinemann
MODUL IV – ELEKTROMETALURGI
4.1.2. Electrorefining
Electrorefining merupakan proses ekstraksi dimana mineral
berharganya berasal dari anoda, lalu ion mineral berharga yang ingin
diambil akan bermigrasi menuju katoda dan mengendap. Salah satu contoh
proses electrorefining adalah proses pemurnian tembaga. Logam tembaga
mentah, dicetak menjadi lempengan, kemudian digunakan sebagai anoda
dalam sel elektrolisis yang mengandung larutan CuSO4 dalam H2SO4.
Pada katoda, digunakan lembaran tipis tembaga murni kemudian
menggunakan prinsip elektrokimia, tembaga yang terdapat pada anoda
diendapkan dalam bentuk yang lebih murni pada katoda, sampai
mempunyai kemurnian 99,97 % tembaga.
4.1.3. Electroplating
Electroplating merupakan proses pelapisan suatu logam dengan
logam lain menggunakan prinsip elektrokimia, berbeda dengan proses
elektrometalurgi yang lain, electroplating lebih berfungsi untuk
melindungi material dari proses oksidasi dan korosi. Salah satu contoh
proses electroplating adalah pendepositan logam nikel. Logam yang ingin
dilapisi dengan nikel (logam kerja) ditaruh sebagai katoda, sedangkan
logam nikel yang akan melapisi logam kerja ditaruh sebagai anoda
kemudian kedua elektroda tersebut akan dihubungkan dengan sumber arus
searah (rectifier).
4.1.4. Electroforming
electroforming merupakan salah satu proses pembentukan logam
yang membentuk suatu model dengan proses elektrodeposisi, model yang
digunakan tersebut umumnya disebut dengan “mandrel”.
Gambar 4.4 Electrical Double Layer (Φ1 adalah IHP dan Φ2 adalah OHP)
Pendepositan logam terjadi pada katoda dimulai dari ion-ion daln pelarut
bulk yang terpolarisasi. Di dekat permukaan katoda, ion-ion tersebut akan
tertarik menuju katoda karena ada perbedaan anion (-) dengan kation (+)
sehingga terbentuk daerah Electric Double Layer (EDL) atau lapisan
dielektrik. Adanya gaya dorong beda potensial listrik dan reaksi kimia
sehingga ion-ion logam akan menuju permukaan katoda dan menangkap
elektron dari katoda, kemudian mendepositkan diri di permukaan katoda.
Hal ini akan membuat penambahan massa di daerah katoda. Saat
discharge terjadi, pergerakan ion dari anoda ke katoda akan terus terjadi
hingga sel elektrolisis mengalami kondisi equilibrium.
Difusi
Pergerakan ion logam dari larutan bulk menuju OHP (Outer Helmholtz
Plane) karena adanya gradien konsentrasi
Migrasi
4.4. Referensi
1. Hasanudin, Nofri. 2010. Laporan Awal Praktikum Metalurgi Ekstraksi.
2. https://dokumen.tips/documents/laporan-awal-praktikum-metalurgi
ekstraksielectrowinning-zn.html
3. https://byjus.com/questions/what-is-the-purpose-of-electrorefining/
4. http://www.tutorvista.com/content/chemistry/chemistry
ii/electrolysis/electroplating.php
5. http://ajtuckco.com/what-is-electroforming/
6. Gupta, C. K. (2003). Chemical metallurgy principles and practice. Weinheim:
Wiley-VCH GmbH & Co. KgaA.