Anda di halaman 1dari 154

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KELEMAHAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN


PADA PEMERINTAH KABUPATEN DAN KOTA
DI PROVINSI SUMATERA UTARA

TESIS

Oleh

JUNITA VERONICA SEBAYANG


157017083/Akt

MAGISTER AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KELEMAHAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN
PADA PEMERINTAH KABUPATEN DAN KOTA
DI PROVINSI SUMATERA UTARA

TESIS

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains
dalam Program Studi Magister Akuntansi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Sumatera Utara

Oleh

JUNITA VERONICA SEBAYANG


157017083/Akt

MAGISTER AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


Judul Tesis : Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kelemahan
sistem pengendalian intern pada Pemerintah
Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara
Nama Mahasiswa : Junita Veronica Sebayang
Nomor Pokok : 157017083
Program Studi : Magister Akuntansi

Menyetujui,
Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Fachrudin, MSM, Ak, CPA) (Fahmi Natigor Nasution, SE, M.Acc, Ak, CA)

(Ketua) (Anggota)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak, CA) (Prof. Dr. Ramli, SE, MS)

Tanggal Lulus : 22 Agustus 2017

Universitas Sumatera Utara


Telah diuji pada
Tanggal : 22 Agustus 2017

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Fachrudin, MSM, Ak, CPA

Anggota : 1. Fahmi Natigor Nasution, SE, M.Acc, Ak, CA

2. Prof. Dr. Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak, CA

3. Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak

4. Drs. Idhar Yahya, MBA, Ak, CA

Universitas Sumatera Utara


PERNYATAAN

Dengan ini peneliti menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Analisis

faktor-faktor yang mempengaruhi kelemahan sistem pengendalian intern pada

Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara” disusun sebagai

syarat untuk memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister

Akuntansi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara adalah

benar merupakan karya peneliti sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang peneliti lakukan pada bagian-bagian

tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini telah peneliti

cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika

penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini

bukan hasil karya peneliti sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian

tertentu, peneliti bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang

peneliti sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan

yang berlaku.

Medan, 22 Agustus 2017

Peneliti,

Junita Veronica Sebayang

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh ukuran
pemerintah daerah, PAD, kompleksitas, belanja modal, jumlah aset, dan tingkat
penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan terhadap kelemahan
sistem pengendalian internal pemerintah daerah. Populasi dalam penelitian ini
adalah Kabupaten dan Kota Provinsi Sumatera Utara yang berjumlah 33 untuk 5
tahun pengamatan yakni 2011-2015. Sampel dalam penelitian ini sama dengan
populasinya yakni sebesar 165, sehingga tehnik pengambilan sampel yang
digunakan adalah tehnik sampel jenuh. Penelitian ini mengunakan data sekunder
yang diperoleh dari www.bpk.go.id, www.sumut.bps.go.id dan BPKAD Provinsi
Sumatera Utara. Pengujian Hipotesis dalam penelitian ini mengunakan alat
analisis regresi linear berganda dengan koefisien determinasi, uji t dan uji F. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ukuran pemerintah daerah, PAD, belanja modal,
dan tingkat penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan
berpengaruh signifikan terhadap kelemahan sistem pengendalian internal.
Sementara kompleksitas dan jumlah aset tidak berpengaruh terhadap kelemahan
sistem pengendalian internal. Secara simultan ukuran pemerintah daerah, PAD,
kompleksitas, belanja modal, jumlah aset, dan tingkat penyelesaian tindak lanjut
rekomendasi hasil pemeriksaan berpengaruh signifikan terhadap kelemahan
sistem pengendalian internal pemerintah daerah.

Kata kunci : Kelemahan Sistem Pengendalian Intern, ukuran pemerintah daerah,


PAD, kompleksitas daerah, belanja modal, jumlah aset dan tingkat
penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

The objective of the research was to analyze the effect of local government
size, PAD (Local Generated Revenues), complexity, capital expenditure, total
assets, and level of completion of follow-up recommendations of audit results on
the weaknesses of the local government internal control system. The population
was 33 regencies/cities in North Sumatra Province in 5 years observation of
2011-2015. The research used saturated sampling technique and multiple linear
regression analysis with the coefficient of determination, t test and F-test. The
samples were 165. Secondary data were obtained from www.bpk.go.id,
www.sumut.bps.go.id and BPKAD of North Sumatera Province. The results of the
research showed that the local government size, PAD, capital expenditure and
level of completion of follow-up recommendations of audit results had significant
influence on the weakness of internal control system, while the complexity and
total assets had no influence on the weakness of the internal control system.
Simultaneously, local government size, PAD, complexity, capital expenditure,
total assets, and level of completion of follow-up recommendations of audit results
had significant influence on the weakness of the internal control system of the
local government.

Keywords: Weakness of Internal Control System, Local Government Size, PAD,


Complexity, Capital Expenditure, Total Assets, Level of
Completeness of Follow-Up Recommendations of Audit Results

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang

telah melimpahkan kasih karunia dan berkat-Nya sehingga peneliti dapat

menyelesaikan penulisan tesis ini.

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa seluruh proses yang dilakukan

dalam penelitian dan penyusunan tesis ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa

adanya bimbingan, petunjuk, masukan, dan dukungan dari berbagai pihak, untuk

itu dengan segala kerendahan hati peneliti menyampaikan rasa terima kasih

kepada semua pihak yang telah membantu saya, terutama kepada:

1. Bapak Prof. Runtung, SH, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ramli, SE, MS, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Prof. Dr. Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak, CA, selaku Ketua Program Studi

Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara

yang juga selaku dosen penguji yang telah memberikan saran untuk perbaikan

hingga selesainya penyusunan tesis ini.

4. Bapak Dr. Iskandar Muda, SE, M.Si, Ak, CA, selaku Sekretaris Program

Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Prof. Dr. Fachruddin, MSM, Ak, CPA selaku Dosen Pembimbing yang

telah bersedia meluangkan waktu dan pikiran untuk memberikan bimbingan,

arahan dan saran kepada peneliti dalam proses penelitian dan penyusunan

tesis ini.

6. Bapak Fahmi Natigor Nasution, SE, M.Acc, Ak, CA selaku Dosen

Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikiran untuk

Universitas Sumatera Utara


memberikan bimbingan, arahan dan saran kepada peneliti dalam proses

penelitian dan penyusunan tesis ini

7. Bapak Drs. Idhar Yahya, MBA, Ak, CA selaku Dosen Penguji yang telah

memberikan saran dan masukan untuk perbaikan hingga selesainya

penyusunan tesis ini.

8. Ibu Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak, CA selaku Dosen Penguji yang

telah memberikan saran dan masukan untuk perbaikan hingga selesainya

penyusunan tesis ini.

9. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) selaku fasilitator

program beasiswa STAR-BPKP, yang telah memberikan kesempatan dan

fasilitas kepada peneliti dalam menempuh jenjang pendidikan S2.

10. Bapak Dr. Binsar H. Simanjuntak, Ak, MBA, CPMA, CA, CFrA, Kepala

Deputi BPKP Bidang Politik Sosial Budaya Pertahanan dan Keamanan selaku

ketua proyek program beasiswa STAR-BPKP yang juga ikut memberikan

bimbingan dan arahan kepada peneliti dalam mengikuti perkuliahan.

11. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Administrasi Program Magister Akuntansi

atas segala ilmu dan bantuan yang diberikan.

12. Bapak Gubernur Sumatera Utara, Inspektur Provsu, Kepala Badan

Kepegawaian Daerah Provsu, Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah

Provsu, serta keluarga besar Inspektorat Provinsi Sumatera Utara yang telah

memberikan dukungan dan bantuan selama proses penelitian.

Universitas Sumatera Utara


13. Suami saya Toga Ariadi Ginting, ST dan anak-anak saya Marcello Bana

Verga Ginting dan Cheryl Anaya Verga Ginting yang telah memberikan

dukungan penuh dan doa sehingga peneliti dapat menyelesaikan pendidikan

dan penelitian ini.

14. Orang tua saya Bapak Pasti Sebayang, BA (Alm) dan Ibu Dra. Aminah

Sembiring, Mertua saya Bapak Imanuel Pertama Ginting dan Ibu Anna

Sinulingga beserta seluruh keluarga saya yang memberikan motivasi,

dukungan dan doa kepada peneliti.

15. Teman-teman mahasiswa Program Beasiswa STAR-BPKP Magister

Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara atas

persahabatan yang penuh dengan rasa kekeluargaan, sumbangan pikiran dan

pengalaman selama perkuliahan dan penyusunan tesis ini.

Akhir kata, semoga Tuhan selalu melimpahkan berkat dan karunia-Nya

kepada kita semua dan kiranya tesis ini dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya

dan pembaca umumnya.

Medan, 22 Agustus 2017

Peneliti,

Junita Veronica Sebayang

Universitas Sumatera Utara


RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi
Nama : Junita Veronica Sebayang
Tempat/Tgl Lahir : Medan / 27 Juni 1982
Agama : Kristen Protestan
Orang Tua
Ayah : Pasti Sebayang, BA (Alm)
Ibu : Dra. Aminah Sembiring
Status pernikahan : Menikah
Nama Suami : Toga Ariadi Ginting, ST
Nama Anak : 1. Marcello Bana Verga Ginting
2. Cheryl Anaya Verga Ginting
Alamat : Jl. Seroja 3 No. 8 C – Medan
Email : veronica_sebayang@yahoo.com

Pendidikan
SD : SD St. Thomas I Medan tahun 1988-1994
SMP : SMP Negeri 9 Medan tahun 1994-1997
SMA : SMA Negeri 12 Medan tahun 1997-2000
Sarjana (S1) : S1 Akuntansi USU tahun 2000-2004

Pekerjaan
Tahun 2004 - 2009 : Auditor di KAP Grant Thornton International
Tahun 2009 - sekarang : Pegawai Negeri Sipil di Inspektorat Provinsi Sumatera
Utara

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK i
KATA PENGANTAR iii
RIWAYAT HIDUP vi
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR LAMPIRAN xii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………… 1
1.1 Latar belakang ………………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah………………………………........... 19
1.3 Tujuan Penelitian……………………………………… 20
1.4 Manfaat Penelitian…………………………………….. 21
1.5 Originalitas …………………………………………… 22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………... 24
2.1 Landasan Teori………………………………………… 24
2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory)……………… 24
2.1.2 Sistem Pengendalian Intern.…………………… 26
2.1.2.1 Pengertian Pengendalian Intern……….. 26
2.1.2.2 Tujuan Pengendalian Intern…………… 28
2.1.2.3 Komponen Pengendalian Intern............. 29
2.1.2.4 Prosedur Pengendalian Intern…………. 35
2.1.2.5 Kelemahan Sistem Pengendalian Intern.. 36
2.1.3 Ukuran Pemerintah Daerah..…….……………... 39
2.1.4 Pendapatan Asli Daerah (PAD)...……………… 40
2.1.5 Kompleksitas Daerah……………….................. 44
2.1.6 Belanja Modal………………............................. 47
2.1.7 Jumlah Aset………………………………...….. 50
2.1.8 Tingkat Penyelesaian Tindak Lanjut 52
Rekomendasi Hasil Pemeriksaan………………
2.2 Reviu Penelitian Terdahulu……………………………. 54
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS……………….. 61
3.1 Kerangka Konsep……………………………………… 61
3.1.1 Hubungan Ukuran Pemerintah Daerah dengan 62
Kelemahan Sistem Pengendalian Intern………..
3.1.2 Hubungan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan 63
Kelemahan Sistem Pengendalian Intern…….…..
3.1.3 Hubungan Kompleksitas Daerah dengan 64
Kelemahan Sistem Pengendalian Intern.………..
3.1.4 Hubungan Belanja Modal dengan Kelemahan 66
Sistem Pengendalian Intern……….…………….
3.1.5 Hubungan Jumlah Aset dengan Kelemahan 68
Sistem Pengendalian Intern……...…………….

xii

Universitas Sumatera Utara


3.1.6 Hubungan Tingkat Penyelesaian Tindak Lanjut 69
Rekomendasi Hasil Pemeriksaan dengan
Kelemahan Sistem Pengendalian Intern...………..
3.2 Hipotesis Penelitian………………………………. 70

BAB IV METODE PENELITIAN…………………………………… 71


4.1 Jenis Penelitian………………………………………… 71
4.2 Lokasi Penelitian………………………………………. 71
4.3 Populasi dan Sampel ….……………………….............. 72
4.4 Metode Pengumpulan Data……………………………. 73
4.5 Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel.. 74
4.6 Metode Analisis Data………………………………….. 78
4.6.1 Pengujian Asumsi Klasik……………………… 78
4.6.1.1 Uji Normalitas………………............. 78
4.6.1.2 Uji Multikolinieritas……….………… 79
4.6.1.3 Uji Autokorelasi…..……….………… 80
4.6.1.4 Uji Heteroskedastistas……….…...…. 81
4.6.2 Pengujian Hipotesis…………………………… 82
4.6.2.1 Uji Statistik F………………………. 82
4.6.2.2 Uji Statistik t..……………….……… 83
4.6.3 Koefisien Determinasi.………………………… 83

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……………… 85


5.1 Deskripsi Data Penelitian……………….……………… 85
5.1.1 Statistik Deskriptif……...……………………… 86
5.2 Uji Asumsi Klasik……..……………….……………… 88
5.2.1 Uji Normalitas………………………………….. 88
5.2.2 Uji Multikolinieritas……….…………………… 90
5.2.3 Uji Autokorelasi…..……….…………………… 91
5.2.4 Uji Heteroskedastistas……….…………………. 92
5.3 Pengujian Hipotesis…………………………………….. 94
5.3.1 Pengujian Hipotesis I.…...……………………… 97
5.3.2 Pengujian Hipotesis II.………………………… 97
5.3.3 Pengujian Hipotesis III.………………………… 98
5.3.4 Pengujian Hipotesis IV.………………………… 98
5.3.5 Pengujian Hipotesis V.………………………… 99
5.3.6 Pengujian Hipotesis VI.………………………… 100
5.3.7 Pengujian Hipotesis VII………………………… 100
5.3.8 Uji Koefisien Determinasi……………………… 101
5.4 Pembahasan……….…………………………………….. 102
5.4.1 Pengaruh ukuran pemerintah daerah terhadap kelemahan 102
sistem pengendalian intern pemerintah daerah……
5.4.2 Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) 104
terhadap kelemahan sistem pengendalian intern
pemerintah daerah.…...………...……..…………

xii

Universitas Sumatera Utara


5.4.3 Pengaruh kompleksitas daerah terhadap 105
kelemahan sistem pengendalian intern
pemerintah daerah.…...………...……..…………
5.4.4 Pengaruh belanja modal terhadap kelemahan 106
sistem pengendalian intern pemerintah daerah.....
5.4.5 Pengaruh aset terhadap kelemahan sistem 107
pengendalian intern pemerintah daerah.……...…
5.4.6 Pengaruh tingkat penyelesaian tindak lanjut 109
rekomendasi hasil pemeriksaan (TLRHP)
terhadap kelemahan sistem pengendalian intern
pemerintah daerah.……...……………………….

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN………………...……………… 112


6.1 Kesimpulan…………….……………….……………… 112
6.2 Keterbatasan Penelitian.……………….……………… 113
6.3 Saran…………………………………………………….. 114

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………... 116

xii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Nomor Judul Hal.

1.1 Perkembangan opini LKPD di Provinsi Sumatera Utara Tahun 6


2011 – 2015 …………………………………………………...
1.2 Kasus Kelemahan SPI atas LKPD Tahun Pemeriksaan 2012 8
s.d 2016…………………………………………………...…..
1.3 Kasus Kelemahan SPI atas LKPD Kabupaten/Kota di Provinsi 9
Sumatera Utara Tahun Pemeriksaan 2012 s.d 2016…………...
1.4 Permasalahan Utama SPI pada Pemerintah Daerah….……….. 12
2.2 Reviu Penelitian Terdahulu…………………………………… 57
4.2 Definisi Operasional Variabel………………………………… 77
5.1 Nilai Skor Outlier…………...………………………………… 86
5.2 Hasil Statistik Deskriptif…....………………………………… 87
5.3 One Sample Kolmogorov-Smirnov Test……………………… 90
5.4 Pengujian Multikolonieritas..………………………………… 91
5.5 Pengujian Autokorelasi…....………………………………… 92
5.6 Hasil Uji Park……………....………………………………… 94
5.7 Uji Statistik t…………...…....………………………………… 95
5.8 Uji Statistik F………...…....………………………………… 100
5.9 Nilai Koefisien Determinasi (R2)………...…....………....…… 101

xii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Hal.

1.1 Tren opini atas LKPD di Indonesia tahun 2011-2015………... 5


3.1 Kerangka Konsep…………………………………………….. 61
4.1 Durbin-Watson d statistik….………………………………….. 81
5.1 Grafik Normal P-P Plot……………………………………….. 89
5.2 Grafik Scatter Plot……..…....………………………………… 93

xii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

Judul Hal.

Lampiran 1 : Rencana Waktu Penelitian...........………………………….. 120


Lampiran 2 : Data Awal……….……............…………………………….. 121
Lampiran 3 : Analisis Data Outlier……………….…...………………….. 125
Lampiran 4 : Statistik Deskriptif…………………………………………. 129
Lampiran 5 : Uji Asumsi Klasik….………………………………………. 130
Lampiran 6 : Uji Koefisien Determinasi dan Hipotesis………….……….. 134
Lampiran 7 : Tabel Durbin-Watson (DW) …………...………….……….. 135
Lampiran 8 : Tabel Distribusi t……………………….………….……….. 136
Lampiran 9 : Tabel Distribusi F………………………………….……….. 137

xii

Universitas Sumatera Utara


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Berbagai perubahan telah terjadi di Indonesia sejak era reformasi tahun

1998 pada pemerintahan yang ada di pusat maupun yang berada di tingkat daerah.

Setelah terjadinya masa reformasi di Indonesia, sistem pemerintahan yang semula

memakai sistem sentralisasi atau terpusat kini mengalami perubahan menjadi

sistem desentralisasi. Munculnya sistem desentralisasi menjadikan pemerintah

daerah baik itu provinsi maupun kabupaten/kota mempunyai wewenang untuk

mengatur daerahnya sendiri. Adanya wewenang yang dilimpahkan dari

pemerintah pusat kepada pemerintah daerah ini menunjukkan adanya kepercayaan

dari pemerintah pusat bahwa pemerintah daerah dapat mengembangkan potensi

yang ada di daerahnya masingmasing. Adanya sistem desentralisasi itu ditandai

dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan

daerah yang sekarang telah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004. Dikeluarkannya regulasi tersebut akan menjadi landasan bagi

pemberian otonomi daerah yang lebih besar kepada daerah.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, otonomi daerah

yang dijalankan oleh pemerintah daerah mengharuskan seorang kepala daerah

untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan yang berada di bawah

naungannya secara adil, rasional, transparan, partisipatif dan bertanggungjawab.

Tujuan adanya otonomi daerah adalah mewujudkan kesejahteraan masyarakat

yang lebih merata, karena segala urusan yang berkaitan dengan masyarakat berada

dalam naungan pemerintah daerah. Selain itu dengan adanya otonomi daerah

Universitas Sumatera Utara


2

maka pelayanan publik dari pemerintah bisa lebih dekat dan mudah diakses oleh

masyarakat. Melalui pelayanan publik yang merata dan ada di setiap daerah

diharapkan dapat mengatasi kesenjangan antar daerah, seperti halnya yang terjadi

sebelum masa reformasi. Kesenjangan antar daerah terjadi di Indonesia

dikarenakan wilayahnya yang sangat luas dari ujung barat Sabang sampai di ujung

timur Merauke. Selain itu bentuk negara Indonesia yang merupakan negara

kepulauan turut andil menjadi penyebab kesenjangan antar daerah. Melalui

desentralisasi atau otonomi daerah ini diharapkan dapat memberikan

kesejahteraan yang merata bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Pemerintah daerah dalam mewujudkan tujuan dari otonomi daerah perlu

memperhatikan berbagai aspek sesuai dengan kemampuan dari daerahnya masing-

masing dalam penyusunan rencana anggaran belanja daerah. Aspek yang harus

tercakup dalam anggaran sektor publik yang terkait dengan belanja daerah adalah:

aspek perencanaan, aspek pengendalian, dan aspek akuntabilitas publik

(Mardiasmo, 2002).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 pasal 56 ayat 4 tentang

Perbendaharaan Negara menjelaskan bahwa pengelolaan keuangan daerah harus

didukung dengan sistem pengendalian intern yang bagus dan memadai.

Implementasi dari Undang-Undang ini menekankan bahwa untuk mencapai tujuan

dari pemerintah daerah maka harus memiliki pengendalian intern yang baik dan

sesuai dengan regulasi yang berlaku. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 pasal

58 ayat 1 menjelaskan bahwa Sistem Pengendalian Intern Pemerintah yang

selanjutnya disingkat SPIP, harus diselenggarakan secara menyeluruh baik di

lingkungan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Undang-Undang ini

Universitas Sumatera Utara


3

menjelaskan bahwa untuk mencapai pengelolaan keuangan negara yang efektif,

efisien, transparan, dan akuntabel, maka menteri atau pimpinan lembaga,

gubernur, dan bupati atau walikota wajib melakukan pengendalian atas

penyelenggaraan kegitan pemerintahan.

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian

Intern Pemerintah (SPIP) menjelaskan bahwa, pengendalian intern adalah sebuah

proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus

menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan yang

memadai atau tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan

efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan

terhadap peraturan perundang-undangan.

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang SPIP menjadi

pedoman bagi pemerintah kabupaten dan kota di Indonesia dalam merancang

sistem pengendalian intern (SPI) daerah mereka. SPI didesain untuk mampu

mendeteksi adanya kelemahan yang dapat mengakibatkan permasalahan dalam

aktivitas pengendalian, yang meliputi: (1) kelemahan sistem pengendalian

akuntansi dan pelaporan, (2) kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan

anggaran pendapatan dan belanja, dan (3) kelemahan struktur pengendalian intern.

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang SPIP mengadopsi

sistem pengendalian intern dengan kerangka dari Commitee of Sponsoring

Organizations of the Trethway Commissions (COSO) ini berbeda dengan internal

control versi sebelumnya dari Government Accountability Office (GAO). COSO

lebih menekankan pengendalian intern dalam bentuk pelaku sebagai inti daripada

pengendalian intern hard control. Pengendalian intern menurut COSO merupakan

Universitas Sumatera Utara


4

suatu kerangka kontrol internal dengan mengintegrasikan semua aspek operasi

dan keuangan perusahaan, termasuk antara pimpinan puncak maupun tenaga

kerja, tujuan dan risiko usaha, serta meliputi semua unit kegiatan perusahaan.

Penerapan pengendalian intern versi COSO ini diharapkan dapat mengurangi

berbagai penyimpangan yang mungkin terjadi.

Proses adopsi pengendalian intern menurut COSO ke dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tersebut terlihat dalam unsur-unsur yang

termasuk dalam SPIP yang meliputi lingkungan pengendalian, penilaian risiko,

kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi, dan pemantauan pengendalian

intern. Sebagaimana pengendalian intern versi COSO, SPIP juga menempatkan

control environment (lingkungan pengendalian) pada urutan pertama dari

elemen-elemen pengendalian yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa SPIP lebih

menekankan pada soft control dengan membangun komitmen dan integritas

perilaku dan etika, nilai-nilai luhur serta komunikasi yang lebih baik sebelum

mencoba menerapkan hard control dengan melakukan penyusunan perencanaan,

pencatatan, pelaporan organisasi dan sebagainya.

Di Indonesia, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai auditor eksternal

pemerintah bertanggungjawab melaporkan laporan evaluasi atas ketaatan entitas

yang diaudit atas pengendalian internal. Adanya Standar Pemeriksaan Keuangan

Negara (SPKN) mengharuskan BPK untuk merencanakan, mengumpulkan bukti

yang cukup dan melaksanakan pemeriksaan agar memperoleh keyakinan yang

memadai sebagai dasar untuk memberikan pendapat. Standar tersebut juga

mengharuskan BPK untuk mengungkapkan kelemahan dalam pengendalian intern

atas pelaporan keuangan. Dalam konteks Indonesia, laporan evaluasi BPK bisa

Universitas Sumatera Utara


5

menjadi data empiris untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi kelemahan pengendalian intern.

Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan

Pemerintah Daerah (LKPD) di seluruh Indonesia selama periode 5 tahun terakhir

(2011-2015), LKPD yang memperoleh opini Wajar tanpa Pengecualian (WTP)

naik sebanyak 45 poin persen, yaitu dari 13% pada LKPD Tahun 2011 menjadi

58% pada LKPD Tahun 2015. Sementara itu jumlah LKPD yang memperoleh

opini Tidak Menyatakan Pendapat (TMP) mengalami penurunan sebanyak 14

poin persen, dari 19% pada LKPD Tahun 2011 menjadi 5% pada LKPD Tahun

2015. Tren opini atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia selama

5 tahun terakhir untuk dapat dilihat pada gambar 1.1. dibawah ini :

Gambar 1.1 Tren opini atas LKPD di Indonesia tahun 2011-2015


Sumber: Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II BPK RI Tahun 2016

Universitas Sumatera Utara


6

Sedangkan perkembangan opini atas pemeriksaan Laporan Keuangan

Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Tahun 2011 s.d 2015 yang

menjadi objek penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1.1. berikut ini:

Tabel 1.1 Perkembangan opini LKPD di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011 – 2015

PEMERINTAH TAHUN ANGGARAN


NO.
KABUPATEN/ KOTA 2015 2014 2013 2012 2011

1 DELI SERDANG TMP WDP TMP TW TMP

2 LANGKAT WDP WDP WDP WDP WDP

3 SERDANG BEDAGAI WDP WTP DPP WDP WDP WDP

4 KARO WDP WDP WDP WDP WDP

5 DAIRI WTP WTP WDP WDP WDP

6 PAKPAK BHARAT WDP WTP WTP DPP WDP WDP

7 SIMALUNGUN WDP WDP TMP WDP WDP

8 ASAHAN WDP WTP DPP WDP WDP WDP

9 TOBA SAMOSIR WDP WDP WDP WDP WDP

10 SAMOSIR TMP WDP WDP WDP WDP

11 TAPANULI UTARA WTP WTP DPP WDP WDP WDP


HUMBANG
12 WDP WTP WTP WTP-DPP WTP
HASUNDUTAN
13 TAPANULI TENGAH WDP WDP WDP WDP TMP

14 TAPANULI SELATAN WTP WTP WDP WDP WDP

15 PADANG LAWAS WDP WDP TMP TMP TMP


PADANG LAWAS
16 WDP WDP WDP WDP WDP
UTARA
MANDAILING
17 WDP WDP TMP TMP WDP
NATAL
18 NIAS WDP WDP WDP TMP TMP

19 NIAS SELATAN TMP TMP TMP TMP TMP

20 LABUHAN BATU WDP WTP WDP WDP WDP

Universitas Sumatera Utara


7

PEMERINTAH TAHUN ANGGARAN


NO.
KABUPATEN/ KOTA 2015 2014 2013 2012 2011
21 BATU BARA WDP TMP WDP WDP TMP
LABUHAN BATU
22 WTP WTP WDP WDP TMP
UTARA
LABUHAN BATU
23 WTP WTP DPP WTP DPP WDP WDP
SELATAN
24 NIAS BARAT WDP TMP TMP TMP TMP

25 NIAS UTARA WDP WDP TMP TMP TMP

26 MEDAN WDP WTP WTP DPP WTP-DPP WTP

27 BINJAI WDP WTP DPP WDP WDP WDP

28 TEBING TINGGI WDP WTP WDP TMP WDP


PEMATANG
29 WDP WTP WDP WDP WDP
SIANTAR
30 TANJUNG BALAI WDP WDP TMP TMP WDP

31 SIBOLGA TMP WTP WDP WDP WTP-DPP

32 PADANG SIDIMPUAN WDP WDP WDP WDP WDP

33 GUNUNG SITOLI WDP WDP WDP WDP WDP

Keterangan :
WTP : Opini Wajar Tanpa Pengecualian (unqualified opinion)
WTP-DPP : Opini Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelasan
(unqualified opinion with modified wording)
WDP : Opini Wajar Dengan Pengecualian (qualified opinion)
TW : Opini Tidak Wajar (adverse opinion)
TMP : Pernyataan Menolak Memberikan Opini atau Tidak Memberikan
Pendapat (disclaimer opinion)

Sumber: Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II BPK RI Tahun 2016

Salah satu kriteria pemberian opini adalah pemeriksaan atas efektivitas

sistem pengendalian intern. Hasil pemeriksaan BPK atas sistem pengendalian

intern pemerintah daerah tersebut dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan

atas Sistem Pengendalian Intern (SPI) dan dinyatakan dalam sejumlah temuan

kelemahan SPI. Semakin banyak jumlah temuan menunjukkan semakin lemah

Universitas Sumatera Utara


8

sistem pengendalian intern pemerintah daerah. Kelemahan sistem pengendalian

intern terdiri atas kelemahan akuntansi dan pelaporan, kelemahan sistem

pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja, dan kelemahan

struktur pengendalian intern. Hasil evaluasi atas pemeriksaan LKPD tahun

pemeriksaan 2012 s.d 2016 menunjukkan terdapat banyak permasalahan

kelemahan sistem pengendalian intern (SPI) seperti disajikan pada tabel 1.2.

Tabel 1.2 Kasus Kelemahan SPI atas LKPD Tahun Pemeriksaan 2012 s.d 2016

Permasalahan Kelemahan Sistem Pengendalian Intern

Kelemahan sistem
LKPD yang Kelemahan sistem pengendalian
Kelemahan struktur
diperiksa pengendalian pelaksanaan
Tahun Pemeriksaan pengendalian
akuntansi dan anggaran Total
intern
pelaporan pendapatan dan
belanja

Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %


2012 Semester I 426 81,30% 1.791 40,99% 1.739 39,80% 839 19,20% 4.369
Semester II 94 17,94% 586 44,87% 433 33,15% 287 21,98% 1.306
2013 Semester I 415 76,99% 1.586 35,95% 1.935 43,86% 891 20,19% 4.412
Semester II 108 20,04% 568 41,55% 549 40,16% 250 18,29% 1.367
2014 Semester I 456 87,02% 1.829 35,84% 2.174 42,60% 1.100 21,56% 5.103
Semester II 68 12,98% 365 40,15% 388 42,68% 156 17,16% 909
2015 Semester I 504 93,51% 2.222 37,17% 2.598 43,46% 1.158 19,37% 5.978
Semester II 35 6,49% 186 39,24% 179 37,76% 109 23,00% 474
2016 Semester I 533 98,89% 2.353 38,26% 2.450 39,84% 1.347 21,90% 6.150
Semester II 9 1,67% 66 54,55% 41 33,88% 14 11,57% 121

Sumber: Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester BPK RI tahun 2012 s.d 2016

Tabel diatas menunjukkan selama 5 tahun pemeriksaan, yakni tahun 2012

hingga 2016 terdapat banyak permasalahan kelemahan sistem pengendalian intern

yang terjadi pada Pemerintah Daerah di Indonesia. Hasil pemeriksaan terhadap

LKPD sejak tahun 2012 hingga 2016 juga menunjukkan terjadi kenaikan jumlah

permasalahan kelemahan sistem pengendalian intern dari tahun ke tahun.

Universitas Sumatera Utara


9

Kenaikan jumlah permasalahan kelemahan sistem pengendalian intern

pada LKPD di Indonesia juga terjadi pada pemeriksaan atas LKPD Pemerintah

Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara. Dari 6.271 total kasus

kelemahan pengendalian intern untuk LKPD tahun anggaran 2015 (6.150 kasus

pada semester I tahun 2016 ditambah 121 kasus pada semester II tahun 2016),

sebanyak 400 kasus kelemahan pengendalian intern terjadi pada Kabupaten/Kota

di Sumatera Utara. Kasus tersebut terdiri atas 204 kasus kelemahan sistem

pengendalian akuntansi dan pelaporan, 138 kasus kelemahan sistem pengendalian

pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja, dan 58 kasus kelemahan struktur

pengendalian intern. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 1.3 berikut ini.

Tabel 1.3 Kasus Kelemahan SPI atas LKPD Kabupaten/Kota di Provinsi


Sumatera Utara Tahun Pemeriksaan 2012 s.d 2016

Permasalahan Kelemahan Sistem Pengendalian Intern


Kelemahan sistem
LKPD yang Kelemahan sistem pengendalian Kelemahan
Tahun diperiksa pengendalian pelaksanaan struktur
Pemeriksaan akuntansi dan anggaran pengendalian Total
pelaporan pendapatan dan intern
belanja
Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %
2012 Semester I 24 70,59% 100 46,30% 73 33,80% 43 19,91% 216
Semester II 10 29,41% 45 47,37% 33 34,74% 17 17,89% 95
2013 Semester I 25 73,53% 98 47,80% 80 39,02% 27 13,17% 205
Semester II 9 26,47% 39 56,52% 25 36,23% 5 7,25% 69
2014 Semester I 27 79,41% 119 50,64% 66 28,09% 50 21,28% 235
Semester II 7 20,59% * * * * * * *
2015 Semester I 26 76,47% 136 48,23% 100 35,46% 46 16,31% 282
Semester II 8 23,53% 14 35,00% 16 40,00% 10 25,00% 40
2016 Semester I 28 82,35% 160 48,93% 114 34,86% 53 16,21% 327
Semester II 6 17,65% 44 60,27% 24 32,88% 5 6,85% 73
* Data tidak tersedia

Sumber: Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester BPK RI tahun 2012 s.d 2016

Universitas Sumatera Utara


10

Berdasarkan tabel di atas, hasil pemeriksaan semester I tahun 2012 untuk

24 LKPD tahun anggaran 2011 mengungkapkan sebanyak 216 kasus kelemahan

SPI, yaitu kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan sebanyak 100

kasus, kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan

belanja sebanyak 73 kasus, dan kelemahan struktur pengendalian intern sebanyak

43 kasus. Sedangkan pada semester II tahun 2012, atas 10 LKPD tahun anggaran

2011, BPK menemukan 95 kasus kelemahan pengendalian intern. Kasus

kelemahan pengendalian intern tersebut terdiri atas kelemahan sistem

pengendalian akuntansi dan pelaporan 45 kasus, kelemahan sistem pengendalian

pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja sebanyak 33 kasus, dan kelemahan

struktur pengendalian intern sebanyak 17 kasus.

Pada semester I tahun 2013 BPK mengungkapkan sebanyak 205 kasus

kelemahan SPI atas 25 LKPD, yaitu kelemahan sistem pengendalian akuntansi

dan pelaporan sebanyak 98 kasus, kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan

anggaran pendapatan dan belanja sebanyak 80 kasus, dan kelemahan struktur

pengendalian intern sebanyak 27 kasus. Sedangkan pada semester II tahun 2013,

atas 9 LKPD tahun anggaran 2012, BPK menemukan 69 kasus kelemahan

pengendalian intern. Kasus kelemahan pengendalian intern tersebut terdiri atas

kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan 39 kasus, kelemahan

sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja sebanyak 25

kasus, dan kelemahan struktur pengendalian intern sebanyak 5 kasus.

Ikhtisar hasil pemeriksaan semester I tahun 2014 mengungkapkan

sebanyak 235 kasus kelemahan SPI, yaitu kelemahan sistem pengendalian

akuntansi dan pelaporan sebanyak 119 kasus, kelemahan sistem pengendalian

Universitas Sumatera Utara


11

pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja sebanyak 66 kasus, dan kelemahan

struktur pengendalian intern sebanyak 50 kasus. Kasus tersebut di atas terjadi dan

ditemukan pada 27 entitas. Sedangkan data permasalahan kelemahan sistem

pengendalian intern atas 7 LKPD tahun anggaran 2013 yang diperiksa pada

semester II tahun 2014 tidak tersedia pada Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II

Tahun 2014.

Pada semester I tahun 2015, Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) BPK atas

LKPD 26 entitas mengungkapkan sebanyak 282 kasus kelemahan SPI, yaitu

kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan sebanyak 136 kasus,

kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja

sebanyak 100 kasus, dan kelemahan struktur pengendalian intern sebanyak 46

kasus. Sementara pada IHPS II Semester II tahun 2015, atas 8 LKPD tahun

anggaran 2014, BPK menemukan 40 kasus kelemahan pengendalian intern. Kasus

kelemahan pengendalian intern tersebut terdiri atas kelemahan sistem

pengendalian akuntansi dan pelaporan 14 kasus, kelemahan sistem pengendalian

pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja sebanyak 16 kasus, dan kelemahan

struktur pengendalian intern sebanyak 10 kasus.

Dalam IHPS BPK semester I tahun 2016, hasil pemeriksaan atas LKPD 28

entitas, BPK mengungkapkan sebanyak 327 kasus kelemahan SPI, yaitu

kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan sebanyak 160 kasus,

kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja

sebanyak 114 kasus, dan kelemahan struktur pengendalian intern sebanyak 53

kasus. Sementara pada IHPS II Semester II tahun 2016, atas 6 LKPD tahun

anggaran 2015, BPK menemukan 73 kasus kelemahan pengendalian intern. Kasus

Universitas Sumatera Utara


12

kelemahan pengendalian intern tersebut terdiri atas kelemahan sistem

pengendalian akuntansi dan pelaporan 44 kasus, kelemahan sistem pengendalian

pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja sebanyak 24 kasus, dan kelemahan

struktur pengendalian intern sebanyak 5 kasus.

Meningkatnya jumlah temuan dan kasus kelemahan SPI dari tahun ke

tahun tersebut menunjukkan belum optimalnya efektivitas sistem pengendalian

intern pemerintah daerah pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Menurut BPK

dalam IHPS semester I tahun 2015, secara umum, permasalahan kelemahan

sistem pengendalian intern tersebut banyak ditemukan dalam pengelolaan akun

Pendapatan dan Belanja. Perincian dan permasalahan utama SPI dapat dilihat

pada Tabel 1.3.

Tabel 1.4 Permasalahan Utama SPI pada Pemerintah Daerah

Permasalahan Utama dan Contohnya :


1 Proses penyusunan laporan tidak sesuai dengan ketentuan
- Persediaan belum dilakukan stock opname pada akhir tahun
- Pencatatan tidak didukung kartu persediaan
- Penyajian saldo penyertaan modal dicatat dengan metode biaya
- Pengelolaan aset tetap belum optimal
2 Pencatatan tidak/belum dilakukan atau tidak akurat
- Pengelolaan dan penatausahaan aset tetap belum memadai
- Realisasi belanja tidak dapat diyakini kewajarannya
- Penatausahaan kas di bendahara pengeluaran tidak tertib
Penyajian saldo investasi non permanen belum menerapkan nilai bersih yang dapat
-
direalisasikan (NRV)
- Penyajian piutang pajak belum disajikan sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan
3 Penyimpangan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan bidang teknis
tertentu atau ketentuan intern organisasi yang diperiksa tentang pendapatan dan
belanja
- Realisasi belanja tahun anggaran 2014 yang diberikan kepada instansi vertikal terlambat
dilaporkan ke Mendagri dan Menkeu
Pendapatan yang berasal dari Jamkesnas diterima langsung oleh puskesmas dan belum
-
diverifikasi Dinas Kesehatan
Penyerahan belanja barang dan jasa yang diserahkan kepada masyarakat tidak sesuai
-
dengan ketentuan
- Penggunaan dana BOS Pendidikan tidak sesuai dengan Juknis/Pedoman

Universitas Sumatera Utara


13

Permasalahan Utama dan Contohnya :

4 Perencanaan kegiatan tidak memadai


- Penganggaran dan realisasi belanja pada LRA belum sesuai dengan SAP
Realisasi pemberian tambahan penghasilan tidak berdasarkan kriteria dan satuan harga
-
yang jelas
Besaran tambahan penghasilan dibuat setelah mengetahui besaran alokasi anggaran yang
-
sudah ditetapkan dalam APBD
- Penggunaan langsung atas pendapatan retribusi jasa umum tidak sesuai ketentuan
Pengendalian belanja bantuan hibah, bantuan sosial, bantuan keuangan dan bantuan tidak
-
terduga tidak memadai
5 Penetapan/pelaksanaan kebijakan tidak tepat atau belum dilakukan berakibat
hilangnya potensi penerimaan/pendapatan
Potensi penerimaan pajak kendaraan bermotor yang tidak melakukan daftar ulang tahun
-
2014
Wajib pajak air permukaan yang tidak memiliki Surat Izin Pengambilan dan
- Pemanfaatan Air Tanah (SIPPA) dan wajib pajak air permukaan belum memperpanjang
SIPPA
Pengelolaan penerimaan nilai strategis reklame dan hasil lelang titik reklame belum
-
memadai
- Pengelolaan database pajak reklame belum memadai

- Penetapan tarif retribusi pengendalian menara telekomunikasi dan pengelolaan pajak


reklame tidak sesuai dengan ketentuan
6 Sistem informasi akuntansi dan pelaporan tidak memadai
Sistem pengelolaan aset tetap dalam mendukung penyusunan laporan keuangan tidak
-
memadai
Penggunaan sistem aplikasi komputer belum optimal dalam mendukung pengelolaan
-
keuangan
Aplikasi SIMDA BMD yang digunakan dalam menatausahakan BMD belum
-
sepenuhnya siap dalam menunjang pencatatan akuntansi berbasis akrual
Persiapan pemerintah dalam menerapkan laporan keuangan berbasis akrual belum
-
memadai
7 Kelemahan SPI lainnya
Entitas tidak memiliki standard operating procedure (SOP) yang formal, seperti belum
ada SOP pengelolaan dan penatausahaan kas, persediaan, dan pendapatan retribusi
- daerah (Pendapatan Asli Daerah/PAD), sehingga penyajian saldo kas, persediaan, dan
PAD tidak berdasarkan dokumen yang lengkap dan sah, serta tidak didukung dengan
landasan hukum yang kuat
- SOP yang ada pada entitas tidak berjalan secara optimal atau tidak ditaati
Satuan Pengawas Intern yang ada tidak memadai atau tidak berjalan optimal yang
-
ditunjukkan dengan belum ditindaklanjutinya temuan pemeriksaan sebelumnya
- Kelemahan pengamanan fisik aset

Sumber: Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I BPK RI tahun 2015

Permasalahan kelemahan pengendalian intern pada umumnya terjadi

karena pejabat yang bertanggung jawab lalai dan tidak cermat dalam menaati dan

memahami ketentuan yang berlaku, belum optimal dalam melaksanakan tugas dan

tanggung jawab, lemah dalam melakukan pengawasan dan pengendalian, kurang

Universitas Sumatera Utara


14

koordinasi antar pejabat terkait, belum membuat kebijakan/SOP untuk suatu

prosedur, serta belum menindaklanjuti rekomendasi hasil pemeriksaan BPK tahun

sebelumnya.

Terhadap permasalahan sistem pengendalian intern tersebut, BPK

merekomendasikan kepala daerah untuk memberikan sanksi sesuai ketentuan

yang berlaku kepada pejabat yang lalai dan tidak cermat dalam menaati dan

memahami ketentuan yang berlaku, serta pejabat yang belum optimal dalam

melaksanakan tugas dan tanggung jawab, memerintahkan kepada pejabat yang

bertanggung jawab untuk meningkatkan pengawasan dan pengendalian,

menyusun kebijakan/SOP untuk suatu prosedur, serta segera menindaklanjuti

rekomendasi hasil pemeriksaan BPK tahun sebelumnya.

Selanjutnya, pemda akan menindaklanjuti rekomendasi BPK, melakukan

inventarisasi ulang atas aset, berkoordinasi dengan pihak terkait dan inspektorat,

menyusun anggaran yang lebih akurat, lebih cermat dalam mengelola dan

melakukan pencatatan, melaporkan dan menyetorkan sisa kas secara baik dan

tepat waktu, menyusun laporan keuangan dengan melakukan konsolidasi seluruh

SKPD, serta melakukan pengawasan melekat.

Contoh kasus yang terjadi di atas tentunya sangat merugikan negara, dan

hal ini menunjukkan belum maksimalnya pelaksanaan dari Undang-Undang

Bidang Keuangan Negara yang meliputi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003

tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang

Perbendaharaan Negara dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang

Pemeriksaan, Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara.

Universitas Sumatera Utara


15

Berdasarkan uraian di atas, peningkatan jumlah temuan kelemahan sistem

pengendalian intern khususnya pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara menjadi

suatu masalah yang penting untuk diteliti. Penelitian terkait faktor-faktor yang

mempengaruhi kelemahan sistem pengendalian intern telah banyak dilakukan

namun pada umumnya hanya menggunakan karakteristik pemerintah daerah

antara lain ukuran, jumlah penduduk, Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan

pertumbuhan ekonomi. Ukuran pemerintah daerah memiliki pengaruh terhadap

tingkat kelemahan pengendalian intern (Kristanto, 2009; Martani dan Zaelani,

2011; Puspitasari, 2013; Hartono, 2014). Jumlah penduduk yang besar membuat

tekanan dan pengawasan sehingga mendorong pemerintah daerah memiliki sistem

pengendalian intern yang memadai sebagai bentuk pertanggungjawaban publik

(Martani dan Zaelani, 2011). Banyaknya jumlah sumber pendapatan membuat

masalah pengendalian intern meningkat (Martani dan Zaelani, 2011; Putro, 2013).

Tingkat pertumbuhan berhubungan positif dengan masalah pengendalian intern.

Pertumbuhan yang cepat menuntut penyesuaian dari atas pengendalian intern

yang dimiliki sehingga memungkinkan terjadinya masalah-masalah pengendalian

intern dalam organisasi (Doyle, Ge, dan McVay, 2007; Ashbaugh-skife, Collins,

dan Kinney, 2007; Martani dan Zaelani, 2011).

Ukuran pemerintah daerah akan dijadikan variabel bebas dalam penelitian

ini. Pengambilan ukuran (size) menjadi variabel bebas didasarkan atas hasil

penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Berdasarkan penelitian sebelumnya

yang telah dilakukan oleh Hartono (2014) yang menganggap bahwa jumlah

penduduk yang banyak pada suatu daerah akan menyebabkan perbedaan dalam

penyusunan anggaran dibandingkan dengan daerah yang memiliki jumlah

Universitas Sumatera Utara


16

penduduk sedikit. Alasan ini juga diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 33

Tahun 2004 Pasal 28 yang menyatakan bahwa, jumlah penduduk menjadi variabel

dalam menentukan kebutuhan pendanaan daerah untuk menentukan kebijakan

dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat. Jumlah penduduk

menjadi pertimbangan dalam melihat tingkat kebutuhan pelayanan umum disuatu

daerah. Semakin banyak jumlah penduduk disuatu pemerintah daerah berarti

semakin banyak dan beragam kebutuhan yang harus dipenuhi. Hal itu diduga akan

menyebabkan meningkatkan masalah jumlah kelemahan pengendalian intern. Dari

beberapa penelitian terdahulu yang menguji pengaruh ukuran (size) hasilnya

masih belum konsisten sehingga menarik untuk diteliti kembali lebih lanjut.

PAD diduga memiliki pengaruh terhadap kelemahan pengendalian intern

pemerintah daerah. Pernyataan tersebut telah merujuk dari beberapa penelitian

terdahulu. Beberapa penelitian terdahulu telah menemukan pengaruh PAD

terhadap kelemahan pengendalian intern pemerintah daerah. Hasil dari beberapa

penelitian yang dilakukan sebelumnya menunjukkan hasil yang tidak konsisten

sehingga sangat menarik untuk dilakukan penelitian kembali.

Variabel bebas berikutnya dalam penelitian ini adalah kompleksitas

daerah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebelumnya kompleksitas daerah

berpengaruh terhadap kelemahan pengendalian intern pemerintah daerah. Tingkat

kompleksitas daerah yang semakin tinggi di dalam sebuah organisasi

menyebabkan masalah salah satunya adalah pengendalian intern. Organisasi

menghadapi tantangan yang lebih besar dalam mengimplementasikan

pengendalian intern secara konsisten untuk setiap divisi yang berbeda.

Kompleksitas daerah biasanya dapat dilihat dari jumlah SKPD (Satuan Kerja

Universitas Sumatera Utara


17

Perangkat Daerah). Semakin besar jumlah segmen atau cabang organisasi kasus

kelemahan pengendalian intern yang terjadi akan semakin banyak. SKPD dalam

pemerintah daerah diasosiasikan dengan jumlah segmen dalam perusahaan atau

cabang dalam organisasi. Banyaknya jumlah SKPD di suatu daerah diduga

menyebabkan masalah seperti kesulitan implementasi sistem pengendalian intern

pada lingkungan SKPD yang berbeda, masalah pengawasan dari pemerintah

daerah, sampai saat pelaporan keuangan. Berdasarkan beberapa penelitian

terdahulu menunjukkan hasil yang belum konsisten, sehingga menarik untuk

dilakukan penelitian kembali.

Menurut Kristanto (2009) belanja modal merupakan pengeluaran negara

yang digunakan dalam rangka pembentukan modal atau aset tetap untuk

operasional sehari-hari suatu satuan kerja atau dalam rangka memberikan

pelayanan kepada masyarakat. Belanja modal meliputi tanah, peralatan dan mesin,

gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, serta dalam bentuk fisik lainnya.

Semakin besar anggaran untuk belanja modal pada institusi pemerintah daerah

maka risiko kebocoran dari anggaran untuk belanja modal tersebut semakin

tinggi. Adanya pengadaan barang fisik pada pemerintah juga menyebabkan

seringnya terjadi praktik korupsi dalam proses tendernya. Anggaran yang besar

untuk belanja modal akan menyebabkan kesulitan penerapan sistem pengendalian

internal sesuai dengan prosedur yang benar. Alasan pengambilan belanja modal

sebagai variabel bebas dalam penelitian ini dikarenakan masih sangat sedikit

penelitian tentang pengaruh belanja modal terhadap kelemahan pengendalian

intern pemerintah daerah, sehingga masih sangat menarik untuk diteliti kembali.

Universitas Sumatera Utara


18

Aset atau aktiva suatu entitas juga mempengaruhi kelemahan pengendalian

intern. Aset adalah sumber ekonomi yang diharapkan memberikan manfaat usaha

di kemudian hari (Nurwati, 2015). Pemerintah harus mampu mengelola aset yang

dimilikinya secara baik, karena pada hakekatnya aset yang dimiliki oleh

pemerintah adalah milik rakyat yang harus dimanfaatkan oleh masyarakat.

Banyaknya aset yang ada dalam sebuah organisasi akan berpengaruh terhadap

pengendalian intern, karena banyaknya aset dalam suatu organisasi berpotensi

terhadap tingginya resiko kecurangan seperti pencurian aset atau penyalahgunaan

aset serta permasalahan dalam manajemen aset yang bisa mengakibatkan

permasalahan dalam pengendalian intern.

Dalam IHPS II Tahun 2015, BPK menyebutkan bahwa secara umum atas

LKPD yang belum memperoleh opini WTP disebabkan masih memiliki

kelemahan pada pelaporan keuangan sesuai dengan SAP, terutama kelemahan

pada aset, antara lain meliputi Kas, Aset Lancar selain Kas, Aset Tetap dan Saldo

Aset Lainnya. Hasil beberapa penelitian terdahulu telah menemukan pengaruh

aset terhadap kelemahan pengendalian intern pemerintah daerah. Hasil dari

beberapa penelitian yang dilakukan sebelumnya menunjukkan hasil yang tidak

konsisten sehingga sangat menarik untuk dilakukan penelitian kembali.

Variabel bebas lainnya yang termasuk variabel yang baru diteliti terkait

kelemahan pengendalian intern adalah tingkat penyelesaian tindak lanjut

rekomendasi hasil pemeriksaan. Yamin (2015) menemukan bahwa tingkat

penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan berpengaruh secara

negatif terhadap kelemahan pengendalian intern. Dikarenakan masih sangat

sedikit penelitian tentang pengaruh tingkat penyelesaian tindak lanjut

Universitas Sumatera Utara


19

rekomendasi hasil pemeriksaan terhadap kelemahan pengendalian intern

pemerintah daerah, sehingga masih sangat menarik untuk diteliti kembali.

Provinsi Sumatera Utara merupakan provinsi keempat terbesar jumlah

penduduknya di Indonesia setelah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah.

Sumatera Utara merupakan provinsi multietnis yang terdiri dari 25 Pemerintah

Kabupaten dan 8 Pemerintah Kota, masing-masing memiliki ukuran, ciri dan

karakteristik daerah yang bervariasi yang dapat menimbulkan berbagai

permasalahan terhadap pengendalian intern di daerah tersebut. Perbedaan dalam

ukuran pemerintah daerah, PAD, kompleksitas daerah, belanja modal, jumlah aset

dan tingkat penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan dalam

hubungannya dengan permasalahan pengendalian intern menjadi alasan sehingga

objek penelitian ini sangat menarik untuk diteliti.

Berdasarkan dari latar belakang, perbedaan proksi dan perbedaan hasil

penelitian sebelumnya, dan berbagai permasalahan yang ada terkait dengan

pengendalian intern yang telah dijelaskan di atas, maka penelitian “Analisis

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kelemahan Sistem Pengendalian Intern pada

Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara” perlu dilakukan.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka peneliti

merumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

1. Apakah ukuran pemerintah daerah berpengaruh terhadap kelemahan

pengendalian intern pemerintah daerah ?

Universitas Sumatera Utara


20

2. Apakah Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh terhadap kelemahan

pengendalian intern pemerintah daerah ?

3. Apakah kompleksitas daerah berpengaruh terhadap kelemahan pengendalian

intern pemerintah daerah ?

4. Apakah belanja modal berpengaruh terhadap kelemahan pengendalian intern

pemerintah daerah ?

5. Apakah jumlah aset berpengaruh terhadap kelemahan pengendalian intern

pemerintah daerah ?

6. Apakah tingkat penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan

berpengaruh terhadap kelemahan pengendalian intern pemerintah daerah ?

7. Apakah ukuran pemerintah daerah, PAD, kompleksitas daerah, belanja

modal, jumlah aset dan tingkat penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil

pemeriksaan secara bersama-sama berpengaruh terhadap kelemahan

pengendalian intern pemerintah daerah ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini

adalah :

1. Untuk menguji dan menganalisis apakah ukuran pemerintah daerah

berpengaruh terhadap kelemahan pengendalian intern pemerintah daerah.

2. Untuk menguji dan menganalisis apakah Pendapatan Asli Daerah (PAD)

berpengaruh terhadap kelemahan pengendalian intern pemerintah daerah .

3. Untuk menguji dan menganalisis apakah kompleksitas daerah berpengaruh

terhadap kelemahan pengendalian intern pemerintah daerah.

Universitas Sumatera Utara


21

4. Untuk menguji dan menganalisis apakah belanja modal berpengaruh

terhadap kelemahan pengendalian intern pemerintah daerah.

5. Untuk menguji dan menganalisis apakah jumlah aset berpengaruh terhadap

kelemahan pengendalian intern pemerintah daerah.

6. Untuk menguji dan menganalisis apakah tingkat penyelesaian tindak lanjut

rekomendasi hasil pemeriksaan berpengaruh terhadap kelemahan

pengendalian intern pemerintah daerah.

7. Untuk menguji dan mengalisis apakah ukuran pemerintah daerah, PAD,

kompleksitas daerah, belanja modal, jumlah aset dan tingkat penyelesaian

tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan secara bersama-sama

berpengaruh terhadap kelemahan pengendalian intern pemerintah daerah.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai sumbangan pikiran dan manfaat

yang berarti yaitu :

a. Bagi peneliti dapat dijadikan untuk menambah dan memperdalam wawasan

dan ilmu pengetahuan dalam hal pentingnya penerapan pengendalian intern

pada pemerintahan daerah;

b. Memberi informasi mengenai pentingnya penerapan pengendalian intern bagi

Pemerintah daerah, agar potensi yang dimiliki oleh daerah dapat dioptimalkan

untuk mensejahterakan rakyat dan untuk memajukan daerah tersebut;

c. Bagi akademis penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur pada

bidang akuntansi sektor publik khususnya pada masalah kelemahan

pengendalian intern pemerintah daerah yang selanjutnya dapat digunakan

sebagai bahan rujukan pada penelitian berikutnya.

Universitas Sumatera Utara


22

1.5. Originalitas

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Rudi Hartono, Amir Mahmud, dan Ninik Sri Utaminingsih (2014),

dengan variabel independen penelitian meliputi: pertumbuhan ekonomi (X1),

ukuran (size) (X2), PAD (X3), dan kompleksitas (X4) dan variabel dependen yaitu

kelemahan pengendalian intern Pemerintah Daerah (Y).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan dan size berpengaruh

negatif terhadap kelemahan pengendalian intern, Kompleksitas berpengaruh

signifikan terhadap kelemahan pengendalian intern. Sedangkan PAD tidak

berpengaruh signifikan terhadap kelemahan pengendalian intern. Secara simultan

variabel pertumbuhan, size, PAD dan kompleksitas berpengaruh signifikan

terhadap kelemahan pengendalian intern.

Sedangkan pada penelitian ini, variabel penelitian independen meliputi

ukuran pemerintah daerah (X1), PAD (X2), kompleksitas daerah (X3), belanja

modal (X4), jumlah aset (X5) dan tingkat penyelesaian tindak lanjut rekomendasi

hasil pemeriksaan (X6) serta variabel dependen yaitu kelemahan sistem

pengendalian intern pemerintah daerah (Y) pada Pemerintah Kabupaten/Kota di

Provinsi Sumatera Utara.

Meningkatnya jumlah temuan kelemahan SPI dari tahun ke tahun pada

Kabupaten/Kota di Sumatera Utara menurut BPK antara lain disebabkan oleh

permasalahan dalam pengelolaan akun aset dan belanja serta kurangnya komitmen

Pemerintah Daerah dalam menyelesaikan tindak lanjut rekomendasi hasil

pemeriksaan sehingga temuan yang sama bisa berulang setiap tahunnya. Oleh

karena itu peneliti menambahkan variabel belanja modal, jumlah aset dan tingkat

Universitas Sumatera Utara


23

penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan dalam penelitian ini.

Sedangkan variabel pertumbuhan ekonomi dalam penelitian sebelumnya tidak

ikut diteliti mengingat pertumbuhan ekonomi bukan termasuk isu atas terjadinya

kelemahan pengendalian intern di Sumatera Utara.

Perbedaan selanjutnya antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya

adalah tahun pengamatan dan perbedaan daerah tempat penelitian. Pada penelitian

ini meneliti pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara tahun

2011 s.d 2015 karena dilatarbelakangi oleh isu terkait SPI (Sistem Pengendalian

Intern) di Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

Bab ini akan menguraikan pengertian ukuran pemerintah daerah, PAD,

kompleksitas daerah, belanja modal, jumlah aset dan tingkat penyelesaian tindak

lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan serta pengaruhnya terhadap kelemahan

sistem pengendalian intern pemerintah daerah.

2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory)

Teori keagenan didasari oleh asumsi bahwa individu akan bertindak

sesuai dengan kepentingan mereka. Agency theory membahas tentang hubungan

keagenan dimana suatu pihak tertentu (principal) mendelegasikan pekerjaan

kepada pihak lain (agent) yang melakukan pekerjaan. Agency theory memandang

bahwa agent tidak dapat dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-baiknya bagi

kepentingan principal (Tricker, 2015).

Teori keagenan yang menjelaskan hubungan principal dan agent berakar

pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Teori

keagenan menganalisis hubungan kontraktual diantara dua atau lebih individu,

kelompok, atau organisasi. Halim dan Abdullah (2006a) menyebutkan bahwa

dalam agency theory terdapat dua pihak yang melakukan kesepakatan atau

kontrak. Salah satu pihak (principal) yang memberikan kewenangan, membuat

suatu kontrak, baik secara implisit maupun eksplisit, dengan pihak lain (agent)

yang menerima kewenangan dengan harapan bahwa agent akan bertindak sesuai

dengan apa yang diinginkan oleh principal. Delegasi terjadi ketika seseorang atau

24

Universitas Sumatera Utara


25

kelompok (principal) memilih orang atau kelompok lain (agent) bertindak atas

nama (principal).

Sedangkan penelitian Fama dan Jensen (1983) menyatakan bahwa,

masalah agensi dikendalikan oleh sistem pengambilan keputusan yang

memisahkan fungsi manajemen dan fungsi pengawasan. Pemisahan fungsi

manajemen yang melakukan perencanaan dan implementasi terhadap kebijakan

perusahaan serta fungsi pengendalian yang melakukan ratifikasi dan monitoring

terhadap keputusan penting dalam organisasi akan memunculkan konflik

kepentingan diantara pihak-pihak tersebut.

Penelitian Lane (2000) menyatakan bahwa teori keagenan dapat

diterapkan dalam organisasi publik menyatakan bahwa negara demokrasi modern

didasarkan pada serangkaian hubungan prinsipal dengan agen. Teori keagenan

memandang bahwa pemerintah daerah sebagai agent bagi masyarakat (principal)

akan bertindak dengan penuh kesadaran bagi kepentingan mereka sendiri, serta

memandang bahwa pemerintah daerah tidak dapat dipercaya untuk bertindak

dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan masyarakat. Agency theory beranggapan

bahwa banyak terjadi information asymmetry antara pihak agent (pemerintah)

yang mempunyai akses langsung terhadap informasi dengan pihak principal

(masyarakat). Adanya information asymmetry inilah yang memungkinkan

terjadinya penyelewengan atau korupsi oleh agen. Sebagai konsekuensinya,

pemerintah daerah harus dapat meningkatkan pengendalian internalnya atas

kinerjanya sebagai mekanisme checks and balances agar dapat mengurangi

information asymmetry.

Universitas Sumatera Utara


26

Secara sadar atau tidak di pemerintahan daerah terdapat hubungan dan

masalah keagenan (Halim dan Abdullah, 2006a). Berdasarkan agency theory,

pengelolaan pemerintah daerah harus diawasi untuk memastikan bahwa

pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada berbagai peraturan dan

ketentuan yang berlaku. Meningkatnya akuntabilitas pemerintah daerah

menjadikan informasi yang diterima masyarakat lebih berimbang, yang artinya

information asymmetry yang terjadi dapat berkurang. Kemungkinan untuk

melakukan korupsi menjadi lebih kecil dikarenakan semakin berkurangnya

information asymmetry (Puspitasari, 2013).

2.1.2. Sistem Pengendalian Intern

2.1.2.1. Pengertian Pengendalian Intern

Pengendalian intern adalah suatu proses, yang dijalankan oleh dewan

komisaris, manajemen, dan personil lain entitas yang didesain untuk memberikan

keyakinan yang memadai tentang pencapaian tiga golongan berikut ini: efektivitas

dan efisiensi operasi, keandalan pelaporan keuangan, dan ketaatan pada peraturan

serta perundangan yang berlaku (Standar Profesional Akuntan Publik, SA Seksi

319). Pengendalian intern menurut COSO adalah suatu proses yang dilaksanakan

oleh dewan direksi, manajemen, dan personil lainnya dalam suatu perusahaan

yang dirancang untuk menyediakan keyakinan yang memadai berkenaan dengan

pencapaian tujuan dalam kategori sebagai berikut, yaitu keandalan pelaporan

keuangan, kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku serta efektivitas

dan efisiensi operasi perusahaan. Warren (2003) mendefinisikan pengendalian

intern sebagai kebijakan dan prosedur yang melindungi aktiva perusahaan dari

Universitas Sumatera Utara


27

kesalahan penggunaan, memastikan bahwa informasi usaha yang disajiakan

akurat dan meyakinkan bahwa hukum serta peraturan telah diikuti.

COSO menjelaskan bahwa, pengendalian intern dipercaya dapat

mencegah kerugian atau pemborosan pengolahan sumber daya perusahaan.

Pengendalian intern dapat menyediakan informasi tentang bagaimana menilai

kinerja dari sebuah perusahaan dan manajemen perusahaan, serta menyediakan

informasi yang akan digunakan sebagai pedoman dalam perencanaan. Komponen

pengendalian intern meliputi: lingkungan pengendalian, penilaian risiko, prosedur

pengendalian, pemantauan, serta informasi dan komunikasi.

Pengendalian intern yang dirancang dan disusun dengan sebaik-baiknya

tidak dapat dikatakan sepenuhnya efektif, karena keberhasilannya tetap tergantung

dari kompetensi dan keandalan pelaksanaannya. Meskipun pengendalian intern

telah diterapkan dalam suatu entitas tidak berarti kesalahan dan penyelewengan

tidak akan terjadi. Sebab tidak ada satupun pengendalian intern yang dapat

mencapai kata ideal, karena ada keterbatasan-keterbatasan yang tidak mungkin

pengendalian intern tersebut tercapai (Kristanto, 2009).

Berdasarkan beberapa pengertian mengenai pengendalian intern diatas

dapat disimpulkan bahwa pengendalian intern adalah suatu proses yang terdiri

dari kebijakan dan prosedur yang dibuat untuk dilaksanakan oleh orang-orang

untuk memberikan keyakinan kepada para pengguna informasi yang memadai

dalam pencapaian tujuan-tujuan tertentu yang saling berkaitan. Penerapan

pengendalian intern dalam suatu entitas diharapkan akan mengurangi tindakan-

tindakan penyelewengan yang dapat merugikan perusahaan, misalnya

penggelapan yang dilakukan secara sengaja maupun tidak sengaja.

Universitas Sumatera Utara


28

2.1.2.2. Tujuan Pengendalian Intern

Pencapaian tujuan dari suatu pemerintahan dengan tetap menjaga

keuangan negara agar tetap efektif, efisien, transparan, dan akuntabel, lembaga

atau organisasi wajib melakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan

pemerintahan. Pengendalian tersebut dilakukan atas dasar sistem pengendalian

intern pemerintah yang berlaku sesuai dengan regulasi yang ada. Menurut Arens

et al. (2008) tujuan dari pengendalian intern ada 3, yaitu:

1. Keandalan laporan keuangan; dimana pengendalian intern diharapkan dapat

menyediakan data yang akurat dan dapat dipercaya, sebab dengan adanya

data atau catatan yang handal memungkinkan tersusunnya laporan keuangan

yang dapat diandalkan dan isinya dapat dipertanggungjawabkan.

2. Efektivitas dan efisiensi operasi, yang ditujukan untuk mencegah duplikasi

usaha yang tidak perlu atau pemborosan dalam segala kegiatan bisnis

perusahaan dan untuk mencegah penggunaan sumber daya yang tidak efisien.

3. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku; dimana pengendalian

intern bertujuan untuk memastikan bahwa segala peraturan dan hukum telah

ditetapkan manajemen untuk mencapai tujuan perusahaan telah ditaati oleh

karyawan perusahaan tersebut.

Menurut Mulyadi (2002) tujuan pengendalian intern terbagi menjadi

dua yaitu: menjaga kekayaan perusahaan dan melakukan pengecekan atas

ketelitian dan keandalan data akuntansi. Menjaga kekayaan perusahaan meliputi:

penggunaan kekayaan perusahaan hanya melalui sistem otorisasi yang telah

ditetapkan dan pertanggungjawaban kekayaan perusahaan yang dicatat

dibandingkan dengan kekayaan yang sesungguhnya. Melakukan pengecekan atas

Universitas Sumatera Utara


29

ketelitian dan keandalan data akuntansi yang meliputi: pelaksanaan transaksi

melalui sistem otorisasi yang telah ditetapkan dan pencatatan transaksi yang

terjadi tercatat dengan benar dan di dalam catatan akuntansi perusahaan.

2.1.2.3. Komponen Pengendalian Intern

Menurut Mulyadi (2002), komponen pengendalian intern terdiri dari :

1. Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara

tegas,

2. Sistem wewenang dan prosedur pencatatan, yang memberikan perlindungan

yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan, dan biaya,

3. Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit

organisasi,

4. Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawabnya.

Efektifitas unsur-unsur sistem pengendalian tersebut sangat ditentukan oleh

lingkungan pengendalian (control environment), dimana lingkungan pengendalian

tersebut memiliki empat unsur sebagai berikut :

1. Filosofi dan gaya operasi

2. Berfungsinya dewan komisaris dan komite pemeriksaan

3. Metode pengendalian manajemen

4. Kesadaran pengendalian

Menurut PP. No. 60 Tahun 2008 komponen pengendalian intern terdiri

dari: lingkungan pengendalian, pengendalian risiko, prosedur pengendalian,

pemantauan pengendalian, dan sistem informasi. Sedangkan menurut COSO

(1999), komponen pengendalian intern terdiri dari: lingkungan pengendalian,

penaksiran risiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi, dan

Universitas Sumatera Utara


30

pemantauan. Secara garis besar komponen pengendalian intern menurut PP. No.

60 Tahun 2008 dan COSO sama. Menurut keduanya komponen pengendalian

intern terdiri dari lima komponen. Penjabaran dari masing-masing komponen

menurut keduanya secara garis besar sama. Hal ini terjadi dikarenakan konsep

komponen pengendalian intern menurut PP. No. 60 Tahun 2008 mengadopsi dari

sistem yang dimiliki oleh COSO.

Menurut PP. No. 60 Tahun 2008, lingkungan pengendalian suatu

perusahaan mencakup seluruh sikap manajemen dan karyawan mengenai

pentingnya pengendalian. Salah satu faktor yang mempengaruhi lingkungan

pengendalian adalah falsafah dan gaya operasi manajemen. Lingkungan

pengendalian adalah “tone at the top” perusahaan. Tone at the top dalam hal ini

diartikan sebagai tindakan yang dilakukan atasan dalam sebuah perusahaan.

Contoh tindakan yang baik dalam sebuah perusahaan harus dimulai dari pemilik

dan manajer puncak. Mereka harus berprilaku secara terhormat untuk memberikan

contoh yang baik kepada para karyawan perusahaan. Pemilik menunjukkan

pentingnya pengendalian internal jika dia mengharapkan para karyawan

menjalankan pengendaliannya secara serius. Struktur organisasi usaha merupakan

kerangka dasar untuk perencanaan dan pengendalian operasi juga mempengaruhi

lingkungan pengendalian, karena setiap manajer toko bertanggungjawab untuk

membentuk lingkungan pengendalian yang efektif. Kebijakan personalia juga

mempengaruhi lingkungan pengendalian. Kebijakan personalia meliputi

perekrutan, pelatihan, evaluasi, penetapan gaji, dan promosi karyawan. Selain itu

uraian pekerjaan, kode etik karyawan, dan kebijakan mengenai masalah

perbedaan kepentingan merupakan bagian dari kebijakan personalia. Kebijakan

Universitas Sumatera Utara


31

dan prosedur tersebut dapat memperkokoh pengendalian internal bila memberikan

jaminan yang wajar bahwa hanya karyawan yang kompeten dan jujurlah yang

direkrut dan dipertahankan.

Menurut COSO (1999), lingkungan pengendalian menetapkan corak

suatu organisasi, mempengaruhi kesadaran pengendalian orang-orangnya.

Lingkungan pengendalian merupakan dasar untuk semua komponen pengendalian

intern, menyediakan disiplin dan struktur. Lingkungan pengendalian menyediakan

arahan bagi organisasi dan mempengaruhi kesadaran pengendalian dari orang-

orang yang ada di dalam organisasi tersebut. Beberapa faktor yang berpengaruh di

dalam lingkungan pengendalian antara lain integritas dan nilai etik, komitmen

terhadap kompetensi, dewan direksi dan komite audit, gaya manajemen dan gaya

operasi, struktur organisasi, pemberian wewenang dan tanggung jawab, praktik

dan kebijkan SDM. Auditor harus memperoleh pengetahuan memadai tentang

lingkungan pengendalian untuk memahami sikap,kesadaran, dan tindakan

manajemen, dan dewan komisaris terhadap lingkungan pengendalian intern,

dengan mempertimbangkan baik substansi pengendalian maupun dampaknya

secara kolektif.

Komponen pengendalian intern yang kedua menurut PP. No. 60 Tahun

2008 adalah pengendalian risiko, sedangkan menurut COSO (1999) adalah

penaksiran risiko. Secara umum penjelasan mengenai pengendalian risiko dan

penaksiran risiko sama. Pengendalian risiko merupakan tahap identifikasi risiko

yaitu memperhitungkan risiko yang mungkin akan dialami oleh perusahaan agar

dapat diperkirakan besarnya pengaruh risiko tersebut serta tingkat kemungkinan

terjadinya. Sedangkan penaksiran risiko adalah identifikasi entitas dan analisis

Universitas Sumatera Utara


32

terhadap risiko yang relevan untuk mencapai tujuannya, membentuk suatu dasar

untuk menentukan bagaimana risiko harus dikelola. Penentuan risiko tujuan

laporan keuangan adalah identifkasi organisasi, analisis, dan manajemen risiko

yang berkaitan dengan pembuatan laporan keuangan yang disajikan sesuai dengan

Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU). Manajemen risiko menganalisis

hubungan risiko asersi spesifik laporan keuangan dengan aktivitas seperti

pencatatan, pemrosesan, pengikhtisaran, dan pelaporan data-data keuangan.

Risiko yang relevan dengan pelaporan keuangan mencakup peristiwa dan keadaan

intern maupun ekstern yang dapat terjadi dan secara negatif mempengaruhi

kemampuan entitas untuk mencatat, mengolah, meringkas, dan melaporkan data

keuangan konsisten dengan asersi manajemen dalam laporan keuangan. Risiko

dapat timbul atau berubah karena berbagai keadaan, antara lain perubahan dalam

lingkungan operasi, personel baru, sistem informasi yang baru atau yang

diperbaiki, teknologi baru, lini produk, produk, atau aktivitas baru, restrukturisasi

korporasi, operasi luar negeri, dan standar akuntansi baru.

Komponen pengendalian intern yang ketiga adalah prosedur

pengendalian. Prosedur pengendalian menurut PP. No. 60 Tahun 2008 merupakan

suatu rangkaian atau tahapan yang dijalankan dan dirancang untuk memastikan

bahwa tujuan perusahaan dapat tercapai. Contoh dari prosedur pengendalian

adalah membebankan tanggung jawab, memisahkan tugas, dan menggunakan alat

keamanan untuk melindungi persediaan dari pencurian. Menurut COSO (1999),

aktivitas pengendalian memiliki berbagai tujuan dan diterapkan di berbagai

tingkat organisasi dan fungsi. Umumnya aktivitas pengendalian yang mungkin

relevan dengan audit dapat digolongkan sebagai kebijakan dan prosedur yang

Universitas Sumatera Utara


33

berkaitan dengan pemantauan terhadap kinerja, pengolahan informasi,

pengendalian fisik, dan pemisahan tugas.

Komponen pengendalian intern yang keempat adalah pemantauan

pengendalian. Menurut PP. No. 60 Tahun 2008, perusahaan mempekerjakan

auditor untuk memantau penegndalian intern dalam perusahaan. Auditor internal

akan memonitor pengendalian perusahaan demi mengamankan aktiva, dan auditor

eksternal memonitor pengendalian untuk memastikan bahwa catatan akuntansi

sudah akurat. Sedangkan menurut COSO (1999), pemantauan merupakan proses

yang menentukan kualitas kinerja pengendalian intern sepanjang waktu.

Pemantauan mencakup penentuan desain dan operasi pengendalian tepat waktu

dan pengambilan tindakan koreksi. Proses ini dilaksanakan melalui kegiatan yang

berlangsung secara terus menerus, evaluasi secara terpisah, atau dengan berbagai

kombinasi dari keduanya. Auditor intern atau personel yang melakukan pekerjaan

serupa dalam suatu entitas memberikan kontribusi dalam memantau aktivitas

entitas. Aktivitas pemantauan dapat mencakup penggunaan informasi dan

komunikasi dengan pihak luar seperti keluhan pelanggan dan respon dari badan

pengatur yang dapat memberikan petunjuk tentang masalah atau bidang yang

memerlukan perbaikan. Komponen pengendalian intern tersebut berlaku dalam

audit setiap entitas. Komponen tersebut harus dipertimbangkan dalam

hubungannya dengan ukuran entitas, karakteristik kepemilikan dan organisasi

entitas, sifat bisnis entitas, keberagaman dan kompleksitas operasi entitas, metode

yang digunakan oleh entitas untuk mengirimkan, mengolah, memelihara, dan

mengakses informasi, serta penerapan persyaratan hukum dan peraturan.

Universitas Sumatera Utara


34

Komponen pengendalian intern yang kelima menurut PP. No. 60 Tahun

2008 adalah sistem informasi, sedangkan menurut COSO (1999) adalah informasi

dan komunikasi. Secara keseluruhan penjelasan dari keduanya mengenai sistem

informasi atau informasi dan komunikasi sama. Informasi dan komunikasi

dijelaskan sebagai proses pengidentifikasian, penangkapan, dan pertukaran

informasi dalam suatu bentuk dan waktu yang memungkinkan orang

melaksanakan tanggung jawab mereka. Sistem informasi yang relevan dalam

pelaporan keuangan yang meliputi sistem akuntansi yang berisi metode untuk

mengidentifikasikan, menggabungkan, menganalisa, mengklasifikasikan,

mencatat, dan melaporkan transaksi serta menjaga akuntabilitas aset dan

kewajiban. Komunikasi meliputi penyediaan deskripsi tugas individu dan

tanggung jawab berkaitan dengan struktur pengendalian intern dalam pelaporan

keuangan. Auditor harus memperoleh pengetahuan memadai tentang sistem

informasi yang relevan dengan pelaporan keuangan untuk memahami berbagai hal

berikut ini, yaitu:

1. Golongan transaksi dalam operasi entitas yang signifikan bagi laporan

keuangan,

2. Bagaimana transaksi tersebut dimulai,

3. Catatan akuntansi, informasi pendukung, dan akun tertentu dalam laporan

keuangan yang tercakup dalam pengolahan dan pelaporan transaksi,

4. Pengolahan akuntansi yang dicakup sejak saat transaksi dimulai sampai

dengan dimasukkan ke dalam laporan keuangan, termasuk alat elektronik

yang digunakan untuk mengirim, memproses, memelihara, dan mengakses

informasi.

Universitas Sumatera Utara


35

2.1.2.4. Prosedur Pengendalian Intern

Menurut Mulyadi (2002), terdapat beberapa prosedur pengendalian

intern, yang meliputi :

1. Karyawan yang kompeten, dapat diandalkan, dan etis agar prosedur dapat

dijalankan dengan baik dan para karyawan dapat menjalankan tanggung

jawabnya.

2. Harus ada pembagian tanggung jawab yang jelas untuk mengurangi

ketidakefektifan, kesalahan, dan kecurangan dalam perusahaan dan karyawan

dapat bertanggungjawab dan mengontrol terhadap tugas yang harus

dijalankannya.

3. Pemisahan tugas oleh manajemen agar semua kegiatan terkontrol dengan

baik, sehingga dapat mengurangi terjadinya kasus penipuan atau

penyalahgunaan wewenang dan untuk meningkatkan keakuratan catatan

akuntansi.

4. Audit atas laporan keuangan dan sistem akuntansi perusahaan yang dapat

dilakukan secara internal maupun eksternal demi perbaikan akan membantu

entitas berjalan dengan baik dan mulus.

5. Dokumentasi atas transaksi bisnis yang baik.

6. Memiliki perangkat elektronik dan sistem akuntansi yang memadai.

7. Memiliki alat pengendalian lainnya seperti brankas tahan api, alarm anti

pencuri, fidelity bonds cuti wajib (mandatory vacations) dan rotasi tugas (job

rotation).

Menurut Krismiaji (2002), prosedur pengendalian adalah kebijakan

dan prosedur yang ditambahkan ke lingkungan pengendalian dan sistem akuntansi

Universitas Sumatera Utara


36

yang telah ditetapkan oleh manajemen untuk memberikan jaminan yang layak

bahwa tujuan khusus organisasi akan dicapai. Cakupan prosedur pengendalian

intern tersebut adalah sebagai berikut:

1. Otorisasi yang tepat terhadap transaksi dan aktivitas,

2. Pemisahan tugas untuk mengurangi peluang bagi seseorang untuk melakukan

kesalahan dalam tugas rutinnya, yaitu dengan menempatkan orang yang

berbeda pada fungsi otorisasi transaksi, pencatatan transaksi, dan penjagaan

aktiva,

3. Perancangan dan penggunaan dokumen dan catatan untuk membantu

menjamin pencatatan transaksi secara tepat,

4. Penjagaan yang memadai terhadap akses dan penggunaan aktiva dan catatan,

5. Pengecekan independen terhadap kinerja dan penilaian yang tepat terhadap

nilai yang tercatat.

2.1.2.5. Kelemahan Sistem Pengendalian Intern

Berdasarkan Pasal 23 ayat (5) UUD tahun 1945 Badan Pengawas

Keuangan (BPK) sebagai lembaga pemerintah yang independen memiliki tugas

untuk mengawasi dan mengaudit lembaga pemerintah serta mengawasi jalannya

Sistem Pengendalian Intern (SPI) dalam organisasi pemerintah. Dalam IHPS I

BPK RI Tahun 2014 disebutkan kelemahan atas SPI dikelompokkan dalam tiga

kategori sebagai berikut:

1. Kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan, yaitu kelemahan

sistem pengendalian yang terkait kegiatan pencatatan akuntansi dan pelaporan

keuangan, yang meliputi :

a. Pencatatan tidak atau belum dilakukan atau tidak akurat

Universitas Sumatera Utara


37

b. Proses penyusunan laporan tidak sesuai dengan ketentuan

c. Entitas terlambat menyampaikan laporan

d. Sistem informasi akuntansi dan pelaporan tidak memadai

e. Sistem informasi akuntansi dan pelaporan belum didukung SDM yang memadai

2. Kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan

belanja, yaitu kelemahan pengendalian yang terkait dengan pemungutan dan

penyetoran penerimaan Negara/daerah/perusahaan milik Negara/daerah serta

pelaksanaan program/kegiatan pada entitas yang diperiksa, meliputi:

a. Perencanaan kegiatan tidak memadai

b. Mekanisme pemungutan, penyetoran dan pelaporan serta penggunaan

penerimaan Negara/daerah dan hibah sesuai dengan ketentuan

c. Penyimpangan terhadap peraturan bidang teknis tertentu atau ketentuan

intern organisasi yang diperiksa tentang pendapatan dan belanja

d. Pelaksanaan belanja di luar mekanisme APBD

e. Penetapan pelaksanaan kebijakan tidak tepat atau belum dilakukan

berakibat hilangnya potensi penerimaan/pendapatan

f. Penetapan/pelaksanaan kebijakan tidak tepat atau belum dilakukan

berakibat peningkatan biaya/belanja

3. Kelemahan struktur pengendalian intern, yaitu kelemahan yang terkait

dengan ada/tidaknya struktur pengendalian intern yang ada dalam entitas

yang diperiksa, meliputi:

a. Entitas tidak memiliki SOP yang formal untuk suatu prosedur atau

keseluruhan prosedur

b. SOP yang ada pada entitas tidak berjalan secara optimal atau tidak ditaati

Universitas Sumatera Utara


38

c. Entitas tidak memiliki satuan pengawas internal

d. Satuan pengawas internal yang ada tidak memadai atau tidak berjalan

optimal

e. Tidak ada pemisahan tugas dan fungsi yang memadai

Menurut Mulyadi (2002), kelemahan dan keterbatasan pengendalian

intern antara lain:

1. Kesalahan dalam pertimbangan, dimana seringkali manajemen dan personel

lain dapat salah paham mempertimbangkan keputusan bisnis yang diambil

dalam melaksanakan tugas rutin karena tidak memadainya informasi,

keterbatasan waktu dan adanya tekanan lain.

2. Gangguan dalam pengendalian intern yang telah ditetapkan terjadi karena

personil secara keliru memahami perintah atau membuat kelalaian, tidak

adanya perhatian atau kelelahan. Perubahan bersifat sementara atau permanen

dalam personil atau dalam sistem dan prosedur dapat pula mengakibatkan

gangguan.

3. Kolusi; yang berarti tindakan bersama beberapa individu untuk tujuan

kejahatan. Kolusi dapat mengakibatkan kerusakan pengendalian intern dan

tidak terdeteksinya kecurangan oleh pengendalian intern yang dirancang.

4. Manajemen dapat mengabaikan kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan

untuk tujuan yang tidak sah, seperti keuntungan pribadi manajer, penyajian

kolusi keuangan yang berlebihan.

5. Biaya lawan manfaat; dimana biaya yang diperlukan untuk mengoperasikan

pengendalian intern melebihi manfaat yang diharapkan dari pengendalian

tersebut.

Universitas Sumatera Utara


39

2.1.3. Ukuran Pemerintah Daerah

Ukuran Pemerintah Daerah adalah sebuah skala yang dapat

menunjukkan besar kecilnya keadaan Pemerintah Daerah (Hartono, 2014).

Ukuran dalam sebuah entitas lazimnya digunakan sebagai suatu skala ukur

dimana dapat diklasifikasikan ukuran besar kecilnya suatu entitas. Ukuran sebuah

entitas dapat dijadikan sebuah gambaran secara umum yang bisa dilihat secara

fisik luar organisasi. Penelitian yang dilakukan Doyle et al (2007) menggunakan

nilai pasar ekuitas untuk mengukur besar kecilnya suatu perusahaan. Menurut

Ferri dan Jones (1996), tolok ukur yang bisa dijadikan dasar untuk menunjukkan

besar kecilnya suatu entitas atau perusahaan antara lain: total penjualan, rata-rata

tingkat penjualan, dan total aktiva. Perusahaan yang tergolong ke dalam ukuran

besar pada umumnya memiliki aset yang besar pula, sehingga dapat menarik

investor untuk menanamkan modalnya di perusahaan tersebut.

Dalam konteks pemerintahan, besar kecilnya ukuran suatu

pemerintahan dapat dilihat dari total pendapatan yang diperoleh dalam setahun

dan jumlah penduduk. Total pendapatan suatu daerah bersumber dari Pendapatan

Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan (DAU, DAK, DBH) dan lain-lain dari

pendapatan daerah yang sah (Kristanto, 2009). Dalam konteks pemerintahan

daerah, pemerintah kabupaten/kota yang memiliki ukuran lebih besar cenderung

memiliki sumber daya yang besar pula. Besarnya sumber daya yang dimiliki suatu

daerah memungkinkan daerah tersebut untuk menerapkan tertib administrasi dan

pengelolaan keuangan daerah. Selain itu, tekanan politis yang dialami oleh

birokrasi pemerintah daerah yang besar cenderung lebih tinggi sehingga membuat

para birokrat harus lebih transparan dalam pengelolaan keuangan (Laswad et al

Universitas Sumatera Utara


40

2005 dalam Kristanto, 2009). Sedangkan menurut Baber (2010) dalam Hartono

(2014) ukuran organisasi atau entitas dalam hal ini pemerintah daerah dapat

diukur dengan jumlah penduduk. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Manik

(2013) dalam Hartono (2014), yang juga menggunakan populasi jumlah penduduk

sebagai proksi dari ukuran. Kedua penelitian di atas sangat sejalan dengan Pasal

28 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 yang menyatakan: jumlah penduduk

menjadi variabel dalam menentukan kebutuhan pendanaan daerah untuk

menentukan kebijakan dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Kebutuhan akan anggaran untuk setiap daerah berbeda-beda, misalnya

daerah yang mempunyai jumlah penduduk besar akan memperoleh jumlah

anggaran yang tidak sama dengan daerah yang memiliki jumlah penduduk sedikit.

Penggunaan proksi populasi penduduk karena setiap daerah mempunyai jumlah

penduduk dan jumlah anggaran yang berbeda-beda, hal ini akan menimbulkan

masalah dalam hal memajukan daerahnya dengan indikator jumlah penduduk.

Semakin besar jumlah penduduk dari suatu daerah maka semakin besar pula

pendanaan yang digunakan untuk layanan publik dan permasalahan yang timbul

dari daerah tersebut juga semakin kompleks.

2.1.4. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, PAD adalah salah

satu pendapatan daerah yang diperoleh dengan mengelola dan memanfaatkan

potensi daerahnya. PAD dapat berupa pemungutan pajak daerah, retribusi daerah,

hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan dari sumber lain yang

sah. Pengertian Daerah adalah seperti yang tercantum dalam Undang-Undang

Universitas Sumatera Utara


41

Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai revisi dari Undang-

Undang Nomor 22 tahun 1999 yaitu daerah yang berhak mengurus rumah

tangganya sendiri (daerah otonom) yang dibagi menjadi Daerah Provinsi dan

Daerah Kabupaten/Kota. Pemerintah daerah dalam hal ini diwajibkan menggali

sumber-sumber keuangan daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan

yang berlaku. Pemerintah daerah diberikan kebebasan untuk menciptakan sumber

pajak atau retribusi daerah yang baru, sehingga kemajuan suatu daerah akan dapat

tercapai dengan baik.

Menurut Kristanto (2009) PAD memiliki peranan penting dalam

membiayai pengeluaran atau belanja daerah. Semakin besar PAD yang dimiliki

suatu daerah maka semakin besar pula kemampuan yang dimiliki daerah untuk

mencapai tujuan dari otonomi daerah yaitu dalam hal peningkatan pelayanan dan

kesejahteraan masyarakat.

Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah

daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan

keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sumber pendapatan

daerah terdiri dari PAD, Dana Perimbangan, Lain-lain Pendapatan Daerah yang

sah. Jenis penerimaan PAD terdiri dari:

1. Pajak Daerah

Menurut Mardiasmo (2011), dasar hukum pemungutan pajak daerah dan

retribusi daerah adalah Undang-undang No.18 Tahun 1997 tentang pajak

daerah dan retribusi daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan

Undang-Undang No. 28 Tahun 2009. Pajak daerah adalah iuran wajib yang

dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada pemerintah daerah yang

Universitas Sumatera Utara


42

sifatnya memaksa dan tidak mendapatkan imbalan langsung, yang digunakan

untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan

daerah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, pajak daerah

terdiri atas:

a. Pajak provinsi

Pajak provinsi adalah pungutan pajak yang ditetapkan oleh gubernur

selaku kepala daerah tingkat I sebagai bagian dari pendapatan provinsi.

Pajak provinsi terdiri dari: Pajak kendaraan bermotor (PKB), Bea balik

nama kendaraan bermotor, Pajak bahan bakar kendaraan bermotor, Pajak

air permukaan, dan Pajak rokok.

b. Pajak kabupaten atau kota

Pajak kabupaten atau kota adalah pungutan pajak yang ditetapkan oleh

bupati atau walikota selaku kepala daerah tingkat II sebagai bagian dari

pendapatan kabupaten atau kota. Pajak kabupaten dan kota terdiri dari:

Pajak hotel, Pajak restoran, Pajak hiburan, Pajak reklame, Pajak

penerangan jalan, Pajak mineral bukan logan dan batuan, Pajak parkir,

Pajak air tanah, Pajak sarang burung walet, Pajak bumi dan bangunan

(PBB), dan Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB).

2. Retribusi Daerah

Pemungutan retribusi daerah yang saat ini didasarkan pada Undang-

Undang No. 28 Tahun 2009 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor

18 tahun 1997. Menurut Mardiasmo (2011), pengertian retribusi daerah

adalah pungutan derah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin

Universitas Sumatera Utara


43

tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah

daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan

Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan merupakan hasil yang

diperoleh dari pengelolaan kekayaan yang terpisah dari pengelolaan

APBD. Jika atas pengelolaan kekayaan tersebut memperoleh laba, laba

tersebut dapat dimasukkan sebagai salah satu sumber pendapatan asli

daerah. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan ini mencakup:

a. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/

Badan Usaha Milik Daerah (BUMD),

b. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik

pemerintah/Badan Usaha Milik Negara (BUMN),

c. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau

kelompok usaha masyarakat.

4. Lain-lain PAD yang sah.

Lain-lain PAD meliputi hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dapat

dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga dan komisi, potongan atau bentuk

lain sebagai akibat penjualan dan atau pengadaan barang dan atau jasa oleh

daerah. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci

menurut obyek pendapatan antara lain adalah:

a. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahakan secara tunai

atau angsuran

b. Jasa giro

c. Pendapatan bunga

Universitas Sumatera Utara


44

d. Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah

e. Penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari

penjualan dan atau pengadaan barang dan atau jasa oleh daerah

f. Penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata

uang asing

g. Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan

h. Pendapatan denda pajak

i. Pendapatan denda retribusi

j. Pendapatan hasil eksekusi dan jaminan

k. Pendapatan hasil pengembalian

l. Fasilitas sosial dan fasilitas umum

m. Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan

n. Pendapatan dari Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)

2.1.5. Kompleksitas Daerah

Kompleksitas daerah adalah tingkatan deferensiasi yang ada di suatu

daerah yang dapat menimbulkan suatu konflik yang dampaknya akan

mengganggu pencapaian tujuan dari suatu daerah untuk mensejahterakan

masyarakatnya (Hartono, 2014). Kompleksitas merupakan tingkatan yang ada

dalam sebuah organisasi, diantaranya tingkat spesialisasi atau tingkat pembagian

kerja, jumlah tingkatan di dalam hierarki organisasi serta tingkat sejauh mana

unit-unit organisasi bersebar secara geografis untuk mencapai tujuannya yaitu

mengimplementasikan pengendalian intern. Kompleksitas pemerintah daerah

menjadi penentu terjadinya kelemahan pengendalian intern. Doyle et al (2007)

Universitas Sumatera Utara


45

menemukan bahwa perusahaan dengan kompleksitas tinggi akan memiliki

kelemahan pengendalian intern yang tinggi pula.

Kompleksitas pemerintahan daerah dapat dilihat dari beberapa aspek,

diantaranya adalah jumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), jumlah

kecamatan, dan jumlah penduduk. Jumlah SKPD menjadi salah satu ukuran

kompleksitas pemerintahan daerah. Jumlah SKPD juga menjadi pertimbangan

dalam melihat tingkat kebutuhan pelayanan umum di suatu daerah. Semakin

kompleks suatu organisasi dalam menjalankan kegiatan dan memiliki area kerja

yang tersebar akan semakin sulit pengendalian intern dijalankan. Organisasi akan

menghadapi tantangan yang lebih besar dalam mengimplementasikan

pengendalian intern secara konsisten untuk setiap divisi yang berbeda. Jumlah

kecamatan juga menjadi pengukur kompleksitas pemerintah daerah. Banyaknya

jumlah kecamatan yang ada di suatu daerah akan menyebabkan sulitnya

mengimplementasikan pengendalian intern dari suatu daerah. Kesulitan ini

dialami karena setiap kecamatan yang ada di suatu daerah memiliki latar belakang

yang berbeda-beda. Banyaknya jumlah kecamatan yang ada di suatu daerah juga

akan membebani tanggung jawab pemerintah daerah dalam hal pengawasan.

Selain itu masalah yang timbul dari banyaknya jumlah kecamatan adalah pada

saat pelaporan laporan keuangan pemerintah daerah (Martani dan Zaelani, 2011).

Jumlah penduduk dari suatu daerah dapat dijadikan ukuran dari kompleksitas

pemerintahan daerah. Jumlah penduduk menjadi faktor penentu banyaknya

tingkat kebutuhan layanan umum yang dibutuhkan di suatu daerah. Berdasarkan

Pasal 28 UU No. 33 Tahun 2004, jumlah penduduk menjadi variabel utama dalam

menentukan jumlah pendanaan daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar

Universitas Sumatera Utara


46

umum. Semakin banyak jumlah penduduk berarti semakin beragam jumlah

kebutuhan yang harus dipenuhi dan dilakukan pemerintah daerah dalam

memberikan pelayanan kepada masyarakat (Martani dan Zaelani, 2011).

Menurut Wood (1986) kompleksitas tugas dapat dilihat dalam dua

aspek, yaitu :

1. Kompleksitas komponen, yang mengacu pada jumlah komponen informasi

yang harus diproses dan tahapan pekerjaan yang harus dilakukan untuk

menyelesaikan sebuah pekerjaan, dimana suatu pekerjaan dianggap rumit jika

informasi yang harus diproses jumlahnya semakin banyak.

2. Kompleksitas koordinatif, yang mengacu pada jumlah koordinasi atau

hubungan antar bagian yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu

pekerjaan. Suatu pekerjaan dianggap semakin rumit ketika pekerjaan tersebut

memiliki keterkaitan dengan pekerjaan lainnya.

Bonner (1994) mengatakan ada tiga alasan yang mendasari perlunya

pengujian terhadap kompleksitas tugas dalam suatu institusi. Ketiga alasan

tersebut adalah:

1. Kompleksitas tugas ini diduga berpengaruh signifikan terhadap kinerja,

2. Sarana dan teknik pembuatan keputusan dan latihan tertentu diduga telah

dikondisikan sedemikian rupa ketika para peneliti memahami keganjilan pada

kompleksitas tugas,

3. Pemahaman terhadap kompleksitas dari sebuah tugas dapat membantu tim

manajemen audit perusahaan menemukan solusi.

Meningkatnya kompleksitas suatu tugas atau sistem berakibat pada

menurunnya tingkat keberhasilan tugas itu. Tingginya kompleksitas pada proses

Universitas Sumatera Utara


47

audit dapat mengakibatkan akuntan berperilaku disfungsional sehingga

berpengaruh dalam pembuatan keputusan yang terkait dengan audit.

2.1.6. Belanja Modal

Belanja modal adalah pengeluaran negara yang dilakukan dalam rangka

pembentukan modal atau aset tetap untuk operasional sehari-hari suatu satuan

kerja, dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat untuk mencapai

tujuan yaitu mensejahterakan masyarakat. Menurut Halim dan Abdullah (2006b),

belanja modal merupakan pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan

aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Menurut

Peraturan Menteri Keuangan No. 91/PMK.06/2007 tentang Bagan Akuntansi

Standar (BAS), belanja modal merupakan pengeluaran anggaran yang digunakan

dalam rangka memperoleh atau menambah aset tetap dan aset lainnya yang

memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi serta melebihi batasan minimal

kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan pemerintah. Menurut PP

Nomor 71 Tahun 2010, belanja modal merupakan belanja pemerintah daerah yang

manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan

daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang sifatnya rutin seperti biaya

pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum. Belanja modal

digunakan untuk memperoleh aset tetap pemerintah daerah seperti peralatan,

infrastruktur, dan harta tetap lainnya. Cara mendapat belanja modal dengan

membeli melalui proses lelang atau tender. Aset tetap yang dimiliki pemerintah

daerah sebagai akibat adanya belanja modal merupakan syarat utama dalam

memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pemerintah daerah mengalokasikan

Universitas Sumatera Utara


48

dana dalam bentuk anggaran belanja modal dalam APBD untuk menambah aset

tetap. Setiap tahun diadakan pengadaan aset tetap oleh pemerintah daerah sesuai

dengan prioritas anggaran dan pelayanan kepada masyarakat yang memberikan

dampak jangka panjang secara financial.

Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.02/2011

tentang Klasifikasi Anggaran, komponen pengeluaran yang dapat digolongkan ke

dalam belanja modal adalah pembelian tanah, peralatan dan mesin, gedung dan

bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan, serta dalam bentuk fisik lainnya.

Komponen-komponen belanja modal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Belanja modal tanah adalah pengeluaran yang digunakan untuk

pengadaan/pembelian/pembebasan penyelesaian, balik nama atau sewa tanah,

pengosongan, pengurugan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat,

dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan

sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai.

2. Belanja modal peralatan dan mesin adalah pengeluaran yang digunakan untuk

pengadaan/penambahan, penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan

dan mesin serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari 12

bulan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai.

3. Belanja modal gedung dan bangunan adalah pengeluaran yang digunakan

untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan termasuk pengeluaran untuk

perencanaan, pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan

bangunan yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud

dalam kondisi siap pakai.

Universitas Sumatera Utara


49

4. Belanja modal jalan, irigasi, dan jaringan adalah pengeluaran yang digunakan

untuk pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan dan pembangunan

serta perawatan, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan,

dan pengelolaan jalan, irigasi, dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap

pakai.

5. Belanja modal fisik lainnya adalah pengeluaran yang digunakan untuk

pengadaan, penambahan, penggantian, pembangunan serta perawatan fisik

lainnya yang tidak dikategorikan kedalam kriteria belanja modal tanah,

peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan, irigasi, dan jaringan,

termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal kontrak sewa beli,

pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang untuk

museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal ilmiah.

Setiap tahun anggaran pemerintah daerah pasti akan melakukan

pengeluaran yang bernama belanja modal, hal ini dilaksanakan dalam rangka

memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan tujuan untuk mensejahterakan

masyarakat dan memajukan daerahnya. Belanja modal sendiri seharusnya

dialokasikan untuk hal-hal yang bersifat produktif. Setiap daerah akan

memanfaatkan pemasukan dari potensi yang dimilikinya untuk menyusun rencana

belanja modalnya. Setiap daerah mempunyai sumber pemasukan untuk belanja

modal yang berbeda-beda dan alokasi belanja modal yang berbeda-beda pula.

Latar belakang dari setiap daerah akan menentukan arah dari alokasi dari dana

belanja modalnya.

Menurut Abdullah dan Halim (2006b), alokasi belanja modal yang

didasarkan pada kebutuhan memiliki arti bahwa tidak semua satuan kerja atau unit

Universitas Sumatera Utara


50

organisasi di pemerintahan daerah melakukan pengadaan aset tetap. Pelaksanaan

pengadaan dilakukan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing satuan

kerja. Berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi satuan kerja, ada satuan kerja

yang menyediakan sarana dan prasarana fisik seperti fasilitas pendidikan (gedung

sekolah, peralatan laboratorium, perpustakaan), jalan raya, dan jembatan,

sementara satuan kerja lain ada yang hanya memberikan pelayanan jasa langsung

berupa pelayanan administrasi (catatan sipil, pembuatan kartu identitas

kependudukan), pengamanan, pemberdayaan, pelayanan kesehatan, dan pelayanan

kesehatan.

Agar alokasi dari dana belanja modal yang dimiliki suatu daerah dapat

tepat sasaran dan tujuan utama dari belanja modal yang dilakukan oleh

pemerintah daerah bisa tercapai maka perlu adanya sistem pengawasan yang baik.

Sistem pengawasan atau kontrol harus diterapkan dalam rangka untuk

meminimalisir anggaran belanja modal yang bocor sehingga merugikan keuangan

daerah.

2.1.7. Jumlah Aset

Standar Akuntansi Pemerintahan dalam PSAP 07 mendefinisikan aset

adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah

sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan atau

social di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun

masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya non

keuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan

sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. Aset

Universitas Sumatera Utara


51

dimasukkan dalam neraca dengan saldo normal debit. Aset atau aktiva dipahami

sebagai harta total. Daftar aset atau aktiva di dalam neraca disusun menurut

tingkat likuiditasnya, mulai dari yang paling likuid hingga yang tidak likuid.

Aktiva pada neraca disajikan pada sisi kiri secara berurutan dari atas ke bawah.

Menurut Permendagri No. 17 Tahun 2007, Barang Milik Daerah

(BMD) adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau

perolehan yang sah antara lain:

1. Barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis,

2. Barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian kontrak,

b. Barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap.

BMD sebagaimana tersebut di atas, terdiri dari:

1. Barang yang dimiliki Pemerintah Daerah yang penggunaannya berada pada

SKPD/Instansi/Lembaga Pemerintah Daerah lainnya sesuai ketentuan

peraturan perundang-undangan,

2. Barang yang dimiliki oleh Perusahaan Daerah atau BUMD lainnya yang

status barangnya dipisahkan.

BMD merupakan bagian dari aset pemerintah daerah yang berwujud.

BMD termasuk dalam aset lancar dan aset tetap. Aset lancar adalah aset yang

diharapkan segera untuk direalisasikan, dipakai, atau dimiliki untuk dijual dalam

waktu 12 bulan sejak tanggal pelaporan, berupa persediaan. Sedangkan aset tetap

adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 bulan untuk

digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum,

meliputi tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan

Universitas Sumatera Utara


52

jaringan, aset tetap lainnya, serta konstruksi dalam pengerjaan. Berdasarkan

uraian di atas dapat diketahui bahwa aset daerah terdiri dari aset lancar, aset tetap,

dan aset lainnya, sedangkan barang daerah adalah persediaan (bagian dari aset

lancar) ditambah seluruh aset tetap yang ada di neraca daerah.

Aset daerah berpengaruh secara signifikan terhadap kelemahan

pengendalian internal. Semakin besar jumlah aset daerah, maka semakin banyak

pula kelemahan pengendalian internal yang ditemukan. Hal ini dikarenakan aset

daerah yang semakin besar cenderung memiliki pengawasan yang longgar,

sehingga memerlukan pengendalian internal yang lebih memadai dan terinci

(Larasati, et al., 2013).

2.1.8. Tingkat penyelesaian Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil


Pemeriksaan (TLRHP)

Rekomendasi adalah saran dari pemeriksa berdasarkan hasil

pemeriksaannya yang ditujukan kepada orang dan/ atau badan yang berwenang

untuk melakukan tindak dan/ atau perbaikan. Undang-Undang Nomor 15 Tahun

2004 menyatakan secara tegas bahwa pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi

dalam LHP dan wajib memberikan jawaban atau penjelasan kepada BPK tentang

tindak lanjut atas rekomendasi tersebut. Pejabat yang diketahui tidak

melaksanakan kewajiban menindaklanjuti rekomendasi dalam LHP dapat dikenai

sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di

bidang kepegawaian dan/ atau sanksi pidana.

Pemantauan TLRHP dilaksanakan secara sistematis oleh BPK untuk

menentukan bahwa pejabat terkait telah melaksanakan rekomendasi hasil

pemeriksaan dalam tenggang waktu yang telah ditentukan. Jawaban atau

Universitas Sumatera Utara


53

penjelasan tentang tindak lanjut rekomendasi disampaikan oleh pejabat yang

diperiksa dan/ atau pejabat yang bertanggung jawab kepada BPK. Selanjutnya,

BPK menelaah jawaban tersebut untuk menentukan apakah tindak lanjut

rekomendasi telah dilakukan sesuai dengan rekomendasi BPK.

Menurut Peraturan BPK Nomor 2 Tahun 2017 yang merupakan

pengganti Peraturan BPK Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pemantauan Pelaksanaan

Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan BPK, hasil penelaahan tindak

lanjut diklasifikasikan dalam empat status, yaitu:

1. Tindak lanjut telah sesuai dengan rekomendasi

2. Tindak lanjut belum sesuai dengan rekomendasi

3. Rekomendasi belum ditindaklanjuti

4. Rekomendasi tidak dapat ditindaklanjuti

Suatu rekomendasi BPK dinyatakan telah ditindaklanjuti sesuai dengan

rekomendasi apabila rekomendasi tersebut telah ditindaklanjuti secara nyata dan

tuntas oleh pejabat yang diperiksa sesuai dengan rekomendasi BPK. Rekomendasi

BPK diharapkan dapat memperbaiki pengelolaan dan tanggung jawab keuangan

negara/ daerah/ perusahaan pada entitas yang bersangkutan. Dalam rangka

pemantauan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan ini, BPK

menatausahakan LHP dan menginventarisasi temuan, rekomendasi, dan status

tindak lanjut atas rekomendasi dalam LHP, serta nilai penyerahan aset atau

penyetoran sejumlah uang ke kas negara/ daerah/ perusahaan. Secara umum,

rekomendasi BPK dapat ditindaklanjuti dengan cara penyetoran uang/ aset ke

negara/ daerah/ perusahaan atau melengkapi pekerjaan/ barang, dan tindakan

administratif berupa pemberian peringatan, teguran, dan/ atau sanksi kepada para

Universitas Sumatera Utara


54

penanggung jawab dan/ atau pelaksana kegiatan. Tindakan administratif juga

dapat berupa tindakan koreksi atas penatausahaan keuangan negara/ daerah/

perusahaan, melengkapi bukti pertanggungjawaban, dan perbaikan atas sebagian

atau seluruh sistem pengendalian intern.

Kurangnya pelaksanaan tingkat tindak lanjut hasil pemeriksaan sesuai

rekomendasi mengindikasikan lemahnya sistem pengendalian intern pemerintah.

Hal tersebut karena entitas belum memiliki kesamaan persepsi dan prosedur yang

baku dalam menindaklanjuti rekomendasi hasil pemeriksaan BPK, serta

ketidakpatuhan SKPD dalam melaksanakan TLHP sesuai instruksi kepala daerah.

Tindak lanjut atas pemeriksaan keuangan disampaikan BPK RI agar Laporan

Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi

Pemerintah dan rekomendasi-rekomendasi untuk memperbaiki kelemahan dalam

sistem pengendalian intern (Puspitasari, 2013). Semakin besar persentase

rekomendasi hasil pemeriksaan yang ditindaklanjuti, akuntabilitas pengelolaan

keuangan daerah akan semakin baik yang ditunjukkan dengan semakin

berkurangnya temuan kelemahan SPI (Setyaningrum, 2014).

2.2. Reviu Penelitian Terdahulu

Penelitian terkait faktor-faktor yang mempengaruhi kelemahan sistem

pengendalian intern telah banyak dilakukan namun pada umumnya hanya

menggunakan karakteristik pemerintah daerah antara lain ukuran, kompleksitas

daerah, Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan pertumbuhan ekonomi. Terdapat

beberapa penelitian mengenai faktor-faktor yang menjadi penyebab kelemahan

pengendalian internal.

Universitas Sumatera Utara


55

Doyle et al (2007) meneliti hubungan ukuran perusahaan, umur

perusahaan, kesehatan keuangan, kompleksitas, pertumbuhan, dan restrukturisasi

terhadap kelemahan pengendalian intern perusahaan. Petrovits (2010) meneliti

pengaruh ukuran, auditor, pertumbuhan, umur perusahaan, dan risiko organisasi

terhadap kelemahan pengendalian intern. Martani dan Zaelani (2011) meneliti

hubungan ukuran, pertumbuhan, PAD, jumlah kecamatan dan jumlah penduduk

terhadap pengendalian intern pemerintah daerah. Kristanto (2009) meneliti

hubungan ukuran, PAD dan belanja modal terhadap kelemahan pengendalian

intern. Prabowo dkk (2008) meneliti hubungan umur perusahaan, profitabilitas,

ukuran dan pertumbuhan terhadap kelemahan pengendalian intern. Hartono

(2014) meneliti hubungan pertumbuhan, ukuran, PAD dan kompleksitas terhadap

kelemahan pengendalian intern. Sedangkan Puspitasari (2013) meneliti hubungan

antara pertumbuhan, PAD dan kompleksitas daerah terhadap kelemahan

pengendalian intern pemerintah daerah. Nurwati (2013) meneliti hubungan

ukuran, pertumbuhan ekonomi, PAD, jumlah penduduk dan belanja modal

terhadap kelemahan pengendalian intern. Fauza (2015) meneliti hubungan antara

pertumbuhan ekonomi, ukuran (size), PAD dan kompleksitas daerah terhadap

kelemahan pengendalian intern. Yamin (2015) meneliti hubungan antara jumlah

penduduk, jumlah SKPD, temuan kelemahan SPI tahun sebelumnya,

pemeringkatan e-Government dan tingkat penyelesaian tindak lanjut hasil

pemeriksaan terhadap kelemahan SPI.

Penelitian dari Yamin (2015), Rudi Hartono (2014), Nurwati (2013), dan

Martani (2011) menyatakan bahwa variabel ukuran (dalam hal ini merupakan

jumlah penduduk) berpengaruh negatif terhadap kelemahan pengendalian intern.

Universitas Sumatera Utara


56

Beberapa penelitian telah menjelaskan hubungan antara PAD dengan

kelemahan pengendalian intern. Martani dan Zaelani (2011) menyatakan bahwa

PAD berpengaruh positif terhadap kelemahan pengendalian intern pemerintah

daerah. Sedangkan Hartono (2014), Puspitasari (2013), Nainatul (2015), Nurwati

(2015) dan Kristanto (2009) menyatakan bahwa PAD tidak berpengaruh terhadap

kelemahan pengendalian intern.

Penelitian mengenai hubungan kompleksitas dengan kelemahan

pengendalian intern oleh Doyle et al (2007) menemukan bahwa perusahaan

dengan kompleksitas transaksi memiliki kelemahan pengendalian intern yang

tinggi. Martani dan Zaelani (2011) tidak menemukan adanya pengaruh jumlah

kecamatan terhadap kelemahan pengendalian intern. Hartono (2014), Fauza

(2015), Yamin (2015) dan Puspitasari (2013) menyatakan bahwa kompleksitas

berpengaruh positif terhadap kelemahan pengendalian intern.

Penelitian Nurwati (2013) menemukan bahwa belanja modal berpengaruh

positif signifikan terhadap kelemahan pengendalian internal. Hal ini tidak sejalan

dengan penelitian Kristanto (2009) yang menemukan bahwa belanja modal

berpengaruh tidak signifikan terhadap kelemahan pengendalian intern. Penelitian

sebelumnya mengenai pengaruh belanja modal terhadap kelemahan pengendalian

intern yang dilakukan Mauro (1998) dalam Kristanto (2009) menemukan bahwa

korupsi lebih mudah dilakukan pada belanja anggaran yang memudahkan

terjadinya suap, mark up dan membuat tindakan tersebut tidak terdeteksi.

Beberapa peneliti mendefinisikan ukuran dalam hubungannya dengan

kelemahan pengendalian intern sebagai jumlah aset. Penelitian oleh Martani

(2011) dan Petrovits (2010) menemukan bahwa total aset berpengaruh negatif

Universitas Sumatera Utara


57

signifikan terhadap kelemahan pengendalian intern. Sedangkan Prabowo (2008)

dan Nurwati (2015) menyatakan bahwa jumlah aset berpengaruh positif terhadap

kelemahan pengendalian intern.

Penelitian mengenai hubungan tingkat penyelesaian tindak lanjut hasil

pemeriksaan terhadap kelemahan SPI oleh Yamin (2015) menemukan bahwa

tingkat penyelesaian tindak lanjut hasil berpengaruh negatif signifikan

pemeriksaan terhadap kelemahan SPI.

Tinjauan atas penelitian terdahulu berupa nama peneliti, tahun penelitian,

variabel yang dipergunakan serta hasil penelitiannya dapat dilihat seperti pada

tabel 2.2 berikut ini :

Tabel 2.2 Reviu Penelitian Terdahulu


Nama/Tahun Variabel yang
No. Judul Penelitian Hasil yang diperoleh
Penelitian digunakan
1 Ika Nurwati Analisis Faktor- Variabel Dependen : Hasil penelitian
(2015) faktor yang kelemahan menunjukkan bahwa
mempengaruhi pengendalian internal ukuran, pertumbuhan
Kelemahan pemerintah daerah ekonomi, dan PAD tidak
Pengendalian Internal berpengaruh terhadap
Pemerintah Daerah Variabel Independen: kelemahan
(Studi Kasus pada - ukuran (total aset) pengendalian internal.
Kabupaten dan Kota - pertumbuhan Sedangkan jumlah
di Provinsi Jawa ekonomi penduduk dan belanja
Tengah Periode - jumlah penduduk modal berpengaruh
2011-2012) - PAD signifikan terhadap
- belanja modal kelemahan pengendalian
internal.

2 Nailatul Fauza Analisis Faktor- Variabel Dependen : Hasil penelitian


(2015) faktor yang kelemahan membuktikan bahwa
mempengaruhi pengendalian internal pertumbuhan, ukuran
(Jom FEKON Kelemahan pemerintah daerah (size), pendapatan asli
Vol. 2 No. 2 Pengendalian Internal daerah tidak berpengaruh
Oktober 2015) Pemerintah Daerah Variabel Independen: terhadap kelemahan
(Studi Empiris Pada - pertumbuhan pengendalian intern.
Pemerintah Daerah se ekonomi Sedangkan kompleksitas
Sumatera) - ukuran (jumlah berpengaruh terhadap
aset) kelemahan pengendalian
- PAD intern.
- kompleksitas Pemda

Universitas Sumatera Utara


58

No. Nama/Tahun Judul Penelitian Variabel yang Hasil yang diperoleh


Penelitian digunakan
3 Rudi Hartono, Faktor-faktor yang Variabel Dependen : Hasil penelitian
Amir Mahmud, mempengaruhi kelemahan menunjukkan bahwa
dan Nanik S.U. Kelemahan pengendalian internal pertumbuhan dan size
(2014) Pengendalian pemerintah daerah berpengaruh negatif
Internal Pemerintah terhadap kelemahan
(Prosiding Daerah Variabel Independen: pengendalian intern,
Simposium - pertumbuhan Kompleksitas
Nasional ekonomi berpengaruh signifikan
Akuntansi XVII - ukuran/size (jumlah terhadap kelemahan
Mataram) penduduk pengendalian intern.
- PAD Sedangkan PAD tidak
- kompleksitas Pemda berpengaruh signifikan
terhadap kelemahan
pengendalian intern.
Secara simultan variabel
pertumbuhan, size, PAD
dan kompleksitas
berpengaruh signifikan
terhadap kelemahan
pengendalian intern.

4 Ridha Yamin, Faktor Penentu Variabel Dependen : Hasil penelitian


Sutaryo (2015) Jumlah Temuan jumlah temuan menunjukkan bahwa
Kelemahan kelemahan sistem jumlah SKPD, jumlah
(Prosiding Sistem pengendalian intern penduduk, temuan
Simposium Pengendalian Intern pemerintah daerah di kelemahan sistem
Nasional pada Pemerintah Indonesia pengendalian intern
Akuntansi Daerah di Indonesia tahun sebelumnya, dan
XVIII Medan) Variabel Independen: tingkat penyelesaian
- jumlah SKPD tindak lanjut
- jumlah penduduk rekomendasi hasil
- temuan kelemahan pemeriksaan
sistem pengendalian berpengaruh terhadap
intern tahun kelemahan pengendalian
sebelumnya intern. Sementara
- pemeringkatan pemeringkatan e-
e-Government Government tidak
- tingkat penyelesaian berpengaruh terhadap
tindak lanjut kelemahan pengendalian
rekomendasi hasil intern.
pemeriksaan

Universitas Sumatera Utara


59

No. Nama/Tahun Judul Penelitian Variabel yang Hasil yang diperoleh


Penelitian digunakan
5 Kristanto, Pengaruh ukuran Variabel Dependen : Hasil penelitian
Septian Bayu pemerintah daerah kelemahan menunjukkan bahwa
(2009) dan pendapatan asli pengendalian intern ukuran pemerintah
daerah sebagai berpengaruh positif
(Jurnal prediktor signifikan terhadap
Akuntansi kelemahan Variabel Independen: kelemahan pengendalian
UKRIDA, pengendalian - ukuran (total intern.
Volume 9, intern. pendapatan) PAD tidak berpengaruh
No.1) - PAD terhadap
- belanja modal kelemahan pengendalian
intern.
Belanja modal
berpengaruh tidak
signifikan terhadap
kelemahan
pengendalian intern.
6 Martani, dan Pengaruh ukuran, Variabel Dependen : Hasil penelitian
Zaelani (2011) pertumbuhan, dan pengendalian intern menunjukkan bahwa
kompleksitas pemerintah daerah ukuran dan jumlah
(Prosiding terhadap penduduk berpengaruh
Simposium pengendalian intern Variabel Independen: negatif terhadap
Nasional pemerintah daerah - ukuran (total aset) kelemahan pengendalian
Akuntansi XIV studi kasus di - pertumbuhan intern.
Aceh) Indonesia - PAD Pertumbuhan ekonomi
- jumlah kecamatan dan PAD berpengaruh
- jumlah penduduk positif terhadap
kelemahan pengendalian
intern pemerintah daerah.
Jumlah kecamatan tidak
berpengaruh terhadap
kelemahan pengendalian
intern.
7 Puspitasari, Pengaruh Tingkat Variabel Dependen : Hasil penelitian
Titus (2013) Pertumbuhan kelemahan menunjukkan bahwa
Ekonomi, pengendalian intern PAD tidak berpengaruh
Pendapatan Asli pemerintah daerah terhadap kelemahan
Daerah (PAD) dan pengendalian intern.
Kompleksitas Kompleksitas daerah
Daerah (SKPD) Variabel Independen: berpengaruh positif
terhadap - pertumbuhan terhadap kelemahan
Kelemahan - PAD pengendalian intern.
Pengendalian Intern - kompleksitas daerah
Pemerintah Daerah

Universitas Sumatera Utara


60

No. Nama/Tahun Judul Penelitian Variabel yang Hasil yang diperoleh


Penelitian digunakan
8 Prabowo, What Determines Variabel Dependen : Hasil penelitian
Ronny, dkk. Internal Control, kelemahan menunjukkan bahwa
(2008) Weakness? pengendalian intern ukuran berpengaruh
An Empirical negatif terhadap
(Prosiding Analysis of State- Variabel Independen: kelemahan pengendalian
Simposium Owned Enterprises - umur perusahaan intern.
Nasional Audited by State - profitabilitas
Akuntansi XI Audit - ukuran (total aset)
Pontianak) Agency - pertumbuhan

9 Petrovits, The Variabel Dependen : Hasil penelitian


Christine, Causes and kelemahan menunjukkan bahwa
Shakespeare, Consequences on pengendalian intern ukuran berpengaruh
Chaterine, dan Internal Control perusahaan negatif terhadap
Shih, Aimee Problems in kelemahan pengendalian
(2010) Nonprofit Variabel Independen: intern.
Organizations - ukuran (total aset) Sumber pendapatan
- auditor membuat masalah
- pertumbuhan pengendalian internal
- umur perusahaan meningkat.
- risiko organisasi

10 Doyle, Jeffrey, Determinants of Variabel Dependen : Hasil penelitian


Weili Ge, dan weaknesses in kelemahan menunjukkan bahwa
Sarah McVay intern control over pengendalian intern ukuran berpengaruh
(2007) financial reporting. perusahaan negatif terhadap
kelemahan pengendalian
(Journal of Variabel Independen: intern.
Accounting and - ukuran Perusahaan Perusahaan dengan
Economics, (nilai pasar ekuitas) kompleksitas transaksi
pp.1-31) - umur Perusahaan memiliki kelemahan
- kesehatan keuangan pengendalian intern yang
- kompleksitas tinggi.
- pertumbuhan Pertumbuhan perusahaan
- restrukturisasi berpengaruh secara
positif terhadap
kelemahan pengendalian
intern perusahaan.

Universitas Sumatera Utara


BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

1.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori dan rumusan masalah penelitian, peneliti

mengindentifikasi 6 (enam) variabel independen yaitu ukuran pemerintah daerah

(X1), Pendapatan Asli Daerah (PAD) (X2), kompleksitas daerah (X3), belanja

modal (X4), jumlah aset (X5) dan tingkat penyelesaian tindak lanjut rekomendasi

hasil pemeriksaan (X6) yang diperkirakan berpengaruh terhadap kelemahan sistem

pengendalian intern pemerintah daerah (Y).

Kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian ini, dapat digambarkan

sebagai berikut :

Ukuran Pemerintah Daerah (X1)

Pendapatan Asli Daerah (PAD) (X2)


`
Kompleksitas Daerah (X3) Kelemahan Sistem
Pengendalian Intern
Pemerintah Daerah (Y)
Belanja Modal (X4)

Jumlah Aset (X5)

Tingkat Penyelesaian TL rekomendasi


hasil pemeriksaan (X6)

Independen Dependen

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

61

Universitas Sumatera Utara


62

3.1.1. Hubungan Ukuran Pemerintah Daerah dengan Kelemahan Sistem


Pengendalian Intern

Ukuran sebuah entitas dapat dijadikan sebuah gambaran secara umum

yang bisa dilihat secara fisik luar organisasi. Organisasi yang mempunyai ukuran

besar diindikasikan memiliki kemapanan ekonomi sehingga mampu

mengembangkan serta mengimplementasikan pengendalian intern dengan baik.

Ukuran dalam suatu organisasi juga memperlihatkan tingkatan aktivitas yang ada

di dalamnya. Organisasi yang memiliki ukuran besar biasanya memiliki tingkat

aktivitas yang tinggi, sedangkan perusahaan yang memiliki ukuran kecil biasanya

memiliki tingkat aktivitas yang rendah.

Hartono (2014) menemukan pengaruh hubungan negatif antara ukuran

pemerintah yang diukur dengan jumlah penduduk berpengaruh terhadap

kelemahan pengendalian intern pemerintah daerah. Hal serupa juga ditemukan

dalam penelitian Yamin (2015) yang menyatakan bahwa ukuran pemerintahan

berpengaruh negatif terhadap kelemahan pengendalian intern.

Penelitian di luar negeri yang dilakukan oleh Doyle et al (2006)

menemukan adanya pengaruh negatif antara ukuran perusahaan terhadap

kelemahan pengendalian intern. Petrovits (2010) menemukan bahwa masalah

pengendalian intern meningkat untuk organisasi nirlaba yang total asetnya

berukuran lebih kecil.

Proksi dari ukuran pemerintah daerah dalam penelitian ini adalah jumlah

penduduk. Proksi tersebut diambil berdasarkan penelitian yang dilakukan

sebelumnya oleh Baber (2010) dalam Hartono (2014). Menurut Baber (2010)

dalam Hartono (2014) ukuran organisasi atau entitas dalam hal ini pemerintah

Universitas Sumatera Utara


63

daerah dapat diukur dengan jumlah penduduk. Hal tersebut sejalan dengan Pasal

28 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 yang menyatakan: jumlah penduduk

menjadi variabel dalam menentukan kebutuhan pendanaan daerah untuk

menentukan kebijakan dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Penduduk berperan sebagai stakeholders bagi instansi pemerintah dalam

mendorong transparansi sehingga pemerintah daerah didorong untuk memiliki

sistem pengendalian intern yang memadai sebagai bentuk pertanggungjawaban

publik. Jumlah penduduk dalam pemerintah daerah memiliki pengaruh negatif

terhadap kelemahan pengendalian intern karena jumlah penduduk yang besar

membuat tekanan dan pengawasan terhadap pemerintah daerah lebih besar.

Pemerintah daerah dengan jumlah penduduk besar akan didorong melakukan

pengungkapan yang lebih banyak sehingga pemerintah daerah memiliki sistem

pengendalian yang baik (Martani dan Zaelani, 2011).

3.1.2. Hubungan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan Kelemahan Sistem


Pengendalian Intern

PAD adalah salah satu pendapatan daerah yang diperoleh dengan

mengelola dan memanfaatkan potensi daerahnya. PAD menjadi sumber

pendapatan yang ada dalam lingkup pemerintah daerah baik itu pemerintah daerah

tingkat I atau provinsi maupun pemerintah daerah tingkat II atau kabupaten/ kota.

PAD dapat berupa pemungutan pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan

kekayaan daerah yang dipisahkan, dan dari sumber lain yang sah.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Martani dan Zaelani (2011)

menemukan bahwa PAD berpengaruh positif terhadap kelemahan pengendalian

Universitas Sumatera Utara


64

intern pemerintah daerah. Kristanto (2009) menemukan bahwa PAD berpengaruh

negatif tidak signifikan terhadap kelemahan pengendalian intern. Penelitian yang

dilakukan oleh Hartono (2014) menyatakan bahwa PAD tidak berpengaruh

terhadap kelemahan pengendalian intern pemerintah daerah. Hal serupa juga

terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh Puspitasari (2013) yang tidak

menemukan pengaruh hubungan antara PAD terhadap kelemahan pengendalian

intern.

Semakin banyak jumlah pendapatan yang diterima oleh suatu daerah,

maka membuat masalah pengendalian intern meningkat. Banyaknya sumber

pendapatan yang ada di suatu daerah akan menyebabkan meningkatnya

kecurangan yang berimbas pada kerugian suatu daerah. Pengendalian intern

sangat dibutuhkan untuk mencegah dan mengurangi tindakan kecurangan yang

ada di suatu daerah. Berdasarkan pemaparan di atas maka dapat disimpulkan

bahwa semakin besar sumber PAD maka akan berpengaruh positif terhadap

kelemahan pengendalian intern pemerintah daerah.

3.1.3. Hubungan Kompleksitas Daerah dengan Kelemahan Sistem


Pengendalian Intern

Kompleksitas suatu daerah dapat dilihat dari aspek jumlah Satuan Kerja

Perangkat Daerah (SKPD), jumlah kecamatan, dan jumlah penduduk yang ada di

daerah tersebut. Jumlah SKPD dan jumlah kecamatan dalam hal ini diibaratkan

sebagai cabang dari pemerintahan daerah. Semakin banyak jumlah SKPD dan

jumlah kecamatan yang ada di daerah tersebut mengindikasikan kompleksitas

suatu daerah semakin tinggi. Kompleksitas dalam hal ini berkaitan dengan

Universitas Sumatera Utara


65

pengawasan dari pemerintah daerah dan penyatuan laporan keuangan pada saat

pelaporan laporan keuangan daerah. Selain itu jumlah penduduk juga dapat

menjadi aspek pengukur kompleksitas daerah. Besarnya jumlah penduduk yang

ada di suatu daerah menggambarkan besarnya layanan yang harus diberikan

pemerintah kepada masyarakat dalam rangka mensejahterakan masyarakatnya.

Dengan demikian akan semakin banyak dan beragam kebutuhan yang harus

dipenuhi pemerintah daerah. Hal ini tentunya akan menambah kompleksitas yang

ada di lingkungan pemerintah daerah. Semakin kompleks suatu organisasi dalam

menjalankan aktivitas dan lingkungan kerja yang luas maka akan semakin sulit

mengimplementasikan pengendalian intern. Sebuah oraganisasi akan mengalami

kesulitan dalam mengimplementasikan pengendalian intern pada lingkungan kerja

yang luas dan memiliki berbagai divisi. Hambatan juga akan muncul dalam hal

penyatuan laporan keuangan dari berbagai divisi dan cabang jika organisasi

tersebut memiliki cabang.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Doyle et al (2007)

menemukan hubungan yang positif antara kompleksitas yang diukur dengan

jumlah segmen usaha atau cabang terhadap kelemahan pengendalian intern.

Penelitian yang dilakukan oleh Hartono (2014), Fauza (2015) dan Puspitasari

(2013) juga menemukan pengaruh hubungan yang positif antara kompleksitas

daerah terhadap kelemahan pengendalian intern pemerintah daerah. Sementara itu

Martani dan Zaelani (2011) tidak menemukan hubungan antara kompleksitas yang

diukur dengan jumlah kecamatan dan jumlah penduduk terhadap kelemahan

pengendalian intern pemerintah daerah.

Universitas Sumatera Utara


66

Penelitian ini menggunakan jumlah SKPD selaku entitas akuntansi sebagai

proksi dari kompleksitas daerah. SKPD diibaratkan menjadi anak cabang dalam

pemerintah daerah kabupaten/kota. Banyaknya jumlah SKPD yang ada dalam

suatu daerah diduga pemerintah daerah akan mengalami kesulitan dalam

mengimplementasikan pengendalian intern. Masalah yang biasanya muncul

adalah dalam hal penyatuan laporan keuangan (Martani dan Zaelani 2011).

Kesulitan ini dialami karena SKPD memiliki latar belakang yang berbeda antara

satu SKPD dengan SKPD yang lainnya dilihat dari berbagai aspek. Berdasarkan

penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa semakin banyak jumlah cabang

(perusahaan) atau SKPD (pemerintah daerah) maka tingkat kelemahan

pengendalian intern akan semakin tinggi.

3.1.4. Hubungan Belanja Modal dengan Kelemahan Sistem Pengendalian Intern

Belanja modal adalah pengeluaran negara yang dilakukan dalam rangka

pembentukan modal atau aset tetap untuk operasional sehari-hari satuan kerja

dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat untuk mencapai tujuan

yaitu mensejahterakan masyarakat. Komponen pengeluaran yang dapat

digolongkan ke dalam belanja modal adalah: pembelian tanah, peralatan dan

mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan, serta dalam bentuk fisik

lainnya. Belanja modal sangat erat kaitannya dengan pengadaan barang fisik atau

aset tetap. Semakin banyak jumlah belanja modal yang dimiliki suatu daerah

maka alokasi untuk pengadaan aset tetap semakin tinggi. Proses pengadaan aset

tetap dalam lingkungan pemerintah daerah dilakukan melalui mekanisme lelang

atau tender. Dalam proses tender, perusahaan yang memenuhi persyaratan dan

Universitas Sumatera Utara


67

mampu melakukan penawaran terbaik akan dipilih untuk memegang proyek

pengadaan aset tetap tersebut. Proyek pengadaan barang ini yang sangat rawan

terjadi kecurangan yang merugikan pemerintah. Logikanya dengan banyaknya

proyek pengadaan barang yang dilakukan oleh pemerintah daerah, maka

kemungkinan terjadinya kecurang dalam proyek pengadaan tersebut semakin

tinggi.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ika Nurwati (2015)

menemukan bahwa belanja modal berpengaruh signifikan positif terhadap

kelemahan pengendalian internal. Hasil ini berlawanan dengan penelitian

Kristanto (2009) yang menemukan pengaruh hubungan negatif tidak signifikan

antara belanja modal terhadap kelemahan pengendalian intern. Menurut pendapat

Mauro (1998) dalam Kristanto (2009) korupsi lebih mudah dilakukan pada

belanja anggaran yang memudahkan terjadinya suap, mark up, dan membuat

tindakan tersebut tidak terdeteksi. Harian Kompas (2009:34) dalam Kristanto

(2009) mencatat delapan belas modus korupsi yang dilakukan di daerah, antara

lain pengusaha yang mempengaruhi kepala daerah atau pejabat daerah untuk

mengintervensi pengadaan barang agar pengusaha tersebut dimenangkan dalam

proses tender, kemudian pengusaha menaikkan harga barang pengadaan dan

keuntungannya dinaikkan. Selain itu kepala daerah atau pejabat daerah sering

meminta uang jasa yang dibayarkan di muka kepada pemegang tender sebelum

proyeknya dilaksanakan. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa

belanja modal berpengaruh positif terhadap kelemahan pengendalian intern

pemerintah daerah.

Universitas Sumatera Utara


68

3.1.5. Hubungan Jumlah Aset dengan Kelemahan Sistem Pengendalian Intern

Prabowo dkk (2008) menemukan pengaruh hubungan positif antara total

aset dengan kelemahan pengendalian intern perusahaan, sedangkan penelitian

yang dilakukan oleh Martani dan Zaelani (2011) menemukan bahwa total aset

berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap kelemahan pengendalian intern

pemerintah daerah. Sementara itu Fauza (2015) tidak menemukan pengaruh antara

jumlah aset terhadap kelemahan pengendalian intern. Petrovits, Shakespeare, dan

Shih (2010) menemukan bahwa masalah pengendalian intern meningkat untuk

organisasi nirlaba yang lebih kecil ukuran total asetnya.

Semua penelitian tersebut menuju pada kesimpulan yang sama bahwa

semakin besar ukuran suatu entitas maka kelemahan pengendalian intern akan

semakin kecil. Secara intuitif organisasi yang besar memiliki prosedur pelaporan

keuangan yang baku dan memiliki cukup sumber daya manusia untuk pembagian

tanggung jawab sehingga lebih teratur. Organisasi yang besar juga memiliki

sumber daya ekonomi yang lebih banyak untuk melakukan implementasi sistem

pengendalian intern seperti melakukan training dan konsultasi sistem

pengendalian intern.

Namun, hal tersebut berlaku untuk penelitian yang dilakukan pada

perusahaan, tetapi kurang relevan untuk semua jenis organisasi termasuk

pemerintah daerah. Berdasarkan hasil penelitian Prabowo dkk (2008), hubungan

positif yang terjadi antara total aset dengan kelemahan pengendalian intern

disebabkan Perusahaan BUMN dipengaruhi oleh intervensi politik (sering

melibatkan transfer kas) yang berpotensi melemahkan pengendalian intern.

Jumlah aset daerah diduga berpengaruh terhadap kelemahan sistem pengendalian

Universitas Sumatera Utara


69

intern, artinya pemerintah daerah yang memiliki aset yang jumlahnya besar justru

lebih banyak memiliki kelemahan pengendalian intern.

3.1.6. Hubungan Tingkat Penyelesaian Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil


Pemeriksaan dengan Kelemahan Pengendalian Intern

Berdasarkan Indikator Kinerja Utama (IKU) BPK RI, target rekomendasi

hasil pemeriksaan yang harus ditindaklanjuti diatas 60%. Rendahnya tindak lanjut

rekomendasi hasil pemeriksaan dapat menjadi indikasi bahwa pemerintah daerah

memiliki kelemahan sistem pengendalian yang tinggi karena belum sepenuhnya

berkomitmen melaksanakan rekomendasi tindak lanjut yang diberikan oleh BPK RI.

Dalam IHPS II Tahun 2015, BPK menjelaskan bahwa berdasarkan hasil

pengujian SPI atas 35 LKPD 2014 mengungkapkan terdapat 474 permasalahan

sistem pengendalian intern. Salah satu permasalahan kelemahan pengendalian

intern tersebut disebabkan karena pejabat yang bertanggung jawab belum

menindaklanjuti rekomendasi hasil pemeriksaan BPK tahun sebelumnya.

Terhadap permasalahan sistem pengendalian intern tersebut, BPK

merekomendasikan kepala daerah untuk segera menindaklanjuti rekomendasi

hasil pemeriksaan BPK tahun sebelumnya.

Setyaningrum (2014) menemukan bahwa tingkat penyelesaian tindak

lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan berpengaruh negatif signifikan terhadap

temuan audit. Demikian halnya dengan hasil penelitian Yamin (2015) yang

menemukan bahwa tingkat penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil

pemeriksaan berpengaruh negatif terhadap kelemahan pengendalian intern.

Rendahnya tingkat penyelesaian tindak lanjut menyebabkan semakin banyak

temuan yang menunjukkan lemahnya sistem pengendalian intern pemerintah daerah.

Universitas Sumatera Utara


70

3.2 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini dikembangkan dari telaah teoritis dan

penelitian terdahulu sebagai jawaban sementara dari masalah atau pertanyaan

yang memerlukan pengujian secara empiris. Berdasarkan kerangka berpikir yang

telah disajikan di atas, maka hipotesis penelitian yang dapat disimpulkan dari

berbagai asumsi yang ada di atas adalah:

1. Ukuran pemerintah daerah berpengaruh negatif terhadap kelemahan

pengendalian intern pemerintah daerah (H1).

2. Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh positif terhadap kelemahan

pengendalian intern pemerintah daerah (H2).

3. Kompleksitas daerah berpengaruh positif terhadap kelemahan pengendalian

intern pemerintah daerah (H3).

4. Belanja modal berpengaruh positif terhadap kelemahan pengendalian intern

pemerintah daerah (H4).

5. Jumlah aset daerah berpengaruh positif terhadap kelemahan pengendalian

intern pemerintah daerah (H5).

6. Tingkat penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan

berpengaruh negatif terhadap kelemahan pengendalian intern pemerintah

daerah (H6).

7. Ukuran pemerintah daerah, PAD, kompleksitas daerah, belanja modal, jumlah

aset dan tingkat penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan

secara bersama-sama berpengaruh terhadap kelemahan pengendalian intern

pemerintah daerah (H7).

Universitas Sumatera Utara


BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif. Penelitian

kuantitatif bertujuan untuk menjelaskan dan mengembangkan hipotesis yang

berkaitan dengan fenomena dan/atau teori-teori dengan menggunakan analisis

statistik dan pengukuran variabel-variabel.

Penelitian ini juga termasuk penelitian sensus, menurut Erlina dan

Mulyani (2007) jika peneliti menggunakan seluruh elemen populasi menjadi data

penelitian maka disebut sensus. Sensus digunakan jika elemen populasi relatif

sedikit dan bersifat heterogen. Sehingga seluruh populasi yaitu seluruh

Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara yang berjumlah 33

Kabupaten/Kota digunakan sebagai data penelitian.

4.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada seluruh Pemerintah Kabupaten dan Kota di

Provinsi Sumatera Utara. Peneliti memperoleh dan mengumpulkan data yang

dibutuhkan dalam penelitian ini dari Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah

(BPKAD) Provinsi Sumatera Utara yang beralamat di Kantor Gubernur Sumatera

Utara Jalan Diponegoro Medan serta dengan mengakses situs Badan Pemeriksa

Keuangan (BPK) (www.bpk.go.id) dan Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera

Utara (www.sumut.bps.go.id).

Data lainnya yang mendukung penelitian ini diperoleh dari sumber bacaan

seperti buku-buku serta situs-situs yang berkaitan dengan penelitian ini.

Adapun rincian rencana waktu penelitian ini dapat dilihat pada lampiran 1.

71

Universitas Sumatera Utara


72

4.3. Populasi dan Sampel

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 33 Kabupaten/ Kota

yang ada di Provinsi Sumatera Utara yang terdiri dari 25 Pemerintah Kabupaten

dan 8 Pemerintah Kota yang diaudit oleh BPK Republik Indonesia dengan periode

5 tahun amatan yakni tahun 2011 s.d 2015.

Sampel dalam penelitian ini sama dengan populasinya sehingga tehnik

pengambilan sampel yang digunakan adalah tehnik sampel jenuh (Sugiono, 2008),

sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 165 data kabupaten/kota yang

berada di Provinsi Sumatera Utara.Nama Kabupaten/Kota tersebut adalah sebagai

berikut :

1. Kabupaten Deli Serdang


2. Kabupaten Langkat
3. Kabupaten Serdang Bedagai
4. Kabupaten Karo
5. Kabupaten Dairi
6. Kabupaten Pakpak Bharat
7. Kabupaten Simalungun
8. Kabupaten Asahan
9. Kabupaten Toba Samosir
10. Kabupaten Samosir
11. Kabupaten Tapanuli Utara
12. Kabupaten Humbang Hasundutan
13. Kabupaten Tapanuli Tengah
14. Kabupaten Tapanuli Selatan
15. Kabupaten Padang Lawas
16. Kabupaten Padang Lawas Utara
17. Kabupaten Mandailing Natal

Universitas Sumatera Utara


73

18. Kabupaten Nias


19. Kabupaten Nias Selatan
20. Kabupaten Labuhan Batu
21. Kabupaten Batubara
22. Kabupaten Labuhan Batu Utara
23. Kabupaten Labuhan Batu Selatan
24. Kabupaten Nias Barat
25. Kabupaten Nias Utara
26. Kota Medan
27. Kota Binjai
28. Kota Tebing Tinggi
29. Kota Pematang Siantar
30. Kota Tanjung Balai
31. Kota Sibolga
32. Kota Padangsidimpuan
33. Kota Gunung Sitoli

4.4. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

berupa Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I dan II Tahun 2010 s.d 2016 yang

diperoleh dari website Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) (www.bpk.go.id), data

jumlah penduduk Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011 s.d

2015 diperoleh dari Badan Pusat Statistik (www.bps.go.id) dan data Laporan

Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun

2011 s.d 2015 diperoleh dari Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah

(BPKAD) Provinsi Sumatera Utara.

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Universitas Sumatera Utara


74

dengan menggunakan metode dokumentasi, yaitu mengumpulkan data sekunder,

mencatat, dan mengolah data yang berkaitan dengan penelitian ini. Data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah: laporan keuangan pemerintah daerah

kabupaten/kota yang diaudit BPK, laporan hasil pemeriksaan BPK atas

pemerintah daerah, PAD, jumlah penduduk, jumlah aset daerah dan jumlah SKPD

dari daerah yang dijadikan obyek penelitian.

Ruang lingkup dalam penelitian ini dibatasi pada 6 (enam) variabel

independen yang diperkirakan berpengaruh terhadap kelemahan sistem

pengendalian intern pemerintah daerah yaitu ukuran pemerintah daerah,

Pendapatan Asli Daerah (PAD), kompleksitas daerah, belanja modal, jumlah aset

dan tingkat penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan.

4.5. Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel

Guna memberikan gambaran yang jelas dan memudahkan pelaksanaan

penelitian ini, maka perlu diberikan definisi variabel operasional yang akan diteliti

sebagai berikut :

1. Variabel Independen

Kelemahan sistem pengendalian intern pemerintah daerah sebagai variabel

independen (variabel Y) dalam penelitian ini diukur dari Laporan Hasil

Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan

Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) terkait Sistem Pengendalian Intern

(SPI) yang berupa jumlah temuan kasus penyimpangan atau pelanggaran

terhadap SPI dalam Pemerintah Daerah. Semakin banyak temuan kasus

penyimpangan SPI yang ditemukan BPK di suatu pemerintah daerah maka

semakin tinggi kelemahan pengendalian intern dari pemerintah daerah

Universitas Sumatera Utara


75

tersebut.

2. Variabel dependen

a. Ukuran Pemerintah Daerah (X1)

Ukuran pemerintah daerah adalah sebuah cara untuk menilai potensi yang

dimiliki oleh suatu daerah. Dalam konteks organisasi pemerintahan daerah

tingkat II yaitu kabupaten atau kota, ukuran pemerintah dapat

menggambarkan kemampuan ekonomi yang dimiliki daerah tersebut.

Dalam penelitian ini ukuran pemerintah dapat digambarkan jumlah

penduduk yang ada di daerah tersebut.

b. PAD (X2)

PAD adalah salah satu pendapatan daerah yang diperoleh dengan mengelola

dan memanfaatkan potensi daerahnya. PAD dapat diukur dari besarnya nilai

nominal realisasi penerimaan PAD yang diperoleh suatu kabupaten/kota.

PAD adalah salah satu pendapatan daerah yang diperoleh dengan mengelola

dan memanfaatkan potensi daerahnya. PAD dalam penelitian ini diukur dari

besarnya nilai nominal realisasi penerimaan PAD yang diperoleh suatu

kabupaten/kota.

c. Kompleksitas Daerah (X3)

Kompleksitas suatu daerah adalah sebuah tingkatan deferensiasi yang ada

pada pemerintah daerah yang menyebabkan konflik atau masalah dalam

rangka pencapaian tujuan yaitu mensejahterakan masyarakat. Semakin

kompleks suatu organisasi dalam menjalankan kegiatan dan memiliki area

kerja yang tersebar akan semakin sulit pengendalian intern dijalankan.

Kompleksitas suatu daerah dalam penelitian ini diukur dengan jumlah

SKPD. Jumlah SKPD diandaikan sebagai cabang dari pemerintah daerah

Universitas Sumatera Utara


76

Kabupaten/Kota. Semakin banyak jumlah SKPD yang ada di suatu daerah,

maka dalam hal mengimplementasikan pengendalian intern akan semakin

sulit. Kesulitan ini biasanya terjadi dalam hal penyatuan laporan keuangan

dari berbagai SKPD yang ada di daerah tersebut.

d. Belanja Modal (X4)

Belanja modal adalah pengeluaran negara yang digunakan dalam rangka

pembentukan modal atau aset tetap untuk operasional sehari-hari suatu

satuan kerja dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Belanja modal dalam penelitian ini diukur dengan realisasi belanja modal

yang dikeluarkan kabupaten/kota pada tahun 2011 s.d 2015. Semakin

banyak anggaran belanja modal dari suatu daerah maka kemungkinan

terjadinya kecurangan atau korupsi akan semakin besar. Jadi implementasi

dari pengendalian intern akan lebih sulit diterapkan pada daerah yang

memiliki anggaran belanja modal yang tinggi.

e. Jumlah Aset (X5)

Aset daerah adalah semua kekayaan daerah yang dimiliki maupun yang

dikuasai pemerintah daerah, yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD

atau berasal dari perolehan lainnya yang sah, misalnya sumbangan, hadiah,

donasi, wakaf, hibah, swadaya, kewajiban pihak ketiga dan sebagainya.

Jumlah aset daerah dalam penelitian ini merupakan total aset keuangan dan

non keuangan dari suatu pemerintah daerah Kabupaten/Kota. Aset

keuangan meliputi kas dan setara kas, piutang serta surat berharga baik

berupa investasi jangka pendek maupun jangka panjang. Aset non keuangan

meliputi aset tetap, aset lainnya dan persediaan.

Universitas Sumatera Utara


77

f. Tingkat penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan (X6)

BPK berkewajiban melaksanakan pemantauan pelaksanaan tindak lanjut

rekomendasi hasil pemeriksaan (TLRHP) dan penyelesaian kerugian

negara/ daerah oleh pemerintah sesuai amanat Undang Undang Nomor 15

Tahun 2004 dan Undang Undang Nomor 15 Tahun 2006. Hasil pemantauan

tersebut selanjutnya disampaikan setiap satu semester sekali kepada

lembaga perwakilan yaitu DPR, DPD, dan DPRD dalam bentuk IHPS.

Tingkat penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan dalam

penelitian ini diukur berdasarkan jumlah rekomendasi BPK yang

dinyatakan telah ditindaklanjuti sesuai dengan rekomendasi (status “1”)

dibagi dengan jumlah rekomendasi.

Definisi operasional seluruh variabel dalam penelitian ini ditunjukkan

melalui matriks sebagai berikut :

Tabel 4.2 Definisi Operasional Variabel

Variabel Nama Variabel Parameter Skala


Penelitian
Variabel Kelemahan Pengendalian Jumlah temuan kelemahan SPI Rasio
Dependen Intern Pemerintah berdasarkan Laporan Hasil
Daerah (Y) Pemeriksaan BPK RI
Variabel 1 Ukuran Pemerintah Jumlah penduduk yang ada di daerah Rasio
Independen Daerah (X1) tersebut
2 PAD (X2) Nilai nominal realisasi penerimaan Rasio
PAD yang diperoleh Pemerintah
Kabupaten/Kota pada tahun 2011 s.d
2015
3 Kompleksitas Jumlah SKPD sebagai entitas Rasio
Daerah (X3) akuntansi yang ada di Kabupaten/Kota
4 Belanja Modal (X4) Realisasi belanja modal Pemerintah Rasio
Kabupaten/Kota pada tahun 2011s.d
2015
5 Jumlah Aset (X5) Total aset Pemerintah Kabupaten/Kota Rasio
pada tahun 2011 s.d 2015
6 Tingkat penyelesaian Jumlah rekomendasi BPK yang telah Rasio
tindak lanjut ditindaklanjuti sesuai dengan
rekomendasi hasil rekomendasi (status “1”) dibagi
pemeriksaan (X6) dengan jumlah rekomendasi.

Universitas Sumatera Utara


78

4.6. Metode Analisis Data

Model dan teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis

regresi berganda. Untuk keabsahan hasil analisis regresi berganda terlebih dahulu

dilakukan uji kualitas instrumen pengamatan, uji normalitas data dan uji asumsi

klasik. Pengolahan data menggunakan software SPSS (Statistical Package for

Sosial Sciense). Model yang digunakan dalam penelitian ini dapat dirumuskan

sebagai berikut :

Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + e

Dimana :
Y = Kelemahan pengendalian intern
b0 = Konstanta
b1, b2, b3, b4, b5, b6 = Koefisien regresi
X1 = Ukuran Pemerintah Daerah
X2 = Pendapatan asli Daerah (PAD)
X3 = Kompleksitas Daerah
X4 = Belanja Modal
X5 = Jumlah asset
X6 = Tingkat penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil
pemeriksaan
e = Tingkat kesalahan

4.6.1. Pengujian Asumsi Klasik

Sebelum dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis

regresi berganda, maka diperlukan pengujian asumsi klasik. Menurut Ghozali

(2013) terdapat empat uji asumsi klasik yang terdiri dari uji normalitas,

multikolineritas, autokorelasi dan heteroskedastisitas.

4.6.1.1 Uji normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi

residual memiliki distribusi normal. Cara untuk mendeteksi apakah residual

Universitas Sumatera Utara


79

berdistribusi normal atau tidak adalah dengan menggunakan analisis grafik dan uji

statistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S). Pada uji normalitas dengan

menggunakan analisis grafik, normalitas dapat dideteksi dengan melihat

penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau dengan melihat

histogram dari residualnya. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan

mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola

distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. Jika data

menyebar jauh dari diagonalnya dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal atau

grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi

tidak memenuhi asumsi normalitas.

Cara pengambilan keputusan pada uji statistik non-parametrik

Kolmogorov-Smirnov (K-S) :

a. Nilai Signifikan atau probabilitas < 0,05, maka distribusi data adalah tidak

normal.

b. Nilai Signifikan atau probabilitas > 0,05, maka distribusi data adalah normal.

Apabila data terdistribusi tidak normal, maka akan dilakukan transformasi

data, agar data normal.

4.6.1.2 Uji multikolinieritas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji, apakah ditemukan atau

tidak korelasi diantara variabel independen. Jika terjadi korelasi antar variabel

independen maka akan ditemukan adanya masalah multikolinieritas. Suatu model

regresi yang baik harus tidak menimbulkan masalah multikolinieritas. Untuk itu

diperlukan uji multikolinieritas terhadap setiap data variabel bebas yaitu dengan :

a. Melihat angka collinearity Statistics yang ditunjukkan oleh Nilai Variance

Universitas Sumatera Utara


80

Inflation Factor (VIF). Jika angka VIF lebih besar dari 10, maka variabel

bebas yang ada memiliki masalah multikolinieritas (Ghozali, 2013).

b. Melihat nilai tolerance pada output penilaian multikolinieritas yang tidak

menunjukkan nilai yang lebih besar dari 0,1 akan memberikan kenyataan

bahwa tidak terjadi masalah multikolinieritas (Ghozali, 2013).

4.6.1.3 Uji autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi

linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan

pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Autokorelasi dapat dilakukan dengan

uji Durbin Watson (DW). Keputusan ada tidaknya korelasi adalah :

 Bila nilai DW berada diantara dU sampai dengan 4 – dU maka koefisien

autokorelasi sama dengan nol. Artinya, tidak ada autokorelasi.

 Bila nilai DW lebih kecil daripada dL, koefisien autokorelasi lebih besar

daripada nol. Artinya ada autokorelasi positif.

 Bila nilai DW terletak diantara dL dan dU, maka tidak dapat disimpulkan.

 Bila nilai DW lebih besar daripada 4 – dL, koefisien autokorelasi lebih besar

daripada nol. Artinya ada autokorelasi negative.

 Bila nilai DW terletak diantara 4 – dU dan 4 – dL, maka tidak dapat

disimpulkan.

Universitas Sumatera Utara


81

Gambar 4.1 Durbin-Watson d statistik

4.6.1.4 Uji heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi

terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan

yang lain. Model regresi yang baik adalah yang tidak terjadi heterokedastisitas.

Pengujian heterokedastisitas dapat dilakukan dengan menggunakan grafik

scatterplot. Dasar analisis yang digunakan untuk mengambil keputusan, sebagai

berikut:

a. Jika ada pola tertentu, seperti titik–titik yang ada membentuk pola tertentu

yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka

mengindikasikan telah terjadi heterokedastisitas.

b. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik–titik menyebar di atas dan di bawah

angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heterokedastisitas.

Uji heterokedastisitas juga dapat dilihat dengan uji Glejser. Ada dua

tahapan yang dilakukan dalam uji Glejser, yaitu :

a. Tahap pertama adalah melakukan regresi OLS dengan menggunakan Y

sebagai variable dependen dan X1, X2, X3, X4, X5 dan X6 sebagai variable

Universitas Sumatera Utara


82

independen.

b. Tahap kedua adalah dengan meregresikan nilai absolute residual terhadap

variable independen. Jika setiap variable independen nilai signifikannya lebih

besar dari α = 0,05, maka dapat disimpulkan tidak terjadi heterokedastisitas.

4.6.2. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis yang dilakukan meliputi uji F (uji signifikansi

simultan) dan uji t (uji signifikansi individual/parsial).

4.6.2.1 Uji Statistik F

Menurut Ghozali (2013), uji F pada dasarnya menunjukkan apakah semua

variabel bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara

bersama-sama terhadap variabel dependen. Untuk menentukan F tabel, tingkat

signifikansi yang digunakan sebesar 5% dengan derajat kebebasan (degree of

freedom) df = (n-k) dan (k-1) dimana n adalah jumlah sampel, kriteria yang

digunakan adalah:

a. Bila F hitung > F tabel atau probabilitas < nilai signifikansi (Sig ≤ 0,05),

maka Ha tidak dapat ditolak, ini berarti bahwa secara simultan variabel

independen memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

b. Bila F hitung < F tabel atau probabilitas > nilai signifikansi (Sig ≥ 0,05),

maka Ha ditolak, ini berarti bahwa secara simultan variabel independen tidak

mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

Hipotesis untuk uji statistik F adalah sebagai berikut :

Ha : b ≠ 0, X1, X2, X3, X4, X5 dan X6 secara simultan berpengaruh terhadap Y.

Universitas Sumatera Utara


83

4.6.2.2 Uji statistik t

Menurut Ghozali (2013), tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui

seberapa jauh pengaruh variabel penjelasan (independen) secara individual dalam

menjelaskan variasi variabel dependen. Membandingkan antara p value dengan

tingkat signifikansi 0,05, maka dapat ditentukan apakah H0 ditolak atau diterima

(Ho diterima apabila p value > 0,05, H0 ditolak apabila p value < 0,05).

Penerimaan atau penolakan hipotesis dilakukan dengan kriteria sebagai berikut:

a. Bila t hitung > t tabel atau probabilitas < tingkat signifikansi (Sig < 0,05),

maka Ha diterima dan Ho ditolak, variabel independen berpengaruh terhadap

variabel dependen.

b. Bila t hitung < t tabel atau probabilitas > tingkat signifikansi (Sig > 0,05),

maka Ha ditolak dan Ho diterima, variabel independen tidak berpengaruh

terhadap variabel dependen.

Hipotesis untuk uji statistik t adalah sebagai berikut :

Ha : b ≠ 0, X1, X2, X3, X4, X5 dan X6 secara parsial berpengaruh terhadap Y.

4.6.3. Koefisien Determinasi

Analisis ini digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model

dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah

antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel

independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas. Nilai

yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir

semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen

(Ghozali, 2013).

Universitas Sumatera Utara


84

Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias

terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Setiap

tambahan satu variabel independen, maka nilai R2 pasti meningkat tidak peduli

apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel

dependen (Ghozali, 2013).

Universitas Sumatera Utara


BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Deskripsi Data Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder berupa

Kelemahan Sistem Pengendalian Intern (SPI) Pemerintah Daerah sebagai variabel

independen; ukuran pemerintah daerah, Pendapatan Asli Daerah (PAD),

kompleksitas daerah, belanja modal, jumlah aset dan tingkat penyelesaian tindak

lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan sebagai variabel dependen pada 33

Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara periode amatan 5 tahun (tahun 2011

s.d 2015).

Setelah melakukan uji normalitas untuk keenam variabel independen, hasil

analisis SPSS mendeteksi adanya data outlier, yakni data yang memiliki

karakteristik unik yang terlihat sangat berbeda jauh dari observasi-observasi

lainnya dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim baik untuk sebuah variabel

tunggal atau variabel kombinasi. Deteksi terhadap univariate outlier dilakukan

dengan cara mengkonversi nilai data kedalam skor standardized atau yang biasa

disebut z-score, yang memiliki nilai means (rata-rata) sama dengan nol dan

standar deviasi sama dengan satu. Untuk sampel kecil (kurang dari 80), maka

standar skor dengan nilai ≥ 2.5 dinyatakan outlier. Untuk sampel besar stanndar

skor dinyatakan outlier jika nilainya pada kisaran 3 sampai 4 (Ghozali, 2013).

Oleh karena sampel penelitian ini tergolong besar (165 data), maka standar skor

dinyatakan outlier jika nilainya berada pada kisaran 3 sampai dengan 4. Analisis

data outlier dapat dilihat pada lampiran III. Dari hasil pengamatan terhadap data

penelitian diperoleh hasil sebagai berikut :

85

Universitas Sumatera Utara


86

Tabel 5.1 Nilai Skor Outlier

Observasi ZX1 ZX2 ZX4 ZX5

126 3.67868 4.18411 3.96409 4.88259

127 3.69070 4.88817 2.96041 5.18508

128 3.69157 5.15661 3.54881 5.34199

129 3.83779 5.97698 4.79332 5.48955

130 3.87973 6.46289 5.87462 6.56355

Sumber : hasil penelitian, 2017 (data diolah pada lampiran 3)

Berdasarkan hasil pengamatan untuk variabel ZX1, ZX2 dan ZX5 masing-

masing memiliki 5 observasi yang outlier yakni observasi 126 s.d 130, sedangkan

untuk variabel ZX4 memiliki 4 observasi yang outlier yaknni observasi 126, 128,

129 dan 130. Observasi 126 s.d 130 dinyatakan oulier karena memiliki pencilan

yang cukup jauh dengan observasi lainnya dalam populasi. Kelima data obervasi

tersebut merupakan data amatan 5 tahun untuk Pemerintah Kota Medan, oleh

karenanya peneliti memutuskan membuang data outlier karena tidak

menggambarkan observasi lainnya dalam populasi.

5.1.1 Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif memberikan gambaran umum mengenai data yang

digunakan dalam penelitian. Deskripsi yang dimaksud meliputi nilai minimum,

maksimum, rata-rata, dan standar deviasi (Ghozali, 2013). Berdasarkan hasil uji

statistik deskriptif setelah dikurangi data outlier, diperoleh sebanyak 160 data

observasi yang berasal dari 32 Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera

Utara untuk data amatan 5 tahun. Deskripsi data dalam penelitian ini disajikan

Universitas Sumatera Utara


87

dalam Tabel 5.1.2.

Tabel 5.2 Hasil Statistik Deskriptif

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation


FICW 160 3 16 6.99 2.218
UKURAN in thousands 160 40.88 2029.31 353.6543 351.91631
PAD in billion 160 2.76 515.29 50.6545 64.57202
KOMPLEKSITAS 160 28 71 41.74 10.279
MODAL in billion 160 70.24 553.71 178.0317 79.63663
ASET in billion 160 158.43 5751.24 1564.0053 871.88782
TLHP 160 .00 .83 .3684 .21812
Valid N (listwise) 160

Sumber : hasil penelitian, 2017 (data diolah pada lampiran 4)

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa variabel kelemahan sistem

pengendalian intern (FICW) memiliki nilai minimum sebesar 3 temuan dan nilai

maksimum sebesar 16 temuan dengan nilai rata-rata sebesar 6,99 dan standar

deviasi sebesar 2,21.

Variabel ukuran yang menunjukkan jumlah penduduk memiliki nilai

minimum sebesar 40,88 ribu jiwa dan nilai maksimum sebesar 2, 029 juta jiwa.

Rata-rata jumlah penduduk Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara adalah

sebesar 353,65 ribu jiwa..

Nilai terendah realisasi Pendapatan Asli Daerah adalah sebesar Rp 2,76

milyar dan tertinggi sebesar Rp 515,29 milyar. Rata-rata nilai realisasi PAD

Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara adalah sebesar Rp 50,65 milyar.

Variabel kompleksitas yang menunjukkan jumlah Satuan Kerja Perangkat

Daerah (SKPD) memiliki nilai minimum sebesar 28 SKPD dan nilai maksimum

sebesar 71 SKPD dengan nilai rata-rata sebesar 41 dan standar deviasi sebesar

10,27.

Universitas Sumatera Utara


88

Selama kurun waktu lima tahun diketahui bahwa nilai realisasi belanja

modal terendah adalah sebesar Rp 70,24 milyar dan tertinggi adalah sebesar Rp

553,71 milyar dengan nilai rata-rata sebesar Rp 178,03 milyar dan standar deviasi

sebesar Rp 79,63 milyar.

Jumlah aset Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara terendah adalah

sebesar Rp 158,43 milyar dan tertinggi sebesar Rp 5,751 trilyun. Rata-rata jumlah

aset adalah sebesar Rp 1,564 trilyun.

Variabel tingkat penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan

(TLHP) memiliki nilai minimum sebesar 0% dan nilai maksimum sebesar 83%

dengan rata-rata persentase penyelesaian sebesar 36%. Hal tersebut menunjukkan

tingkat penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan

Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara masih rendah.

5.2 Uji Asumsi Klasik

Pada analisis ini perlu dilihat terlebih dahulu apakah data dapat dilakukan

pengujian model regresi. Pengujian asumsi klasik dilakukan untuk menentukan

model regresi dapat diterima secara ekonometrik. Pengujian asumsi klasik yang

harus dipenuhi meliputi: uji normalitas, uji multikolinearitas, uji autokorelasi dan

uji heterokedastisitas yang secara rinci dijelaskan sebagai berikut:

5.2.1 Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk melihat sebaran data apakah terjadi secara

normal. Uji normalitas dilakukan dengan melihat grafik normal P-Plot dan dengan

menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov.

Universitas Sumatera Utara


89

Gambar 5.1 Grafik Normal P-P Plot


Sumber : hasil penelitian, 2017 (data diolah pada lampiran 5)

Grafik P-P Plot tersebut menggambarkan bahwa grafik normal probability

garis observasi mendekati atau menyentuh garis diagonalnya yang berarti nilai

residual berdistribusi normal.

Pengujian normalitas dengan uji Kolmogorov Smirnov dilakukan dengan

membandingkan probabilitas dengan tingkat signifikansi tertentu Jika nilai

probabilitas asymp.sig (2-tailed) pada uji Kolmogorov Smirnov (K-S) lebih besar

dari 0,05 maka dapat dinyatakan bahwa data memiliki distribusi normal,

sebaliknya jika probabilitas asymp.sig (2-tailed) lebih kecil dari 0,05 maka dapat

disimpulkan bahwa data berdistribusi tidak normal. Pengujian normalitas yang

dilakukan dengan uji Kolmogorov Smirnov dapat dilihat pada Tabel 5.3 berikut ini.

Universitas Sumatera Utara


90

Tabel 5.3 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual
N 160
Normal Parametersa,b Mean .0000000
Std. Deviation 2.04250770
Most Extreme Absolute .079
Differences Positive .079
Negative -.043
Test Statistic .079
Asymp. Sig. (2-tailed) .077c
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
Sumber : hasil penelitian, 2017 (data diolah pada lampiran 5)

Berdasarkan tabel 5.3. menunjukkan bahwa nilai Kolmogorov-Smirnov

sebesar 0,079 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,077. Karena nilai

asymp.sig (2-tailed) lebih besar dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa data

residual memiliki distribusi normal. Hasil analisa statistik konsisten dengan uji

yang dilakukan dengan analisa grafik.

5.2.2 Uji Multikolonieritas

Model regresi yang baik adalah regresi dengan tidak adanya gejala

korelasi yang kuat di antara variabel bebasnya. Berikut ini disajikan hasil hasil uji

multikoloniearitas yang dapat dilihat pada tabel 5.4 sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


91

Tabel 5.4 Pengujian Multikolonieritas

Unstandardized Standardized Collinearity


Coefficients Coefficients Statistics

Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF

1 (Constant) 8.292 .918 9.033 .000

UKURAN in
-.003 .001 -.401 -2.226 .027 .171 5.863
thousands

PAD in billion .025 .006 .726 4.212 .000 .186 5.365

KOMPLEKSITAS .009 .023 .040 .378 .706 .492 2.031

MODAL in billion -.008 .003 -.274 -2.547 .012 .478 2.094

ASET in billion -0,000028 .000 -.011 -.089 .929 .339 2.952

TLHP -1.708 .806 -.168 -2.120 .036 .883 1.133

a. Dependent Variable: FICW

Sumber : hasil penelitian, 2017 (data diolah pada lampiran 5)

Tampilan output SPSS dari tabel 5.4 menunjukkan VIF dan tolerance

mengindikasikan tidak terdapat multikoloniearitas dalam variabel. Hal ini terlihat

pada nilai VIF tidak ada yang melebihi 10 dan nilai tolerance tidak ada yang

kurang dari 0,10.

5.2.3 Uji Autokorelasi

Model regresi yang baik adalah model regresi yang tidak memiliki

problem korelasi, yaitu terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada

periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya).

Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan

satu sama lainnya (Ghozali, 2013). Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi

dilakukan dengan Uji Durbin-Watson (DW test). Berikut ini disajikan hasil uji

untuk heterokedastisitas yang dapat dilihat pada tabel 5.5 sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


92

Tabel 5.5 Pengujian Autokorelasi

Adjusted R Std. Error of


Model R R Square Square the Estimate Durbin-Watson
a
1 .590 .452 .418 2.082 1.825
a. Predictors: (Constant), TLHP, UKURAN in thousands, KOMPLEKSITAS, MODAL in
billion, ASET in billion, PAD in billion
b. Dependent Variable: FICW

Sumber : hasil penelitian, 2017 (data diolah pada lampiran 5)

Berdasarkan hasil uji Durbin-Watson diperoleh nilai Durbin Watson (DW)

sebesar = 1,825. Jika membandingkan dengan nilai pada tabel Durbin-Watson

(lampiran 7), pada jumlah observasi (n) = 160; variabel (k) = 6; dan nilai

signifikansi (α) = 0,05 maka diperoleh dl = 1,664 dan du = 1,819. Maka dapat

disimpulkan tidak terjadi autokorelasi karena nilai DW berada diantara du dan 4-

du (2,181) atau du<dw<4-du (1,8198<1,825<2,181).

5.2.4 Uji Heterokedastisitas

Model regresi yang baik adalah model regresi yang bebas dari masalah

heterokedastisitas (homokedastisitas). Peneliti melakukan pengujian

heterokedastisitas dengan menggunakan grafik scatterplot dan uji Park. Berikut

ini disajikan hasil uji untuk heterokedastisitas yang dapat dilihat pada gambar 5.2

dan tabel 5.6 sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


93

Gambar 5.2 Grafik Scatter Plot


Sumber : hasil penelitian, 2017 (data diolah pada lampiran 5)

Grafik Scatter Plot tersebut diatas menunjukkan tidak ada pola yang jelas,

serta titik–titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka dapat

dinyatakan tidak terjadi heterokedastisitas.

Selain uji grafik, pengujian heterokedastisitas menggunakan uji statistik

dengan uji Park juga dapat dilakukan. Uji Park dilakukan dengan meregresikan

nilai variabel LnUi² (logaritma dari kuadrat residual) dengan masing-masing

variabel independen (Ghozali,2013). Adapun Hasil Uji Park yang telah dilakukan

dapat dilihat pada tabel 5.6 berikut ini.

Universitas Sumatera Utara


94

Tabel 5.6 Hasil Uji Park

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) 1.531 .947 1.617 .108

UKURAN in thousands -.001 .001 -.158 -.832 .406

PAD in billion .010 .006 .287 1.587 .114

KOMPLEKSITAS -.027 .024 -.129 -1.161 .247

MODAL in billion -.002 .003 -.082 -.724 .470

ASET in billion .000 .000 .146 1.088 .278

TLHP -1.290 .831 -.129 -1.552 .123

a. Dependent Variable: LnU2i

Sumber : hasil penelitian, 2017 (data diolah pada lampiran 5)

Dalam pengujian heterokedastisitas dengan menggunakan uji Park, hasil

pengujian menunjukkan nilai signifikan yang diperoleh untuk setiap variabel

lebih besar dari 0,05 maka dapat dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi

heteroskedastisitas pada model regresi sehingga layak dipakai untuk kemudian

dilanjutkan ke pengujian hipotesis. Hasil uji Park konsisten dengan hasil uji grafik

scatterplot.

5.3 Pengujian Hipotesis

Hasil pengujian asumsi klasik menunjukkan bahwa tidak terdapat

pelanggaran pengujian asumsi klasik dan model sudah dapat digunakan untuk

melakukan analisa regresi berganda. Selanjutnya yang dilakukan adalah pengujian

hipotesis. Hipotesis yang akan diuji adalah ukuran pemerintah daerah, PAD,

kompleksitas daerah, belanja modal, jumlah aset dan tingkat penyelesaian tindak

lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan berpengaruh terhadap kelemahan sistem

pengendalian intern pemerintah daerah. Untuk melihat pengaruh secara parsial

Universitas Sumatera Utara


95

yaitu dengan menggunakan uji statistik t, sedangkan untuk melihat pengaruh

secara simultan yaitu dengan menggunakan uji statistik F.

Hasil pengujian secara parsial (uji statistik t) pada ukuran pemerintah

daerah, PAD, kompleksitas daerah, belanja modal, jumlah aset dan tingkat

penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan berpengaruh terhadap

kelemahan sistem pengendalian intern pemerintah daerah dapat dilihat pada tabel 5.7.

Tabel 5.7 Uji Statistik t


Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.


1 (Constant) 8.292 .918 9.033 .000

UKURAN in thousands -.003 .001 -.401 -2.226 .027

PAD in billion .025 .006 .726 4.212 .000

KOMPLEKSITAS .009 .023 .040 .378 .706

MODAL in billion -.008 .003 -.274 -2.547 .012

ASET in billion -0,000028 .000 -.011 -.089 .929

TLHP -1.708 .806 -.168 -2.120 .036

a. Dependent Variable: FICW

Sumber : hasil penelitian, 2017 (data diolah pada lampiran 6)

Berdasarkan tabel 5.7. diatas, maka hasil analisis regresi linear berganda
dapat dibuat persamaan regresi sebagai berikut :

Y = 8,292 - 0,003 X1 + 0,025 X2 + 0,009 X3 - 0,008 X4 - 0,000028 X5 - 1,708 X6

KPI = 8,292 - 0,003 Ukuran + 0,025 PAD + 0,009 Kompleksitas


- 0,008 Blj.Modal - 0,000028 Aset - 1,708 TLHP

Berdasarkan persamaan regresi diatas, dapat dijelaskan bahwa :

a. Nilai konstanta untuk persamaan regresi adalah sebesar 8,292. Artinya jika

ukuran pemerintah daerah, PAD, kompleksitas daerah, belanja modal, jumlah

aset dan tingkat penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan

Universitas Sumatera Utara


96

dianggap konstan/tetap, maka jumlah kelemahan sistem pengendalian intern

pemerintah daerah akan bertambah sebesar 8,292 temuan.

b. Nilai koefisien ukuran pemerintah daerah sebesar -0,003 menyatakan bahwa

jika terjadi kenaikan jumlah penduduk sebesar 1 jiwa, akan berdampak pada

penurunan KPI sebesar 0,003 temuan. Sebaliknya apabila terjadi penurunan

jumlah penduduk 1 jiwa, akan berdampak terhadap kenaikan KPI sebesar

0,003 temuan.

c. Nilai koefisien PAD sebesar +0,025 menyatakan bahwa jika terjadi kenaikan

PAD sebesar Rp 1, maka akan berdampak pada kenaikan KPI sebesar 0,025

temuan. Sebaliknya apabila terjadi penurunan PAD sebesar Rp 1, akan

berdampak terhadap penurunan KPI sebesar 0,025 temuan.

d. Nilai koefisien kompleksitas daerah sebesar +0,009 menyatakan bahwa jika

terjadi kenaikan jumlah SKPD sebanyak 1, maka akan berdampak pada

kenaikan KPI sebesar 0,009 temuan. Sebaliknya apabila terjadi penurunan

jumlah SKPD sebanyak akan berdampak terhadap penurunan KPI sebesar

0,009 temuan.

e. Nilai koefisien Belanja Modal sebesar -0,008 menyatakan bahwa jika terjadi

kenaikan Belanja Modal sebesar Rp 1, akan berdampak pada penurunan KPI

sebesar 0,008 temuan. Sebaliknya apabila terjadi penurunan Belanja Modal

sebesar Rp 1, akan berdampak terhadap kenaikan KPI sebesar 0,008 temuan.

f. Nilai koefisien jumlah aset sebesar -0,000028 menyatakan bahwa jika terjadi

kenaikan jumlah aset sebesar Rp 1, akan berdampak pada penurunan KPI

sebesar 0,000028 temuan. Sebaliknya apabila terjadi penurunan aset sebesar

Rp 1, akan berdampak terhadap kenaikan KPI sebesar 0,000028 temuan.

Universitas Sumatera Utara


97

g. Nilai koefisien TLHP sebesar -1,708 menyatakan bahwa jika terjadi kenaikan

persentase tingkat penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan

sebesar 100%, akan berdampak pada penurunan jumlah temuan KPI sebesar

170,8%. Sebaliknya apabila terjadi penurunan persentase tingkat

penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan sebesar 100%,

akan berdampak terhadap kenaikan jumlah temuan KPI sebesar 170,8%.

5.3.1 Pengujian Hipotesis I

Variabel ukuran pemerintah daerah memiliki nilai signifikasi 0,027 < α =

0,05 dan nilai koefisien sebesar -0,003 serta nilai t-statistik sebesar -2,226. Tanpa

nilai negatif nilai t-statistik tersebut lebih besar dari nilai t-tabel 1,654 (lihat

lampiran 8). Hal ini menunjukkan bahwa ukuran pemerintah daerah dalam hal ini

jumlah penduduk berpengaruh negatif terhadap kelemahan sistem pengendalian

intern pemerintah daerah sehingga hipotesis pertama diterima. Jumlah

penduduk yang banyak akan membuat tekanan dan pengawasan terhadap

pengendalian intern pemerintah daerah lebih besar. Dengan demikian pemerintah

daerah terdorong untuk memiliki sistem pengendalian internal yang memadai

sebagai pertanggungjawaban publik. Hal ini berarti semakin banyak jumlah

penduduk harus didukung oleh perkembangan teknologi, informasi baik di desa

maupun di kota.

5.3.2 Pengujian Hipotesis II

Variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD) memiliki nilai signifikasi 0,000 <

α = 0,05 dan nilai koefisien sebesar 0,025 serta nilai t-statistik sebesar 4,212 yang

lebih besar dari nilai t-tabel 1,654 (lihat lampiran 8). Hal ini menunjukkan bahwa

Universitas Sumatera Utara


98

PAD berpengaruh positif terhadap kelemahan sistem pengendalian intern

pemerintah daerah sehingga hipotesis kedua diterima. Hal tersebut menunjukkan

bahwa PAD bisa menjadi obyek korupsi politik dan administrasi oleh pihak

legislatif dan eksekutif. Dikarenakan PAD yang tinggi belum tentu sistem

pengendalian internalnya semakin baik, dengan demikian mendorong pihak-pihak

yang tidak bertanggungjawab untuk menyelewengkan PAD tersebut.

5.3.3 Pengujian Hipotesis III

Variabel kompleksitas daerah dengan nilai signifikasi 0,706 > α = 0,05

dan nilai koefisien sebesar 0,009 serta nilai t-statistik sebesar 0,378 yang lebih

kecil dari nilai t-tabel 1,654 (lihat lampiran 8). Hal ini menunjukkan bahwa

kompleksitas daerah tidak berpengaruh terhadap kelemahan sistem pengendalian

intern pemerintah daerah sehingga hipotesis ketiga ditolak. Hasil ini

mengindikasikan bahwa jumlah SKPD yang besar pada suatu daerah tidak akan

mempengaruhi kenaikan atau penurunan jumlah temuan atas kelemahan sistem

pengendalian internal pemerintah. daerah. Hal ini dikarenakan jumlah SKPD yang

besar belum menjamin sistem pengendalian internalnya juga lebih baik dari

pemerintah daerah yang memiliki jumlah SKPD yang lebih sedikit.

5.3.4 Pengujian Hipotesis IV

Variabel belanja modal dengan nilai signifikasi 0,012 < α = 0,05 dan nilai

koefisien sebesar -0,008 serta nilai t-statistik sebesar -2,547. Tanpa nilai negatif

nilai t-statistik tersebut lebih besar dari nilai t-tabel 1,654 (lihat lampiran 8). Hal

ini berarti belanja modal berpengaruh signifikan terhadap kelemahan kelemahan

Universitas Sumatera Utara


99

sistem pengendalian intern pemerintah daerah. Nilai koefisien sebesar -0,008

menunjukkan hubungan yang berlawanan antara belanja modal dengan kelemahan

sistem pengendalian intern pemerintah daerah. Meskipun signifikan, hubungan

negatif belanja modal dengan kelemahan sistem pengendalian intern pemerintah

daerah berlawanan dengan hipotesis awal sehingga hipotesis keempat ditolak.

Hal ini terjadi karena pemerintah daerah yang memilki belanja modal yang tinggi

cenderung telah melakukan pengungkapan dan transparansi yang lebih memadai

sehingga memiliki sistem pengendalian intern yang lebih baik.

5.3.5 Pengujian Hipotesis V

Variabel jumlah aset daerah dengan nilai signifikasi 0,929 > α = 0,05 dan

nilai koefisien sebesar -0,000028 serta nilai t-statistik sebesar 0,089 yang lebih

kecil dari nilai t-tabel 1,654 (lihat lampiran 8). Hal ini menunjukkan bahwa

jumlah aset daerah tidak berpengaruh terhadap kelemahan sistem pengendalian

intern pemerintah daerah, oleh karena itu hipotesis kelima ditolak. Hal ini

dikarenakan permasalahan aset pada pemerintah daerah merupakan salah satu

temuan “wajib” dalam setiap laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan

pemerintah daerah setiap tahunnya, baik bagi pemerintah daerah yang memiliki

jumlah aset yang kecil maupun besar. Permasalahan SPI yang dijadikan catatan

oleh BPK-RI dalam opini atas laporan keuangan pemerintah daerah, masih

didominasi oleh masalah aset. Hal ini sudah menjadi momok seluruh pengelola

keuangan daerah karena rumitnya permasalahan yang dihadapi. Bagaikan

mengurai benang kusut, semua pihak mengerutkan kening secara mendalam untuk

memecahkan masalah ini.

Universitas Sumatera Utara


100

5.3.6 Pengujian Hipotesis VI

Variabel tingkat penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan

(TLHP) dengan nilai signifikasi 0,036 < α = 0,05 dan nilai koefisien sebesar -1,7

serta nilai t-statistik sebesar -2,120. Tanpa nilai negatif nilai t-statistik tersebut

lebih besar dari nilai t-tabel 1,654 (lihat lampiran 8). Hal ini menunjukkan bahwa

tingkat penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan (TLHP)

berpengaruh negatif terhadap kelemahan sistem pengendalian intern pemerintah

daerah sehingga hipotesis keenam diterima. Rendahnya tingkat penyelesaian

tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan dapat mengindikasikan bahwa

pemerintah daerah kelemahan sistem pengendalian intern yang tinggi karena

belum sepenuhnya berkomitmen melaksanakan rekomendasi tindak lanjut yang

diberikan oleh BPK RI.

5.3.7 Pengujian Hipotesis VII

Hasil pengujian secara simultan (uji statistik F) pada ukuran pemerintah

daerah, PAD, kompleksitas daerah, belanja modal, jumlah aset dan tingkat

penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan terhadap kelemahan

sistem pengendalian intern pemerintah daerah dapat dilihat pada tabel 5.8.

Tabel 5.8 Uji Statistik F

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.


b
1 Regression 118.653 6 19.775 4.561 .000

Residual 663.322 153 4.335

Total 781.975 159

a. Dependent Variable: FICW


b. Predictors: (Constant), TLHP, UKURAN in thousands, KOMPLEKSITAS, MODAL in billion,
ASET in billion, PAD in billion

Sumber : hasil penelitian, 2017 (data diolah pada lampiran 6)

Universitas Sumatera Utara


101

Berdasarkan tabel 5.8. diatas, diketahui nilai F hitung 4,561 lebih besar

dari nilai F tabel 2,16 (lihat lampiran 9) dengan nilai signifikansi F 0,000 < α =

0,05 menunjukkan bahwa variabel ukuran pemerintah daerah, PAD, kompleksitas

daerah, belanja modal, jumlah aset dan tingkat penyelesaian tindak lanjut

rekomendasi hasil pemeriksaan secara bersama-sama berpengaruh terhadap

kelemahan sistem pengendalian intern pemerintah daerah, sehingga hipotesis

ketujuh diterima.

5.3.8 Uji Koefisien Determinasi (R2)

Tabel 5.9 Nilai Koefisien Determinasi (R2)

Adjusted R Std. Error of


Model R R Square Square the Estimate
a
1 .590 .452 .418 2.082
a. Predictors: (Constant), TLHP, UKURAN in thousands, KOMPLEKSITAS, MODAL in billion,
ASET in billion, PAD in billion
b. Dependent Variable: FICW

Sumber : hasil penelitian, 2017 (data diolah pada lampiran 6)

Berdasarkan hasil pengujian pada tabel 5.8. diperoleh nilai R sebesar

0,590, hal ini menunjukkan bahwa variabel ukuran pemerintah daerah, PAD,

kompleksitas daerah, belanja modal, jumlah aset dan tingkat penyelesaian tindak

lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan mempunyai pengaruh yang cukup kuat

terhadap kelemahan sistem pengendalian intern pemerintah daerah. Sedangkan

nilai R square (R2) atau nilai koefisien determinasi bertujuan mengukur besarnya

kemampuan model untuk menerangkan variasi variabel dependen. Jika

independen variabel lebih dari satu, maka sebaiknya untuk melihat kemampuan

variabel menjelaskan variabel dependen, nilai yang digunakan adalah nilai

Universitas Sumatera Utara


102

adjusted R2. Nilai Adjusted R2 sebesar 0,418 mempunyai arti bahwa 41,8% faktor-

faktor kelemahan sistem pengendalian intern pemerintah daerah dapat dijelaskan

oleh variabel ukuran pemerintah daerah, PAD, kompleksitas daerah, belanja

modal, jumlah aset dan tingkat penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil

pemeriksaan dan sisanya sebesar 0,582 atau 58,2% dapat dijelaskan oleh variabel

lain di luar model penelitian ini.

5.4 Pembahasan

Hasil pengujian hipotesis menyimpulkan bahwa secara parsial ukuran

pemerintah daerah, PAD, belanja modal dan tingkat penyelesaian tindak lanjut

rekomendasi hasil pemeriksaan berpengaruh signifikan terhadap kelemahan

sistem pengendalian intern pemerintah daerah. Sedangkan secara simultan ukuran

pemerintah daerah, PAD, kompleksitas daerah, belanja modal, jumlah aset dan

tingkat penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan berpengaruh

terhadap kelemahan sistem pengendalian intern pemerintah daerah di Provinsi

Sumatera Utara. Secara rinci dijelaskan sebagai berikut :

5.4.1 Pengaruh ukuran pemerintah daerah terhadap kelemahan sistem


pengendalian intern pemerintah daerah

Hasil pengujian pengaruh variabel ukuran pemerintah daerah secara

parsial terhadap variabel kelemahan sistem pengendalian intern pemerintah daerah

menunjukkan tingkat signifikasi sebesar 0,027 yang lebih kecil dari α = 0,05 dan

koefisien regresi sebesar -0,003. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran pemerintah

daerah dalam hal ini jumlah penduduk berpengaruh signifikan secara negatif

Universitas Sumatera Utara


103

terhadap variabel kelemahan sistem pengendalian intern pemerintah daerah.

Kabupaten atau Kota di Sumatera Utara yang memiliki jumlah penduduk

yang besar cenderung memiliki kelemahan sistem pengendalian intern yang lebih

sedikit dibanding Kabupaten dan Kota yang memiliki jumlah penduduk yang

sedikit. Hal ini disebabkan jumlah penduduk yang banyak akan membuat tekanan

dan pengawasan terhadap sistem pengendalian intern pemerintah daerah lebih

besar. Dengan demikian pemerintah daerah terdorong untuk memiliki sistem

pengendalian internal yang memadai sebagai bentuk pertanggungjawaban publik.

Tekanan jumlah penduduk tersebut didukung oleh berkembangnya teknologi

informasi dan media masa di daerah perkotaan hingga pedesaan di Sumatera

Utara.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Hartono (2014), Yamin (2015) serta Martani dan Zaelani (2011) yang

menemukan pengaruh hubungan negatif antara jumlah penduduk terhadap

kelemahan sistem pengendalian intern pemerintah daerah. Penelitian yang

dilakukan Hartono (2014) menunjukkan hasil variabel size yang diproksikan

dengan jumlah penduduk berpengaruh sigifikan negatif terhadap kelemahan

pengendalian intern dengan nilai probabilitas 0,014. Penelitian Yamin (2015)

menghasilkan variabel jumlah penduduk dengan nilai probabilitas 0,000 dan nilai

koefisien sebesar -0,691 serta penelitian Martani dan Zaelani (2011)

menyimpulkan hal yang sama dengan nilai probabilitas 0,0001 dan nilai koefisien

-1,7773.

Universitas Sumatera Utara


104

5.4.2 Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap kelemahan sistem


pengendalian intern pemerintah daerah

Hasil pengujian pengaruh variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara

parsial terhadap variabel kelemahan sistem pengendalian intern pemerintah daerah

menunjukkan tingkat signifikasi sebesar 0,000 yang lebih kecil dari α = 0,05 dan

koefisien regresi sebesar 0,025. Hal ini menunjukkan bahwa PAD berpengaruh

signifikan secara positif terhadap variabel kelemahan sistem pengendalian intern

pemerintah daerah.

Hasil ini mengindikasikan bahwa Kabupaten atau Kota di Sumatera Utara

yang memiliki PAD yang tinggi cenderung memiliki temuan kelemahan sistem

pengendalian intern yang lebih banyak. Dapat disimpulkan bahwa PAD masih

menjadi salah satu objek masalah pengendalian intern di Sumatera Utara. Oleh

karenanya perlu ditingkatkan pengendalian intern atas sumber pendapatan pada

Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Martani dan Zaelani (2011) yang menyatakan bahwa pemerintah daerah yang

memiliki PAD yang tinggi akan memiliki kelemahan sistem pengendalian intern

yang lebih banyak dengan nilai koefisien untuk variabel porsi PAD sebesar

3,3047 dan nilai t statistik sebesar 1,2962 lebih besar dari t tabel. Hasil penelitian

ini juga mendukung penelitian sebelumnya oleh Petrovits, Shakespeare, dan Shih

(2010) yang menyimpulkan bahwa kompleksitas yang diukur dari banyaknya

jumlah sumber pendapatan membuat masalah pengendalian intern meningkat.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kristanto

(2009), Hartono (2014) dan Puspitasari (2013) yang menyatakan bahwa PAD

Universitas Sumatera Utara


105

tidak berpengaruh terhadap kelemahan sistem pengendalian intern pemerintah

daerah.

5.4.3 Pengaruh kompleksitas daerah terhadap kelemahan sistem


pengendalian intern pemerintah daerah

Hasil pengujian pengaruh variabel kompleksitas daerah secara parsial

terhadap variabel kelemahan sistem pengendalian intern pemerintah daerah

menunjukkan tingkat signifikasi sebesar 0,706 yang lebih besar dari α = 0,05 dan

koefisien regresi sebesar 0,009. Hal ini menunjukkan bahwa kompleksitas daerah

tidak berpengaruh terhadap kelemahan sistem pengendalian intern pemerintah

daerah.

Hasil ini mengindikasikan bahwa jumlah SKPD pada Kabupaten atau Kota

di Sumatera Utara tidak mempengaruhi jumlah temuan kelemahan sistem

pengendalian intern pada Kabupaten atau Kota terkait. Kabupaten atau Kota yang

memiliki jumlah SKPD yang banyak belum tentu lebih kompleks. Hal ini

disebabkan setiap SKPD relatif tidak jauh berbeda, melaksanakan fungsi yang

sama dan lingkup kerja yang sederhana. Jadi meskipun jumlah SKPD banyak

tidak menjadikan pemerintah daerah Kabupaten/Kota lebih sulit melakukan

pengaturan dan kompleks.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Martani dan Zaelani (2011) yang tidak menemukan hubungan antara kompleksitas

yang diukur dengan jumlah kecamatan dan jumlah penduduk terhadap kelemahan

sistem pengendalian intern pemerintah daerah dengan hasil nilai koefisien sebesar

0,06208 dan nilai t statistik 1,0383 lebih kecil dari t tabel. Hasil penelitian ini

berbeda dengan dugaan awal yang didasarkan pada penelitian Doyle et al (2007),

Universitas Sumatera Utara


106

Hartono (2014), Fauza (2015) dan Puspitasari (2013) yang menemukan pengaruh

hubungan yang positif antara kompleksitas daerah terhadap kelemahan sistem

pengendalian intern pemerintah daerah.

5.4.4 Pengaruh belanja modal terhadap kelemahan sistem pengendalian


intern pemerintah daerah

Hasil pengujian pengaruh variabel belanja modal secara parsial terhadap

variabel kelemahan sistem pengendalian intern pemerintah daerah menunjukkan

tingkat signifikasi sebesar 0,012 yang lebih kecil dari α = 0,05 dan koefisien

regresi sebesar -0,008. Hal ini menunjukkan bahwa belanja modal berpengaruh

negatif signifikan terhadap variabel kelemahan sistem pengendalian intern

pemerintah daerah.

Hasil tersebut mengindikasikan bahwa Kabupaten atau Kota di Sumater

Utara yang memiliki nilai realisasi belanja modal yang tinggi cenderung memiliki

jumlah kelemahan sistem pengendalian intern yang kecil. Hal tersebut disebabkan

karena sejak semakin maraknya penangkapan pejabat daerah dan anggota DPRD

di lingkungan pemerintah daerah Sumatera Utara ke pengadilan akibat kasus

korupsi terhadap APBD, terutama terkait pengadaan atau proyek, serta banyaknya

temuan BPK terkait belanja modal yang merekomendasikan untuk pengembalian

kerugian daerah membuat Belanja Modal sebagai salah satu obyek yang mendapat

perhatian khusus (pengawasan) dalam peruntukannya dengan tujuan agar

Pemerintah Daerah efektif melakukan kebijakan demi kepentingan rakyat banyak.

Hal ini mendorong pemerintah daerah untuk senantiasa profesional, transparan,

akuntabel, efisien dan efektif mulai dari tahap perencanaan, pendistribusian,

pemanfaatan serta pengawasan anggaran belanja modal dalam rangka

Universitas Sumatera Utara


107

meminimalisir temuan atas kelemahan sistem pengendalian intern terkait belanja

modal.

Hasil penelitian ini berbeda dengan dugaan awal yang didasarkan pada

penelitian Ika Nurwati (2015) yang menemukan bahwa belanja modal

berpengaruh signifikan positif terhadap kelemahan sistem pengendalian internal

dengan hasil nilai koefisien sebesar 2,478 dan nilai probabilitas 0,017. Hasil

penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kristanto (2009)

yang menemukan pengaruh hubungan negatif antara belanja modal dengan

kelemahan sistem pengendalian intern dengan p-value Belanja Modal sebesar

0,860 dan koefisien regresi bernilai negatif sebesar -0,662.

5.4.5 Pengaruh aset terhadap kelemahan sistem pengendalian intern


pemerintah daerah

Hasil pengujian pengaruh variabel jumlah aset secara parsial terhadap

variabel kelemahan sistem pengendalian intern pemerintah daerah menunjukkan

tingkat signifikasi sebesar 0,929 yang lebih besar dari α = 0,05 dan koefisien

regresi sebesar -0,000028. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah aset daerah tidak

berpengaruh terhadap variabel kelemahan sistem pengendalian intern pemerintah

daerah. Hal ini disebabkan karena pemerintah daerah kabupaten/kota di Provinsi

Sumatera Utara baik yang memiliki total nilai aset kecil maupun besar pasti

memiliki temuan kelemahan SPI terkait aset. Berdasarkan IHPS I BPK RI Tahun

2016, seluruh pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara masih

menyajikan akun aset tetap tidak sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan

(SAP) pada LKPD tahun 2015. Kelemahan SPI yang sering terjadi terkait aset

antara lain masalah pengendalian aset tetap yang belum memadai, seperti

Universitas Sumatera Utara


108

kapitalisasi aset tetap yang tidak tepat, perbedaan pencatatan antara saldo aset

tetap dengan dokumen sumber dan pencatatan aset tetap yang tidak sesuai dengan

jumlah dan kondisi riil aset tersebut.

Permasalahan aset sudah menjadi momok seluruh pengelola keuangan

daerah karena rumitnya permasalahan yang dihadapi bagaikan mengurai benang

kusut. Pelaporan aset daerah merupakan bagian dari penatausahaan aset daerah

yang wajib ditegakkan oleh setiap penyelenggara pemerintahan. Dalam

pengelolaan aset daerah, terdapat beberapa titik rawan seperti pada tahap

perencanaan, pengadaan, pemeliharaan dan penghapusan. Namun dalam

praktiknya, hal-hal tersebut kurang mendapat perhatian lebih dari pemerintah

daerah. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

mengatur setiap Kepala Pemerintah Pusat dan Daerah untuk

mempertanggungjawabkan pelaksanaan APBN/APBD, dimana salah satunya

adalah menyusun Laporan Keuangan Pemerintah Pusat/Daerah. Peraturan

Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik

Negara/Daerah, juga mengatur setiap Pengelola Barang harus menyusun Laporan

Barang Milik Negara/Daerah yang digunakan sebagai bahan untuk menyusun

neraca Pemerintah Pusat/Daerah. Peraturan-peraturan ini masih diikuti ketentuan

lain yang pada intinya mewajibkan kepada seluruh penyelenggaran pemerintahan

untuk melakukan pelaporan aset negara secara transparan dan akuntabel.

Untuk memberikan jaminan yang memadai bahwa pelaporan aset negara

telah dilakukan dengan baik, perlu dibangun sebuah sistem pengendalian intern

(SPI) atas hal tersebut. SPI atas pelaporan aset negara dapat mencegah terjadinya

penyimpangan yang dapat dijadikan dasar bagi auditor eksternal (BPK-RI) dalam

Universitas Sumatera Utara


109

pemberian catatan yang tidak diharapkan pada hasil auditnya. Yang utama,

dengan SPI yang andal, aset negara dapat terjaga keamanan dan keberadaannya

(BPKP, 2009).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Fauza (2015) yang tidak

menemukan pengaruh antara jumlah aset terhadap kelemahan sistem pengendalian

intern dengan hasil nilai t hitung 0,813 lebih kecil dari t tabel dannilai signifikansi

0,419 lebih besar dari 0,005. Hasil penelitian ini berbeda dengan dugaan awal

yang didasarkan pada penelitian Prabowo dkk (2008) yang menemukan pengaruh

hubungan positif antara total aset dengan kelemahan sistem pengendalian intern

perusahaan.

5.4.6 Pengaruh tingkat penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil


pemeriksaan (TLRHP) terhadap kelemahan sistem pengendalian
intern pemerintah daerah

Hasil pengujian pengaruh variabel ukuran pemerintah daerah secara

parsial terhadap variabel kelemahan sistem pengendalian intern pemerintah daerah

menunjukkan tingkat signifikasi sebesar 0,036 yang lebih kecil dari α = 0,05 dan

koefisien regresi sebesar -1,7. Hal ini menunjukkan bahwa variabel tingkat

penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan (TLRHP) berpengaruh

negatif signifikan terhadap variabel kelemahan sistem pengendalian intern

pemerintah daerah.

Hasil ini menunjukkan bahwa Kabupaten atau Kota di Sumatera Utara

yang memiliki persentase tingkat penyelesaian TLRHP yang rendah cenderung

memiliki jumlah kelemahan sistem pengendalian intern yang lebih besar.

Rendahnya tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan pada Kabupaten atau

Universitas Sumatera Utara


110

Kota di Sumatera Utara dapat menjadi indikasi bahwa pemerintah daerah

memiliki kelemahan sistem pengendalian yang tinggi karena belum sepenuhnya

berkomitmen melaksanakan rekomendasi tindak lanjut yang diberikan oleh BPK

RI. Hal tersebut sesuai dengan daftar rekapitulasi hasil pemantauan TLHP

pemerintah daerah yang terdapat dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan BPK RI I

Tahun 2016, bahwa untuk peride tahun 2016 – semester I 2016 persentase jumlah

rekomendasi yang telah ditindaklanjuti sesuai dengan rekomendasi hanya sebesar

41,6%, belum sesuai dengan rekomendasi dan/ atau dalam proses tindak lanjut

36,6%, belum ditindaklanjuti sebesar 21,7% dan tidak dapat ditindaklanjuti 0,1%.

Berdasarkan Indikator Kinerja Utama (IKU) BPK RI, target rekomendasi hasil

pemeriksaan yang harus ditindaklanjuti diatas 60%. Secara garis besar, temuan

pemeriksaan BPK RI atas sistem pengendalian intern terkait tindak lanjut hasil

pemeriksaan diketahui bahwa masih banyak temuan hasil pemeriksaan yang

masih belum ditindaklanjuti karena beberapa faktor seperti kemauan dalam

menindaklanjuti adanya penyimpangan, pelanggaran atas kode etik, dan

ketidakefektifan SPI belum memadai serta kelemahan dalam evaluasi

pengendalian intern.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Yamin (2015) yang menemukan bahwa tingkat penyelesaian tindak lanjut

rekomendasi hasil pemeriksaan berpengaruh negatif signifikan terhadap

kelemahan sistem pengendalian intern, dimana variabel tingkat penyelesaian

tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan memiliki nilai probabilitas 0,025 dan

nilai koefisien sebesar 0,013. Demikian juga dengan penelitian Setyaningrum

(2014) yang menemukan bahwa tingkat penyelesaian tindak lanjut rekomendasi

Universitas Sumatera Utara


111

hasil pemeriksaan berpengaruh negatif signifikan terhadap temuan audit dengan

nilai koefisien regresi -2,024 serta nilai probabilitas 0,001 pada tingkat

signifikansi 0,05.

Universitas Sumatera Utara


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor penentu jumlah temuan

kelemahan sistem pengendalian intern pada pemerintah Kabupaten/Kota di

provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis dan

pembahasan penelitian yang telah diuraikan di atas, dapat ditarik beberapa

kesimpulan, yaitu:

1. Ukuran pemerintah daerah berpengaruh negatif signifikan terhadap

kelemahan sistem pengendalian intern pemerintah daerah pada Pemerintah

Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.

2. PAD berpengaruh positif signifikan terhadap kelemahan sistem pengendalian

intern pemerintah daerah pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi

Sumatera Utara.

3. Kompleksitas daerah tidak berpengaruh terhadap kelemahan sistem

pengendalian intern pemerintah daerah pada Pemerintah Kabupaten/Kota di

Provinsi Sumatera Utara.

4. Belanja modal berpengaruh negatif signifikan terhadap kelemahan sistem

pengendalian intern pemerintah daerah pada Pemerintah Kabupaten/Kota di

Provinsi Sumatera Utara.

112

Universitas Sumatera Utara


113

5. Jumlah aset tidak berpengaruh terhadap kelemahan sistem pengendalian

intern pemerintah daerah pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi

Sumatera Utara.

6. Tingkat penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan (TLRHP)

berpengaruh negatif signifikan terhadap kelemahan sistem pengendalian

intern pemerintah daerah pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi

Sumatera Utara.

7. Ukuran pemerintah daerah, PAD, kompleksitas daerah, belanja modal, jumlah

aset dan tingkat penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan

secara bersama-sama berpengaruh terhadap kelemahan sistem pengendalian

intern pemerintah daerah pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi

Sumatera Utara.

6.2. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki keterbatasan antara lain sebagai berikut:

1. Penelitian ini hanya terfokus pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara saja

dan periode yang dipakai oleh peneliti hanya 5 tahun.

2. Penelitian ini hanya menggunakan 7 variabel, yaitu 1 variabel dependen

yaitu kelemahan sistem pengendalian intern dan 6 variabel independen yaitu

ukuran pemerintah daerah, PAD, kompleksitas daerah, belanja modal,

jumlah aset dan tingkat penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil

pemeriksaan.

Universitas Sumatera Utara


114

3. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Badan

Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pusat Statistik (BPS) serta Badan

Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sumatera Utara yang

memuat data mengenai Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)

Provinsi Sumatera Utara dan data-data lain yang diperlukan untuk

mendukung penelitian ini.

6.3. Saran

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan masukan

yang dapat memotivasi penelitian yang akan datang, untuk melakukan penelitian

lebih lanjut yang berkaitan dengan kinerja pengelola keuangan daerah. Beberapa

saran dari peneliti adalah sebagai berikut:

1. Pemerintah daerah diharapkan dapat terus meningkatkan kualitas

pengendalian intern agar bisa mengurangi temuan dan kasus kelemahan

sistem pengendalian intern pemerintah. Untuk menjawab tuntutan

akuntabilitas masyarakat yang tinggi, pemerintah daerah harus lebih

transparan dalam pengelolaan dan pelaporan keuangan, sehingga dapat

meminimalkan lemahnya pengendalian internal. Sebagai upaya untuk

meningkatkan tingkat penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil

pemeriksaan, pemerintah daerah harus memiliki komitmen yang kuat serta

menyelenggarakan komunikasi yang efektif dengan pihak BPK RI agar

mendapatkan solusi dalam penyelesaian rekomendasi tindak lanjut.

memperbaiki prosedur pengendalian intern yang ada di daerahnya dan

meningkatkan pemantauan pengendalian untuk mencegah terjadinya kasus

Universitas Sumatera Utara


115

kecurangan, dikarenakan kedua komponen ini menjadi faktor penyebab

terbesar kasus kecurangan akibat kelemahan pengendalian intern yang ada di

daerah.

2. Menambahkan cakupan jumlah sampel dengan memperluas wilayah

penelitian tidak hanya di Sumatera Utara tetapi seperti seluruh pulau

Sumatera atau seluruh provinsi di Indonesia, sehingga tingkat generalisasinya

lebih baik.

3. Menambah periode pengamatan yang lebih panjang, sehingga hasil yang

diperoleh akan lebih menjelaskan gambaran kondisi yang sesungguhnya.

4. Meneliti kembali variabel kompleksitas dan aset yang pada penelitian ini

tidak berpengaruh terhadap kelemahan sistem pengendalian intern pemerintah

daerah serta menambahkan beberapa variabel lain sebagai faktor yang dapat

mempengaruhi kelemahan sistem pengendalian intern pemerintah daerah,

seperti tingkat pendapatan yang diperoleh dari Pemerintah Pusat (DAU).

5. Selain data sekunder juga menggunakan data primer, seperti kuesioner

ataupun interview ke kantor pemerintah atau institusi pemerintah lain untuk

mengetahui informasi lebih lengkap mengenai sistem pengendalian intern

pada pemerintah daerah.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Arens, Alvin A., Randal, J Elder., and Mark S. Beasley. 2008. Auditing and
Assurance Services, Twelfth Edition. Terjemahan Herman Wibowo. Jakarta.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. 2009. Pengendalian Intern Atas
Pelaporan Aset Negara. Warta Pengawasan Vol XVI/2/Juni 2009.
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan
Semester I tahun 2012. http://www.bpk.go.id. Diakses pada 8 Januari 2017.
----- Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II tahun 2012. http://www.bpk.go.id.
Diakses pada 8 Januari 2017.
----- Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I tahun 2013. http://www.bpk.go.id.
Diakses pada 8 Januari 2017.
----- Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II tahun 2013. http://www.bpk.go.id.
Diakses pada 8 Januari 2017.
----- Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I tahun 2014. http://www.bpk.go.id.
Diakses pada 8 Januari 2017.
----- Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II tahun 2014. http://www.bpk.go.id.
Diakses pada 8 Januari 2017.
----- Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I tahun 2015. http://www.bpk.go.id.
Diakses pada 8 Januari 2017.
----- Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II tahun 2015. http://www.bpk.go.id.
Diakses pada 8 Januari 2017.
----- Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I tahun 2016. http://www.bpk.go.id.
Diakses pada 8 Januari 2017.
----- Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II tahun 2016. http://www.bpk.go.id.
Diakses pada 15 April 2017.
Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk,
dan Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota. https://sumut.bps.go.id.
Diakses pada 10 Januari 2017.
Bonner, S. E. 1994. A Model of The Effects of Audit Task Complexity, Accounting,
Organizations and Society. 19 (3): 213-234.
Doyle, Jeffrey, Weili Ge, dan Sarah McVay. 2007. Determinants of Weaknesses
in Internal Control Over Financial Reporting. Journal of accounting and
Economics, 44, 193-223.

116
Universitas Sumatera Utara
119

Fama, Eugene F. dan Michael C. Jensen. 1983. Agency Problems and Residual
Claims. Journal of Law and Economics, Vol. 26, No. 2. The University of
Chicago Press.
Fauza, Nailatul. 2015. Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi kelemahan
pengendalian intern Pemerintah Daerah. Jom FEKON Vol. 2 No. 2 Oktober
2015.
Ghozali, Imam. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS
21. Semarang: Badan Penerbit UNDIP
Halim, Abdul dan Syukriy Abdullah. 2006a. Hubungan dan Masalah Keagenan di
Pemerintah Daerah: (Sebuah Peluang Penelitian Anggaran dan Akuntansi).
Jurnal Akuntansi Pemerintah. Vol. 2, No. 1.
----- 2006b. Studi atas Belanja Modal pada Anggaran Pemerintah Daerah dalam
Hubungannya dengan belanja Pemeliharaan dan Sumber Pendapatan. Jurnal
Akuntansi Pemerintah. Vol. 2, No. 2.
Hartono, Amir Mahmud, dan Nanik S.U. 2014. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kelemahan pengendalian intern pemerintah daerah. Prosiding Simposium
Nasional Akuntansi XVII Mataram.
Ferri, Michael G. dan Wesley H. Jones. 1996. Determinants of Financial
Structure: A New Methodological Approach. The Journal of Finance Vol. 34,
No. 3 (Jun., 1979), pp. 631-644. American Finance Association.

Krismiaji. 2002. Sistem Informasi Akuntansi. Yogyakarta : UPP AMP YKPN


Kristanto, Septian Bayu. 2009. Pengaruh Ukuran Pemerintah Daerah, Pendapatan
Asli Daerah, dan Belanja Modal sebagai Prediktor Kelemahan Pengendalian
Intern. Jurnal Akuntansi UKRIDA, Volume 9, No. 1.
Lane, Jan-Erik. 2000. New Public Management. London : Routledge.
Larasati Agustina dan Supatmi. 2013. Pengungkapan Informasi aset keuangan dan
Impairment-nya di Perbankan menurut PSAK 50 dan 60. Publikasi Ilmiah
UMS.Fakultas Ekonomika dan Bisnis, UKSW Salatiga. ISBN: 978-602-
70429-1-9.http://publikasiilmiah.ums.ac.id/handle/123456789/4650. Diakses
pada 20 Januari 2017. Hal.296-309.
Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta:
Penerbit Andi.
Mardiasmo. 2011. Perpajakan. Edisi Revisi 2011, Yogyakarta: Penerbit Andi.
Martani dan Zaelani. 2011. Pengaruh Ukuran, Pertumbuhan, dan Kompleksitas
terhadap Pengendalian Intern Pemerintah Daerah Studi Kasus di Indonesia.
Simposium Nasional Akuntansi XIV Aceh 2011.
Mulyadi. 2002. Auditing. Buku 1, Edisi Enam, Jakarta: Salemba Empat.

Universitas Sumatera Utara


119

Nurwati, Ika. 2015. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Kelemahan


Pengendalian Internal Pemerintah Daerah. Naskah Publikasi. Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2017
Tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara
Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2017
Tentang Pemantauan Pelaksanaan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil
Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan.
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah
Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan
Barang Daerah
Petrovits, Christine, Shakespeare, Chaterine, dan Shih, Aimee. (2010). The Causes
and Consequences on Internal Control Problems in Nonprofit Organizations.
The Accounting Review: January 2011, Vol. 86, No. 1, pp. 325-357.
PMK No. 91/PMK.06/2007 Tentang Bagan Akuntansi Standar
PMK No. 101/PMK.02/2011 Tentang Klasifikasi Anggaran
Prabowo, Ronny, Hosanna Christy W, Benedicta Dhias Ayu Nita Sari. 2008. What
Determines Internal Control Weakness? An Empirical Analysis Of State-
Owned Enterprises Audited By State Audit Agency. Prosiding Simposium
Nasional Akuntansi XI Pontianak.
Puspitasari, Titus. 2013. Pengaruh Tingkat Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan
Asli Daerah (PAD), dan Kompleksitas Daerah (SKPD) terhadap Kelemahan
Pengendalian Intern Pemerintah Daerah. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Sekaran, U., dan R. Bougie. 2013. Research Methods for Business, 6e. West
Sussex: John Wiley & Sons.
Setyaningrum, Dyah, Lindawati Gani, Dwi Martani, dan Cris Kuntadi. 2014.
Pengaruh kualitas auditor dan pengawasan legislatif terhadap temuan audit
dengan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan sebagai variabel
intervening. Prosiding Simposium Nasional Akuntansi XVII Mataram.
Standar Profesional Akuntan Publik SA Seksi 319
The Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission
(COSO). 1999. Fraudulent Financial Reporting : 1987 – 1997, An Analysis
of U.S. Public Company.
Tricker, Bob. 2015. Corporate Governance: Principles, Policies and Practices.
Oxford University Press.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara

Universitas Sumatera Utara


119

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara


Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan, Pengelolaan dan
Tanggung jawab Keuangan Negara

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah


Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan retribusi
Daerah
Warren. 2003. Accounting. 20th edition. South Western. Mason- Ohio.
Wood, Robert E. 1986. Task complexity: Definition of the construct.
Organizational Behaviour and Human Decision Processes, vol. 37, issue 1,
pages 60-82.

Yamin, Ridha dan Sutaryo. 2015. Faktor Penentu Jumlah Temuan Kelemahan
Sistem Pengendalian Intern pada Pemerintah Daerah di Indonesia. Prosiding
Simposium Nasional Akuntansi XVIII Medan.

Universitas Sumatera Utara


120

LAMPIRAN 1

Rencana Waktu Penelitian

Waktu
No. Kegiatan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt

1. Pembuatan Proposal

2. Pra survey

3. Seminar Proposal

4. Pengumpulan Data

5. Komunikasi Data

6. Analisis Data

7. Penulisan Laporan

8. Seminar Hasil

9. Perbaikan seminar
hasil

10. Ujian Tesis

Universitas Sumatera Utara


121

LAMPIRAN 2

Data Awal

TINGKAT JUMLAH
KOMPLE REALISASI
PEMERINTAH TAHUN UKURAN PENYELE TEMUAN
REALISASI PAD KSITAS BELANJA JUMLAH ASET
NO. KABUPATEN/ PENELIT PEMDA SAIAN KELEMA
(X2) DAERAH MODAL (X5)
KOTA IAN (X1) TLRHP HAN SPI
(X3) (X4)
(X6) (Y)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2011 1.807.173 213.791.544.829 53 314.745.971.384 3.644.640.404.803 33% 6
2012 1.845.615 291.017.501.163 53 334.254.373.140 4.016.864.709.004 54% 6
1 DELI SERDANG 2013 1.886.388 328.348.147.362 53 352.334.308.750 4.245.917.800.904 56% 10
2014 1.984.598 433.885.507.126 53 553.705.889.983 5.751.235.301.422 44% 5
2015 2.029.308 515.293.681.488 53 491.710.226.083 4.659.732.843.851 33% 16
2011 976.582 34.540.642.904 55 119.040.073.620 2.151.392.998.663 37% 6
2012 976.885 129.242.580.780 56 255.052.590.451 2.560.852.328.074 46% 4
2 LANGKAT 2013 978.734 65.521.499.189 56 308.212.154.953 3.025.497.666.371 27% 4
2014 1.005.965 107.811.975.547 56 329.542.794.732 3.813.194.846.018 45% 9
2015 1.013.385 122.715.359.910 56 497.257.525.402 3.297.399.848.219 43% 7
2011 599.941 35.894.399.483 47 124.131.684.996 775.795.538.017 55% 6
2012 604.026 39.274.569.799 47 148.712.581.273 989.376.046.201 46% 8
SERDANG
3 2013 605.583 50.371.732.820 47 250.621.747.883 1.289.723.462.264 53% 5
BEDAGAI
2014 606.367 74.762.406.401 47 183.438.585.022 1.636.733.760.812 45% 5
2015 608.691 80.141.929.203 47 198.977.836.649 1.223.700.739.949 37% 6
2011 354.242 35.363.329.911 49 128.447.914.559 1.695.729.276.063 46% 5
2012 358.823 41.242.973.174 49 153.195.511.970 1.891.271.196.161 49% 6
4 KARO 2013 363.755 46.342.693.862 49 245.358.709.245 2.125.571.240.466 49% 7
2014 382.622 72.914.095.471 49 155.665.020.656 2.427.251.230.467 37% 6
2015 389.591 87.644.277.141 51 300.098.182.224 1.890.653.365.765 35% 5
2011 272.578 17.673.471.407 44 74.602.211.906 1.481.002.744.960 43% 5
2012 273.394 20.911.510.364 44 97.984.281.704 1.565.296.650.076 54% 6
5 DAIRI 2013 276.238 29.933.428.377 44 138.859.862.065 1.738.218.936.594 47% 7
2014 277.575 53.525.854.131 44 155.712.106.277 2.053.990.936.013 34% 5
2015 279.090 58.791.848.521 44 180.098.060.210 1.697.871.314.268 27% 4
2011 40.884 6.306.028.983 29 113.486.210.208 755.424.255.092 61% 7
2012 41.492 6.353.111.715 29 70.238.473.383 894.037.549.377 60% 12
PAKPAK
6 2013 42.144 9.080.676.937 29 147.986.633.379 1.074.107.609.140 60% 4
BHARAT
2014 44.250 15.388.657.986 29 144.433.402.509 1.261.649.877.269 45% 3
2015 45.516 15.880.335.074 31 156.407.389.643 849.891.874.311 40% 8
2011 825.366 42.543.353.964 69 132.102.432.647 1.448.730.454.688 13% 5
2012 830.986 61.246.499.257 69 314.891.538.115 1.740.066.094.697 10% 4
2013 833.251 97.914.775.901 68 234.348.465.383 1.909.964.822.454 13% 9
7 SIMALUNGUN
2014 844.033 96.390.208.715 68 226.370.774.680 1.851.585.347.710 21% 6

2015 849.405 111.893.282.770 71 185.676.905.078 2.773.651.761.567 27% 10

Universitas Sumatera Utara


124

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2011 674.521 31.844.327.602 58 179.238.413.813 1.377.039.680.603 47% 7
2012 677.876 37.894.587.647 58 259.227.355.626 1.657.137.846.372 62% 6
8 ASAHAN 2013 681.794 53.691.705.753 58 271.753.134.393 2.727.281.811.390 64% 8
2014 699.720 91.468.218.559 58 424.188.251.104 3.519.069.851.393 59% 5
2015 706.283 98.279.308.429 59 227.438.269.630 3.070.087.162.948 50% 9
2011 174.748 14.117.728.012 47 104.552.700.599 1.053.837.126.093 40% 9
2012 174.865 16.542.682.536 47 153.980.867.116 1.343.730.899.574 44% 6
9 TOBA SAMOSIR 2013 175.069 19.803.160.418 47 125.576.942.925 1.560.847.716.616 41% 5
2014 178.568 26.014.430.212 47 156.147.145.528 1.717.777.588.468 53% 7
2015 179.704 30.952.610.879 48 154.106.801.573 1.521.423.381.803 40% 10
2011 120.772 14.201.578.952 35 119.695.960.249 711.541.497.387 17% 9
2012 121.594 17.459.630.443 35 85.423.664.353 1.386.688.039.444 14% 7
10 SAMOSIR 2013 121.924 26.661.345.261 35 162.439.730.267 1.567.827.175.812 23% 5
2014 123.065 36.849.574.657 35 167.757.876.129 1.766.393.581.468 23% 6
2015 123.789 34.297.498.964 35 181.611.818.940 1.262.187.078.914 28% 9
2011 281.868 36.063.155.709 47 188.143.607.676 1.184.407.711.364 23% 10
2012 283.871 34.023.120.253 47 171.508.170.212 1.340.616.235.216 37% 6
TAPANULI
11 2013 286.118 37.954.419.662 47 206.895.522.616 1.558.477.066.573 29% 9
UTARA
2014 290.864 63.696.097.399 47 146.464.311.063 1.694.735.187.365 61% 5
2015 293.399 82.753.547.211 48 240.549.906.381 1.872.406.135.190 47% 8
2011 173.255 12.870.031.746 35 78.728.758.021 1.021.457.460.755 59% 6
2012 174.765 17.901.926.972 35 124.492.942.798 1.207.679.958.696 58% 6
HUMBANG
12 2013 176.429 17.632.873.686 36 190.867.255.137 1.466.887.942.202 45% 6
HASUNDUTAN
2014 181.026 29.491.349.500 36 223.948.003.511 1.691.032.069.997 40% 6
2015 182.991 35.237.805.568 36 196.275.196.973 1.543.303.952.726 56% 9
2011 314.142 18.209.682.593 51 99.683.221.951 1.381.286.548.185 55% 6
2012 318.908 21.136.802.117 51 154.199.798.334 1.171.046.787.212 71% 7
TAPANULI
13 2013 324.006 23.210.742.293 51 258.593.437.036 1.455.706.751.126 45% 5
TENGAH
2014 342.902 55.364.392.069 51 102.210.555.843 1.624.972.176.639 31% 8
2015 350.017 65.224.735.174 51 223.714.622.144 1.359.209.265.819 23% 6
2011 266.282 57.463.805.227 45 137.835.762.978 1.226.048.591.068 32% 9
2012 268.095 56.160.143.107 45 194.193.714.364 1.530.288.961.801 77% 6
TAPANULI
14 2013 268.824 69.220.483.496 45 267.454.272.679 1.787.356.740.504 64% 6
SELATAN
2014 273.132 95.588.202.103 45 222.350.225.386 2.033.772.553.837 81% 6
2015 275.098 109.349.451.811 45 303.915.012.639 1.741.870.850.744 78% 5
2011 227.365 7.628.252.033 38 130.125.820.248 2.282.733.261.152 18% 9
2012 232.166 9.881.176.852 40 116.853.861.961 602.671.730.345 12% 8
PADANG
15 2013 237.259 23.140.067.442 40 137.297.626.397 772.221.171.471 19% 6
LAWAS
2014 251.927 28.779.779.762 40 103.210.294.314 984.887.403.950 17% 6
2015 258.003 34.707.409.094 41 226.709.432.657 1.367.847.933.183 9% 9
2011 225.621 8.728.414.452 38 161.465.044.389 966.861.006.178 1% 8
2012 229.064 12.798.137.844 38 232.918.134.395 1.243.801.355.527 54% 5
PADANG
16 2013 232.746 15.804.225.377 38 193.425.840.553 1.510.929.752.464 41% 6
LAWAS UTARA
2014 247.286 22.172.689.275 40 171.951.494.868 1.704.180.797.282 59% 8
2015 252.589 26.446.077.261 40 170.639.985.692 1.069.645.031.668 59% 7

Universitas Sumatera Utara


124

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2011 408.731 27.525.847.377 54 88.218.120.107 1.782.775.936.095 9% 6
2012 410.931 21.274.113.486 54 133.046.748.891 1.982.217.455.222 19% 7
MANDAILING
17 2013 413.475 47.665.840.298 56 141.626.200.066 2.170.649.600.918 25% 8
NATAL
2014 426.382 44.119.212.260 56 181.377.547.907 1.151.092.828.773 24% 6
2015 430.894 63.847.458.130 54 238.677.824.662 1.253.689.163.700 22% 6
2011 132.605 18.943.904.322 38 144.051.482.329 1.090.446.758.756 33% 11
18 NIAS 2012 132.860 29.821.669.770 38 153.104.934.965 1.132.792.374.011 62% 6
2013 133.388 44.726.140.941 39 173.429.299.099 1.705.792.090.139 46% 6
2014 135.319 65.082.210.841 40 158.098.310.646 1.861.046.502.146 46% 8
2015 136.115 70.892.590.608 40 194.330.739.832 1.362.426.016.985 36% 10
2011 292.417 23.030.719.094 40 96.214.565.042 915.200.325.249 8% 7
2012 294.069 15.592.080.807 52 202.753.559.545 1.055.228.396.382 16% 5
19 NIAS SELATAN 2013 295.968 32.087.688.050 69 208.691.797.565 1.216.268.879.256 12% 7
2014 305.010 12.828.005.886 69 198.944.304.991 1.272.802.557.993 16% 8
2015 308.281 15.037.043.954 53 184.978.091.040 1.490.811.288.765 16% 9
2011 418.992 50.958.558.913 38 115.453.807.536 1.584.299.172.072 74% 4
2012 424.644 59.439.168.713 38 204.122.929.432 1.691.746.207.530 82% 6
LABUHAN
20 2013 430.718 49.784.550.240 38 226.693.798.700 1.872.065.381.709 71% 5
BATU
2014 453.630 109.896.912.458 38 209.025.598.008 2.132.434.945.683 72% 5
2015 462.191 101.023.216.259 38 185.515.383.315 2.190.772.786.384 65% 6
2011 379.400 13.240.860.819 37 138.479.932.654 760.136.353.212 36% 7
2012 381.023 16.558.177.254 37 168.742.403.501 961.093.554.477 37% 6
21 BATU BARA 2013 382.960 27.761.999.043 38 205.203.296.815 1.180.856.065.822 56% 9
2014 396.479 44.868.572.976 39 210.018.299.450 1.495.528.598.923 56% 8
2015 400.803 51.514.120.899 39 227.967.032.209 1.208.223.250.939 50% 8
2011 333.793 10.518.250.179 38 141.022.135.951 875.683.720.396 0% 10
2012 335.459 18.971.116.519 38 250.093.415.669 1.175.320.149.028 5% 10
LABUHAN
22 2013 337.404 25.651.299.858 38 292.435.766.389 1.558.861.551.118 14% 9
BATU UTARA
2014 347.465 32.398.504.352 38 213.674.388.745 1.972.570.973.299 24% 6
2015 351.097 34.499.898.609 38 218.138.402.421 2.207.715.943.933 25% 4
2011 280.269 17.081.271.911 32 146.176.750.579 809.098.390.512 0% 9
2012 284.809 18.976.643.017 32 145.200.521.719 1.049.603.153.827 11% 6
LABUHAN
23 BATU 2013 289.655 26.701.972.211 33 335.066.617.351 1.449.623.619.809 6% 5
SELATAN
2014 307.171 36.386.788.024 33 244.955.647.450 1.025.286.603.853 38% 4
2015 313.884 32.287.183.165 33 262.030.817.625 1.013.394.220.216 35% 4
2011 82.572 2.761.470.685 28 116.297.427.580 205.640.468.065 0% 4
2012 82.701 4.067.651.209 30 106.216.600.963 363.216.239.365 40% 5
24 NIAS BARAT 2013 82.854 7.223.690.779 35 161.067.997.352 521.720.756.956 58% 8
2014 84.419 10.298.057.732 35 153.329.905.709 609.530.291.373 42% 4
2015 84.917 14.492.750.130 35 186.499.821.897 649.590.088.448 50% 6
2011 128.434 6.655.233.083 29 94.492.873.019 158.428.628.977 0% 7
2012 128.533 8.990.037.383 36 107.448.008.881 274.389.288.835 3% 7
25 NIAS UTARA 2013 129.053 8.857.118.964 36 184.356.213.467 575.873.744.373 4% 7
2014 132.735 10.961.907.851 36 141.607.543.404 868.793.296.113 5% 3
2015 133.897 16.923.883.730 37 219.043.273.818 938.403.717.018 41% 5

Universitas Sumatera Utara


124

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2011 2.117.224 995.072.572.141 62 681.884.041.203 22.858.193.509.227 27% 8
2012 2.122.804 1.147.901.461.607 62 558.428.737.784 24.132.628.574.543 30% 6
1.206.169.709.148
2013 2.123.210 61 630.802.958.785 24.793.716.376.865 56% 7
26 MEDAN
1.384.246.114.730
2014 2.191.140 61 783.883.177.722 25.415.405.110.774 46% 11
1.489.723.189.089
2015 2.210.624 61 916.888.037.908 29.940.354.805.688 40% 16

2011 248.456 26.470.115.888 33 131.939.895.976 1.518.491.760.454 69% 4


2012 250.252 48.178.078.783 33 158.209.028.103 1.678.672.895.253 57% 4
27 BINJAI 2013 252.263 49.172.643.726 33 133.102.683.125 2.408.639.926.553 45% 9
2014 261.490 71.967.137.635 33 153.284.846.162 2.902.866.376.083 30% 5
2015 264.687 78.327.792.811 33 174.972.076.727 1.315.764.837.539 31% 5
2011 146.606 32.738.790.021 32 93.702.903.917 1.008.299.368.202 25% 6
2012 147.771 47.330.983.759 32 97.955.389.486 1.118.331.981.920 17% 12
28 TEBING TINGGI 2013 149.065 53.199.538.064 31 160.860.324.757 602.009.528.515 32% 6
2014 154.804 74.515.273.852 31 163.582.124.045 1.025.116.858.841 46% 8
2015 156.815 82.410.053.810 31 158.487.242.001 1.442.229.736.502 51% 7
2011 236.893 44.792.749.489 40 73.017.225.264 2.023.024.617.812 39% 9
2012 236.947 49.915.366.003 40 90.831.872.111 2.227.194.224.461 47% 8
PEMATANG
29 2013 237.434 61.357.963.445 40 134.009.852.802 2.355.388.508.979 46% 6
SIANTAR
2014 245.104 90.477.498.257 40 112.533.368.893 2.559.176.065.485 56% 11
2015 247.411 95.557.865.286 39 152.228.322.901 4.927.232.762.368 51% 7
2011 155.889 27.089.059.682 34 92.005.732.885 1.199.137.813.540 52% 10
2012 157.175 27.702.368.427 34 114.085.305.402 1.360.187.971.724 62% 10
TANJUNG
30 2013 158.599 31.920.753.949 34 108.800.288.733 1.611.334.476.436 64% 9
BALAI
2014 164.675 56.545.340.047 34 140.251.264.228 1.672.326.858.390 43% 10
2015 167.012 57.094.161.596 33 106.723.068.954 1.329.631.094.194 34% 11
2011 85.271 21.663.389.950 29 89.963.706.666 1.158.207.832.177 61% 6
2012 85.852 26.698.353.730 29 90.900.186.947 1.264.237.025.714 68% 6
31 SIBOLGA 2013 85.981 29.457.629.416 28 87.060.355.405 1.388.843.464.889 60% 8
2014 86.166 52.922.967.441 28 105.880.982.815 1.505.446.975.423 46% 10
2015 86.519 60.486.785.863 28 126.724.781.839 1.724.268.747.537 35% 16
2011 193.322 21.465.271.347 31 75.776.374.193 688.381.127.140 42% 8
2012 198.809 23.622.308.246 31 98.758.765.339 698.832.330.741 75% 7
PADANG
32 2013 204.615 35.018.175.219 32 117.216.918.798 762.169.088.523 62% 4
SIDIMPUAN
2014 206.496 58.725.449.620 32 104.032.327.870 825.521.557.669 83% 7
2015 209.796 67.730.738.638 32 121.667.415.160 922.779.404.741 79% 13
2011 127.382 6.051.302.346 28 136.449.472.142 214.743.930.722 0% 7
2012 128.337 9.329.678.837 28 149.728.919.462 410.700.204.192 24% 8
GUNUNG
33 2013 129.403 10.382.482.094 28 165.703.390.927 590.465.082.811 14% 6
SITOLI
2014 134.196 19.164.450.367 28 179.745.680.182 797.376.359.083 51% 9
2015 135.995 24.334.650.845 28 209.493.626.276 1.331.445.520.776 41% 7

Universitas Sumatera Utara


134

LAMPIRAN 3

Analisis Data Outlier

Observasi X1 X2 X3 X4 X5 X6 ZX1 ZX2 ZX3 ZX4 ZX5 ZX6


1 1807.17 213.79 53 314.75 3644.64 .33 2.01 .58 1.00 .98 .32 -.34
2 1845.62 291.02 53 334.25 4016.86 .54 2.09 .94 1.00 1.14 .41 .71
3 1886.39 328.35 53 352.33 4245.92 .56 2.18 1.11 1.00 1.28 .46 .81
4 1984.60 433.89 53 553.71 5751.24 .44 2.39 1.60 1.00 2.92 .82 .21
5 2029.31 515.29 53 491.71 4659.73 .33 2.49 1.97 1.00 2.42 .56 -.34
6 976.58 34.54 55 119.04 2151.39 .37 1.22 -.24 1.19 -.61 -.03 -.14
7 976.89 129.24 56 255.05 2560.85 .46 1.22 .20 1.28 .49 .06 .31
8 978.73 65.52 56 308.21 3025.50 .27 1.23 -.10 1.28 .93 .18 -.64
9 1005.97 107.81 56 329.54 3813.19 .45 1.29 .10 1.28 1.10 .36 .26
10 1013.39 122.72 56 497.26 3297.40 .43 1.30 .17 1.28 2.46 .24 .16
11 599.94 35.89 47 124.13 775.80 .55 .41 -.23 .44 -.57 -.36 .76
12 604.03 39.27 47 148.71 989.38 .46 .42 -.22 .44 -.37 -.31 .31
13 605.58 50.37 47 250.62 1289.72 .53 .42 -.17 .44 .46 -.24 .66
14 606.37 74.76 47 183.44 1636.73 .45 .43 -.06 .44 -.09 -.15 .26
15 608.69 80.14 47 198.98 1223.70 .37 .43 -.03 .44 .04 -.25 -.14
16 354.24 35.36 49 128.45 1695.73 .46 -.12 -.24 .62 -.54 -.14 .31
17 358.82 41.24 49 153.20 1891.27 .49 -.11 -.21 .62 -.33 -.09 .46
18 363.76 46.34 49 245.36 2125.57 .49 -.10 -.19 .62 .42 -.04 .46
19 382.62 72.91 49 155.67 2427.25 .37 -.06 -.06 .62 -.31 .03 -.14
20 389.59 87.64 51 300.10 1890.65 .35 -.04 .00 .81 .86 -.09 -.24
21 272.58 17.67 44 74.60 1481.00 .43 -.29 -.32 .16 -.97 -.19 .16
22 273.39 20.91 44 97.98 1565.30 .54 -.29 -.30 .16 -.78 -.17 .71
23 276.24 29.93 44 138.86 1738.22 .47 -.28 -.26 .16 -.45 -.13 .36
24 277.58 53.53 44 155.71 2053.99 .34 -.28 -.15 .16 -.31 -.06 -.29
25 279.09 58.79 44 180.10 1697.87 .27 -.28 -.13 .16 -.12 -.14 -.64
26 40.88 6.31 29 113.49 755.42 .61 -.79 -.37 -1.25 -.66 -.36 1.06
27 41.49 6.35 29 70.24 894.04 .60 -.79 -.37 -1.25 -1.01 -.33 1.01
28 42.14 9.08 29 147.99 1074.11 .60 -.79 -.36 -1.25 -.38 -.29 1.01
29 44.25 15.39 29 144.43 1261.65 .45 -.78 -.33 -1.25 -.41 -.24 .26
30 45.52 15.88 31 156.41 849.89 .40 -.78 -.33 -1.06 -.31 -.34 .01
31 825.37 42.54 69 132.10 1448.73 .13 .90 -.20 2.50 -.51 -.20 -1.34
32 830.99 61.25 69 314.89 1740.07 .10 .91 -.12 2.50 .98 -.13 -1.49
33 833.25 97.91 68 234.35 1909.96 .13 .91 .05 2.40 .33 -.09 -1.34
34 844.03 96.39 68 226.37 1851.59 .21 .94 .04 2.40 .26 -.10 -.94
35 849.41 111.89 71 185.68 2773.65 .27 .95 .12 2.69 -.07 .12 -.64
36 674.52 31.84 58 179.24 1377.04 .47 .57 -.25 1.47 -.12 -.22 .36
37 677.88 37.89 58 259.23 1657.14 .62 .58 -.23 1.47 .53 -.15 1.11
38 681.79 53.69 58 271.75 2727.28 .64 .59 -.15 1.47 .63 .10 1.21
39 699.72 91.47 58 424.19 3519.07 .59 .63 .02 1.47 1.87 .29 .96

Universitas Sumatera Utara


134

Observasi X1 X2 X3 X4 X5 X6 ZX1 ZX2 ZX3 ZX4 ZX5 ZX6


40 706.28 98.28 59 227.44 3070.09 .50 .64 .05 1.56 .27 .19 .51
41 174.75 14.12 47 104.55 1053.84 .40 -.50 -.33 .44 -.73 -.29 .01
42 174.87 16.54 47 153.98 1343.73 .44 -.50 -.32 .44 -.33 -.22 .21
43 175.07 19.80 47 125.58 1560.85 .41 -.50 -.31 .44 -.56 -.17 .06
44 178.57 26.01 47 156.15 1717.78 .53 -.49 -.28 .44 -.31 -.14 .66
45 179.70 30.95 48 154.11 1521.42 .40 -.49 -.26 .53 -.33 -.18 .01
46 120.77 14.20 35 119.70 711.54 .17 -.62 -.33 -.69 -.61 -.37 -1.14
47 121.59 17.46 35 85.42 1386.69 .14 -.62 -.32 -.69 -.89 -.21 -1.29
48 121.92 26.66 35 162.44 1567.83 .23 -.62 -.28 -.69 -.26 -.17 -.84
49 123.07 36.85 35 167.76 1766.39 .23 -.61 -.23 -.69 -.22 -.12 -.84
50 123.79 34.30 35 181.61 1262.19 .28 -.61 -.24 -.69 -.10 -.24 -.59
51 281.87 36.06 47 188.14 1184.41 .23 -.27 -.23 .44 -.05 -.26 -.84
52 283.87 34.02 47 171.51 1340.62 .37 -.27 -.24 .44 -.19 -.22 -.14
53 286.12 37.95 47 206.90 1558.48 .29 -.26 -.23 .44 .10 -.17 -.54
54 290.86 63.70 47 146.46 1694.74 .61 -.25 -.11 .44 -.39 -.14 1.06
55 293.40 82.75 48 240.55 1872.41 .47 -.25 -.02 .53 .38 -.10 .36
56 173.26 12.87 35 78.73 1021.46 .59 -.51 -.34 -.69 -.94 -.30 .96
57 174.77 17.90 35 124.49 1207.68 .58 -.50 -.32 -.69 -.57 -.26 .91
58 176.43 17.63 36 190.87 1466.89 .45 -.50 -.32 -.59 -.03 -.19 .26
59 181.03 29.49 36 223.95 1691.03 .40 -.49 -.26 -.59 .24 -.14 .01
60 182.99 35.24 36 196.28 1543.30 .56 -.48 -.24 -.59 .02 -.18 .81
61 314.14 18.21 51 99.68 1381.29 .55 -.20 -.32 .81 -.77 -.22 .76
62 318.91 21.14 51 154.20 1171.05 .71 -.19 -.30 .81 -.33 -.26 1.56
63 324.01 23.21 51 258.59 1455.71 .45 -.18 -.29 .81 .52 -.20 .26
64 342.90 55.36 51 102.21 1624.97 .31 -.14 -.14 .81 -.75 -.16 -.44
65 350.02 65.22 51 223.71 1359.21 .23 -.13 -.10 .81 .24 -.22 -.84
66 266.28 57.46 45 137.84 1226.05 .32 -.31 -.14 .25 -.46 -.25 -.39
67 268.10 56.16 45 194.19 1530.29 .77 -.30 -.14 .25 .00 -.18 1.86
68 268.82 69.22 45 267.45 1787.36 .64 -.30 -.08 .25 .59 -.12 1.21
69 273.13 95.59 45 222.35 2033.77 .81 -.29 .04 .25 .23 -.06 2.06
70 275.10 109.35 45 303.92 1741.87 .78 -.29 .10 .25 .89 -.13 1.91
71 227.37 7.63 38 130.13 2282.73 .18 -.39 -.36 -.41 -.52 .00 -1.09
72 232.17 9.88 40 116.85 602.67 .12 -.38 -.35 -.22 -.63 -.40 -1.39
73 237.26 23.14 40 137.30 772.22 .19 -.37 -.29 -.22 -.46 -.36 -1.04
74 251.93 28.78 40 103.21 984.89 .17 -.34 -.27 -.22 -.74 -.31 -1.14
75 258.00 34.71 41 226.71 1367.85 .09 -.32 -.24 -.13 .26 -.22 -1.54
76 225.62 8.73 38 161.47 966.86 .01 -.39 -.36 -.41 -.27 -.31 -1.94
77 229.06 12.80 38 232.92 1243.80 .54 -.39 -.34 -.41 .31 -.25 .71
78 232.75 15.80 38 193.43 1510.93 .41 -.38 -.33 -.41 -.01 -.18 .06
79 247.29 22.17 40 171.95 1704.18 .59 -.35 -.30 -.22 -.18 -.14 .96
80 252.59 26.45 40 170.64 1069.65 .59 -.33 -.28 -.22 -.19 -.29 .96
81 408.73 27.53 54 88.22 1782.78 .09 .00 -.27 1.09 -.86 -.12 -1.54
82 410.93 21.27 54 133.05 1982.22 .19 .01 -.30 1.09 -.50 -.07 -1.04

Universitas Sumatera Utara


134

Observasi X1 X2 X3 X4 X5 X6 ZX1 ZX2 ZX3 ZX4 ZX5 ZX6


83 413.48 47.67 56 141.63 2170.65 .25 .01 -.18 1.28 -.43 -.03 -.74
84 426.38 44.12 56 181.38 1151.09 .24 .04 -.20 1.28 -.10 -.27 -.79
85 430.89 63.85 54 238.68 1253.69 .22 .05 -.11 1.09 .36 -.25 -.89
86 132.61 18.94 38 144.05 1090.45 .33 -.59 -.31 -.41 -.41 -.28 -.34
87 132.86 29.82 38 153.10 1132.79 .62 -.59 -.26 -.41 -.33 -.27 1.11
88 133.39 44.73 39 173.43 1705.79 .46 -.59 -.19 -.31 -.17 -.14 .31
89 135.32 65.08 40 158.10 1861.05 .46 -.59 -.10 -.22 -.29 -.10 .31
90 136.12 70.89 40 194.33 1362.43 .36 -.59 -.07 -.22 .00 -.22 -.19
91 292.42 23.03 40 96.21 915.20 .08 -.25 -.29 -.22 -.80 -.33 -1.59
92 294.07 15.59 52 202.75 1055.23 .16 -.25 -.33 .91 .07 -.29 -1.19
93 295.97 32.09 69 208.69 1216.27 .12 -.24 -.25 2.50 .12 -.25 -1.39
94 305.01 12.83 69 198.94 1272.80 .16 -.22 -.34 2.50 .04 -.24 -1.19
95 308.28 15.04 53 184.98 1490.81 .16 -.22 -.33 1.00 -.08 -.19 -1.19
96 418.99 50.96 38 115.45 1584.30 .74 .02 -.17 -.41 -.64 -.17 1.71
97 424.64 59.44 38 204.12 1691.75 .82 .04 -.13 -.41 .08 -.14 2.11
98 430.72 49.78 38 226.69 1872.07 .71 .05 -.17 -.41 .26 -.10 1.56
99 453.63 109.90 38 209.03 2132.43 .72 .10 .11 -.41 .12 -.04 1.61
100 462.19 101.02 38 185.52 2190.77 .65 .12 .07 -.41 -.07 -.02 1.26
101 379.40 13.24 37 138.48 760.14 .36 -.06 -.34 -.50 -.45 -.36 -.19
102 381.02 16.56 37 168.74 961.09 .37 -.06 -.32 -.50 -.21 -.31 -.14
103 382.96 27.76 38 205.20 1180.86 .56 -.05 -.27 -.41 .09 -.26 .81
104 396.48 44.87 39 210.02 1495.53 .56 -.03 -.19 -.31 .13 -.19 .81
105 400.80 51.51 39 227.97 1208.22 .50 -.02 -.16 -.31 .27 -.26 .51
106 333.79 10.52 38 141.02 875.68 .00 -.16 -.35 -.41 -.43 -.34 -1.99
107 335.46 18.97 38 250.09 1175.32 .05 -.16 -.31 -.41 .45 -.26 -1.74
108 337.40 25.65 38 292.44 1558.86 .14 -.15 -.28 -.41 .80 -.17 -1.29
109 347.47 32.40 38 213.67 1972.57 .24 -.13 -.25 -.41 .16 -.07 -.79
110 351.10 34.50 38 218.14 2207.72 .25 -.12 -.24 -.41 .19 -.02 -.74
111 280.27 17.08 32 146.18 809.10 .00 -.28 -.32 -.97 -.39 -.35 -1.99
112 284.81 18.98 32 145.20 1049.60 .11 -.27 -.31 -.97 -.40 -.29 -1.44
113 289.66 26.70 33 335.07 1449.62 .06 -.26 -.28 -.88 1.14 -.20 -1.69
114 307.17 36.39 33 244.96 1025.29 .38 -.22 -.23 -.88 .41 -.30 -.09
115 313.88 32.29 33 262.03 1013.39 .35 -.20 -.25 -.88 .55 -.30 -.24
116 82.57 2.76 28 116.30 205.64 .00 -.70 -.39 -1.34 -.63 -.49 -1.99
117 82.70 4.07 30 106.22 363.22 .40 -.70 -.38 -1.16 -.72 -.46 .01
118 82.85 7.22 35 161.07 521.72 .58 -.70 -.37 -.69 -.27 -.42 .91
119 84.42 10.30 35 153.33 609.53 .42 -.70 -.35 -.69 -.33 -.40 .11
120 84.92 14.49 35 186.50 649.59 .50 -.70 -.33 -.69 -.06 -.39 .51
121 128.43 6.66 29 94.49 158.43 .00 -.60 -.37 -1.25 -.81 -.51 -1.99
122 128.53 8.99 36 107.45 274.39 .03 -.60 -.36 -.59 -.71 -.48 -1.84
123 129.05 8.86 36 184.36 575.87 .04 -.60 -.36 -.59 -.08 -.41 -1.79
124 132.74 10.96 36 141.61 868.79 .05 -.59 -.35 -.59 -.43 -.34 -1.74
125 133.90 16.92 37 219.04 938.40 .41 -.59 -.32 -.50 .20 -.32 .06

Universitas Sumatera Utara


134

Observasi X1 X2 X3 X4 X5 X6 ZX1 ZX2 ZX3 ZX4 ZX5 ZX6


126 2117.22 995.07 62 681.88 22858.19 .27 3.68 4.18 1.84 3.96 4.88 -.64
127 2122.80 1147.90 62 558.43 24132.63 .30 3.69 4.89 1.84 2.96 5.19 -.49
128 2123.21 1206.17 61 630.80 24793.72 .56 3.69 5.16 1.75 3.55 5.34 .81
129 2191.14 1384.25 61 783.88 25415.41 .46 3.84 5.98 1.75 4.79 5.49 .31
130 2210.62 1489.72 61 916.89 29940.35 .40 3.88 6.46 1.75 5.87 6.56 .01
131 248.46 26.47 33 131.94 1518.49 .69 -.34 -.28 -.88 -.51 -.18 1.46
132 250.25 48.18 33 158.21 1678.67 .57 -.34 -.18 -.88 -.29 -.14 .86
133 252.26 49.17 33 133.10 2408.64 .45 -.34 -.17 -.88 -.50 .03 .26
134 261.49 71.97 33 153.28 2902.87 .30 -.32 -.07 -.88 -.33 .15 -.49
135 264.69 78.33 33 174.97 1315.76 .31 -.31 -.04 -.88 -.16 -.23 -.44
136 146.61 32.74 32 93.70 1008.30 .25 -.56 -.25 -.97 -.82 -.30 -.74
137 147.77 47.33 32 97.96 1118.33 .17 -.56 -.18 -.97 -.78 -.28 -1.14
138 149.07 53.20 31 160.86 602.01 .32 -.56 -.15 -1.06 -.27 -.40 -.39
139 154.80 74.52 31 163.58 1025.12 .46 -.55 -.06 -1.06 -.25 -.30 .31
140 156.82 82.41 31 158.49 1442.23 .51 -.54 -.02 -1.06 -.29 -.20 .56
141 236.89 44.79 40 73.02 2023.02 .39 -.37 -.19 -.22 -.99 -.06 -.04
142 236.95 49.92 40 90.83 2227.19 .47 -.37 -.17 -.22 -.84 -.01 .36
143 237.43 61.36 40 134.01 2355.39 .46 -.37 -.12 -.22 -.49 .02 .31
144 245.10 90.48 40 112.53 2559.18 .56 -.35 .02 -.22 -.66 .06 .81
145 247.41 95.56 39 152.23 4927.23 .51 -.35 .04 -.31 -.34 .63 .56
146 155.89 27.09 34 92.01 1199.14 .52 -.54 -.28 -.78 -.83 -.26 .61
147 157.18 27.70 34 114.09 1360.19 .62 -.54 -.27 -.78 -.65 -.22 1.11
148 158.60 31.92 34 108.80 1611.33 .64 -.54 -.25 -.78 -.69 -.16 1.21
149 164.68 56.55 34 140.25 1672.33 .43 -.52 -.14 -.78 -.44 -.15 .16
150 167.01 57.09 33 106.72 1329.63 .34 -.52 -.14 -.88 -.71 -.23 -.29
151 85.27 21.66 29 89.96 1158.21 .61 -.70 -.30 -1.25 -.85 -.27 1.06
152 85.85 26.70 29 90.90 1264.24 .68 -.69 -.28 -1.25 -.84 -.24 1.41
153 85.98 29.46 28 87.06 1388.84 .60 -.69 -.26 -1.34 -.87 -.21 1.01
154 86.17 52.92 28 105.88 1505.45 .46 -.69 -.16 -1.34 -.72 -.19 .31
155 86.52 60.49 28 126.72 1724.27 .35 -.69 -.12 -1.34 -.55 -.13 -.24
156 193.32 21.47 31 75.78 688.38 .42 -.46 -.30 -1.06 -.96 -.38 .11
157 198.81 23.62 31 98.76 698.83 .75 -.45 -.29 -1.06 -.78 -.38 1.76
158 204.62 35.02 32 117.22 762.17 .62 -.44 -.24 -.97 -.63 -.36 1.11
159 206.50 58.73 32 104.03 825.52 .83 -.43 -.13 -.97 -.73 -.35 2.16
160 209.80 67.73 32 121.67 922.78 .79 -.43 -.09 -.97 -.59 -.32 1.96
161 127.38 6.05 28 136.45 214.74 .00 -.60 -.37 -1.34 -.47 -.49 -1.99
162 128.34 9.33 28 149.73 410.70 .24 -.60 -.36 -1.34 -.36 -.45 -.79
163 129.40 10.38 28 165.70 590.47 .14 -.60 -.35 -1.34 -.23 -.40 -1.29
164 134.20 19.16 28 179.75 797.38 .51 -.59 -.31 -1.34 -.12 -.35 .56
165 136.00 24.33 28 209.49 1331.45 .41 -.59 -.29 -1.34 .12 -.23 .06

Berdasarkan hasil pengamatan, observasi yang banyak memiliki nilai skor outlier terdapat
pada observasi 126 s.d 130 yakni untuk variabel ZX1, ZX2, ZX4 dan ZX5. Hasil analisis
data outlier selengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.1.

Universitas Sumatera Utara


134

LAMPIRAN 4

Statistik Deskriptif

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

FICW 160 3 16 6.99 2.218


UKURAN in thousands 160 40.88 2029.31 353.6543 351.91631
PAD in billion 160 2.76 515.29 50.6545 64.57202
KOMPLEKSITAS 160 28 71 41.74 10.279
MODAL in billion 160 70.24 553.71 178.0317 79.63663
ASET in billion 160 158.43 5751.24 1564.0053 871.88782
TLHP 160 .00 .83 .3684 .21812
Valid N (listwise) 160

Universitas Sumatera Utara


134

LAMPIRAN 5

Uji Asumsi Klasik

a. Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Ui

N 160
a,b
Normal Parameters Mean .0000000
Std. Deviation 2.04250770
Most Extreme Differences Absolute .079
Positive .079
Negative -.043
Test Statistic .079
c
Asymp. Sig. (2-tailed) .077

a. Test distribution is Normal.


b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.

Sebaran data normal karena terbukti nilai sig. > α (0,077 > 0,05)

Universitas Sumatera Utara


134

b. Uji Multikolinearitas

a
Coefficients

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients Collinearity Statistics

Std.
Model B Error Beta t Sig. Tolerance VIF

1 (Constant) 8.292 .918 9.033 .000

UKURAN in
-.003 .001 -.401 -2.226 .027 .171 5.863
thousands

PAD in billion .025 .006 .726 4.212 .000 .186 5.365

KOMPLEKSITAS .009 .023 .040 .378 .706 .492 2.031

MODAL in billion -.008 .003 -.274 -2.547 .012 .478 2.094

ASET in billion -2.899E-5 .000 -.011 -.089 .929 .339 2.952

TLHP -1.708 .806 -.168 -2.120 .036 .883 1.133

a. Dependent Variable: FICW

Tidak terjadi multikolinearitas karena nilai tolerance > 0,1 dan VIF < 10

Universitas Sumatera Utara


134

c. Uji Autokorelasi

b
Model Summary

Adjusted R Std. Error of the


Model R R Square Square Estimate Durbin-Watson
a
1 .390 .152 .118 2.082 1.825

a. Predictors: (Constant), TLHP, UKURAN in thousands, KOMPLEKSITAS, MODAL in billion, ASET


in billion, PAD in billion
b. Dependent Variable: FICW

dL = 1,664 dan dU = 1,819; tidak terjadi autokorelasi karena berada antara dL dan
4-dU (2,181)
dL<dW<4-dU (1,8198<1,825<2,181)

b. Uji Heterokedastisitas

Uji Park

a
Coefficients

Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) 1.531 .947 1.617 .108

UKURAN in thousands -.001 .001 -.158 -.832 .406

PAD in billion .010 .006 .287 1.587 .114

KOMPLEKSITAS -.027 .024 -.129 -1.161 .247

MODAL in billion -.002 .003 -.082 -.724 .470

ASET in billion .000 .000 .146 1.088 .278

TLHP -1.290 .831 -.129 -1.552 .123

a. Dependent Variable: LnU2i

Melalui Uji Park tidak terjadi heterokedastisitas karena nilai sig > α

Universitas Sumatera Utara


134

Universitas Sumatera Utara


134

LAMPIRAN 6

Uji Koefisien Determinasi dan Hipotesis

a. Koefisien Determinasi

b
Model Summary

Adjusted R Std. Error of the


Model R R Square Square Estimate
a
1 .590 .452 .418 2.082

a. Predictors: (Constant), TLHP, UKURAN in thousands,


KOMPLEKSITAS, MODAL in billion, ASET in billion, PAD in billion
b. Dependent Variable: FICW

b. Uji t
a
Coefficients

Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) 8.292 .918 9.033 .000

UKURAN in thousands -.003 .001 -.401 -2.226 .027

PAD in billion .025 .006 .726 4.212 .000

KOMPLEKSITAS .009 .023 .040 .378 .706


MODAL in billion -.008 .003 -.274 -2.547 .012

ASET in billion -2.899E-5 .000 -.011 -.089 .929

TLHP -1.708 .806 -.168 -2.120 .036

a. Dependent Variable: FICW

c. Uji F
a
ANOVA

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.


b
1 Regression 118.653 6 19.775 4.561 .000

Residual 663.322 153 4.335

Total 781.975 159

a. Dependent Variable: FICW


b. Predictors: (Constant), TLHP, UKURAN in thousands, KOMPLEKSITAS, MODAL in billion,
ASET in billion, PAD in billion

Universitas Sumatera Utara


137

LAMPIRAN 7
Tabel Durbin-Watson (DW)
α = 5%
n k=6 k=7 k=8 k=9 k=10
dL dU dL dU dL dU dL dU dL dU
121 1.6008 1.8084 1.5831 1.8271 1.5652 1.8460 1.5471 1.8653 1.5289 1.8848
122 1.6029 1.8087 1.5853 1.8272 1.5675 1.8459 1.5496 1.8650 1.5316 1.8844
123 1.6049 1.8090 1.5875 1.8273 1.5699 1.8459 1.5521 1.8648 1.5342 1.8839
124 1.6069 1.8093 1.5896 1.8274 1.5722 1.8458 1.5546 1.8646 1.5368 1.8835
125 1.6089 1.8096 1.5917 1.8276 1.5744 1.8458 1.5570 1.8644 1.5394 1.8832
126 1.6108 1.8099 1.5938 1.8277 1.5767 1.8458 1.5594 1.8641 1.5419 1.8828
127 1.6127 1.8102 1.5959 1.8278 1.5789 1.8458 1.5617 1.8639 1.5444 1.8824
128 1.6146 1.8105 1.5979 1.8280 1.5811 1.8457 1.5640 1.8638 1.5468 1.8821
129 1.6165 1.8107 1.5999 1.8281 1.5832 1.8457 1.5663 1.8636 1.5493 1.8817
130 1.6184 1.8110 1.6019 1.8282 1.5853 1.8457 1.5686 1.8634 1.5517 1.8814
131 1.6202 1.8113 1.6039 1.8284 1.5874 1.8457 1.5708 1.8633 1.5540 1.8811
132 1.6220 1.8116 1.6058 1.8285 1.5895 1.8457 1.5730 1.8631 1.5564 1.8808
133 1.6238 1.8119 1.6077 1.8287 1.5915 1.8457 1.5751 1.8630 1.5586 1.8805
134 1.6255 1.8122 1.6096 1.8288 1.5935 1.8457 1.5773 1.8629 1.5609 1.8802
135 1.6272 1.8125 1.6114 1.8290 1.5955 1.8457 1.5794 1.8627 1.5632 1.8799
136 1.6289 1.8128 1.6133 1.8292 1.5974 1.8458 1.5815 1.8626 1.5654 1.8797
137 1.6306 1.8131 1.6151 1.8293 1.5994 1.8458 1.5835 1.8625 1.5675 1.8794
138 1.6323 1.8134 1.6169 1.8295 1.6013 1.8458 1.5855 1.8624 1.5697 1.8792
139 1.6340 1.8137 1.6186 1.8297 1.6031 1.8459 1.5875 1.8623 1.5718 1.8789
140 1.6356 1.8140 1.6204 1.8298 1.6050 1.8459 1.5895 1.8622 1.5739 1.8787
141 1.6372 1.8143 1.6221 1.8300 1.6068 1.8459 1.5915 1.8621 1.5760 1.8785
143 1.6403 1.8149 1.6255 1.8303 1.6104 1.8460 1.5953 1.8619 1.5800 1.8781
144 1.6419 1.8151 1.6271 1.8305 1.6122 1.8461 1.5972 1.8619 1.5820 1.8779
145 1.6434 1.8154 1.6288 1.8307 1.6140 1.8462 1.5990 1.8618 1.5840 1.8777
146 1.6449 1.8157 1.6304 1.8309 1.6157 1.8462 1.6009 1.8618 1.5859 1.8775
147 1.6464 1.8160 1.6320 1.8310 1.6174 1.8463 1.6027 1.8617 1.5878 1.8773
148 1.6479 1.8163 1.6336 1.8312 1.6191 1.8463 1.6045 1.8617 1.5897 1.8772
149 1.6494 1.8166 1.6351 1.8314 1.6207 1.8464 1.6062 1.8616 1.5916 1.8770
150 1.6508 1.8169 1.6367 1.8316 1.6224 1.8465 1.6080 1.8616 1.5935 1.8768
151 1.6523 1.8172 1.6382 1.8318 1.6240 1.8466 1.6097 1.8615 1.5953 1.8767
152 1.6537 1.8175 1.6397 1.8320 1.6256 1.8466 1.6114 1.8615 1.5971 1.8765
153 1.6551 1.8178 1.6412 1.8322 1.6272 1.8467 1.6131 1.8615 1.5989 1.8764
154 1.6565 1.8181 1.6427 1.8323 1.6288 1.8468 1.6148 1.8614 1.6007 1.8763
155 1.6578 1.8184 1.6441 1.8325 1.6303 1.8469 1.6164 1.8614 1.6024 1.8761
156 1.6592 1.8186 1.6456 1.8327 1.6319 1.8470 1.6181 1.8614 1.6041 1.8760
157 1.6605 1.8189 1.6470 1.8329 1.6334 1.8471 1.6197 1.8614 1.6058 1.8759
158 1.6618 1.8192 1.6484 1.8331 1.6349 1.8472 1.6213 1.8614 1.6075 1.8758
159 1.6631 1.8195 1.6498 1.8333 1.6364 1.8472 1.6229 1.8614 1.6092 1.8757
160 1.6644 1.8198 1.6512 1.8335 1.6379 1.8473 1.6244 1.8614 1.6108 1.8756
161 1.6657 1.8201 1.6526 1.8337 1.6393 1.8474 1.6260 1.8614 1.6125 1.8755
162 1.6670 1.8204 1.6539 1.8339 1.6408 1.8475 1.6275 1.8614 1.6141 1.8754
163 1.6683 1.8207 1.6553 1.8341 1.6422 1.8476 1.6290 1.8614 1.6157 1.8753
164 1.6695 1.8209 1.6566 1.8343 1.6436 1.8478 1.6305 1.8614 1.6173 1.8752
165 1.6707 1.8212 1.6579 1.8345 1.6450 1.8479 1.6320 1.8614 1.6188 1.8751
166 1.6720 1.8215 1.6592 1.8346 1.6464 1.8480 1.6334 1.8614 1.6204 1.8751
167 1.6732 1.8218 1.6605 1.8348 1.6477 1.8481 1.6349 1.8615 1.6219 1.8750
168 1.6743 1.8221 1.6618 1.8350 1.6491 1.8482 1.6363 1.8615 1.6234 1.8749
169 1.6755 1.8223 1.6630 1.8352 1.6504 1.8483 1.6377 1.8615 1.6249 1.8748
170 1.6767 1.8226 1.6643 1.8354 1.6517 1.8484 1.6391 1.8615 1.6264 1.8748
171 1.6779 1.8229 1.6655 1.8356 1.6531 1.8485 1.6405 1.8615 1.6279 1.8747
172 1.6790 1.8232 1.6667 1.8358 1.6544 1.8486 1.6419 1.8616 1.6293 1.8747
173 1.6801 1.8235 1.6679 1.8360 1.6556 1.8487 1.6433 1.8616 1.6308 1.8746
174 1.6813 1.8237 1.6691 1.8362 1.6569 1.8489 1.6446 1.8617 1.6322 1.8746
175 1.6824 1.8240 1.6703 1.8364 1.6582 1.8490 1.6459 1.8617 1.6336 1.8745

Universitas Sumatera Utara


137

LAMPIRAN 8
Tabel Distribusi t

Titik Persentase Distribusi t (df = 121 – 175)


Pr 0.25 0.10 0.05 0.025 0.01 0.005 0.001
df 0.50 0.20 0.10 0.050 0.02 0.010 0.002
121 0.67652 1.28859 1.65754 1.97976 2.35756 2.61707 3.15895
122 0.67651 1.28853 1.65744 1.97960 2.35730 2.61673 3.15838
123 0.67649 1.28847 1.65734 1.97944 2.35705 2.61639 3.15781
124 0.67647 1.28842 1.65723 1.97928 2.35680 2.61606 3.15726
125 0.67646 1.28836 1.65714 1.97912 2.35655 2.61573 3.15671
126 0.67644 1.28831 1.65704 1.97897 2.35631 2.61541 3.15617
127 0.67643 1.28825 1.65694 1.97882 2.35607 2.61510 3.15565
128 0.67641 1.28820 1.65685 1.97867 2.35583 2.61478 3.15512
129 0.67640 1.28815 1.65675 1.97852 2.35560 2.61448 3.15461
130 0.67638 1.28810 1.65666 1.97838 2.35537 2.61418 3.15411
131 0.67637 1.28805 1.65657 1.97824 2.35515 2.61388 3.15361
132 0.67635 1.28800 1.65648 1.97810 2.35493 2.61359 3.15312
133 0.67634 1.28795 1.65639 1.97796 2.35471 2.61330 3.15264
134 0.67633 1.28790 1.65630 1.97783 2.35450 2.61302 3.15217
135 0.67631 1.28785 1.65622 1.97769 2.35429 2.61274 3.15170
136 0.67630 1.28781 1.65613 1.97756 2.35408 2.61246 3.15124
137 0.67628 1.28776 1.65605 1.97743 2.35387 2.61219 3.15079
138 0.67627 1.28772 1.65597 1.97730 2.35367 2.61193 3.15034
139 0.67626 1.28767 1.65589 1.97718 2.35347 2.61166 3.14990
140 0.67625 1.28763 1.65581 1.97705 2.35328 2.61140 3.14947
141 0.67623 1.28758 1.65573 1.97693 2.35309 2.61115 3.14904
142 0.67622 1.28754 1.65566 1.97681 2.35289 2.61090 3.14862
143 0.67621 1.28750 1.65558 1.97669 2.35271 2.61065 3.14820
144 0.67620 1.28746 1.65550 1.97658 2.35252 2.61040 3.14779
145 0.67619 1.28742 1.65543 1.97646 2.35234 2.61016 3.14739
146 0.67617 1.28738 1.65536 1.97635 2.35216 2.60992 3.14699
147 0.67616 1.28734 1.65529 1.97623 2.35198 2.60969 3.14660
148 0.67615 1.28730 1.65521 1.97612 2.35181 2.60946 3.14621
149 0.67614 1.28726 1.65514 1.97601 2.35163 2.60923 3.14583
150 0.67613 1.28722 1.65508 1.97591 2.35146 2.60900 3.14545
151 0.67612 1.28718 1.65501 1.97580 2.35130 2.60878 3.14508
152 0.67611 1.28715 1.65494 1.97569 2.35113 2.60856 3.14471
153 0.67610 1.28711 1.65487 1.97559 2.35097 2.60834 3.14435
154 0.67609 1.28707 1.65481 1.97549 2.35081 2.60813 3.14400
155 0.67608 1.28704 1.65474 1.97539 2.35065 2.60792 3.14364
156 0.67607 1.28700 1.65468 1.97529 2.35049 2.60771 3.14330
157 0.67606 1.28697 1.65462 1.97519 2.35033 2.60751 3.14295
158 0.67605 1.28693 1.65455 1.97509 2.35018 2.60730 3.14261
159 0.67604 1.28690 1.65449 1.97500 2.35003 2.60710 3.14228
160 0.67603 1.28687 1.65443 1.97490 2.34988 2.60691 3.14195
161 0.67602 1.28683 1.65437 1.97481 2.34973 2.60671 3.14162
162 0.67601 1.28680 1.65431 1.97472 2.34959 2.60652 3.14130
163 0.67600 1.28677 1.65426 1.97462 2.34944 2.60633 3.14098
164 0.67599 1.28673 1.65420 1.97453 2.34930 2.60614 3.14067
165 0.67598 1.28670 1.65414 1.97445 2.34916 2.60595 3.14036
166 0.67597 1.28667 1.65408 1.97436 2.34902 2.60577 3.14005
167 0.67596 1.28664 1.65403 1.97427 2.34888 2.60559 3.13975
168 0.67595 1.28661 1.65397 1.97419 2.34875 2.60541 3.13945
169 0.67594 1.28658 1.65392 1.97410 2.34862 2.60523 3.13915
170 0.67594 1.28655 1.65387 1.97402 2.34848 2.60506 3.13886
171 0.67593 1.28652 1.65381 1.97393 2.34835 2.60489 3.13857
172 0.67592 1.28649 1.65376 1.97385 2.34822 2.60471 3.13829
173 0.67591 1.28646 1.65371 1.97377 2.34810 2.60455 3.13801
174 0.67590 1.28644 1.65366 1.97369 2.34797 2.60438 3.13773
175 0.67589 1.28641 1.65361 1.97361 2.34784 2.60421 3.13745

Catatan: Probabilita yang lebih kecil yang ditunjukkan pada judul tiap kolom adalah luas daerah
dalam satu ujung, sedangkan probabilitas yang lebih besar adalah luas daerah dalam kedua ujung

Universitas Sumatera Utara


137

LAMPIRAN 9
Tabel Distribusi F
Titik Persentase Distribusi F untuk Probabilita = 0,05
df untuk df untuk pembilang (N1)
penyebut
(N2) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
121 3.92 3.07 2.68 2.45 2.29 2.17 2.09 2.02 1.96 1.91
122 3.92 3.07 2.68 2.45 2.29 2.17 2.09 2.02 1.96 1.91
123 3.92 3.07 2.68 2.45 2.29 2.17 2.08 2.01 1.96 1.91
124 3.92 3.07 2.68 2.44 2.29 2.17 2.08 2.01 1.96 1.91
125 3.92 3.07 2.68 2.44 2.29 2.17 2.08 2.01 1.96 1.91
126 3.92 3.07 2.68 2.44 2.29 2.17 2.08 2.01 1.95 1.91
127 3.92 3.07 2.68 2.44 2.29 2.17 2.08 2.01 1.95 1.91
128 3.92 3.07 2.68 2.44 2.29 2.17 2.08 2.01 1.95 1.91
129 3.91 3.07 2.67 2.44 2.28 2.17 2.08 2.01 1.95 1.90
130 3.91 3.07 2.67 2.44 2.28 2.17 2.08 2.01 1.95 1.90
131 3.91 3.07 2.67 2.44 2.28 2.17 2.08 2.01 1.95 1.90
132 3.91 3.06 2.67 2.44 2.28 2.17 2.08 2.01 1.95 1.90
133 3.91 3.06 2.67 2.44 2.28 2.17 2.08 2.01 1.95 1.90
134 3.91 3.06 2.67 2.44 2.28 2.17 2.08 2.01 1.95 1.90
135 3.91 3.06 2.67 2.44 2.28 2.17 2.08 2.01 1.95 1.90
136 3.91 3.06 2.67 2.44 2.28 2.17 2.08 2.01 1.95 1.90
137 3.91 3.06 2.67 2.44 2.28 2.17 2.08 2.01 1.95 1.90
138 3.91 3.06 2.67 2.44 2.28 2.16 2.08 2.01 1.95 1.90
139 3.91 3.06 2.67 2.44 2.28 2.16 2.08 2.01 1.95 1.90
140 3.91 3.06 2.67 2.44 2.28 2.16 2.08 2.01 1.95 1.90
141 3.91 3.06 2.67 2.44 2.28 2.16 2.08 2.00 1.95 1.90
142 3.91 3.06 2.67 2.44 2.28 2.16 2.07 2.00 1.95 1.90
143 3.91 3.06 2.67 2.43 2.28 2.16 2.07 2.00 1.95 1.90
144 3.91 3.06 2.67 2.43 2.28 2.16 2.07 2.00 1.95 1.90
145 3.91 3.06 2.67 2.43 2.28 2.16 2.07 2.00 1.94 1.90
146 3.91 3.06 2.67 2.43 2.28 2.16 2.07 2.00 1.94 1.90
147 3.91 3.06 2.67 2.43 2.28 2.16 2.07 2.00 1.94 1.90
148 3.91 3.06 2.67 2.43 2.28 2.16 2.07 2.00 1.94 1.90
149 3.90 3.06 2.67 2.43 2.27 2.16 2.07 2.00 1.94 1.89
150 3.90 3.06 2.66 2.43 2.27 2.16 2.07 2.00 1.94 1.89
151 3.90 3.06 2.66 2.43 2.27 2.16 2.07 2.00 1.94 1.89
152 3.90 3.06 2.66 2.43 2.27 2.16 2.07 2.00 1.94 1.89
153 3.90 3.06 2.66 2.43 2.27 2.16 2.07 2.00 1.94 1.89
154 3.90 3.05 2.66 2.43 2.27 2.16 2.07 2.00 1.94 1.89
155 3.90 3.05 2.66 2.43 2.27 2.16 2.07 2.00 1.94 1.89
156 3.90 3.05 2.66 2.43 2.27 2.16 2.07 2.00 1.94 1.89
157 3.90 3.05 2.66 2.43 2.27 2.16 2.07 2.00 1.94 1.89
158 3.90 3.05 2.66 2.43 2.27 2.16 2.07 2.00 1.94 1.89
159 3.90 3.05 2.66 2.43 2.27 2.16 2.07 2.00 1.94 1.89
160 3.90 3.05 2.66 2.43 2.27 2.16 2.07 2.00 1.94 1.89
161 3.90 3.05 2.66 2.43 2.27 2.16 2.07 2.00 1.94 1.89
162 3.90 3.05 2.66 2.43 2.27 2.15 2.07 2.00 1.94 1.89
163 3.90 3.05 2.66 2.43 2.27 2.15 2.07 2.00 1.94 1.89
164 3.90 3.05 2.66 2.43 2.27 2.15 2.07 2.00 1.94 1.89
165 3.90 3.05 2.66 2.43 2.27 2.15 2.07 1.99 1.94 1.89
166 3.90 3.05 2.66 2.43 2.27 2.15 2.07 1.99 1.94 1.89
167 3.90 3.05 2.66 2.43 2.27 2.15 2.06 1.99 1.94 1.89
168 3.90 3.05 2.66 2.43 2.27 2.15 2.06 1.99 1.94 1.89
169 3.90 3.05 2.66 2.43 2.27 2.15 2.06 1.99 1.94 1.89
170 3.90 3.05 2.66 2.42 2.27 2.15 2.06 1.99 1.94 1.89
171 3.90 3.05 2.66 2.42 2.27 2.15 2.06 1.99 1.93 1.89
172 3.90 3.05 2.66 2.42 2.27 2.15 2.06 1.99 1.93 1.89
173 3.90 3.05 2.66 2.42 2.27 2.15 2.06 1.99 1.93 1.89
174 3.90 3.05 2.66 2.42 2.27 2.15 2.06 1.99 1.93 1.89
175 3.90 3.05 2.66 2.42 2.27 2.15 2.06 1.99 1.93 1.89
176 3.89 3.05 2.66 2.42 2.27 2.15 2.06 1.99 1.93 1.88
177 3.89 3.05 2.66 2.42 2.27 2.15 2.06 1.99 1.93 1.88
178 3.89 3.05 2.66 2.42 2.26 2.15 2.06 1.99 1.93 1.88
179 3.89 3.05 2.66 2.42 2.26 2.15 2.06 1.99 1.93 1.88
180 3.89 3.05 2.65 2.42 2.26 2.15 2.06 1.99 1.93 1.88

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai