Anda di halaman 1dari 13

PENGARUH TEMPERATUR TEMPERING TERHADAP

SIFAT MEKANIK UPPER DAN LOWER CHAMBER


ORIFICE
Nanda Akbar Ganeshaa, Dini Kurniawatib , Nur Hasanahc
a
Muhammadiyah University malang
Jl. Tlogomas No. 246, Malang 65144
b,c
Departement of mechanical Engineering, Faculty of Engineering
Telp. (0354)464318-128 Fax. (0341)460782
e-mail: akbarnanda49@gmail.com, @umm.ac.id

1. Pendahuluan
Di dalam industri manufaktur terutama pada bidang minyak dan
gas, baja yang banyak digunakan adalah baja ASTM A216 WCB.
Salah satu pengunaan baja paduan mangan dari konstruksi komponen
migas yaitu chamber orifice yang terbuat dari baja ASTM A216 WCB
diproduksi oleh salah satu industri yang ada di Gresik,Jawa Timur
digunakan sebagai katup kontrol aliran fluida. Kegagalan yang sering
terjadi adalah sifat mekanik tidak memenuhi standar baja ASTM A216
WCB ketika chamber orifice mengalami pengujian tarik setelah
dilakukan normalizing [1]. Sifat mekanik adalah sifat yang
menggambarkan ketahanan baja terhadap beban mekanik seperti
gaya, momen dan energi mekanik.
Maka untuk mendapatkan sifat-sifat tersebut diperlukan proses
perlakuan panas yang berbeda. Contoh-contoh perlakuan panas yang
umum digunakan pada suatu material antara lain ialah annealing,
quenching, hardening, dan tempering [2]. Proses perlakuan panas
yang pernah dilakukan salah satu industri di Gresik, Jawa Timur untuk
baja ASTM A216 WCB, sifat mekanik yang diperoleh beberapa tidak
sesuai dengan standar yang diinginkan. Hal ini disebabkan oleh
kurang tepatnya parameter perlakuan panas yang dilakukan.
Perlakuan panas yang tidak tepat dapat mengakibatkan sifat
mekanik benda kerja yang tidak memenuhi harapan, jika suhu
pemanasan terlalu tinggi, butiran menjadi kasar dan bahan menjadi
kurang ulet [3]. Selain suhu pemanasan yang tinggi, juga dipengaruhi
oleh laju pendinginan dan media pendingin. Oleh karena itu, perlu
untuk melakukan penelitian terhadap parameter yang tepat dari proses
perlakuan panas untuk mendapatkan sifat mekanik yang diinginkan
sesuai dengan fungsi komponen peralatan.
2. Metode Penelitian
Alur penelitian untuk pengaruh temperatur tempering terhadap
sifat mekanik upper dan lower chamber orifice dapat dilihat pada
diagram alir di bawah ini.

MULAI

Persiapan spesimen baja dengan material


ASTM A216 WCB dengan bentuk Y blok

Temperring T=550℃,
Hardening T=910℃ As cast 600℃, dan 650℃
dengan waktu 5 jam dengan waktu 5 jam

Uji Kekerasan Uji Impact Uji Tarik

Hasil Uji Spesimen

Analisis data
pengujian dan
pembahasan

SELESAI

Gambar 2.1 Diagram Alir Metode Penelitian


2.1 Alat dan Bahan
Penelitan ini melakukan rekaya material dengan metode heat
treatment dengan melakukan uji Tarik,kekerasan Brinell, dan impact.
Peralatan yang digunakan dalam heat treatment baja ASTM A216 WCB
berupa dapur listrik, pencapit, stopwatch, blower, amplas. Peralatan dan
bahan-bahan yang digunakan untuk pengujian baja ASTM A216 WCB
adalah alat uji Tarik,alat uji kekerasan, dan alat uji impact.

2.2 Persiapan Spesimen

Spesimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah baja ASTM


A216 WCB berbentuk Y blok dengan dimensi berikut ini:

Gambar 3.2 Spesimen Y blok baja ASTM A216 WCB

2.3 Perlakuan panas pada specimen

Perlakuan panas dilakukan dengan melakukan pemanasan pada


temperatur 910°C selama 5 jam kemudian didinginkan cepat dengan media
udara (normalizing), lalu dilakukan pemanasan kembali (tempering) pada
temperatur 550℃, 600℃, dan 650°C, ditahan selama 5 jam dan di dinginkan
dengan media udara. Langkah-langkah perlakuan panas pada spesimen
sebagai berikut:

1. Menyiapkan Y-block baja ASTM A216 WCB dengan kondisi belum


mengalami perlakuan panas.
2. Memotong Y-block menjadi 5 buah specimen
3. Melakukan proses perlakuan panas pada setiap spesimen, sesuai
prosedur.
4. Setelah proses perlakuan panas selesai, spesimen dikeluarkan untuk
dilakukan pendinginan.

2.4 Pengujian Tarik

Pengujian tarik digunakan untuk mengetahui sifat mekanik baja


ASTM A216 WCB awal dan setelah dilakukan proses perlakuan panas.
Sifat mekanis yang akan ditinjau adalah kekuatan luluh, kekuatan
maksimum (Ultimate Tensile Strength), elongasi, dan reduksi area.
Pengujian tarik berdasarkan ASTM E8M Standard Test Methods for
Tension Testing of Metallic Materials, spesifikasi spesimen yang
digunakan seperti pada Gambar 3.3 dan Tabel 3.2.

Gambar 3.3 Spesimen uji tarik

Langkah-langkah pengujian tarik untuk baja ASTM A216 WCB sebagai


berikut, Menyiapkan 1 buah spesimen tanpa perlakuan, dan 4 buah spesimen
untuk masing-masing perlakuan panas (variasi temperatur tempering)

1. Membersihkan seluruh spesimen dengan kertas gosok grid 250 untuk


mengantisipasi adanya pengotor yang menempel pada permukaan
spesimen.
2. Melakukan pengujian tarik pada masing-masing spesimen.
3. Menganalisa hasil kurva P-∆ L
4. Mengukur panjang akhir patahan, untuk menentukan elongasi.
5. Mengitung luas akhir penampang patahan, untuk menentukan
reduksi area.

2.5 Pengujian Kekerasan


Pengujian kekerasan digunakan untuk menentukan kekerasan baja
ASTM A216 WCB awal dan setelah dilakukan proses perlakuan panas.
Pengujian kekerasan yang digunakan menggunakan metode Brinell dengan
menggunakan standar ASTM E10 Standard Test Method for Brinell Hardness
of Metallic Materials. Spesifikasi pengujian yang digunakan sebagai berikut,

Indentor : Bola baja yang dikeraskan

Beban Uji : 187,5 kgf

Waktu indentasi: 10 detik

Satuan uji : BHN

2.6 Pengujian Impact

Pengujian impak digunakan untuk mengetahui berapa energi yang


dibutuhkan untuk mematahkan benda kerja/spesimen. Pengujian impak yang
dilakukan menggunakan metode Charpy sesuai standar ASTM E-23 Standard
Test Methods for Notched Bar Impact Testing of Metallic Materials. Mengacu
pada standar baja ASTM A216 WCB maka pengujian dilakukan pada
temperatur – 7,3° C . Spesimen uji yang digunakan pada uji impak seperti pada
Gambar 3.4.
Gambar 3. 4 Spesimen Uji Impak Charpy ASTM E-23

Langkah-langkah pengujian uji impak sebagai berikut:


1. Membersihkan seluruh spesimen dengan kertas gosok untuk
menghilangkan kotoran yang menempel pada permukaan
spesimen.
2. Mengondisikan temperatur seluruh spesimen menjadi 5℃.
3. Melakukan uji impak setiap spesimen untuk diketahui energi impak.
4. Mencatat energi impak yang digunakan untuk mematahkan
specimen.
3. Hasil dan Pembahasan
3.1 Pengujian Tarik
Sifat mekanik material dapat diketahui dengan melakukan
pengujian tarik. Hasil dari pengujian tarik dihasilkan nilai kekuatan
maksimum dan kekuatan luluh. Persentase elongasi dan reduksi area
yang terjadi pada material setelah dilakukan pengujian tarik dapat
diperhitungkan untuk menghasilkan nilai keuletan material.
Tabel 3.1 Nilai kekuatan tarik maksimum dan kekuatan luluh akibat
perlakuan panas baja ASTM A216 WCB
Yield Strength Tensile Strength (MPa)
Perlakuan (MPa) min.250 Mpa (485-655Mpa)
As Cast 397,856 511,836
Hardening 910oC 523,086 675,067
Hardening 910oC
475,319 652,733
Tempering 550oC
Hardening 910oC
466,087 642,243
Tempering 600oC
Hardening 910oC
456,506 604,187
Tempering 650oC
Elongation (%) Reduction
Perlakukan Min. 22% Area(%)
Min. 35%
As Cast 21,6 44,62
Hardening 910oC 23,6 50,73
Hardening 910oC
22,7 44,95
Tempering
550oC
Hardening 910oC
22,3 43,24
Tempering
600oC
Hardening 910oC
22 42,51
Tempering
650oC

Tabel 3.2 Nilai penambahan panjang dan pengecilan penampang akibat perlakuan
panas baja ASTM A216 WCB
3.2 Pengujian Kekerasan

Pengujian kekerasan dapat menghasilkan kemampuan material


untuk menahan goresan dan tusukan/indentasi. Pengujian ini
memperhitungkan nilai dari komposisi terutama kadar karbon dan struktur
mikro yang terbentuk dimana kedua hal tersebut adalah yang
mempengaruhi dari nilai kekerasan material.

Tabel 3.3 Tabel Nilai kekerasan akibat perlakuan panas baja ASTM A216 WCB

Kekerasan
Perlakukan (HRB) min. 135

As Cast 128
Hardening 910oC 158
Hardening 910oC 148
Tempering 550oC

Hardening 910oC 144


Tempering 600oC

Hardening 910oC 138


Tempering 650oC

3.3 Pengujian Impak

Kekuatan impak merupakan ketahanan suatu material terhadap beban


pukulan (impact) yang dinyatakan dengan besar energi yang diperlukan
untuk mematahkan suatu material. Energi impak memberi suatu indikasi
yang baik pada energi yang diperlukan untuk inisiasi dan penjalaran suatu
retak. Kekuatan impak menunjukkan salah satu sifat mekanik material, yaitu
ketangguhan.
Tabel 3.4 Tabel Nilai energi impak pada kondisi perlakuan panas baja ASTM
A216 WCB

Perlakukan Energi Impact


(Joule)
As Cast 36,15

Hardening 910oC 32,48

Hardening 910oC
37,40
Tempering 550oC

Hardening 910oC
Tempering 600℃ 38,98

Hardening 910oC
39,20
Tempering 650oC

3.4 Pembahasan

3.4.1 Pengaruh Temperatur Tempering Terhadap Sifat Mekanik Baja ASTM


A216 WCB

Dalam pemesanan item Upper dan Lower Chamber Orrifice, salah satu
industri sebagai customer telah menetapkan standar minimum untuk sifat
mekanik item yang di inginkan, dengan kriteria sebagai berikut :
Tabel 3. 7 Standar Sifat Mekanik Baja ASTM A216 WCB

Sifat Mekanis Nilai


Tensile Strength 450-655 Mpa
Yield Strength Min. 250 Mpa
Elongation Min. 22%
Reduction Area Min. 35%
Hardness Min. 135

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh temperatur


tempering terhadap sifat mekanik baja ASTM A216 WCB. Spesimen diberi
perlakuan hardening – tempering. Digunakan parameter hardening yang
sama pada ketiga spesimen yaitu dengan temperatur austenisasi 910°C,
waktu tahan 5 jam, dan media pendingin menggunakan udara. Masing-
masing spesimen kemudian di temper dengan variasi temperatur yang
berbeda, yaitu 550°C, 600°C, dan 650°C dengan waktu tahan yang sama,
yaitu 5 jam.

Pada pengujian kekerasan, saat sampel dalam keadaan belum


dilakukan perlakuan panas (as cast) terhitung kekuatan tariknya mencapai
511,836 Mpa, sedangkan kekuatan luluhnya mencapai 397,856 Mpa.
Kemudian Ketika dilakukan perlakuan panas hardening dengan temperature
910°C kekuatan tariknya meningkat menjadi 675,067 Mpa dan kekuatan
luluhnya juga ikut meningkat menjadi 523,086 Mpa. Hal ini disebabkan
terjadinya transformasi fasa dari fasa austenite menjadi fasa martensit.
Selanjutnya diberlakukan tempering dengan suhu 550°C selama 5 jam,
hasilnya kekuatan tarik turun menjadi 652,733 Mpa dan kekuatan luluhnya
menjadi 475,319 Mpa. Penyebabnya adalah terjadi perubahan fasa
martensit menjadi upper bainit. Untuk tempering dengan suhu 600°C,
kekuatan tarik menurun menjadi 642,243 Mpa dan kekuatan luluh menjadi
466,087 Mpa. Hal ini disebabkan butir-butir dari fasa upper bainit semakin
kasar akibat peningkatan temperatur tempering. Selanjutnya dilakukan
tempering pada suhu 650°C, hasilnya kekuatan tarik terus menurun hingga
604,187 Mpa dan kekuatan luluh menjadi 456,506 Mpa. Hal ini disebabkan
oleh mulai munculnya ferit dan perlit mengahasilkan kombinasi fasa upper
bainit dan feritperlit.

Untuk elongation dan area reduksi juga mengalami perubahan fase


yang sama seperti halnya pada hasil uji kekuatan tarik dan kekuatan luluh.
Hasilnya Ketika specimen dalam keadaan as cast elongation bernilai 21,6%
dan reduction area sebesar 44,62%. Kemudian dilakukan perlakuan panas
hardening pada temperature 910°C , hasilnya elongation meningkat menjadi
23,6% dan reduction area 50,73%. Hal ini disebabkan oleh terjadinya
transformasi fasa dari fasa austenite menjadi fasa martensit. Selanjutnya
dilakukan tempering pada 550°C, hasilnya elongation menurun menjadi
22,7% dan reduction area 44,95%. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan
fasa martensit menjadi upper bainit. Kemudian untuk tempering di suhu
600°C, elongation juga menurun menjadi 22,3% dan reduction area 43,24%.
Hal ini disebabkan butir-butir dari fasa upper bainit semakin kasar akibat
peningkatan temperatur tempering. Selanjunya pada tempering suhu 650°C,
elongation terus menurun hingga 22% dan reduction area sebesar 42,51%.
Hal ini disebabkan oleh mulai muncul ferit dan perlit mengahasilkan
kombinasi fasa upper bainit dan feritperlit.

Pada pengamatan hasil uji kekerasan, didapatkan hasil uji


menggunakan HRB dengan specimen masih dalam keadaan as cast
nilainya sebesar 128 BHN. Kemudian dilakukan hardening dengan
temperature 910°C hasilnya meningkat menjadi 158 BHN. Hal ini
disebabkan oleh terjadinya transformasi fasa dari fasa austenite menjadi
fasa martensit. Ketika dilakukan tempering dengan suhu 550°C, nilai
kekerasan menurun menjadi 148 BHN. Hal ini disebabkan terjadinya
perubahan fasa martensit menjadi upper bainit. Selanjutnya untuk
tempering dengan suhu 600°C nilai kekerasan turun menjadi 144 BHN, Hal
ini disebabkan butir-butir dari fasa upper bainit semakin kasar akibat
peningkatan temperatur tempering, dan pada tempering suhu 650°C
kekerasan terus menurun hingga 138 BHN. Hal ini disebabkan oleh mulai
muncul ferit dan perlit mengahasilkan kombinasi fasa upper bainit dan
ferlitperlit,

Selanjutnya untuk hasil pengamatan pada uji impak, didapatkan energi


joule yang dibutuhkan untuk specimen as cast adalah sebesar 36,15 joule.
Ketika dilakukan hardening dengan suhu 910°C, energi impact mengalami
penurunan hingga 32,48 joule. Selanjutnya dilakukan perlakuan panas
tempering dengan suhu 550°C, hasilnya energi impact meningkat menjadi
37,40 joule. Pada suhu tempering 600°C, energi impact sebesar 38,98 dan
pada suhu tempering 650°C energi impact sebesar 39,20 joule. Pengaruh
temperatur tempering mempengaruhi energy impact material. Hal ini
disebabkan oleh terjadinya perubahan fasa dan struktur menjadi kasar akibat
peningkatan temperatur tempering

4 Kesimpulan

Pada penelitian yang telah dilakukan tentang Analisis pengaruh


temperatur tempering terhadap sifat mekanik pada baja ASTM A216 WCB,
maka diperoleh kesimpulan yang didapat adalah temperatur tempering
mempengaruhi sifat mekanik baja ASTM A216 WCB. Peningkatan
temperatur tempering menurunkan kekuatan luluh, kekuatan maksimum,
dan kekerasan serta meningkatkan keuletan dan energi impak. Perlakuan
hardening selama 5 jam disertai tempering pada temperature 550℃ dalam
waktu penahanan 5 jam jam paling mendekati spesifikasi dari sifat mekanik
pada baja ASTM A216 WCB dengan nilai kekuatan luluh 475,319 MPa,
kekuatan tarik maksimum 652,733 MPa, persen elongasi 22,7%, dan
reduksi area 44,95%, dengan tingkat kekerasan 151 BHN dan energi impact
37,40 joule.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai