PROPOSAL
SKRIPSI
Oleh :
ALFAN IRFIANTO
272222029252052
MALANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Bagaimana pengaruh pengelasan sambungan brazing pada pahat widia dan holder besi
terhadap tingkat kekerasan dan kekuatan pahat widia ?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
(Haris Budiman, 2016) menyatakan bahwa salah satu cara untuk mengetahui sifat mekanik
dari material adalah dengan cara Pengujian Tarik atau Tensile Test. Pengujian tarik akan
menampilkan Kekuatan material sehingga bisa merancang suatu konstruksi sesuai dengan
karakteristik material. Dari pengujian tarik akan diperoleh benda kerja yang putus karena
proses penarikan, juga dihasilkan sebuah kurva uji tarik antara tegangan dan regangan.
Kurva ini merupakan gambaran dari proses pembebanan pada benda kerja mulai dari awal
penarikan hingga benda kerja itu putus. Tujuan dari pengujian tarik ini adalah untuk
mengetahui sifat-sifat mekanik suatu logam Dalam penelitian ini dikembangkan
bagaimana mengolah data yang diperoleh dari pengujian tarik tersebut menjadi sebuah
kurva tegangan regangan. Data-data yang diperoleh tersebut berupa besarnya pembebanan,
besarnya perpanjangan dan perubahan luas penampang yang terjadi pada benda kerja.
Pembebanan dan perubahan panjang benda kerja inilah yang nantinya akan dikonversikan
ke dalam kurva uji tarik. Perancangan mesin uji tarik dipasang alat bantu yang sangat
penting yaitu load cell, dengan fungsi untuk mendeteksi besarnya perubahan dimensi jarak
yang disebabkan oleh suatu elemen gaya, sehingga dapat menghasilkan sebuah kurva
tegangan-regangan yang akan menginformasikan berapa kekuatan tarik tarik benda yang
diuji tarik.
(Yassir Maulana, 2016) menyatakan bahwa proses pendinginan dilakukan terhadap hasil
pengelasan baja ST 37, menggunakan media pendingin air kelapa, air garam serta oli
bekas. Proses ini berguna untuk memperbaiki kekuatan tarik dari hasil pengelasan ST 37
tanpa mengubah komposisi kimia secara menyeluruh. Proses ini mencakup pengelasan dan
di ikuti oleh pendinginan dengan kecepatan tertentu untuk mendapatkan sifat-sifat yang
diinginkan, dari proses pendinginan tersebut didapatkan nilai kekuatan tarik yang berbeda-
beda antara media pendingin yang digunakan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui bagaimana pengaruh variasi air pendingin terhadap kekuatan tarik benda. Dari
hasil penelitian di ketahui bahwa semua benda hasil pengelasan yang sudah didinginkan di
uji nilai kekuatan tariknya, masing- masing media pendingin mempunyai nilai kekuaran
tarik berbeda. Dari 3 media pendingin yang digunakan dapat terlihat, bahwa media
pendingin yang bagus adalah media pendingin oli bekas, ini terlihat dari rata-rata kekuatan
tarik nya yaitu 53,415 kg/mm2. Sedangkan untuk media pendingin yang menghasilkan
kekuatan tarik terandah adalah media pendingin air kelapa dengan rata-rata pengujian
tariknya adalah 49,764 kg/mm2.
(Rio Andesko, 2014) menyatakan bahwa penelitian yang bertujuan untuk mengetahui
perbedaan kekuatan tarik baja karbon rendah St 37 yang dilas dengan elektroda tipe RB
dan tipe RD. Pengelasan tersebut mengggunakan jenis sambungan kampuh V dengam
sudut 600. Setelah baja karbon rendah St 37dilas kemudian dilakukan pengujian kekuatan
tarik / uji tarik untuk mendapatkan nilai kekuatan tarik. Penelitian ini menggunakan
metode eksperimen dengan cara menyiapkan objek penelitian berupa spesimen uji tarik
yang berjumlah 19 buah dan dipisahkan menjadi 3 kelompok. Kelompok I berupa baja
karbon rendah St 37 yang tidak diberikan perlakuan/tanpa las, kelompok II baja karbon
rendah St 37 yang dilas dengan elektroda tipe RB, dan kelompok III baja karbon rendah St
37 yang dilas dengan elektroda tipe RD. Media pendingin yang digunakan setelah
pengelasan adalah udara. Hasil uji Tarik menunjukan bahwa kekuatan tarik rata-rata baja
karbon rendah St 37 tanpa pengelasan mempunyai kekuatan tarik sebesar 48,02 kg/mm2
dengan kekuatan tarik spesimen terbesar yaitu 48,33 kg/mm2 dan kekuatan tarik spesimen
terendah yaitu 47.83 kg/mm2.Pada pengelasan baja karbon rendah St 37 menggunakan
elektroda tipe RB mempunyai kekuatan tarik rata-rata sebesar 29.86 kg/mm2 dengan
kekuatan tarik spesimen terbesar yaitu 34.51 kg/mm2 dan kekuatan tarik spesimen
terendah yaitu 25.00 kg/mm2. Sedangkan pada pengelasan baja karbon rendah St 37
menggunakan elektroda tipe RD mempunyai kekuatan rata-rata sebesar 31.83 kg/mm2
dengan kekuatan tarik spesimen terbesar yaitu 34.51 kg/mm2dan kekuatan tarik spesimen
terendah yaitu 25.81 kg/mm2. Berdasarkan analisis dan uji T pengelasan baja karbon
rendah ST 37 menggunakan elektroda tipe RB dan tipe RD tidak terdapat perbedaan
kekuatan tarik yang signifikan.
(Dedi Priadi, 2003) menyatakan bahwa karakterisasi baja S48C melalui uji tarik panas
telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh temperatur dan laju regangan terhadap aliran
tegangan material S48C, yang erat kaitannya dengan mampu tempanya. Pengujian tarik
panas dilakukan pada variasi temperatur 850, 900, 950 0 C dan laju regangan 0,01 dan 1
detik –1. Hasil pengujian tarik panas menunjukkan semakin tinggi temperatur akan
menurunkan tegangan tarik maksimum dan tegangan alir baja S48C. Penurunan tegangan
maksimum paling tinggi terjadi pada temperatur 950 0 C sebesar 85% dari kondisi
temperatur kamar, sedangkan penurunan tegangan alir paling tinggi terjadi pada temperatur
pengujian 950 0 C sebesar 31 % dibanding temperatur 850 0 C, regangan (ε) 0,23 &
kecepatan/laju regangan (έ) 1 detik-1 dan sebesar 27% dibanding temperatur dan regangan
yang sama tetapi έ 0,01 detik-1 . Untuk kenaikkan laju regangan dari 0,01 detik-1 menjadi
1 detik-1 pada kisaran temperatur 850-950 0 C akan meningkatkan tegangan alir sebesar
46–53%.
(Deni Erlangga, 2017) Menyatakan bahwa Pengujian bertujuan untuk mengetahui material
baja carbon sedang pada proses pengelasan setelah dilakukan pekerjaan permesinan.
Dimana pengujian ini membandingkan Proses pengelasan yang diberikan pada suatu logam
dapat mempengaruhi sifat-sifat mekanik dari logam tersebut. Salah satu proses pengelasan
yang dapat diberikan pada logam setelah dilakukan pekerjaan pemesinan. Pengelasan itu
sendiri adalah proses penggabungan logam dimana logam menjadi satu akibat panas las,
dengan atau tanpa pengaruh tekanan, dan dengan atau tanpa logam pengisi. Berdasarkan
definisi dari Duetch Industrie Normen (DIN) las adalah ikatan metalurgi pada sambungan
logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair. Dari definisi
tersebut dapat dijabarkan lebih lanjut bahwa las adalah sambungan setempat dari beberapa
batang logam dengan menggunakan energi panas. Berdasarkan hal tersebut maka
dilakukan penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh yang ditimbulkan pada
baja karbon rendah setelah dilakukan pengerjaan permesianan dan mengalami proses
pengelasanterhadap uji impact uji tarik dan struktur mikro yang dihasilkan. Pengujian ini
merupakan pengujian ek-sperimental. Bahan yang digunakan yaitu baja karbon rendah,
diberikan perlakuan pekerjaan pengelasan pada variasi arus 65A, 75A, dan 85A.
Selanjutnya dilakukan pengujian. Nilai rata-rata kekuatan tarik raw material sebesar 490.97
N. Nilai rata-rata kekuatan tarik 65A adalah 26.78 N/ Nilai rata-rata kekuatan tarik 75 A
adalah 319.44 N/ Nilai rata-rata kekuatan tarik 85 A adalah 315.47 N/ Hasil analisis
struktur mikro yang didapat Perlite+Ferrite.
2.2 Pengertian Las, klarifikasi proses pengelasan dan jenis sambungan las
2.2.1 Definisi pengelasan menurut DIN (Deutsche Idustrie Norman) adalah ikatan
metalurgi pada sambugan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan
lumer atau cair . Dengan kata lain, las merupakan sambungan setempat dari beberapa
batang logam dengan menggunakan energy panas. Pengelasan menurut Alip (2989) adalah
suatu aktifitas menyambung dua bagian benda atau lebih dengan cara memanaskan atau
menekan atau gabungan dari keduanya sedemikian rupa sehingga menyatu seperti benda
utuh. Penyambungan bias dengan atau tanpa bahan (filler metal) yang sama atau berbeda
titik cair maupun stukturnya.
a. Menurut AWS (America Welding Society), proses dengan pengelasan di bagi tiga
bagian yaitu :
Fusion Welding
Temperatur pada proses fusion welding diatas titik cair logam induk dan pemanasan dari
suatu sumber panas diberikan untuk keperluan pencairan logam itu. Pada saat pencairan
juga terjadi pencampuran logam baik antara masing-masing logam induk maupun antara
logam induk dengan logam pengisi.
Klasifikasi sambungan las pada umumnya di bagi lima sambungan dasar. Disain
sambungan ini tergantung kepada disain komponen yang akan di sambung. Sambungan
dasar tersebut seperti pada gambar 2.1 terdiri dari 5 jenis :
Brazing adalah cara penyambungan bahan logam melalui proses pemanasan dengan bahan
pelekat atau pengisi, yang memiliki titik lebur di bawah titik lebur bahan yang akan di
padukan atau di sambungkan. Bahan dasar yang di sambung pada proses brazing tidak ikut
melebur, sambungan terjadi hanya akibat pelekatan bahan pada bidang pengelasan. Untuk
menghidari dan menghilangkan terjadinya oksidasi maka proses penyambungan di
gunakan fluks (bahan tambah) atau gas pelindung oksidasi.
Proses pengikatan dalam proses ini berlangsung pada permukaan logam dasar yang akan di
sambungkan banyak energi panas. Merupakan metoda penyambungan dengan
menggunakan kawat pengisi yang mempunyai titik cair lebih rendah dari titik cair logam
induk. Pada proses penyambungan logam induk tidak mencair, hanya logam pengisi saja
yang mencair, menurut AWS (American Welding Society) temperature brazing adalah
450ºC – 900ºC. Bahan tambah dari logam non ferro atau paduan yang mempunyai titik cair
diatas 800°C, tetapi lebih rendah dari titik cair logam dasar yang disambung.
2.3 Pengelasan MIG (Metal Inert Gas)
Las MIG (Metal Inert Gas) termasuk dalam las busur gas dengan cara pengelasan di mana gas
dihembuskan ke daerah las untuk melindungi busur dan logam yang mencair terhadap
atmosfir. Pada umumnya gas yang digunakan sebagai pelindung dalam pengelasan ini adalah
gas helium (He), gas argon (Ar), gas karbondioksida (CO2) atau campuran dari gas tersebut
(Harsono dan Toshie, 1991: 16).
Las MIG (Metal Inert Gas) adalah proses penyambungan dua material logam atau lebih
menjadi satu melalui proses pencairan setempat dengan elektroda berupa gulungan (rol) yang
gerakannya diatur oleh motor listrik dan menggunakan gas pelindung yaitu argon (Ar) dan
helium (He) serta logam yang mencair dari pengaruh atmosfir. Untuk memantapkan busur
kadang-kadang ditambahkan gas O2 antara 2-5% atau CO2 antara 5-20%.
Dilihat dari keefektifan penggunaan las ini banyak menguntungkan dalam
penggunaannya, hal ini karena sifat-sifatnya bagus, misalnya :
- Tidak menghasilkan slag layaknya terjadi pada pengelasan las busur listrik.
- Konsentrasi busur tinggi mengakibatkan percikan yang sedikit, sehingga
memudahkan operator pengelasan.
- Dapat menggunakan arus tinggi, maka kecepatan pengelasan juga semakin tinggi,
sehingga dapat meningkatkan efisiensi.
- Dapat digunakan untuk semua posisi pengelasan.
- Ketangguhan dan elastisitas, kekedapan udara, ketidakpekaan terhadap retak, dan
lain sebagainya yang lebih baik dari cara pengelasan yang lain.
Proses pengelasan MIG (Metal Inert Gas) dapat terjadi secara semi otomatik atau otomatik.
Semi otomatik dimaksudkan pengelasan secara manual, sedangkan otomatik adalah pengelasan
seluruhnya dilaksanakan secara otomatik. Elektroda atau kawat pengisi dalam las MIG keluar
melalui tangkai dengan gas pelindung biasanya diumpankan secara otomatis, sedangkan alat
pembakarnya digerakkan dengan tangan atau manual, Pengelasan MIG dipengaruhi oleh
polaritas listrik dan arus listrik. Dalam las MIG biasanya digunakan listrik arus searah dengan
tegangan tetap sebagai sumber tenaga. Dengan sumber tenaga ini biasanya penyemburan
terjadi bila polaritasnya adalah polaritas balik. Besar arus juga berpengaruh dalam pengelasan
MIG, bila besar arus melebihi suatu harga tertentu yang disebut harga kritik barulah terjadi
sampai 1,6 mm. Bentuk kawat elektroda itu sendiri yang dipakai
secara umum adalah solid wire dan flux wire, dimana penggunaan
dua tipe tersebut tergantung pada jenis pengerjaan. Solid wire biasa
dioperasikan
pada ruangan yang relatif tertutup. Flux wire biasa
Proses uji kekuatan pada pahat adalah dengan proses bubut, proses bubut adalah proses
pemesinan untuk menghasilkan bagian-bagian mesin berbentuk silindris yang dikerjakan
dengan menggunakan Mesin Bubut. Bentuk dasarnya dapat didefinisikan sebagai proses
pemesinan permukaan luar benda silindris atau bubut rata :
Dengan benda kerja yang berputar
Dengan satu pahat bermata potong tunggal (with a single-point cutting tool)
Dengan gerakan pahat sejajar terhadap sumbu benda kerja pada jarak tertentu sehingga
akan membuang permukaan luar benda kerja (lihat Gambar 2.1 no. 1)
Kekerasan merupakan salah satu sifat mekanik yang sering digunakan sebagai
pedoman dalam pemilihan bahan untuk suatu komponen peralatan. Untuk mengetahui
harga kekerasan suatu bahan dapat digunakan bermacam- macam cara pengujian,
diantaranya adalah metode Vickers, yang pengujiannya dilakukan dengan memberikan
gaya pada piramid intan yang diindentasikan terhadap bahan yang ingin diketahui nilai
kekerasannya.
Pengujian kekerasan ini didasarkan pada ketahanan bahan yang diuji terhadap penetrasi
indenter. Prosesnya seperti pengujian Brinell, hanya penetrasi diagonal yang dihasilkan
oleh indenter intan pyramid diamati melalui suatu mikroskop. Intan pyramid ni mempunyai
sudut kemiringan 136o antar permukaannya dan menggunakan beban penekanan 5 ~ 100kg
untuk periode 20 detik. Untuk melihat angka Vickers (DPH) dilakukan dengan
mengkonversikan hasil pengamatan ukuran penetrasi diagonal pada tabel konversi.
Angka Kekerasan
Vickers
Dimana :
P = gaya tekanan
d = Diagonal
tampak tekan
rata-rata (mm)
α = Sudut puncak
indentor (136o)
Gambar 5. Vickers Hardness Test
BAB III
METODE PENELITIAN
Data
Analisa
Kesimpulan
Selesai
Bahan yang digunakan untuk dilakukan pengujian kekerasan dan kekuatan ini adalah
mata pahat karbida berukuran panjang 5 mm yang disambung dengan holder besi
berukuran panjangnya 5 cm menggunakan pengelasan mig.
Prosedur pengujian
Prosedur pengujian
Pengambilan data di lakukan di lab. Bengkel Produksi Universitas Widya Gama Malang.
DAFTAR PUSTAKA
1. Andesko, Rio. 2014.” Perbedaan kekuatan taraik baja karbon rendah ST-37 dengan las listrik
kampuh V menggunakan bahan tambahan elektroda tipe-RB dan tipe-RD”.
http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/ptmesin/article/view/1514. 15 juni 2020
2. Budiman, Haris. 2016. Analisis pengujian Tarik st37 menggunakan alat bantu load cell. Journal J-
Ensitec. Vol.3.
https://docplayer.info/storage/53/32469822/1591896190/byZ3HccdOLIyhG_OGWzkfA/3246982
2.pdf. 10 juni 2020
3. Erlangga, Deni. 2017. “ Analisa struktur mikro pada material baja karbon rendah akibat
pengelasan pada pengujian impact dan pengujian tarik”.
http://jurnal.ubl.ac.id/index.php/JTM/article/view/1197. 25 juni 2020
4. Maulana, Yassir. 2016.” Analisa kekuatan tarik baja ST-37 pasca pengelsan dengan variasi media
pendingin menggunakan SMAW”. Jurnal Teknik mesin uniska vol.2 https://ojs.uniska-
bjm.ac.id/index.php/JZR/article/download/545/472 . 15 Juni 2020
5. Priadi, Dedi. 2003.” Pengaruh kecepatan dan uji tarik terhadap sifat mekanik baja S48C”.
http://journal.ui.ac.id/technology/journal/article/download/137/30. 18 juni 2020
6. Techno, Majapahit. 2017. ’’ Analisis hasil kekerasan metode vikers dengan variasi gaya
pembebanan pada baja’’. http://ejurnal.unim.ac.id/index.php/majatechno/article/view/40. 5
Maret 2021
7. Poniman , Kokasih, Deny. ‘’ Pengaruh Proses Brazing Terhadap Struktur Mikrodan Nilai
Kekerasan Pahat Bubut Karbida’’. http://ejournal.unsub.ac.id/index.php/FTK/article/view/366. 5
Maret 2021
8. Prabu, Dewanto, Anggoro. 2016. ‘’ Analisa kekuatan tarik sambungan las metode mig ( metal inert
gas) dan metode fsw (friction stir welding) 800 rpm pada alumunium tipe 5083’’.
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/naval/article/view/14206. 5 Maret 2021