Anda di halaman 1dari 18

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka


Penelitian yang dilakukan oleh Nofriady Handra dan Peri Indra Yudi
(2011). Meneliti tentang kekuatan hasil las oxy-acetylene pada variasi kampuh
pada baja ST 37 dengan ketebalan 5 mm. Dalam penelitian tersebut diketahui
bahwa kekuatan tarik hasil pengujian terbesar terjadi pada sambungan las
dengan kampuh V yaitu sebesar 317,7 N/mm2 sedangkan kekuatan tarik
terkecil terjadi pada sambungan las dengan kampuh U yaitu sebesar 268,3
N/mm2.
Berdasarkan penelitian Ary Setya Kurniawan, (2014). dengan judul
analisis kekuatan tarik dan struktur mikro pada Baja ST 41 akibat perbedaan
ayunan elektroda pengelasan SMAW. Diperoleh nilai kekuatan tarik pada
ayunan Elektroda Zig-Zag yaitu 450,6 N/mm 2, untuk ayunan Elektroda Spiral
yaitu 447,1 N/mm2. Struktur mikro dan makro yang terjadi pada baja ST 41
menunjukan patah ulet karena banyak cekungan-cekungan pada hasil foto
struktur mikro daerah patahan,
Penelitian yang dilakukan Rida Sulistiyo, (2010). Meneliti tentang salah
satu cara untuk merubah sifat mekanik logam adalah dengan cara melakukan
perlakuan panas. Dalam penelitian tersebut perlakuan panas dapat merubah
sifat baja dengan cara mengubah ukuran dan bentuk butiran-butirannya, juga
merubah unsur pelarutnya dalam jumlah yang kecil. Proses perlakuan panas
ini banyak macamnya, salah satunya hardening. Hardening adalah proses
perlakuan panas jenis pengerasan. Preoses hardening bertujuan memperoleh
kekerasan yang maksimal dari baja dengan cara memanaskan baja sampai
9100C.
Penelitian yang dilakukan Efrizal Arifin, (2007). Meneliti tentang variasi
kuat arus pengelasan Tungsten Inert Gas (TIG) terhadap kekuatan tarik pada
baja karbon rendah SNI.07.3567.BJDC.SR dengan ketebalan 1,2 mm. Dalam
penelitian tersebut diketahui bahwa untuk kekuatan tarik dan regangan pada
plat ketebalan 1.2 mm berada pada sambungan las dengan arus 110 amper dari

5
pada 130 ampere dengan nilai tegangan tarik 3936,11 N/mm2 dan nilai
regangan 29,27%. Untuk tinggkat kekerasan berada di posisi yang sama
artinya kedua hasil sambungan las dengan arus 110 amper dan 130 amper
tidak mempunyai perbedaan yang terlalu jauh malah lebih cenderung sama.
Menurut penelitian yang dilakukan A.S. Mohruni, (2013) pengaruh
variasi kecepatan dan kuat arus terhadap kekerasan, tegangan tarik, struktur
mikro baja karbon rendah dengan elektroda E6013. Bahwa pada hasil
sambungan las dengan pengaruh kecepatan dan kuat arus terdapat nilai rata-
rata tertinggi ada pada kuat arus 80 A dengan kecepatan pengelasan 0,35
cm/detik dan dengan kuat arus 100 A dengan kecepatan pengelasan 0,37
cm/detik. Sedangkan pada uji tarik, tegangan tertinggi ada pada spesimen kuat
arus 80 A dengan kecepatan 0,15 cm/detik. Sedangkan pada struktur mikro
pada daerah HAZ daerah tersebut terlihat unsur ferit dan perlit yang tidak
beraturan. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan kuat arus dan
kecepatan pengelasan sangat perpengaruh terhadap sifat mekanik pada
material logam, dan nilai kekerasan akan cenderung semakin tinggi apabila
besar kuat arus yang digunakan rendah dan kecepatan las yang digunakan
semakin cepat.

2.2 Landasan Teori


Beberapa metode atau cara pengelasan telah ditemukan untuk membuat
sambungan yang kuat dan efisien. Berdasarkan penemuan parah ahli
sebelumnya, pengelasan merupakan penyambungan dua bahan atau lebih yang
didasarkan pada prinsip-prinsip proses difusi, sehingga terjadi penyatuan
bagian bahan yang disambung. Pengelasan (Welding) adalah salah Satu teknik
penyambungan logam dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan
logam pengisi dengan atau tanpa tekanan dan dengan atau tanpa logam
penambah sehingga menghasilkan sambungan las yang kontinu
(Wiryosumarto, 1996).
Jauh sebelumnya penyambungan logam dilakukan dengan cara
memanasi dua buah logam dan menyatuhkannya secara bersamaan. Logam

6
yang menyatu tersebut biasa kenal dengan istilah fusion. Las listrik merupakan
salah satu yang menggunakan prinsip tersebut (Umaryadi, 2007).
Berdasarkan definisi dari Duetch Industrie Normen (DIN) las adalah
ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang
dilaksanakan dalam keadan lumer atau cair. Dari definisi tersebut dapat
dijabarkan lebih lanjut bahwa las adalah sambungan setempat dari beberapa
batang logam menggunakan energi panas (Wiryosumarto, 2000).
Klasifikasi pengelasan dibedakan menjadi dua golongan yaitu:
klasifikasi berdasarkan cara kerja dan klasifikasi berdasarkan energi yang
digunakan. Klasifikasi yang pertama membagi las dalam kelompok las cair,
las tekan, las patri dan lain-lain. Sedangkan klasifikasi kedua membedakan
adanya pengelompokan las seperti : las kimia, las listrik, las mekanik dan lain-
lain. Bila diadakan klasifikasi yang lebih terperinci lagi, maka kedua
klasifikasi tersebut diatas akan terbentuk kelompok-kelompok yang banyak
sekali (Widharto, 2006).
Berdasarkan klasifikasi diatas, klasifikasi berdasarkan cara kerjanya
lebih banyak digunakan. Berdasarkan klasifikasi ini, pengelasan di bagi dalam
tiga kelas utama yaitu :
1. Pengelasan cair adalah cara pengelasan dimana sambungan dipanaskan
sampai mencair dengan sumber panas dari busur listrik atau semburan api
gas yang terbakar.
2. Pengelasan tekan adalah cara pengalasan dimana sambungan dipanaskan
dan kemudian ditekan hingga menjadi satu.
3. Pematrian adalah cara pengelasan dimana sambungan diikat dan disatukan
dengan menggunakan paduan logam yang mempunyai titik cair rendah,
dalam hal ini logam induk tidak turut mencair.
sekian banyak jenis atau klasifikasi pengelasan, cara pengelasan yang
banyak digunakan sekarang ini adalah pengelasan cair (Wiryosumarto, 2000).
Jenis-jenis pengelasan cair yaitu sebagai berikut :
a. Las Busur Listrik.
Las busur listrik adalah cara pengelasan dengan menggunakan busur
nyala listrik sebagai sumber panas pencairan logam. Las busur listrik yang

7
digunakan hingga sekarang ini dalam pengelasan adalah las elektroda
terbungkus.
Prinsip kerja las busur listrik adalah arus listrik yang cukup padat dan
tegangan rendah bila dialirkan pada dua logam yang konduktif akan
menghasilkan loncatan elektroda yang dapat menimbulkan panas yang
sangat tinggi mencapai suhu 50000 C sehingga dapat mudah mencairkan
kedua logam tersebut (Wiryosumarto, 2000).
b. Las Listrik Terak (Electroslag Welding).
Proses pengelasan dimana energi panas untuk melelehkan logam dasar
(Base Metal) dan logam pengisi (Filler) berasal dari terak yang berfungsi
sebagai tahanan listrik ketika terak tersebut dialiri arus listrik. Pada awal
pengelasan, fluks dipanasi oleh busur listrik yang mengenai dasar
sambungannya. Kemudian logam las terbentuk pada arah vertikal sebagai
hasil campuran dari bagian sisi logam induk dengan logam pengisi (Filler)
cair. Proses pencampuran ini berlangsung sepanjang alur sambungan las
yang dibatasi oleh plat yang diinginkan (Wiryosumarto, 2000).
c. Busur Logam Gas (Gas Metal arc Welding).
Proses pengelasan dimana sumber panas berasal dari busur listrik
antara elektroda yang sekaligus berfungsi sebagai logam yang terumpan
(Filler) dan logam dilas. Las ini disebut Metal Inert Gas Welding (MIG)
karena menggunakan gas mulia seperti argon dan helium sebagai
pelindung busur dan logam cair (Wiryosumarto, 2000).
d. Las Busur Rendam (Submerged Arc Welding/SAW).
Proses pengelasan dimana busur listrik dan logam cair tertutup oleh
lapisan serbuk fluks sedangkan kawat pengisi (Filler) diumpankan secara
kontinu. Pengelasan ini dilakukan secara otomatis dengan arus listrik
antara 500 – 2000 Ampere (Wiryosumarto, 2000).
e. Las Busur Elektroda Terbungkus (Shielded Metal Arc Welding/SMAW).
Proses pengelasan dimana panas dihasikan dari busur listrik antara
ujung elektroda dengan logam yang dilas. Elektroda terdiri dari kawat
logam sebagai pengantar arus listrik kebusur dan sekaligus sebagai logam
pengisi (Filler) (Wiryosumarto, 2000).

8
f. Las Oksi Asetilen (Oxyacetilene Welding).
Proses pengelasan dengan cara membakar bahan bakar gas dengan O 2
sehingga menimbulkan nyala api dengan suhu yang dapat mencairkan
logam induk dan logam pengisi. Bisanya menggunakan gas asetilen
(Wiryosumarto, 2000).
g. Las Metal Inert Gas (MIG).
Dalam las logam mulia, kawat las pengisi yang juga berfungsi sebagai
elektroda diumpankan secara terus menerus. Busur listrik terjadi antara
kawat pengisi dan logam induk (Wiryosumarto, 2000).
h. Las Busur Tungsten Gas Mulia (Gas Tungsten Arc Weldimg/GTAW) atau
sering disebut juga Las Tungsten Inert Gas(TIG).
Proses pengelasan dimana sumber panas berasal dari loncatan busur
listrik antara elektroda terbuat dari Wolfram/tungsten dan logam yang
dilas. Proses pengelasan ini, logam induk tidak ikut terumpan (Non-
consumable Elektrode). Untuk melindungi elektroda dan daerah yang
dilas, digunakan gas mulia (argon atau helium) (Wiryosumarto, 2000).

2.3 Baja karbon (Carbon Steel)


Baja karbon adalah paduan antara besi dan karbon dengan sedikit Si,
Mn, P, S, dan Cu. Sifat baja karbon sangat tergantung pada kadar karbon, bila
kadar karbon naik maka kekuatan dan kekerasan akan bertambah tinggi.
Karena itu, baja karbon dikelompokan berdasarkan kadar karbonnya
(Wiryosumarto, 2000).
Tabel 1. Klasifikasi baja karbon

Sumber (Wiryosumarto, 2000).

9
a. Baja Karbon Rendah
Baja karbon rendah memiliki kandungan karbon dibawah 0,3%. Baja
karbon rendah sering disebut dengan baja ringan (Mild Steel) atau baja
perkakas. Jenis baja yang digunakan adalah jenis Cold Roll Steeldengan
kandungan karbon 0,8% - 0,30% yang biasa digunakan pada Body
kendaraan (Sack, 1997).
b. Baja Karbon Sedang
Baja karbon sedang merupakan baja yang mempunyai kandungan
karbon 0,30% - 0,60% dan mempunyai kekuatan yang lebih dari pada baja
karbon rendah, serta mempunyai kualitas perlakuan panas yang lebih
tinggi.
Baja karbon sedang bisa dilas dengan las busur elektroda terlindung
dan proses pengelasan yang lain. Untuk mendapatkan hasil yang baik
maka dilakukan panas terlebih dahulu sebelum proses pengelasan dan
Normalizing setelah pengelasan (Sack, 1997)
c. Baja Karbon Tinggi
Baja karbon tinggi memiliki kandungan karbon paling tinggi jika
dibandingkan dengan baja karbon yang lain yakni 0,60% - 1,7%.
Kebanyakan baja karbon tinggi sukar untuk las dibandingkana dengan baja
karbon rendah dan baja karbon sedang. Karena memiliki banyak
kandungan karbon dan unsur pengeras baja lainnya, maka pada daerah
pengaruh panas (HAZ) mudah terjadi pengerasan. Sifat yang mudah
mengeras ini ditambah dengan adanya hydrogen difusi menyebabkan baja
ini sangat rentan terhadap retak las (Sack, 1997).
Pada penelitian ini jenis material yang digunakan adalah baja karbon
rendah. Baja karbon rendah adalah baja karbon yang mempunyai kandungan
karbon dibawah 0,3%. Baja spesifikasi ini banyak digunakan sebagai
komponen otomotif misalnya untuk komponen roda gigi pada kendaraan
bermotor dan konstruksi umum karena baja karbon rendah mempunyai sifat
mampu las yang baik, mempunyai kepekaan retak yang rendah dibandingkan
baja karbon yang lainnya, memiliki kekuatan sedang dan keuletan yang baik.

10
2.4 Las Gas Tungsten Arc Weldimg (GTAW) / Tungsten Inert Gas (TIG).
Las Gas Tungsten Arc Weldimg (GTAW) adalah Jenis pengelasan
dengan memakai busur nyala api yang menghasilkan elektroda tetap yang
terbuat dari tungten (Wolfrom), sedangkan bahan penambah terbuat dari bahan
yang sama atau sejenis dengan bahan yang dilas dan terpisah dari Torch.
Untuk mencegah oksidasi maka dipakai gas pelindung yang keluar Torch
biasanya berupa gas argon dengan kemurnian 99,99%. Pada proses pengelasan
ini peleburan logam terjadi karena panas yang dihasilkan oleh busur listrik
antara elektroda dan logam induk (Aljufri, 2008).

Gambar 1. Proses Pengelasan Gas Tungsten Arc Welding (GTAW).


Las Tungten Inert Gas (TIG) adalah suatu proses pengelasan busur
listrik elektroda tidak terumpan, dengan menggunakan gas mulia sebagai
pelindung terhadap pengaruh udara luar. Pada proses pengelasan TIG
peleburan logam terjadi karena panas yang dihasilkan oleh busur listrik antara
elektroda dengan logam induk. Pada jenis pengelasan ini logam pengisi
dimasukan ke dalam daerah arus busur sehingga mencair dan terbawa ke
logam induk sehingga terjadi penyatuan logam (Aljufri, 2008).
1. Pinsip kerja las TIG
Prinsip kerja las TIG seperti pada gambar 2.2.1 proses menggunakan
gas pelindung untuk mencegah terjadinya oksidasi pada bahan las yang
panas. Untuk menghasilkan busur nyala, digunakan elektroda yang tidak
terkonsumsi terbuat dari logam tungsten atau paduan yang mempunyai
titik lebur sangat tinggi.

11
Busur nyala dihasilkan dari arus listrik melalui konduktor dan
mengionisasi gas pelindung. Busur terjadi antara ujung elektroda tungsten
dengan logam induk. Panas yang dihasilkan busur langsung mencairkan
logam induk dan logam las berupa kawat las (Rod). Penggunaan kawat las
tidak tidak selalu dilaksanakan (hanya jika perlu sebagai logam
penambah). Pencairan kawat las dilaksanakan diujung kolam las atau arus
busur selama proses pengelasan.
2. Kelebihan Las TIG
Berikut ini adalah beberapa keuntungan penggunaan las TIG
(Sriwidharto, 2006) :
a. Mengghasilkan sambungan yang bermutu tinggi, biasanya bebas caat
las.
b. Bebas dari terbentuknya percikan las (Spatter).
c. Proses pengelasan dapat digunakan dengan atau tanpa bahaan
tambahan (Filler Metal).
d. Penetrasi (tembusan) pengelasan akan dapat dikendalikan dengan baik.
e. Produksi pengelasan autogenous tinggi dan murah.
f. Dapat menggunakan sumber tenaga yang relatif murah.
g. Memungkinkan untuk mengendalikan variabel atau paremeter las
secara akurat.
h. Dapat digunakan hampir pada semua jenis metal termasuk pengelasan
metal yang berbeda.
3. Kekuranga atau kelemahan Las TIG
Berikut ini adalah beberapa kekurangan dari proses pengelasan TIG
(Sriwidharto, 2006) :
a. Laju deposisi material lebih rendah dibandingkan dengan proses
pengelasan eloktroda terkonsumsi.
b. Memerlukan keterampilan tangan dan koordinasi juru las lebih tinggi
dibandingkan proses pengelasan (SMAW) dan lain-lain.
c. Untuk penyambungan bahan las >3/8 in (10 mm).
d. Jika kondisi lingkungan terdapat angin yang cukuap kencang, maka
fungsi gas pelindung akan berkurang karena terhembus angin.

12
4. Peralatan Las TIG
Pada proses pengelasan TIG terdapat beberapa komponen alat yang
digunakan antara lain sebagai berikut :
a. Mesin Las
Mesin las AC/DC biasanya digunakan sebagai sumber arus untuk
proses pengelasan TIG. Pemilihan arus AC atau DC biasanya
tergantung pada logam yang akan dilas.

Gmabar 2. Mesin Las


b. Tabung Gas Pelindung
Tabung gas pelindung adalah tempat penyimpanan gas lindung
seperti argon atau helium yang digunakan untuk proses pengelasan
TIG.

Gambar 3. Tabung gas pelindung

13
c. Flowmeter Untuk Gas
Biasanya dipakai untuk menunjukan besarnya aliran gas lindung
yang dipakai dalam pengelasan.
d. Regulator Gas Pelindung
Berfungsi untuk mengatur tekanan gas yang akan digunakan pada
pengelasan TIG. Pada regulator ini biasanya menunjukan tekanan kerja
dan tekanan gas didalam tabung.

Gambar 4. Regulator gas pelindung


e. Selang Gas
Berfungsi sebagai penghubung gas dari tabung menuju
pembakaran las.

Gambar 5. Selang gas


f. Kabel Elektroda dan selang
Berfungsi untuk menghantarkan arus dari mesin las menuju stang
las, begitu juga aliran gas dari mesin las menuju stang las.

14
g. Stang Las (Welding Torch)
Berfungsi untuk menyatuhkan sistem las yang berupa nyalaan
busur dan gas pelindung selama proses pengelasan berlangsung.

Gambar 6. Stang Las (Welding Torch)


h. Kawat las (filler las)
Berfungsi sebagai bahan tambah jika pengelasan material
membutuhkan bahan tambahan. Pemilihan jenis filler yang digunakan
tergantung pada jenis material yang akan dilas.

Gambar 7. Kawat las (Filler Las)


i Moncong (Nozzle)
Berfungsi untuk mengarahkan gas pelindung pada proses
pengelasan. Nozzle biasa dipasang pada kepala obor yang berfungsi
untuk meluruskan aliran gas.

Gambar 8. Moncong (Nozzle)

15
j. Elektroda Tungsten
Berfungsi sebagai pembangkit busur nyala selama proses
pengelasan dilakukan, elektroda tungsten terdiri dari beberapa macam
warna yaitu : Hijau, Putih, Merah, Biru Tua, Gray, emas.

Gambar 9. Macam-macam jenis warna elektroda tungsten


5. Gas Argon
Gas lindung (Inert Gas) adalah gas yang tidak bereaksi dengan logam
maupun gas yang lain. Gas ini dipakai sebagai pelindung busur dan logam
panas ketika dilakukan peroses pengelasan. Gas lindung yang biasa
dipakai didalam las gas tungsten dapat berupa gas argon, helium, dan
campuran argon-hidogen. Argon lebih sering dipakai didalam las tungsten
berdasarkan beberapa pertimbangan antara lain :
1. Busur lebih tenang dan halus.
2. Membutuhkan tegangan busur yang lebih rendah dibandingkan dengan
gas lindung yang lain untuk panjang busur dan arus yang digunakan.
3. Busur lebih mudah dinyalakan.
4. Harga lebih murah.
5. Dengan arus DC, pengelasan baja karbon dan magnesium mudah
sekali dilakukan karena aksi pembersihan permukaan logam yang lebih
besar.
6. Karena berat atom yang besar, konsumsi gas lindung dibutuhkan lebih
sedikit bila dibandingkan dengan gas lindung yang lain.
Argon yang dipakai sebagai gas pelindung dalam pengelasan gas
tungsten harus mempunyai kemurnian 99,99%. Gas ini biasa disimpan
dalam silinder baja berukuran 330 cu.ft. (9,34 m3) yang biasanya mirip
dengan silinder baja untuk gas oksigen.

16
2.5 Preheat
Preheat menurut AWS (American Welding Society)  adalah panas yang
diberikan kepada logam yang akan dilas untuk mendapatkan dan memelihara
temperature las. Sedangkan preheat temperature sendiri definisinya adalah
suhu dari logam induk (base metal) disekitar area yang akan dilas, sebelum
pengelasan itu dimulai. Pada multi pass weld definisi preheat temperature
adalah suhu sesaat sebelum pengelasan pada pass (celah) dimulai. Pada
multipass weld disebut juga sebagai interpass temperature (suhu antar pass
celah).

Preheating bisa saja menggunakan gas burner, oxy-gas flame, electric


blancket, pemanasan induksi, atau  pemanasan difurnace. Pemanasan disekitar
area pengelasan disuahakan merata untuk mendapatkan hasil yang bagus.
Pemanasan yang berlebihan atau tidak merata dapat menyebabkan tegangan
sisa yang tinggi, distorsi, atau perubahan metalurgi yang tidak diinginkan pada
logam induk.

Pada proses pengelasan TIG menggunakan material yang mempunyai


tingkat ketebalan tertentu misalnya baja karbon biasanya menggunakan
perlakuan panas terleh dahulu (Heat Input). Salah satunya adalah preheat.
Preheating atau pemanasan awal bertujuan untuk menstabilkan suhu
spesimen sebelum dilakukan pengelasan agar tidak terjadi kerusakan atau
cacat pada saat dan setelah pengelasan. Preheating atau pemanasan awal
adalah memenaskan seluruh atau sebagian material untuk mengurangi
perbedaan panas antara daerah las dan sekitarnya. Tinggi rendahnya suhu
preheating tergantung tinggi rendahnya kandungan unsur karbon material.
Pada setiap jenis logam memiliki suhu yang berbeda-beda yang digunakan
untuk preheating (Alip, 1989).
Tujuan perlakuan preheating untuk meningkatkan sifat mekanis dan sifat
fisis logam. Oleh karena itu pemilihan suhu preheating sangat penting untuk
mendapatkan sifat fisis dan mekanis yang baik. Adanya perlakuan panas
terlebih dahulu pada proses pengelasan untuk menjaga perubahan struktur
mikro Heat Effekted Zone (HAZ) (Suratman, 2006).

17
Ketika preheat diperlukan maka semua sambungan pengelasan harus
dipanaskan sampai pada temperatur yang diinginkan (temperatur preheat
bagian luar dan dalam logam induk harus tercapai), jika memungkinkan
panasi logam induk pada salah satu sisi dan ukur temperatur logam sisi
berlawanannya. Panas yang terjadi akan dihantarkan dengan cara konduksi
dan inspektor harus meyakinkan suhu sisi yang berlawanan tersebut. Informasi
mengenai batasan interpass temperatur harus disertakan dalam WPS. Ketika
multipass weld dilakukan maka deposit yang terjadi setelah pengelasan
sebelumnya harus diinspect sebelum melakukan pengelasan lebih lanjut.
Apabila suhu interpass terlalu tinggi dari yang telah ditetapkan dalam WPS
maka pengelasan harus dihentikan dan interpass perlu didinginkan sampai di
atas batasan interpass temperatur sebelum melanjutkan pengelasan.
Berdasarkan sifat metalurgi dan atau sifat mekanis yang diinginkan dari
komponen pengelasan, preheat dan interpass tempearture bisa dievalusi untuk
alasan yang berbeda.  Prosedur (WPS) pengelasan untuk baja lunak (mild
steel) yang mempunyai kandungan karbon rendah, hardenability yang relatif
rendah bisa saja dipertimbangkan untuk tidak menggunakan preheat dan
interpass temperature tergantung dari ketebalan material. Prosedur (WPS)
yang digunakan untuk pengelasan heat-treatable low alloy steel dan
Chromium-Molybdenum (cromoly) stell akan memerlukan preheat dan
interpass temperature minimum dan maksimum. Material alloy tersebut bisa
mempunyai hardenability yang tinggi dan rentan terhadap hydrogen cracking.
Apabila material tersebut didinginkan terlalu cepat atau terjadi overheating
maka dapat mengakibatkan efek yang serius terhadap performance yang
diinginkan. Sewaktu pengelasan nickel alloy perlu diperhatikan heat input
selama proses pengelasan. Heat input dari proses pengelasan, dan preheat
serta interpass temperature dapat mnegakibatkan efek yang serius kepada
metrial tersebut. Heat input yang tinggi dapat mengakibatkan kelebihan
leburan logam induk, presipitasi karbida, dan fenomena metalurgi yang
berbahaya lainnya. Perubahan sifat metalurgi tersebut dapat menyebabkan
tumbuhnya cracking atau kehilangan ketahanan terhadap korosi. Prosedur
(WPS) untuk pengelasan baja karbon rendah dengan tipe (St 70) sangat

18
memperhatikan dengan pengurangan heat input keseluruhan. Untuk material
jenis ini suhu maksimum preheat dan interpass temperature dikontrol untuk
meminimalkan annealing dan pengaruh over-heating terhadap heat affected
zone (HAZ) dan hilang atau berkurangnya tensile strength.
Heat Affected Zone (HAZ) adalah logam dasar yang bersebelahan dengan
logam las yang selama proses pengelasan mengalami siklus thermal
pemanasan dan pendinginan cepat sehingga daerah ini yang paling kritis dari
sambungan las. Secara visual daerah yang dekat dengan garis lebur las maka
susunan struktur logamnya semakin besar, pada daerah HAZ terdapat tiga titik
yang berbeda, titik 1 dan 2 menunjukan temperatur pemanasan mencapai
daerah berfasa austenit dan ini disebut dengan tranformasi menyeluruh yang
artinya struktur mikro baja mula-mula ferit dan perlit kemudian
bertranformasi menjadi austenit 100%. Titik 3 menunjukan temperatur
pemanasan, daerah itu mencapai daerah berfasa ferit dan austenit yang
bertranformasi artinya struktur mikro pada baja mula-mula ferit dan perlit
berubah menjadi ferit dan austenit. Logam akan mengalami pengaruh
pemanasan akibat pengelasan dan mengalami perubahan struktur micro
disekitar daerah lasan. Daerah hasil pengelasan yang akan kita temui pada
proses pengelasan, yaitu dilihat pada gambar 10.

Gambar 10. Daerah hasil proses pengelasan.


Keterangan :
1. Logam Las (Weld Metal)
Adalah daerah dimana terjadi pencairan logam dan dengan capat
kemudian membeku.

19
2. Fusion Line
Merupakan daerah perbatasan antara daerah yang mengalami
peleburan dan yang tidak melebur. Daerah ini sangat tipis sekali sehingga
dinamakan garis gabungan antara weld metal dan HAZ.
3. Heat Affected Zone (HAZ)
Merupakan daerah yang dipengaruhi panas dan juga logam yang
bersebelahan dengan logam las yang selama proses pengelasan mengalami
siklus termal pemanasan dan pendinginan cepat, sehingga terjadi
perubahan struktur akibat pemanasan yang cukup tinggi.
4. Logam Induk
Merupakan logam dasar dimana panas dan suhu pengelasan tidak
menyebabkan terjadinya perubahan struktur dan sifat logam tersebut.
Secara umum struktur dan sifat daerah panas efektif dipengaruhi dari
lamanya pendinginan dan komposisis dari logam induk itu sendiri. Proses las
terjadi proses pemanasan dan juga pendinginan maka dapat dikatakan proses
las juga proses heat treatment hanya saja terjadinya lokal, tidak seperti proses
heat treatment pada umumnya. Umtuk melihat fenomena proses tersebut dapat
dilihat pada diagram siklus termal las.

Gambar 11. diagram siklus termal las


Pada aplikasi-aplikasi yang kritis, preheat temperature harus dikontrol
dengan presisi. Pada situasi seperti ini sistem pemanasan yang bisa diatur
sangat dibutuhkan, thermocouple dipasang untuk memonitor bagian yang
sedang dipanaskan. Thermocouple memberikan sinyal untuk mengontrol unit

20
yang bisa mengatur kebutuhan sumber tenaga untuk memanaskan part
tersebut. Dengan menggunakan peralatan tipe tersebut part yang sedang
dipanaskan bisa dikontrol untuk toleransi yang sangat kecil. Beberapa alasan
preheating antara lain : ASTM (2004)
1. Untuk mengurangi kelembaban dari area pengelasan. Biasanya
dilakukan dengan cara memanaskan permukaan matrial dengan suhu yang
relatif tidak terlalu tinggi, hanya sedikit diatas titik didih air. Hal tersebut
akan mengeringkan permukaan dan mengghilangkan kontaminan yang
tidak diinginkan yang mungkin bisa menyebabkan porosity, hydrogen
embrittlement, atau cracking karena hydrogen selama proses pengelasan.
2. Untuk menurunkan gradient temperatur. Semua pengelasan busur
menggunakan sumber panas temperatur tinggi. Pada material yang dilas
akan terjadi perbedaan temperatur antara sumber panas lokal dan material
induk yang lebih dingin ketika pengelasan berlangsung. Perbedaan
temperatur tersebut menyebabkan perbedaan pemuaian panas dan
kontraksi serta tegangan yang tinggi disekitar area yang dilas.  Preheating
akan mengurangi perbedaan temperatur dari material induk sehingga akan
meminimalkan masalah yang terjadi seperti distrosi dan tegangan sisa
yang berlebih. Apabila tidak dilakaukan preheating maka maka bisa terjadi
perbedaan temperatur yang besar antara area lasan dengan logam induk,
hal ini dapat mengakibatkan pendinginan yang terlalu cepat sehingga
menyebabkan terbentuknya martensit dan pada beberapa material dengan
hardenability yang tinggi mungkin terjadi cracking.
Proses pengelasan baja karbon rendah dapat dilas dengan semua cara
pengelasan yang ada didalam prektek dan hasilnya akan baik bila
persiapannya sempurna. Namun terlepas dari hal tersebut, ada beberapa
faktor-faktor yang sangat mempengaruhi mampu las baja karbon rendah yakni
kekuatan tarik dan kepekaan terhadap retak las. Retak las pada baja karbon
rendah dapat terjadi dengan mudah pada saat pengelasan plat tebal atau
didalam baja tersebut terdapat belerang bebas yang cukup tinggi, namun hal
ini dapat dihindari dengan cara preheating atau pemanasan awal sebelum
proses pengelasan.

21
2.6 Hipotesis
 Semakin tinggi suhu preheat maka struktur mikro semakin besar sehingga
kekerasan semakin rendah.
 Semakin tinggi suhu preheat maka kekuatan tarik akan semakin tinggi.
 Semakin tinggi suhu preheat makan penetrasi atau peleburan logam las
lebih merata.

22

Anda mungkin juga menyukai