KAJIAN PUSTAKA
1. Penelitian yang dilakukan oleh Teguh Santoso pada tahun 2017 yang berjudul
Peningkatan Sifat Mekanis Pada Permukaan Poros Roda Hand Tractor Lokal
Dengan Flame Hardening. Setelah melakukan pengujian dan analisa data,
maka dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu : Hasil pengujian komposisi
kimia material poros roda traktor original (baja S30C) termasuk baja karbon
sedang dan baja S15CK termasuk dalam baja karbon rendah. Material poros
roda traktor original dari pengamatan struktur mikro bagian
permukaan/pinggir memiliki struktur mikro martensit. Untuk material baja
S15CK setelah di flame hardening memiliki fasa martensite, sedangkan
bagian tengah memiliki fasa perlit dan ferit. Hasil pengujian kekerasan pada
proses roda traktor original bagian tengah adalah 308 HV dan bagian pinggir
adalah 624 HV. Sedangkan pada baja S30C bagian tengah yang belum
dikeraskan (asli) adalah 303,59 HV dan bagian pinggir 200,03 HV, kemudian
setelah baja S15CK diproses flame hardening didapatkan kenaikan kekerasan
pada bagian pinggir adalah 710,16 HV.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Arvin Saptyan Adi pada tahun 2017 yang
berjudul Optimasi Proses Las SMAW dengan Metode Taguchi terhadap
Kekuatan Tarik ST 37. Setelah melakukan pengujian dan analisa data, maka
dapat diambil kesimpulan yaitu : Ada pengaruh variasi kuat arus, media
pendingin dan bentuk kampuh terhadap kekuatan tarik sambungan las SMAW
pada material ST 37. Dimana jika ditinjau dari hasil analisa variansi F hitung
media pendingin bernilai 8.57, arus10.12 dan kampuh 7.77 ketiga variabel
menyatakan lebih besar dari Ftabel 4.13. Serta hasil pengujian untuk P-value
media pendingin sebesar 0.013, arus 0.003 dan kampuh 0.007 ketiganya
11
12
menyatakan lebih kecil dari pada nilai signifikan (0.05), hal ini menandakan
bahwa seluruh variabel bebas mampu memberikan pengaruh terhadap
kekuatan tarik material ST 37. Kekuatan tarik optimum mampu didapatkan
menggunakan setting faktor arus 130 ampere, pendingin air garam kampuh X.
Kombinasi setting ini mampu menghasilkan kekuatan tarik rata –rata sebesar
438 N/mm2.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Bambang Teguh Baroto pada tahun 2015
berjudul Optimasi Pengelasan Smaw E6013 Pada Sambungan I Baja Carbon
Rendah Terhadap Kekuatan Tekan Dengan Metode Taguchi. Setelah
melakukan pengujian dan analisa data, maka dapat diambil kesimpulan yaitu :
Pada hasil uji kekuatan tarik, faktor kuat arus, diameter elektroda, dan sudut
pengelasan berpengaruh terhadap kekuatan tarik hasil pengelasan, sedangkan
tebal bahan las tidak berpengaruh terhadap kekuatan tarik hasil pengelasan. –-
Pada hasil uji tekan, faktor kuat arus, diameter elektroda, sudut pengelasan
dan tebal bahan berpengaruh terhadap uji kekuatan tekan. Pada kombinasi
level faktor, untuk menghasilkan nilai kekuatan tarik pada hasil pengelasan
yang optimal dengan nilai 39,0389 dan pada kekuatan tekan hasil pengelasan
yang optimal dengan nilai sebesar 8,3058 pada level faktor optimal A 3, B3,
C3, D3yaitu pada kuat arus 120 A, diameter elektroda 3,2 mm, sudut
pengelasan 90odan tebal bahan las 8 mm.
Las adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan
yang dilaksanakan dalam keadaan cair. Pengelasan adalah suatu proses
menyambung logam secara permanen dengan memanaskan logam tersebut sampai
mencapai titik cair, dengan pemakain tekanan atau tanpa pemakaian tekanan, dan
dengan penggunaan bahan pengisi atau tanpa penggunaan bahan pengisi.
Proses pengelasan SMAW (Shield Metal Arc Welding) yang sering juga
disebut Las Busur Listrik adalah proses pengelasan yang menggunakan panas
untuk mencairkan material dasar atau logam induk dan elektroda (bahan pengisi).
Panas tersebut dihasilkan oleh lompatan ion listrik yang terjadi antara katoda dan
anoda (ujung elektroda dan permukaan plat yang akan dilas ). Untuk mesin las
SMAW seperti Gambar 2.1.
Gas Metal Arc Welding (GMAW) adalah salah satu jenis proses
Pengelasan atau penyambungan bahan logam yang menggunakan sumber panas
dari energi listrik yang dirubah atau dikonversi menjadi energi panas, pada proses
Las GMAW ini menggunakan kawat las yang digulung dalam suatu roll dan
menggunakan gas sebagai pelindung logam las yang mencair saat proses
pengelasan berlangsung. Untuk mesin las GMAW sperti gambar 2.2.
Flux core arc welding (FCAW) adalah sebuah proses pengelasan yang
menggunakan sumber panas yang berasal dari energi listrik yang dikonversi
menjadi sumber panas pada busur listrik, pada pengelasan FCAW ini jenis
pelindung yang digunakan adalah flux atau serbuk yang berada di inti kawat las
(kawat las digulung dalam sebuah roll). Untuk mesin las FCAW sperti gambar
2.4.
Gas tungsten arc welding (GTAW) adalah proses las busur yang
menggunakan busur antara tungsten elektroda (non konsumsi) dan titik
pengelasan. Proses ini digunakan dengan perlindungan gas dan tanpa penerapan
tekanan. Untuk mesin las GTAW seperti gambar 2.5.
Las busur listrik umumnya disebut las listrik adalah salah satu cara
menyambung logam dengan jalan menggunakan nyala busur listrik yang
diarahkan ke permukaan logam yang akan disambung. Pada bagian yang terkena
busur listrik tersebut akan mencair, demikian juga elektroda yang menghasilkan
busur listrik akan mencair pada ujungnya dan merambat terus sampai habis.
Logam cair dari elektroda dan dari sebagian benda yang akan disambung
tercampur dan mengisi celah dari kedua logam yang akan disambung, kemudian
membeku dan tersambunglah kedua logam tersebut.
Mesin las busur listrik dapat mengalirkan arus listrik cukup besar tetapi
dengan tegangan yang aman (kurang dari 45 volt). Busur listrik yang terjadi akan
menimbulkan energi panas yang cukup tinggi sehingga akan mudah mencairkan
logam yang terkena. Besarnya arus listrik dapat diatur sesuai dengan keperluan
dengan memperhatikan ukuran dan tipe elektrodanya.
Pada las busur, sambungan terjadi oleh panas yang ditimbulkan oleh busur
listrik yang terjadi antara benda kerja dan elektroda. Elektroda atau logam pengisi
dipanaskan sampai mencair dan diendapkan pada sambungan sehingga terjadi
sambungan las. Mula-mula terjadi kontak antara elektroda dan benda kerja
sehingga terjadi aliran arus, kemudian dengan memisahkan penghantar timbullah
busur. Energi listrik diubah menjadi energi panas dalam busur dan suhu dapat
mencapai 5500 °C.
Ada tiga jenis elektroda logam, yaitu elektroda polos, elektroda fluks dan
elektroda berlapis tebal. Elektroda polos terbatas penggunaannya, antara lain
untuk besi tempa dan baja lunak. Biasanya digunakan polaritas langsung. Mutu
pengelasan dapat ditingkatkan dengan memberikan lapisan fluks yang tipis pada
kawat las. Fluks membantu melarutkan dan mencegah terbentuknya oksida-oksida
yang tidak diinginkan. Tetapi kawat las berlapis merupakan jenis yang paling
banyak digunakan dalam berbagai pengelasan komersil.
17
Elektroda atau kawat las ialah suatu benda yang dipergunakan untuk
melakukan pengelasan listrik yang berfungsi sebagai pembakar yang akan
menimbulkan busur nyala.
Banyak orang yang berpikir bahwa kawat las hanya memiliki satu jenis
saja. Apapun barang yang dilas, maka jenis las dan bentuk kawatnya pun hanya
itu-itu saja. Padahal sebenarnya, terdapat banyak sekali jenis kawat las yang biasa
dipanggil elektroda di pasaran. Satu jenis eletroda ini dipakai khusus untuk suatu
pekerjaan pengelasan. Elektroda atau kawat las ini menentukan seberapa besar
arus listrik yang pas untuk suatu pengerjaan pengelasan. Elektroda sendiri
memiliki berbagai kode spesifikasi yang dapat kita lihat pada kardus pembungkus
kawat las. Kebanyakan pengelas biasanya menggunakan insting, pengalaman, dan
kebiasaan dalam menentukan kawat las dan besarnya arus listrik, namun, kita
dapat mengenal beberapa kode yang tertulis dalam bungkus elektroda atau kawat
las, khususnya yang memiliki tipe SMAW.
berbeda. Perbedaan yang ada di antara berbagai jenis kawat las listrik atau yang
sering juga disebut elektroda ini terletak pada berbagai hal termasuk juga besaran
arus listrik yang akan dipergunakan dalam proses pengelasan. Material yang
berbeda membutuhkan besaran arus listrik yang berbeda pula untuk memberikan
hasil las yang paling pas, sesuai dengan kebutuhan yang ada.
Ada standar tertentu yang dipergunakan oleh para pelaku industri pengelasan
untuk bisa menentukan elektroda yang akan dipakai dan besaran arus listrik yang
diperlukan. Standar yang umum dipakai adalah standar yang ditentukan oleh
AWS (American Welding Society), yang merupakan badan pengelasan resmi di
Amerika Serikat. Standar yang ditetapkan oleh badan ini telah diakui secara luas
dan dipergunakan sebagai standar pengelasan di berbagai negara. Badan ini
mengeluarkan standar yang dinyatakan dengan tanda E XXXX yang berarti:
Untuk elektroda yang akan dipergunakan untuk pengelasan baja lunak sendiri
terdiri atas berbagai jenis tergantung dari material yang dipergunakan. Beberapa
contoh diantaranya adalah:
1. Elektroda untuk proses pengelasan besi tuang yang terbagi lagi atas
beberapa jenis elektroda yaitu elektroda baja, elektroda nikel, elektroda
perunggu dan elektroda dengan hydrogen rendah
2. Elektroda untuk aluminium
3. Elektroda untuk pelapis keras yang bertujuan untuk memberikan lapisan
yang keras pada material yang dilas sehingga material tersebut bisa lebih
tahan terhadap berbagai hal. Elektroda jenis ini sendiri terbagi atas 3
macam yaitu elektroda tahan aus, elektroda tahan pukulan dan elektroda
tahan kikisan
dan jenis konstruksi lainnya. Untuk tipe groove juga terkadang digunakan untuk
sambungan fillet adalah double bevel, namun hal tersebut sangat jarang kecuali
pelat atau materialnya sangat tebal. Berikut ini gambar sambungan T pada
pengelasan.
Gamb
ar 2.11 Tipe
Pengelasan T (Fillet) Joint
Tipe sambungan las yang sering digunakan untuk pengelasan spot atau
seam. Karena materialnya ini ditumpuk atau disusun sehingga sering digunakan
untuk aplikasi pada bagian body kereta dan cenderung untuk plat plat tipis. Jika
menggunakan proses las SMAW, GMAW atau FCAW pengelasannya sama
dengan sambungan fillet.
Edge joint merupakan sambungan di mana kedua benda kerja sejajar satu
sama lain dengan catatan salah satu ujung dari kedua benda kerja tersebut berada
pada tingkat yang sama.
23
Uji tarik adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji kekuatan
suatu bahan/material dengan cara memberikan beban gaya yang sesumbu
[Askeland, 1985]. Hasil yang didapatkan dari pengujian tarik sangat penting untuk
rekayasa teknik dan desain produk karena mengahsilkan data kekuatan material.
Pengujian uji tarik digunakan untuk mengukur ketahanan suatu material terhadap
gaya statis yang diberikan secara lambat.
Seperti pada gambar 1 benda yang di uji tarik diberi pembebanan pada kedua arah
sumbunya. Pemberian beban pada kedua arah sumbunya diberi beban yang sama
besarnya.
Beban yang diberikan pada bahan yang di uji ditransmisikan pada pegangan bahan
yang di uji. Dimensi dan ukuran pada benda uji disesuaikan dengan estándar baku
pengujian.
Tegangan yang digunakan pada kurva adalah tegangan membujur rata-rata dari
pengujian tarik. Tegangan teknik tersebut diperoleh dengan cara membagi beban
yang diberikan dibagi dengan luas awal penampang benda uji. Dituliskan seperti
dalam persamaan 2.1 berikut:
s= P/A0…………………………………………(2.1)
Keterangan ;
………………………………………(2.2)
26
Keterangan ;
Pada tegangan dan regangan yang dihasilkan, dapat diketahui nilai modulus
elastisitas. Persamaannya dituliskan dalam persamaan
……………………………………….(2.3)
Keterangan ;
e : regangan
27
σ : Tegangan (kg/mm2)
Pada mulanya pengerasan regang lebih besar dari yang dibutuhkan untuk
mengimbangi penurunan luas penampang lintang benda uji dan tegangan teknik
(sebanding dengan beban F) yang bertambah terus, dengan bertambahnya
regangan. Akhirnya dicapai suatu titik di mana pengurangan luas penampang
lintang lebih besar dibandingkan pertambahan deformasi beban yang diakibatkan
oleh pengerasan regang. Keadaan ini untuk pertama kalinya dicapai pada suatu
titik dalam benda uji yang sedikit lebih lemah dibandingkan dengan keadaan tanpa
beban. Seluruh deformasi plastis berikutnya terpusat pada daerah tersebut dan
benda uji mulai mengalami penyempitan secara lokal. Karena penurunan luas
penampang lintang lebih cepat daripada pertambahan deformasi akibat pengerasan
regang, beban sebenarnya yang diperlukan untuk mengubah bentuk benda uji akan
berkurang dan demikian juga tegangan teknik pada persamaan (1) akan berkurang
hingga terjadi patah.
Dari kurva uji tarik yang diperoleh dari hasil pengujian akan didapatkan beberapa
sifat mekanik yang dimiliki oleh benda uji, sifat-sifat tersebut antara lain [Dieter,
1993]:
1. Kekuatan tarik
6. Ketangguhan.
Kekuatan yang biasanya ditentukan dari suatu hasil pengujian tarik adalah
kuat luluh (Yield Strength) dan kuat tarik (Ultimate Tensile Strength). Kekuatan
tarik atau kekuatan tarik maksimum (Ultimate Tensile Strength / UTS), adalah
beban maksimum dibagi luas penampang lintang awal benda uji.
28
…………………………………..(2.4)
dimana,
Untuk logam-logam yang liat kekuatan tariknya harus dikaitkan dengan beban
maksimum dimana logam dapat menahan sesumbu untuk keadaan yang sangat
terbatas.
Tegangan tarik adalah nilai yang paling sering dituliskan sebagai hasil
suatu uji tarik, tetapi pada kenyataannya nilai tersebut kurang bersifat mendasar
dalam kaitannya dengan kekuatan bahan. Untuk logam-logam yang liat kekuatan
tariknya harus dikaitkan dengan beban maksimum, di mana logam dapat menahan
beban sesumbu untuk keadaan yang sangat terbatas. Akan ditunjukkan bahwa
nilai tersebut kaitannya dengan kekuatan logam kecil sekali kegunaannya untuk
tegangan yang lebih kompleks, yakni yang biasanya ditemui. Untuk berapa lama,
telah menjadi kebiasaan mendasarkan kekuatan struktur pada kekuatan tarik,
dikurangi dengan faktor keamanan yang sesuai.
3. Batas elastik adalah tegangan terbesar yang masih dapat ditahan oleh
bahan tanpa terjadi regangan sisa permanen yang terukur pada saat beban
telah ditiadakan. Dengan bertambahnya ketelitian pengukuran regangan,
nilai batas elastiknya menurun hingga suatu batas yang sama dengan batas
elastik sejati yang diperoleh dengan cara pengukuran regangan mikro.
Dengan ketelitian regangan yang sering digunakan pada kuliah rekayasa
(10-4 inci/inci), batas elastik lebih besar daripada batas proporsional.
Penentuan batas elastik memerlukan prosedur pengujian yang diberi
beban-tak diberi beban (loading-unloading) yang membosankan.
Salah satu kekuatan yang biasanya diketahui dari suatu hasil pengujian
tarik adalah kuat luluh (Yield Strength). Kekuatan luluh ( yield strength)
merupakan titik yang menunjukan perubahan dari deformasi elastis ke deformasi
30
plastis [Dieter, 1993]. Besar tegangan luluh dituliskan seperti pada persamaan 2.4,
sebagai berikut.
………………………………….(2.5)
Keterangan :
Tegangan di mana deformasi plastis atau batas luluh mulai teramati tergantung
pada kepekaan pengukuran regangan. Sebagian besar bahan mengalami perubahan
sifat dari elastik menjadi plastis yang berlangsung sedikit demi sedikit, dan titik di
mana deformasi plastis mulai terjadi dan sukar ditentukan secara teliti.
………………………………..(2.6)
Cara yang baik untuk mengamati kekuatan luluh offset adalah setelah benda uji
diberi pembebanan hingga 0,2% kekuatan luluh offset dan kemudian pada saat
beban ditiadakan maka benda ujinya akan bertambah panjang 0,1 sampai dengan
0,2%, lebih panjang daripada saat dalam keadaan diam. Tegangan offset di
Britania Raya sering dinyatakan sebagai tegangan uji (proff stress), di mana harga
ofsetnya 0,1% atau 0,5%. Kekuatan luluh yang diperoleh dengan metode ofset
31
………………………………………(2.7)
Dimana,
32
s = tegangan
ε = regangan
2.7.5. Kelentingan (resilience)
…………………… (2.9)
Persamaan ini menunjukan bahwa bahan ideal untuk menahan beban energi pada
pemakaian di mana bahan tidak mengalami deformasi permanen, misal pegas
mekanik, adalah data bahan yang memiliki tegangan luluh tinggi dan modulus
elastisitas rendah.
2.7.6. Ketangguhan (Toughness)
atau
…………………………………. (2.11)
………………………………… (2.12)
Keterangan;
Tegangan patah sejati adalah beban pada waktu patah, dibagi luas penampang
lintang. Tegangan ini harus dikoreksi untuk keadaan tegangan tiga sumbu yang
terjadi pada benda uji tarik saat terjadi patah. Karena data yang diperlukan untuk
koreksi seringkali tidak diperoleh, maka tegangan patah sejati sering tidak tepat
nilai.
Gambar 2.18 menunjukkan prinsip kerja alat uji komposisi kimia yaitu
Pada traktor tangan, jenis tenaga penggerak yang sering dipakai adalah
motor diesel. Selain motor diesel, ada yang menggunakan motor bensin atau
minyak tanah atau kerosin. Dengan menggunakan satu silinder, daya yang
dihasilkan kurang dari 12 Hp. Pada kerangka dipasang motor penggerak dengan
empat buah baut pengencang. Lubang baut pada kerangka dibuat memanjang agar
posisi motor dapat digerakkan maju mundur. Tujuannya adalah untuk
memperoleh keseimbangan traktor dan untuk menyesuaikan ukuran v-belt yang
digunakan. Engkol digunakan untuk menghidupkan motor diesel, sedangkan
untuk motor bensin dan minyak tanah menggunakan tali starter.
36
Tenaga dari motor berupa putaran poros disalurkan melalui pully dan v-
belt ke kopling utama untuk diteruskan ke gigi persneleng sehingga
menggerakkan poros roda dan poros PTO. Gigi persneling juga berfungsi untuk
mengatur kecepatan putaran poros roda dan poros PTO. Kemudian, tenaga
disalurkan ke mesin rotary. Kopling utama dioperasikan dari tuas kopling utama.
Bila tuas ditarik ke posisi netral, maka tenaga motor tidak disalurkan ke gigi
persneleng. Akibatnya traktor akan berhenti, meskipun kondisi motor penggerak
dihidupkan.
37
Tuas ini tidak selalu ada. Apabila tuas persneleng utama hanya
terdiri dari 3 kecepatan maju dan 1 kecepatan mundur, biasanya traktor
tangan dilengkapi dengan tuas persneleng cepat lambat. Fungsi perneleng
ini untuk memisahkan antara pekerjaan mengolah tanah dengan pekerjaan
transportasi (berjalan dan menarik trailer/gerobak). Dengan adanya tuas
cepat lambat, kemungkinan salah dalam memilih posisi persneleng bisa
dikurangi.
Tuas ini dihubungkan dengan tuas gas pada motor peggerak. Tuas
ini digunakan untuk mengubah kecepatan putaran poros motor penggerak
yang sesuai dengan tenaga yang dibutuhkan. Tuas ini juga berfungsi untuk
mematikan motor traktor, apabila posisinya ditempatkan pada posisi stop.