TESIS
Oleh
MAGISTER AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
TESIS
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains
dalam Program Studi Magister Akuntansi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Sumatera Utara
Oleh
MAGISTER AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Fachrudin, MSM, Ak, CPA) (Fahmi Natigor Nasution, SE, M.Acc, Ak, CA)
(Ketua) (Anggota)
(Prof. Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak, CA) (Prof. Dr. Ramli, SE, MS)
syarat untuk memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister
Akuntansi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara adalah
tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini telah peneliti
cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika
penulisan ilmiah.
Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini
bukan hasil karya peneliti sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian
yang berlaku.
Peneliti,
The objective of the research was to analyze the effect of local government
size, PAD (Local Generated Revenues), complexity, capital expenditure, total
assets, and level of completion of follow-up recommendations of audit results on
the weaknesses of the local government internal control system. The population
was 33 regencies/cities in North Sumatra Province in 5 years observation of
2011-2015. The research used saturated sampling technique and multiple linear
regression analysis with the coefficient of determination, t test and F-test. The
samples were 165. Secondary data were obtained from www.bpk.go.id,
www.sumut.bps.go.id and BPKAD of North Sumatera Province. The results of the
research showed that the local government size, PAD, capital expenditure and
level of completion of follow-up recommendations of audit results had significant
influence on the weakness of internal control system, while the complexity and
total assets had no influence on the weakness of the internal control system.
Simultaneously, local government size, PAD, complexity, capital expenditure,
total assets, and level of completion of follow-up recommendations of audit results
had significant influence on the weakness of the internal control system of the
local government.
Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
dalam penelitian dan penyusunan tesis ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa
adanya bimbingan, petunjuk, masukan, dan dukungan dari berbagai pihak, untuk
itu dengan segala kerendahan hati peneliti menyampaikan rasa terima kasih
1. Bapak Prof. Runtung, SH, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Ramli, SE, MS, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
3. Ibu Prof. Dr. Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak, CA, selaku Ketua Program Studi
yang juga selaku dosen penguji yang telah memberikan saran untuk perbaikan
4. Bapak Dr. Iskandar Muda, SE, M.Si, Ak, CA, selaku Sekretaris Program
5. Bapak Prof. Dr. Fachruddin, MSM, Ak, CPA selaku Dosen Pembimbing yang
arahan dan saran kepada peneliti dalam proses penelitian dan penyusunan
tesis ini.
7. Bapak Drs. Idhar Yahya, MBA, Ak, CA selaku Dosen Penguji yang telah
8. Ibu Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak, CA selaku Dosen Penguji yang
10. Bapak Dr. Binsar H. Simanjuntak, Ak, MBA, CPMA, CA, CFrA, Kepala
Deputi BPKP Bidang Politik Sosial Budaya Pertahanan dan Keamanan selaku
11. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Administrasi Program Magister Akuntansi
Provsu, serta keluarga besar Inspektorat Provinsi Sumatera Utara yang telah
Verga Ginting dan Cheryl Anaya Verga Ginting yang telah memberikan
14. Orang tua saya Bapak Pasti Sebayang, BA (Alm) dan Ibu Dra. Aminah
Sembiring, Mertua saya Bapak Imanuel Pertama Ginting dan Ibu Anna
kepada kita semua dan kiranya tesis ini dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya
Peneliti,
Data Pribadi
Nama : Junita Veronica Sebayang
Tempat/Tgl Lahir : Medan / 27 Juni 1982
Agama : Kristen Protestan
Orang Tua
Ayah : Pasti Sebayang, BA (Alm)
Ibu : Dra. Aminah Sembiring
Status pernikahan : Menikah
Nama Suami : Toga Ariadi Ginting, ST
Nama Anak : 1. Marcello Bana Verga Ginting
2. Cheryl Anaya Verga Ginting
Alamat : Jl. Seroja 3 No. 8 C – Medan
Email : veronica_sebayang@yahoo.com
Pendidikan
SD : SD St. Thomas I Medan tahun 1988-1994
SMP : SMP Negeri 9 Medan tahun 1994-1997
SMA : SMA Negeri 12 Medan tahun 1997-2000
Sarjana (S1) : S1 Akuntansi USU tahun 2000-2004
Pekerjaan
Tahun 2004 - 2009 : Auditor di KAP Grant Thornton International
Tahun 2009 - sekarang : Pegawai Negeri Sipil di Inspektorat Provinsi Sumatera
Utara
xii
xii
xii
xii
xii
Judul Hal.
xii
1998 pada pemerintahan yang ada di pusat maupun yang berada di tingkat daerah.
yang lebih merata, karena segala urusan yang berkaitan dengan masyarakat berada
dalam naungan pemerintah daerah. Selain itu dengan adanya otonomi daerah
maka pelayanan publik dari pemerintah bisa lebih dekat dan mudah diakses oleh
masyarakat. Melalui pelayanan publik yang merata dan ada di setiap daerah
diharapkan dapat mengatasi kesenjangan antar daerah, seperti halnya yang terjadi
dikarenakan wilayahnya yang sangat luas dari ujung barat Sabang sampai di ujung
timur Merauke. Selain itu bentuk negara Indonesia yang merupakan negara
masing dalam penyusunan rencana anggaran belanja daerah. Aspek yang harus
tercakup dalam anggaran sektor publik yang terkait dengan belanja daerah adalah:
(Mardiasmo, 2002).
dari pemerintah daerah maka harus memiliki pengendalian intern yang baik dan
sesuai dengan regulasi yang berlaku. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 pasal
proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus
menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan yang
memadai atau tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan
sistem pengendalian intern (SPI) daerah mereka. SPI didesain untuk mampu
anggaran pendapatan dan belanja, dan (3) kelemahan struktur pengendalian intern.
lebih menekankan pengendalian intern dalam bentuk pelaku sebagai inti daripada
kerja, tujuan dan risiko usaha, serta meliputi semua unit kegiatan perusahaan.
elemen-elemen pengendalian yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa SPIP lebih
perilaku dan etika, nilai-nilai luhur serta komunikasi yang lebih baik sebelum
atas pelaporan keuangan. Dalam konteks Indonesia, laporan evaluasi BPK bisa
naik sebanyak 45 poin persen, yaitu dari 13% pada LKPD Tahun 2011 menjadi
58% pada LKPD Tahun 2015. Sementara itu jumlah LKPD yang memperoleh
poin persen, dari 19% pada LKPD Tahun 2011 menjadi 5% pada LKPD Tahun
2015. Tren opini atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia selama
5 tahun terakhir untuk dapat dilihat pada gambar 1.1. dibawah ini :
menjadi objek penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1.1. berikut ini:
Tabel 1.1 Perkembangan opini LKPD di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011 – 2015
Keterangan :
WTP : Opini Wajar Tanpa Pengecualian (unqualified opinion)
WTP-DPP : Opini Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelasan
(unqualified opinion with modified wording)
WDP : Opini Wajar Dengan Pengecualian (qualified opinion)
TW : Opini Tidak Wajar (adverse opinion)
TMP : Pernyataan Menolak Memberikan Opini atau Tidak Memberikan
Pendapat (disclaimer opinion)
atas Sistem Pengendalian Intern (SPI) dan dinyatakan dalam sejumlah temuan
kelemahan sistem pengendalian intern (SPI) seperti disajikan pada tabel 1.2.
Tabel 1.2 Kasus Kelemahan SPI atas LKPD Tahun Pemeriksaan 2012 s.d 2016
Kelemahan sistem
LKPD yang Kelemahan sistem pengendalian
Kelemahan struktur
diperiksa pengendalian pelaksanaan
Tahun Pemeriksaan pengendalian
akuntansi dan anggaran Total
intern
pelaporan pendapatan dan
belanja
Sumber: Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester BPK RI tahun 2012 s.d 2016
LKPD sejak tahun 2012 hingga 2016 juga menunjukkan terjadi kenaikan jumlah
pada LKPD di Indonesia juga terjadi pada pemeriksaan atas LKPD Pemerintah
Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara. Dari 6.271 total kasus
kelemahan pengendalian intern untuk LKPD tahun anggaran 2015 (6.150 kasus
pada semester I tahun 2016 ditambah 121 kasus pada semester II tahun 2016),
di Sumatera Utara. Kasus tersebut terdiri atas 204 kasus kelemahan sistem
pengendalian intern. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 1.3 berikut ini.
Sumber: Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester BPK RI tahun 2012 s.d 2016
SPI, yaitu kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan sebanyak 100
43 kasus. Sedangkan pada semester II tahun 2012, atas 10 LKPD tahun anggaran
struktur pengendalian intern sebanyak 50 kasus. Kasus tersebut di atas terjadi dan
pengendalian intern atas 7 LKPD tahun anggaran 2013 yang diperiksa pada
semester II tahun 2014 tidak tersedia pada Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II
Tahun 2014.
Pada semester I tahun 2015, Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) BPK atas
kasus. Sementara pada IHPS II Semester II tahun 2015, atas 8 LKPD tahun
Dalam IHPS BPK semester I tahun 2016, hasil pemeriksaan atas LKPD 28
kasus. Sementara pada IHPS II Semester II tahun 2016, atas 6 LKPD tahun
Pendapatan dan Belanja. Perincian dan permasalahan utama SPI dapat dilihat
karena pejabat yang bertanggung jawab lalai dan tidak cermat dalam menaati dan
memahami ketentuan yang berlaku, belum optimal dalam melaksanakan tugas dan
sebelumnya.
yang berlaku kepada pejabat yang lalai dan tidak cermat dalam menaati dan
memahami ketentuan yang berlaku, serta pejabat yang belum optimal dalam
inventarisasi ulang atas aset, berkoordinasi dengan pihak terkait dan inspektorat,
menyusun anggaran yang lebih akurat, lebih cermat dalam mengelola dan
melakukan pencatatan, melaporkan dan menyetorkan sisa kas secara baik dan
Contoh kasus yang terjadi di atas tentunya sangat merugikan negara, dan
suatu masalah yang penting untuk diteliti. Penelitian terkait faktor-faktor yang
antara lain ukuran, jumlah penduduk, Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan
2011; Puspitasari, 2013; Hartono, 2014). Jumlah penduduk yang besar membuat
masalah pengendalian intern meningkat (Martani dan Zaelani, 2011; Putro, 2013).
intern dalam organisasi (Doyle, Ge, dan McVay, 2007; Ashbaugh-skife, Collins,
ini. Pengambilan ukuran (size) menjadi variabel bebas didasarkan atas hasil
yang telah dilakukan oleh Hartono (2014) yang menganggap bahwa jumlah
penduduk yang banyak pada suatu daerah akan menyebabkan perbedaan dalam
Tahun 2004 Pasal 28 yang menyatakan bahwa, jumlah penduduk menjadi variabel
semakin banyak dan beragam kebutuhan yang harus dipenuhi. Hal itu diduga akan
masih belum konsisten sehingga menarik untuk diteliti kembali lebih lanjut.
Kompleksitas daerah biasanya dapat dilihat dari jumlah SKPD (Satuan Kerja
Perangkat Daerah). Semakin besar jumlah segmen atau cabang organisasi kasus
kelemahan pengendalian intern yang terjadi akan semakin banyak. SKPD dalam
yang digunakan dalam rangka pembentukan modal atau aset tetap untuk
pelayanan kepada masyarakat. Belanja modal meliputi tanah, peralatan dan mesin,
gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, serta dalam bentuk fisik lainnya.
Semakin besar anggaran untuk belanja modal pada institusi pemerintah daerah
maka risiko kebocoran dari anggaran untuk belanja modal tersebut semakin
seringnya terjadi praktik korupsi dalam proses tendernya. Anggaran yang besar
internal sesuai dengan prosedur yang benar. Alasan pengambilan belanja modal
sebagai variabel bebas dalam penelitian ini dikarenakan masih sangat sedikit
intern pemerintah daerah, sehingga masih sangat menarik untuk diteliti kembali.
intern. Aset adalah sumber ekonomi yang diharapkan memberikan manfaat usaha
di kemudian hari (Nurwati, 2015). Pemerintah harus mampu mengelola aset yang
dimilikinya secara baik, karena pada hakekatnya aset yang dimiliki oleh
Banyaknya aset yang ada dalam sebuah organisasi akan berpengaruh terhadap
Dalam IHPS II Tahun 2015, BPK menyebutkan bahwa secara umum atas
pada aset, antara lain meliputi Kas, Aset Lancar selain Kas, Aset Tetap dan Saldo
Variabel bebas lainnya yang termasuk variabel yang baru diteliti terkait
penduduknya di Indonesia setelah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah.
ukuran pemerintah daerah, PAD, kompleksitas daerah, belanja modal, jumlah aset
pemerintah daerah ?
pemerintah daerah ?
modal, jumlah aset dan tingkat penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil
adalah :
Pemerintah daerah, agar potensi yang dimiliki oleh daerah dapat dioptimalkan
1.5. Originalitas
dilakukan oleh Rudi Hartono, Amir Mahmud, dan Ninik Sri Utaminingsih (2014),
ukuran (size) (X2), PAD (X3), dan kompleksitas (X4) dan variabel dependen yaitu
ukuran pemerintah daerah (X1), PAD (X2), kompleksitas daerah (X3), belanja
modal (X4), jumlah aset (X5) dan tingkat penyelesaian tindak lanjut rekomendasi
permasalahan dalam pengelolaan akun aset dan belanja serta kurangnya komitmen
pemeriksaan sehingga temuan yang sama bisa berulang setiap tahunnya. Oleh
karena itu peneliti menambahkan variabel belanja modal, jumlah aset dan tingkat
ikut diteliti mengingat pertumbuhan ekonomi bukan termasuk isu atas terjadinya
adalah tahun pengamatan dan perbedaan daerah tempat penelitian. Pada penelitian
2011 s.d 2015 karena dilatarbelakangi oleh isu terkait SPI (Sistem Pengendalian
kompleksitas daerah, belanja modal, jumlah aset dan tingkat penyelesaian tindak
kepada pihak lain (agent) yang melakukan pekerjaan. Agency theory memandang
bahwa agent tidak dapat dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-baiknya bagi
pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Teori
dalam agency theory terdapat dua pihak yang melakukan kesepakatan atau
suatu kontrak, baik secara implisit maupun eksplisit, dengan pihak lain (agent)
yang menerima kewenangan dengan harapan bahwa agent akan bertindak sesuai
dengan apa yang diinginkan oleh principal. Delegasi terjadi ketika seseorang atau
24
kelompok (principal) memilih orang atau kelompok lain (agent) bertindak atas
nama (principal).
akan bertindak dengan penuh kesadaran bagi kepentingan mereka sendiri, serta
information asymmetry.
komisaris, manajemen, dan personil lain entitas yang didesain untuk memberikan
keyakinan yang memadai tentang pencapaian tiga golongan berikut ini: efektivitas
dan efisiensi operasi, keandalan pelaporan keuangan, dan ketaatan pada peraturan
319). Pengendalian intern menurut COSO adalah suatu proses yang dilaksanakan
oleh dewan direksi, manajemen, dan personil lainnya dalam suatu perusahaan
keuangan, kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku serta efektivitas
intern sebagai kebijakan dan prosedur yang melindungi aktiva perusahaan dari
telah diterapkan dalam suatu entitas tidak berarti kesalahan dan penyelewengan
tidak akan terjadi. Sebab tidak ada satupun pengendalian intern yang dapat
dapat disimpulkan bahwa pengendalian intern adalah suatu proses yang terdiri
dari kebijakan dan prosedur yang dibuat untuk dilaksanakan oleh orang-orang
keuangan negara agar tetap efektif, efisien, transparan, dan akuntabel, lembaga
intern pemerintah yang berlaku sesuai dengan regulasi yang ada. Menurut Arens
menyediakan data yang akurat dan dapat dipercaya, sebab dengan adanya
usaha yang tidak perlu atau pemborosan dalam segala kegiatan bisnis
perusahaan dan untuk mencegah penggunaan sumber daya yang tidak efisien.
intern bertujuan untuk memastikan bahwa segala peraturan dan hukum telah
melalui sistem otorisasi yang telah ditetapkan dan pencatatan transaksi yang
tegas,
3. Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit
organisasi,
4. Kesadaran pengendalian
pemantauan. Secara garis besar komponen pengendalian intern menurut PP. No.
menurut keduanya secara garis besar sama. Hal ini terjadi dikarenakan konsep
komponen pengendalian intern menurut PP. No. 60 Tahun 2008 mengadopsi dari
pengendalian adalah “tone at the top” perusahaan. Tone at the top dalam hal ini
Contoh tindakan yang baik dalam sebuah perusahaan harus dimulai dari pemilik
dan manajer puncak. Mereka harus berprilaku secara terhormat untuk memberikan
perekrutan, pelatihan, evaluasi, penetapan gaji, dan promosi karyawan. Selain itu
jaminan yang wajar bahwa hanya karyawan yang kompeten dan jujurlah yang
orang yang ada di dalam organisasi tersebut. Beberapa faktor yang berpengaruh di
dalam lingkungan pengendalian antara lain integritas dan nilai etik, komitmen
terhadap kompetensi, dewan direksi dan komite audit, gaya manajemen dan gaya
secara kolektif.
yaitu memperhitungkan risiko yang mungkin akan dialami oleh perusahaan agar
terhadap risiko yang relevan untuk mencapai tujuannya, membentuk suatu dasar
yang berkaitan dengan pembuatan laporan keuangan yang disajikan sesuai dengan
Risiko yang relevan dengan pelaporan keuangan mencakup peristiwa dan keadaan
intern maupun ekstern yang dapat terjadi dan secara negatif mempengaruhi
dapat timbul atau berubah karena berbagai keadaan, antara lain perubahan dalam
lingkungan operasi, personel baru, sistem informasi yang baru atau yang
diperbaiki, teknologi baru, lini produk, produk, atau aktivitas baru, restrukturisasi
suatu rangkaian atau tahapan yang dijalankan dan dirancang untuk memastikan
relevan dengan audit dapat digolongkan sebagai kebijakan dan prosedur yang
dan pengambilan tindakan koreksi. Proses ini dilaksanakan melalui kegiatan yang
berlangsung secara terus menerus, evaluasi secara terpisah, atau dengan berbagai
kombinasi dari keduanya. Auditor intern atau personel yang melakukan pekerjaan
komunikasi dengan pihak luar seperti keluhan pelanggan dan respon dari badan
pengatur yang dapat memberikan petunjuk tentang masalah atau bidang yang
entitas, sifat bisnis entitas, keberagaman dan kompleksitas operasi entitas, metode
2008 adalah sistem informasi, sedangkan menurut COSO (1999) adalah informasi
pelaporan keuangan yang meliputi sistem akuntansi yang berisi metode untuk
informasi yang relevan dengan pelaporan keuangan untuk memahami berbagai hal
keuangan,
informasi.
1. Karyawan yang kompeten, dapat diandalkan, dan etis agar prosedur dapat
jawabnya.
dijalankannya.
akuntansi.
4. Audit atas laporan keuangan dan sistem akuntansi perusahaan yang dapat
7. Memiliki alat pengendalian lainnya seperti brankas tahan api, alarm anti
pencuri, fidelity bonds cuti wajib (mandatory vacations) dan rotasi tugas (job
rotation).
yang telah ditetapkan oleh manajemen untuk memberikan jaminan yang layak
aktiva,
4. Penjagaan yang memadai terhadap akses dan penggunaan aktiva dan catatan,
BPK RI Tahun 2014 disebutkan kelemahan atas SPI dikelompokkan dalam tiga
e. Sistem informasi akuntansi dan pelaporan belum didukung SDM yang memadai
a. Entitas tidak memiliki SOP yang formal untuk suatu prosedur atau
keseluruhan prosedur
b. SOP yang ada pada entitas tidak berjalan secara optimal atau tidak ditaati
d. Satuan pengawas internal yang ada tidak memadai atau tidak berjalan
optimal
dalam personil atau dalam sistem dan prosedur dapat pula mengakibatkan
gangguan.
untuk tujuan yang tidak sah, seperti keuntungan pribadi manajer, penyajian
tersebut.
Ukuran dalam sebuah entitas lazimnya digunakan sebagai suatu skala ukur
dimana dapat diklasifikasikan ukuran besar kecilnya suatu entitas. Ukuran sebuah
entitas dapat dijadikan sebuah gambaran secara umum yang bisa dilihat secara
nilai pasar ekuitas untuk mengukur besar kecilnya suatu perusahaan. Menurut
Ferri dan Jones (1996), tolok ukur yang bisa dijadikan dasar untuk menunjukkan
besar kecilnya suatu entitas atau perusahaan antara lain: total penjualan, rata-rata
tingkat penjualan, dan total aktiva. Perusahaan yang tergolong ke dalam ukuran
besar pada umumnya memiliki aset yang besar pula, sehingga dapat menarik
pemerintahan dapat dilihat dari total pendapatan yang diperoleh dalam setahun
dan jumlah penduduk. Total pendapatan suatu daerah bersumber dari Pendapatan
Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan (DAU, DAK, DBH) dan lain-lain dari
memiliki sumber daya yang besar pula. Besarnya sumber daya yang dimiliki suatu
pengelolaan keuangan daerah. Selain itu, tekanan politis yang dialami oleh
birokrasi pemerintah daerah yang besar cenderung lebih tinggi sehingga membuat
2005 dalam Kristanto, 2009). Sedangkan menurut Baber (2010) dalam Hartono
(2014) ukuran organisasi atau entitas dalam hal ini pemerintah daerah dapat
diukur dengan jumlah penduduk. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Manik
(2013) dalam Hartono (2014), yang juga menggunakan populasi jumlah penduduk
sebagai proksi dari ukuran. Kedua penelitian di atas sangat sejalan dengan Pasal
anggaran yang tidak sama dengan daerah yang memiliki jumlah penduduk sedikit.
penduduk dan jumlah anggaran yang berbeda-beda, hal ini akan menimbulkan
Semakin besar jumlah penduduk dari suatu daerah maka semakin besar pula
pendanaan yang digunakan untuk layanan publik dan permasalahan yang timbul
potensi daerahnya. PAD dapat berupa pemungutan pajak daerah, retribusi daerah,
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan dari sumber lain yang
Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai revisi dari Undang-
Undang Nomor 22 tahun 1999 yaitu daerah yang berhak mengurus rumah
tangganya sendiri (daerah otonom) yang dibagi menjadi Daerah Provinsi dan
pajak atau retribusi daerah yang baru, sehingga kemajuan suatu daerah akan dapat
membiayai pengeluaran atau belanja daerah. Semakin besar PAD yang dimiliki
suatu daerah maka semakin besar pula kemampuan yang dimiliki daerah untuk
mencapai tujuan dari otonomi daerah yaitu dalam hal peningkatan pelayanan dan
kesejahteraan masyarakat.
daerah terdiri dari PAD, Dana Perimbangan, Lain-lain Pendapatan Daerah yang
1. Pajak Daerah
Undang-Undang No. 28 Tahun 2009. Pajak daerah adalah iuran wajib yang
dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada pemerintah daerah yang
terdiri atas:
a. Pajak provinsi
Pajak provinsi terdiri dari: Pajak kendaraan bermotor (PKB), Bea balik
Pajak kabupaten atau kota adalah pungutan pajak yang ditetapkan oleh
bupati atau walikota selaku kepala daerah tingkat II sebagai bagian dari
pendapatan kabupaten atau kota. Pajak kabupaten dan kota terdiri dari:
penerangan jalan, Pajak mineral bukan logan dan batuan, Pajak parkir,
Pajak air tanah, Pajak sarang burung walet, Pajak bumi dan bangunan
(PBB), dan Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB).
2. Retribusi Daerah
adalah pungutan derah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin
c. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau
Lain-lain PAD meliputi hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dapat
dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga dan komisi, potongan atau bentuk
lain sebagai akibat penjualan dan atau pengadaan barang dan atau jasa oleh
atau angsuran
b. Jasa giro
c. Pendapatan bunga
penjualan dan atau pengadaan barang dan atau jasa oleh daerah
uang asing
kerja, jumlah tingkatan di dalam hierarki organisasi serta tingkat sejauh mana
kecamatan, dan jumlah penduduk. Jumlah SKPD menjadi salah satu ukuran
kompleks suatu organisasi dalam menjalankan kegiatan dan memiliki area kerja
yang tersebar akan semakin sulit pengendalian intern dijalankan. Organisasi akan
pengendalian intern secara konsisten untuk setiap divisi yang berbeda. Jumlah
dialami karena setiap kecamatan yang ada di suatu daerah memiliki latar belakang
yang berbeda-beda. Banyaknya jumlah kecamatan yang ada di suatu daerah juga
Selain itu masalah yang timbul dari banyaknya jumlah kecamatan adalah pada
saat pelaporan laporan keuangan pemerintah daerah (Martani dan Zaelani, 2011).
Jumlah penduduk dari suatu daerah dapat dijadikan ukuran dari kompleksitas
Pasal 28 UU No. 33 Tahun 2004, jumlah penduduk menjadi variabel utama dalam
aspek, yaitu :
yang harus diproses dan tahapan pekerjaan yang harus dilakukan untuk
tersebut adalah:
2. Sarana dan teknik pembuatan keputusan dan latihan tertentu diduga telah
kompleksitas tugas,
pembentukan modal atau aset tetap untuk operasional sehari-hari suatu satuan
belanja modal merupakan pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan
aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Menurut
dalam rangka memperoleh atau menambah aset tetap dan aset lainnya yang
memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi serta melebihi batasan minimal
kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan pemerintah. Menurut PP
Nomor 71 Tahun 2010, belanja modal merupakan belanja pemerintah daerah yang
manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan
daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang sifatnya rutin seperti biaya
infrastruktur, dan harta tetap lainnya. Cara mendapat belanja modal dengan
membeli melalui proses lelang atau tender. Aset tetap yang dimiliki pemerintah
daerah sebagai akibat adanya belanja modal merupakan syarat utama dalam
dana dalam bentuk anggaran belanja modal dalam APBD untuk menambah aset
tetap. Setiap tahun diadakan pengadaan aset tetap oleh pemerintah daerah sesuai
dalam belanja modal adalah pembelian tanah, peralatan dan mesin, gedung dan
bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan, serta dalam bentuk fisik lainnya.
dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan
2. Belanja modal peralatan dan mesin adalah pengeluaran yang digunakan untuk
dan mesin serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari 12
bulan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai.
4. Belanja modal jalan, irigasi, dan jaringan adalah pengeluaran yang digunakan
dan pengelolaan jalan, irigasi, dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap
pakai.
peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan, irigasi, dan jaringan,
termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal kontrak sewa beli,
pengeluaran yang bernama belanja modal, hal ini dilaksanakan dalam rangka
modal yang berbeda-beda dan alokasi belanja modal yang berbeda-beda pula.
Latar belakang dari setiap daerah akan menentukan arah dari alokasi dari dana
belanja modalnya.
didasarkan pada kebutuhan memiliki arti bahwa tidak semua satuan kerja atau unit
pengadaan dilakukan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing satuan
kerja. Berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi satuan kerja, ada satuan kerja
yang menyediakan sarana dan prasarana fisik seperti fasilitas pendidikan (gedung
sementara satuan kerja lain ada yang hanya memberikan pelayanan jasa langsung
kesehatan.
Agar alokasi dari dana belanja modal yang dimiliki suatu daerah dapat
tepat sasaran dan tujuan utama dari belanja modal yang dilakukan oleh
pemerintah daerah bisa tercapai maka perlu adanya sistem pengawasan yang baik.
daerah.
adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah
sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan atau
social di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun
masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya non
keuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan
sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. Aset
dimasukkan dalam neraca dengan saldo normal debit. Aset atau aktiva dipahami
sebagai harta total. Daftar aset atau aktiva di dalam neraca disusun menurut
tingkat likuiditasnya, mulai dari yang paling likuid hingga yang tidak likuid.
Aktiva pada neraca disajikan pada sisi kiri secara berurutan dari atas ke bawah.
(BMD) adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau
peraturan perundang-undangan,
2. Barang yang dimiliki oleh Perusahaan Daerah atau BUMD lainnya yang
BMD termasuk dalam aset lancar dan aset tetap. Aset lancar adalah aset yang
diharapkan segera untuk direalisasikan, dipakai, atau dimiliki untuk dijual dalam
waktu 12 bulan sejak tanggal pelaporan, berupa persediaan. Sedangkan aset tetap
adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 bulan untuk
meliputi tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan
uraian di atas dapat diketahui bahwa aset daerah terdiri dari aset lancar, aset tetap,
dan aset lainnya, sedangkan barang daerah adalah persediaan (bagian dari aset
pengendalian internal. Semakin besar jumlah aset daerah, maka semakin banyak
pula kelemahan pengendalian internal yang ditemukan. Hal ini dikarenakan aset
pemeriksaannya yang ditujukan kepada orang dan/ atau badan yang berwenang
dalam LHP dan wajib memberikan jawaban atau penjelasan kepada BPK tentang
diperiksa dan/ atau pejabat yang bertanggung jawab kepada BPK. Selanjutnya,
tuntas oleh pejabat yang diperiksa sesuai dengan rekomendasi BPK. Rekomendasi
tindak lanjut atas rekomendasi dalam LHP, serta nilai penyerahan aset atau
administratif berupa pemberian peringatan, teguran, dan/ atau sanksi kepada para
Hal tersebut karena entitas belum memiliki kesamaan persepsi dan prosedur yang
pengendalian internal.
Penelitian dari Yamin (2015), Rudi Hartono (2014), Nurwati (2013), dan
Martani (2011) menyatakan bahwa variabel ukuran (dalam hal ini merupakan
(2015) dan Kristanto (2009) menyatakan bahwa PAD tidak berpengaruh terhadap
tinggi. Martani dan Zaelani (2011) tidak menemukan adanya pengaruh jumlah
positif signifikan terhadap kelemahan pengendalian internal. Hal ini tidak sejalan
intern yang dilakukan Mauro (1998) dalam Kristanto (2009) menemukan bahwa
(2011) dan Petrovits (2010) menemukan bahwa total aset berpengaruh negatif
dan Nurwati (2015) menyatakan bahwa jumlah aset berpengaruh positif terhadap
variabel yang dipergunakan serta hasil penelitiannya dapat dilihat seperti pada
(X1), Pendapatan Asli Daerah (PAD) (X2), kompleksitas daerah (X3), belanja
modal (X4), jumlah aset (X5) dan tingkat penyelesaian tindak lanjut rekomendasi
sebagai berikut :
Independen Dependen
61
yang bisa dilihat secara fisik luar organisasi. Organisasi yang mempunyai ukuran
Ukuran dalam suatu organisasi juga memperlihatkan tingkatan aktivitas yang ada
aktivitas yang tinggi, sedangkan perusahaan yang memiliki ukuran kecil biasanya
Proksi dari ukuran pemerintah daerah dalam penelitian ini adalah jumlah
sebelumnya oleh Baber (2010) dalam Hartono (2014). Menurut Baber (2010)
dalam Hartono (2014) ukuran organisasi atau entitas dalam hal ini pemerintah
daerah dapat diukur dengan jumlah penduduk. Hal tersebut sejalan dengan Pasal
pendapatan yang ada dalam lingkup pemerintah daerah baik itu pemerintah daerah
tingkat I atau provinsi maupun pemerintah daerah tingkat II atau kabupaten/ kota.
PAD dapat berupa pemungutan pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan, dan dari sumber lain yang sah.
terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh Puspitasari (2013) yang tidak
intern.
bahwa semakin besar sumber PAD maka akan berpengaruh positif terhadap
Kompleksitas suatu daerah dapat dilihat dari aspek jumlah Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD), jumlah kecamatan, dan jumlah penduduk yang ada di
daerah tersebut. Jumlah SKPD dan jumlah kecamatan dalam hal ini diibaratkan
sebagai cabang dari pemerintahan daerah. Semakin banyak jumlah SKPD dan
suatu daerah semakin tinggi. Kompleksitas dalam hal ini berkaitan dengan
pengawasan dari pemerintah daerah dan penyatuan laporan keuangan pada saat
pelaporan laporan keuangan daerah. Selain itu jumlah penduduk juga dapat
Dengan demikian akan semakin banyak dan beragam kebutuhan yang harus
dipenuhi pemerintah daerah. Hal ini tentunya akan menambah kompleksitas yang
menjalankan aktivitas dan lingkungan kerja yang luas maka akan semakin sulit
yang luas dan memiliki berbagai divisi. Hambatan juga akan muncul dalam hal
penyatuan laporan keuangan dari berbagai divisi dan cabang jika organisasi
Penelitian yang dilakukan oleh Hartono (2014), Fauza (2015) dan Puspitasari
Martani dan Zaelani (2011) tidak menemukan hubungan antara kompleksitas yang
proksi dari kompleksitas daerah. SKPD diibaratkan menjadi anak cabang dalam
adalah dalam hal penyatuan laporan keuangan (Martani dan Zaelani 2011).
Kesulitan ini dialami karena SKPD memiliki latar belakang yang berbeda antara
satu SKPD dengan SKPD yang lainnya dilihat dari berbagai aspek. Berdasarkan
pembentukan modal atau aset tetap untuk operasional sehari-hari satuan kerja
mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan, serta dalam bentuk fisik
lainnya. Belanja modal sangat erat kaitannya dengan pengadaan barang fisik atau
aset tetap. Semakin banyak jumlah belanja modal yang dimiliki suatu daerah
maka alokasi untuk pengadaan aset tetap semakin tinggi. Proses pengadaan aset
atau tender. Dalam proses tender, perusahaan yang memenuhi persyaratan dan
pengadaan aset tetap tersebut. Proyek pengadaan barang ini yang sangat rawan
tinggi.
Mauro (1998) dalam Kristanto (2009) korupsi lebih mudah dilakukan pada
belanja anggaran yang memudahkan terjadinya suap, mark up, dan membuat
(2009) mencatat delapan belas modus korupsi yang dilakukan di daerah, antara
lain pengusaha yang mempengaruhi kepala daerah atau pejabat daerah untuk
keuntungannya dinaikkan. Selain itu kepala daerah atau pejabat daerah sering
meminta uang jasa yang dibayarkan di muka kepada pemegang tender sebelum
pemerintah daerah.
yang dilakukan oleh Martani dan Zaelani (2011) menemukan bahwa total aset
pemerintah daerah. Sementara itu Fauza (2015) tidak menemukan pengaruh antara
semakin besar ukuran suatu entitas maka kelemahan pengendalian intern akan
semakin kecil. Secara intuitif organisasi yang besar memiliki prosedur pelaporan
keuangan yang baku dan memiliki cukup sumber daya manusia untuk pembagian
tanggung jawab sehingga lebih teratur. Organisasi yang besar juga memiliki
sumber daya ekonomi yang lebih banyak untuk melakukan implementasi sistem
pengendalian intern.
positif yang terjadi antara total aset dengan kelemahan pengendalian intern
intern, artinya pemerintah daerah yang memiliki aset yang jumlahnya besar justru
hasil pemeriksaan yang harus ditindaklanjuti diatas 60%. Rendahnya tindak lanjut
berkomitmen melaksanakan rekomendasi tindak lanjut yang diberikan oleh BPK RI.
temuan audit. Demikian halnya dengan hasil penelitian Yamin (2015) yang
telah disajikan di atas, maka hipotesis penelitian yang dapat disimpulkan dari
daerah (H6).
Mulyani (2007) jika peneliti menggunakan seluruh elemen populasi menjadi data
penelitian maka disebut sensus. Sensus digunakan jika elemen populasi relatif
dibutuhkan dalam penelitian ini dari Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah
Utara Jalan Diponegoro Medan serta dengan mengakses situs Badan Pemeriksa
Utara (www.sumut.bps.go.id).
Data lainnya yang mendukung penelitian ini diperoleh dari sumber bacaan
Adapun rincian rencana waktu penelitian ini dapat dilihat pada lampiran 1.
71
yang ada di Provinsi Sumatera Utara yang terdiri dari 25 Pemerintah Kabupaten
dan 8 Pemerintah Kota yang diaudit oleh BPK Republik Indonesia dengan periode
pengambilan sampel yang digunakan adalah tehnik sampel jenuh (Sugiono, 2008),
sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 165 data kabupaten/kota yang
berikut :
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
berupa Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I dan II Tahun 2010 s.d 2016 yang
2015 diperoleh dari Badan Pusat Statistik (www.bps.go.id) dan data Laporan
2011 s.d 2015 diperoleh dari Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah
mencatat, dan mengolah data yang berkaitan dengan penelitian ini. Data yang
pemerintah daerah, PAD, jumlah penduduk, jumlah aset daerah dan jumlah SKPD
Pendapatan Asli Daerah (PAD), kompleksitas daerah, belanja modal, jumlah aset
penelitian ini, maka perlu diberikan definisi variabel operasional yang akan diteliti
sebagai berikut :
1. Variabel Independen
tersebut.
2. Variabel dependen
Ukuran pemerintah daerah adalah sebuah cara untuk menilai potensi yang
b. PAD (X2)
PAD adalah salah satu pendapatan daerah yang diperoleh dengan mengelola
dan memanfaatkan potensi daerahnya. PAD dapat diukur dari besarnya nilai
PAD adalah salah satu pendapatan daerah yang diperoleh dengan mengelola
dan memanfaatkan potensi daerahnya. PAD dalam penelitian ini diukur dari
kabupaten/kota.
sulit. Kesulitan ini biasanya terjadi dalam hal penyatuan laporan keuangan
Belanja modal dalam penelitian ini diukur dengan realisasi belanja modal
dari pengendalian intern akan lebih sulit diterapkan pada daerah yang
Aset daerah adalah semua kekayaan daerah yang dimiliki maupun yang
dikuasai pemerintah daerah, yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD
atau berasal dari perolehan lainnya yang sah, misalnya sumbangan, hadiah,
Jumlah aset daerah dalam penelitian ini merupakan total aset keuangan dan
keuangan meliputi kas dan setara kas, piutang serta surat berharga baik
berupa investasi jangka pendek maupun jangka panjang. Aset non keuangan
Tahun 2004 dan Undang Undang Nomor 15 Tahun 2006. Hasil pemantauan
lembaga perwakilan yaitu DPR, DPD, dan DPRD dalam bentuk IHPS.
Model dan teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis
regresi berganda. Untuk keabsahan hasil analisis regresi berganda terlebih dahulu
dilakukan uji kualitas instrumen pengamatan, uji normalitas data dan uji asumsi
Sosial Sciense). Model yang digunakan dalam penelitian ini dapat dirumuskan
sebagai berikut :
Dimana :
Y = Kelemahan pengendalian intern
b0 = Konstanta
b1, b2, b3, b4, b5, b6 = Koefisien regresi
X1 = Ukuran Pemerintah Daerah
X2 = Pendapatan asli Daerah (PAD)
X3 = Kompleksitas Daerah
X4 = Belanja Modal
X5 = Jumlah asset
X6 = Tingkat penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil
pemeriksaan
e = Tingkat kesalahan
(2013) terdapat empat uji asumsi klasik yang terdiri dari uji normalitas,
berdistribusi normal atau tidak adalah dengan menggunakan analisis grafik dan uji
penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau dengan melihat
histogram dari residualnya. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan
distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. Jika data
menyebar jauh dari diagonalnya dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal atau
grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi
Kolmogorov-Smirnov (K-S) :
a. Nilai Signifikan atau probabilitas < 0,05, maka distribusi data adalah tidak
normal.
b. Nilai Signifikan atau probabilitas > 0,05, maka distribusi data adalah normal.
tidak korelasi diantara variabel independen. Jika terjadi korelasi antar variabel
regresi yang baik harus tidak menimbulkan masalah multikolinieritas. Untuk itu
diperlukan uji multikolinieritas terhadap setiap data variabel bebas yaitu dengan :
Inflation Factor (VIF). Jika angka VIF lebih besar dari 10, maka variabel
menunjukkan nilai yang lebih besar dari 0,1 akan memberikan kenyataan
linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan
Bila nilai DW lebih kecil daripada dL, koefisien autokorelasi lebih besar
Bila nilai DW terletak diantara dL dan dU, maka tidak dapat disimpulkan.
Bila nilai DW lebih besar daripada 4 – dL, koefisien autokorelasi lebih besar
disimpulkan.
yang lain. Model regresi yang baik adalah yang tidak terjadi heterokedastisitas.
berikut:
a. Jika ada pola tertentu, seperti titik–titik yang ada membentuk pola tertentu
b. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik–titik menyebar di atas dan di bawah
Uji heterokedastisitas juga dapat dilihat dengan uji Glejser. Ada dua
sebagai variable dependen dan X1, X2, X3, X4, X5 dan X6 sebagai variable
independen.
freedom) df = (n-k) dan (k-1) dimana n adalah jumlah sampel, kriteria yang
digunakan adalah:
a. Bila F hitung > F tabel atau probabilitas < nilai signifikansi (Sig ≤ 0,05),
maka Ha tidak dapat ditolak, ini berarti bahwa secara simultan variabel
b. Bila F hitung < F tabel atau probabilitas > nilai signifikansi (Sig ≥ 0,05),
maka Ha ditolak, ini berarti bahwa secara simultan variabel independen tidak
tingkat signifikansi 0,05, maka dapat ditentukan apakah H0 ditolak atau diterima
(Ho diterima apabila p value > 0,05, H0 ditolak apabila p value < 0,05).
a. Bila t hitung > t tabel atau probabilitas < tingkat signifikansi (Sig < 0,05),
variabel dependen.
b. Bila t hitung < t tabel atau probabilitas > tingkat signifikansi (Sig > 0,05),
antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel
(Ghozali, 2013).
tambahan satu variabel independen, maka nilai R2 pasti meningkat tidak peduli
kompleksitas daerah, belanja modal, jumlah aset dan tingkat penyelesaian tindak
s.d 2015).
analisis SPSS mendeteksi adanya data outlier, yakni data yang memiliki
lainnya dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim baik untuk sebuah variabel
dengan cara mengkonversi nilai data kedalam skor standardized atau yang biasa
disebut z-score, yang memiliki nilai means (rata-rata) sama dengan nol dan
standar deviasi sama dengan satu. Untuk sampel kecil (kurang dari 80), maka
standar skor dengan nilai ≥ 2.5 dinyatakan outlier. Untuk sampel besar stanndar
skor dinyatakan outlier jika nilainya pada kisaran 3 sampai 4 (Ghozali, 2013).
Oleh karena sampel penelitian ini tergolong besar (165 data), maka standar skor
dinyatakan outlier jika nilainya berada pada kisaran 3 sampai dengan 4. Analisis
data outlier dapat dilihat pada lampiran III. Dari hasil pengamatan terhadap data
85
Berdasarkan hasil pengamatan untuk variabel ZX1, ZX2 dan ZX5 masing-
masing memiliki 5 observasi yang outlier yakni observasi 126 s.d 130, sedangkan
untuk variabel ZX4 memiliki 4 observasi yang outlier yaknni observasi 126, 128,
129 dan 130. Observasi 126 s.d 130 dinyatakan oulier karena memiliki pencilan
yang cukup jauh dengan observasi lainnya dalam populasi. Kelima data obervasi
tersebut merupakan data amatan 5 tahun untuk Pemerintah Kota Medan, oleh
maksimum, rata-rata, dan standar deviasi (Ghozali, 2013). Berdasarkan hasil uji
statistik deskriptif setelah dikurangi data outlier, diperoleh sebanyak 160 data
Utara untuk data amatan 5 tahun. Deskripsi data dalam penelitian ini disajikan
pengendalian intern (FICW) memiliki nilai minimum sebesar 3 temuan dan nilai
maksimum sebesar 16 temuan dengan nilai rata-rata sebesar 6,99 dan standar
minimum sebesar 40,88 ribu jiwa dan nilai maksimum sebesar 2, 029 juta jiwa.
milyar dan tertinggi sebesar Rp 515,29 milyar. Rata-rata nilai realisasi PAD
Daerah (SKPD) memiliki nilai minimum sebesar 28 SKPD dan nilai maksimum
sebesar 71 SKPD dengan nilai rata-rata sebesar 41 dan standar deviasi sebesar
10,27.
Selama kurun waktu lima tahun diketahui bahwa nilai realisasi belanja
modal terendah adalah sebesar Rp 70,24 milyar dan tertinggi adalah sebesar Rp
553,71 milyar dengan nilai rata-rata sebesar Rp 178,03 milyar dan standar deviasi
sebesar Rp 158,43 milyar dan tertinggi sebesar Rp 5,751 trilyun. Rata-rata jumlah
(TLHP) memiliki nilai minimum sebesar 0% dan nilai maksimum sebesar 83%
Pada analisis ini perlu dilihat terlebih dahulu apakah data dapat dilakukan
model regresi dapat diterima secara ekonometrik. Pengujian asumsi klasik yang
harus dipenuhi meliputi: uji normalitas, uji multikolinearitas, uji autokorelasi dan
Uji normalitas dilakukan untuk melihat sebaran data apakah terjadi secara
normal. Uji normalitas dilakukan dengan melihat grafik normal P-Plot dan dengan
garis observasi mendekati atau menyentuh garis diagonalnya yang berarti nilai
probabilitas asymp.sig (2-tailed) pada uji Kolmogorov Smirnov (K-S) lebih besar
dari 0,05 maka dapat dinyatakan bahwa data memiliki distribusi normal,
sebaliknya jika probabilitas asymp.sig (2-tailed) lebih kecil dari 0,05 maka dapat
dilakukan dengan uji Kolmogorov Smirnov dapat dilihat pada Tabel 5.3 berikut ini.
Unstandardized Residual
N 160
Normal Parametersa,b Mean .0000000
Std. Deviation 2.04250770
Most Extreme Absolute .079
Differences Positive .079
Negative -.043
Test Statistic .079
Asymp. Sig. (2-tailed) .077c
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
Sumber : hasil penelitian, 2017 (data diolah pada lampiran 5)
asymp.sig (2-tailed) lebih besar dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa data
residual memiliki distribusi normal. Hasil analisa statistik konsisten dengan uji
Model regresi yang baik adalah regresi dengan tidak adanya gejala
korelasi yang kuat di antara variabel bebasnya. Berikut ini disajikan hasil hasil uji
UKURAN in
-.003 .001 -.401 -2.226 .027 .171 5.863
thousands
Tampilan output SPSS dari tabel 5.4 menunjukkan VIF dan tolerance
pada nilai VIF tidak ada yang melebihi 10 dan nilai tolerance tidak ada yang
Model regresi yang baik adalah model regresi yang tidak memiliki
satu sama lainnya (Ghozali, 2013). Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi
dilakukan dengan Uji Durbin-Watson (DW test). Berikut ini disajikan hasil uji
untuk heterokedastisitas yang dapat dilihat pada tabel 5.5 sebagai berikut:
(lampiran 7), pada jumlah observasi (n) = 160; variabel (k) = 6; dan nilai
signifikansi (α) = 0,05 maka diperoleh dl = 1,664 dan du = 1,819. Maka dapat
Model regresi yang baik adalah model regresi yang bebas dari masalah
ini disajikan hasil uji untuk heterokedastisitas yang dapat dilihat pada gambar 5.2
Grafik Scatter Plot tersebut diatas menunjukkan tidak ada pola yang jelas,
serta titik–titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka dapat
dengan uji Park juga dapat dilakukan. Uji Park dilakukan dengan meregresikan
variabel independen (Ghozali,2013). Adapun Hasil Uji Park yang telah dilakukan
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
lebih besar dari 0,05 maka dapat dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi
dilanjutkan ke pengujian hipotesis. Hasil uji Park konsisten dengan hasil uji grafik
scatterplot.
pelanggaran pengujian asumsi klasik dan model sudah dapat digunakan untuk
hipotesis. Hipotesis yang akan diuji adalah ukuran pemerintah daerah, PAD,
kompleksitas daerah, belanja modal, jumlah aset dan tingkat penyelesaian tindak
daerah, PAD, kompleksitas daerah, belanja modal, jumlah aset dan tingkat
kelemahan sistem pengendalian intern pemerintah daerah dapat dilihat pada tabel 5.7.
Berdasarkan tabel 5.7. diatas, maka hasil analisis regresi linear berganda
dapat dibuat persamaan regresi sebagai berikut :
a. Nilai konstanta untuk persamaan regresi adalah sebesar 8,292. Artinya jika
jika terjadi kenaikan jumlah penduduk sebesar 1 jiwa, akan berdampak pada
0,003 temuan.
c. Nilai koefisien PAD sebesar +0,025 menyatakan bahwa jika terjadi kenaikan
PAD sebesar Rp 1, maka akan berdampak pada kenaikan KPI sebesar 0,025
0,009 temuan.
e. Nilai koefisien Belanja Modal sebesar -0,008 menyatakan bahwa jika terjadi
f. Nilai koefisien jumlah aset sebesar -0,000028 menyatakan bahwa jika terjadi
g. Nilai koefisien TLHP sebesar -1,708 menyatakan bahwa jika terjadi kenaikan
sebesar 100%, akan berdampak pada penurunan jumlah temuan KPI sebesar
0,05 dan nilai koefisien sebesar -0,003 serta nilai t-statistik sebesar -2,226. Tanpa
nilai negatif nilai t-statistik tersebut lebih besar dari nilai t-tabel 1,654 (lihat
lampiran 8). Hal ini menunjukkan bahwa ukuran pemerintah daerah dalam hal ini
maupun di kota.
Variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD) memiliki nilai signifikasi 0,000 <
α = 0,05 dan nilai koefisien sebesar 0,025 serta nilai t-statistik sebesar 4,212 yang
lebih besar dari nilai t-tabel 1,654 (lihat lampiran 8). Hal ini menunjukkan bahwa
bahwa PAD bisa menjadi obyek korupsi politik dan administrasi oleh pihak
legislatif dan eksekutif. Dikarenakan PAD yang tinggi belum tentu sistem
dan nilai koefisien sebesar 0,009 serta nilai t-statistik sebesar 0,378 yang lebih
kecil dari nilai t-tabel 1,654 (lihat lampiran 8). Hal ini menunjukkan bahwa
mengindikasikan bahwa jumlah SKPD yang besar pada suatu daerah tidak akan
pengendalian internal pemerintah. daerah. Hal ini dikarenakan jumlah SKPD yang
besar belum menjamin sistem pengendalian internalnya juga lebih baik dari
Variabel belanja modal dengan nilai signifikasi 0,012 < α = 0,05 dan nilai
koefisien sebesar -0,008 serta nilai t-statistik sebesar -2,547. Tanpa nilai negatif
nilai t-statistik tersebut lebih besar dari nilai t-tabel 1,654 (lihat lampiran 8). Hal
Hal ini terjadi karena pemerintah daerah yang memilki belanja modal yang tinggi
Variabel jumlah aset daerah dengan nilai signifikasi 0,929 > α = 0,05 dan
nilai koefisien sebesar -0,000028 serta nilai t-statistik sebesar 0,089 yang lebih
kecil dari nilai t-tabel 1,654 (lihat lampiran 8). Hal ini menunjukkan bahwa
intern pemerintah daerah, oleh karena itu hipotesis kelima ditolak. Hal ini
temuan “wajib” dalam setiap laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan
pemerintah daerah setiap tahunnya, baik bagi pemerintah daerah yang memiliki
jumlah aset yang kecil maupun besar. Permasalahan SPI yang dijadikan catatan
oleh BPK-RI dalam opini atas laporan keuangan pemerintah daerah, masih
didominasi oleh masalah aset. Hal ini sudah menjadi momok seluruh pengelola
mengurai benang kusut, semua pihak mengerutkan kening secara mendalam untuk
(TLHP) dengan nilai signifikasi 0,036 < α = 0,05 dan nilai koefisien sebesar -1,7
serta nilai t-statistik sebesar -2,120. Tanpa nilai negatif nilai t-statistik tersebut
lebih besar dari nilai t-tabel 1,654 (lihat lampiran 8). Hal ini menunjukkan bahwa
daerah, PAD, kompleksitas daerah, belanja modal, jumlah aset dan tingkat
sistem pengendalian intern pemerintah daerah dapat dilihat pada tabel 5.8.
Berdasarkan tabel 5.8. diatas, diketahui nilai F hitung 4,561 lebih besar
dari nilai F tabel 2,16 (lihat lampiran 9) dengan nilai signifikansi F 0,000 < α =
daerah, belanja modal, jumlah aset dan tingkat penyelesaian tindak lanjut
ketujuh diterima.
0,590, hal ini menunjukkan bahwa variabel ukuran pemerintah daerah, PAD,
kompleksitas daerah, belanja modal, jumlah aset dan tingkat penyelesaian tindak
nilai R square (R2) atau nilai koefisien determinasi bertujuan mengukur besarnya
independen variabel lebih dari satu, maka sebaiknya untuk melihat kemampuan
adjusted R2. Nilai Adjusted R2 sebesar 0,418 mempunyai arti bahwa 41,8% faktor-
modal, jumlah aset dan tingkat penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil
pemeriksaan dan sisanya sebesar 0,582 atau 58,2% dapat dijelaskan oleh variabel
5.4 Pembahasan
pemerintah daerah, PAD, belanja modal dan tingkat penyelesaian tindak lanjut
pemerintah daerah, PAD, kompleksitas daerah, belanja modal, jumlah aset dan
menunjukkan tingkat signifikasi sebesar 0,027 yang lebih kecil dari α = 0,05 dan
koefisien regresi sebesar -0,003. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran pemerintah
daerah dalam hal ini jumlah penduduk berpengaruh signifikan secara negatif
yang besar cenderung memiliki kelemahan sistem pengendalian intern yang lebih
sedikit dibanding Kabupaten dan Kota yang memiliki jumlah penduduk yang
sedikit. Hal ini disebabkan jumlah penduduk yang banyak akan membuat tekanan
Utara.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Hartono (2014), Yamin (2015) serta Martani dan Zaelani (2011) yang
menghasilkan variabel jumlah penduduk dengan nilai probabilitas 0,000 dan nilai
menyimpulkan hal yang sama dengan nilai probabilitas 0,0001 dan nilai koefisien
-1,7773.
menunjukkan tingkat signifikasi sebesar 0,000 yang lebih kecil dari α = 0,05 dan
koefisien regresi sebesar 0,025. Hal ini menunjukkan bahwa PAD berpengaruh
pemerintah daerah.
yang memiliki PAD yang tinggi cenderung memiliki temuan kelemahan sistem
pengendalian intern yang lebih banyak. Dapat disimpulkan bahwa PAD masih
menjadi salah satu objek masalah pengendalian intern di Sumatera Utara. Oleh
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Martani dan Zaelani (2011) yang menyatakan bahwa pemerintah daerah yang
memiliki PAD yang tinggi akan memiliki kelemahan sistem pengendalian intern
yang lebih banyak dengan nilai koefisien untuk variabel porsi PAD sebesar
3,3047 dan nilai t statistik sebesar 1,2962 lebih besar dari t tabel. Hasil penelitian
ini juga mendukung penelitian sebelumnya oleh Petrovits, Shakespeare, dan Shih
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kristanto
(2009), Hartono (2014) dan Puspitasari (2013) yang menyatakan bahwa PAD
daerah.
menunjukkan tingkat signifikasi sebesar 0,706 yang lebih besar dari α = 0,05 dan
koefisien regresi sebesar 0,009. Hal ini menunjukkan bahwa kompleksitas daerah
daerah.
Hasil ini mengindikasikan bahwa jumlah SKPD pada Kabupaten atau Kota
pengendalian intern pada Kabupaten atau Kota terkait. Kabupaten atau Kota yang
memiliki jumlah SKPD yang banyak belum tentu lebih kompleks. Hal ini
disebabkan setiap SKPD relatif tidak jauh berbeda, melaksanakan fungsi yang
sama dan lingkup kerja yang sederhana. Jadi meskipun jumlah SKPD banyak
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Martani dan Zaelani (2011) yang tidak menemukan hubungan antara kompleksitas
yang diukur dengan jumlah kecamatan dan jumlah penduduk terhadap kelemahan
sistem pengendalian intern pemerintah daerah dengan hasil nilai koefisien sebesar
0,06208 dan nilai t statistik 1,0383 lebih kecil dari t tabel. Hasil penelitian ini
berbeda dengan dugaan awal yang didasarkan pada penelitian Doyle et al (2007),
Hartono (2014), Fauza (2015) dan Puspitasari (2013) yang menemukan pengaruh
tingkat signifikasi sebesar 0,012 yang lebih kecil dari α = 0,05 dan koefisien
regresi sebesar -0,008. Hal ini menunjukkan bahwa belanja modal berpengaruh
pemerintah daerah.
Utara yang memiliki nilai realisasi belanja modal yang tinggi cenderung memiliki
jumlah kelemahan sistem pengendalian intern yang kecil. Hal tersebut disebabkan
karena sejak semakin maraknya penangkapan pejabat daerah dan anggota DPRD
korupsi terhadap APBD, terutama terkait pengadaan atau proyek, serta banyaknya
kerugian daerah membuat Belanja Modal sebagai salah satu obyek yang mendapat
modal.
Hasil penelitian ini berbeda dengan dugaan awal yang didasarkan pada
dengan hasil nilai koefisien sebesar 2,478 dan nilai probabilitas 0,017. Hasil
penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kristanto (2009)
tingkat signifikasi sebesar 0,929 yang lebih besar dari α = 0,05 dan koefisien
regresi sebesar -0,000028. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah aset daerah tidak
Sumatera Utara baik yang memiliki total nilai aset kecil maupun besar pasti
memiliki temuan kelemahan SPI terkait aset. Berdasarkan IHPS I BPK RI Tahun
menyajikan akun aset tetap tidak sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan
(SAP) pada LKPD tahun 2015. Kelemahan SPI yang sering terjadi terkait aset
antara lain masalah pengendalian aset tetap yang belum memadai, seperti
kapitalisasi aset tetap yang tidak tepat, perbedaan pencatatan antara saldo aset
tetap dengan dokumen sumber dan pencatatan aset tetap yang tidak sesuai dengan
kusut. Pelaporan aset daerah merupakan bagian dari penatausahaan aset daerah
pengelolaan aset daerah, terdapat beberapa titik rawan seperti pada tahap
telah dilakukan dengan baik, perlu dibangun sebuah sistem pengendalian intern
(SPI) atas hal tersebut. SPI atas pelaporan aset negara dapat mencegah terjadinya
penyimpangan yang dapat dijadikan dasar bagi auditor eksternal (BPK-RI) dalam
pemberian catatan yang tidak diharapkan pada hasil auditnya. Yang utama,
dengan SPI yang andal, aset negara dapat terjaga keamanan dan keberadaannya
(BPKP, 2009).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Fauza (2015) yang tidak
intern dengan hasil nilai t hitung 0,813 lebih kecil dari t tabel dannilai signifikansi
0,419 lebih besar dari 0,005. Hasil penelitian ini berbeda dengan dugaan awal
yang didasarkan pada penelitian Prabowo dkk (2008) yang menemukan pengaruh
hubungan positif antara total aset dengan kelemahan sistem pengendalian intern
perusahaan.
menunjukkan tingkat signifikasi sebesar 0,036 yang lebih kecil dari α = 0,05 dan
koefisien regresi sebesar -1,7. Hal ini menunjukkan bahwa variabel tingkat
pemerintah daerah.
RI. Hal tersebut sesuai dengan daftar rekapitulasi hasil pemantauan TLHP
Tahun 2016, bahwa untuk peride tahun 2016 – semester I 2016 persentase jumlah
41,6%, belum sesuai dengan rekomendasi dan/ atau dalam proses tindak lanjut
36,6%, belum ditindaklanjuti sebesar 21,7% dan tidak dapat ditindaklanjuti 0,1%.
Berdasarkan Indikator Kinerja Utama (IKU) BPK RI, target rekomendasi hasil
pemeriksaan yang harus ditindaklanjuti diatas 60%. Secara garis besar, temuan
pemeriksaan BPK RI atas sistem pengendalian intern terkait tindak lanjut hasil
pengendalian intern.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan memiliki nilai probabilitas 0,025 dan
nilai koefisien regresi -2,024 serta nilai probabilitas 0,001 pada tingkat
signifikansi 0,05.
6.1. Kesimpulan
provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis dan
kesimpulan, yaitu:
Sumatera Utara.
112
Sumatera Utara.
Sumatera Utara.
Sumatera Utara.
pemeriksaan.
Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pusat Statistik (BPS) serta Badan
6.3. Saran
yang dapat memotivasi penelitian yang akan datang, untuk melakukan penelitian
lebih lanjut yang berkaitan dengan kinerja pengelola keuangan daerah. Beberapa
daerah.
lebih baik.
4. Meneliti kembali variabel kompleksitas dan aset yang pada penelitian ini
daerah serta menambahkan beberapa variabel lain sebagai faktor yang dapat
Arens, Alvin A., Randal, J Elder., and Mark S. Beasley. 2008. Auditing and
Assurance Services, Twelfth Edition. Terjemahan Herman Wibowo. Jakarta.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. 2009. Pengendalian Intern Atas
Pelaporan Aset Negara. Warta Pengawasan Vol XVI/2/Juni 2009.
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan
Semester I tahun 2012. http://www.bpk.go.id. Diakses pada 8 Januari 2017.
----- Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II tahun 2012. http://www.bpk.go.id.
Diakses pada 8 Januari 2017.
----- Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I tahun 2013. http://www.bpk.go.id.
Diakses pada 8 Januari 2017.
----- Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II tahun 2013. http://www.bpk.go.id.
Diakses pada 8 Januari 2017.
----- Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I tahun 2014. http://www.bpk.go.id.
Diakses pada 8 Januari 2017.
----- Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II tahun 2014. http://www.bpk.go.id.
Diakses pada 8 Januari 2017.
----- Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I tahun 2015. http://www.bpk.go.id.
Diakses pada 8 Januari 2017.
----- Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II tahun 2015. http://www.bpk.go.id.
Diakses pada 8 Januari 2017.
----- Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I tahun 2016. http://www.bpk.go.id.
Diakses pada 8 Januari 2017.
----- Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II tahun 2016. http://www.bpk.go.id.
Diakses pada 15 April 2017.
Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk,
dan Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota. https://sumut.bps.go.id.
Diakses pada 10 Januari 2017.
Bonner, S. E. 1994. A Model of The Effects of Audit Task Complexity, Accounting,
Organizations and Society. 19 (3): 213-234.
Doyle, Jeffrey, Weili Ge, dan Sarah McVay. 2007. Determinants of Weaknesses
in Internal Control Over Financial Reporting. Journal of accounting and
Economics, 44, 193-223.
116
Universitas Sumatera Utara
119
Fama, Eugene F. dan Michael C. Jensen. 1983. Agency Problems and Residual
Claims. Journal of Law and Economics, Vol. 26, No. 2. The University of
Chicago Press.
Fauza, Nailatul. 2015. Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi kelemahan
pengendalian intern Pemerintah Daerah. Jom FEKON Vol. 2 No. 2 Oktober
2015.
Ghozali, Imam. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS
21. Semarang: Badan Penerbit UNDIP
Halim, Abdul dan Syukriy Abdullah. 2006a. Hubungan dan Masalah Keagenan di
Pemerintah Daerah: (Sebuah Peluang Penelitian Anggaran dan Akuntansi).
Jurnal Akuntansi Pemerintah. Vol. 2, No. 1.
----- 2006b. Studi atas Belanja Modal pada Anggaran Pemerintah Daerah dalam
Hubungannya dengan belanja Pemeliharaan dan Sumber Pendapatan. Jurnal
Akuntansi Pemerintah. Vol. 2, No. 2.
Hartono, Amir Mahmud, dan Nanik S.U. 2014. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kelemahan pengendalian intern pemerintah daerah. Prosiding Simposium
Nasional Akuntansi XVII Mataram.
Ferri, Michael G. dan Wesley H. Jones. 1996. Determinants of Financial
Structure: A New Methodological Approach. The Journal of Finance Vol. 34,
No. 3 (Jun., 1979), pp. 631-644. American Finance Association.
Yamin, Ridha dan Sutaryo. 2015. Faktor Penentu Jumlah Temuan Kelemahan
Sistem Pengendalian Intern pada Pemerintah Daerah di Indonesia. Prosiding
Simposium Nasional Akuntansi XVIII Medan.
LAMPIRAN 1
Waktu
No. Kegiatan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt
1. Pembuatan Proposal
2. Pra survey
3. Seminar Proposal
4. Pengumpulan Data
5. Komunikasi Data
6. Analisis Data
7. Penulisan Laporan
8. Seminar Hasil
9. Perbaikan seminar
hasil
LAMPIRAN 2
Data Awal
TINGKAT JUMLAH
KOMPLE REALISASI
PEMERINTAH TAHUN UKURAN PENYELE TEMUAN
REALISASI PAD KSITAS BELANJA JUMLAH ASET
NO. KABUPATEN/ PENELIT PEMDA SAIAN KELEMA
(X2) DAERAH MODAL (X5)
KOTA IAN (X1) TLRHP HAN SPI
(X3) (X4)
(X6) (Y)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2011 1.807.173 213.791.544.829 53 314.745.971.384 3.644.640.404.803 33% 6
2012 1.845.615 291.017.501.163 53 334.254.373.140 4.016.864.709.004 54% 6
1 DELI SERDANG 2013 1.886.388 328.348.147.362 53 352.334.308.750 4.245.917.800.904 56% 10
2014 1.984.598 433.885.507.126 53 553.705.889.983 5.751.235.301.422 44% 5
2015 2.029.308 515.293.681.488 53 491.710.226.083 4.659.732.843.851 33% 16
2011 976.582 34.540.642.904 55 119.040.073.620 2.151.392.998.663 37% 6
2012 976.885 129.242.580.780 56 255.052.590.451 2.560.852.328.074 46% 4
2 LANGKAT 2013 978.734 65.521.499.189 56 308.212.154.953 3.025.497.666.371 27% 4
2014 1.005.965 107.811.975.547 56 329.542.794.732 3.813.194.846.018 45% 9
2015 1.013.385 122.715.359.910 56 497.257.525.402 3.297.399.848.219 43% 7
2011 599.941 35.894.399.483 47 124.131.684.996 775.795.538.017 55% 6
2012 604.026 39.274.569.799 47 148.712.581.273 989.376.046.201 46% 8
SERDANG
3 2013 605.583 50.371.732.820 47 250.621.747.883 1.289.723.462.264 53% 5
BEDAGAI
2014 606.367 74.762.406.401 47 183.438.585.022 1.636.733.760.812 45% 5
2015 608.691 80.141.929.203 47 198.977.836.649 1.223.700.739.949 37% 6
2011 354.242 35.363.329.911 49 128.447.914.559 1.695.729.276.063 46% 5
2012 358.823 41.242.973.174 49 153.195.511.970 1.891.271.196.161 49% 6
4 KARO 2013 363.755 46.342.693.862 49 245.358.709.245 2.125.571.240.466 49% 7
2014 382.622 72.914.095.471 49 155.665.020.656 2.427.251.230.467 37% 6
2015 389.591 87.644.277.141 51 300.098.182.224 1.890.653.365.765 35% 5
2011 272.578 17.673.471.407 44 74.602.211.906 1.481.002.744.960 43% 5
2012 273.394 20.911.510.364 44 97.984.281.704 1.565.296.650.076 54% 6
5 DAIRI 2013 276.238 29.933.428.377 44 138.859.862.065 1.738.218.936.594 47% 7
2014 277.575 53.525.854.131 44 155.712.106.277 2.053.990.936.013 34% 5
2015 279.090 58.791.848.521 44 180.098.060.210 1.697.871.314.268 27% 4
2011 40.884 6.306.028.983 29 113.486.210.208 755.424.255.092 61% 7
2012 41.492 6.353.111.715 29 70.238.473.383 894.037.549.377 60% 12
PAKPAK
6 2013 42.144 9.080.676.937 29 147.986.633.379 1.074.107.609.140 60% 4
BHARAT
2014 44.250 15.388.657.986 29 144.433.402.509 1.261.649.877.269 45% 3
2015 45.516 15.880.335.074 31 156.407.389.643 849.891.874.311 40% 8
2011 825.366 42.543.353.964 69 132.102.432.647 1.448.730.454.688 13% 5
2012 830.986 61.246.499.257 69 314.891.538.115 1.740.066.094.697 10% 4
2013 833.251 97.914.775.901 68 234.348.465.383 1.909.964.822.454 13% 9
7 SIMALUNGUN
2014 844.033 96.390.208.715 68 226.370.774.680 1.851.585.347.710 21% 6
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2011 674.521 31.844.327.602 58 179.238.413.813 1.377.039.680.603 47% 7
2012 677.876 37.894.587.647 58 259.227.355.626 1.657.137.846.372 62% 6
8 ASAHAN 2013 681.794 53.691.705.753 58 271.753.134.393 2.727.281.811.390 64% 8
2014 699.720 91.468.218.559 58 424.188.251.104 3.519.069.851.393 59% 5
2015 706.283 98.279.308.429 59 227.438.269.630 3.070.087.162.948 50% 9
2011 174.748 14.117.728.012 47 104.552.700.599 1.053.837.126.093 40% 9
2012 174.865 16.542.682.536 47 153.980.867.116 1.343.730.899.574 44% 6
9 TOBA SAMOSIR 2013 175.069 19.803.160.418 47 125.576.942.925 1.560.847.716.616 41% 5
2014 178.568 26.014.430.212 47 156.147.145.528 1.717.777.588.468 53% 7
2015 179.704 30.952.610.879 48 154.106.801.573 1.521.423.381.803 40% 10
2011 120.772 14.201.578.952 35 119.695.960.249 711.541.497.387 17% 9
2012 121.594 17.459.630.443 35 85.423.664.353 1.386.688.039.444 14% 7
10 SAMOSIR 2013 121.924 26.661.345.261 35 162.439.730.267 1.567.827.175.812 23% 5
2014 123.065 36.849.574.657 35 167.757.876.129 1.766.393.581.468 23% 6
2015 123.789 34.297.498.964 35 181.611.818.940 1.262.187.078.914 28% 9
2011 281.868 36.063.155.709 47 188.143.607.676 1.184.407.711.364 23% 10
2012 283.871 34.023.120.253 47 171.508.170.212 1.340.616.235.216 37% 6
TAPANULI
11 2013 286.118 37.954.419.662 47 206.895.522.616 1.558.477.066.573 29% 9
UTARA
2014 290.864 63.696.097.399 47 146.464.311.063 1.694.735.187.365 61% 5
2015 293.399 82.753.547.211 48 240.549.906.381 1.872.406.135.190 47% 8
2011 173.255 12.870.031.746 35 78.728.758.021 1.021.457.460.755 59% 6
2012 174.765 17.901.926.972 35 124.492.942.798 1.207.679.958.696 58% 6
HUMBANG
12 2013 176.429 17.632.873.686 36 190.867.255.137 1.466.887.942.202 45% 6
HASUNDUTAN
2014 181.026 29.491.349.500 36 223.948.003.511 1.691.032.069.997 40% 6
2015 182.991 35.237.805.568 36 196.275.196.973 1.543.303.952.726 56% 9
2011 314.142 18.209.682.593 51 99.683.221.951 1.381.286.548.185 55% 6
2012 318.908 21.136.802.117 51 154.199.798.334 1.171.046.787.212 71% 7
TAPANULI
13 2013 324.006 23.210.742.293 51 258.593.437.036 1.455.706.751.126 45% 5
TENGAH
2014 342.902 55.364.392.069 51 102.210.555.843 1.624.972.176.639 31% 8
2015 350.017 65.224.735.174 51 223.714.622.144 1.359.209.265.819 23% 6
2011 266.282 57.463.805.227 45 137.835.762.978 1.226.048.591.068 32% 9
2012 268.095 56.160.143.107 45 194.193.714.364 1.530.288.961.801 77% 6
TAPANULI
14 2013 268.824 69.220.483.496 45 267.454.272.679 1.787.356.740.504 64% 6
SELATAN
2014 273.132 95.588.202.103 45 222.350.225.386 2.033.772.553.837 81% 6
2015 275.098 109.349.451.811 45 303.915.012.639 1.741.870.850.744 78% 5
2011 227.365 7.628.252.033 38 130.125.820.248 2.282.733.261.152 18% 9
2012 232.166 9.881.176.852 40 116.853.861.961 602.671.730.345 12% 8
PADANG
15 2013 237.259 23.140.067.442 40 137.297.626.397 772.221.171.471 19% 6
LAWAS
2014 251.927 28.779.779.762 40 103.210.294.314 984.887.403.950 17% 6
2015 258.003 34.707.409.094 41 226.709.432.657 1.367.847.933.183 9% 9
2011 225.621 8.728.414.452 38 161.465.044.389 966.861.006.178 1% 8
2012 229.064 12.798.137.844 38 232.918.134.395 1.243.801.355.527 54% 5
PADANG
16 2013 232.746 15.804.225.377 38 193.425.840.553 1.510.929.752.464 41% 6
LAWAS UTARA
2014 247.286 22.172.689.275 40 171.951.494.868 1.704.180.797.282 59% 8
2015 252.589 26.446.077.261 40 170.639.985.692 1.069.645.031.668 59% 7
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2011 408.731 27.525.847.377 54 88.218.120.107 1.782.775.936.095 9% 6
2012 410.931 21.274.113.486 54 133.046.748.891 1.982.217.455.222 19% 7
MANDAILING
17 2013 413.475 47.665.840.298 56 141.626.200.066 2.170.649.600.918 25% 8
NATAL
2014 426.382 44.119.212.260 56 181.377.547.907 1.151.092.828.773 24% 6
2015 430.894 63.847.458.130 54 238.677.824.662 1.253.689.163.700 22% 6
2011 132.605 18.943.904.322 38 144.051.482.329 1.090.446.758.756 33% 11
18 NIAS 2012 132.860 29.821.669.770 38 153.104.934.965 1.132.792.374.011 62% 6
2013 133.388 44.726.140.941 39 173.429.299.099 1.705.792.090.139 46% 6
2014 135.319 65.082.210.841 40 158.098.310.646 1.861.046.502.146 46% 8
2015 136.115 70.892.590.608 40 194.330.739.832 1.362.426.016.985 36% 10
2011 292.417 23.030.719.094 40 96.214.565.042 915.200.325.249 8% 7
2012 294.069 15.592.080.807 52 202.753.559.545 1.055.228.396.382 16% 5
19 NIAS SELATAN 2013 295.968 32.087.688.050 69 208.691.797.565 1.216.268.879.256 12% 7
2014 305.010 12.828.005.886 69 198.944.304.991 1.272.802.557.993 16% 8
2015 308.281 15.037.043.954 53 184.978.091.040 1.490.811.288.765 16% 9
2011 418.992 50.958.558.913 38 115.453.807.536 1.584.299.172.072 74% 4
2012 424.644 59.439.168.713 38 204.122.929.432 1.691.746.207.530 82% 6
LABUHAN
20 2013 430.718 49.784.550.240 38 226.693.798.700 1.872.065.381.709 71% 5
BATU
2014 453.630 109.896.912.458 38 209.025.598.008 2.132.434.945.683 72% 5
2015 462.191 101.023.216.259 38 185.515.383.315 2.190.772.786.384 65% 6
2011 379.400 13.240.860.819 37 138.479.932.654 760.136.353.212 36% 7
2012 381.023 16.558.177.254 37 168.742.403.501 961.093.554.477 37% 6
21 BATU BARA 2013 382.960 27.761.999.043 38 205.203.296.815 1.180.856.065.822 56% 9
2014 396.479 44.868.572.976 39 210.018.299.450 1.495.528.598.923 56% 8
2015 400.803 51.514.120.899 39 227.967.032.209 1.208.223.250.939 50% 8
2011 333.793 10.518.250.179 38 141.022.135.951 875.683.720.396 0% 10
2012 335.459 18.971.116.519 38 250.093.415.669 1.175.320.149.028 5% 10
LABUHAN
22 2013 337.404 25.651.299.858 38 292.435.766.389 1.558.861.551.118 14% 9
BATU UTARA
2014 347.465 32.398.504.352 38 213.674.388.745 1.972.570.973.299 24% 6
2015 351.097 34.499.898.609 38 218.138.402.421 2.207.715.943.933 25% 4
2011 280.269 17.081.271.911 32 146.176.750.579 809.098.390.512 0% 9
2012 284.809 18.976.643.017 32 145.200.521.719 1.049.603.153.827 11% 6
LABUHAN
23 BATU 2013 289.655 26.701.972.211 33 335.066.617.351 1.449.623.619.809 6% 5
SELATAN
2014 307.171 36.386.788.024 33 244.955.647.450 1.025.286.603.853 38% 4
2015 313.884 32.287.183.165 33 262.030.817.625 1.013.394.220.216 35% 4
2011 82.572 2.761.470.685 28 116.297.427.580 205.640.468.065 0% 4
2012 82.701 4.067.651.209 30 106.216.600.963 363.216.239.365 40% 5
24 NIAS BARAT 2013 82.854 7.223.690.779 35 161.067.997.352 521.720.756.956 58% 8
2014 84.419 10.298.057.732 35 153.329.905.709 609.530.291.373 42% 4
2015 84.917 14.492.750.130 35 186.499.821.897 649.590.088.448 50% 6
2011 128.434 6.655.233.083 29 94.492.873.019 158.428.628.977 0% 7
2012 128.533 8.990.037.383 36 107.448.008.881 274.389.288.835 3% 7
25 NIAS UTARA 2013 129.053 8.857.118.964 36 184.356.213.467 575.873.744.373 4% 7
2014 132.735 10.961.907.851 36 141.607.543.404 868.793.296.113 5% 3
2015 133.897 16.923.883.730 37 219.043.273.818 938.403.717.018 41% 5
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2011 2.117.224 995.072.572.141 62 681.884.041.203 22.858.193.509.227 27% 8
2012 2.122.804 1.147.901.461.607 62 558.428.737.784 24.132.628.574.543 30% 6
1.206.169.709.148
2013 2.123.210 61 630.802.958.785 24.793.716.376.865 56% 7
26 MEDAN
1.384.246.114.730
2014 2.191.140 61 783.883.177.722 25.415.405.110.774 46% 11
1.489.723.189.089
2015 2.210.624 61 916.888.037.908 29.940.354.805.688 40% 16
LAMPIRAN 3
Berdasarkan hasil pengamatan, observasi yang banyak memiliki nilai skor outlier terdapat
pada observasi 126 s.d 130 yakni untuk variabel ZX1, ZX2, ZX4 dan ZX5. Hasil analisis
data outlier selengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.1.
LAMPIRAN 4
Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics
LAMPIRAN 5
a. Uji Normalitas
Ui
N 160
a,b
Normal Parameters Mean .0000000
Std. Deviation 2.04250770
Most Extreme Differences Absolute .079
Positive .079
Negative -.043
Test Statistic .079
c
Asymp. Sig. (2-tailed) .077
Sebaran data normal karena terbukti nilai sig. > α (0,077 > 0,05)
b. Uji Multikolinearitas
a
Coefficients
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients Collinearity Statistics
Std.
Model B Error Beta t Sig. Tolerance VIF
UKURAN in
-.003 .001 -.401 -2.226 .027 .171 5.863
thousands
Tidak terjadi multikolinearitas karena nilai tolerance > 0,1 dan VIF < 10
c. Uji Autokorelasi
b
Model Summary
dL = 1,664 dan dU = 1,819; tidak terjadi autokorelasi karena berada antara dL dan
4-dU (2,181)
dL<dW<4-dU (1,8198<1,825<2,181)
b. Uji Heterokedastisitas
Uji Park
a
Coefficients
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Melalui Uji Park tidak terjadi heterokedastisitas karena nilai sig > α
LAMPIRAN 6
a. Koefisien Determinasi
b
Model Summary
b. Uji t
a
Coefficients
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
c. Uji F
a
ANOVA
LAMPIRAN 7
Tabel Durbin-Watson (DW)
α = 5%
n k=6 k=7 k=8 k=9 k=10
dL dU dL dU dL dU dL dU dL dU
121 1.6008 1.8084 1.5831 1.8271 1.5652 1.8460 1.5471 1.8653 1.5289 1.8848
122 1.6029 1.8087 1.5853 1.8272 1.5675 1.8459 1.5496 1.8650 1.5316 1.8844
123 1.6049 1.8090 1.5875 1.8273 1.5699 1.8459 1.5521 1.8648 1.5342 1.8839
124 1.6069 1.8093 1.5896 1.8274 1.5722 1.8458 1.5546 1.8646 1.5368 1.8835
125 1.6089 1.8096 1.5917 1.8276 1.5744 1.8458 1.5570 1.8644 1.5394 1.8832
126 1.6108 1.8099 1.5938 1.8277 1.5767 1.8458 1.5594 1.8641 1.5419 1.8828
127 1.6127 1.8102 1.5959 1.8278 1.5789 1.8458 1.5617 1.8639 1.5444 1.8824
128 1.6146 1.8105 1.5979 1.8280 1.5811 1.8457 1.5640 1.8638 1.5468 1.8821
129 1.6165 1.8107 1.5999 1.8281 1.5832 1.8457 1.5663 1.8636 1.5493 1.8817
130 1.6184 1.8110 1.6019 1.8282 1.5853 1.8457 1.5686 1.8634 1.5517 1.8814
131 1.6202 1.8113 1.6039 1.8284 1.5874 1.8457 1.5708 1.8633 1.5540 1.8811
132 1.6220 1.8116 1.6058 1.8285 1.5895 1.8457 1.5730 1.8631 1.5564 1.8808
133 1.6238 1.8119 1.6077 1.8287 1.5915 1.8457 1.5751 1.8630 1.5586 1.8805
134 1.6255 1.8122 1.6096 1.8288 1.5935 1.8457 1.5773 1.8629 1.5609 1.8802
135 1.6272 1.8125 1.6114 1.8290 1.5955 1.8457 1.5794 1.8627 1.5632 1.8799
136 1.6289 1.8128 1.6133 1.8292 1.5974 1.8458 1.5815 1.8626 1.5654 1.8797
137 1.6306 1.8131 1.6151 1.8293 1.5994 1.8458 1.5835 1.8625 1.5675 1.8794
138 1.6323 1.8134 1.6169 1.8295 1.6013 1.8458 1.5855 1.8624 1.5697 1.8792
139 1.6340 1.8137 1.6186 1.8297 1.6031 1.8459 1.5875 1.8623 1.5718 1.8789
140 1.6356 1.8140 1.6204 1.8298 1.6050 1.8459 1.5895 1.8622 1.5739 1.8787
141 1.6372 1.8143 1.6221 1.8300 1.6068 1.8459 1.5915 1.8621 1.5760 1.8785
143 1.6403 1.8149 1.6255 1.8303 1.6104 1.8460 1.5953 1.8619 1.5800 1.8781
144 1.6419 1.8151 1.6271 1.8305 1.6122 1.8461 1.5972 1.8619 1.5820 1.8779
145 1.6434 1.8154 1.6288 1.8307 1.6140 1.8462 1.5990 1.8618 1.5840 1.8777
146 1.6449 1.8157 1.6304 1.8309 1.6157 1.8462 1.6009 1.8618 1.5859 1.8775
147 1.6464 1.8160 1.6320 1.8310 1.6174 1.8463 1.6027 1.8617 1.5878 1.8773
148 1.6479 1.8163 1.6336 1.8312 1.6191 1.8463 1.6045 1.8617 1.5897 1.8772
149 1.6494 1.8166 1.6351 1.8314 1.6207 1.8464 1.6062 1.8616 1.5916 1.8770
150 1.6508 1.8169 1.6367 1.8316 1.6224 1.8465 1.6080 1.8616 1.5935 1.8768
151 1.6523 1.8172 1.6382 1.8318 1.6240 1.8466 1.6097 1.8615 1.5953 1.8767
152 1.6537 1.8175 1.6397 1.8320 1.6256 1.8466 1.6114 1.8615 1.5971 1.8765
153 1.6551 1.8178 1.6412 1.8322 1.6272 1.8467 1.6131 1.8615 1.5989 1.8764
154 1.6565 1.8181 1.6427 1.8323 1.6288 1.8468 1.6148 1.8614 1.6007 1.8763
155 1.6578 1.8184 1.6441 1.8325 1.6303 1.8469 1.6164 1.8614 1.6024 1.8761
156 1.6592 1.8186 1.6456 1.8327 1.6319 1.8470 1.6181 1.8614 1.6041 1.8760
157 1.6605 1.8189 1.6470 1.8329 1.6334 1.8471 1.6197 1.8614 1.6058 1.8759
158 1.6618 1.8192 1.6484 1.8331 1.6349 1.8472 1.6213 1.8614 1.6075 1.8758
159 1.6631 1.8195 1.6498 1.8333 1.6364 1.8472 1.6229 1.8614 1.6092 1.8757
160 1.6644 1.8198 1.6512 1.8335 1.6379 1.8473 1.6244 1.8614 1.6108 1.8756
161 1.6657 1.8201 1.6526 1.8337 1.6393 1.8474 1.6260 1.8614 1.6125 1.8755
162 1.6670 1.8204 1.6539 1.8339 1.6408 1.8475 1.6275 1.8614 1.6141 1.8754
163 1.6683 1.8207 1.6553 1.8341 1.6422 1.8476 1.6290 1.8614 1.6157 1.8753
164 1.6695 1.8209 1.6566 1.8343 1.6436 1.8478 1.6305 1.8614 1.6173 1.8752
165 1.6707 1.8212 1.6579 1.8345 1.6450 1.8479 1.6320 1.8614 1.6188 1.8751
166 1.6720 1.8215 1.6592 1.8346 1.6464 1.8480 1.6334 1.8614 1.6204 1.8751
167 1.6732 1.8218 1.6605 1.8348 1.6477 1.8481 1.6349 1.8615 1.6219 1.8750
168 1.6743 1.8221 1.6618 1.8350 1.6491 1.8482 1.6363 1.8615 1.6234 1.8749
169 1.6755 1.8223 1.6630 1.8352 1.6504 1.8483 1.6377 1.8615 1.6249 1.8748
170 1.6767 1.8226 1.6643 1.8354 1.6517 1.8484 1.6391 1.8615 1.6264 1.8748
171 1.6779 1.8229 1.6655 1.8356 1.6531 1.8485 1.6405 1.8615 1.6279 1.8747
172 1.6790 1.8232 1.6667 1.8358 1.6544 1.8486 1.6419 1.8616 1.6293 1.8747
173 1.6801 1.8235 1.6679 1.8360 1.6556 1.8487 1.6433 1.8616 1.6308 1.8746
174 1.6813 1.8237 1.6691 1.8362 1.6569 1.8489 1.6446 1.8617 1.6322 1.8746
175 1.6824 1.8240 1.6703 1.8364 1.6582 1.8490 1.6459 1.8617 1.6336 1.8745
LAMPIRAN 8
Tabel Distribusi t
Catatan: Probabilita yang lebih kecil yang ditunjukkan pada judul tiap kolom adalah luas daerah
dalam satu ujung, sedangkan probabilitas yang lebih besar adalah luas daerah dalam kedua ujung
LAMPIRAN 9
Tabel Distribusi F
Titik Persentase Distribusi F untuk Probabilita = 0,05
df untuk df untuk pembilang (N1)
penyebut
(N2) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
121 3.92 3.07 2.68 2.45 2.29 2.17 2.09 2.02 1.96 1.91
122 3.92 3.07 2.68 2.45 2.29 2.17 2.09 2.02 1.96 1.91
123 3.92 3.07 2.68 2.45 2.29 2.17 2.08 2.01 1.96 1.91
124 3.92 3.07 2.68 2.44 2.29 2.17 2.08 2.01 1.96 1.91
125 3.92 3.07 2.68 2.44 2.29 2.17 2.08 2.01 1.96 1.91
126 3.92 3.07 2.68 2.44 2.29 2.17 2.08 2.01 1.95 1.91
127 3.92 3.07 2.68 2.44 2.29 2.17 2.08 2.01 1.95 1.91
128 3.92 3.07 2.68 2.44 2.29 2.17 2.08 2.01 1.95 1.91
129 3.91 3.07 2.67 2.44 2.28 2.17 2.08 2.01 1.95 1.90
130 3.91 3.07 2.67 2.44 2.28 2.17 2.08 2.01 1.95 1.90
131 3.91 3.07 2.67 2.44 2.28 2.17 2.08 2.01 1.95 1.90
132 3.91 3.06 2.67 2.44 2.28 2.17 2.08 2.01 1.95 1.90
133 3.91 3.06 2.67 2.44 2.28 2.17 2.08 2.01 1.95 1.90
134 3.91 3.06 2.67 2.44 2.28 2.17 2.08 2.01 1.95 1.90
135 3.91 3.06 2.67 2.44 2.28 2.17 2.08 2.01 1.95 1.90
136 3.91 3.06 2.67 2.44 2.28 2.17 2.08 2.01 1.95 1.90
137 3.91 3.06 2.67 2.44 2.28 2.17 2.08 2.01 1.95 1.90
138 3.91 3.06 2.67 2.44 2.28 2.16 2.08 2.01 1.95 1.90
139 3.91 3.06 2.67 2.44 2.28 2.16 2.08 2.01 1.95 1.90
140 3.91 3.06 2.67 2.44 2.28 2.16 2.08 2.01 1.95 1.90
141 3.91 3.06 2.67 2.44 2.28 2.16 2.08 2.00 1.95 1.90
142 3.91 3.06 2.67 2.44 2.28 2.16 2.07 2.00 1.95 1.90
143 3.91 3.06 2.67 2.43 2.28 2.16 2.07 2.00 1.95 1.90
144 3.91 3.06 2.67 2.43 2.28 2.16 2.07 2.00 1.95 1.90
145 3.91 3.06 2.67 2.43 2.28 2.16 2.07 2.00 1.94 1.90
146 3.91 3.06 2.67 2.43 2.28 2.16 2.07 2.00 1.94 1.90
147 3.91 3.06 2.67 2.43 2.28 2.16 2.07 2.00 1.94 1.90
148 3.91 3.06 2.67 2.43 2.28 2.16 2.07 2.00 1.94 1.90
149 3.90 3.06 2.67 2.43 2.27 2.16 2.07 2.00 1.94 1.89
150 3.90 3.06 2.66 2.43 2.27 2.16 2.07 2.00 1.94 1.89
151 3.90 3.06 2.66 2.43 2.27 2.16 2.07 2.00 1.94 1.89
152 3.90 3.06 2.66 2.43 2.27 2.16 2.07 2.00 1.94 1.89
153 3.90 3.06 2.66 2.43 2.27 2.16 2.07 2.00 1.94 1.89
154 3.90 3.05 2.66 2.43 2.27 2.16 2.07 2.00 1.94 1.89
155 3.90 3.05 2.66 2.43 2.27 2.16 2.07 2.00 1.94 1.89
156 3.90 3.05 2.66 2.43 2.27 2.16 2.07 2.00 1.94 1.89
157 3.90 3.05 2.66 2.43 2.27 2.16 2.07 2.00 1.94 1.89
158 3.90 3.05 2.66 2.43 2.27 2.16 2.07 2.00 1.94 1.89
159 3.90 3.05 2.66 2.43 2.27 2.16 2.07 2.00 1.94 1.89
160 3.90 3.05 2.66 2.43 2.27 2.16 2.07 2.00 1.94 1.89
161 3.90 3.05 2.66 2.43 2.27 2.16 2.07 2.00 1.94 1.89
162 3.90 3.05 2.66 2.43 2.27 2.15 2.07 2.00 1.94 1.89
163 3.90 3.05 2.66 2.43 2.27 2.15 2.07 2.00 1.94 1.89
164 3.90 3.05 2.66 2.43 2.27 2.15 2.07 2.00 1.94 1.89
165 3.90 3.05 2.66 2.43 2.27 2.15 2.07 1.99 1.94 1.89
166 3.90 3.05 2.66 2.43 2.27 2.15 2.07 1.99 1.94 1.89
167 3.90 3.05 2.66 2.43 2.27 2.15 2.06 1.99 1.94 1.89
168 3.90 3.05 2.66 2.43 2.27 2.15 2.06 1.99 1.94 1.89
169 3.90 3.05 2.66 2.43 2.27 2.15 2.06 1.99 1.94 1.89
170 3.90 3.05 2.66 2.42 2.27 2.15 2.06 1.99 1.94 1.89
171 3.90 3.05 2.66 2.42 2.27 2.15 2.06 1.99 1.93 1.89
172 3.90 3.05 2.66 2.42 2.27 2.15 2.06 1.99 1.93 1.89
173 3.90 3.05 2.66 2.42 2.27 2.15 2.06 1.99 1.93 1.89
174 3.90 3.05 2.66 2.42 2.27 2.15 2.06 1.99 1.93 1.89
175 3.90 3.05 2.66 2.42 2.27 2.15 2.06 1.99 1.93 1.89
176 3.89 3.05 2.66 2.42 2.27 2.15 2.06 1.99 1.93 1.88
177 3.89 3.05 2.66 2.42 2.27 2.15 2.06 1.99 1.93 1.88
178 3.89 3.05 2.66 2.42 2.26 2.15 2.06 1.99 1.93 1.88
179 3.89 3.05 2.66 2.42 2.26 2.15 2.06 1.99 1.93 1.88
180 3.89 3.05 2.65 2.42 2.26 2.15 2.06 1.99 1.93 1.88