Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PRAKTIK PELEBURAN 4

DI PT MITRA REKATAMA MANDIRI

TEKNIK PENGECORAN LOGAM

NAMA : MUHAMMAD ZAMZAMI HUDA

NIM : 215102015

JURUSAN : TEKNIK PENGECORAN LOGAM

ANGKATAN : XIII

SEMESTER : IV

POLITEKNIK MANUFAKTUR CEPER

2017
A. TUJUAN
1. Tujuan Umum
a. Mahasiswa dapat mengetahui teori dasar tentang proses peleburan menggunakan
tanur induksi mulai dari persiapan sampai mematikan tanur induksi.
b. Mahasiswa dapat mengetahui alat dan bahan yang digunakan dalam proses
peleburan menggunakan tanur induksi.
c. Mahasiswa dapat mengoperasikan dalam proses peleburan menggunakan tanur
induksi mulai dari persiapan sampai mematikan tanur induksi sesuai dengan
SOP.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat menghitung peramuan hasil komposisi benda cor berdasarkan
bahan baku yang digunakan di industri.
b. Mahasiswa dapat mengetahui kendala-kendala yang muncul dalam operasional
tanur induksi serta solusinya.
c. Mahasiswa dapat memperkirakan komposisi hasil peleburan berdasarkan bahan
yang dimasukkan.
d. Mahasiswa dapat mengidentifikasi jenis cacat yang terjadi dan memperkirakan
penyebabnya ditinjau dari sisi peleburan seperti komposisi atau proses peleburan
dan suhu tuang.

B. DASAR TEORI
1. Pendahuluan
Penggunaan tanur induksi diindustri pengecoran logam dewasa ini telah semakin
berkembang. Hal ini terutama karena tanur induksi menjanjikan beberapa kelebihan
antara lain:

a. Hasil peleburan bersih.

b. Mudah dalam mengatur atau mengendalikan temperatur.

c. Komposisi cairan homogen.

d. Efisiensi penggunaan energi panas tinggi.

e. Dapat digunakan untuk melebur berbagai jenis material.

Namun demikian terdapat pula hambatan atau kendala yang perlu diperhatikan
yaitu:

a. Infestasi biaya beban tetap yang cukup besar menuntut loading yang tinggi.

b. Biaya operasi yang besar menuntut tingkat kegagalan yang rendah.

c. Dibutuhkan operator maupun teknisi berpengalaman dalam mengoperasikannya.


d. Tingkat bahaya besar, mengingat tanur ini menggunakan enerji listrik yang
sangat besar.

e. Biaya perawatan besar.

Dengan demikian walaupun tanur induksi menjanjikan banyak keuntungan


namun menuntut perlakuan dan pengoperasian yang benar meliputi:

a. Keterampilan operator.

b. Penggunaan bahan baku dengan spesifikasi jelas.

c. Preventive maintenance yang intensiv.

2. Prinsip Proses Peleburan Dengan Tanur Induksi.

Tanur induksi bekerja dengan prinsip transformator dengan kumparan primer


dialiri arus AC dari sumber tenaga dan kumparan sekunder. Kumparan sekunder
yang diletakkan didalam medan mahnit kumparan primer akan menghasilkan arus
induksi. Berbeda dengan transformator, kumparan sekunder digantikan oleh bahan
baku peleburan serta dirancang sedemikian rupa agar arus induksi tersebut berubah
menjadi panas yang sanggup mencairkannya.

Sesuai dengan frekuensi kerja yang digunakan, tanur induksi dikatagorikan


sebagai tanur induksi frekuensi jala-jala (50 Hz 60 Hz) dengan kapasitas lebur
diatas 1 ton/jam dan tanur induksi frekuensi menengah (150 Hz 10000 Hz) untuk
tanur dengan kapasitas lebur rendah.

Frekuensi jala-jala pada tanur induksi frekuensi menengah diubah terlebih dahulu
dengan menggunakan thyristor menjadi freukensi yang lebih tinggi sebelum
dialirkan kekumparan primer.

Skema tanur induksi


frekuensi menengah2.
Secara umum tanur induksi terdiri dari 2 jenis yaitu:

a. Tanur induksi jenis saluran, yang digunakan sebagai holding furnace (hanya
berfungsi untuk menahan temperatur cairan agar tidak turun).

b. Tanur induksi jenis krus, yang digunakan sebagai tanur peleburan.

Prinsip pemanasan tanur induksi jenis saluran2.

Pemanasan hanya dilakukan pada bagian saluran cairan. Bahan cair yang panas
akan bergerak keatas, sedangkan bahan cair yang dinggin bergerak kebawah mengisi
saluran. Dengan demikian cairan didalam tanur akan mengalami sirkulasi.

Potongan melintang tanur induksi jenis saluran2.


Prinsip pemanasan tanur induksi jenis krus2.

Potongan melintang tanur induksi jenis krus2.

Tanur induksi jenis krus dikonstruksi sedemikian rupa disesuaikan dengan ukuran
dan jenis bahan yang dilebur, sehingga terdapat tanur induksi frekuensi jala-jala, tanur
induksi frekuensi menengah dan tanur induksi frekuensi tinggi.
Daerah kerja frekuensi terhadap kapasitas muat tanur2.

Hal penting yang harus diperhatikan dalam memilih frekuensi kerja tanur induksi
adalah hubungannya dengan ukuran minimum bahan baku yang dapat ditembus oleh
frekuensi tersebut, sebagai berikut:

dimana:

= kedalaman penetrasi elektromagnetik [m].

K = Konstanta bahan baku.

f = Frekuensi kerja [Hz].

Ukuran minimum bahan baku yang dapat dilebur tanpa bantuan cairan adalah:

D = 3,5 x

Oleh Brown Bovery Co. ditabelkan sebagai berikut.


Dimen
si minimum bahan baku [mm]

Dengan demikian bahan baku peleburan pada tanur induksi dengan frekuensi kerja
terpasang yang memiliki dimensi lebih kecil dari harga yang tertulis pada tabel diatas,
harus dilebur dengan bantuan sisa cairan didalam tanur.

Pada tanur induksi frekuensi jala-jala (50 Hz), mengingat dimensi bahan baku
minimumnya sedemikian besar, maka peleburan pertama selalu dimulai dengan bahan
berukuran besar sebagai starting-block serta selalu disisakan sekurang-kurangnya 1/3
cairan didalam tanur untuk membantu proses peleburan berikutnya.

Akibat dari adanya arus induksi yang terus menerus mengalir didalam cairan maka
akan terjadi pergerakan cairan yang disebut sebagai stirring. Kualitas dan kuantitas
stirring ditentukan oleh tinggi atau rendahnya frekuensi kerja dan jumlah fasa listrik
yang digunakan.

Stirring pada 1 fasa (a) dan 3 fasa (b).

Sedangkan frekuensi kerja yang semakin rendah akan mengakibatkan stirring


secara kualitatif menjadi semakin besar namun kuantitatif sedikit sehingga akan
muncull sebagai gejolak cairan. Frekuensi kerja yang semakin tinggi akan
mengakibatkan stirring yang terjadi kecil namun merata disetiap bagian dari cairan,
sehingga cairan akan tampak lebih tenang.

3. Pemuatan Bahan Peleburan


Proses peleburan dengan tanur induksi akan semakin efisien bila menggunakan
bahan baku yang masif (berukuran besar) dan kompak. Keuntungan yang diperoleh
dari bahan masif adalah:

a. Bahan yang dilewati oleh medan induksi lebih banyak sehingga menghasilkan
enerji panas yang lebih besar.

b. Permukaan bahan yang bersentuhan dengan udara sedikit sehingga mengurangi


efek oksidasi.

c. Bahan homogen dengan komposisi yang serupa sehingga mengurangi faktor


kesalahan peramuan.

d. Mengurangi kemungkinan bahan asing dan kotoran ikut terbawa pada saat
pemuatan sehingga lebih dapat menjamin pencapaian komposisi yang
dikehendaki serta mengurangi terak ataupun bahaya-bahaya lain yang
ditimbulkannya.

Ketersediaan cairan didalam tanur juga akan dapat meningkatkan kecepatan


peleburan. Maka dalam hal pemuatan bahan kedalam tanur indsuksi berlaku urutan
sebagai berikut:

Tanur induksi frekuensi jala-jala:

a. Sarting blok untuk awal peleburan.

b. Sisa cairan, yaitu 1/3 dari kapasitas tanur untuk peleburan lanjutan.

c. Besi kasar.

d. Bahan daur ulang.

e. Besi bekas.

f. Baja bekas.

g. Carburisher (bersama baja bekas).

h. Bahan paduan, dimana paduan dengan kehilangan terbakar (melting loss) tinggi
dimuatkan paling akhir.

Poin 1 merupakan tuntutan wajib bagi tanur induksi frekuensi jaringan, sebab
tanpa starting block proses peleburan tidak dapat berlangsung. Sedangkan poin 2
adalah upaya untuk meningkatkan efisiensi enerji peleburan. Poin 3 sampai 8
merupakan urutan prioritas bila bahan-bahan tersebut digunakan.

Tanur induksi frekuensi menengah dan tinggi:


a. Sarting blok untuk awal peleburan (bila tersedia).

b. Besi kasar.

c. Bahan daur ulang.

d. Besi bekas.

e. Baja bekas.

f. Carburisher (bersama baja bekas).

g. Bahan paduan, dimana paduan dengan kehilangan terbakar (melting loss) tinggi
dimuatkan paling akhir.

Poin 1 lebih baik dilakukan walaupun tanpa sarting blok proses peleburan dengan
tanur induksi frekuensi menengah sampai tinggi tetap dapat dilakukan. Sedangkan
poin 2 sampai 7 merupakan urutan prioritas bila bahan-bahan tersebut digunakan.

a. Tanur induksi digunakan pada proses peleburan besi, baja cor dan sedikit
nonferro.

b. Energi peleburan diperoleh dari bahan bakar listrik.

c. Tanur induksi terdiri dari dua jenis yaitu jenis saluran (untuk proses penahanan
temperatur) dan jenis krus (untuk proses peleburan).

d. Ukuran bahan baku sangat ditentukan oleh frekuensi kerja tanur induksi.

e. Kualitas peleburan sangat ditentukan oleh lining tanur induksi.

Efisiensi peleburan akan naik bila bahan baku yang digunakan berukuran besar dan
masif (kompak).

4. Besi Cor

Istilah besi cor, sama halnya dengan istilah baja yang termasuk dalam jenis besi
paduan dengan kandungan utamanya berupa besi, karbon, silikon. Besi cor memiliki
kandungan karbon dan silikon yang lebih tinggi dari baja, karena tingginya
kandungan karbon, sehingga strukturnya berlawanan dengan baja, ditunjukkan
dengan fasa kaya karbon. Suhu cair besi cor relatif rendah yaitu (1300oC). hal ini
menguntungkan karena mudah untuk dicairkan, pemakaian bahan bakar yang lebih
irit dan dapur peleburan yang lebih sederhana. Logam cair mudah dicor untuk mengisi
cetakan yang rumit dengan mudah. Karena itu, besi cor merupakan bahan yang murah
dan serba guna ditinjau dari segi desain produk.
Daerah komposisi kimia ditetapkan dalam diagram keseimbangan Fe-C pada batas
kelarutan karbon pada besi, yaitu mengandung 2% karbon atau lebih, tetapi besi cor
yang sesungguhnya terdiri dari panduan yang mengandung unsur Si, Mn, P, S dan
unsur-unsur lainnya, walaupun sebenarnya masih mengandung unsur-unsur tersebut
namun pengaruhnya tidak terlalu besar. Terkadang untuk tujuan tertentu unsur-unsur
paduan lainnya ditambahkan untuk meningkatkan sifat mekanik tergantung dari
aplikasi penggunaannya.
Komposisi Besi Cor

di atas menunjukkan bahwa unsur karbon dan silikon sangat mempengaruhi jenis besi
cor yang dihasilkan. Hal ini dapat terjadi karena karbon dan silikon mempengaruhi
terbentuknya grafit dalam besi cor bila kadarnya ditingkatkan sedangkan ketika besi
dalam fase cair, karbon bersenyawa dengan besi membentuk karbida besi. Silikon
yang terkandung dalam besi cor akan
menyebabkan sementit menjadi kurang stabil sehingga cenderung membentuk grafit.
Selain kandungan karbon dan silikon, terbentuknya berbagai jenis besi cor juga
dipengaruhi oleh laju pendinginan selama proses pembekuan. Unsur-unsur paduan
logam dan non logam ditambahkan untuk mendapatkan sifat-sifat mekanik besi cor
sesuai yang diinginkan. Besi cor mempunyai lapisan yang mengandung grafit
berbentuk flake (serpihan) sehingga mempunyai kekuatan tarik yang tidak begitu
tinggi dan keuletannya sangat rendah sehingga tidak dapat dibentuk selain dengan
proses pengecoran dan permesinan. Bila pada besi cair ditambahkan sedikit
magnesium
atau serium, maka grafitnya akan berubah menjadi bulat (spheroid) yang mempunyai
keuletan lebih tinggi.
diatas menunjukkan bahwa warna patahan dari besi cor dapat menentukan jenis dari
besi cor tersebut. Selain dari warna patahan, jenis besi cor juga dapat dilihat dari
matrik penyusunnya.

Besi cor nodular

Grafit pada besi cor nodular menempati 10 15% dari volume total material serta
tersebar merata didalam struktur dasar (matriks) yang mirip dengan baja karbon. Oleh
karena itu sifat-sifat mekanik dari besi cor nodular dapat dihubungkan secara
langsung dengan mampu tarik dan keuletan dari matriks yang dimilikinya
sebagaimana halnya dengan baja karbon.

Namun demikian karena didalam struktur besi cor nodular juga terdapat grafit, maka
mampu tarik, modulus elastisitas maupun ketahanan impak secara proporsional akan
lebih rendah dari baja karbon dengan matriks yang serupa.

Matriks besi cor nodular bervariasi dari mulai struktur ferit yang lunak dan ulet
sampai dengan struktur perlit yang lebih keras serta kuat bahkan struktur-struktur
yang hanya dapat dicapai melalui penambahan bahan paduan maupun melalui
perlakuan panas seperti martensit dan bainit.

Sifat-sifat mekanik besi cor nodular dalam kaitannya dengan matriks yang dimilikinya
dapat dilihat pada tabel dibawah ini
Tabel Sifat mekanik besi cor nodular.

Mekanisme pembekuan besi cor nodular dapat dijelaskan secara lebih mudah dengan
menggunakan diagram terner Fe-C-Si, dimana akibat pengaruh kandungan Si, maka
diagram Fe-C akan berubah seperti ditunjukkan pada gambar 1 sebagai berikut:

Gambar 1. Diagram Fe-C-Si dengan Si 2.4 % (Pseudo Biner).

Pada paduan hipoeutektik, pembekuan dimulai dari tumbuhnya besi padat (austenit)
dari cairan besi. Peristiwa ini berlangsung bersamaan dengan turunnya temperatur
cairan hingga melampaui temperatur eutektik (undercooling) dan naiknya konsentrasi
karbon didalam cairan sisa menuju ke titik eutektik seperti terlihat pada kurva
pendinginan spesifik untuk paduan hipoeutektik.
Jumlah inti pembekuan yang sedikit akan mengakibatkan terjadinya undercooling
dibawah temperatur eutektik. Pada saat pengintian terjadi, energi bebas dilepaskan
sebesar energi yang dipergunakan untuk pencairan. Pelepasan energi ini akan
mengakibatkan naiknya kembali temperatur hingga mencapai temperatur eutektik
(rekaleszenz).

Pada tingkat keadaan ini selain austenit tumbuh pula grafit eutektik secara bersamaan
(disebut sel-sel eutektik). Pertumbuhan grafit mengakibatkan berkurangnya
konsentrasi karbon didalam paduan sehingga pada akhirnya akan tersisa grafit bulat
diantara butiran-butiran austenit yang akan tertransformasi menjadi perlit.

Mekanisme pembentukan grafit bulat telah diteliti oleh banyak peneliti, namun
demikian jawaban yang lebih memuaskan tentang fenomena ini masih terus
dikembangkan dan didiskusikan.

Dari sekian banyak teori tentang pembulatan grafit, maka teori gelembung gas (gas
bubble theory) memberikan penjelasan yang mudah dipahami serta mencakup
beberapa teori yang lainnya, sebagaimana hasil penelitian dari Haruki Itofuji.

Penelitian dilakukan terhadap suatu cairan besi cor nodular yang dikuens pada saat
pendinginan sehingga pada tempat dimana akan terbentuk grafit bulat, ditemukan
gelembung-gelembung gas yang merupakan gas Mg, gas Ca dan/atau gas N 2 yang
terabsorbsi oleh unsure tanah jarang (rearearth). Pada penelitian tersebut tampak
bahwa hanya grafit bulat berukuran kecil (dibawah 10 mm) yang ditemukan terbentuk
didalam cairan.

Untuk partikel yang lebih besar, bentuk grafit ditentukan oleh lapisan austenit yang
berada disekelilingnya. Grafit menjadi bulat bila austenit dapat terbentuk
disekelilingnya dengan sempurna, sebaliknya grafit vermikular tebentuk bila pada
austenit, akibat adanya unsur-unsur pengganggu, terjadi kanal-kanal yang
menghubungkan grafit dengan cairan. Sedangkan bila pertumbuhan grafit dalam
gelembung gas terhenti serta tumbuh grafit dari inti-inti baru disekitar austenit, akan
terjadi grafit chunky
Gambar 4. Skematik pembentukan grafit bulat.

Teori lain dikemukakan oleh Marincek B, yaitu teori dengan landasan energi
permukaan. Dari penelitiannya ditemukan bahwa energi permukaan antara grafit
dengan cairan pada besi cor nodular lebih besar dari pada besi cor lamelar. Dengan
metode retakan kapiler (capillary rise method) dipastikan bahwa tegangan permukaan
pada grafit lamelar adalah 800 1100 dyne/cm, sedangkan pada grafit bulat adalah
1400 dyne/cm (dyne adalah satuan gaya dengan sistim cgs).

Penelitian ini berhasil menjelaskan, bahwa pembulatan grafit dapat terjadi karena
pada permukaan bulat (sphere) terdapat energi bebas permukaan yang lebih kecil dari
pada permukaan lamelar dengan volume yang sama sehingga perbedaan energi antar
permukaan cairan dengan grafit (interface energy) menjadi besar. Perbedaan yang
besar ini memaksa pertumbuhan kristal grafit, dalam hal ini menurunkan rasio
energi/volume, cenderung menjadi bulat dari pada lamelar.
Gambar 5. Variasi energi bebas pembentukan grafit (DG) sebagai

fungsi dari interface energi cairan-grafit

Interface energi antara cairan-grafit merupakan fungsi dari kandungan S. Bila terdapat
cukup kandungan unsur reaktif terhadap S seperti Mg, sehingga S didalam cairan
dapat direduksi sekecil-kecilnya, maka interface energi tersebut akan naik sehingga
grafit bulat akan lebih memungkinkan terbentuk.

Tercatat pula beberapa faktor yang menjadi penghambat terjadinya grafit bulat, antara
lain adanya unsur-unsur pengganggu didalam cairan (Sb, Pb, As dan sebagainya), atau
pemanasan lebih (superheating) serta penahanan cairan setelah Mg-treatment. Faktor-
faktor tersebut secara langsung menurunkan tegangan permukaan. Selanjutnya
kenaikan tegangan permukaan teramati pula sejalan dengan penambahan unsur Mg
didalam cairan sebagaimana tampak pada gambar dibawah ini

Gambar 6. Variasi tegangan permukaan sebagai fungsi


waktu penahanan pada T konstan.

Gambar 7. Variasi tegangan permukaan sebagai fungsi

Mg-rest.

Dari gambar 7 tampak jelas, bahwa tegangan permukaan terbesar yang menghasilkan
pembulatan grafit optimum adalah pada kandungan Mg sebesar 0.01-0.02%. Namun
karena dalam pengukuran sulit untuk membedakan antara Mg dengan MgS maupun
MgO, maka kandungan Mg (Mg-rest) yang dianjurkan adalah 0.015% lebih tinggi
dari kandungan seharusnya (0.025 0.035%).

Sifat-sifat Besi Cor Nodular dipengaruhi oleh semua unsur yang terdapat dalam tabel
periodik. Beberapa dari unsur ini memiliki konsentrasi yang sedemikian kecilnya
sehingga sulit dikenali, sedangkan beberapa yang lainnya memiliki pengaruh yang
relatif kecil. Setiap unsur secara umum berpengaruh sebagai berikut:

Menyebabkan atau meniadakan karbida.

Membentuk serta mempengaruhi penyebaran grafit.

Membentuk struktur dasar


C. ALAT
1. Pompa air
2. Tanur induksi
3. Panel-panel tanur induksi
4. Ladel tapping dan pouring
5. Generator listrik
6. Gayung sampel
7. Batang pengaduk cairan logam dan pengangkat terak
8. Timbangan
9. CE meter
10. Mangkok CE meter
11. Termokopel
12. Crane
13. Hidrolik dan tuas penjugkit tanur
14. Perlengkapan K3

D. BAHAN
1. Bata tahan api
2. Pasir lining
3. Air
4. Waterglass
5. Scrab dan ingot besi cor
6. Karbon
7. Silikon
8. Mangan
9. Magnesium

E. PETUNJUK
1. Bekerja berdasarkan prosedur operasi standar kerja (SOP: Standard Operation
Prosedure).
2. Menjaga kebersihan, keselamatan dan kesehatan kerja.
3. Berhati-hati terhadap panas cairan logam, uap gas dan bau dari proses peleburan.
4. Berhati-hati terhadap percikan cairan logam.
5. Berhati-hati terhadap tegangan listrik.
6. Berhati-hati pada saat proses tapping dan pouring.
7. Memperhatikan dan memeriksa panel pengontrol tanur induksi.

F. GAMBAR ALAT DAN BAHAN


1. Pompa air 2. Tanur induksi 3. Panel-panel

4. Ladel tapping 5. Generator listrik 6. Gayung sampel

7. Batang pengaduk cairan 8. Timbangan 9. CE Meter


logam dan pengambil terak
10. Mangkok CE meter 12. Tuas hidrolik
11. Termokopel

13. Bata tahan api 14. Pasir lining 15. Scrab besi cor

16. Karbon 17. Silikon 18. Mangan


19. Magnesium 20. Inokulan 21. Pasir Slag

G. LANGKAH KERJA
1. Mempersiapkan alat, bahan dan tempat kerja.
2. Melakukan peramuan berdasarkan komposisi yang diinginkan.
3. Melakukan relining jika tanur sudah diperlukan untuk penggantian lining.
4. Menimbang semua bahan yang diperlukan berdasarkan hasil peramuan yang
dilakukan.
5. Memasukkan bahan baku scrab besi cor kedalam tanur secukupnya.
6. Menyalakan pompa air untuk mengalirkan cooling tower lalu lihat tekanan airnya.
7. Menghidupkan generator listrik.
8. Menyalakan saklar khusus untuk tanur atau breaker.
9. Menyalakan tombol control voltage isolator.
10. Menekan tombol reset.
11. Menyalakan circuit breaker ke posisi ON.
12. Menekan tombol reset pada samping tombol ON.
13. Menyalakan tombol ON pada samping tombol reset.
14. Mengatur power control secara bertahap dari 0-40.
15. Memasukkan lagi bahan baku scrab besi cor kedalam tanur sampai penuh.
16. Menaikkan power dari 40-80.
17. Memasukkan paduan silikon dan karbon.
18. Menunggu hingga material paling bawah mencair lalu memadatkan material yang di
atasnya hingga secara perlahan material dalam tanur munurun.
19. Memasukkan lagi bahan baku scrab besi cor kedalam tanur sampai penuh.
20. Menaikkan power sampai 100.
21. Melakukan pemuatan bahan baku scrab besi cor lagi sampai penuh, menunggu
material sampai benar-benar mencair semua dan menghasilkan logam cair sampai
penuh.
22. Memasukkan slag remover dan mengangkat terak yang terdapat pada cairan logam
dengan menggunakan batang pengungkit.
23. Mengulangi langkah pada no 22 tadi sampai dihasilkan cairan logam yang benar-
benar bersih.
24. Mengukur komposisi cairan logam dengan cara mengambil sampel logam cair pada
tanur dengan menggunakan gayung sampel, kemudian memasukkannya kedalam
mangkok CE meter yang sudah terpasang dan terhubung pada alat CE meter.
Kemudian akan muncul grafik persentase komposisi yang terdapat pada cairan
logam tadi.
25. Menambahkan bahan paduan yang diperlukan sampai mendapatkan komposisi yang
pas.
26. Memeriksa suhu cairan logam dengan alat termokopel.
27. Holding + 5 menit dengan power 20.
28. Melakukan tapping cairan logam ke ladel tapping dengan cara menarik tuas hidrolik.
29. Melakukan pouring cairan logam kedalam cetakan.
30. Mematikan tanur induksi dengan cara memutar power ke posisi ON, menekan
tombol reset dan stop kemudian mematikan listrik dan generator listrik dengan cara
menekan tombol OFF.
31. Mematikan pompa air setelah 12 jam sampai suhu tanurnya mencapai suhu kamar.

H. GAMBAR LANGKAH KERJA


I. ANALISA
1. Permasalahan
a. Biaya operasional yang besar menuntut tingkat kegagalan yang rendah.
b. Tingkat bahaya besar, mengingat tanur ini menggunakan energi listrik yang
sangat besar.
c. Biaya perawatan besar.
d. Kualitas lining tanur induksi.
e. Pembersihan ladel dari sisa cairan logam yang sudah mengeras sulit untuk
dikeluarkan.
f. Kurang mengetahui dalam menghitung peramuan komposisi yang tepat dan pas
untuk jenis-jenis besi cor dan baja serta paduannya.
2. Penyelesaian

a. Ketrampilan operator dan penggunaan bahan baku dengan spesifik yang jelas.
b. Menggunakan alat-alat keselamatan kerja yang lengkap dan pengetahuan tentang
K3.
c. Preventive maintenance yang intensif.
d. Kualitas lining harus diperhatikan karena lining yang berfungsi sebagai krus dan
sangat berperan terhadap fungsi, keselamatan kerja, metalurgi peleburan dan
efisiensi serta dilakukan proses sintering pada lining.
e. Sesegera mungkin setelah digunakan untuk proses penuangan cairan logam,
ladel harus dibalik agar cairan logam terpisah dari ladel sebelum mengeras
diladel dan untuk mengeluarkan cairan logam yang sudah membeku didalam
ladel adalah dengan cara memukul-mukul cairan logam yang sudah mengeras
tadi dengan palu.
f. Lebih mendalami lagi dalam proses menentukan dan menghitung peramuan
komposisi.

3. Analisa Cacat Produk Cor

a. Terjadi cacat coran pembekuan dini (misrun)


Penyebab: Fluiditas logam cair kurang, temperatur penuangan terlalu rendah,
penuangan terlalu lambat.
Penyelesaian: Pada proses penuangan/pouring harus dilakukan sesegera
mungkin, ladel untuk tapping dan pouring sebaiknya dipanaskan terlebih
dahulu untuk mengantisipasi penurunan temperatur tuang.

b. Terjadi cacat coran rongga penyusutan (shrinkage cavity)


Penyebab: Pembekuan yang tidak bersamaan sehingga sebagian logam cair
masih tertinggal dan membeku belakangan, pasir cetak terlalu basah.
Penyelesaian: Komposisi pasir cetak harus diperhatikan jangan sampai terlalu
basah, cetakan diberi lubang gas.

J. KESIMPULAN

1. Tanur induksi digunakan pada proses peleburan besi cor, baja cor dan sedikit non
ferro.
2. Energi peleburan diperoleh dari sumber tenaga listrik.
3. Tanur induksi yang sering digunakan untuk proses peleburan adalah tanur induksi
jenis krus.
4. Ukuran bahan baku sangat ditentukan oleh frekuensi kerja tanur induksi.
5. Kualitas peleburan sangat ditentukan oleh lining tanur induksi.
6. Efisiensi peleburan akan naik bila bahan baku yang digunakan berukuran besar dan
masif (kompak).

K. LAMPIRAN

PERAMUAN FCD DI PT MITRA REKATAMA MANDIRI


Persiapan Peramuan
1. Komposisi paduan yang akan dibuat ( kapasitas tanur 500kg)
FCD :

Komposisi Rata- rata


Unsur % %
Si 2,4 - 2,8 2,6
C 3,5 3,9 3,7
Mn 0,4 0,6 0,5 2. Bahan baku yang tersedia :
a. Baja low mangan : Si= 0,1%
-0,2%, C=0,06%,Mn=0,2% - 0,3%
b. Silikon : 73,8%
c. Carburizer : 83%
d. Mangan : 75,5%
3. Bahan paduan yang tersedia :

Baja low mangan : 100% = 500kg

4. Lost unsur di tanur :


a. Si : 15%
b. C : 10%
c. Mn :5%
5. Reqoury unsure :
a. Si : 100% - 73,8% =26,2%
b. C : 100% - 83 % = 17%
c. Mn : 100% - 75,5%= 24,5 %

Perhitungan

Low Mangan
1. Komposisi baja low mangan :
Si = 0,2%,
C=0,06%
Mn=0,3%

2. Perhitungan awal baja low mangan :


0,2
Si = x 500 = 1kg
100
0,06
C= x 1000 = 0,3kg
100
0,3
Mn x 1000 = 1,5kg
100

3. Loses tiap unsur baja low mangan :


15
x
Si = 100 1kg) + 1kg= 1,15kg

10
x
C= 100 0,3kg) + 0,3kg = 0,33kg

5
x
Mn = 100 1,5kg) + 1,5kg = 1,575kg

4. Recovery unsur baja low mangan :


26,2
x 1,15 kg
Si = 100 ) + 1,15kg = 1,45 kg

17
C= ( x 0,33 kg) + 0,33kg = 0,39 kg
100
24,5
Mn = ( x 1,575 kg) + 1,575kg = 1,96 kg
100

Komposisi Dasar Target


1. Komposisi dasar target :
a. Si = 2,6%
b. C =3,7%
c. Mn=0,5%
2. Perhitungan awal target :
2,6
a. Si= x 500 = 13kg
100
3,7
b. C= x 500 = 18,5kg
100
0,5
c. Mn= x 500 = 2,5kg
100
3. Loses tiap unsur target :
15
a. Si= ( 100 )
x 13 +13 kg= 14,95kg

10
b. C= ( 100 )
x 18,5 +18,5 kg= 20,35kg

5
c. Mn= (100 )
x 2,5 +2,5 kg= 2,625kg
4. Reqoury unsur target :
15
a. Si= ( 100 )
x 14,95 +14,95 kg=17,19 kg

10
b. C= ( 100 )
x 20,35 + 20,35 kg=22,385 kg

5
c. Mn= (100 )
x 2,625 +2,625 kg=2,76 kg

Total Target
a. Si = reqoury unsur Si target reqoury unsur Si low mangan
17,19kg 1,45kg = 15,74kg
b. C = reqoury unsure C target reqoury unsur C low mangan
22,385kg - 0,39kg = 21,995kg
c. Mn = reqoury unsurMn target reqoury unsure Mn low mangan
2,76kg 1,96kg = 0,8kg

L. DAFTAR PUSTAKA

Rolf Roller,Fachkenntnisse Giesserei Technologie,Universitaetsdruckerei H.Stertz


AG,Wurzburg.1984

Polman Ceper.2012.Teknik Pengecoran Logam 1 Politeknik Manufaktur: Bandung

Hidayat,E.(2004).Teknik Peleburan Logam 1.Ceper : Politeknik Manufaktur Ceper

Polman Ceper.2012.Teknik Peleburan 2.ceper : Politeknik Manufaktur: Bandung

Polman Ceper.2012.Teknik Peleburan 3.ceper : Politeknik Manufaktur: Bandung

Anda mungkin juga menyukai