Anda di halaman 1dari 176

TESIS

ANALISIS DETERMINAN PELAKSANAAN POLA


PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM
DAERAH : STUDI PADA PUSKESMAS DI KABUPATEN
LOMBOK BARAT

ARIE RUSMAYANI
I2F 014 025

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI


PASCASARJANA UNIVERSITAS MATARAM
2017

i
TESIS

ANALISIS DETERMINAN PELAKSANAAN POLA


PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM
DAERAH : STUDI PADA PUSKESMAS DI KABUPATEN
LOMBOK BARAT

ARIE RUSMAYANI
I2F 014 025

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI


PASCASARJANA UNIVERSITAS MATARAM
2017

ii
ANALISIS DETERMINAN PELAKSANAAN POLA
PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM
DAERAH : STUDI PADA PUSKESMAS DI KABUPATEN
LOMBOK BARAT

TESIS
Untuk memperoleh Gelar Magister
Pada Program Studi Magister Akuntansi
Pascasarjana Universitas Mataram

Oleh:
ARIE RUSMAYANI
I2F014025

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI


PASCASARJANA UNIVERSITAS MATARAM
2017

iii
Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI


TANGGAL 7/04/2017

Oleh
Pembimbing Ketua

Dr. Lilik Handajani, SE.,MSA.,Ak.,CA


NIP. 19720625 199903 2 001

Pembimbing Pendamping

Erna Widiastuty, SE.,M.Si


NIP. 19771206 200801 2 012

Prof. DR. Rr. Hj. Titiek Herwanti, Dra, M.Si


NIP. 19510829 197803 003

iv
Telah diuji pada
Tanggal 19 Mei 2017
PANITIA PEN GU JI TESIS

Ketua : Dr. Lilik Handajani, SE.,MSA.,Ak.,CA ( )


NIP. 19720625 199903 2 001

Anggota :

1. Erna Widiastuty, SE.,M.Si )


NIP. 19771206 200801 2 012

2. Drs. Hermanto, MBA.,DBA


NIP. 19570116 198602 1 001

3. Dr. Endar Pituringsih, SE., M.Si., Ak., CA ( )


NIDN. 0706067101

v
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya menyatakan bahwa tesis dengan judul:

ANALISIS DETERMINAN PELAKSANAAN POLA PENGELOLAAN


KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH : STUDI PADA
PUSKESMAS DI KABUPATEN LOMBOK BARAT

Dan diajukan untuk diuji pada tanggal 19 Mei 2017 adalah hasil karya saya.

Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam tesis ini
tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil
dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol
yang menunjukkan gagasan atau pendapat atau pemikiran dari penulis lain, yang
saya akui seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri, dan atau tidak terdapat bagian
atau keseluruhan tulisan yang saya salin, tiru atau saya ambil dari tulisan orang
lain tanpa memberikan pengakuan pada penulis aslinya.
Apabila saya melakukan hal tersebut di atas, baik sengaja maupun tidak,
dengan ini saya menyatakan menarik tesis yang saya ajukan sebagai hasil tulisan
saya sendiri. Bila kemudian terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan
menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri,
berarti gelar dan ijazah yang telah diberikan oleh Universitas batal saya terima.

Mataram, 7 Juni 2017


Yang Memberi Pernyataan

ARIE RUSMAYANI, SE
I2F 014 025

vi
UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah, segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT,
yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, karena dengan limpahan rahmat dan
karuniaNya sehingga penyusunan Tesis yang berjudul “Analisis Determinan
Pelaksanaan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah:
Studi Pada Puskesmas di Kabupaten Lombok Barat” dapat saya selesaikan
meskipun jauh dari kata sempurna.
Terima kasih yang sebesar-besarnya saya ucapkan kepada Ibu Dr. Lilik
Handajani,SE.,MSA.,Ak.,CA selaku Pembimbing Ketua dan Ibu Erna Widiastuty,
SE.,M.Si selaku Pembimbing Pendamping atas kesabarannya dalam
membimbing, atas kesediaan meluangkan waktu, atas segala saran, masukan,
penjelasan, serta atas motivasi dan dukungan yang diberikan selama penyusunan
tesis ini.
Saya menyadari dengan sepenuhnya bahwa penyelesaian tesis ini banyak
melibatkan berbagai pihak yang dengan tulus telah meberikan bantuan dan
dukungannya. Dengan segala kerendahan hati, maka perkenankanlah saya untuk
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Rektor Universitas Mataram, Bapak Prof. Ir. H.Sunarpi, Ph.D atas
kesempatan, waktu, ijin yang diberikan untuk menempuh studi pada Program
Studi Magister Akuntansi Pascasarjana Universitas Mataram.
2. Direktur Pascasarjana Universitas Mataram, Bapak Prof. Ir. I Komang Damar
Jaya, M.Sc.,Agr.,Ph.D atas kesempatan yang diberikan untuk menempuh studi
pada Program Studi Magister Akuntansi.
3. Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mataram, Bapak Dr. Muaidy
Yasin, MS., selaku Ketua Majelis Pertimbangan atas kesempatan yang
diberikan untuk menempuh studi pada Program Studi Magister Akuntansi.
4. Ketua Program Studi Magister Akuntansi, Ibu Prof. DR. Rr. Hj.Titiek
Herwanti, Dra.,M.Si atas kesempatan yang diberikan untuk menempuh studi
pada Program Studi Magister Akuntansi.

vii
5. Bapak dan Ibu Dosen Penguji Ujian Tesis yang telah menguji dan telah
memberikan saran serta masukan untuk penyempurnaan tesis ini.
6. Penanggung Jawab Program Beasiswa STAR BPKP beserta seluruh
jajarannya, yang telah memberikan kesempatan dan dukungan moril maupun
materiil guna menempuh dan menyelesaikan pendidikan pada Program
Magister Akuntansi Universitas Mataram.
7. Bapak dan Ibu Dosen pada Program Studi Magister Akuntansi yang telah
memberikan pengetahuan selama menempuh pendidikan pada Program Studi
Magister Akuntansi.
8. Staf administrasi Program Studi Magister Akuntansi Universitas Mataram,
atas bantuan yang diberikan selama menempuh pendidikan.
9. Orang tua dan keluarga untuk dukungan serta do’anya yang tidak pernah
putus.
10. My beloved husband, for all do’a, support, and patient. My sholeha Athifa
Qistina Aribowo, for being my encouragement. Alhamdulillah, finnaly i finish
it.
11. Teman-teman STAR BPKP Batch III B_Best, makasih untuk kebersamaan,
dukungan, keseruan, kekompakan, susah dan senangnya. One day we’ll
remember that.
12. Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Barat, Dinas Kesehatan khususnya
Puskesmas di Kabupaten Lombok Barat, atas bantuan yang diberikan selama
proses pendidikan, penelitian sampai rampungnya penulisan tesis ini.
13. Dan untuk semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih
atas semua bantuan yang diberikan. Semoga Allah membalas dengan
kebaikan.
Akhir kata, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya bila ada
kesalahan dalam penulisan tesis ini dan semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak yang membutuhkan.

Mataram, Juni 2017


Penulis

viii
Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh


kualitas sumber daya manusia, komitmen organisasional, komunikasi, sarana
prasarana dan pengendalian intern terhadap pelaksanaan Pola Pengelolaan
Keuangan BLUD pada tahap implementasi awal di Puskesmas Kabupaten
Lombok Barat. Pengujian dilakukan pada 85 orang responden yang mewakili 50
persen dari jumlah populasi. Responden dalam penelitian ini merupakan pejabat
pengelola dan bendahara BLUD pada Puskesmas. Model penelitian
menggunakan analisis model struktural dengan smartPLS 3.0. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kualitas sumber daya manusia dan pengendalian intern
berpengaruh positif terhadap pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD
pada Puskesmas. Komitmen organisasional, komunikasi dan sarana prasarana
secara statistik tidak berpengaruh terhadap pelaksanaan pola pengelolaan
keuangan BLUD Puskesmas, namun dalam praktiknya komitmen organisasional
yang kuat, komunikasi yang baik serta sarana prasarana yang memadai telah
berjalan di Puskesmas. Implikasi dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi
masukan untuk mengevaluasi pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD
bagi Puskesmas Kabupaten Lombok Barat. Bagi pengelola keuangan BLUD pada
Puskesmas untuk dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan
pembentukan satuan pengawas intern BLUD untuk menjalankan pola
pengelolaan keuangan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

Kata Kunci : Implementasi kebijakan, Pola Pengelolaan Keuangan


BLUD, Puskesmas

ix
Abstract

The aims of this reseacrh are to obtain empirical evidence about the influence of the
quality of human resources, organizational commitment, communication, infrastructure
and internal control over implementation of the BLUDs Financial Management in the
early implementation at public health centres (here after called Puskesmas) in West
Lombok regency. Tests using on 85 respondents, who representing 50 percent of the total
population. Respondents in this study is the management and the fungtionals of
financials BLUDs at the Puskesmas. The research model using the structural model
analysis with smartPLS 3.0. The results show that the quality of human resources and
internal control positive effect on the implementation of BLUDs financial management at
the Puskesmas. Organizational commitment, communication and infrastructure
statistically has no effect to the implementation of the BLUDs financial management, but
in practice the strong organizational commitment, good communication and sufficient
infrastructure has been running at Puskesmas. The implications of this study are
expected to be an input to evaluate the implementation of BLUD finance management
pattern for Puskesmas of West Lombok regency. For BLUDs financial manager at the
Puskesmas to be able to improve the quality of human resources and the establishment of
an internal controling unit BLUDs to run a financial management in accordance with
the expected goals.

Keywords: Policy Implementation of BLUD, BLUDs Financial Management, Puskesmas

x
DAFTAR ISI

Halaman
Sampul Depan ......................................................................................... i
Sampul Dalam ......................................................................................... ii
Prasyarat Gelar ........................................................................................ iii
Lembar Persetujuan ................................................................................. iv
Lembar Penetapan Panitia Penguji .......................................................... v
Pernyataan Keaslian Tesis ..................................................................... vi
Ucapan Terima Kasih .............................................................................. vii
Abstrak..................................................................................................... ix
Abstack .................................................................................................... x
Daftar Isi .................................................................................................. xi
Daftar Tabel ............................................................................................. xiii
Daftar Gambar.......................................................................................... xiv
Daftar Lampiran....................................................................................... xv
BAB I. PENDAHULUAN....................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ...................................................................... 15
1.3. Tujuan Penelitian ....................................................................... 17
1.4. Manfaat Penelitian ..................................................................... 17
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 19
2.1. Telaah Riset Terdahulu dan Landasan Teoritis .......................... 19
2.1.1. Telaah Riset Terdahulu ...................................................... 19
2.1.2. Landasan Teoritis ............................................................... 25
2.1.2.1. Teori Implementasi Kebijakan .............................. 25
2.1.2.2. Konsep New Public Management (NPM).............. 28
2.1.2.3. Perubahan Organisasi ............................................. 30
2.1.2.4. Pola Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD) ....... 32
2.1.2.5. Puskesmas .............................................................. 36
2.1.2.6. Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi
Pola pengelolaan keuangan BLUD ........................ 37

xi
2.2. Rerangka Konseptual Penelitian dan Pengembangan Hipotesis 45
2.2.1. Rerangka Konseptual Penelitian ........................................ 45
2.2.2. Pengembangan Hipotesis Penelitian ................................. 47

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................... 56


3.1.
Jenis Penelitian .......................................................................... 56
3.2.
Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian .................................... 56
3.3.
Populasi dan Sampel Penelitian ................................................. 57
3.4.
Variabel Penelitian ..................................................................... 59
3.4.1. Klasifikasi Variabel ........................................................ 59
3.4.2. Definisi Konseptual dan Operasional Pengukuran
Variabel............................................................................ 60
3.5. Prosedur Pengumpulan Data ...................................................... 63
3.5.1. Teknik Pengumpulan Data .............................................. 63
3.5.2. Instrumen Penelitian ........................................................ 64
3.5.3. Sumber Data..................................................................... 65
3.6. Prosedur Analisis data ................................................................ 66
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ....................... 73
4.1. Hasil Penelitian .......................................................................... 74
4.2. Karakteristik Responden ........................................................... 76
4.3. Pengujian Instrumen Penelitian ................................................. 79
4.4. Statistik Deskriptif ..................................................................... 81
4.5. Analisis Data ............................................................................ 87
4.6. Pembahasan Hasil Penelitian ..................................................... 99
4.7. Implikasi Hasil Penelitian .......................................................... 113
BAB V. PENUTUP ................................................................................. 117
5.1. Simpulan .................................................................................... 117
5.2. Saran untuk Perbaikan Praktik .................................................. 119
5.3. Keterbatasan dan Arah Penelitian Mendatang .......................... 121

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xii
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1.1. Data SKPD/Unit Kerja Berstatus BLUD di Provinsi NTB
sampai dengan tahun 2014 ..................................................... 7
Tabel 1.2. Jumlah Data Penunjang Kesehatan Fasilitas Kesehatan
Kabupaten Lombok Barat Tahun 2015................................... 9
Tabel 3.1. Jumlah Populasi ..................................................................... 57
Tabel 3.2. Sampel Penelitian ................................................................... 59
Tabel 3.3. Tabel Kategori ....................................................................... 65
Tabel 4.1. Penyebaran dan Pengembalian Kuesioner ........................... 75
Tabel 4.2. Karakteristik Responden ....................................................... 78
Tabel 4.3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ....................................... 81
Tabel 4.4. Hasil Statistik Deskriptif ....................................................... 83
Tabel 4.5. Hasil Pengujian Convergent Validity ..................................... 90
Tabel 4.6. Hasil Nilai Crossloading ....................................................... 92
Tabel 4.7. Hasil Pengujian Composite Reliability ................................... 94
Tabel 4.8. Hasil Nilai R square ............................................................... 95
Tabel 4.9. Hasil Nilai Q square ............................................................... 96
Tabel 4.10. Hasil Nilai Koefisien Jalur .................................................. 97

xiii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1. Mapping Penelitian ............................................................ 24
Gambar 2.2. Implementasi Kebijakan Edward III ................................. 26
Gambar 2.3. Rerangka Konseptual Penelitian ....................................... 47
Gambar 3.1. Model Penelitian .......................................................... 69
Gambar 4.1. Evaluasi model pengukuran ............................................. 88

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Penelitian Terdahulu


Lampiran 2. Devinisi Operasional Variabel
Lampiran 3. Peta sebaran Puskesmas Kabupaten Lombok Barat tahun 2016
Lampiran 4. Hasil pengujian instrumen penelitian
Lampiran 5. Hasil tabulasi data kuesioner
Lampiran 6. Hasil statitik deskriptif
Lampiran 7. Visual snake diagrram
Lampiran 8. Hasil pengujian outer model
Lampiran 9. Hasil pengujian inner model
Lampiran 10. Gambar evalusi model struktural

xv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Adanya paket Undang-Undang bidang keuangan yang ditetapkan oleh

Pemerintah yaitu Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan

Negara, Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara

dan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Keuangan

Negara telah menjadi sebuah paradigma baru dalam sistem pengelolaan keuangan

Negara di Indonesia. Di dalam paket undang-undang tersebut setidaknya

mengandung tiga kaidah manajemen keuangan Negara yaitu orientasi pada hasil,

profesionalitas dan akuntabilitas dan transparansi (Restianto dan Icuk, 2014).

Perubahan yang kemudian menjadi tonggak awal reformasi signifikan

bidang keuangan ini juga tidak lepas dari berkembangnya konsep New Public

Management (NPM), dimana dalam konsep tersebut pemerintah dianjurkan untuk

meninggalkan paradigma administrasi tradisional yang terkesan kaku, birokratis,

kurang efektif dan efisien dalam pemberian layanan. Selanjutnya

menggantikannya dengan sistem pengelolaan yang berorientasi pada hasil dan

kinerja. Pemerintah juga dapat mendorong organisasi dan pegawai agar lebih

fleksibel dalam menetapkan tujuan serta target organisasi secara lebih jelas

sehingga memungkinkan pengukuran hasil yang lebih baik (Moynihan dan

Sanjay, 2003).

1
2

Berkembangnya konsep New Public Management juga telah dapat

merubah pola pikir para penyelenggara negara untuk melakukan penganggaran

yang lebih efisien, profesionalitas, akuntabel dan transparan, dengan bentuk

pengganggaran berbasis kinerja. Anggaran berbasis kinerja yang difokuskan pada

anggaran pemerintah ini dimaksudkan agar anggaraan yang disusun dapat

menjadi lebih jelas dan lebih berorientasi pada output, terutama untuk dapat

memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat.

Selain penyusunan anggaran yang berfokus kinerja, adanya paket

undang-undang tentang pengelolaan keuangan Negara tersebut telah membuka

peluang bagi instansi yang memiliki tugas dan fungsinya adalah memberikan

pelayanan kepada masyarakat untuk dapat menerapkan sebuah pola baru yang

lebih fleksibel dalam sistem pengelolaan keuangannya sehingga lebih

memaksimalkan pelayanaan yang diberikan kepada masyarakat (Waluyo, 2011).

Lebih lanjut dalam konsep New Public Management juga menjelaskan bahwa

Pemerintah dapat mengadopsi praktik-praktik sektor swasta termasuk privatisasi,

pengukuran kinerja, perencanaan strategis, pelayanan pelanggan dan pendekatan

manajerial lainnya untuk dapat diterapkan pada sektor publik. Sehingga pada

akhirnya prinsip-prinsip ekonomis, efektif dan efisien dapat diterapkan oleh

pemerintah untuk dapat memberikan pelayanan yang lebih baik (Hood (1995)

dalam Denhardt, 2000).

Salah satu alternatif yang dapat dilakukan oleh organisasi pemerintah

untuk dapat memberikan pelayanan yang lebih baik adalah dengan

mewirausahakan pemerintah (enterprising the governance). Mewirausahakan


3

pemerintah diartikan sebagai pengadopsian praktik-praktik bisnis yang ada pada

sektor privat untuk dapat diterapkan pada sektor publik. Akan tetapi pada sektor

publik penerapannya tidak semata-mata untuk mencari keuntungan, akan tetapi

dalam hal ini keuntungan yang didapat akan dipergunakan kembali untuk

meningkatkan kinerja pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.

Ketentuan pasal 68 dan 69 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004

tentang Perbendaharaan Negara menyatakan bahwa instansi pemerintah dengan

tugas pokok dan fungsinya memberi pelayanan kepada masyarakat dapat

menerapkan pola pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan mengutamakan

produktivitas, efisiensi, dan efektivitas dengan sebutan Badan Layanan Umum

(BLU). Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2005 mendefinisikan Badan

Layanan Umum sebagai instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk

memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau

jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan

kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Berdasarkan

ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa BLU adalah Satuan Kerja (Satker)

yang ada dalam lingkungan pemerintah pusat atau daerah yang mempunyai

fleksibilitas dalam pengelolaan pendapatan yang diperolehnya untuk dapat

dikelola kembali secara lebih efektif dan efisien sehingga tidak menimbulkan

ketergantungan terhadap APBN/APBD.

Lebih lanjut dalam Permendagri 61 tahun 2007 menjelaskan bahwa untuk

menjalankan pola tata kelola (governance) Badan Layanan Umum Daerah, Satuan

Kerja Perangkat Daerah (SKPD) harus memenuhi syarat-syarat yang telah


4

ditetapkan. Persyaratan tersebut harus terpenuhi baik secara substantif, teknis dan

administratif. Lebih lanjut, jika dalam pelaksanaannya apabila dinilai ada syarat

yang sudah tidak terpenuhi bisa saja status pengelolaan keuangan organisasi

tersebut dicabut.

Awal penerapan pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah,

instansi pemerintah yang ditetapkan menjadi BLU/BLUD kemungkinan akan

menemui hambatan yang dapat berasal dari internal dan eksternal organisasi.

Menurut Kusuma (2016) (www.rsj.babelprov.go.id.) kendala dari internal

organisasi antara lain adalah terbatasnya tenaga yang kompeten dalam bidang

keuangan dan pengelolaan asset. Hal ini menjadi penting karena akan

berpengaruh terhadap pelaksanaan BLU, terutama terkait dengan proses awal

penyusunan RSB (Rencana Strategis Bisnis) dan RBA (Rencana Bisnis

Anggaran) yang berisi program, kegiatan, target kinerja dan anggaran BLU,

kemudian dalam penyusunan laporan berstandar SAP yang digunakan oleh BLU

dan manajemen asset BLU.

Kendala lainnya adalah perubahan pola pikir (mindset) dari anggota

organisasi itu sendiri yang sulit untuk dirubah, karena mindset yang selama ini

berkembang bahwa perubahan sekecil apapun dalam organisasi pemerintahan

tidak akan berdampak terhadap pendapatan yang akan diterima sebagai pegawai

negeri sipil. Sehingga setiap perubahan dalam organisasi tentunya membutuhkan

komitmen yang kuat untuk dapat mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan.

Kemudian fungsi Satuan Pengawas Internal yang belum termanfaatkan dengan


5

baik dan sampai kepada kendala dalam sistem pembagian remunerasi pengelolaan

BLU.

Kendala yang berasal dari ekternal organisasi yaitu kurangnya

komunikasi pengelola kepada stakeholder terkait dengan pengembangan BLU dan

kurangnya kefahaman dari para stakeholder mengenai pola pengelolaan keuangan

BLU. Oleh karena itu, dalam pengimplemantasi sebuah kebijakan, organisasi

harus dapat mempersiapkan dan merencanakan dengan matang hal-hal yang

dianggap menjadi kendala dalam proses pengimplentasian tersebut, sehingga

tujuan organisasi dapat dicapai sesuai dengan yang diinginkan.

Sebagai salah satu bagian dari unit kerja instansi pemerintah di Daerah

yang memberikan pelayanan secara langsung kepada masyarakat, Puskesmas

dapat dijadikan contoh untuk penerapkan pola pengelolaan keuangan BLUD.

Puskesmas merupakan institusi pelayanan publik yang memegang peranan

penting bagi peningkatan derajat kesehatan dasar masyarakat, sehingga seiring

dengan perkembangannya Puskesmas diharapkan dapat terus melayani dan selalu

memberikan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau bagi masyarakat.

Data dari Kementrian Dalam Negeri sampai akhir tahun 2014

Puskesmas yang sudah menerapkan PPK-BLUD sebanyak 209 Puskesmas atau

sebanyak 2% dari total 9.671 Puskesmas yang ada di Indonesia. Hal ini menjadi

sebuah tantangan bagi Pemerintah, karena dengan menjadikan Puskesmas sebagai

BLUD diharapkan akan dapat mengatasi permasalahan yang ada terkait

pengelolaan keuangan Puskesmas. Pengelolaan keuangan Puskesmas selama ini

menjadi bagian dari sistem pengelolaan keuangan daerah, dimana seluruh


6

pendapatan yang diterima oleh Puskesmas akan disetorkan terlebih dahulu ke

rekening Kas Daerah, kemudian untuk pengalokasiannya dan penggunaannya

kembali ke Puskesmas diatur dalam rencana kerja yang diusulkan oleh SKPD

Dinas Kesehatan sebagai instansi induknya. Hal ini memungkinkan untuk

pengalokasian yang diperoleh oleh Puskesmas akan tidak sesuai dengan prioritas

yang diinginkan oleh Puskesmas itu sendiri. Masalah lain, terkait dengan

panjangnya alur birokrasi dalam proses pencairan dana operasional Puskesmas,

serta banyaknya aturan pengelolaan keuangan sehingga dapat menghambat

kelancaran pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.

Hal terbaru yang memungkinkan perubahan status Puskesmas menjadi

BLUD adalah terkait dengan program jaminan kesehatan yang diluncurkan oleh

Pemerintah. Peraturan Presiden Nomor 32 tahun 2014 dan Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 19 tahun 2014 mengenai Pengelolaan Dana Kapitasi di

Puskesmas menyebutkan bahwa dana kapitasi BPJS sebagai badan penyelenggara

jaminan sosial ditransfer langsung ke rekening Puskesmas, sehingga pemanfaatan

dana kapitasi BPJS akan dapat lebih fleksibel direncanakan oleh Puskesmas jika

telah berstatus sebagai BLUD.

Triprasetya (2014) menilai bahwa perubahan Puskesmas menjadi BLUD

akan memberikan dampak meningkatnya permintaan akan kualitas pelayanan

yang diberikan dan harapannya ini akan berbanding lurus dengan manajemen

yang profesional dari Puskesmas itu sendiri. Pada akhirnya pemberian layanan

yang bermutu dan berkualitas akan menghasilkan kepuasan pasien yang berujung

pada keberlangsungan layanan jangka panjang.


7

Data Kementrian Dalam Negeri (www.keuda.kemendagri.go.id) untuk

Provinsi Nusa Tenggara Barat sampai dengan tahun 2014 yang telah menerapkan

pola pengelolaan keuangan BLUD adalah Rumah Sakit. Dari 12 (dua belas)

Rumah Sakit Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota yang ada baru 4 (empat)

Rumah Sakit Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota yang telah menerapkan pola

pengelolaan keuangan BLUD dengan status pengelolaan keuangan BLUD penuh.

Sementara untuk Puskesmas sendiri, pola pengelolaan keuangan BLUD sudah

mulai dijalankan di Kabupaten Lombok Barat. Tabel 1.1 di bawah ini

menampilkan data SKPD/Unit Kerja dalam bidang kesehatan yang telah menjadi

BLUD di Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Tabel 1.1. Data SKPD / Unit Kerja Berstatus BLUD di Provinsi NTB
Sampai dengan tahun 2014

No Nama SKPD / unit SK Kepala Daerah Status


Daerah kerja BLUD
Provinsi RSU No. 37 tahun 2011 / 25 januari 2011 Penuh
1
NTB RSJ No. 56 tahun 2011 / 29 januari 2011 Penuh
Kab.
2 Lombok RSUD Praya No. 374 tahun 2011 / 3 oktober 2011 Penuh
Tengah
Kota RSUD No. 565/XII/2010 / 1 desember 2010 Penuh
3 Mataram Kota
Mataram
Sumber: www.keuda.kemendagri.go.id

Kabupaten Lombok Barat memiliki 17 Puskesmas yang berada di 10

Kecamatan. Dinas Kesehatan sebagai instansi induk yang membawahi Puskesmas

selama tahun 2015 telah mempersiapkan persyaratan-persyaratan yang harus

dipenuhi oleh Puskesmas untuk dapat menjadi BLUD. Dengan adanya perubahan

ini diharapkan dapat memenuhi harapan Puskesmas untuk menjadi lebih mandiri

dengan pola pengelolaan keuangan BLUD. Seiring dengan hal tersebut Bupati
8

Lombok Barat telah menerbitkan Peraturan Bupati No. 12 tahun 2015 tentang

Pedoman Pengelolaan Badan Layanan Umum Daerah di Lingkungan Pemerintah

Kabupaten Lombok Barat. Meskipun telah ditetapkan pada tahun 2015, efektif

Puskesmas menjalankan pengelolaan keuangan BLUD dimulai pada tahun 2016

dengan status BLUD bertahap.

Pola pengelolaan keuangan BLUD merupakan hal baru yang dijalankan

oleh Puskesmas. Perubahan pola pengelolaan keuangan ini menjadi bagian dari

kebijakan yang diambil oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Barat untuk

dapat memberikan dan meningkatkan kinerja pelayanan kesehatan yang lebih baik

bagi masyarakat terutama di Kabupaten Lombok Barat. Menurut teori

implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh Edward III (1980) dalam

Widodo (2013), setidaknya ada beberapa faktor yang perlu dipersiapkan untuk

dapat menunjang keberhasilan pelaksanaan suatu kebijakan. Hal tersebut antara

lain adalah komunikasi, sumber daya, sikap pengelola serta struktur birokrasi dari

organisasi itu sendiri.

Kendala dalam implementasi awal yang sangat dirasakan oleh Puskesmas

terkait dengan pola pengelolaan keuangan BLUD adalah ketersediaan sumber

daya manusia khususnya yang memiliki keahlian dalam bidang akuntansi dan

keuangan. Berdasarkan data kebutuhan tenaga yang ada, jumlah tenaga

administrasi khususnya yang memiliki latar belakang akuntansi dan keuangan di

Puskesmas masih sedikit, sehingga selama ini untuk pengelolaan dana Puskesmas

lebih banyak dilakukan oleh tenaga yang memiliki latar belakang non akuntansi.

Hal ini tentu akan berdampak pada tugas dan fungsi yang dijalankan oleh
9

pengelola keuangan Puskesmas. Data jumlah tenaga Puskesmas dapat dilihat dari

tabel di bawah ini :

Tabel 1.2. Data Jumlah Tenaga Penunjang/ Pendukung Kesehatan di Fasilitas


Kesehatan Kab. Lombok Barat tahun 2015

Staf
No Puskemas Juru Jumlah
Administrasi
1 Puskesmas Sekotong 2 3 5
2 Puskesmas Pelangan 2 2 4
Puskesmas Jembatan
3 6 1 7
Kembar
4 Puskesmas Gerung 6 1 7
5 Puskesmas Dasan Tapen 2 1 3
6 Puskesmas Labuapi 5 - 5
7 Puskesmas Perampuan 1 2 3
8 Puskesmas Kediri 6 1 7
9 Puskesmas Banyumulek 3 - 3
10 Puskesmas Kuripan 4 1 5
11 Puskemas Narmada 8 7 15
12 Puskesmas sedau 8 2 10
13 Puskesmas Lingsar 8 3 11
14 Puskesmas Sigerongan 3 - 3
15 Puskesmas Gunungsari 4 1 5
16 Puskesmas penimbung 4 1 5
17 Puskesmas meninting 7 - 7
Total 79 26 105
Sumber: Profil Dikes Lobar th. 2015
Staf Administrasi : diisi oleh tenaga S1-S2 non kesehatan dan Juru : Diisi oleh tenaga SD-SMA

Ketersediaan sumber daya manusia yang mempunyai keahlian dibidang

akuntansi dan keuangan sangat diperlukan untuk dapat menunjang terlaksananya

pola pengelolaan keuangan BLUD, karena dalam pengelolaan keuangan BLUD

akan terkait dengan pelaporan keuangan yang penyajiannya disesuaikan dengan

Standar Akuntasi yang telah ditetapkan. Selain itu, sumber daya manusia yang

memiliki latar belakang akuntansi dan keuangan menjadi penting, karena tenaga

akuntansi diharapkan dapat membantu dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan

BLUD sehingga fleksibilitas keuangan yang diberikan oleh pemerintah ketika


10

menjadi BLUD tidak menjadi hambatan dan dapat dimanfaatkan oleh Puskesmas

(Apriliyanto, 2015).

Kendala lainnya adalah bahwa belum semua pegawai memahami terkait

pola pengelolaan keuangan BLUD yang sedang dijalankan oleh Puskesmas.

Awalnya para pegawai Puskesmas beranggapan bahwa BLUD hanya merupakan

suatu kebijakan yang harus dijalankan oleh Puskesmas, dimana kebijakan ini akan

berpengaruh terhadap Puskesmas secara keseluruhan. Kebijakan ini juga

dipahami sebagai tuntutan yang memiliki konsekuensi terhadap peningkatan

kinerja pegawai yang ada didalamnya. Pada tahap awal berjalannya pola

pengelolaan keuangan BLUD di Puskesmas, bentuk komunikasi yang ada adalah

berupa sosialisasi yang dilakukan baik secara internal melalui mini lokakarya

maupun komunikasi dalam bentuk koordinasi dengan pihak ekternal Puskesmas

yaitu dengan Dinas Kesehatan sebagai instansi induk Puskesmas. Koordinasi ini

dilakukan dengan tujuan untuk mencapai kesamaan persepsi atas pola

pengelolaan keuangan BLUD.

Perubahan atas pola kerja yang dijalankan oleh para pegawai

membutuhkan komitmen dari para pegawai Puskesmas, mengingat dalam

pengelolaan keuangan BLUD memerlukan tuntutan terhadap peningkatan kinerja

untuk dapat meningkatkan mutu pelayanan yang diberikan kepada mayarakat.

Pola pengelolaan keuangan BLUD juga harus memperhatikan kebutuhan,

perkembangan nilai, strategi serta dapat berinovasi untuk pengembangan dan

kesinambungan pelayanan Puskesmas. Putra (2014) mengemukakan bahwa

komitmen dari para pengelola untuk dapat bersikap profesional dalam upaya
11

meningkatkan mutu pelayanan yang diberikan kepada masyarakat sehingga dapat

menjamin bahwa setiap kegiatan yang dilakukan adalah untuk tercapainya tujuan

yang diinginkan.

Pola pengelolaan keuangan BLUD oleh Puskesmas, pada tahap awal

implementasiannya ini belum membentuk Satuan Pengawas Intern BLUD. Jika

merujuk pada Permendagri 61 tahun 2007, disebutkan bahwa akan terjadi

perubahan tata kelola kelembagaan pada organisasi yang menjadi BLUD. Di

dalam struktur organisasinya akan terdapat pejabat pengelola yang terdiri dari

pimpinan BLUD, pejabat keuangan dan pejabat teknis. Lebih lanjut dalam Pasal

35 menjelaskan, organisasi yang menjadi BLUD harus memiliki Satuan Pengawas

Intern (SPI). Peran SPI yang merupakan unit kerja yang berada dan bertanggung

jawab langsung kepada pimpinan BLUD menjadi penting sebagai langkah awal

dalam pengawasan dan pemantauan terhadap kegiatan BLUD.

Ketersediaan perangkat teknologi seperti komputer dan sistem informasi

yang terintegrasi juga merupakan suatu hal yang perlu dibenahi dalam proses

awal Puskesmas menjadi BLUD. Saat ini pelayanan Puskesmas menggunakan

aplikasi ePuskesmas yang berbasis online, sedangkan untuk pengelolaan

keuangannya Puskesmas menggunakan aplikasi SIMDA. Khusus untuk

penggunaan SIMDA, entry data keuangan dan asset masih dilakukan oleh

masing-masing Puskesmas secara offline karena belum adanya jaringan yang

menghubungkan dengan bagian keuangan dan akuntansi DPPKD. Penggunaan

aplikasi ePuskesmas dan SIMDA sebagai alat yang menunjang pelaksanaan

kegiatan, masih memerlukan sarana prasarana seperti komputer dan jaringannya


12

yang terintegrasi sehingga akan dapat membantu dalam operasional Puskesmas

serta akan sangat menunjang dalam pelaksanaan transparansi tata kelola BLUD.

Berdasarkan fenomena di atas, dapat diketahui bahwa masih terdapat hal-

hal yang perlu untuk dibenahi oleh Puskesmas dalam proses awal

pengimplementasian pola pengelolaan keuangan BLUD. Jika dikaitkan dengan

teori kebijakan yang dikemukakan oleh Edward III (1980), hal-hal tersebut dapat

dijadikan ukuran untuk melihat keberhasilan pelaksanaan sebuah kebijakan yang

diambil oleh organisasi.

Studi terkait dengan pelaksanaan pola pengelolaan keuangan

BLU/BLUD pada Puskesmas/Rumah Sakit telah dilakukan antara lain oleh

Gustini (2011), Puspadewi (2012), Surianto (2013), Trianasari (2013),

Rondonuwu (2013), Putra (2014), Wildana (2014), Dwirista (2014) dan

Triprasetya (2014). Penelitian tersebut lebih banyak menekankan pada evaluasi

terhadap Rumah Sakit maupun Puskesmas yang telah mengimplentasikan pola

pengelolaan keuangan BLU/BLUD. Hasil yang dapat disimpulkan dari penelitian-

penelitian tersebut adalah bahwa sebagian besar mengemukakan bahwa Rumah

Sakit maupun Puskesmas dalam menjalankan pola pengelolaan keuangan

BLU/BLUD masih terbatas pada kurangnya sumber daya manusia, sarana dan

prasarana, kemudian belum adanya regulasi yang mendukung, belum optimal

dijalankannya Standar Pelayanan Minimum dan fungsi Dewan Pengawas. Hasil

penelitian juga menjelaskan bahwa perlunya komitmen dan komunikasi dari

pihak internal dan eksternal BLUD untuk dapat menerapkan tata kelola BLUD

yang baik.
13

Penelitian yang dilakukan oleh Medyawati (2010) terhadap implementasi

pola pengelolaan BLU memberikan hasil bahwa salah satu kendala yang dihadapi

dalam implementasi BLU adalah belum berperannya SPI. Hasil kesimpulan ini

diperkuat dengan penelitian lain yang dilakukan oleh Sari (2012) dan Hartono

(2015) yang meneliti tentang peran audit internal dan akuntabilitas sumber daya

manusia terhadap good coorporate governance (GCG) pada BLU. Hasil dari

penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa akuntabilitas dan peran audit

internal berpengaruh terhadap GCG pada BLU. Penelitian yang dilakukan oleh

Aprillianto (2015) terkait restrukturisasi SKPD menjadi BLUD, kembali

mempertegas bahwa untuk menjalankan pola pengelolaan keuangan BLUD,

instansi pemerintah harus benar-benar mempersiapkan sumber daya, sistem

informasi yang terintegrasi dan pengendalian internal.

Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa

kendala-kendala yang ditemukan dalam pelaksanaan pola pengelolaan keuangan

BLU antara lain kualitas sumber daya manusia, kurangnya regulasi, minimnya

SPM dari Rumah Sakit maupun Puskesmas, belum terbentuknya dewan

pengawas, kurangnya komitmen dari anggota organisasi, kurangnya komunikasi,

keterbatasan sarana pendukung yang dalam hal ini teknologi dan sistem informasi

serta belum optimalnya fungsi pengendalian internal. Meskipun dalam proses

pelaksanaannya masih terdapat kendala, secara keseluruhan dari hasil penelitian

tersebut juga menyimpulkan bahwa dengan menjalankan pola pengelolaan

keuangan BLU/BLUD telah dapat meningkatkan kinerja organisasi secara

keseluruhan.
14

Penelitian ini mengeksplorasi beberapa kebaruan. Pertama, penelitian ini

merupakan penelitian yang mencoba melihat implementasi kebijakan pola

pengelolaan BLUD dari perspektif yang berbeda. Jika pada penelitian

sebelumnya, implementasi kebijakan pola pengelolaan keuangan BLUD lebih

banyak bersifat deskriptif kualitatif, maka penelitian ini merupakan penelitian

yang melihat dari sisi kuantitatif. Penelitian kuantitatif diharapkan dapat

memberikan kemampuan untuk menggeneralisasi hasil yang ditemukan, dalam

artian bahwa hasil yang diperoleh akan dapat diterapkan dalam lingkup yang

lebih luas.

Kedua, Teori Edward III (1980) mengemukakan bahwa faktor-faktor

seperti komunikasi, sumber daya, struktur birokrasi dan sikap pelaksana dapat

mempengaruhi implementasi suatu kebijakan dan penelitian ini mencoba untuk

menjustifikasi teori implementasi yang dikemukakan oleh Edwads III (1980)

tersebut dengan fenomena perubahan pola pengelolaan keuangan yang dijalankan

oleh Puskesmas yang merupakan bagian dari kebijakan yang diambil oleh Dinas

Kesehatan. Meskipun penelitian ini tidak secara utuh mengambil faktor-faktor

yang ada pada teori kebijakan Edward III, tetapi penelitian ini ingin menguji

secara empiris faktor-faktor yang diduga mempunyai hubungan dalam proses

implementasi awal kebijakan pola pengelolaan keuangan BLUD pada Puskesmas.

Faktor-faktor tersebut antara lain kualitas sumber daya manusia, komitmen

organisasional, komunikasi, sarana prasarana dan menambahkan faktor

pengendalian intern dalam penelitian. Ketiga, penelitian sebelumnya terkait

evaluasi implementasi pola pengelolaan keuangan BLUD untuk Provinsi NTB


15

dilakukan pada Rumah Sakit, penelitian ini dilakukan pada Puskesmas di

Kabupeten Lombok Barat. Dimana untuk Provinsi Nusa Tenggara Barat

Puskesmas dengan status BLUD baru diterapkan di Kabupaten Lombok Barat, hal

ini merupakan bagian dari kebijakan yang diambil untuk dapat mewujudkan visi

misi Dinas Kesehatan yang salah satunya untuk dapat memberikan pelayanan

kesehatan yang berkualitas, adil, merata dan terjangkau guna meningkatkan

derajat kesehatan individu, keluarga, masyarakat beserta lingkungannya.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan beberapa penelitian, keberhasilan implementasi sebuah

kebijakan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Penelitian kualitatif terhadap

evaluasi pola pengelolaan keuangan BLUD yang telah dijalankan oleh beberapa

instansi telah berhasil menggali informasi terkait beberapa hal yang perlu untuk

diperbaiki untuk dapat menjalankan pola pengelolaan BLUD yang sesuai dengan

Permendagri nomor 61 tahun 2007. Informasi tersebut antara lain perlunya

dukungan sumber daya, pentingnya komunikasi dan komitmen dari para

pengelola, dukungan teknologi yang terintegrasi sampai pada pentingya

pembentukan Satuan Pengawas Internal.

Pola pengelolaan keuangan BLUD pada Puskesmas di Kabupaten

Lombok Barat baru efektif dijalankan pada tahun 2016. Kebijakan untuk merubah

pola pengelolaan keuangan yang berbeda dari yang dijalankan oleh Puskesmas

selama ini dengan harapan untuk dapat meningkatkan dan memberikan

pelayanaan yang bermutu dan lebih baik bagi masyarakat. Puskesmas diharapkan
16

dapat mengatasi kendala-kendala yang dapat mempengaruhi pelaksanaan di

dalam proses awal implementasinya.

Berdasarkan argumentasi di atas, rumusan masalah yang diajukan dalam

penelitian ini adalah apakah kualitas sumber daya manusia, komitmen

organisasional, komunikasi, sarana prasarana dan pengendalian intern akan

berpengaruh terhadap pelaksanaan Pola Pengelolaan Keuangan BLUD pada tahap

implementasi awal oleh Puskesmas di Kabupaten Lombok Barat.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini

dimaksudkan untuk menguji dan memperoleh bukti empiris mengenai kualitas

sumber daya manusia, komitmen organisasional, komunikasi, sarana prasarana

dan pengendalian intern berpengaruh terhadap pelaksanaan Pola Pengelolaan

Keuangan BLUD pada tahap implementasi awal oleh Puskesmas di Kabupaten

Lombok Barat.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat teoritis, praktis dan

kebijakan sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis, hasil penelitian ini akan dapat menjadi referensi dan data

tambahan bagi peneliti-peneliti lainnya yang tertarik pada bidang kajian

pengelolaan keuangan sektor publik, khususnya terkait dengan konsep untuk

dapat mewirausahakan pemerintah yaitu pada organisasi yang berorientasi

pelayanan kepada masyarakat seperti Puskesmas. Di mana mewirausahakan

pemerintah adalah merupakan salah satu ciri dari konsep New Public
17

Management (NPM). Penelitian ini juga akan dapat memberikan bukti empiris

atas teori implementasi Edward III (1980) terkait implementasi sebuah

kebijakan yaitu pola pengelolaan keuangan BLUD pada Puskesmas sehingga

diharapkan dapat membawa sebuah perubahan bagi organisasi itu sendiri.

2. Manfaat Praktis, penelitian ini dapat membantu pelaksanaan implementasi

pola pengelolaan keuangan di Puskesmas Kabupaten Lombok Barat,

khususnya dengan mempersiapkan hal-hal yang perlu untuk ditingkatkan guna

mendukung keberhasilan pelaksanaan sebuah kebijakan baru agar dapat

bermanfaat dan berjalan sesuai dengan yang diharapkan oleh organisasi.

Selain itu, manfaat praktis dari penelitian ini diharapkan akan dapat menjadi

bahan acuan bagi Puskesmas daerah lain untuk dapat menerapkan pola

pengelolaan keuangan BLUD.

3. Manfaat Kebijakan, hasil penelitian ini dapat memberikan referensi bagi

instansi terkait, khususnya Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Barat untuk

dapat mengevaluasi pelaksanaan Peraturan Bupati Nomor 12 tahun 2015

tentang Pedoman Pengelolaan Badan Layanan Umum Daerah di Lingkungan

Pemerintah Kabupaten Lombok Barat. Dinas Kesehatan juga diharapkan dapat

membuat regulasi yang lebih rinci terkait pola pengelolaan keuangan BLUD

yang dijalankan Puskesmas, seperti rincian Standard Operational Procedure

(SOP) dan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bagi Puskesmas dengan status

BLUD serta regulasi terkait dengan pembentukan SPI. Hasil penelitian ini

diharapkan pula dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi Puskesmas dalam

penerapan pola pengelolaan keuangan BLUD untuk dapat membuat aturan-


18

aturan internal terkait dengan tugas pokok dan fungsi dari para pengelola dan

pegawai Puskesmas.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Telaah Riset Terdahulu dan Landasan Teoritis

2.1.1 Telaah Riset Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang menjadi telaah riset penelitian terkait

dengan pola pengelolaan keuangan pada BLU/BLUD baik pada Rumah Sakit

maupun Puskesmas adalah:

Penelitian yang dilakukan oleh Meidyawati (2010) telah menganalisa

beberapa aspek dalam pengimplementasian pola pengelolaan BLU. Hasil analisa

yang dilakukan menyimpulkan bahwa kendala yang dihadapi antara lain

keterbatasan sumber daya, belum siapnya organisasi secara keseluruhan untuk

dapat merubah paradigma menjadi enterpreneurship, belum optimalnya

penyebaran informasi bagi intern dan ekstern organisasi guna meningkatkan

transparansi. Rencana Strategis Bisnis (RSB), Rencana Bisnis Anggaran (RBA)

serta Standar Pelayanan Minimal (SPM) belum tersusun dengan baik dan sesuai

kondisi riil yang ada, serta belum berfungsinya Dewan Pengawas dan keberadaan

Satuan Pengawas Intern (SPI) yang belum optimal.

Hasil penelitian lain terkait kendala kurangnya sumber daya manusia

dalam implementasi pola pengelolaan keuangan BLU/BLUD disimpulkan dalam

penelitian yang dilakukan oleh Triprasetya (2014), Dwirista (2014), Putra (2014),

Trianasari (2014) dan Puspadewi (2012). Pentingnya sumber daya manusia yang

19
20

berkualitas khususnya yang memiliki kemampuan dalam bidang

akuntansi/keuangan akan sangat menunjang dalam keberhasilan pengelolaan

keuangan BLUD. Sumber daya manusia yang berkualitas dalam bidang keuangan

diharapkan dapat menjadi sebuah keuntungan dan bukan malah menjadi sebuah

hambatan terkait dengan fleksibilitas keuangan yang diberikan Pemerintah pada

BLUD (Apriliyanto, 2015).

Akuntabilitas sebagai salah satu indikator terciptanya tata kelola (good

governance) pada BLU akan dapat terwujud dengan ketersediaan sumber daya

manusia yang berkualitas. Akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan BLU terkait

dengan bagaimana cara mempertanggung jawabkan penggunaan sumber daya

yang ada, hal ini akan dapat dilakukan dengan adanya penempatan sumber daya

manusia sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Hartono (2015) membuktikan

bahwa akuntabilitas sumber daya manusia yang dititik beratkan pada kinerjanya

berpengaruh terhadap tata kelola BLU.

Perubahan paradigma pengelolaan keuangan yang selama ini dijalankan

oleh Puskesmas membutuhkan komitmen yang kuat dari para pengelolanya.

Perubahan ini secara tidak langsung akan mempengaruhi Puskesmas secara

keseluruhan. Rondonuwu (2013) menyimpulkan bahwa sikap dari para pelaksana

kebijakan untuk dapat menerima atau menolak pelaksanaan sebuah kebijakan

akan sangat mempengaruhi keberhasilan maupun kegagalan dalam

pengimplementasian kebijakan tersebut.

Hasil penelitian Putra (2014) juga memberikan hasil yang sama. Di mana

dalam pengimplementasian pola pengelolaan keuangan BLU, sikap dan integritas


21

dari seluruh anggota organisasi sangat diperlukan. Mempunyai sikap dan

integritas yang tinggi akan menjamin bahwa setiap kegiatan yang dilakukan telah

sesuai dengan ketentuan yang berlaku demi tercapainya tujuan yang diinginkan.

Proses komunikasi yang intensif antara stakeholder eksternal dengan

pihak Intern yang diwakili oleh pengelola sangat diperlukan. Penyebaran

informasi melalui media komunikasi yang efektif diperlukan sebagai salah satu

sarana pengenalan terkait pola pengelolaan keuangan BLU. Gustini (2011)

menyimpulkan bahwa komunikasi yang baik oleh pihak Intern dalam tubuh

BLUD, komunikasi antara pimpinan BLUD dengan Kepala Daerah maupun

komunikasi dengan stakeholder BLUD merupakan faktor yang sangat

berpengaruh terhadap efektifitas kepemimpinan dalam mengimplementasikan

berbagai ketentuan dalam pola pengelolaan keuangan BLUD.

Hasil tersebut dipertegas dengan kesimpulan yang diperoleh dari

penelitian Rondonuwu (2013). Komunikasi yang baik dan lancar antara pengelola

dan pelaksana akan sangat dibutuhkan untuk dapat menyamakan persepsi dalam

menyusun, merumuskan dan melaksanakan rencana kerja yang ingin dicapai

dengan pola pengelolaan keuangan BLUD yang sedang dijalankan. Komunikasi

ini juga penting untuk memberikan pemahaman terkait fleksibilitas

penatausahaan dan pengelolaan keuangan BLUD.

Trianasari (2013) dan Puspadewi (2012) menyimpulkan bahwa kendala

lain yang menghambat pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD adalah

kurangnya sarana prasarana yang dimiliki. Kurang tersedianya perangkat

pendukung ini akan menghambat proses akuntabilitas yang dijalankan oleh


22

BLUD. Hal ini dipertegas oleh hasil penelitian Apriliyanto (2015) yang

menyebutkan kendala terkait pengimplementasi pola pengelolaan BLU salah

satunya karena belum adanya sistem yang terintegrasi, dengan belum adanya

sistem yang berjalan dengan baik maka seluruh kegiatan operasional masih

menggunakan cara tradisional yang menyebabkan pelayanan kepada masyarakat

menjadi kurang begitu optimal. Penggunaan teknologi informasi dengan sistem

yang terintegrasi diperlukan dalam rangka pertanggungjawaban atas pengelolaan

keuangan dan kegiatan pelayanan yang dilakukan Puskesmas.

Fungsi Satuan Pengawas Intern pada BLU sangat penting. Fungsi SPI

diperlukan untuk melakukan pengendalian Intern terhadap keuangan dan

operasional BLU, serta menjadi kontrol terhadap terhadap sistem pengendalian

manajemen yang dilakukan. Di dalam undang-undang, SPI merupakan satuan

pengawas Intern yang kedudukannya berada dibawah pimpinan BLU, sehingga

fungsi dari satuan pengawas intern ini bertanggung jawab langsung kepada

pimpinan BLU. Penguatan terhadap peran SPI akan dapat meningkatkan

akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan dan kinerja pada BLU. Hasil pengujian

empiris Hartono (2015), Sari (2012) membuktikan bahwa dengan audit Internal

akan dapat menciptakan pelaksanaan tata kelola yang baik dalam BLU.

Penelitian terkait evaluasi implementasi pola pengelolaan keuangan

BLU/BLUD yang banyak dilakukan dan menghasilkan kendala yang sama dalam

proses pengimplementasiannya, tetapi secara keseluruhan hasil penelitian

menyimpulkan bahwa pola pengelolaan keuangan BLU/BLUD bagi Rumah Sakit

maupun Puskesmas adalah sebuah kebijakan yang tepat. Hal ini dibuktikan dari
23

meningkatnya kinerja Rumah Sakit/Puskesmas setelah menjadi BLU/BLUD.

Penelitian yang dilakukan Wildana (2012) mengemukakan bahwa meskipun tidak

menemukan kendala yang berarti dalam proses pengeimplementasian pola

pengelolaan keuangan pada BLU tetapi pola pengelolaan BLU telah dapat

meningkatkan kinerja Rumah Sakit sesuai dengan yang diharapkan.

Secara lengkap hasil penelitian terdahulu disajikan pada lampiran 1.

Lebih lanjut pada gambar 2.1 disajikan pemetaan (mapping) penelitian terdahulu

yang menggambarkan hubungan faktor-faktor yang menjadi kendala dalam

pengimplementasian pola pengelolaan keuangan BLU/BLUD. Faktor-faktor ini

yang kemudian akan menjadi variabel yang coba diuji secara empiris.
24

SDM Kmt

1. K
2. B
Kinerja pengelolaan
5. K
3. K keuangan
4. K 6. K
5. K
7. K
1,
9TMK 2,3,4,5,6,
Kom Sarpras
SPI 10. K 7,8,9,10,1
1,12,13
6. K 7. K
M
12. K 10. K

13. K
PPK BLU & Tata Kelola
BLU
2. B 8.K
11. B 3. K
4. K
8. K 1. K 7. K
4. K SPM
A
I Regulasi
Dewas
SI terintegrasi

Penelitian Terdahulu

1. Apriliyanto (2015) 9. Widana (2013)


2. Hartono (2015) 10. Puspadewi (2012)
3. Triprasetya (2014) 11. Sari (2012)
4. Dwirista (2014) 12. Gustini (2011)
5. Putra (2014) 13. Meidyawati (2010)
6. Rondonuwu (2013)
7. Trianasari (2013) Keterangan K : Kendala
8. Surianto (2013) TKM : Tidak Menjadi Kendala
B : Berpengaruh

Gambar 2.1
Pemetaan (Mapping) Penelitian Terdahulu
25

2.1.2 Landasan Teoritis

2.1.2.1 Teori Implementasi Kebijakan

Konsep implementasi merupakan suatu konsep yang memiliki berbagai

perspektif yang berbeda-beda sehingga cukup sulit untuk merumuskan batasannya

secara definitif. Wahab (2001:68) mengatakan bahwa implementasi diartikan

sebagai ”to provide the means for carrying out” (menyediakan sarana untuk

melakukan sesuatu); to give practical effect to” (menimbulkan dampak/akibat

terhadap sesuatu).

Beranjak dari rumusan tersebut dapat diperoleh gambaran bahwa

implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam

bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah, keputusan-

keputusan eksekutif yang penting atau badan peradilan lainnya. Keputusan

tersebut mengidentifikasi masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas

tujuan atau sasaran yang ingin dicapai dengan berbagai cara untuk menstruktur

atau mengatur proses implementasinya.

Salah satu teori implementasi kebijakan adalah yang dikemukakan oleh

George Edward III (1980). Menurut Edward III (1980:1) mengatakan bahwa

“Policy implementation, as we have seen, is the stage of policy making between

the establishment of a policy - such as the passage of the legiaslative act, the

issuing of an executive order, the handing down of the judicial decision, or the

promulgation of a regulatory rule - and the consequences of the policy for the

people whom it affects.”


26

Ada empat variabel kritis dalam implementasi kebijakan publik atau

program yaitu, komunikasi (communications), ketersediaan sumberdaya dalam

jumlah dan mutu tertentu (resources), sikap dan komitment dari pelaksana

program atau kebijakan birokrat (disposition), dan struktur birokrasi (bureucratic

structure) atau standar operasi yang mengatur tata kerja dan tata laksana. Keempat

variabel ini berhubungan satu sama lain dalam bekerja secara simultan dan

berkaitan satu sama lain guna mencapai tujuan implementasi kebijakan.

Hubungan keempat variabel tersebut dapat terlihat dalam gambar 2.2 berikut:

Communication
C

Resources

Implementation

Disposition

Bureaucratic
structure
Gambar 2.2. Implementasi Kebijakan Edward III (1980)

Selanjutnya Edward III (1980:10) dalam Widodo (2013:97) menjelaskan

variabel-variabel tersebut

1. Komunikasi (communications). Komunikasi kebijakan diartikan


sebagai proses penyampaian informasi kebijakan dari pembuat
kebijakan (policy maker) kepada pelaksana kebijakan (policy
implementor). Komunikasi juga berkenaan dengan bagaimana
kebijakan dikomunikasikan pada organisasi dan atau publik,
27

ketersediaan sumberdaya untuk melaksanakan kebijakan, sikap dan


tanggap dari para pelaku yang terlibat, dan bagaimana struktur
organisasi pelaksana kebijakan. Keberhasilan komunikasi ditentukan
oleh 4 (empat) indikator, yaitu penyaluran komunikasi, konsistensi
komunikasi, kejelasan komunikasi dan koordinasi.
2. Ketersediaan sumberdaya (resources) berkenaan dengan sumber daya
pendukung untuk melaksanakan kebijakan yaitu :
a. Sumber daya manusia merupakan aktor penting dalam pelaksanaan
suatu kebijakan dan merupakan potensi manusiawi yang melekat
keberadaannya pada seseorang meliputi fisik maupun non fisik
berupa kemampuan seorang pegawai yang terakumulasi baik dari
latar belakang pengalaman, keahlian, keterampilan dan hubungan
personal.
b. Informasi merupakan sumberdaya kedua yang penting dalam
implementasi kebijakan. Informasi yang disampaikan atau diterima
haruslah jelas sehingga dapat mempermudah atau memperlancar
pelaksanaan kebijakan atau program.
c. Kewenangan hak untuk mengambil keputusan, hak untuk
mengarahkan pekerjaan orang lain dan hak untuk memberi perintah.
Kewenangan diperlukan terutama untuk menjamin dan meyakinkan
bahwa kebijakan yang akan dilaksanakan telah sesuai dengan yang
dikehendaki.
d. Sarana dan prasarana merupakan alat pendukung dan pelaksana
suatu kegiatan. Sarana dan prasarana dapat juga disebut dengan
perlengkapan yang dimiliki oleh organisasi dalam membantu para
pekerja di dalam pelaksanaan kegiatan mereka.
e. Pendanaan membiayai operasional implementasi kebijakan tersebut,
informasi yang relevan, dan yang mencukupi tentang bagaimana cara
mengimplementasikan suatu kebijakan, dan kerelaan atau
kesanggupan dari berbagai pihak yang terlibat dalam implementasi
kebijakan tersebut. Hal ini dimaksud agar para implementator tidak
melakukan kesalahan dalam mengimplementasikan kebijakan
tersebut.
3. Sikap dan komitment dari pelaksana program (disposition)
berhubungan dengan kesediaan dari para implementor untuk
menyelesaikan kebijakan publik tersebut. Kecakapan saja tidak
mencukupi tanpa kesediaan dan komitmen untuk melaksanakan
kebijakan. Disposisi menjaga konsistensi tujuan antara apa yang
ditetapkan pengambil kebijakan dan pelaksana kebijakan. Kunci
keberhasilan program atau implementasi kebijakan adalah sikap
28

pekerja terhadap penerimaan dan dukungan atas kebijakan atau


dukungan yang telah ditetapkan.
4. Struktur birokrasi (bureaucratic strucuture) berkenaan dengan
kesesuaian organisasi birokrasi yang menjadi penyelenggara
implementasi kebijakan public. Struktur birokrasi menjelaskan
susunan tugas dan para pelaksana kebijakan, memecahkannya dalam
rincian tugas serta menetapkan prosedur standar operasi.

Berdasarkan teori implementasi yang di kemukakan oleh Edward III,

implementasi sebuah kebijakan merupakan suatu proses yang harus dapat

direncanakan dan dipersiapkan dengan baik karena menyangkut pencapaian

tujuan yang diharapkan dari sebuah organisasi. Penggunaan teori implementasi

kebijakan Edward III dapat menjelaskan hal-hal yang perlu dipersiapkan guna

keberhasilan pelaksanaan kebijakan yang diambil contohnya oleh organisasi

pemerintahan yang terkait dengan pelayanan kepada publik. Persiapan dan

perencanaan harus dapat dirumuskan dengan baik sehingga apa yang menjadi

kebijakan tidak menjadi sebuah hambatan dalam pencapaian tujuan yang

diinginkan.

2.1.2.2 Konsep New Public Management (NPM)

Pertengahan tahun 1980-an telah terjadi perubahan manajemen sektor

publik dari sistem manajemen tradisional yang tekesan kaku, birokratis dan

heirarkis menjadi model manajemen yang fleksibel dan lebih mengakomodasi

pasar. Perubahan tersebut telah mengubah peran pemerintah dalam hal hubungan

antara pemerintah dengan masyarakat. Perubahan ini disebut dengan pendekatan

New Public Management (NPM).

Konsep New Public Management (NPM) menjadi isu penting dalam

proses reformasi keuangan sektor publik, NPM berakar dari teori manajemen yang
29

beranggapan bahwa praktik bisnis komersial dan manajemen sektor swasta adalah

lebih baik dibandingkan dengan praktek dan manajemen sektor publik. Oleh

karena itu, untuk memperbaiki kinerja sektor publik perlu diadopsi dan teknik

manajemen yang diterapkan di sektor swasta ke dalam sektor publik, seperti

pengadopsian mekanisme pasar, kompetensi tender dan privatisasi perusahaan

publik (Mardiasmo, 2009:16 & 79).

Mahmudi (2010) juga menjelaskan bahwa konsep New Public

Management (NPM) adalah sebuah konsep manajemen publik/pemerintahan baru,

yang menerapkan praktik kerja sektor privat ke sektor publik untuk menciptakan

efisiensi dan efektifitas kinerja pemerintah sehingga akan tercipta welfare society

(kesejahteraan masyarakat). “NPM memiliki doktrin sebagai berikut: berfokus

pada manajemen, bukan kebijakan, debirokratisasi, berfokus pada kinerja dan

penilaian kinerja, akuntabilitas berbasis hasil (results-based accountability),

pemecahan birokrasi publik ke dalam unit-unit kerja: penerapan mekanismae

pasar melalui pengontrakan atau outsourcing untuk membantu perkembangan

persaingan di sektor publik, pemangkasan biaya (cost cutting) dan efisiensi,

kompensasi berbasis kinerja (performance-based pay), dan kebebasan manajer

untuk mengelola organisasi”.

Pengadopsian konsep New Public Management (NPM) dalam instansi

pemerintahan yang berfokus pada pelayanan publik, telah mampu banyak

mengubah peran pemerintah dengan masyarakat. Dengan konsep NPM,

Pemerintah dianjurkan untuk melepaskan diri dari birokrasi klasik, dengan

mendorong organisasi dan pegawai agar lebih fleksibel dan menetapkan tujuan
30

serta target organisasi secara lebih jelas sehingga memungkinkan pengukuran

hasil (Moynihan dan Sanjay, 2003).

Pada Satker BLU pemberian fleksibilitas ini dimaksudkan untuk

mendorong agar Satker BLU yang ada dapat menerapkan praktik-praktik bisnis

yang sehat. Pengadopsian praktek bisnis yang sehat yang merupakan ciri dari

konsep New Public Management adalah suatu upaya untuk menerapkan prinsip

dan kaidah manajemen yang baik dalam hal pengelolaan keuangan serta

pengadaptasian fungsi-fungsi manajemen dimaksudkan untuk dapat menciptakan

tata kelola organisasi yang baik, akuntabel dan transparan.

Konsep manajerial yang diterapkan dalam pengelolaan BLU yaitu “let

the managers manage and make the managers manage”. Konsep “let the

managers manage” mengandung makna memberi kesempatan kepada manager

(pimpinan satuan kerja) mengelola layanan pemerintah seperti pendidikan dan

kesehatan dengan menggunakan anggaran secara efisien dan efektif. Sedangkan

konsep “make the managers manage” bermakna memastikan bahwa pimpinan

satuan kerja tersebut telah melakukan pengelolaan dengan efisien dan efektif

sehingga menghasilkan output yang optimal (Waluyo, 2011).

Penerapan konsep pengelolaan keuangan BLU pada sarana pengelola

layanan pemerintah dengan menerapkan fleksibilitas keuangan, praktik bisnis

yang sehat akan dapat meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat

secara lebih bermutu dan berkesinambungan dalam rangka memajukan

kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.


31

2.1.2.3 Perubahan Organisasi

Perubahan dalam sebuah organisasi dapat dipengaruhi oleh beberapa

faktor, baik dari Intern maupun ekternal. Faktor Intern ini seperti perubahan

tujuan yang ingin dicapai, perubahan anggota dalam struktur organisasi,

perubahan sikap dan prilaku anggota organisasi dan perubahan kegiatan yang

dilakukan di dalam organisasi tersebut. Sedangkan perubahan yang disebabkan

oleh faktor eksternal lebih seperti perubahan kebijakan dan peraturan yang

berlaku, perubahan sikap dan prilaku masyarakat serta trend gaya hidup yang

semakin berkembang (Aprilliyanto, 2015).

Asriani (2009) menyebutkan bahwa perubahan organisasi sendiri dapat

diartikan sebagai suatu proses dimana organisasi tersebut berpindah dari keadaan

sekarang menuju ke masa depan yang diinginkan untuk meningkatkan efektivitas

organisasinya. Tujuannya adalah untuk mencari cara baru atau memperbaiki

dalam penggunaan resources dan capabilities dengan tujuan untuk meningkatkan

kemampuan organisasi dalam menciptakan nilai dan meningkatkan hasil yang

diinginkan kepada stakeholders.

Salah satu bentuk perubahan organisasi menurut adalah Restrukturisasi.

Restrukturisasi biasanya dilakukan ketika struktur organisasi dianggap tidak lagi

memadai (dalam arti tidak efektif dan efisien) untuk mencapai sasaran dan tujuan

organisasi. Robbins (2003) mendefinisikan secara lebih umum, yaitu efektivitas

organisasi. Perubahan organisasi tidak harus secara spesifik untuk meningkatkan

kinerja, melainkan pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas

organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.


32

Tujuan dari restrukturisasi organisasi adalah untuk mempersiapkan

sebuah organisasi untuk dapat mencapai tingkat kompetisi yang diinginkan

dengan menggunakan struktur organisasi yang ramping dan fit. Seperti yang kita

ketahui, organisasi pemerintah yaitu organisasi publik yang melakukan

restrukturisasi organisasi bertujuan untuk menyejahterakan masyarakat luas

sehingga akan berpengaruh terhadap pelayanan sebuah organisasi kepada

masyarakat secara optimal dan efisien (Gouillart dan Kelly, 1995 dalam

Aprilianto, 2015).

Perubahan yang terjadi pada Puskesmas di Kabupaten Lombok Barat

bukan merupakan perubahan organisasi secara keseluruhan. Di dalam struktur

organisasi, Dinas Kesehatan menjadi Satuan Kerja Perangkat Daerah yang masih

menjadi induk dari Puskesmas dalam hal berkoordinasi terkait dengan masalah

dan program kesehatan. Perbedaan yang ada adalah dalam hal pengelolaan

keuangan yang dijalankan oleh Puskesmas itu sendiri sehingga mempunyai

struktur organisasi sendiri dalam hal tata kelola Badan Layanan Umum Daerah

yang sedang dijalankannya. Masing-masing Puskesmas mempunyai struktur

organisasi yang sesuai dengan tata kelola BLUD.

2.1.2.4 Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-


BLUD)

Berdasarkan Permendagri No. 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Tekhnis

Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah mendefinisikan bahwa dalam

pengelolaan keuangannya Pola Pengelolaan Keuangan (PPK) BLU/BLUD adalah

pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan

untuk menerapkankan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan


33

pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan

mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagai pengecualian dari ketentuan

pengelolaan keuangan negara pada umumnya.

Sebelum menerapkan pola pengelolaan keuangan BLUD, pengelolaan

keuangan pada Puskesmas mengikuti pola pengelolaan keuangan sesuai dengan

Permendagri Nomor 13 tahun 2006, yang merupakan bagian dari pengelolaan

keuangan Daerah, di mana setiap pendapatan yang diperoleh Puskesmas terlebih

dahulu harus disetorkan ke rekening Kas Daerah. Untuk dapat memanfaatkan

kembali pendapatan yang telah disetorkan, Puskesmas pertama-tama harus

melalui proses perencanaan anggaran yang keseluruhannya termuat dalam DPA

SKPD Dinas Kesehatan sebagai instansi induknya. Pertanggung jawaban

penggunaan anggaran oleh Puskesmas juga masuk dalam pertanggung jawaban

Dinas Kesehatan.

Lebih lanjut pada pola pengelolaan keuangan BLUD, proses

perencanaan sampai dengan pertanggung jawaban harus sesuai dengan

Permendagri 61 tahun 2007. Setiap pendapatan yang diterima oleh Puskesmas

tidak lagi disetorkan ke rekening Kas Daerah, tetapi dapat langsung dipergunakan

oleh Puskesmas sesuai perencanaan yang telah tertuang dalam Rencana Bisnis

Anggaran (RBA) BLUD.

Di dalam Pasal 4 Permendagri 61 tahun 2007 menyatakan bahwa suatu

Satuan Kerja Pemerintah Daerah dapat diizinkan mengelola keuangan dengan

PPK-BLUD apabila memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif,

yaitu:
34

a) Persyaratan Substantif, apabila menyelenggarakan layanan umum yang

berhubungan dengan : penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum;

pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan

perekonomian masyarakat atau layanan umum; dan/atau pengelolaan dana

khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada

masyarakat.

b) Persyaratan teknis, yaitu kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan

fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU

sebagaimana direkomendasikan oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala

SKPD scsuai dengan kewenangannya; dan kinerja keuangan satuan kerja

instansi yang bersangkutan adalah sehat sebagaimana ditunjukkan dalam

dokumen usulan penetapan BLU.

c) Persyaratan Admninstratif,

Persyaratan administratif ini terdiri dari:

1. pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan,

keuangan, dan manfaat bagi masyarakat;

2. pola tata kelola; merupakan peraturan Intern satker yang menetapkan

organisasi dan tata laksana, akuntabilitas dan transparansi

3. rencana strategis bisnis; merupakan suatu proses perencanaan yang

berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu 1 (satu)

sampai 5 (lima) tahun, yang disususun secara sistematis dan

berkesinambungan dengan memperhitungkan potensi, peluang dan

kendala yang ada atau yang mungkin timbul dan memuat visi, misi,
35

tujuan, sasaran, indikator sasaran, strategi (kebijakan dan program) serta

ukuran keberhasilan dan kegagalan dalam pelaksanaan.

4. laporan keuangan pokok; terdiri atas laporan realisasi anggaran, neraca,

dan catatan atas laporan keuangan. Laporan keuangan disusun

berdasarkan SAP. Untuk Satker yang sebelumnya telahh memiliki DIPA

sendiri, menyusun laporan keuangan berdasarkan SAP yang dihasilkan

dari Sistem Akuntansi Instansi (SAI). Sedangkan untuk satker yang baru

dibentuk dan beum beroperasi sebelumnya, maka laporan keuangan

dapat berupa prognosa laporan keuangan tahun berjalan.

5. standar pelayanan minimum; merupakan ukuran pelayanan yang harus

dipenuhi oleh satker, yang ditetapkan oleh menteri/pinpinan lembaga

dalam rangka penyelenggaraan kegiatan kepada masyarakat yang harus

mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan dan kesetaraan

layanan serta kemudahan memperoleh layanan.

6. laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara

independen.

Tata kolola pengelolaan keuangan harus memperhatikan prinsip:

a. Transparansi: Mengikuti asas keterbukaan yang dibangun atas dasar

kebebasan arus informasi agar informasi mengenai BLU secara langsung

dapat diterima bagi pihak-pihak yang membutuhkan;

b. Kemandirian: Keadaan di mana BLU dikelola secara profesional tanpa

benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak

sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika;


36

c. Akuntabilitas: Mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta

pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada BLU dalam mencapai

tujuan yang telah ditetapkan secara periodik;

d. Responsibilitas: Kesesuaian pengelolaan BLU terhadap peraturan

perundangundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip organisasi yang sehat;

e. Kewajaran: Keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholder

BLU yang timbul berdasarkan perjanjian maupun peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

2.1.2.5 Puskesmas

Menurut Departemen Kesehatan 1991, definisi Puskesmas adalah satu

kesatuan organisasi fungsional yang merupakan pengembangan kesehatan

masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat disamping memberikan

pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di

wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 128 tahun 2004

tentang kebijakan dasar puskesmas, Puskesmas didefinisikan sebagai unit

pelaksana teknis dari Dinas kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggungjawab

menyelenggarakan pembangunan kesehatan di satu atau sebagian wilayah

kecamatan. Hal ini yang kemudian menjadikan Puskesmas sebagai ujung tombak

dari Dinas Kesehatan untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat.

Peran Puskesmas sendiri adalah sebagai lembaga kesehatan yang menjangkau

masyarakat di wilayah terkecil dalam hal penggorganisasian masyarakat serta

peran aktif masyarakat dalam penyelenggaraan kesehatan secara lebih mandiri.


37

2.1.2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi pola pengelolaan


keuangan BLUD

1. Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)

Matindas (2002:89) dalam Azhar (2008) pengertian sumber daya

manusia adalah kesatuan tenaga manusia yang ada dalam suatu organisasi dan

bukan sekedar penjumlahan karyawan-karyawan yang ada. Sebagai suatu

kesatuan, sumber daya manusia harus dipandang sebagai suatu sistem dimana

tiap-tiap karyawan merupakan bagian yang saling berkaitan satu dengan lainnya

dan bersama-sama berfungsi untuk mencapai tujuan organisasi. Sumber daya

merupakan salah satu faktor terpenting dalam mewujudkan visi, misi dan tujuan

organisasi, sehingga untuk mewujudkannya organisasi harus didukung dan harus

dapat mengelola sumber daya manusia yang ada sehingga dapat menciptakan

sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan yang diharapkannya.

Sholihah (2015) mengemukakan bahwa kualitas sumber daya manusia

menyangkut aspek kualitas fisik dan kualitas non fisik yang menyangkut

kemampuan bekerja, berfikir dan keterampilan-ketermpilan lain yang dimilikinya.

Dengan kualitas sumber daya manusia yang ada, organisasi dapat meningkatkan

pelayanan kepada masyarakat. Elemen dasar pengembangan sumber daya manusia

yaitu melalui tingkat pendidikan dan keterampilan yang dimilikinya.

Kualitas sumber daya manusia menurut Warisno (2009) lebih kepada

kemampuan anggota organisasi untuk melakukan tugasnya berdasarkan latar

belakang pendidikan, pelatihan yang diperoleh, kepahaman terhadap tugas yang

diberikan kepadanya serta kesiapannya untuk melakukan perubahan pengelolaan

keuangan. Lebih lanjut terkait kualitas sumber daya manusia diuraikan dalam
38

penelitian Ardiansyah (2008) yang mengukur kualitas sumber daya manusia

berdasarkan ketersediaan sumber daya manusia yang kompeten, penempatan

pegawai, pemahaman pekerjaan, penerimaan perubahan dan pemahaman

peraturan.

Menjalankan kebijakan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum

merupakan pola pengelolaan yang memerlukan dan didukung oleh kualitas

sumber daya manusia yang memiliki latar belakang keuangan/akuntansi. Karena

dalam pengelolaan dan pelaporan keuangan BLU menyangkut proses akuntansi

yang menjadi bagian dari sistem pengelolaan keuangan negara dan perbendahaan

negara.

2. Komitmen Organisasional

Menurut Herris B Simandjuntak (2005:1) dalam Azhar (2008) komitmen

adalah kesanggupan untuk bertanggungjawab terhadap hal-hal yang dipercayakan

kepada seseorang. Komitmen tidak ada hubungannya sama sekali dengan bakat,

talenta atau kepintaran. Dengan komitmen yang kuat akan memungkinkan

seseorang mengeluarkan sumber daya fisik, mental dan spriritual tambahan yang

disa diperoleh, sebaliknya tanpa komitmen pekerjaan-pekerjaan besar akan terasa

sulit terlaksana.

Tiga komponen komitmen organisasi, menurut Mayer, et.al (1993) dalam

Warisno (2009) yaitu:

1. Komitmen efektif (effective commitment) dimana komitmen terjadi apabila

karyawan ingin menjadi bagian dari organisasi karena adanya ikatan emosional

(emotional attachment)
39

2. Komitmen kontinuan (continuance commitment) dimana komitmen terjadi

apabila karyawan tetap bertahan pada suatu organisasi karena membutuhkan

gaji dan keuntungan lain atau karena karyawan tersebut tidak menemukan

pekerjaan lain

3. Komitmen normatif (normative commitment) dimana komitmen timbul dari

nilai-nilai karyawan. Karyawan bertahan menjadi anggota organisasi karena ada

kesadaran bahwa berkomitmen terhadap organisasi merupakan hal yang harus

dilakukan.

Komitmen terhadap organisasi benar-benar harus dipahami sebagai

komitmen bersama dari seluruh anggota organisasi terutama bagi organisasi yang

mengalami sebuah perubahan baik dalam struktur maupun dalam pengelolaannya.

Tidak jarang dengan kurangnya komitmen dari anggota, proses transformasi yang

dijalankan organisasi akan mengalami kendala dalam mencapai tujuan yang

diharapkan dan komitmen terhadap organisasi memerlukan peran aktif dari

seluruh karyawan untuk dapat menjalankan kebijakan yang telah ditentukan.

Komitmen organisasional merupakan keyakinan dan dukungan yang kuat

terhadap nilai dan sasaran yang ingin dicapai organisasi, yang menggambarkan

sejauh mana seorang karyawan memihak sebuah organisasi serta tujuan-tujuan

dan keinginan untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi Robbins

(2008:100). Komitmen organisasional merupakan komitmen seseorang terhadap

organisasi tempatnya bekerja. Komitmen ini merupakan salah satu jaminan untuk

menjaga kelangsungan organisasi tersebut.


40

Mowday (1982) dalam Sopiah (2008:155-157) menyatakan bahwa

komitmen organisasional merupakan dimensi perilaku penting yang dapat

digunakan untuk menilai kecenderungan karyawan untuk bertahan sebagai

anggota organisasi, identifikasi dan keterlibatan seseorang yang relatif kuat

terhadap organisasi keinginan anggota organisasi untuk mempertahankan

keanggotaanya dalam organisasi dan bersedia berusaha keras bagi pencapaian

tujuan organisasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa komitmen

organisasional adalah sesuatu yang penting yang harus dimiliki oleh seseorang

dalam organisasi yang dapat menjadi sarana untuk mendapatkan tujuan bersama.

Komitmen organisasional terbangun apabila masing-masing individu

mengembangkan tiga sikap yang saling berhubungan terhadap organisasi dan atau

profesi. Ketiga sikap tersebut adalah identifikasi (identification), yaitu

pemahaman atau penghayatan terhadap tujuan organisasi. Kemudian adanya

keterlibatan (involvement), yaitu perasaan terlibat dalam suatu pekerjaan atau

perasaan bahwa pekerjaan tersebut adalah menyenangkan, dan ketiga adalah

loyalitas (loyality), yaitu perasaan bahwa organisasi adalah tempat bekerja dan

tinggal.

Pengimplementasian sebuah kebijakan, sikap atau komitmen aparat

pelaksana kebijakan diperlukan. Sikap ini dapat diartikan sebagai kecenderungan,

keinginan atau kesepakatan para pelaksana (implementor) untuk melaksanakan

kebijakan. Jika implenentasi kebijakan berhasil secara efektif dan efisien, para

pelaksana tidak hanya mengetahui apa yang harus dilakukan dan mempunyai

kemampuan untuk melakukan kebijakan itu, serta mempunyai kemauan untuk


41

melaksanakan kebijakan tersebut (Edward III (1980: 53& 11) dalam Inayah,

2010).

Kebijakan menjalankan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum

merupakan sesuatu hal yang baru yang sedang dijalankan oleh Puskesmas.

Perubahan ini akan berpengaruh terhadap operasional Puskesmas secara

keseluruhan. Dengan adanya komitmen, sikap intergritas yang tinggi dari para

pengelola, akan menjaminya kegiatan yang dilakukan telah sesuai dengan

ketentuan demi tercapainya tujuan yang diinginkan.

3. Komunikasi

Menurut Robbins (2003), komunikasi di dalam organisasi sering

digambarkan sebagai komunikasi formal. Komunikasi formal mengacu pada

komunikasi yang mengikuti rantai komando resmi (struktur organisasi). Arah

komunikasi dapat dibedakan menjadi komunikasi ke bawah (komunikiasi yang

mengalir ke bawah dari manajer ke para karyawan), komunikasi ke atas

(komunikasi yang mengalir ke atas dari karyawan ke manajer), komunikasi

lateral (komunikasi yang terjadi diantara sesama karyawan ke maajer),

komunikasi diagonal (komunikasi yang memotong bidang kerja dan tingkatan

organisasi).

Komunikasi diartikan sebagai proses penyampaian informasi

komunikator kepada komunikan. Komunikasi kebijakan merupakan proses

penyampaian informasi kebijakan dari pembuat kebijakan (policy maker) kepada

pelaksana kebijakan (policy implementor). Edward III (1980) dalam Inayah

(2010) mengemukakan bahwa agar implementasi kebijakan dapat berjalan efektif,


42

maka para penggung jawab atau pelaksana implementasi kebijakan tersebut harus

mengetahui apa yang harus dikerjakan. Komunikasi merupakan tolok ukur

seberapa jauh kebijakan dalam bentuk peraturan telah disampaikan secara jelas

dengan interpretasi yang sama dan dapat dilakukan secara konsisten oleh aparat

pelaksana peraturan tersebut. keberhasilan komunikasi dalam pengimplementasian

kebijakan dapat diukur yaitu dengan melihat aspek transmisi dalam komunikasi,

aspek kejelasan dalam komunikasi, aspek konsistensi dalam komunikasi dan

bagaimana mekanisme koordinasinya.

4. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana adalah merupakan alat yang dapat mendukung

dalam pelaksana suatu kegiatan. Sarana dan prasarana dapat juga disebut dengan

perlengkapan yang dimiliki oleh organisasi dalam membantu para pekerja di

dalam pelaksanaan kegiatan mereka. Dalam penelitian ini sarana dan prasarana

yang dimaksudkan adalah lebih kepada ketersediaan sarana pendukung berupa

infrastruktur yaitu komputer (hardware) dan sistem informasi berupa aplikasi

(software) yang dapat membantu dalam pelaksanaan pola pengelolaan keuangan

BLUD yang dijalankan Puskesmas.

Menurut Kenneth dan Jane (2005) dalam Azhar (2008) hardware adalah

perlengkapan fisik yang digunakan untuk aktifitas input, proses dan output dalam

sebuah sisitem akuntansi. Hardware terdiri dari komputer untuk memproses,

perangkat penyimpanan dan perangkat untuk menghasilkan output dan juga media

fisik yang dapat menghubungkan semua unti tersebut. Sedangkan software adalah
43

sekumpulan rincian instruksi pra program yang mengendalikan dan

mengkoordinasikan perangkat keras komponen dalam sebuah sistem informasi.

Pelaksana kebijakan dalam pola pengelolaan keuangan BLUD dituntut

untuk dapat menghasilkan informasi berupa laporan keuangan yang berdasarkan

pada Sistem Akuntansi Pemerintahan dan Sistem Akuntansi Keuangan berbasis

akrual. Oleh karena itu sistem Informasi yang juga diperlukan adalah sistem

informasi Akuntansi. Pengertian dari sistem informasi akuntansi ini adalah sistem

komputerisasi yang terintegrasi untuk pengelolaan keuangan

RSUP/RSUD/Puskesmas yang telah berstatus BLUD bertahap. SIA-BLUD adalah

sistem informasi pengelolaan keuangan yang diperuntukkan bagi BLUD karena

SKPD/Unit kerja yang masuk dalam kategori BLUD memiliki pengecualian dari

ketentuan pengelolaan keuangan daerah pada umumnya, maka tidak bisa

mengguanakan Simda Keuangan Daerah. Pertimbangan dibangunnya SIA–BLUD

adalah kewajiban untuk menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan

sesuai dengan standar akuntansi keuangan (SAK) dan Standar Akuntansi

Pemerintahan (SAP) selaku satuan kerja sesuai dengan Permendagri 61 tahun

2007. SIA-BLUD ini dibuat untuk dapat mengintegrasikan kedua standar tersebut

untuk memudahkan pengelolaan keuangan BLU (www.bpkp.go.id).

Restianto dan Icuk (2015) memandang peranan teknologi informasi baik

untuk infrastruktur maupun sistem informasinya dalam pengeloaan keuangan

BLU dapat dijadikan sebagai suatu cara untuk meningkatkan kinerja pelayanan.

Pengembangan sistem informasi BLU menjadi sarana penting untuk


44

mengimplementasikan penyelenggaraan pelayanan berbasis elektronik dalam

rangka meningkatkan kualitas layanan publik secara efektif dan efisien.

5. Pengendalian Intern

Pengendalian intern berkaitan dengan proses-proses dan praktik-praktik

dengan manajemen suatu organisasi, berusaha untuk memastikan bahwa

keputusan-keputusan dan aktivitas-aktivitas yang disetujui benar-benar diambil

dan dilaksanakan (Agoes, 2009:232).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 60 tahun 2008 tentang

sistem pengendalian intern pemerintah bahwa sistem Pengendalian Intern adalah

proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus

menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan

memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan

efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan

terhadap peraturan perundang- undangan. Lebih lanjut dalam pasal 3 PP 60 tahun

2008 disebutkan bahwa sistem pengendalian intern ini meliputi hal-hal seperti

lingkungan pengendalian, penilaian resiko, kegiatan pengendalian, informasi dan

komunikasi serta monitoring dan pemantauan.

Sebagaimana diatur dalam pasal 35 PP 23/2005, satuan pemeriksaan

intern pada BLU merupakan unit kerja yang berkedudukan langsung di bawah

pemimpin BLU. Di dalam tata kelola BLU, pemeriksaan dan pengawaasan Intern

dilakukan oleh Satuan Pengawas Intern (SPI). Sebagaimana yang diatur dalam

pasal 35 PP nomor 23 tahun 2005 satuan pemeriksa internal (SPI) dalam BLU

merupakan unit kerja yang berkedudukan langsung dibawah pimpinan BLU yang
45

mempunyai tugas untuk melaksanakan pemerikasaan intern BLU. SPI ini ditunjuk

oleh pimpinan BLU, sehingga SPI bertanggug jawab langsung kepada pimpinan

BLU. Namun apabila Satker BLU belum memungkinkan untuk pembentukan SPI

maka fungsi pengawasan dilakukan oleh inspektorat jenderal K/L yang

bersangkutan atau unit lain yang mendapat kewenangan dari pimpinan BLU untuk

melakukan fungsi pengawasan (Restianto dan Icuk, 2015:32).

Pada tahap awal pelaksanaan pola pengelolaan BLU/BLUD diharapkan

adanya peran SPI yaitu dalam tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan,

sehingga kedepannya peran SPI ini dapat optimal untuk mengawasi perbaikan

kerja dari BLU, sehingga akan menciptakan tata kelola yang baik dalam BLU.

2.2 Rerangka Konseptual Penelitian dan Pengembangan Hipotesis

2.2.1 Rerangka Konseptual Penelitian

Fleksibilitas pengelolaan keuangan yang diberikan kepada Satker yang

menerapkan pola pengelolaan keuangan BLU/BLUD dimaksudkan untuk

mendorong Satker BLU/BLUD agar dapat menerapkan praktik-praktik bisnis

yang sehat. Hal ini sesuai dengan konsep New Public Management (NPM), di

mana praktek bisnis yang sehat adalah suatu bentuk pengadopsian dari prinsip

dan kaidah manajemen yang baik dalam pengelolaan keuangan negara. Fungsi-

fungsi manajemen diadaptasi dengan tujuan agar terciptanya tata kelola organisasi

yang baik, akuntabel dan transparan (Waluyo, 2014).

Penggunaan teori implementasi yang dikemukakan oleh Edward III

(1980), dapat dijadikan dasar bahwa pengimplementasian sebuah kebijakan baru

seperti pola pengeloaan keuangan BLU/BLUD yang sedang dijalankan oleh


46

Puskesmas harus mempersiapkan dan merencanakan dengan matang hal-hal yang

dapat menjadi kendala dalam proses pengimplemantasiannya.

Menurut teori implementasi Edward III (1980), ada persyaratan yang

dihadapi organisasi demi suksesesnya sebuah implementasi kebijakan.

Persyaratan tersebut muncul sebagai faktor yang merupakan indikator penentu

keberhasilan implementasi sebuah kebijakan. Faktor-faktor yang disebutkan

dalam teori Edward III (1980) antara lain adalah komunikasi, ketersediaan sumber

daya, sikap pelaksana dan struktur birokrasi.

Faktor-faktor tersebut yang kemudian digunakan oleh peneliti untuk

menjelaskan hubungan antara proses pengimplementasian pola pengelolaan

keuangan BLUD yang sedang dijalankan oleh Puskesmas. Meskipun tidak secara

utuh mengambil faktor-faktor teori implementasi kebijakan Edward III dan

menambahkan faktor pengendalian Intern dalam pengukuran penelitian ini, pada

tahap awal pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD perlu untuk

mempersiapkan faktor-faktor penentu keberhasilan kebijakan yang diharapkan

dapat mewujudkan pola pengelolaan keuangan BLUD yang lebih baik bagi

Puskesmas sesuai tujuan yang diharapkan.

Berdasarkan argumentasi pada rerangka konseptual penelitian ini, maka

dapat disajikan gambar sebagai berikut :


47

Teori Implementasi Kebijakan Edward III (1980),


Meidyawati (2010), Gustini (2011), Puspadewi
(2012), Wildana (2012), Surianto (2013),
Trianasari (2013), Triprasetya (2014) Konsep NPM, Permendagri 61 tahun 2007
Meidyawati (2010),

Kualitas Sumber
Daya Manusia (X1)

Komitmen
Organisasional (X2) Pelaksanaan Pola
Pengelolaan
Keuangan BLUD
Komunikasi (X3)
(Y)

Sarana Prasarana
(X4)

Pengendalian Intern
(X5)

PP No 60 tahun 2008
Medyawati (2010), Sari (2012), dan
Hartono (2015)

Gambar 2.3 Rerangka Konseptual penelitian

2.2.2 Pengembangan Hipotesis Penelitian

2.2.2.1 Pengaruh Kualitas Sumber Daya Manusia terhadap pelaksanaan


Pola Pengelolaan Keuangan BLUD

Teori implementasi kebijakan yang dikembangkan oleh Edward III

menyatakan bahwa untuk mengimplementasikan sebuah kebijakan banyak hal yang

harus dipersiapkan oleh sebuah organisasi. Salah satunya terkait dengan

penggunaan sumber daya manusia. Mendapatkan sumber daya yang berkualitas

akan dapat membantu organisasi dalam mencapai tujuannya.


48

Kualitas sumber daya manusia menyangkut aspek kualitas fisik dan

kualitas non fisik yang menyangkut kemampuan bekerja, berfikir dan keterampilan-

keterampilan lain yang dimilikinya. Dengan memiliki sumber daya manusia yang

berkualitas, organisasi tentu akan dapat meningkatkan pelayanan yang diberikannya

kepada masyarakat (Sholihah, 2015). Untuk mendapatkan sumber daya yang

berkualitas yang dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang dibebankan

kepadanya dapat diperoleh dengan memberikan cara pendidikan, pelatihan dan

menggunakan pengalaman yang ada padanya.

Beberapa hasil penelitian terkait evaluasi terhadap implementasi pola

pengelolaan keuangan pada Rumah Sakit/Puskesmas yang telah berstatus sebagai

BLU yang dirujuk oleh peneliti antara lain penelitian yang dilakukan oleh

Meidyawati (2010), Puspadewi (2012), Trianasari (2013), Putra (2014), Dwirista

(2014), Triprasetya (2014) dan Apriliyanto (2015). Penelitian tersebut

menyimpulkan bahwa kualitas sumber daya manusia merupakan salah satu kendala

dalam pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD. Sumber daya manusia yang

berkualitas akan sangat berperan terhadap akuntabilitas pengeloaan keuangan

BLUD. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Hartono (2015) yang menyimpulkan

bahwa sumber daya manusia berpengaruh terhadap tata kelola BLU.

Pola pengelolaan keuangan BLUD yang sedang diterapkan oleh

Puskesmas di Kabupaten Lombok Barat adalah sesuatu yang baru. Oleh karena itu

diperlukan kesiapan terkait dengan sumber daya manusia yang ada, khususnya

sumber daya manusia yang berkualitas dari segi kemampuannya dalam bidang

akuntansi, karena pola pengelolaan keuangan BLUD merupakan salah satu bentuk
49

pola pengelolaan keuangan yang dijalankan sebagai bagian dari sistem keuangan

daerah. Pengelolaan ini membutuhkan keterampilan khususnya dalam bidang

akuntansi karena terkait dengan sistem akuntansi mulai dari awal proses sampai

dengan tahap pelaporan. Sehingga ketika sumber daya manusia yang melaksanakan

pola pengelolaan keuangan tidak memiliki kualitas yang disyaratkan, maka akan

menimbulkan hambatan dalam pelaksanaan fungsi organisasi sehingga

menghambat kinerja operasional organisasi secara keseluruhan.

Dengan demikian hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

H1 : Kualitas sumber daya manusia berpengaruh positif terhadap pelaksanaan


Pola Pengelolaan Keuangan BLUD

2.2.2.2 Pengaruh Komitmen Organisasional terhadap pelaksanaan Pola


Pengelolaan Keuangan BLUD

Sikap para pelaksana kebijakan akan sangat mendukung dalam proses

implementasi kebijakan. Edward III (1980) menjelaskan bahwa jika implementasi

kebijakan ingin dapat berhasil secara efektif dan efisien, para pelaksana

(implementors) tidak hanya mengetahui apa yang harus dilakukan dan mempunyai

kemampuan untuk melakukan, serta harus mempunyai kemauan untuk

melaksanakan kebijakan tersebut. Jika para pelaksana bersikap positif terhadap

kebijakan organisasi, itu berarti adanya dukungan sehingga kemungkinan para

pelaksana akan melaksanakan kebijakan sebagaimana yang diinginkan oleh para

pembuat kebijakan. Demikian pula sebaliknya, jika para pelaksana bersikap apatis

terhadap kebijakan, maka dapat dipastikan bahwa implentasi kebijakan tidak akan

dapat berjalan dengan baik.


50

Sikap pelaksana kebijakan harus dipahami sebagai komitmen bersama dari

seluruh anggota organisasi terutama bagi organisasi yang mengalami sebuah

perubahan baik dalam struktur maupun dalam pengelolaannya. Karena tidak jarang

dengan kurangnya komitmen dari anggota, proses transformasi yang dijalankan

organisasi akan mengalami kendala dalam mencapai tujuan yang diharapkan dan

komitmen terhadap organisasi memerlukan peran aktif dari seluruh karyawan untuk

dapat menjalankan kebijakan yang telah ditentukan.

Penelitian terkait evaluasi terhadap implementasi pola pengelolaan

keuangan yang dilakukan oleh Rondonuwu (2013) dan Putra (2014) menyimpulkan

bahwa komitmen dari seluruh anggota diperlukan organisasi untuk dapat

mengimplementasikan kebijakan yang telah dibuat. Komitmen organisasional

diperlukan untuk sebuah perubahan dalam organisasi, dalam hal ini Puskesmas

yang menerapkan pola pengelolaan keuangan BLU.

Perubahan pola pengelolaan keuangan yang sedang dijalankan oleh

puskesmas merupakan sistem pengelolaan yang berbeda dari yang telah dijalankan

Puskesmas sebelumnya. Perbedaan ini akan tentu akan berpengaruh terhadap

organisasi secara keseluruhan, baik terhadap tuntutan peningkatan kinerja sampai

pada tuntutan pemberian imbalan yang sepadan dengan kinerja yang dilakukan.

Oleh karena itu dibutuhkan komitmen organisasi dari setiap orang yang terlibat

dalam pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD ini. Komitmen

organisasional akan membuat anggota bersedia untuk mewujudkan tujuan

organisasi yang diharapkan.


51

Dengan demikian hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

H2 : Komitmen organisasional berpengaruh positif terhadap pelaksanaan Pola


Pengelolaan Keuangan BLUD

2.2.2.3 Pengaruh Komunikasi terhadap terhadap Pelaksanaan Pola


Pengelolaan Keuangan BLUD

Perubahan dalam suatu organisasi membutuhkan kesiapan, dan untuk

dapat menghadapi perubahan dipengaruhi serta didukung oleh berbagai faktor.

Terutama dalam pengimplementasian sebuah kebijakan baru dalam organisasi. Oleh

karena itu, komunikasi merupakan salah satu faktor penting untuk dapat

mendukung keberhasilan proses implementasi sebuah kebijakan. Dengan

komunikasi yang baik para pelaksana dapat mengetahui isi, tujuan, arah dan sasaran

yang diharapkan oleh organisasi (Widodo, 2013)

Komunikasi dapat diartikan sebagai proses perpindahan pengetahuan dari

seseorang kepada orang lain dengan maksud mencapai tujuan khusus. Hal yang

paling menonjol dalam proses komunikasi adalah ketika terjadi kejelasan informasi

terkait dengan tugas, kewajiban maupun cara pelaksanaannya yang harus dilakukan

yang disampaikan kepada pihak penerima informasi. Penelitian Warisno (2009)

berhasil membuktikan secara empiris bahwa dengan komunikasi yang baik seluruh

komponen dalam organisasi akan dapat bekerja secara sistematis untuk

meningkatkan produktivitas khususnya dalam hal pengelolaan keuangan.

Pola pengelolaan keuangan BLUD yang merupakan kebijakan yang

sedang dijalankan oleh Puskesmas belum tentu dapat dipahami dengan mudah oleh

seluruh jajaran organisasi. Memberikan informasi berupa sosialisasi terkait pola


52

pengelolaan keuangan BLUD, komunikasi pengelola dengan para pelaksana dalam

menyamakan persepsi terkait dengan perumusan, penyusunan, dan pelaksanaan

rencana kerja yang hendak dicapai dalam pengelolaan keuangan BLUD adalah

merupakan hal yang penting untuk dilakukan.

Implementasi pola pengelolaan keuangan BLU membutuhkan komunikasi

atara stakeholder eksternal dengan pihak Intern yang diwakili oleh pengelola.

Komunikasi ini penting untuk memberikan pemahaman terkait fleksibilitas

penatausahaan dan pengelolaan keuangan BLUD (Rondonuwu, 2013). Hal tersebut

juga diperkuat dengan hasi penelitian yang dilakukan oleh Gustini (2011)

menyimpulkan bahwa komunikasi baik oleh pihak Intern dalam tubuh BLUD,

komunikasi antara pimpinan BLUD dengan kepala Daerah maupun komunikasi

pimpinan BLUD dengan stakeholder merupakan faktor yang sangat berpengaruh

faktor yang sangat terhadap efektifitas kepemimpinan dalam

mengimplementasikan berbagai ketentuan dalam Pola Pengelolaan Keuangan

BLUD.

Berdasarkan uraian di atas, diduga terdapat pengaruh antara komunikasi

terhadap penerapan PPK BLU, sehingga hubungan tersebut dihipotesiskan:

H3 : Komunikasi berpengaruh positif terhadap pelaksanaan Pola Pengelolaan


Keuangan BLUD

2.2.2.4 Pengaruh Sarana Prasarana terhadap terhadap pelaksanaan Pola


Pengelolaan Keuangan BLUD

Salah satu indikator yang digunakan dalam implementasi kebijakan

menurut Edward III adalah ketersediaan sarana dan prasarana yang merupakan alat

pendukung dan pelaksana suatu kegiatan. Sarana dan prasarana dapat berupa
53

perlengkapan, fasilitas yang dimiliki oleh organisasi dalam membantu para pekerja

di dalam pelaksanaan kegiatan mereka. Ketersediaan sarana dan prasarana akan

sangat membantu dalam keberhasilan pengimplementasian kebijakan.

Beberapa hasil penelitian yang dirujuk dalam penenelitian ini

menyebutkan bahwa salah satu kendala yang dihadapi dalam pengimplementasian

pola pegelolaan keuangan BLUD adalah belum adanya sarana prasarana serta

sistem yang terintegrasi. Sehingga dalam pelaksanaan operasional masih

menggunakan cara tradisional yang menyebabkan belum optimalnya pelayanan

yang diberikan kepada masyarakat.

Sarana prasarana dalam penelitian ini ditekankan kepada tersedianya

perangkat pendukung yang dapat membantu dalam pelaksanaan pola pengelolaan

keuangan BLUD yang dijalankan Puskesmas. Perangkat pendukung tersebut dapat

berupa ketersediaan infrastruktur baik itu komputer maupun sistem informasi

berupa aplikasi yang telah terintegrasi. Ketersediaan perangkat pendukung ini

diharapkan dapat membantu organisasi dalam pelaksanaan kegiatan dan untuk

mencapai tujuan yang diharapkan.

Penelitian yang dilakukan oleh Trianasari (2013) dan Puspadewi (2012)

mengemukakan bahwa tidak tersedianya sarana prasarana yang memadai akan

menjadi kendala dalam pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD. Lebih

lanjut penelitian Apriliyanto (2015) menyimpulkan bahwa penggunaan teknologi

informasi berupa komputer yang terintergrasi dengan sistem informasinya

merupakan suatu upaya yang dapat dilakukan oleh pengelola BLU untuk dapat

meningkatkan kinerja. Dengan adanya sistem informasi yang terintergrasi dengan


54

komputer akan dapat memfasilitasi berbagai kegiatan yang terjadi pada BLUD

sehingga interaksi dengan masyarakat menjadi lebih baik dengan meningkatnya

pelayanan yang diberikan, dan ketersediaan perangkat pendukung ini juga dapat

membantu pengelola untuk dapat menghasilkan informasi berupa laporan

keuangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Berdasarkan uraian di atas, diduga terdapat pengaruh antara sarana

prasarana terhadap pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD, sehingga

hubungan tersebut dihipotesiskan:

H4 : Sarana prasarana berpengaruh positif terhadap pelaksanaan Pola Pengelolaan


Keuangan BLUD

2.2.2.5 Pengaruh Pengendalian Intern terhadap terhadap pelaksanaan Pola


Pengelolaan Keuangan BLUD

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 60 tahun 2008 tentang

sistem pengendalian intern pemerintah bahwa sistem Pengendalian Intern adalah

proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus

menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan

memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan

efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan

terhadap peraturan perundang- undangan. Pasal 47 Peraturan Pemerintah tersebut

menyatakan bahwa untuk memperkuat dan menunjang efektivitas Sistem

Pengendalian Intern dilakukan pengawasan intern atas penyelenggaraan tugas dan

fungsi Pemerintah termasuk akuntabilitas keuangan Negara. Fungsi pengawasan ini

akan dilakukan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)


55

Tujuan dibentuknya sistem pengendalian intern yaitu untuk memberikan

keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian

tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara, keandalan pelaporan keuangan,

pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Medyawati (2010) mengungkapkan

bahwa salah satu kendala belum dapat terlaksananya secara optimal pola

pengelolaan BLUD adalah karena belum berfungsinya Satuan Pengawas Intern

(SPI) yang ada dalam organisasi. Pengendalian Intern ini menjadi penting karena

untuk dapat dijadikan sebagai fungsi pengawasan dalam pelaksanaan Satker BLU.

Hal ini juga diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sari (2012), dan

Hartono (2015), dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa audit Intern

berpengaruh terhadap penerapan tata kelola pada BLU.

Satuan Pengawas Intern pada BLU merupakan unit yang berada langsung

dibawah pimpinan BLU, sehingga secara organisasional SPI akan

bertanggungjawab kepada pimpinan BLU. SPI diperlukan untuk dapat melakukan

pengawasan dan penilaian terhadap sistem pengendalian manajemen, melakukan

pemeriksaan Intern terhadap pengelolaan keuangan dan operasional BLU, sehingga

fungsi SPI juga diharapkan sebagai ujung tombak dalam pencapaian tujuan

organisasi.

Berdasarkan uraian di atas, diduga terdapat pengaruh antara Pengendalian

Intern terhadap pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD, sehingga hubungan

tersebut dihipotesiskan:

H5 : Pengendalian Intern berpengaruh positif terhadap pelaksanaan Pola


Pengelolaan Keuangan BLUD
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

5.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif. Pendekatan

kuantitatif merupakan pendekatan yang diarahkan untuk pencapaian tujuan

memperoleh penjelasan yang luas, tentang fenomena yang ditetapkan sebagai

objek penelitian (Indrawan dan Poppy, 2014:29). Pendekatan kuantitatif juga

menekankan pada pengujian teori melalui pengukuran variabel penelitian dengan

menggunakan prosedur statistika (Abdillah dan Jogiyanto, 2015:7).

Berdasarkan tujuannya, penelitian ini merupakan penelitian explanatory

atau penelitian yang bersifat menerangkan. Penelitian explanatory bertujuan untuk

menentukan sifat dari hubungan antara satu atau lebih gejala atau variabel terikat

dengan satu atau lebih variabel bebas (Wiyono, 2011:52). Penelitian ini mencoba

untuk mencari hubungan dari variabel-variabel yang diteliti yaitu kualitas sumber

daya manusia, komitmen organisasional, komunikasi, sarana prasarana dan

pengendalian internal terhadap pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD.

5.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian.

Lokasi penelitian ini dilakukan pada Puskemas di Kabupaten Lombok

Barat. Alasan dilakukannya penelitian pada Puskesmas di Kabupaten Lombok Barat

adalah terkait dengan fenomena yang diangkat oleh peneliti, di mana untuk tahun 2016

56
57

Puskesmas di Kabupaten Lombok Barat telah menjalankan pola pengelolaan keuangan

BLUD. Perubahan pola pengelolaan keuangan ini berdasarkan Peraturan Bupati Kabupaten

Lombok Barat Nomor 12 tahun 2015 tentang Pengelolaan Badan Layanan Umum Daerah

di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Lombok Barat. Untuk wilayah Provinsi Nusa

Tenggara Barat, baru Puskesmas di Kabupaten Lombok Barat yang menjalankan pola

pengelolaan keuangan BLUD dengan status BLUD bertahap.

5.3. Populasi dan Sampel Penelitian.

Populasi merupakan sekelompok orang, kejadian atau segala sesuatu yang

mempunyai karakteristik tertentu, sedangkan anggota populasi disebut sebagai elemen

populasi (Indriantoro dan Bambang, 2014:115). Populasi dalam penelitian ini adalah

pegawai yang terlibat dalam pengelolaan keuangan di masing-masing Puskesmas

Kabupaten Lombok Barat mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai dengan pelaporan.

Adapun jumlah populasi dapat dilihat dalam tabel 3.1 di bawah ini.

Tabel 3.1. Jumlah populasi


No Jabatan Jumlah
1 Kepala Puskesmas 17
2 KTU 17
3 Perencana 17
4 Pemegang program UKM/UKP 68
5 Bendahara 51
Total 170
Sumber : data diolah (2016)

Penelitian ini akan meneliti sebagian dari elemen-elemen populasi. Indriantoro

dan Bambang (2014:117) menjelaskan bahwa berdasarkan sebagian dari elemen populasi

yang dikumpulkan dan dianalisis, hasilnya diharapkan dapat menjelaskan karakteristik


58

seluruh elemen populasi. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan

pemilihan sampel bertujuan (purposive sampling), dimana pemilihan sampel berdasarkan

pertimbangan dan kriteria tertentu yang umumnya disesuaikan dengan tujuan atau masalah

penelitian (Indriantoro dan Bambang, 2014:131).

Pemilihan sampel yang digunakan sebagai responden untuk data pengamatan

dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan kriteria:

1. Pejabat yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan keuangan Puskesmas

dan Pejabat pengelola BLUD yang disahkan berdasarkan Peraturan Bupati

Nomor 609/441/Dikes/2016. Pejabat ini terdiri dari pemimpin BLUD yaitu

Kepala Puskesmas, pejabat keuangan yaitu KTU dan pejabat tekhnis yaitu

yang bertanggung jawab terhadap upaya kesehatan masyarakat dan

perseorangan.

2. Pengurus keuangan /bendahara BLUD yang ada di masing-masing Puskesmas

selaku pelaksana pengelolaan keuangan Puskesmas. Penetapan bendahara

BLUD berdasarkan Surat Keputusan Bupati Kabupaten Lombok Barat Nomor

652/269.4/DPPKD/2016.

Alasan pemilihan elemen populasi tersebut sebagai responden adalah

karena disesuaikan dengan tujuan dan masalah penelitian. Pejabat pengelola

BLUD dan pengurus keuangan (bendahara) merupakan orang-orang yang berada

dalam struktur organisasi BLUD dan terlibat langsung dalam pengelolaan

keuangan BLUD di Puskesmas. Oleh karena itu, responden dalam penelitian ini

adalah berjumlah 85 (delapan puluh lima) orang dengan rincian terdapat dalam

tabel 3.2.
59

Tabel 3.2 Sampel Penelitian

No Populasi Jumlah Sampel

1 Pimpinan BLUD (Kepala Puskesmas) 17


2 Pejabat keuangan ( KTU) 17

3 Pejabat Teknis UKM dan UKP 34

4 Bendahara BLUD 17

Total 85
Sumber: data diolah (2016)

5.4. Variabel Penelitian

Indriantoro dan Bambang (2002:61) menyebutkan variabel sebagai

segala sesuatu yang dapat diukur dengan berbagai macam nilai tergantung pada

construct yang diwakilinya. Construct adalah abstraksi dari fenomena-fenomena

kehidupan nyata yang diamati. Jadi nilai variabel dapat berupa angka atau berupa

atribut yang menggunakan ukuran atau skala dalam suatu kisaran nilai. Menurut

Sugiyono (2014:58) variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang

berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga

diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.

3.4.1. Klasifikasi Variabel

Berdasarkan teori-teori dan hipotesis penelitian, maka variabel-variabel

yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Variabel eksogen merupakan variabel yang tidak dipengaruhi atau

ditentukan oleh variabel lain dalam suatu model. Variabel eksogen dalam

penelitian ini adalah Kualitas Sumber Daya Manusia (KSD), Komitmen


60

Organisasional (KO), Komunikasi (KM), Sarana prasarana (SP) dan

pengendalian internal (PI).

2. Variabel endogen merupakan variabel yang dipengaruhi atau ditentukan

oleh variabel lain dalam suatu model. Variabel endogen dalam penelitian ini

adalah pelaksanaan Pola Pengelolaan Keuangan BLUD (PPK).

3.4.2. Definisi Konseptual dan Operasional Pengukuran Variabel

Variabel yang telah diklasifikasikan perlu diberikan definisi secara

operasional untuk menjelaskan arah penelitian. Adapun definisi konseptual dan

operasional dalam penelitian ini adalah :

1. Kualitas Sumber Daya Manusia

Kualitas sumber daya manusia merupakan sesuatu yang menyangkut aspek

fisik dan kualitas non fisik. Kualitas sumber daya manusia yang dimaksudkan

dalam penelitian ini adalah kemampuan dari sumber daya manusia yang ada

untuk dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang dibebankan

kepadanya sebagai pengelola BLUD. Menurut penelitian Ardiansyah (2013)

indikator yang digunakan untuk mengukur kualitas sumber daya manusia

dalam hal ini adalah 1) ketersediaan sumber daya manusia yang memiliki

kompetensi berdasarkan latar belakang pendidikan, 2) penempatan pegawai,

3) pemahaman terhadap pekerjaan, 4) penerimaan perubahan, 5) pemahaman

terhadap peraturan.

2. Komitmen Organisasional

Komitmen organisasional merupakan dorongan dari dalam individu untuk

dapat berbuat sesuatu untuk menunjang keberhasilan organisasi sesuai dengan


61

tujuan yang telah ditetapkan (Agusetyaningsih, 2012). Komitmen

organisasional dalam penelitian ini adalah keinginan dari pengelola BLUD

untuk dapat bekerja sebaik mungkin dan bersedia melakukan perubahan demi

tercapainya tujuan dari organisasi. Indikator yang digunakan untuk mengukur

komitmen organisasional dikembangkan dari penelitian Mowday, et.al (1979)

dan penelitian Agustyaningsih (2015) yaitu dengan menggunakan 1)

identifikasi, 2) keterlibatan dan 3) loyalitas.

3. Komunikasi

Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian informasi kepada pihak

lain dengan maksud untuk mencapai tujuan tertentu (Warisno, 2009).

Penelitian ini mendefinisikan komunikasi sebagai cara pengelola

menyampaikan informasi kepada pihak eksternal dan internal untuk dapat

menjelaskan setiap kebijakan yang dibuat dalam rangka menunjang

pelaksanaan tugas dan tanggung jawab sebagai pengelola keuangan BLUD.

Inayah (2010) mengukur komunikasi dengan melihat aspek transmisi

komunikasi, aspek kejelasan dalam komunikasi, aspek konsistensi dalam

komunikasi dan mekanisme koordinasinya.

4. Sarana Prasarana

Sarana prasarana dapat juga disebut dengan perlengkapan yang dimiliki oleh

organisasi dalam membantu para pekerja di dalam pelaksanaan kegiatan

mereka Edward III (1980) dalam Inayah (2010). Sarana dan prasarana dalam

penelitian ini adalah ketersediaan perangkat pendukung sesuai dengan

kebutuhan yang digunakan untuk membantu dalam pelaksanaan tugas dan


62

tanggung jawab sebagai pengelola keuangan BLUD. Azhar (2008)

mengembangkan sarana prasarana ini dapat diukur dengan menggunakan

ketersediaan perangkat dan sistem informasi yang ada.

5. Pengendalian Intern

PP nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah

pasal 1 ayat 3 mendefinisikan pengawasan intern adalah seluruh proses

kegiatan audit, review, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawaan lain

terhadap penyelengaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka

memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan yang telah

dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif

dan efisien untuk kepentingan pinpinan dalam mewujudkan tata

kepemerintahan yang baik.

Pengendalian Intern pada penelitian ini diambil dari PP 60 tahun 2008

meliputi hal-hal seperti lingkungan pengendalian, penilaian resiko, kegiatan

pengendalian, informasi dan komunikasi, monitoring. Instrumen penelitian

ini dikaitkan dengan visi, misi, tujuan, sasaran, program dan kegiatan

organisasi, renstra dan renja organisasi.

6. Pelaksanaan Pola Pengelolaan Keuangan BLUD

Permendagri No. 61 tahun 2007 pasal 1 ayat 1 tentang Pola Pengelolaan

Keuangan BLUD menyatakan bahwa PPK-BLUD adalah Pola Pengelolaan

Keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk

menerapkan praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada

masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan dan mencerdaskan


63

kehidupan bangsa, sebagai pengecualian dari ketentuan pola keuangan negara

pada umumnya. Pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD pada

penelitian ini dikembangkan dari penelitian Meidyawati (2010) yang

mengevaluasi pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD berdasarkan

pola tata kelola, rencana strategis bisnis, rencana bisnis anggaran, laporan

keuangan dan laporan kinerja.

5.5. Prosedur Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data merupakan bagian dari tahap pengujian fakta

setelah proses pemilihan data (Indriantoro dan Bambang, 2014:144). Berikut ini

akan dijelaskan teknik pengumpulan data, instrumen penelitian dan sumber data

yang digunakan dalam penelitian ini.

3.5.1. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:

1. Kuisioner yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi

seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab

(Sugiyono, 2014:119).

Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kuesioner dari

penelitian-penelitian yang menggunakan variabel yang sama dengan penelitian

ini dan sebagian pertanyaannya sudah dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan

penelitian ini. Sebelum disebarkan kepada responden, terlebih dahulu akan

dilakukan uji pendahuluan (pilot test). Hal ini dilakukan untuk melihat sejauh

mana responden dapat memahami kalimat yang terdapat dalam kuisioner

sehingga dapat mengurangi bias respon.


64

2. Studi Kepustakaan adalah suatu cara pengumpulan data yang bersumber dari

penelaahan kepustakaan, berupa jurnal-jurnal, laporan-laporan, dan refernsi

lain yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti.

3.5.2. Instrumen penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat bagi peneliti untuk dapat

mengumpulkan data atau informasi yang relevan dengan permasalahan penelitian.

Instrumen disusun berdasarkan operasionalisasi variabel yang telah dibuat dengan

disusun berdasarkan skala tertentu (Indrawan dan Poppy, 2014:112). Instrumen

dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan skala diferensial semantic.

Skala diferensial semantik merupakan metode pengukuran sikap dengan

menggunakan skala penilaian tujuh butir yang menyatakan secara verbal dua

kutub (bipolar) penilaian yang ekstrem (Indriantoro dan Bambang, 2014:105).

Responden dapat memberikan penilaian dengan angka 7, berarti persepsi

responden sangat positif terhadap objek yang ditanyakan, bila memberi jawaban

pada angka 4 berarti netral dan bila menjawab pada angka 1, maka persepsi

responden sangat negatif terhadap objek yang ditanyakan (Widoyoko, 2012:118).

Handayani (2011) menjelaskan bahwa untuk menginterpretasikan skala

semantic diferensial adalah dengan menggunakan 2 cara:

1) Menggunakan profil visual, yaitu diagram ular (snake diagram). Diagram ini

menghubungkan titik-titik skor rata-rata dari masing-masing pasangan frase

semantic diferensial, sehingga memunculkan profil objek atau objek-objek

yang ingin dievaluasi (Churchill, Jr., 2005:468). Profil yang muncul


65

memberikan indikasi yang jelas tentang bagaimana responden memandang

objek yang diteliti.

2) Menggunakan skala likert numerik. Teknik ini dapat dilakukan dengan

memeberikan skor pada skala, maka skor yang diberikan adalah satu sampai

tujuh. Untuk membuat skala likert numerik, pertama-tama kita mencari

rentang skala (RS) dengan rumus

𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 − 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎


𝑅𝑆 =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑘𝑎𝑡𝑒𝑔𝑜𝑟𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑏𝑢𝑎𝑡

Skor tertinggi pada skala dalam penelitian ini adalah 7 dan skor terendah

adalah 1, serta akan dibagi menjadi 5 kategori, sehingga dengan demikian akan
7−1
didapatkan: 𝑅𝑆 = = 1,2
5

Kriteria skor untuk kategori lima kelas yang terbentuk, dapat disajikan dalam

tabel kategori yang menunjukkan rentang skala serta interpretasi terhadap hasil

pengukuran kuisioner dengan kutub 1 menunjukkan negatif dan kutub 7

menunjukkan positif.

Tabel 3.3. Tabel kategori


Interval Kategori
1 ≤ x ≤ 2,2 Tidak baik
2,2 ≤ x ≤ 3,4 Cukup baik
3,4 ≤ x ≤ 4,6 Sedang (antara baik dan buruk)
4,6 ≤ x ≤ 5,8 Baik
5,8 ≤ x ≤ 7,0 Sangat baik

3.5.3. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer

berupa jawaban para responden atas sejumlah kuesioner yang diberikan.

Sebagaimana dinyatakan Indriantoro dan Bambang (2014:146) data primer


66

merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber

asli (tidak melalui media perantara).

5.6. Prosedur analisis data

Analisis data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden

atau sumber data lain terkumpul. Kegiatan dalam analisis data adalah

mengelompokkan data berdasarkan variabel dan jenis responden, mentabulasi data

berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data tiap variabel yang

diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah dan

melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan. Teknik

analisis data dalam penelitian kuantitatif menggunakan statistik. Terdapat dua

macam statistik yang digunakan dalam analisis data dalam penelitian yaitu

statistik deskriptif dan statistik inferensial (Sugiyono, 2014:147).

Analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

Partial Least Square (PLS) menggunakan software SmartPLS 3.0.M. PLS adalah

analisis persamaan struktural (SEM) berbasis varian yang secara simultan dapat

melakukan pengujian model pengukuran sekaligus model struktural (Abdillah dan

Jogiyanto, 2015:164).

Menurut Ghozali dan Latan (2015:47), tahapan analisis menggunakan

PLS-SEM setidaknya harus melalui lima proses tahapan dimana setiap tahapan

akan berpengaruh terhadap tahapan selanjutnya yaitu: konseptualisasi model,

menentukan metode analisis alogaritm, menggunakan metode resampling,

menggambar diagram jalur, evaluasi model.


67

Tahap 1. Konseptualisasi Model

Konseptualisasi model merupakan langkah pertama dalam analisis PLS-

SEM. Pada tahap ini peneliti harus melakukan pengembangan dan pengukuran

konstruk (Ghozali dan Latan, 2015:48). Ada dua permodelan dalam PLS, yaitu :

1) Outer Model atau model pengukuran, menggambarkan hubungan antara blok

indikator dengan variabel latennya; 2) Inner Model atau model structural,

menggambarkan hubungan kausalitas antar variabel laten yang dibangun

berdasarkan substansi teori (Abdillah dan Jogiyanto, 2015:188).

Ghozali dan Latan (2015:59) menjelaskan bahwa untuk melakukan

pengujian outer model, penting bagi seorang peneliti untuk mengetahui arah

indikator suatu konstruk, apakah berbentuk reflektif atau formatif, agar dapat

mengevaluasi hubungan antara variabel laten dengan indikatornya. Konstruk

dengan indikator reflektif mengasumsikan bahwa kovarian di antara pengukuran

model dijelaskan oleh varian yang merupakan manifestasi domain konstruknya.

Arah indikatornya yaitu dari konstruk ke indikator. Pada setiap indikatornya harus

ditambah dengan error terms atau kesalahan pengukuran. Data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah data primer yang melihat penilaian responden terhadap

indikator-indikator yang termuat dalam kuisioner, sehingga dapat berubah sesuai

dengan jawaban responden dan tidak akan merubah makna konstruk apabila ada

salah satu indikatornya yang tidak valid (Ghozali dan Latan, 2015:60).

Tahap 2. Menentukan Metoda Analisis Algorithm

Penentuan metode algorithm berguna untuk estimasi model. Dalam PLS-

SEM program SmartPLS 3.0, metode analisis algorithm yang disediakan hanyalah
68

alogorithm PLS dengan tiga pilihan skema yaitu factorial, centroid, dan path atau

structural weighting. Skema algorithm PLS yang disarankan oleh Wold adalah

path atau structural weighting (Ghozali dan Latan, 2015:51). Penelitian ini

menggunakan skema logarithma PLS path atau structural weighting .

Tahap 3. Menentukan Metoda Resampling

Menurut Ghozali dan Latan (2015:53), pada umumnya terdapat dua

metoda yang digunakan oleh peneliti di bidang SEM untuk melakukan proses

penyampelan kembali (resampling) yaitu bootstrapping dan jackknifing. Metoda

jackknifing hanya menggunakan subsampel dari sampel asli untuk melakukan

resampling kembali. Program SmartPLS 3.0 hanya menyediakan satu metoda

resampling yaitu bootstrapping. Metode ini lebih sering digunakan dalam model

persamaan struktural, sehingga dalam penelitian ini peneliti masih menggunakan

metoda bootstrapping.

Tahap 4. Menggambar Diagram Jalur

Setelah melakukan tahap konseptualisasi model, menentukan metoda

analisis algorithm, dan metoda resampling, langkah selanjutnya adalah

menggambar diagram jalur atau path diagram dari model yang akan diestimasi.

Adapun diagram jalur (path diagram) dari model yang akan diestimasi dalam

penelitian ini digambarkan pada gambar 3.1 berikut :


69

Gambar 3.1
Model Penelitian
Keterangan :

KSD : Kualitas Sumber Daya Manusia, yang direfleksikan dengan indikator:


KSD1 = ketersediaan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi
sesuai dengan latar belakang pendidikan, KSD2 = penempatan pegawai,
KSD3 = pemahaman terhadap pekerjaan, KSD4 = penerimaan perubahan,
KSD5 = pemahaman terhadap undang-undang
KO : Komitmen Organisasional, yang direfleksikan dengan indikator:
KO1 = identifikasi, KO2 = keterlibatan, KO3 = loyalitas
KM : Komunikasi, yang direfleksikan dengan indikator:
KM1 = aspek transmisi, KM2 = aspek kejelasan, KM3 = aspek
konsistensi, KM4 = mekanisme koordinasi
SP : Sarana Prasarana, yang direfleksikan dengan indikator:
SP1 = ketersediaan perangkat, SP2 = ketersediaan sistem terintegrasi
PI : Pengendalian Intern, yang direfleksikan dengan indikator:
PI1 = lingkungan pengendalian, PI2 = penilaian resiko, PI3 = kegiatan
pengendalian, PI4 = informasi dan komunikasi, PI5 = monitoring
PPK : Pelaksanaan Pola Pengelolaan Keuangan BLUD, yang direfleksikan
dengan indikator:
70

PPK1 = pola tata kelola, PPK2 = rencana strategis bisnis, PPK3 = rencana
bisnis anggaran, PPK4 = standar pelayanan minimal, PPK5 = laporan
keuangan dan kinerja
Berdasarkan diagram jalur pada gambar 3.1, maka persamaan model

pengukuran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Persamaan model pengukuran / measurement (outer model)

KSD1 = λ1KSD + ε1
KSD2 = λ2KSD + ε2
KSD3 = λ3KSD + ε3
KSD4 = λ4KSD + ε4
KSD5 = λ5KSD + ε5

KO1 = λ6KO + ε6
KO2 = λ7KO + ε7
KO3 = λ8KO + ε8

KM1 = λ9KM + ε9
KM2 = λ10KM + ε10
KM3 = λ11KM + ε11
KM4 = λ12KM + ε12

SP1 = λ13SP + ε13


SP2 = λ14SP + ε14

PI1 = λ15PI + ε15


PI2 = λ16PI + ε16
PI3 = λ17PI + ε17
PI4 = λ18PI + ε18
PI5 = λ19PI + ε19

PPK1 = λ20PPK + ε20


PPK2 = λ22PPK + ε21
PPK3 = λ22PPK + ε22
PPK4 = λ23PPK + ε23
PPK5 = λ24PPK + ε24

2. Persamaan model struktural (inner model)

PPK = γ1KSD+ γ2KO + γ3KM+ γ4SP + γ5PI + ζ1


71

Keterangan :
γ (Gamma) = Koefisien pengaruh variabel eksogen terhadap variabel
endogen
ζ (Zeta) = Galat model struktural
λ (Lambda) = Koefisien model pengukuran (loading weight)
ε (Epsilon) = Galat model pengukuran

Tahap 5. Evaluasi Model

Evaluasi model PLS dilakukan dengan cara menilai outer model dan

inner model. Model pengukuran atau outer model dilakukan untuk menilai

validitas dan reliabilitas model, sedangkan model structural atau inner model

digunakan untuk memprediksi hubungan antar veriabel laten (Ghozali dan Latan,

2015:77). Langkah-langkah dalam evaluasi model :

1. Pengujian Model Pengukuran/Measurement (Outer Model)

Model ini menspesifikasi hubungan antar variabel laten dengan indikator-

indikatornya, atau dapat dikatakan bahwa outer model mendefinisikan

bagaimana setiap idikator berhubugan dengan variabel latennya. Indikator

konstruk dalam penelitian ini adalah indikator reflektif. Model pengukuran

(outer model) dengan indikator reflektif dievaluasi dengan convergent,

discriminant validity, dan composite reliability untuk block indicator,

sedangkan outer model dengan indikator formatif dievaluasi berdasarkan

pada substantive contentnya yaitu dengan membandingkan besarnya relative

weight dan melihat signifikasi dari ukuran weight tersebut (Chin 1998, dalam

Ghozali, 2014:39).

Uji pada outer model dengan indikator reflektif dilakukan dengan cara

menilai :
72

a) Convergent Validity. Validitas convergent berhubungan dengan prinsip

bahwa pengukur-pengukur (manivest) dari suatu konstruk seharusnya

berkorelasi tinggi. Uji validitas convergent indikator reflektif dapat

dilihat dari nilai loading factor untuk tiap indikator konstruk. Nilai yang

diharapkan > 0.7. Namun untuk penelitian tahap awal nilai loading 0.5 –

0,6 dapat dianggap cukup (Chin 1998 dalam Ghozali dan Latan,

2015:74).

b) Discriminant Validity. Validitas diskriminan berhubungan dengan prinsip

bahwa pengukur-pengukur (manivest variabel) konstruk yang berbeda

seharusnya tidak berkorelasi dengan tinggi. Cara untuk menguji validitas

diskriminan dengan indikator reflektif yaitu dengan melihat nilai cross

loading untuk setiap variabel harus > 0,70 (Ghozali dan Latan, 2012:78).

Metode lain untuk menilai discriminant validity adalah dengan

membandingkan nilai square root of average variance extracted (AVE).

Direkomendaikan nilai AVE harus lebih besar 0,50 (Fornell dan Larcker

1981 dalam Ghozali, 2014:40).

c) Composite Reliability. Composite reliability adalah salah satu alat untuk

mengukur atau menguji reliabilitas suatu konstruk. Uji reliabilitas

dilakukan untuk membuktikan akurasi, konsistensi dan ketepatan

instrumen mengukur konstruk. Ada dua cara untuk mengukur reliabilitas

suatu konstruk dengan indikator reflektif, yaitu dengan menggunakan

cronbach’s alpha dan Composite reliability, namun lebih disarankan

menggunakan composite reliability karena cronbach’s alpha akan


73

menghasilkan nilai yang lebih rendah. Data yang memiliki composite

reliability > 0.7 mempunyai reliabilitas yang tinggi (Ghozali dan Latan,

2015:75).

2. Pengujian Model Struktural/Structural (Inner Model) dilakukan untuk

menguji hubungan antara konstruk laten (pengujian hipotesis). Ada

beberapa pengujian untuk model struktural dalam penelitian ini diantaranya:

a. R Square pada konstruk endogen. Nilai R Square adalah koefisien

determinasi pada konstruk endogen, digunakan untuk melihat

kemampuan variabel-variabel eksogen dalam menerangkan variabel

endogen. Menurut Chin (1998) dalam Ghozali dan Latan (2015:78)

nilai R Square 0.67 (kuat), 0.33 (moderat) dan 0.19 (lemah).

b. Predictive Relevance (Q Square). Uji ini dilakukan untuk mengetahui

kapabilitas prediksi dengan prosedur blindfolding. Jika nilai yang

didapatkan 0.02 (lemah), 0.15 (moderate), dan 0.35 (kuat) (Ghozali dan

Latan: 2015:80). Prediksi ini hanya dapat dilakukan untuk konstruk

endogen dengan indikator reflektif.

c. Uji hipotesis dengan melihat Estimate for Path Coefficients, merupakan

nilai konsisten jalur atau besarnya hubungan/pengaruh konstruk laten.

Dilakukan dengan prosedur bootstrapping seperti resampling yang

dipilih dalam tahap 3. Nilai signifikasi yang digunakan (one-tailed) t-

value 1,64 (Significance level = 5%). Dalam penelitian ini, hipotesis

dapat diterima jika memiliki nilai t statistics (t hitung) pada tabel Path

Coefficient output Smart PLS 3.0 lebih besar dari t-tabel (1,64).
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Barat merupakan salah satu SKPD

sebagai unsur pelaksana otonomi daerah. Dinas Kesehatan dipimpin oleh Kepala

Dinas yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Bupati melalui

Sekretaris Daerah. Dinas Kesehatan mempunyai tugas pokok melaksanakan

urusan pemerintahan daerah dibidang kesehatan dan menyelenggarakan fungsi

yang salah satunya adalah melakukan pembinaan terhadap Unit Pelaksana

Tekhnis Dinas di bidang kesehatan yang salah satunya yaitu Puskesmas.

Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Barat mempunyai 17 Puskesmas

yang tersebar di 10 kecamatan di Kabupaten Lombok Barat. Puskesmas ini terdiri

dari 5 Puskesmas perawatan dan 12 Puskesmas non perawatan. Masing-masing

Puskesmas dipimpin oleh 1 orang pejabat struktural eselon IV sebagai Kepala

Puskesmas. Terhitung mulai tahun 2016 Puskesmas telah menjadi badan layanan

umum daerah sesuai dengan SK Bupati nomor 12 tahun 2015 sehingga Puskesmas

telah berganti nama menjadi UPT BLUD Puskesmas. Puskesmas di Kabupaten

Lombok Barat ini merupakan satu-satunya Puskesmas di wilayah provinsi Nusa

Tenggara Barat yang telah menjalankan pola pengelolaan keuangan BLUD.

UPT BLUD Puskesmas merupakan satu bentuk upaya Puskesmas untuk

dapat meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat, dengan menggunakan pola

74
75

pengelolaan keuangan yang lebih baik dan fleksibel. Kesiapan Puskesmas

diperlukan untuk dapat menerima dan menjalankan kebijakan Dinas Kesehatan

sebagai instansi induknya dalam rangka menjalankan pola pengelolaan keuangan

BLUD tersebut, dalam rangka mewujudkan visi misi Puskesmas dan Dinas

Kesehatan.

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menguji dan

memperoleh bukti empiris mengenai faktor-faktor yang disebutkan dalam

penelitian yaitu kualitas sumber daya manusia, komitmen organisasional,

komunikasi, sarana prasarana dan pengendalian internal berpengaruh terhadap

pelaksanaan pola pengelolaan BLUD pada tahap implementasi awal oleh

Puskesmas. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer

yang diperoleh dari daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah disebarkan kepada

masing-masing responden yaitu pejabat pengelola dan bendahara BLUD

Puskesmas. Keseluruhan kuesioner yang disebar sebanyak 85 kuesioner.

Kuesioner yang kembali sebanyak 77 kuesioner. Tingkat Response rate sebesar

91%. Rincian kuesioner penelitian yang disebarkan kepada responden sampai

dengan kuesioner penelitian yang dapat diolah lebih lanjut dapat dilihat pada tabel

4.1 berikut:

Tabel 4.1. Penyebaran dan Pengembalian Kuesioner

Keterangan Jumlah %
Jumlah kuesioner yang disebarkan 85 100%
Jumlah kuesioner yang tidak kembali 8 9%
Jumlah kuesioner yang diterima kembali 77 91%
Jumlah kuesioner yang tidak diisi/cacat 0 0%
Jumlah kuesioner yang dapat diolah lebih lanjut 77 91%
Sumber: Data primer, diolah (2016)
76

4.2. Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini adalah semua pejabat pengelola

keuangan BLUD dan bendahara BLUD di 17 Puskesmas yang ada di Kabupaten

Lombok Barat. Masing-masing pejabat pengelola BLUD ditetapkan berdasarkan

Surat Keputusan Bupati No. 609/411/Dikes/2016. Pejabat pengelola keuangan ini

terdiri dari pimpinan BLUD yaitu Kepala Puskesmas, pejabat keuangan yang

dijabat oleh Kepala Tata Usaha (KTU). Pejabat tekhis BLUD dijabat oleh 2 orang

yaitu tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya yang bertanggung jawab atas

upaya kesehatan masyarakat (UKM) dan yang bertanggung jawab atas upaya

kesehatan perseorangan (UKP). Bendahara BLUD tidak termasuk dalam struktur

pejabat pengelola keuangan BLUD, akan tetapi dalam tugas pokok dan fungsinya

Bendahara BLUD bertanggung jawab atas kegiatan keuangan Puskesmas serta

melakukan koordinasi dengan pejabat pengelola keuangan BLUD Puskesmas.

Penetapan Bendahara BLUD Puskesmas ini berdasarkan Surat Keputusan Bupati

Lombok Barat No. 652/269.4/DPPKD/2016.

Tabel 4.2 berikut merupakan informasi hasil tabulasi data yang telah

diperoleh dari pengisian kuesioner yang dilakukan oleh responden.


77

Tabel 4.2. Karakteristik responden

Responden
No Uraian
Jumlah %
1 Gender :
Laki-laki 39 50,65 %
Perempuan 38 49,35 %
Total 77 100 %
2 Pendidikan Terakhir :
SLTA/sederajat 6 7,79 %
Diploma 18 23,38 %
Strata 1 (S1) 47 61,04 %
Strata 2 (Magister) 6 7,79 %
Total 77 100 %
3 Masa Kerja :
< 5 tahun 5 6,50 %
5-10 tahun 15 19,48 %
11-20 Tahun 30 38,96 %
> 20 tahun 27 35,06 %
Total 77 100 %
Sumber: data primer (diolah) 2016

Dari tabel 4.2 di atas, hasil tabulasi data responden berdasarkan jenis

kelamin (gender) pada pengelola keuangan BLUD Puskesmas di Kabupaten

Lombok Barat terlihat bahwa jumlah responden laki-laki adalah sebanyak 39

orang (50,65%) dan jumlah responden perempuan adalah sebanyak 38 orang

(49,35%). Hal ini mencerminkan bahwa secara umum tidak terdapat perbedaan

gender yang signifikan untuk pejabat pengelola keuangan BLUD. Laki-laki dan

perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk dapat melaksanakan tugas

sebagai pengelola keuangan BLUD pada Puskesmas.

Karakteristik responden yang menjabat sebagai pengelola keuangan

berdasarkan pendidikan terakhir dapat dilihat bahwa jumlah tenaga

SLTA/sederajat adalah sebanyak 6 orang (7,79%), Diploma sebanyak 18 orang

(23,38%), Starata I sebanyak 47 orang (61.04%) dan Strata 2 sebanyak 6 orang


78

(7,79%). Hal ini mencerminkan bahwa berdasarkan pendidikan terakhir pejabat

pengelola keuangan BLUD Puskesmas lebih banyak ditempati oleh orang-orang

yang mempunyai tingkat pendidikan terakhir pada level strata 1 (S1) yaitu

sebanyak 47 orang (61,03%). Keadaan ini menunjukkan sumber daya manusia

yang ada di Puskesmas yang mengisi jabatan sebagai pengelola keuangan BLUD

sudah memadai, meskipun jenis pendidikan terakhir yang dimiliki lebih banyak

berasal dari sarjana bidang kesehatan. Secara keseluruhan dapat disimpulkan

bahwa pengelola keuangan dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan mampu

memahami tugas dan fungsinya sebagai pejabat pengelola keuangan BLUD.

Selanjutnya akan mampu mempelajari dan memahami terkait dengan peraturan

yang diperlukan untuk dapat menunjang kemampuannya dalam menjalankan

tugasnya sebagai pengelola keuangan BLUD yang mungkin berbeda dengan latar

belakang pendidikan yang telah diperoleh sebelumnya.

Data responden jika dilihat berdasarkan masa kerja menunjukkan bahwa

responden yang memiliki masa kerja kurang dari 5 tahun sebanyak 5 orang

(6,49%), responden yang memiliki masa kerja 5-10 tahun sebanyak 15 orang

(19,48%). Kemudian responden terbanyak adalah yang memiliki masa kerja 11-20

tahun adalah sebanyak 30 orang (38,96%) dan yang memiliki masa kerja di atas

20 tahun sebanyak 27 orang (35,06%). Hal ini menunjukkan bahwa pengelola

keuangan BLUD diisi oleh orang-orang yang memiliki masa kerja cukup lama

yaitu antara 11-20 tahun. Jika dilihat dari sisi pengalaman kerja dapat disimpulkan

bahwa responden memiliki cukup banyak pengalaman terutama dalam


79

menghadapi berbagai perubahan kebijakan yang terjadi pada Puskesmas. Salah

satunya adalah kebijakan perubahan pola pengelolaan keuangan.

4.3. Pengujian Instrumen Penelitian (Pilot Test)

Uji instrumen penelitian (pilot test) telah dilakukan pada 30 responden.

Tujuan dilakukannya pilot test adalah untuk mengetahui apakah instrumen yang

dipakai dalam penelitian ini dapat diterima, komunikatif serta dapat dipahami oleh

responden sehingga memenuhi kriteria validitas dan reliabilitas dari sebuah

intrumen penelitian.

Validitas menunjukkan apakah hasil penelitian dapat diterima oleh

khalayak dengan kriteria-kriteria tertentu (Abdillah dan Jogiyanto, 2015:71). Uji

validitas dapat dilihat dari nilai loading factor untuk tiap indikator konstruk dan

nilai loading factor ini harus lebih besar dari 0,7. Namun untuk penelitian tahap

awal dari pengembangan skala pengukuran nilai loading factor 0,5-0,6 masih

dianggap cukup (Chin, (1998) dalam Ghazali dan Latan, 2015:74).

Uji reliabilitas dilakukan untuk membuktikan akurasi, konsistensi dan

ketepatan instrumen dalam mengukur konstruk. Uji reliabilitas dapat dilakukan

dengan melihat nilai cronbach’s alpha dan composite reliability. Penggunaan

cronbach’s alpha untuk menguji reliabilitas suatu konstruk akan memberikan

nilai yang lebih rendah sehingga lebih disarankan untuk menggunakan nilai dari

composite reliability yaitu harus lebih besar dari 0,7 (Ghazali dan Latan,

2015:75).

Pengujian validitas dan reliabilitas yang dilakukan pada 30 orang

responden menunjukkan hasil yang ditunjukkan dalam tabel 4.3 berikut.


80

Tabel 4.3. Hasil uji validitas dan reliabilitas

Validitas Reliabilitas
Variabel Indikator Outer Composite Kesimpulan
Loading Reliability
Ketersediaan sumber daya
manusia 0,8555
Penempatan pegawai 0,8691
Pemahaman terhadap Valid dan
KSD 0,8313
pekerjaan 0,5474 reliabel
Penerimaan perubahan 0,5796
Pemahaman terhadap
peraturan 0,6374
Identifikasi 0,6061
Valid dan
KO Keterlibatan 0,7649 0,8100
reliabel
Loyalitas 0,9095
Aspek transmisi 0,8958
Aspek kejelasan 0,7380 Valid dan
KM 0,8791
Aspek konsistensi 0,8059 reliabel
Mekanisme koordinasi 0,7676
Ketersediaan perangkat 0,9318
Valid dan
SP Sistem informasi yang 0,7311
reliabel
terintegrasi 0,5598
Lingkungan pengendalian 0,9533
Penilaian resiko 0,9511
Valid dan
PI Kegiatan pengendalian 0,8567 0,9431
reliabel
Informasi ddan komunikasi 0,8118
Monitoring 0,7998
Pola tata kelola 0,8021
Rencana strategi bisnis 0,8080
Rencana bisnis anggaran 0,8744 Valid dan
PPK 0,9034
Standar pelayanan minimal 0,7148 reliabel
Laporan keuangan dan
laporaan kinerja 0,8316
Sumber: Lampiran 3

Data tabel di atas terlihat bahwa dari indikator kualitas sumber daya

manusia (KSD), komitmen organisasional (KO), komunikasi (KM), sarana

prasarana (SP), pengendalian internal (PI) dan pelaksanaan pola pengelolaan

keuangan BLUD (PPK) masing-masing memiliki nilai outer loading di atas (0,5).

Nilai outer loading di atas 0,5 dianggap cukup, sehingga dapat disimpulkan
81

bahwa masing-masing indikator sudah memenuhi convergen validity. Hal ini

menunjukkan bahwa instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

dapat dinyatakan valid.

Nilai composite reliability untuk semua konstruk yang memenuhi syarat

adalah di atas (0,7) dan nilai composite reliability untuk masing-masing konstruk

berdasarkan tabel di atas sudah menunjukkan nilai > 0,7. Hal ini diasumsikan

bahwa instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini juga sudah

reliabel.

4.4. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran, informasi

mengenai karakteristik variabel yang digunakan dalam penelitian. Statistik

deskriptif dapat dilihat dari nilai rata-rata (mean), deviasi standar, nilai maksimum

dan minimum untuk masing-masing variabel. Mean digunakan untuk mengetahui

nilai rata-rata data yang bersangkutan. Deviasi standar digunakan untuk

mengetahui seberapa besar data yang bersangkutan bervariasi dari rata-rata. Nilai

maksimum digunakan untuk mengetahui jumlah terbesar data yang ada sedangkan

nilai minimum digunakan untuk mengetahui jumlah terkecil data yang

bersangkutan bervariasi dari rata-rata. Hasil pengujian statistik deskriptif dari

masing-masing variabel dideskripsikan berdasarkan tabel kategori 3.3 dan hasil

pengujian statistik deskriptif dapat dilihat dalam tabel 4.4 berikut:


82

Tabel 4.4. Hasil Statistik Deskriptif


Deviasi
N Minimum Maksimum Mean
standar
Kualitas Sumber Daya
Manusia 77 1,80 7,00 4,89 1,40
Komitmen Organisasional 77 2,67 7,00 5,64 1,02
Komunikasi 77 5,50 7,00 5,11 1,38
Sarana Prasarana 77 1,50 7,00 4,60 1,34
Pengendalian Internal 77 2,20 7,00 5,63 1,08
Pelaksanaan Pola
Pengelolaan Keuangan
BLUD 77 2,60 7,00 5,62 1,01
Sumber: Lampiran 6

4.4.1. Kualitas Sumber Daya Manusia

Kualitas sumber daya manusia diukur dengan menggunakan indikator

yang bersifat reflektif yang dijabarkan melalui 5 item pertanyaan. Penilaian

responden terhadap kualitas sumber daya manusia pada tabel 4.6 menunjukkan

bahwa dari jumlah responden sebanyak 77 orang telah diperoleh nilai minimum

1,80 dan nilai maksimum 7,00. Rata-rata jawaban responden diperoleh nilai

sebesar 4,89 dan nilai deviasi standar 1,40. Nilai deviasi standar menunjukkan

bahwa terdapat penyimpangan sebesar 1,40 dari nilai rata-rata yang berarti nilai

populasi dominan terkumpul disekitar nilai rata-ratanya. Berdasarkan nilai

kategori pada tabel 3.3, nilai mean sebesar 4,89 menunjukkan kecenderungan

responden menjawab baik terhadap kualitas sumber daya manusia, hal ini

ditunjukkan dari jawaban atas item pertanyaan yang diajukan.

Hal ini berarti bahwa rata-rata responden cenderung menilai bahwa

Puskesmas telah memiliki sumber daya manusia berkualitas baik dari

ketersediaan, kompetensi yang sesuai dengan bidang pekerjaannya, penempatan

pegawai yang sudah sesuai dengan latar belakang pendidikan yang dimiliki,
83

pemahaman terhadap pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Lebih lanjut

responden juga menilai bahwa sumber daya manusia yang berada di Puskesmas

telah siap menerima setiap perubahan yang terjadi, dan dapat lebih memahami

setiap kebijakan dijalankan oleh Puskesmas. Sehingga secara keseluruhan

berdasarkan penilaian terhadap indikator dapat disimpulkan bahwa Puskesmas

telah memiliki kualitas sumber daya manusia yang baik. Kecenderungan penilaian

responden terhadap kualitas sumber daya manusia dapat pula dilihat pada profil

visual snake diagram pada lampiran 7.

4.4.2. Komitmen Organisasional

Komitmen organisasional diukur dengan indikator yang bersifat reflektif

yang dijabarkan melalui 3 item pertanyaan. Penilaian responden terhadap

komitmen organisasional pada tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari jumlah

responden sebanyak 77 orang, diperoleh nilai minimum 2,67 dan nilai maksimum

7,00. Rata-rata jawaban responden diperoleh nilai sebesar 5,64 dan deviasi standar

1,02. Nilai deviasi standar lebih kecil dari nilai rata-ratanya, menunjukkan bahwa

terdapat penyimpangan sebesar 1,02 dari nilai rata-rata yang berarti nilai populasi

dominan terkumpul disekitar nilai rata-ratanya. Berdasarkan nilai kategori pada

tabel kategori 3.3, nilai mean sebesar 5,64 menunjukkan bahwa kecenderungan

jawaban responden adalah baik terhadap komitmen organisasional yang ada. Hal

ini ditunjukkan dari jawaban atas item pertanyaan yang diajukan.

Kecenderungan penilaian responden terhadap komitmen organisasional

yang dimiliki oleh pegawai puskesmas menunjukkan bahwa pegawai Puskesmas

telah bekerja dengan sungguh-sungguh, keterlibatan akan setiap perubahan yang


84

terjadi pada Puskesmas dan kepedulian terhadap perubahan Puskesmas untuk

menjadi lebih baik juga tinggi. Sehingga secara keseluruhan dapat disimpulkan

bahwa pegawai yang berada dalam Puskesmas telah menunjukkan komitmen

organisasional kuat terhadap perubahan Puskesmasnya untuk menjadi lebih baik.

Kecenderungan penilaian responden terhadap komitmen organisasional dapat pula

dilihat pada profil visual snake diagram pada lampiran 7.

4.4.3. Komunikasi

Komunikasi diukur dengan menggunakan indikator yang bersifat reflektif

dan dijabarkan melalui 4 item pertanyaan. Penilaian responden terhadap

komunikasi pada tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari jumlah responden sebanyak

77 orang telah diperoleh nilai minimum 5,50 dan nilai maksimum 7,00. Rata-rata

jawaban responden diperoleh nilai sebesar 5,11 dengan nilai deviasi standar 1,38.

Nilai deviasi standar yang lebih kecil dari nilai rata-ratanya, menunjukkan bahwa

terdapat penyimpangan sebesar 1,38 dari nilai rata-rata yang berarti nilai populasi

dominan terkumpul disekitar nilai rata-ratanya. Berdasarkan nilai katogori pada

tabel 3.3, nilai mean sebesar 5,11 menunjukkan kecenderungan responden

menjawab baik terhadap variabel komunikasi. Hal ini ditunjukkan berdasarkan

jawaban dari item pertanyaan yang diajukan.

Rata-rata penilaian yang diberikan oleh responden terhadap komunikasi

yang telah berjalan di Puskesmas sudah baik dan efektif. Hal ini dapat ditunjukkan

pula dari rata-rata hasil jawaban rensponden yang menilai bahwa komunikasi

antara pimpinan dan staf yang ada telah berjalan dengan baik. Kejelasan terhadap

informasi yang diberikan dan pemahaman akan setiap informasi yang


85

disampaikan dalam forum internal Puskesmas juga baik. Rata-rata responden juga

menilai bahwa koordinasi internal yang berjalan selama ini sudah merupakan

media komunikasi yang efektif. Lebih lanjut kecenderungan penilaian responden

terhadap komunikasi dapat pula dilihat pada profil visual snake diagram pada

lampiran 7.

4.4.4. Sarana Prasarana

Sarana prasarana dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan

indikator reflektif yang terdiri dari ketersediaan perangkat pendukung dan sistem

informasi yang terintegrasi. Penilaian responden terhadap sarana prasarana pada

tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari jumlah responden sebanyak 77 orang,

diperoleh nilai minimum 1,50 dan nilai maksimum 7,00. Rata-rata jawaban

responden diperoleh nilai sebesar 4,60 dengan nilai deviasi standar sebesar 1,34.

Nilai deviasi standar lebih kecil dari nilai rata-ratanya, menunjukkan bahwa

terdapat penyimpangan sebesar 1,34 dari nilai rata-rata yang berarti nilai populasi

dominan terkumpul disekitar nilai rata-ratanya. Berdasarkan nilai kategori pada

tabel 3.3, nilai mean sebesar 4,60 menunjukkan bahwa kecenderungan jawaban

yang diberikan oleh responden dalam menilai sarana prasarana yang ada berada

dalam kategori sedang. Hal ini terlihat atas jawaban dari item pertanyaan yang

diajukan.

Kecenderungan responden menilai bahwa sarana prasarana yang dimiliki

oleh Puskesmas belum benar-benar memadai. Belum seluruhnya penyelesaian

pekerjaan menggunakan sistem yang terintegrasi satu sama lainnya. Penilaian


86

responden terhadap sarana prasarana yang dapat pula dilihat pada profil visual

snake diagram pada lampiran 7.

4.4.5. Pengendalian Intern

Pengendalian intern diukur dengan indikator yang bersifat reflektif yang

dijabarkan melalui 5 item pertanyaan. Penilaian responden terhadap pengendalian

intern pada tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari jumlah responden sebanyak 77

orang telah diperoleh nilai minimum 2,20 dan nilai maksimum 7,00. Rata-rata

jawaban responden diperoleh nilai sebesar 5,63 dan nilai deviasi standar sebesar

1,08. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat penyimpangan sebesar 1,08 dari nilai

rata-rata. Ini berarti bahwa nilai populasi dominan berkumpul disekitar nilai rata-

ratanya. Berdasarkan nilai kategori pada tabel 3.3, nilai mean sebesar 5,63

menunjukkan bahwa kecenderungan responden memberikan penilaian baik

terhadap pengendian internal yang ada. Penilaian responden dapat dilihat atas

jawaban dari item pertanyaan yang diajukan.

Kecenderungan responden menilai bahwa Puskesmas telah memiliki job

discription yang jelas untuk masing-masing pegawai. Penempatan pegawai oleh

pimpinan berdasarkan kompetensi juga cenderung dianggap telah sesuai oleh

responden. Rencana kegiatan Puskesmas, SOP yang ada dinilai telah sesuai dan

telah dievaluasi secara berkala oleh Pimpinan. Dengan demikian, responden

menganggap pengendalian internal terkait lingkungan pengendalian, resiko,

kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi serta monitoring sudah

dilakukan dengan baik. Penilaian responden terhadap pengendalian intern dapat

pula dilihat pada profil visual snake diagram pada lampiran 7.


87

4.4.6. Pelaksanaan Pola Pengelolaan Keuangan BLUD

Pelaksanaan pola pengelolaan keuangan diukur dengan indikator yang

bersifat reflektif yang dijabarkan melalui 5 item pertanyaan. Penilaian responden

terhadap pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD pada tabel 4.4

menunjukkan bahwa dari jumlah responden sebanyak 77 orang telah diperoleh

nilai minimum 2,60 dan nilai maksimum 7,00. Rata-rata jawaban responden

diperoleh nilai sebesar 5,62 dan nilai deviasi standar sebesar 1,01. Hal ini

menunjukkan terdapat penyimpangan sebesar 1,01 dari nilai rata-rata 5,62 yang

berarti bahwa nilai populasi dominan berkumpul disekitar nilai rata-ratanya.

Berdasarkan nilai kategori pada tabel 3.3, nilai mean sebesar 5,62 menunjukkan

kecenderungan responden menjawab baik atas item pertanyaan yang diajukan

untuk variabel pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD.

Kecenderungan responden menjawab bahwa pelaksanaan pola

pengelolaan keuangan BLUD terkait pola tata kelola, rencana strategi bisnis,

rencana bisnis anggaran, standar pelayanan minimal dan laporan keuangan dan

kinerja pada pola pengelolaan keuangan BLUD yang ada di Puskesmas sudah

termasuk baik dan terpenuhi. Penilaian responden terhadap pelaksanaan pola

pengelolaan keuangan BLUD dapat pula dilihat pada profil visual snake diagram

pada lampiran 7.

4.5. Analisis Data

Analis data pada penelitian ini dilakukan dengan bantuan program

SmartPLS 3.0. PLS atau component based SEM. Di dalam PLS hubungan linier

yang optimal antar variabel laten dihitung dan diinterpretasikan sebagai hubungan
88

prediktif terbaik yang tersedia dengan segala keterbatasan yang ada, sehingga

kejadian yang ada tidak dapat dikendalikan secara penuh (Ghozali, 2008:6).

4.5.1. Evaluasi Model Pengukuran (Outer Model)

Outer model merupakan model pengukuran untuk menilai validitas dan

reliabilitas model. (Ghozali, 2008:24) menjelaskan bahwa untuk evaluasi model

pengukuran atau outer model dengan indikator reflektif dievaluasi dengan melihat

nilai convergent dan discriminant validity dari indikatornya dan nilai composite

reliability untuk block indikator. Evaluasi model pengukuran dilakukan dengan

program smart PLS 3.0 dan diperoleh model sruktural sebagai beriikut:

Gambar 4.1. Evaluasi Model Pengukuran


89

4.5.1.1. Convergent validity

Penelitian ini menggunakan first order construct yang merupakan

hubungan teoretis antara variabel laten dengan parameter yang diestimasi atau

indikatornya (Abdillah dan Jogiyanto, 2015:199). Pendekatan untuk menganalisis

first order construct menggunakan repeates indicators approach atau juga dikenal

dengan hierarchical component model. Pendekatan ini memiliki keuntungan

karena model ini dapat diestimasi dengan algoritma standar PLS. Loading factor

yang nilainya dibawah 0,5 akan di drop dari analisis karena memiliki nilai

convergent validity yang rendah.

Dari gambar 4.1 di atas diketahui bahwa semua variabel yaitu Kualitas

sumber daya manusia (KSD) dengan 5 indikator yaitu KSD1, KSD2,KSD3,

KSD4 dan KSD5, Komitmen organisasional (KO) dengan 3 indikator yaitu KO1,

KO2 dan KO3, Komunikasi (KM) dengan 4 indikator yaitu KM1, KM2, KM3 dan

KM4, Sarana Prasarana (SP0 dengan 2 indikator yaitu SP1 dan SP2,

Pengendalilan Internal (PI) dengan 5 indikator yanitu PI1, PI2, PI3, PI4 dan PI5

serta variabel Pola pengelolaan keuangan BLUD (PPK) dengan 5 indikator yaitu

PPK1, PPK2, PPK3, PPK4 dan PPK5 telah memberikan nilai loading factor di

atas nilai yang disarankan yaitu 0,5, sehingga pada tahap pengujian ini tidak ada

indikator yang di drop dari model. Indikator untuk masing-masing variabel dapat

dinyatakan valid karena telah memenuhi syarat pengujian convergent validity.

Lebih lanjut nilai masing-masing indikator untuk semua variabel

penelitian dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut:


90

Tabel 4.5. Hasil Pengujian Convergent Validity

Nilai loading
No Variabel/Indikator Keterangan
factor
1 Kualitas Sumber Daya Manusia:
KSD1 0,720 Memenuhi convergent validity
KSD2 0,835 Memenuhi convergent validity
KSD3 0,694 Memenuhi convergent validity
KSD4 0,682 Memenuhi convergent validity
KSD5 0,697 Memenuhi convergent validity
2 Komitmen Organisasi:
KO1 0,706 Memenuhi convergent validity
KO2 0,707 Memenuhi convergent validity
KO3 0,896 Memenuhi convergent validity
3 Komunikasi:
KM1 0,869 Memenuhi convergent validity
KM2 0,858 Memenuhi convergent validity
KM3 0,827 Memenuhi convergent validity
KM4 0,814 Memenuhi convergent validity
4 Sarana Prasarana:
SP1 0,926 Memenuhi convergent validity
SP2 0,651 Memenuhi convergent validity
5 Pengendalian Intern:
PI1 0,912 Memenuhi convergent validity
PI2 0,855 Memenuhi convergent validity
PI3 0,901 Memenuhi convergent validity
PI4 0,724 Memenuhi convergent validity
PI5 0,771 Memenuhi convergent validity
Pelaksanaan pola pengelolaan keuangan
6 BLUD:
PPK1 0,831 Memenuhi convergent validity
PPK2 0,857 Memenuhi convergent validity
PPK3 0,887 Memenuhi convergent validity
PPK4 0,799 Memenuhi convergent validity
PPK5 0,837 Memenuhi convergent validity
Sumber: Lampiran 8

4.5.1.2. Discriminant Validity

Discriminant validity dari pengukuran dengan indikator yang bersifat

reflektif dinilai berdasarkan nilai crossloading. Jika korelasi konstruk dengan item

pengukuran lebih besar lebih besar daripada ukuran konstruk lainnya, maka hal ini

menunjukkan bahwa konstruk laten memprediksi ukuran pada blok mereka lebih
91

baik daripada ukuran pada blok lainnya. Metode lain untuk mengukur

discriminant validity adalah dengan membandingkan nilai square root of average

variance extracted (AVE) setiap konstruk dengan korelasi antara konstruk dengan

konstruk lainnya dalam model. Direkomendasikan nilai AVE harus lebih besar

dari 0,5 (Ghozali, 2008:25). Pengujian discriminant validity dengan menggunakan

nilai crossloading dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut:

Tabel 4.6. Nilai crossloading

KM KO KSD PI PPK SP
KM1 0,869 0,486 0,572 0,738 0,476 0,632
KM2 0,858 0,497 0,491 0,467 0,384 0,576
KM3 0,827 0,502 0,596 0,644 0,442 0,544
KM4 0,814 0,588 0,451 0,529 0,539 0,532
KO1 0,252 0,706 0,337 0,419 0,258 0,244
KO2 0,469 0,707 0,467 0,446 0,316 0,447
KO3 0,626 0,896 0,458 0,525 0,554 0,547
KSD1 0,303 0,271 0,720 0,487 0,475 0,345
KSD2 0,507 0,361 0,835 0,512 0,552 0,397
KSD3 0,400 0,452 0,694 0,482 0,324 0,482
KSD4 0,451 0,374 0,682 0,405 0,264 0,335
KSD5 0,630 0,570 0,697 0,376 0,422 0,545
PI1 0,660 0,564 0,592 0,912 0,708 0,510
PI2 0,606 0,406 0,541 0,855 0,504 0,536
PI3 0,751 0,576 0,516 0,901 0,557 0,564
PI4 0,527 0,477 0,486 0,724 0,361 0,574
PI5 0,398 0,473 0,461 0,771 0,482 0,526
PPK1 0,387 0,467 0,525 0,619 0,831 0,493
PPK2 0,488 0,394 0,438 0,614 0,857 0,412
PPK3 0,577 0,580 0,565 0,567 0,887 0,474
PPK4 0,480 0,461 0,435 0,399 0,799 0,351
PPK5 0,403 0,283 0,501 0,488 0,837 0,332
SP1 0,670 0,581 0,553 0,615 0,497 0,926
SP2 0,357 0,245 0,322 0,361 0,247 0,651
Sumber: Lampiran 8
92

Tabel 4.6 di atas menunjukkan bahwa masing-masing konstruk dengan

indikatornya mempunyai nilai korelasi yang lebih tinggi dari pada nilai ke

konstruk lainnya. Sebagai ilustrasi loading faktor KM1 kepada KM adalah sebesar

0,869 yang lebih tinggi daripada loading faktor kepada KO (0,486), KSD (0,572),

PI (0,738), PPK (0,476) dan SP (0, 632). Hal serupa juga tampak pada indikator-

indikator yang lain. Dengan demikian, konstruk laten telah dapat memprediksi

indikator pada blok mereka lebih baik dibandingkan dengan indikator diblok

lainnya.

4.5.1.3. Composite Reliability

Composite reliability digunakan untuk mengukur tingkat reliabilitas

model. Reliabilitas akan menunjukkan akurasi, konsistensi dan ketepatan suatu

alat ukur dalam melakukan pengukuran. Composite reliability blok indikator yang

mengukur suatu konstruk dapat dievaluasi dengan menggunakan dua macam

ukuran yaitu internal consistency dan cronbach’s alpha. Namun penggunaan

cronbach’s alpha untuk mengukur reliabilitas akan memberikan nilai yang lebih

rendah sehingga lebih disarankan untuk menggunakan composite reliability dalam

menguji reliabilitas atas konstruk (Ghozali dan Latan, 2015:75). Variabel

dikatakan reliabel jika memempunyai nilai composite reliability diatas 0,7.

Hasil pengujian composite reliability dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut:
93

Tabel 4.10. Hasil Pengujian Composite Reliability dan Cronbach's Alpha

No Variabel Nilai Composite Reliability Nilai Cronbach's Alpha


1 KM 0,907 0,864
2 KO 0,816 0,682
3 KSD 0,848 0,780
4 PI 0,920 0,892
5 PPK 0,924 0,898
6 SP 0,776 0,480
Sumber: Lampiran 8

Tabel 4.7 di atas menunjukkan bahwa nilai composite reliability untuk

semua konstruk adalah di atas 0,7 dengan nilai composite reliability yang terendah

adalah sebesar 0,776 yaitu pada konstruk SP, sedangkan nilai cronbach’s alpha

dibawah 0,7 yaitu pada konstruk KO (0,682) dan SP (0,480). Karena nilai

cronbac’s alpha memberikan nilai yang lebih rendah dari nilai yang disarankan

yaitu 0,7, maka dalam penelitian ini yang digunakan adalah nilai composite

reliability. Maka dapat disimpulkan bahwa semua konstruk pada model yang

diestimasi sudah memenuhi kriteria composite reliability. Dapat disimpulkan

bahwa seluruh variabel dalam penelitian ini telah memenuhi syarat composite

reliability dan dinyatakan reliabel.

4.5.2. Evaluasi Model Struktural (Inner Model)

Evaluasi model struktural (Inner Model) merupakan evaluasi terhadap

model struktural untuk memprediksi hubungan kausalitas antar variabel laten.

Menurut Ghozali (2008:26), inner model dievaluasi dengan menggunakan R-

square untuk konstruk dependen, Stone-Geisse test untuk predictive relevance dan

uji t serta signifikansi koefisien parameter jalur struktural.


94

4.5.2.1. Pengujian R Square

Nilai R square digunakan untuk mengukur tingkat variasi perubahan

varabel independen terhadap variabel dependen. Semakin besar angka R square

menunjukkan semakin besar variabel eksogen tersebut dapat menjelaskan variabel

endogen sehingga semakin baik persamaan strukturalnya. Nilai R square yang

diperoleh dari model penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut:

Tabel 4.8. Hasil nilai R square

R square
PPK 0,487
Sumber: Lampiran 8

Hasil analisis diperoleh nilai R square sebesar 0,487 atau 48,7%, hal ini

mengindikasikan bahwa model penelitian termasuk moderat. Nilai R square

sebesar 0,487 berarti bahwa 48,7% variabel kualitas sumber daya manusia (KSD),

komitmen organisasional (KO), komunikasi (KM), sarana prasarana (SP) dan

pengendalian intern (PI) dapat menjelaskan variabel konstruk pelaksanaan pola

pengelolaan keuangan BLUD (PPK). Sisanya sebesar 51,3% dijelaskan oleh

variabel lain di luar model yang dibangun dalam penelitian ini.

4.5.2.2. Pengujian Q2

Nilai Q2 digunakan untuk mengetahui seberapa baik nilai observasi

dihasilkan oleh model dan juga estimasi parameternya. Nilai Q square > 0

menunjukkan model memiliki predictive relevance, sebaliknya jika Q square <

menunjukkan model kurang memiliki predictive relevance. Nilai Q2 0,02, 0,15

dan 0,35 diinterpretasikan prediktor variabel laten memiliki pengaruh kecil,


95

menengah dan besar pada level struktural (Ghozali 2008:26). Hasil analisis

blindfolding untuk nilai Q2 dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut:

Tabel 4.9. Nilai Q2

Keterangan Nilai
PPK 0,319
Sumber: Lampiran 9

Hasil tabel 4.12 di atas dapat diketahui bahwa nilai Q2 > 0 yaitu 0,319

Nilai Q square diatas nol memberikan bukti bahwa model memiliki predictive

relevance yang moderat untuk model konstruknya. Hasil ini menunjukkan bahwa

model penelitian ini masih belum cukup dapat menjelaskan variabel endogennya

yaitu pelaksanaan pola pengelolaan keuangan dengan baik.

4.5.2.3. Pengujian hipotesis

Uji hipotesis dilakukan untuk mengukur keterdukungan hipotesis

(Abdillah dan Jogiyanto, 2015:211). Hasil pengujian hipotesis dapat dilihat dari

hasil estimate for path coefficients (nilai koefisien jalur). Diterima atau tidaknya

sebuah hipotesis dapat dilihat melalui beberapa cara diantaranya melalui nilai t-

statistik dan nilai P value. Ukuran signifikansi ketergantungan hipotesis yang

menggunakan perbandingan nilai t-tabel dan t-statistik. Jika nilai t-statistik lebih

tinggi dibanding dengan t-tabel, berarti hipotesis diterima. P value lebih kecil jika

dibandingkan dengan nilai alpha berarti hipotesis diterima. Hasil analisis estimate

for path coefficients (nilai koefisien jalur) dapat dilihat pada tabel 4.10 berikut:
96

Tabel 4.10. Nilai koefisien jalur


Hubungan Original T Statistik
P value Keputusan
variabel sampel (O) (O/STERR)
KSD -> PPK 0,250 1,726 0,043 Hipotesis diterima
KO -> PPK 0,133 0,948 0,172 Hipotesis tidak diterima
KM -> PPK 0,045 0,280 0,390 Hipotesis tidak diterima
SP -> PPK 0,013 0,093 0,463 Hipotesis tidak diterima
PI -> PPK 0,370 2,168 0,015 Hipotesis diterima
Sumber: Lampiran 9
KSD : Kualitas Sumber Daya Manusia
KO : Komitmen Organisasional
KM : Komunikasi
SP : Sarana Prasarana
PI : Pengendalian Internal
PPK : Pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD

Hipotesis pertama menyebutkan bahwa kualitas sumber daya manusia

(KSD) berpengaruh positif terhadap pelaksanaan pola pengelolaan keuangan

BLUD (PPK). Hasil pengujian hipotesis untuk variabel kualitas sumber daya

manusia (KSD) terhadap pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD (PPK)

memiliki nilai t-statistik sebesar 1,726. Jika dibandingkan dengan nilai t-tabel

1,64 (alpha 5%), maka nilai ini lebih sehingga kesimpulannya hipotesis diterima.

Nilai P value hubungan antara kualitas sumber daya manusia (KSD) terhadap

pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD (PPK) yang diperoleh lebih kecil

dari nilai alpha yaitu sebesar 0,043. Dapat disimpulkan bahwa hubungan kualitas

sumber daya manusia (KSD) terhadap pelaksanaan pola pengelolaan keuangan

BLUD (PPK) adalah signifikan.

Arah hubungan antara variabel dapat dilihat dari koefisien parameternya.

Nilai koefisien parameter hubungan antara kualitas sumber daya manusia (KSD)

terhadap pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD (PPK) adalah sebesar

0,250 dengan arah yang positif. Hal ini berarti bahwa semakin baik kualitas
97

sumber daya manusia yang ada di Puskesmas maka akan semakin baik pula

pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD yang dijalankan oleh Puskesmas.

Hipotesis kedua menyebutkan bahwa komitmen organisasional (KO)

berpengaruh positif terhadap pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD

(PPK). Hasil pengujian hipotesis untuk variabel komitmen organisasional (KO)

terhadap pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD (PPK) memiliki nilai t-

statistik sebesar 0,948. Nilai ini lebih kecil jika dibandingkan dengan t-tabel 1,64

(alpha 5%). Nilai P value hubungan antara komitmen organisasional (KO)

terhadap pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD (PPK) yang diperoleh

lebih besar dari nilai alpha yaitu sebesar 0,172. Hubungan antara variabel

komitmen organisasional (KO) terhadap pelaksanaan pola pengelolaan keuangan

BLUD (PPK) tidak signifikan. Ini menunjukkan bahwa hipotesis kedua ditolak.

Nilai koefisien parameter hubungan komitmen organisasional (KO) dengan

pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD (PPK) adalah sebesar 0,133

dengan arah yang positif.

Hipotesis ketiga menyebutkan bahwa komunikasi (KM) berpengaruh

positif terhadap pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD (PPK). Hasil

pengujian hipotesis untuk variabel komunikasi (KM) terhadap pelaksanaan pola

pengelolaan keuangan BLUD (PPK) memiliki nilai t-statistik sebesar 0,280. Nilai

ini lebih kecil jika dibandingkan dengan t-tabel 1,64 (alpha 5%). Nilai P value

hubungan antara komunikasi (KM) terhadap pelaksanaan pola pengelolaan

keuangan BLUD (PPK) yang diperoleh lebih besar dari nilai alpha yaitu sebesar

0,390, sehingga hubungan antara variabel komunikasi (KM) terhadap pelaksanaan


98

pola pengelolaan keuangan BLUD (PPK) tidak signifikan. Dapat disimpulkan

bahwa hipotesis ketiga ditolak. Nilai koefisien parameter hubungan komunikasi

(KM) dengan pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD (PPK) adalah

sebesar 0,045 dengan arah yang positif.

Hipotesis keempat menyebutkan bahwa sarana prasarana (SP)

berpengaruh positif terhadap pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD

(PPK). Hasil pengujian hipotesis untuk variabel komunikasi (KM) terhadap

pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD (PPK) memiliki nilai t-statistik

sebesar 0,093. Nilai ini lebih kecil jika dibandingkan dengan t-tabel 1,64 (alpha

5%). Nilai P value hubungan antara sarana prasarana (SP) terhadap pelaksanaan

pola pengelolaan keuangan BLUD (PPK) yang diperoleh lebih besar dari nilai

alpha yaitu sebesar 0,463, sehingga hubungan antara variabel sarana prasarana

(SP) terhadap pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD (PPK) tidak

signifikan. Kesimpulan dari hal ini bahwa hipotesis keempat ditolak. Nilai

koefisien parameter hubungan sarana prasara (SP) dengan pelaksanaan pola

pengelolaan keuangan BLUD (PPK) adalah sebesar 0,013 dengan arah yang

positif.

Hipotesis kelima menyebutkan bahwa pengendalian intern (PI)

berpengaruh positif terhadap pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD

(PPK). Hasil pengujian hipotesis untuk variabel pengendalian intern (PI) terhadap

pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD (PPK) memiliki nilai t-statistik

sebesar 2,168. Nilai ini lebih besar jika dibandingkan dengan t-tabel 1,64 (alpha

5%), sehingga disimpulkan bahwa hipotesis kelima diterima. Nilai P value


99

hubungan antara pengendalian intern dengan pelaksanaan pola pengelolaan

keuangan BLUD (PPK) yang diperoleh lebih kecil dari nilai alpha yaitu sebesar

0,015, sehingga dapat disimpulkan bahwa hubungan pengendalian intern (PI)

terhadap pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD (PPK) adalah signifikan.

Arah hubungan antara variabel yang dapat dilihat dari koefisien

parameternya menunjukkan bahwa nilai koefisien parameter hubungan

pengendalian intern (PI) dengan pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD

(PPK) adalah sebesar 0,437 dengan arah yang positif. Hal ini berarti bahwa

semakin baik pengendalian internal yang dilakukan maka akan semakin baik pula

dalam pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD yang dijalankan oleh

Puskesmas.

4.6. Pembahasan Hasil Penelitian

4.6.1. Pengaruh kualitas sumber daya manusia terhadap pelaksanaan pola


pengelolaan keuangan BLUD

Sumber daya manusia yang berkualitas yaitu suber daya manusia yang

mempunyai latar belakang pendidikan, pengalaman dan keahlian sesuai dengan

tugas, fungsi dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya. Hal ini bertujuan

agar dapat mendukung terlaksananya kebijakan yang telah diambil.

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis yang telah dibahas sebelumnya

menyebutkan kualitas sumber daya manusia memiliki pengaruh yang signifikan

dengan arah yang positif terhadap pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD.

Hal ini dapat dilihat dari nilai t penelitian yang lebih besar daripada nilai t tabel

(1,726 > 1,65) dan nilai signifikansi dibawah 0,05. Ini membuktikan bahwa secara

statistik kualitas sumber daya manusia berpengaruh positif terhadap pelaksanaan


100

pola pengelolaan keuangan BLUD, sehingga hipotesis pertama ini diterima.

Artinya bahwa kualitas sumber daya manusia mempunyai pengaruh dengan arah

yang positif terhadap pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD Puskesmas

di Kabupaten Lombok Barat.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian secara kualitatif yang

dilakukan oleh Meidyawati (2010), Puspadewi (2012), Trianasari (2013), Putra

(2014), Dwirista (2014), Triprasetya (2014) dan Apriliyanto (2015). Berdasarkan

hasil kesimpulan dari penelitian-penelitian tersebut mengungkapkan bahwa untuk

dapat menjalankan pola pengelolaan keuangan BLUD, organisasi harus memiliki

sumber daya manusia yang memadai, mempunyai keahlian dan berkompeten

sehingga dapat menunjang fleksibilitas keuangan yang dimiliki oleh BLUD.

Hasil penelitian ini juga memperkuat hasil penelitian yang dilakukan oleh

Wildana (2013). Di mana hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa untuk

dapat meningkatkan kinerja, disarankan untuk organisasi yang menjadi BLUD

agar dapat memberikan pegawainya tugas sesuai dengan tupoksi masing-masing.

Hasil penelitian ini berhasil membuktikan bahwa jika diuji secara

kuantitatif penelitian terkait kualitas sumber daya manusia yang menjadi kendala

dalam pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD dapat terbukti secara

empiris. Artinya bahwa kualitas sumber daya manusia akan berpengaruh terhadap

pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD. Dengan meningkatkan kualitas

sumber daya manusia yang ada maka semakin baik pula pelaksanaan pola

pengelolaan keuangan BLUD yang dijalankan.


101

Dari sisi teori, hasil penelitian ini sejalan dengan teori implementasi

kebijakan Edward III. Di dalam teori implementasi kebijakan dikatakan bahwa

sumber daya manusia menjadi salah satu elemen penting yang dapat

mempengaruhi kegagalan dan keberhasilan dalam pelaksanaan suatu kebijakan.

Efektivitas pelaksanaan suatu kebijakan sangat tergantung kepada sumber daya

manusia yang dimilikinya sebagai implementor kebijakan tersebut. Sumber daya

manusia yang diharapkan bukan hanya cukup dalam hal jumlah tetapi juga yang

memiliki kecakapan (kualitas). Selain itu kualitas sumber daya manusia yang

dapat menunjang keberhasilan implementasi sebuah kebijakan adalah jika dapat

mengetahui tugas dan fungsinya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan

oleh organisasi.

Penerimaan hipotesis pertama ini diperkuat dengan data di lapangan, di

mana Puskesmas di Kabupaten Lombok Barat saat ini memiliki kualitas yang

memadai dalam hal sumber daya manusianya. Ini dapat dilihat melalui rata-rata

tingkat pendidikan yang dimiliki oleh pejabat pengelola keuangan BLUD

Puskesmas. Rata-rata tingkat pendidikan yaitu setara sarjana (S1) untuk

menduduki jabatan sebagai pengelola keuangan. Hal ini telah dapat dibuktikan

bahwa kualitas sumber daya manusia mempunyai pengaruh terhadap pelaksanaan

pola pengelolaan keuangan BLUD Puskesmas.

Penerimaan hipotesis ini juga didukung dari kecenderungan jawaban

yang diberikan oleh responden yaitu pejabat pengelola keuangan BLUD

Puskesmas terhadap kualitas sumber daya manusia yang dimiliki oleh Puskesmas.

Berdasarkan hasil statistik deskriptif menunjukkan bahwa kualitas sumber daya


102

manusia yang dimiliki oleh Puskesmas sudah baik. Di terimanya hasil hipotesis

pertama dalam penelitian ini mengindikasikan bahwa sumber daya manusia yang

baik akan berpengaruh terhadap pelaksanaan kebijakan organisasi. Jika

Puskesmas telah memiliki ketersediaan pegawai yang berkompetensi dalam

pendidikannya, penempatan pegawai yang sesuai, pemahaman terhadap

pekerjaan, penerimaan akan perubahan serta pemahaman terhadap peraturan yang

berlaku, maka hal ini akan dapat berpengaruh terhadap pelaksanaan kebijakan

pola pengelolaan keuangan BLUD yang dijalankan oleh Puskesmas. Arah

hubungan positif yang terbentuk juga mengindikasikan, jika semakin baik kualitas

sumber daya manusia maka akan semakin baik pula pelaksanaan kebijakan yang

telah diambil.

4.6.2. Pengaruh komitmen organisasional terhadap pelaksanaan pola


pengelolaan keuangan BLUD

Hipotesis kedua dalam penelitian ini menyatakan bahwa komitmen

organisasional berpengaruh positif terharap pelaksanaan pola pengelolaan

keuangan BLUD. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis yang telah dilakukan

menunjukkan komitmen organisasional tidak memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD. Hal ini dilihat dari nilai

t penelitian yang lebih kecil dari nilai t tabel (0,948 < 1,65) dan nilai signifikansi

di atas 0,05. Ini membuktikan bahwa secara statistik komitmen organisasional

tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pelaksanaan pola pengelolaan

keuangan BLUD pada Puskesmas di Kabupaten Lombok Barat. Artinya hipotesis

kedua ini ditolak.


103

Hasil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh

Rondonuwu (2013) dan Putra (2014). Hasil penelitian tersebut memberikan

kesimpulan bahwa komitmen diperlukan untuk kesuksesan pelaksanaan pola

pengelolaan keuangan BLUD. Sikap yang dapat ditunjukkan dengan komitmen

dari pelaksana akan sangat dibutuhkan dalam proses implementasi kebijakan,

terutama untuk kebijakan baru yang diambil oleh organisasi. Setiap perubahan

yang terjadi dalam organisasi, secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap

organisasi tersebut secara keseluruhan.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori implementasi kebijakan

Edward III. Teori ini menegaskan bahwa keberhasilan implementasi kebijakan

bukan hanya ditentukan sejauh mana para pelaku kebijakan mengetahui apa yang

harus dilakukan dan kemampuan untuk melakukannya, akan tetapi juga

ditentukan oleh sikap yang kuat terhadap kebijakan yang sedang

diimplementasikan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa dengan sikap positif yang

ditunjukkan oleh anggota organisasi akan membuat kebijakan dapat berjalan baik

demikian pula sebaliknya. Sikap positif ini menunjukkan adanya dukungan dari

para pelaksana untuk dapat melaksanakan kebijakan sesuai dengan yang

dikehendaki para pembuat keputusan dan akan memudahkan dalam penerimaan

arahan yang disampaikan. Demikian pula sebaliknya, jika sikap yang ditunjukkan

tidak sejalan dengan apa yang diharapkan, maka akan dapat mempersulit

implementasi kebijakan yang telah diambil.

Penolakan terhadap hipotesis kedua ini bertolak belakang dengan sikap

yang ditunjukkan melalui komitmen organisasional dalam hasil penelitian ini.


104

Kecenderungan jawaban yang diberikan oleh pejabat pengelola sebagai responden

berdasarkan hasil statistik deskriptif menunjukkan arah yang positif, dan dapat

dikategorikan baik. Sikap responden yang ditunjukkan melalui kesungguhan

dalam pekerjaan sudah sangat baik. Kemudian keaktifan dalam perubahan

organisasi serta loyalitas terhadap organisasi untuk dapat memanjukan organisasi

juga telah menunjukkan sikap yang baik. Rata-rata lamanya masa kerja yang

dimiliki oleh pengelola sebagai responden juga telah membuktikan bahwa

pengelola yang merupakan anggota dalam organisasi (Puskesmas) memiliki

keterlibatan dan loyalitas yang baik terhadap organisasi tempat mereka berada.

Sehingga apapun yang menjadi kebijakan yang dapat merubah Puskesmas kearah

yang lebih baik, akan mendapatkan dukungan dari para anggota organisasi.

Komitmen organisasional merupakan elemen penting dalam pekerjaan,

namun pengujian statistik pada penelitian ini justru memberikan hasil yang

berbeda. Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan diperoleh penjelasan terhadap

gagal diterimanya hipotesis kedua ini. Hal ini diduga disebabkan karena jika

dilihat secara umum indikator yang membangun komitmen organisasional belum

benar-benar berjalan dan memberikan pengaruh nyata pada Puskesmas di

Kabupaten Lombok Barat yang menjalankan pola pengelolaan keuangan BLUD.

Pemahaman terhadap pola pengelolaan keuangan BLUD belum dipahami secara

menyeluruh oleh pegawai Puskesmas. Pemahaman yang ditunjukkan oleh

pegawai Puskesmas hanya terkait dengan tuntutan untuk peningkatan kinerja yang

disebabkan oleh perubahan status Puskesmas menjadi BLUD, dan pegawai

Puskesmas juga belum benar-benar memahami terkait fleksibilitas pengelolaan


105

keuangan untuk BLUD itu sendiri. Hal ini disebabkan karena pelaksanaan pola

pengelolaan keuangan BLUD baru dijalankan pada tahun 2016 oleh Puskesmas,

sehingga memerlukan waktu untuk memahami terkait BLUD.

Adanya struktur organisasi dalam Puskesmas yang menyebabkan bahwa

tidak semua bagian yang ada di Puskesmas ikut terlibat langsung terhadap

perubahan Puskesmas menjadi BLUD. Keterlibatan dan peran aktif yang

ditunjukkan melalui pengambilan keputusan dalam Puskesmas BLUD hanya

dapat di jalankan oleh Pimpinan Puskesmas. Sehingga yang lebih banyak aktif

dalam perubahan Puskesmas menjadi BLUD adalah pimpinan Puskesmas.

Kepedulian tinggi yang ditunjukkan merupakan sikap wajar yang harus

dimiliki oleh setiap pegawai Puskesmas. Namun karena adanya mutasi yang kerap

terjadi terkadang berpengaruh terhadap loyalitas yang diberikan kepada

Puskesmas. Pegawai yang dimutasi akan membutuhkan waktu untuk dapat

beradaptasi dengan lingkungan organisasi yang baru.

Hal lain ditolaknya hipotesis kedua ini kemungkinan disebabkan oleh

kesalahan pengukuran (error of measurement) yang dilakukan oleh peneliti

terhadap indikator-indikator dalam item pertanyaan di dalam kuesioner. Meskipun

item-item pertanyaan yang diajukan sudah secara langsung menunjukkan sikap

pengelola terhadap pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD Puskesmas

akan tetapi pertanyaan dalam kuesioner terlalu bersifat normatif. Hal ini

menyebabkan penilaian responden tidak benar-benar mencerminkan keadaan yang

ingin diungkap secara detail oleh peneliti terkait pola pengelolaan keuangan

BLUD pada Puskesmas.


106

4.6.3. Pengaruh komunikasi terhadap pelaksanaan pola pengelolaan


keuangan BLUD

Hipotesis ketiga dalam penelitian ini menyatakan bahwa terdapat

pengaruh positif antara komunikasi terhadap pelaksanaan pola pengelolaan

keuangan BLUD. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa hipotesis ketiga

ini gagal untuk diterima, hal ini ditunjukkan dari hasil nilai t dalam penelitian ini

lebih kecil dari nilai t tabel (0,280 < 1,65) dan nilai signifikansi di atas 0,05.

Artinya secara statistik, komunikasi tidak berpengaruh terhadap pelaksanaan pola

pengelolaan keuangan BLUD pada Puskesmas di Kabupaten Lombok Barat.

Hasil ini tidak sejalan dengan kesimpulan penelitian yang dilakukan oleh

Rondonuwu (2013) dan Gustini (2011). Hasil penelitian mereka menunjukkan

bahwa komunikasi dapat menjadi salah satu kendala dalam pengimplementasi

pola pengelolaan keuangan BLUD. Komunikasi menjadi penting untuk dapat

menyamakan persepsi anggota organisasi terhadap keefektifan pengimplementasi

pola pengelolaan keuangan BLUD. Akan tetapi hasil penelitian tersebut tidak

terbukti jika diuji melalui pendekatan kuantitatif, sehingga hasil penelitian ini

mengindikasikan bahwa komunikasi tidak mempunyai pengaruh terhadap

pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD pada Puskesmas di Kabupaten

Lombok Barat.

Hasil penelitian ini tidak sejalan jika di lihat dari teori implementasi

kebijakan. Teori implementasi kebijakan Edward III menjelaskan jika komunikasi

diperlukan untuk menyalurkan informasi kepada organisasi dan atau publik terkait

dengan kebijakan yang telah diambil. Lebih lanjut, ada beberapa indikator untuk

mengukur dukungan komunikasi dalam implementasi kebijakan antara lain


107

bagaimana transmisi/penyaluran komunikasi, kejelasan informasi, konsistensi dan

mekanisme organisasi.

Transmisi/penyaluran komunikasi dari suatu kebijakan dapat dinilai

berhasil dilaksanakan apabila penyampaian petunjuk pelaksanaan kebijakan

tersebut dapat dipahami dengan baik oleh para pelaksana kebijakan. Konsistensi

dan kejelasan informasi diperlukan agar tidak terjadi salah penafsiran dari suatu

kebijakan oleh para pelaksananya. Konsistensi terkait dengan keselarasan akan

kebijakan yang dibuat dan harus benar-benar dituangkan dalam bahasa yang jelas

agar dapat diterima oleh para pelaksana kebijakan. Mekanisme koordinasi

diartikan sebagai media untuk melakukan koordinasi terhadap kebijakan yang

dijalankan. Pada akhirnya, implementasi kebijakan akan dapat berjalan efektif jika

para implementor kebijakan mengetahui tugas dan tanggung jawab yang harus

dikerjakannya.

Penolakan terhadap hasil hipotesis ketiga ini tidak didukung oleh hasil

statistik deskriptif terkait variabel komunikasi yang ada pada Puskesmas. Hasil

statistik deskriptif menunjukkan bahwa kecenderungan jawaban yang diberikan

oleh responden mengenai komunikasi yang dibangun dan telah berjalan di

Puskesmas selama ini sudah baik. Hal ini terlihat dari kecenderungan jawaban

yang diberikan responden lebih menunjukkan kearah positif. Puskesmas sudah

menganggap bahwa secara keseluruhan aspek transmisi komunikasi yang

ditunjukkan melalui penyampaian informasi dari pimpinan Puskesmas kepada

stafnya, maupun sebaliknya sudah berjalan baik. Kejelasan dan konsistensi dalam

pemberian informasi melalui sarana komuniksi internal juga dinilai sudah baik
108

sehingga dapat meningkatkan pemahaman Puskesmas terkait kebijakan yang

dijalankan. Koordinasi internal yang dijalankan sebagai media komunikasi juga

dianggap sudah efektif.

Meskipun menjadi hal yang penting dalam implementasi kebijakan, akan

tetapi hasil pengujian hipotesis dalam penelitian ini memberikan hasil yang

berbeda yaitu komunikasi tidak berpengaruh terhadap pelaksanaan pola

pengelolaan keuangan BLUD Puskesmas. Berdasarkan hasil pengamatan

dilapangan diperoleh penjelasan terkait ditolaknya hipotesis ketiga ini. Secara

umum diindikasikan bahwa indikator yang membangun variabel komunikasi

dalam penelitian ini belum berjalan dan memberikan pengaruh nyata terhadap

pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD pada Puskesmas di Kabupaten

Lombok Barat.

Jalur komunikasi formal sesuai hierarkhi organisasi meskipun sudah

berjalan dengan baik, akan tetapi belum sepenuhnya dapat dipergunakan oleh

pegawai Puskesmas untuk mengatasi permasalahan terkait pola pengelolaan

keuangan BLUD. Belum semua pegawai Puskesmas memahami peraturan yang

berkaitan dengan pola pengelolaan keuangan BLUD, hal ini terjadi karena belum

banyak informasi yang disampaikan melalui media koordinasi internal untuk

sosialisasi pola pengeloaan keuangan BLUD yang dijalankan oleh Puskesmas.

Di duga hasil penelitian ini yang secara statistik tidak dapat mendukung

hipotesis yang diajukan mengindikasikan bahwa kemungkinan terjadinya

kesalahan dalam pengukuran (error of measurement) yang digunakan oleh peneliti

terhadap indikator yang direfleksikan melalui item pertanyaan yang ada dalam
109

kuesioner. Pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner kemungkinan bersifat

normatif. Hal ini mengakibatkan responden penelitian tidak memberikan jawaban

sesuai dengan keadaan yang sebenarnya terkait komunikasi dalam hal pola

pengelolaan keuangan BLUD pada Puskesmas di Kabupaten Lombok Barat.

4.6.4. Pengaruh sarana prasarana terhadap pelaksanaan pola pengelolaan


keuangan BLUD

Hipotesis keempat menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif antara

sarana prasarana terhadap pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD. Hasil

pengujian hipotesis menunjukkan bahwa hipotesis keempat ini gagal untuk

diterima, hal ini ditunjukkan dari hasil nilai t dalam penelitian ini lebih kecil dari

nilai t tabel (0,093 < 1,65) dan nilai signifikansi di atas 0,05. Artinya secara

statistik, sarana prasarana tidak berpengaruh terhadap pelaksanaan pola

pengelolaan keuangan BLUD pada Puskesmas di Kabupaten Lombok Barat.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Trianasari (2013) dan Puspadewi (2012). Di dalam hasil penelitian mereka

menunjukkan bahwa sarana prasarana yang memadai menjadi penting dalam

pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD. Sarana Prasarana akan sangat

menunjang untuk dapat meningkatkan mutu pelayanan yang lebih baik.

Pentingnya sarana prasarana yang lebih menekankan kepada penggunaan

teknologi (komputer) dengan sistem informasi yang terintegrasi juga ditegaskan

dalam penelitian yang dilakukan oleh Apriliyanto (2015). Di mana dengan adanya

teknologi yang dilengkapi dengan sistem informasi yang terintegrasi akan dapat

meningkatkan kinerja pengelola BLUD.


110

Penelitian ini memberikan hasil yang berbeda, di mana sarana prasarana

yang disimpulkan menjadi salah satu kendala implementasi pola pengelolaan

keuangan BLUD tidak terbukti jika diuji melalui pendekatan kuantitatif. Hasil

penelitian ini mengindikasikan bahwa sarana prasarana tidak mempunyai

pengaruh terhadap pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD pada

Puskesmas di Kabupaten Lombok Barat.

Ketersediaan sarana prasarana dalam teori implementasi kebijakan

Edward III merupakan salah satu sumber daya yang akan dapat mendukung

keberhasilan pelaksanaan suatu kebijakan. Ketersediaan sarana prasana ini akan

diperlukan terutama untuk membantu dalam penyelesaian pekerjaan dan untuk

mendapatkan informasi yang akurat, tepat dan handal untuk mendukung

pelaksanaan akuntabilitas organisasi.

Ditolaknya hasil hipotesis keempat ini tidak didukung oleh hasil statistik

deskriptif terkait sarana prasarana yang ada pada Puskesmas. Hasil statistik

deskriptif menunjukkan bahwa kecenderungan jawaban responden yaitu pejabat

pengelola keuangan BLUD menganggap bahwa sarana prasarana yang ada di

Puskesmas belum benar-benar memadai dilihat dari ketersediaan perangkat dan

sistem informasi yang digunakan.

Meskipun menjadi hal yang penting dalam implementasi kebijakan,

sarana prasarana tidak berpengaruh terhadap pelaksanaan pola pengelolaan

keuangan BLUD Puskesmas. Di duga hasil penelitian yang secara statistik tidak

mendukung hipotesis yang diajukan mengindikasikan beberapa hal sebagai

berikut, pertama terjadinya kesalahan dalam pengukuran (error of measurement)


111

yang digunakan oleh peneliti terhadap indikator yang direfleksikan melalui item

pertanyaan yang ada dalam kuesioner. Kedua, pertanyaan yang diajukan

kemungkinan bersifat normatif. Hal ini mengakibatkan responden penelitian tidak

memberikan jawaban sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

4.6.5. Pengaruh pengendalian internal terhadap pelaksanaan pola


pengelolaan keuangan BLUD

Hipotesis kelima dalam penelitian ini yaitu terdapat pengaruh positif

antara pengendalian internal dengan pelaksanaan pola pengelolaan keuangan

BLUD. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis yang telah dibahas sebelumnya

menyebutkan bahwa pengendalian internal memiliki pengaruh yang signifikan

dengan arah yang positif terhadap pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD.

Hal ini dapat dilihat dari nilai t penelitian yang lebih besar daripada nilai t tabel

(2,168 > 1,65) dan nilai signifikansi dibawah 0,05. Ini membuktikan bahwa secara

statistik pengendalian internal berpengaruh positif terhadap pelaksanaan pola

pengelolaan keuangan BLUD, sehingga hipotesis kelima ini diterima. Ini berarti

bahwa pengendalian internal mempunyai pengaruh dengan arah yang positif

terhadap pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD Puskesmas di Kabupaten

Lombok Barat.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Meidyawati (2010). Di mana kesimpulan dari hasil penelitian tersebut yaitu

bahwa untuk dapat menjalankan pola pengelolaan keuangan BLUD, penting bagi

organisasi didukung dengan adanya satuan pengawas internal yang dapat

menjalankan tugas dan fungsi pengawasan secara optimal. Dan hasil penelitian ini

membuktikan bahwa jika diuji dengan pedekatan kuantitatif penelitian terkait


112

pengendalian intern yang menjadi kendala dalam pelaksanaan pola pengelolaan

keuangan BLUD dapat terbukti secara empiris. Artinya bahwa pengendalian

internal akan berpengaruh terhadap pelaksanaan pola pengelolaan keuangan

BLUD. Dengan semakin baik pengendalian internal yang ada maka semakin baik

pula pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD yang dijalankan.

Pengendalian internal yang ada di dalam suatu organisasi yang

menjalankan pola pengelolaan keuangan BLUD akan berdampak pada

keberhasilan dalam pelaksanaannya, khususnya pada Puskesmas di Kabupaten

Lombok barat yang menjadi objek penelitian. Peraturan Pemerintah Nomor 60

tahun 2008 telah mengidentifikasikan pengendalian internal melalui penempatan

pegawai yang sesuai kemampuannya, melakukan pengendalian resiko berupa

standar operasional pelaksanaan (SOP) sudah sesuai dengan peraturan yang

berlaku. Melakukan kegiatan pengendalian dengan melakukan evaluasi internal

yang intensif dan melakukan komunikasi, monitoring secara berkala.

Penerimaan hipotesis kelima ini didukung hasil interpretasi terhadap

kecenderungan jawaban pejabat pengelola terhadap pengendalian intern yang

telah diterapkan oleh Puskesmas. Kecenderungan hasil statistik deskriptif berupa

jawaban responden yang berada pada kutub positif menunjukkan bahwa

pengendalian intern yang dimiliki oleh Puskesmas baik. Pengendalian intern yang

dilakukan pimpinan terhadap pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD dari

tahap perencanaan sampai dengan pelaporannya sudah sesuai dengan peraturan

yang berlaku.
113

Di terimanya hasil hipotesis kelima dalam penelitian ini juga

mengindikasikan bahwa pengendalian intern yang baik akan berpengaruh

terhadap pelaksanaan kebijakan organisasi. Arah hubungan positif yang terbentuk

juga mengindikasikan, jika semakin baik pengendlian intern maka akan semakin

baik pula pelaksanaan kebijakan yang telah diambil.

Pengendalian intern yang sudah berjalan Puskesmas di Kabupaten

Lombok Barat yang menjalankan pola pengelolaan keuangan BLUD menjadi

penting sebagai langkah awal sebelum dibentuknya satuan pengawas internal

(SPI) yang seharusnya menjadi bagian dari pengelola keuangan BLUD.

Pengendalian internal ini juga akan dapat mempersiapkan Puskesmas untuk

menunjang Puskesmas menjalankan pola pengelolaan keuangan BLUD ini dengan

lebih baik.

4.7. Implikasi Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini memliki implikasi secara teoretis, praktis dan

kebijakan. Secara teoretis penelitian ini memberikan implikasi bahwa terdapat

faktor-faktor yang berpengaruh terkait pelaksanaan pola pengeloaan keuangan

BLUD yang dijalankan oleh Puskesmas di Kabupaten Lombok Barat pada tahap

awal implementasinya. Faktor-faktor tersebut adalah kualitas sumber daya

manusia dan pengendalian internal. Hasil penelitian ini menegaskan bahwa salah

satu dari empat faktor yang ada dalam teori implementasi kebijakan Edward III

yaitu sumber daya khususnya sumber daya manusia menjadi hal yang penting

dalam implementasi kebijakan pola pengelolaan keuangan BLUD pada

Puskesmas di Kabupaten Lombok Barat. Lebih lanjut, dalam teori implementasi


114

kebijakan Edward III mengemukakan bahwa sumber daya manusia yang

dimaksud adalah yang berkualitas yaitu mempunyai latar belakang pendidikan,

pengalaman serta keahlian yang dapat menunjang tugas, fungsi dan tanggung

jawab yang dibebankan kepadanya. Hal ini penting dilakukan guna menunjang

keberhasilan pelaksanaan kebijakan pola pengelolaan keuangan BLUD yang

diambil oleh Puskesmas sebagai bagian dari instansi pelayanan publik.

Penerapan Peraturan Pemerintah nomor 60 tahun 2008 tentang

pengendalian internal akan mempunyai pengaruh yang positif bagi pelaksanaan

pola pengelolaan keuangan BLUD yang baru diimplementasikan oleh Puskesmas.

Kebijakan yang diambil akan dapat berjalan dengan lebih baik dengan adanya

pengendalian internal yang dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Ini

bertujuan untuk mengurangi resiko, seperti kesalahan dalam perencanaan dan

pelaporan yang mungkin akan muncul akibat pola pengelolaan keuangan yang

berbeda dari yang dijalankan oleh Puskesmas sebelumnya.

Secara praktis hasil penelitan ini akan berimplikasi terhadap pengelolaan

keuangan BLUD yaitu dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang

ada di Puskesmas guna menunjang keberhasilan pelaksanaan pola pengelolaan

keuangan BLUD. Puskesmas diharapkan dapat terus meningkatkan kompetensi

dari para pegawai, meningkatkan pemahaman terhadap uraian tugas pokok dan

fungsi dari masing-masing pelaksana guna dapat terus menunjang pelaksanaan

pola pengelolaan keuangan BLUD yang tengah dijalankan oleh Puskesmas.

Puskesmas dengan pengelola BLUD juga dapat memperkuat

pengendalian internal yang telah dijalankan selama ini. Yaitu dengan menjaga
115

lingkungan pengendalian, menyebarkan informasi dan komunikasi serta

melakukan evaluasi, monitoring secara berkala. Misalnya terkait dengan tahap

perencanaan yaitu penyusunan Rencana Starategis Bisnis (RSB) dan Rencana

Bisnis Anggaran (RBA) Puskesmas. Adanya pengendalian internal diharapkan

perencanaan yang telah disusun dapat benar-benar disesuaikan dengan perspektif

bisnis internal atau indikator prioritas dan analisis kebutuhan yang telah

ditetapkan oleh masing-masing Puskemas.

Implikasi hasil penelitian ini secara kebijakan dimaksudkan agar dapat

menjadi bahan masukan dan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah khususnya

Dinas Kesehatan untuk mengevaluasi terkait kebijakan pelaksanaan Peraturan

Bupati nomor 12 tahun 2015 sebagai tindak lanjut Permendagri no 61 tahun 2007

tentang pola pengelolaan keuangan BLUD. Kebijakan pola pengelolaan keuangan

BLUD yang dijalankan Puskesmas masih harus dipersiapkan dengan lebih baik

salah satunya adalah dengan membuat regulasi terkait dengan pembentukan

Satuan Pengawas Intern (SPI). SPI merupakan bagian dan langkah awal terhadap

pengawasan dan pemantauan kegiatan BLUD Puskesmas terutama dalam

penyusunan perencanaan awal yaitu Rencana Starategis Bisnis (RSB) dan

Rencana Bisnis Anggaran (RBA) Puskesmas. Selain itu SPI merupakan satu

kesatuan dalam struuktur organisasi dari organisasi yang menjalankan pola

pengelolaan keuangan BLUD.

Kebijakan lain untuk dapat meningkatkan pelaksanaan pola pengelolaan

keuangan BLUD Puskesmas adalah dengan membuat aturan-aturan internal

Puskesmas yang terkait dengan tugas pokok dan fungsi para pengelola dan
116

pegawai Puskesmas yang dapat dievaluasi secara berkala oleh Pimipinan

Puskesmas. Hal ini berguna agar semua karyawan, bukan hanya yang menjadi

pengelola keuangan BLUD tetapi juga semua anggota Puskesmas benar-benar

dapat memahami uraian tugas dan tanggung jawabnya.


BAB V

PENUTUP

5.1. Simpulan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji dan memberikan bukti

empiris mengenai pengaruh kualitas sumber daya manusia, komitmen

organisasional, komunikasi, sarana prasarana dan pengendalian intern terhadap

pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD pada Puskesmas di kabupaten

Lombok Barat. Pengujian ini dilakukan pada semua pejabat pengelola keuangan

dan bendahara BLUD yang ada di 17 Puskesmas yang berjumlah 85 orang dan

model penelitian menggunakan model struktural melalui analisis partial least

square (PLS).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh beberapa simpulan

yaitu kualitas sumber daya manusia berpengaruh positif terhadap pelaksanaan

pola pengelolaan keuangan BLUD Puskesmas di Kabupaten lombok Barat.

Semakin baik kualitas sumber daya manusia yang dimiliki, maka semakin baik

pula pola pengelolaan keuangan BLUD Puskesmas pada tahap awal

implementasinya. Sumber daya manusia yang ada di Puskesmas telah memiliki

kualitas yang baik, meskipun memiliki latar belakang pendidikan bidang

kesehatan tetapi telah dapat menjalankan tugas, fungsi dan tanggung jawabnya

sebagai pengelola keuangan BLUD. Dan dengan penempatan pegawai yang

sesuai, pemahaman terhadap pekerjaan baik, penerimaan akan perubahan serta

pemahaman terhadap peraturan yang berlaku, hal ini akan dapat berpengaruh

117
118

terhadap pelaksanaan kebijakan pola pengelolaan keuangan BLUD yang

dijalankan oleh Puskesmas. Akhirnya dengan kualitas sumber daya manusia yang

baik akan dapat meningkatkan kinerja pelayanan yang diberikan Puskesmas

kepada masyarakat.

Hasil penelitian ini juga membuktikan bahwa pengendalian intern

berpengaruh positif terhadap pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD pada

Puskesmas di Kabupaten Lombok Barat. Ini berarti semakin baik pengendalian

intern yang dilaksanakan di Puskesmas, maka semakin baik pula pelaksanaan pola

pengelolaan keuangan BLUD yang dijalankan Puskesmas. Lingkungan

pengendalian yang baik, pengendalian resiko yang baik, kegiatan pengendalian

yang efektif, informasi dan komunikasi serta monitoring yang telah berjalan baik

sehingga pada akhirnya dengan pengendalian intern ini juga akan dapat

mempersiapkan Puskesmas untuk menunjang Puskesmas menjalankan pola

pengelolaan keuangan BLUD ini dengan lebih baik pada tahap awal

implementasinya.

Temuan lain dalam penelitian ini adalah bahwa komitmen

organisasional, tidak terbukti mempunyai pengaruh terhadap pelaksanaan pola

pengelolaan keuangan BLUD Puskesmas pada tahap implementasi awalnya.

Komitmen organisasional yang kuat telah ditunjukkan oleh anggota Puskesmas

melalui kesungguhan dalam bekerja, keterlibatan dan loyalitasnya terhadap setiap

perubahan kebijakan yang diambil Puskesmas untuk menjadikan Puskesmas

kearah yang lebih baik. Akan tetapi komitmen organisasional yang ditunjukkan
119

oleh anggota Puskesmas tersebut belum memberikan pengaruh yang nyata

terhadap pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD.

Temuan selanjutnya membuktikan bahwa komunikasi juga tidak

berpengaruh terhadap pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD Puskesmas.

Aspek transmisi komunikasi dari pimpinan kepada bawahannya, kejelasan dan

konsistensi dalam pemberian informasi serta koordinasi intern yang dijalankan

sebagai media komunikasi juga dianggap sudah baik dan efektif. Akan tetapi

komunikasi ini ternyata belum secara nyata dapat memberikan pengaruh terhadap

pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD bagi Puskesmas. Komunikasi

yang digunakan oleh pimpinan dan stafnya telah dapat memberikan kejelasan

terkait pelaksanaan kebijakan yang terjadi di Puksesmas, meskipun tidak hanya

yang berhubungan dengan pola pengelolaan keuangan BLUD.

Hasil temuan selanjutnya membuktikan bahwa sarana prasarana telah

dapat menunjang pelaksanaan kegiatan pelayanan di Puskesmas, tetapi tidak

berpengaruh terhadap pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD Puskesmas.

Sarana prasarana yang ada di Puskesmas sudah cukup baik, meskipun bukan

hanya sarana prasarana yang terkait dengan pelaksanaan pengelolaan keuangan

BLUD. Ketersediaan perangkat dan sistem informasi telah dapat membantu

semua kegiatan yang berjalan di Puskesmas, tetapi tidak khusus untuk

pengelolaan keuangan BLUD.

5.2. Saran Untuk Perbaikan Praktik

Berdasarkan kesimpulan yang telah disampaikan di atas, diharapkan

untuk jangka panjangnya Puskesmas dapat terus mengidentifikasi faktor-faktor


120

yang mempengaruhi pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD, sehingga

pola pengelolaan keuangan BLUD ini benar-benar menjadi sebuah kebijakan yang

bermanfaat. Jangka panjang juga diharapkan akan dapat menjadikan Puskesmas

lebih mandiri dalam pengelolaan keuangannya dan untuk dapat terus

meningkatkan, memberikan pelayanan yang bermutu bagi masyarakat. Pada

akhirnya tujuan yang tercantum dalam visi misi Puskesmas dapat berjalan sesuai

dengan yang diharapkan.

Meskipun secara statistik ada beberapa faktor yang tidak terbukti secara

empiris berpengaruh terhadap pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD,

namun hasil penelitian ini dapat memberikan masukan perbaikan pada Puskesmas.

Diharapkan Puskesmas agar terus dapat meningkatkan kualitas sumber daya

manusia khususnya yang berkompetensi dalam bidang keuangan karena pola

pengelolaan keuangan BLUD juga termasuk dalam bagian pengelolaan keuangan

daerah secara keseluruhan. Peningkatan kualitas ini dapat berupa pelatihan bagi

para pengelola keuangan Puskesmas agar memiliki pemahaman yang lebih baik

terhadap pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD pada khususnya.

Meningkatkan kepedulian anggota organisasi terhadap Puskesmas

sebagai tempat kerjanya agar dapat menjadi lebih baik dalam melaksanakan pola

pengelolaan keuangan BLUD. Hal lainnya adalah penggalangan komitmen

dengan penandatanganan komitmen bersama yang dilakukan antara karyawan dan

pimpinan Puskesmas dalam upaya peningkatan kinerja guna memberikan

pelayanan terbaik kepada masyarakat.


121

Meningkatkan dan mempertahankan komunikasi yang telah terbangun

dan berjalan baik dalam Puskesmas, baik itu komunikasi secara intern maupun

eksternal. Guna meningkatkan komunikasi kepada pihak ekternal salah satunya

adalah berupa media promosi yang bersifat lebih komunikatif untuk

memperkenalkan pelayanan BLUD Puskesmas kepada masyarakat. Komunikasi

terhadap pihak intern juga dapat ditingkatkan dengan mengintesifkan kegiatan

minilokakarya untuk dapat mengkomunikasikan visi, misi, serta evaluasi terhadap

program kegiatan yang dilakukan Puskesmas terutama yang menunjang

pelayanan.

Meningkatkan sarana dan prasarana sesuai kebutuhan, baik kuantitas dan

sistem informasi yang lebih terintegrasi agar dapat menunjang akuntabilitas dan

transparansi pelaksanaan pengelolaan keuangan BLUD Puskesmas. Pembentukan

tim pengendalian intern (SPI) baik sebagai pengawasan pelaksanaan pola

pengelolaan keuangan BLUD Puskesmas maupun yang mempunyai tugas

tambahan sebagai tim pengendali mutu Puskesmas.

5.3. Keterbatasan dan Arah Penelitian Mendatang

Penelitian ini tentu saja mempunyai keterbatasan. Keterbatasan penelitian

yang diharapkan dapat memberikan arah bagi penelitian selanjutnya adalah :

1. Penelitian ini meneliti faktor-faktor yang dianggap mempunyai pengaruh

terhadap pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD pada Puskesmas di

Kabupaten Lombok Barat. Faktor-faktor ini antara lain kualitas sumber daya

manusia, komitmen organisasional, komunikasi, sarana prasarana dan

pengendalian intern. Kedepannya diharapkan pengembangan penelitian ini


122

dapat dilakukan dengan mengeksplorasi variabel-variabel lain yang terkait

dengan pola pengelolaan keuangan BLUD. Variabel tersebut antara lain

seperti regulasi, struktur organisasi, remunerasi maupun standar pelayanan

minimum yang digunakan oleh BLUD. Mengingat model penelitian ini hanya

dapat memprediksi 48,7% terhadap variabel, sehingga masih ada 51,7%

variabel lain yang dapat digunakan untuk memprediksi hubungan dalam

pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD.

2. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat memperbaiki dan menambah

indikator-indikator dalam variabel komitmen organisasional, komunikasi dan

sarana prasarana agar lebih mencerminkan pelaksanaan pola pengelolaan

keuangan BLUD. Dengan menambah indikator untuk variabel tersebut peneliti

selanjutnya dapat lebih mengeskplorasi mengenai hal yang berpengaruh

terhadap pola pengelolaan keuangan BLUD.

3. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah dengan

menggunakan kuesioner, sehingga hasil penelitian sangat tergantung dari

jawaban yang diberikan responden. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat

memperbaiki intrumen yang diajukan dalam kuesioner dan menghindari

bentuk-bentuk pertanyaan yang bersifat normatif sehingga dapat

mencerminkan keadaan yang sebenarnya.

4. Penelitian mendatang dapat membandingkan kinerja pengelolaan keuangan

dan kinerja pelayanan sebelum dan sesudah pelaksanaan pola pengelolaan

keuangan BLUD pada Puskesmas di Kabupaten Lombok Barat. Hal ini dapat
123

berguna untuk mengetahui apakah kebijakan yang diambil sudah tepat untuk

dapat meningkatkan kinerja Puskesmas.

5. Lokasi penelitian ini hanya terbatas pada Puskesmas di Kabupaten Lombok

Barat, penelitian selanjutnya diharapkan agar dapat diperluas pada lokasi yang

berbeda sehingga Puskesmas di daerah lain benar-benar dapat mempersiapkan

organisasinya sebelum menjalankan pola pengelolaan keuangan BLUD.

6. Selain teori implementasi kebijakan, penelitian selanjutnya diharapkan dapat

melihat permasalahan lain terkait pola pengelolaan keuangan organisasi sektor

publik dengan menggunakan teori-teori lain yang lebih relevan, misalnya

dengan menggunakan teori institusional dan teori agensi sehingga benar-

benar dapat menggambarkan keadaan perubahan pengelolaan keuangan pada

lembaga publik.
DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, Willy dan Jogiyanto. 2015. Partial Least Square (PLS): Alternatif
Structural Equation Modeling (SEM) dalam Penelitain Bisnis.
Yogyakarta: Penerbit Andi.

Agoes, Sukrisno. 2009. Bunga Rampai Auditing. Jakarta: Salemba Empat.


Agusetyaningsih, Diana. 2015. Pengaruh Kualitas Sumber Daya Manusia bidang
Keuangan, Komitmen Organisasional, dan Budaya Organisaional
terhadap Kinerja Pengelolaan Keuangan pada Badan Layanan Umum
(BLU) Universitas Mataram. Tesis. Universitas Mataram.

Aprilliyanto, DR dan Imam Subeki. 2015. Restrukturisasi Rumah Sakit Umum


Daerah Padangan Bojonegoro dari Satuan Kerja Perangkat Daerah
menjadi Badan Layanan Umum Daerah. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya. Semester Genap
2015/2016. 4 (2): 1-20

Ardiansyah. 2013. Factors Affecting The Effecting The Readdiness of PP 71


Tahun 2010 About Goverment Accounting Standard (Case Study on
Working Units in KPPN Malang’s Working Area). Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Universitas Brawijaya. 1
(1):1-16.

Asriani, Dinda. 2009. Anallisis Kesiapan Pegawai Menerima Perubahan Untuk


Penerapan Balance Scorecard di Lingkungan Direktorat Jenderal
Kekayaan Negara. Tesis. Universitas Indonesia.

Azhar. 2008. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Penerapan


Permendagri No. 13 Tahun 2006 pada Pemerintah Kota Banda Aceh.
Tesis. Medan: Program Pasca Sarjana USU.

Bupati Lombok Barat. Peraturan Bupati Kabupaten Lombok Barat Nomor 12


tahun 2015 tentang Pedoman Pengelolaan Badan Layanan Umum
Daerah di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Lombok Barat.

____________________, Surat Keputusan Bupati Lombok Barat Nomor


609/441/Dikes/2016 tentang Pejabat Pengelola Unit Pelaksana
Tekhnis Badan Layanan Umum Daerah Puskesmas Kabupaten
Lombok Barat Tahun 2016.

125
126

____________________, Surat Keputusan Bupati Lombok Barat Nomor


652/269.4/DPPKD/2016 tentang Penunjukan Pengguna Anggaran,
Bendahara Pengeluaran, Bendahara Penerimaan pada Satuan kerja
Perangkat Daerah s Kabupaten Lombok Barat Tahun 2016.

Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Barat. 2016. Profil Dinas Kesehatan Tahun
2015.

Denhardt, RB dan Janet V. Denhardt. 2003. The New Public Service: An


Approach To Reform. International Review of Public Administration
3 2003. 8 (1).

Dwirista, Vina. 2014. Analisis Penerapan Pola Pengelolaan Keuangan Badan


Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD) pada Rumah Sakit Umum
Daerah Sambas Kabupaten Sambas. Jurnal Kajian Ilmiah Akuntansi
Fakultas Ekonomi UNTAN (KIAFE). Vol. 3 No. 4.
http://jurnal.untan.ac.id/index.php/ejafe/article/view/7900

Edward III, Merilee S. 1980. Implementing Public Policy. Congressional


Quarterly Press, Washington.

Ghozali, Imam. 2008. Structural Equation Modeling : Metode Alternanif dengan


Partial Least Square, Edisi 2. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro.

Ghozali, Imam. 2014. Structural Equation Modeling : Metode Alternanif dengan


Partial Least Square (PLS). Edisi 4. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.

Ghozali, Imam dan Hengky Lathan. 2015. Partial Least Squares, Konsep Teknik
dan Aplikasi, Menggunakan Program SmartPLS 3.0 Untuk Penelitian
Empiris, Edisi 2. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Gustini, Sari. 2011. Implementasi Kebijakan Pengelolaan Keuangan Badan


Layanan Umum Daerah Studi kasus pada RSUD Tidar Kota
Magelang. Tesis. Universitas Gadjah Mada.

Handayani, Sri Setya. 2011. Pengukuran dan Instrumen Riset:


http://tokoiethier.blogspot.co.id/2011/10/pengukuran_dan_instrumen_
rriset. Diakses tanggal 5 September 2016.

Hartono, SP dan Neni Pancawati. 2015. Pengaruh Audit Internal dan


Akuntabilitas Sumber Daya Manusia Terhadap Perwujudan Good
127

Governance pada penerapan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)


di RSUD Sleman. Jurnal I (14) p.1. ISSN 14113880.

Inayah. 2010. Sttudi Persepsi faktor-Faktor Yang mempengaruhi Implementasi


Kebijakan Pengelolaan Aset Daerah di Kota Tangerang. Tesis.
Universitas Indonesia.

Indrawan, Rully dan Poppy Yaniawati. 2014. Metodologi Penelitian: Kuantitatif,


Kualitatif dan Campuran untuk Manajemen, Pembangungan dan
Pendidikan. Bandung: Aditama.

Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. 2014. Metodologi Penelitian Bisnis untuk
Akuntansi dan Manajemen. Yogyakarta: BPFEB UGM.

Kementrian Dalam Negeri. 2014. Data SKPD BLUD Provinsi Nusa Tenggara
Barat. www.keuda.kemendagri.go.id. Diakses tanggal 15 Juni 2016.

Kusuma, Tri PV. 2015. Hambatan Pada Awal Transisi Penerapan Pola
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD).
www.rsj.babelprov.go.di. Diakses tanggal 18 April 2016.

Mahmudi. 2010. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: UPP STIM


YKPN.

Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Meidyawati. 2010. Implementasi Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan


Umum pada Rumah sakit Strooke Nasional Bukitinggi. Tesis.
Universitas Andalas.

Mowday, RT, Richard M Steers and Lyman W Porter. 1979. The Measurement of
Organizational Comittment. Journal of Vocational Behavior 14, 224-
247.

Moynihan, Donald dan Sanjay K. Pandey. 2003. Testing A Model of Public


Sector Performance: How Does Management Matter. Manajemen
Publik Nasional Penelitian Conference. Georgetown University.

Puspadewi, Febriana. 2012. Analisis Implementasi Pengelolaan Keuangan BLUD


dan Dampaknya Terhadap Kinerja Pada Rumah Sakit Umum Daerah
Nganjuk. Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB Universitas Brawijaya. 2 (2):
1-17.

Putra, JJ dan Lena Farida. 2014. Implementasi Badan Layanan Umum Daerah.
Jurnal Administrasi Pembangunan. 2 (2): 115-226.
128

Rondonuwu, Julastri dan Laksono Trisnantoro. 2013. Manajemen Perubahan di


Lembaga Pemerintah: Studi kasus Implementasi Kebijakan
Pelaksanaan PPK-BLUD di Rumah sakit Jiwa Provinsi NTB. Jurnal
Kebijakan Kesehatan Indonesia, 02 (4): 163-170.

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 1 tahun 2004 tentang


Perbendaharaan Negara.

____________________, Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2014 tentang


Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan
Nasional pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah
Daerah.

____________________, Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 2005 tentang


Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.

____________________, Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2008 tentang Sistem


Pengendalian Intern Pemerintah.

____________________, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 tahun 2014


tentang Pengunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional untuk
Jasa pelayanan Kesehatan dan Dukungan Biaya Operasional pada
fasilitas kesehatan Tingkat Pertama Milik pemerintah Daerah.

____________________, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 61 tahun 2007


tentang Pedoman Tekhnis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum Daerah.

____________________, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 tahun 2006


tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah

____________________, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor


128/Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas.

Restianto, YE dan Icuk Rangga Bawono. 2015. Pengelolaan Keuangan


BLU/BLUD. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

Robbins, Stephen P. 2003. Perilaku Organisasi. Jakarta: PT. Index Kelompok


Gramedia.

Robbins, Stephen P. 2008. Perilaku Organisasi. Jakarta: PT. Index Kelompok


Gramedia.

Rusmayani, Arie. 2017. Analysis of Patterns Financial Management Policy of


Local Public Service Agencies. International Conference on Social
129

Political, Governmental & Communication Sciences ICSPGCS- 2017.


Universitas Muhammadiyah Jember.

Sari, MP dan Raharja. 2012. Peran Audit Internal Dalam Upaya Mewujudkan
Good Coorporate Governance (GCG) pada Badan Layanan Umum
(BLU) di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi (SNA) XV.
Banjarmasin.

Sholihah, RA. 2015. Pengaruh Kualtas Sumber Daya Manusia dan Komitmen
Tujuan Terhadap Implementasi Anggaran berbasis Kinerja dengan
Budaya Organisasi Sebagai Variabel Pemoderasi (Studi pada Satuan
Kerja Badan Layanan Umum Perguruan tinggi di Kota Malang. Jurnal
El-Dinar. 3 (1): 41-81.

Sopiah. 2008. Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

Surianto dan Laksono Trisnantoro. 2013. Evaluasi Penerapan Kebijakan Badan


Layanan Umum Daerah di RSUD Undata Provinsi Sulawasi Tengah.
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia.. 03 (01).35-41. Maret 2013

Trianasari, Ely dan Muhammad Syafiie Idrus. 2013. Evaluasi Strategi RSUD DR,
Saiful Anwar (RSSA) Malang sebelum dan sesudah Badan Layanan
Umum Daerah (BLUD). Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB. 1 (02): 1-10.
Semester genap 2012/2013.

Triprasetya, AS. 2014. Analisis Kesiapan Penerapan Kebijakan Badan Layanan


Umum Daerah (BLUD) Puskesmas di Kabupaten Kulon Progo. Tesis.
Universitas Gadjah Mada.

Wahab, SA. 2001. Analisis Kebijaksanaan; Dari Formulasi ke Implementasi


Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Sinar Grafika.

Waluyo, Indarto. 2011. Badan Layanan Umum Sebuah Pola Baru Dalam
Pengelolaan Keuangan di Satuan Kerja Pemerintah. Jurnal
Pendidikan Akuntansi Indonesia. Vol. IX No. 2 – Tahun 2011, Hlm.
1-15.

Waluyo, Budi. 2014. Analisis Permasalahan Pada Implementasi Pola Pengelolaan


Keuangan Badan Layanan Umum. Jurnal Infoartha. Vol.3/Tahun
XII/2014: 27-38
130

Warisno. 2009. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Satuan Kerja


Perangkat Daerah (SKPD) di Lingkungan Pemerintah Provinsi Jambi.
Tesis. Universitas Sumatera Utara.

Widodo, Joko. 2013. Analisis Kebijakan Publik: Konsep dan Aplikasi Analisis
Proses Kebijakan Publik. Malang: Bayumedia Publishing.

Widoyoko, E Putro. 2012. Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta:


Pustaka Belajar.

Wildana. 2013. Kajian Implementasi Penerapan Badan Layanan Umum di RS


DR. Tadjuddin Chalid Makassar Tahun 2012. Jurnal Repository
Universitas Hassanuddin.
http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/3375

Wiyono, Gendro. 2011. Merancang Penelitian Bisnis: dengan Alat Analisis SPSS
17.0 & SmartPLS 2.0. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
LAMPIRAN
Lampiran 1.

Hasil Penelitian Terdahulu

Variabel/Fokus
No Judul Penelitian Populasi/Sampel Jenis Penelitian Hasil Penelitian
Penelitian

1. Restrukturisasi Status Proses RSUD Kualitatif - Restrukturisasi RSUD Padangan


Rumah Sakit Umum Daerah restrukturisasi Padangan menjadi BLUD menyebabkan
Padangan Bojonegoro Dari RSUD Padangan dengan perubahan pada tugas dan wewenang
Satuan Kerja Perangkat dari SKP informan kunci yang ada, perubahan terhadap pola
Daerah Menjadi Badan menjadi BLUD Kasubag Tata pengelolaan keuangan dan asset
Layanan Umum Daerah Usaha - Terdapat hambatan yaitu belum adanya
(Dimas Rahardiyan tenaga akuntan yang ada dalam rumah
Apriliyanto dan Imam sakit dan belum adanya sebuah
Subeki, 2015) sistem yang terintegrasi pada
seluruh kegiatan operasional dari
RSUD Padangan

2. Pengaruh Audit internal dan - Audit Internal - Seluruh Kuantitatif - Audit internal dan akuntabilitas sumber
akuntabilitas sumber daya jajaran daya manusia berpengaruh terhadap
Manusia terhadap - Akuntabilitas kepegawaian penerapan good governance pada
perwujudan Good Corporate Sumber Daya penerapan BLUD di RSUD Sleman
Governance pada penerapan Manusia - 100 sampel
Badan Layanan Umum
Daerah (BLUD) di RSUD
Sleman (Prawiro Hartono
dan Neni Pancawati, 2015)

3. Analisis Kesiapan Penerapan Kesiapan untuk Puskesmas di Kualitatif Secara keseluruhan kebijakan penerapan
Kebijakan Badan Layanan menjadi BLUD Kabupaten BLUD Puskesmas di Kabupaten Kulon
Umum Daerah (BLUD) Kulon Progo Progo belum sepenuhnya siap
Puskesmas Di Kabupaten dengan Sampel dilaksanakan, perlu segera ditindaklanjuti
Kulon Progo (Studi Kasus di di 2 Puskesmas dengan regulasi yang mendukung dan
Puskesmas Wates dan kecukupan sumber daya.
Puskesmas Girimulyo II
Kabupaten Kulon Progo)
(Albertus Sunuwata
Triprasetya, 2014)

4. Analisis Penerapan Pola Penerapan PPK RSUD Sambas Deskriptif dengan Penerapan PPK BLUD belum dapat
Pengelolaan Keuangan BLUD pada pendekatan berjalan secara optimal karena
Badan Layanan Umum RSUD Sambas wawancara dan terbatasnya SDM yang kompeten
Daerah (PPK-BLUD) Pada studi kepustakaan khususnya tenaga akuntansi, terbatasnya
Rumah Sakit Umum Daerah pengetahuan pejabat terkait mengenai
Sambas Kabuppaten Sambas esensi dan makna PPK BLUD, belum
(Vina Dwirista, 2014) tersedia perangkat sistem informasi,
belum maksimalnya penyusunan regulasi.
5. Implementasi Badan Faktor yang RSUD Kualitatif Secara umum RSUD Rokan Hulu belum
Layanan Umum Daerah mempengaruhi Rokan Hulu dapat mengimplementasikan Permendagri
(Jondra JP dan Lena Farida implementasi 61 tahun 2007 tentang pedoman tekhnis
2014) Permendagri 61 PPK BLUD secara baik tertutama terkait
tahun 2007 dengan pengelolaan keuangan dan
pengelolaan barang dan jasa. Hal ini
karena kurangnya sikap integritas,
kualitas dan kuantitas SDM serta SOP.

6. Manajemen Perubahan Di Proses Pejabat Kualitatif dengan - Manajemen perubahan pada proses
Lembaga Pemerintah: Studi transformasi RSJ eselon II, DPRD rancangan transformasi tidak berjalan maksimal
Kasus Implementasi Provinsi NTB provinsi NTB, deskriptif sehingga implementasi PPK BLUD
Kebijakan Pelaksanaan PPK- dan proses pejabat yang dilaksanakan juga belum
BLUD di Rumah Sakit Jiwa implementasi struktural RSJ terlaksana dengan baik
Provinsi NTB (Julastri PPK BLUD - Pengelola kurang memahami
Rondonuwu dan Laksono pelaksanaan mekanisme kebijakan
Trisnantoro, 2013) PPK-BLUD
- Kurangnya komunikasi terhadap para
stakeholder sehingga menimbulkan
perbedaan persepsi diantara stakeholder

7. Evaluasi Strategi RSUD Dr. Evaluasi RSUD Dr. Deskriptif - Sebagai BLUD masalah yang dihadapi
Saiful Anwar (RSSA) terhadap strategi Saiful Anwar eksploratif RSSA antara lain keefektifan,
Malang Sebelum dan sebelum dan dengan desain keefisienan dan fleksibilitas masih
Sesudah Badan Layanan sesudah menjadi kualitatif terkendala, alur birokrasi/ administrasi
Umum Daerah (BLUD). BLUD (naturalistic) yang lama belum tuntas teratasi;
(Ely Trianasari dan pelanggan mayoritas berasal dari
Muhammad Syafiie Idrus : golongan menengah ke bawah;
2013) keramahan belum diterapkan secara
menyeluruh; evaluasi strategi dilakukan
oleh bagian lain, bukan oleh bagian
yang sama dengan yang melakukan
perencanaan strategi; sarana dan
prasarana serta kuantitas tenaga masih
kurang memadai.
- Kinerja secara keseluruhan
menunjukkan trend yang meningkat

8. Evaluasi Pelaksanaan Pelaksanaan purposive Metode analisis - Pola Tata Kelola, Rencana Strategi
Penerapan Badan Layanan BLUD sampling deskiptif secara Bisnis dan Laporan Keuangan telah
Umum Daerah (BLUD) Di kualitatif dengan dijalankan sesuai standar, sedangan
RSUD Undata Provinsi rancangan studi SPM, Dewan Pengawas belum
Sulawesi Tengah. kasus dijalankan secara optimal sesuai standar
(Surianto, 2013) dan kriteria yang ditetapkan
- Belum terbentuknya Dewan Pengawas
9. Kajian Implementasi Kegiatan Wawancara dan Observatif dengan - Sejak ditetapkan menjadi BLU
Penerapan Badan Layanan implementasi telaah dokumen metode kualitatif pendapatan rumah sakit menjadi
Umum di RS. Dr. Tadjudin BLUD dengan jumlah meningkat dan juga tepat waktu dalam
Chalid Makassar Tahun sampel 13 orang memenuhi seluruh kewajiban jangka
2012 pendeknya, jasa pelayanan telah mampu
(Wildana, Prof. Dr.dr.H.M. membiayai kegiatan operasional.
Alimin Maidin, MPH, Dr. - Sumber daya khususnya dibagian
Syahir A.Pasinringi, MS, keuangan telah mengerjakan tugasnya
2013) sesuai tupoksi,
- kinerja lebih baik ketika dalam
pengawasan
- kurangnya tenaga dokter spesialis.

10. Analisis Implementasi Kegiatan RSUD Nganjuk Kualitatif - Rumah sakit berpotensi mengalami
Pengelolaan Keuangan implementasi Deskriptif pendapatan ditiap tahunnya. Belum
BLUD dan Dampaknya BLUD dan semua karyawan yang mengerti dan
terhadap kinerja pada dampak terhadap faham benar tentang Pengelolaan
Rumah Sakit Umum Daerah kinerja Keuangan BLUD.
Nganjuk - Jumlah sarana dan prasarana belum
(Febriana Puspadewi, memadai untuk mencukupi jumlah
Rosidi, 2012) pasien yang meningkat.

11. Peran Audit Internal dalam - Audit Internal seluruh entitas Kuantitatif Terdapat pengaruh yang signifikan antara
mewujudkan Good BLU di peran audit internal terhadap good
Corporate Governance - GCG Indonesia coorporate governance pada BLU
(GCG) pada badan Layanan
umum (BLU) di Indonesia
(Maylia Pramono Sari dan
Raharja, 2012)

12. Implementasi Kebijakan Kegiatan RSUD Tidar Deskriptif - Faktor yang berhasil diterapkan antara
Pengelolaan Keuangan implementasi Kualitatif dengan lain: pengelolaan kas BLUD,
Badan Layanan Umum BLUD pendekatan studi mekanisme pengadaan barang dan jasa,
Daerah Studi kasus pada kasus penetapan tarif layanan, penerapan
RSUD Tidar Kota Magelang sistem akuntansi dan laporan keuangan
(Sari Gustini dan A dengan SAK. Hal ini disebabkan karena
Dwiyanto, 2011) adanya dukungan dari Pemda,
Komunikasi yang baik pada internal
dan ekternal BLUD, isi kebijakan yang
dapat mengakomodir kepentingan
pihak-pihak terkait.

- Faktor yang belum berhasil


diimplementasikan antara lain:
penyusunan perencanaan anggaran
dengan RBA dan penerapan sistem
remunerasi untuk pegawai

13. Analisis Implementasi Pola Kegiatan RSSN Bukit Deskriptif Hasil Yang diperoleh dari penelian ini
Pengelolaan Badan Layanan implementasi Tinggi kualitiatif adalah:
Umum (PPK-BLU) Pada BLUD - Rumah Sakit Stroke Nasional Bukit
Rumah Sakit Stroke Tinggi telah menyusun dan
Nasional Bukit Tinggi mengimplementasikan semua
(Medyawati, 2010) persyaratan administratif PPK-
BLUD yang meliputi Pola Tata
Kelola, Rencana Strategis Bisnis,
Rencana Bisnis Anggaran,
Standar Pelayanan Minimal, dan
Laporan Keuangan. Implementasi pola
tata kelola diwujudkan dalam bentuk
organisasi dan tata laksana,
akuntabilitas, serta transparansi.

- Kendala yang dihadapi dalam


pengimplementasian PPK BLU antara
lain kurangnya aturan terkait dengan
beberapa kegiatan, kelemahan SPI,
sistem pelayanan yang ada belum
terpadu, belum dilakukannya evaluasi
berkala oleh pengelola tekhnis dan
keuangan, serta keterbatasan sumber
daya.
Lampiran 2.

Devinisi Operasional Variabel

Nomor
Variabel Konsep Indikator Refferensi
Pertanyaan
Kualitas Sumber Kemampuan dari sumber daya - Ketersediaan sumber daya manusia 1 Ardiansyah (2013)
Daya Manusia manusia yang ada untuk dapat yang memiliki kompetensi berdasarkan
malaksanakan tugas dan tanggung latar belakang pendidikannya
jawab yang diberikan kepadanya
sebagai pengelola keuangan BLUD - Penempatan pegawai 2

- Pemahaman terhadap pekarjaan 3

- Penerimaan perubahan 4

- Pemahaman terhadap peraturan 5

Komitmen Keinginan dari pengelola BLUD - Identifikasi 6 Mowday, et.al (1979),


Organisasional untuk dapat bekerja sebaik
mungkin dan bersedia melakukan - Keterlibatan 7 Agustetyaningsih (2015)
perubahan demi tercapainya tujuan
organisasi - Loyalitas 8

Komunikasi cara pengelola menyampaikan - Aspek transmisi dalam komunikasi 9 Inayah (2010)
informasi kepada pihak eksternal
dan internal untuk dapat - Aspek kejelasan dalam komunikasi 10
menjelaskan setiap kebijakan yang
dibuat dalam rangka menunjang - Aspek konsistensi dalam komunikasi 11
pelaksanaan tugas dan tanggung
jawab sebagai pengelola keuangan - Mekanisme koordinasi 12
BLUD.

Sarana prasarana ketersediaan perangkat pendukung - Ketersediaan perangkat 13 Azhar (2008)


sesuai dengan kebutuhan yang
digunakan untuk membantu dalam - Sistem informasi yang terintergrasi 14
pelaksanaan tugas dan tanggung
jawab sebagai pengelola keuangan
BLUD

Pengendalian Intern Pengendalian intern dalam - Lingkungan pengendalian 15 PP 60 tahun 2008,


penelitian ini adalah perngawasan
intern Pengawasan intern adalah - Penilaian resiko 16
seluruh proses yang meliputi
kegiatan audit, reviu, evaluasi, - Kegiatan penegndalian 17
pemantauan dan kegiatan
pengawasan lainnya terhadap - Informasi dan komunikasi 18
penyelenggaraan tugas dan fungsi
organisasi dalam rangka - Monitoring 19
memberikan keyakinan yang
memadai bahwa kegiatan telah
dilaksanakan sesuai dengan tolok
ukur yang telah ditetapkan secara
efektif dan efisien untuk
kepentingan pimpinan dalam
mewujudkan tata kepemerintahan
yang baik

Pelaksanaan pola Pelaksanaan pola pengelolaan - Pola Tata kelola 20 Permendagri No.61 tahun
pengelolaan keuangan yang memberikan 2007, Meidyawati (2010)
keuangan BLUD fleksibilitas berupa keleluasaan - Rencana Strategi Bisnis (RSB) 21
untuk dapat menerapkan praktek
bisnis yang sehat untuk - Rencana Bisnis Anggaran 22
meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka - Standar Pelayanan Minimal (SPM) 23
memajukan kesejahteraan dan
mencerdaskan kehidupan bangsa, - Laporan keuangan dan laporan kinerja 24
sebagai pengecualian dari
ketentuan pola keuangan negara
pada umumnya
Lampiran 3

Peta sebaran Puskesmas di Kabupaten Lombok Barat


Lampiran 4
Hasil pengujian Instrumen Penelitian

Outer Loadings

KM KO KSD PI PPK SP
KM1 0,896
KM2 0,738
KM3 0,806
KM4 0,768
KO1 0,606
KO2 0,765
KO3 0,910
KSD1 0,856
KSD2 0,869
KSD3 0,547
KSD4 0,580
KSD5 0,637
PI1 0,953
PI2 0,951
PI3 0,857
PI4 0,812
PI5 0,800
PPK1 0,802
PPK2 0,808
PPK3 0,874
PPK4 0,715
PPK5 0,832
SP1 0,932
SP2 0,560

Composite Reliability

KM 0,879
KO 0,810
KSD 0,831
PI 0,943
PPK 0,903
SP 0,731
Lampiran 5
TABULASI DATA KUISIONER

Identitas Responden
Jenis
Responden Kelamin Pendidikan Masa kerja
<5 5-10 11- >20
L P SLTA Diploma S1 S2 th th 20 th th
Responden 1 1 1 1
Responden 2 1 1 1
Responden 3 1 1 1
Responden 4 1 1 1
Responden 5 1 1 1
Responden 6 1 1 1
Responden 7 1 1 1
Responden 8 1 1 1
Responden 9 1 1 1
Responden 10 1 1 1
Responden 11 1 1 1
Responden 12 1 1 1
Responden 13 1 1 1
Responden 14 1 1 1
Responden 15 1 1 1
Responden 16 1 1 1
Responden 17 1 1 1
Responden 18 1 1 1
Responden 19 1 1 1
Responden 20 1 1 1
Responden 21 1 1 1
Responden 22 1 1 1
Responden 23 1 1 1
Responden 24 1 1 1
Responden 25 1 1 1
Responden 26 1 1 1
Responden 27 1 1 1
Responden 28 1 1 1
Responden 29 1 1 1
Responden 30 1 1 1
Responden 31 1 1 1
Responden 32 1 1 1
Responden 33 1 1 1
Responden 34 1 1 1
Responden 35 1 1 1
Responden 36 1 1 1
Responden 37 1 1 1
Responden 38 1 1 1
Responden 39 1 1 1
Responden 40 1 1 1
Responden 41 1 1 1
Responden 42 1 1 1
Responden 43 1 1 1
Responden 44 1 1 1
Responden 45 1 1 1
Responden 46 1 1 1
Responden 47 1 1 1
Responden 48 1 1 1
Responden 49 1 1 1
Responden 50 1 1 1
Responden 51 1 1 1
Responden 52 1 1 1
Responden 53 1 1 1
Responden 54 1 1 1
Responden 55 1 1 1
Responden 56 1 1 1
Responden 57 1 1 1
Responden 58 1 1 1
Responden 59 1 1 1
Responden 60 1 1 1
Responden 61 1 1 1
Responden 62 1 1 1
Responden 63 1 1 1
Responden 64 1 1 1
Responden 65 1 1 1
Responden 66 1 1 1
Responden 67 1 1 1
Responden 68 1 1 1
Responden 69 1 1 1
Responden 70 1 1 1
Responden 71 1 1 1
Responden 72 1 1 1
Responden 73 1 1 1
Responden 74 1 1 1
Responden 75 1 1 1
Responden 76 1 1 1
Responden 77 1 1 1

Jumlah 39 38 6 18 47 6 5 15 30 27
Total 77 77 77
Lampiran 6

Hasil Statistik Deskriptif Kualitas Sumber Daya Manusia

N Minimum Maksimum Mean Standar Deviasi


KSD1 77 2,000 7,000 4,779 1,355
KSD2 77 1,000 7,000 4,780 1,454
KSD3 77 2,000 7,000 4,714 1,536
KSD4 77 3,000 7,000 5,610 0,982
KSD5 77 1,000 7,000 4,558 1,686
KSD 77 1,800 7,000 4,888 1,403

Hasil Statistik Deskriptif Komitmen Organisasional

N Minimum Maksimum Mean Standar Deviasi


KO1 77 4,000 7,000 5,857 0,785
KO2 77 2,000 7,000 5,481 1,112
KO3 77 2,000 7,000 5,571 1,156
KO 77 2,667 7,000 5,636 1,018

Hasil Statistik Deskriptif Komunikasi

N Minimum Maksimum Mean Standar Deviasi


KM1 77 6,000 7,000 5,312 1,230
KM2 77 5,000 7,000 4,948 1,458
KM3 77 5,000 7,000 4,805 1,620
KM4 77 6,000 7,000 5,377 1,228
KM 77 5,500 7,000 5,111 1,384

Hasil Statistik Deskriptif Sarana Prasarana

N Minimum Maksimum Mean Standar Deviasi


SP1 77 1,000 7,000 4,377 1,477
SP2 77 2,000 7,000 4,818 1,203
SP 77 1,500 7,000 4,598 1,340
Hasil Statistik Deskriptif Pengendalian Intern

N Minimum Maksimum Mean Standar Deviasi


PI1 77 2,000 7,000 5,779 1,089
PI2 77 2,000 7,000 5,494 1,052
PI3 77 3,000 7,000 5,766 0,924
PI4 77 2,000 7,000 5,494 1,213
PI5 77 2,000 7,000 5,623 1,117
PI 77 2,200 7,000 5,631 1,079

Hasil Statistik Deskriptif Pelaksanaan Pola Pengelolaan Keuangan

N Minimum Maksimum Mean Standar Deviasi


PPK1 77 3,000 7,000 5,584 0,972
PPK2 77 3,000 7,000 5,831 0,844
PPK3 77 2,000 7,000 5,416 1,352
PPK4 77 2,000 7,000 5,558 1,134
PPK5 77 3,000 7,000 5,727 0,767
PPK 77 2,600 7,000 5,623 1,014
Lampiran 7 Visual snake diagram

Snake Diagram untuk variabel kualitas sumber daya manusia

Memiliki ● Memiliki kompetensi


kompetensi sedikit Banyak

Penempatan tidak ● Penempatan Sesuai


sesuai

Tidak memahami ● Memahami pekerjaan


pekerjaan

Tidak siap akan ● Siap akan perubahan


perubahan

Tidak memahami ● Memahami kebijakan


kebijakan

Snake Diagram untuk variabel komitmen organisasional

Bekerja tidak ● Bekerja sungguh-


sungguh-sungguh sungguh

Berperan pasif ● Berperan aktif

Tidak peduli akan ● Peduli akan perubahan


perubahan

Snake Diagram untuk variabel komunikasi

Komunikasi tidak ● Komunikasi efektif


efektif

Tidak paham akan ● Paham akan kebijakan


kebijakan

Tidak paham akan ● Paham akan hasil


hasil pertemuan pertemuan

Koordinasi tidak ● Koordinasi efektif


efektif
Snake Diagram untuk variabel sarana prasarana

Perangkat tidak ● Perangkat memadai


memadai

Belum ● Sudah menggunakan


menggunakan sistem
sistem

Snake Diagram untuk variabel pengendalian intern

Tidak ada job ● Ada job discription yang


discription yang jelas
jelas

Penempatan tidak ● Penempatan sesuai


sesuai kompetensi kompetensi

Tidak ada rencana ● Ada rencana kegiatan


kegiatan

SOP tidak sesuai ● SOP sudah sesuai


dengan pelaksanaan

Jarang dievaluasi ● Sering dievaluasi

Snake Diagram untuk variabel pelaksanaan pola pengelolaan keuangan BLUD

Struktur tidak ● Struktur lengkap


lengkap

RSB tidak sesuai ● RSB sesuai

RBA memenuhi ● RBA sudah memenuhi


sebagian seluruhnya

SPM ● SPM mencerminkan


mencerminkan seluruhnya pelayanan
sebagian pelayanan

Laporan BLUD ● Laporan BLUD sesuai


tidak sesuai dengan SAK
SAK
Lampiran 8
Hasil Pengujian Outer Model

Outer Loadings

KM KO KSD PI PPK SP
KM1 0,869
KM2 0,858
KM3 0,827
KM4 0,814
KO1 0,706
KO2 0,707
KO3 0,896
KSD1 0,720
KSD2 0,835
KSD3 0,694
KSD4 0,682
KSD5 0,697
PI1 0,912
PI2 0,855
PI3 0,901
PI4 0,724
PI5 0,771
PPK1 0,831
PPK2 0,857
PPK3 0,887
PPK4 0,799
PPK5 0,837
SP1 0,926
SP2 0,651

AVE
AVE
KM 0,710
KO 0,600
KSD 0,530
PI 0,699
PPK 0,710
SP 0,641
Discriminant Validity
Cross Loadings

KM KO KSD PI PPK SP
KM1 0,869 0,486 0,572 0,738 0,476 0,632
KM2 0,858 0,497 0,491 0,467 0,384 0,576
KM3 0,827 0,502 0,596 0,644 0,442 0,544
KM4 0,814 0,588 0,451 0,529 0,539 0,532
KO1 0,252 0,706 0,337 0,419 0,258 0,244
KO2 0,469 0,707 0,467 0,446 0,316 0,447
KO3 0,626 0,896 0,458 0,525 0,554 0,547
KSD1 0,303 0,271 0,720 0,487 0,475 0,345
KSD2 0,507 0,361 0,835 0,512 0,552 0,397
KSD3 0,400 0,452 0,694 0,482 0,324 0,482
KSD4 0,451 0,374 0,682 0,405 0,264 0,335
KSD5 0,630 0,570 0,697 0,376 0,422 0,545
PI1 0,660 0,564 0,592 0,912 0,708 0,510
PI2 0,606 0,406 0,541 0,855 0,504 0,536
PI3 0,751 0,576 0,516 0,901 0,557 0,564
PI4 0,527 0,477 0,486 0,724 0,361 0,574
PI5 0,398 0,473 0,461 0,771 0,482 0,526
PPK1 0,387 0,467 0,525 0,619 0,831 0,493
PPK2 0,488 0,394 0,438 0,614 0,857 0,412
PPK3 0,577 0,580 0,565 0,567 0,887 0,474
PPK4 0,480 0,461 0,435 0,399 0,799 0,351
PPK5 0,403 0,283 0,501 0,488 0,837 0,332
SP1 0,670 0,581 0,553 0,615 0,497 0,926
SP2 0,357 0,245 0,322 0,361 0,247 0,651

Fornell-Larcker Criterium

KM KO KSD PI PPK SP
KM 0,842
KO 0,621 0,775
KSD 0,625 0,542 0,728
PI 0,711 0,599 0,623 0,836
PPK 0,556 0,525 0,588 0,646 0,843
SP 0,678 0,563 0,571 0,636 0,496 0,800
Composite Reliability

Composite Reliability Cronbachs Alpha


KM 0,907 KM 0,864
KO 0,816 KO 0,682
KSD 0,848 KSD 0,780
PI 0,920 PI 0,892
PPK 0,924 PPK 0,898
SP 0,776 SP 0,480
Lampiran 10.

Gambar pengujian model struktural


Mataram, Mei 2016
Nomor : Kepada
Lamp : Yth.
Bapak/Ibu/saudara/i/Responden
Prihal : Permohonan Kesediaan di-
Menjadi Responden Tempat

Dengan Hormat,
Sehubungan dengan tugas akhir (tesis) pada Program Studi Magister Akuntansi
Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Mataram, bersama ini saya
bermaksud mengadakan penelitian pelaksanaan Pola Pengelolaan Keuangan
BLUD pada Puskesmas di Kabupaten Lombok Barat.

Sehubungan dengan hal tersebut, saya mohon kesediaan


Bapak/Ibu/Saudara/i Responden agar berkenan untuk mengisi kuisioner ini
dengan lengkap, jujur dan tanpa pengaruh dari pihak manapun. Angket kusioner
ini semata-mata hanya untuk kepentingan ilmiah. Kerahasian jawaban yang
diberikan dijamin sepenuhnya.

Atas kerjasama dan bantuan Bapak/Ibu/saudara/i meluangkan waktunya


memberikan informasi yang diperlukan, saya ucapkan terima kasih.

Hormat Saya

Arie Rusmayani
KUISIONER PENELITIAN

I. Identitas Responden

Mohon diisi atau diberikan tanda (√) pada kolom yang tersedia:

Nama responden : (jika tidak keberatan)

Jabatan :

Jenis kelamin : 󠄀 laki-laki 󠄀 perempuan


Pendidikan terakhir : 󠄀 SLTA/Sederajat 󠄀 Diploma

󠄀 Strata 1 (Sarjana) 󠄀Strata2 (Magister)

Masa Kerja : 󠄀 < 5 tahun 󠄀 5 – 10 tahun

󠄀 11 – 20 tahun 󠄀 > 20 tahun

II. Cara Pengisian Kuisioner

Berilah tanda (√) pada salah satu ruang yang tersedia, jawaban yang anda

berikan akan menunjukkan seberapa dekat penilaian anda dari kedua

alternatif jawaban yang tersedia.

Misalnya : Menjadi BLUD telah membawa perubahan bagi Puskesmas

Sedikit √ Banyak

Artinya : Anda cenderung merasa bahwa menjadi BLUD tidak


banyak membawa perubahan bagi Puskesmas

Sedikit √ Banyak

Artinya : Anda cenderung merasa bahwa menjadi BLUD telah


banyak membawa perubahan bagi Puskesmas
III. Pertanyaan Penelitian

KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA

1. Puskesmas sudah memiliki pegawai yang berkompetensi di bidangnya


masing-masing

Sedikit Banyak

2. Penempatan pegawai sudah sesuai dengan latar belakang pendidikan yang


dimilikinya

Tidak sesuai Sesuai

3. Saya memahami pekerjaan yang akan atau telah saya selesaikan terutama yang
terkait dengan pengelolaan keuangan di Puskesmas

Tidak paham Paham

4. Saya siap terhadap perubahan proses pengelolaan keuangan pada Puskesmas


yaitu menjadi pola pengelolaan keuangan BLUD

Tidak siap Siap

5. Saya memahami makna/substansi kebijakan pola pengelolaan keuangan


BLUD yang dijalankan oleh Puskesmas

Tidak paham Paham

KOMITMEN ORGANISASIONAL

6. Saya sudah bekerja dengan sungguh-sungguh meskipun saya tidak memahami


tentang pola pengelolan keuangan BLUD Puskesmas

Tidak sungguh- Sungguh-sungguh


sungguh
7. Saya ikut berperan aktif dalam perubahan Puskesmas mejadi BLUD

Pasif Aktif

8. Saya peduli terhadap perubahan pola pengelolaan keuangan BLUD yang


dijalankan Puksesmas agar Puskesmas menjadi lebih baik

Tidak peduli Peduli

KOMUNIKASI

9. Dalam menjalankan pola pengelolaan keuangan BLUD, komunikasi antara


atasan dengan pegawai dibawahnya berjalan efektif

Tidak efektif Efektif

10. Saya memahami dengan jelas apa yang menjadi kebijakan/peraturan


mengenai Pola Pengelolaan keuangan BLUD

Tidak paham Paham

11. Saya memahami setiap hasil dari pertemuan yang dilakukan di Puskesmas
terkait dengan pola pengelolaan keuangan BLUD

Tidak paham Paham

12. Koordinasi internal di dalam Puskesmas merupakan media komunikasi yang


sudah efektif

Tidak efektif Efektif


SARANA DAN PRASARANA

13. Setiap ruang pelayanan dan administrasi sudah memiliki, dilengkapi dengan
perangkat pendukung yang memadai

Tidak ada Ada

14. Untuk mempermudah penyelesaian pekerjaan, setiap ruang pelayanan dan


administrasi sudah menggunakan aplikasi maupun sistem informasi saling
berhubungan (terintegrasi)

Manual Menggunakan
sistem

PENGENDALIAN INTERN

15. Puskesmas sudah memiliki struktur organisasi dan uraian pekerjaan (job
description) yang jelas untuk masing-masing pegawai yang ada

Tidak ada Ada

16. Pimpinan telah menempatkan pegawai sesuai dengan kompetensi dan


kemampuan yang dimiliki

Tidak sesuai Sesuai

17. Puskesmas menetapkan Rencana kegiatan sebagai acuan dalam penentuan


kebijakan untuk pelaksanaan program dan kegiatan yang akan dilakukan

Tidak ada Ada

18. Kesesuaian prosedur tertulis (SOP) dengan pelaksanaan di lapangan

Tidak sesuai SOP Sesuai SOP

19. Rencana kegiatan dievaluasi secara berkala oleh pimpinan

Sesekali Sering
PELAKSANAAN POLA PENGELOLAAN KEUANGAN BLU

20. BLUD Puskesmas sudah memiliki organisasi dan tata laksana sesuai dengan
Permendagri 61 tahun 2007

Tidak lengkap Lengkap

21. Rencana kegiatan BLUD Puskesmas yang tertuang dalam Rencana Strategis
Bisnis (RSB) sudah disesuaikan dengan visi dan misi Puskesmas

Tidak sesuai Sesuai

22. Rencana anggaran BLUD Puskesmas yang tertuang dalam Rencana Bisnis
Anggaran (RBA) sudah mengakomodir kebutuhan Puskesmas

Sebagian Seluruhnya

23. Standar Pelayanan Minimal (SPM) BLUD Puskesmas sudah mencerminkan


ukuran pelayan yang diberikan kepada Masyarakat

Sebagian Seluruhnya

24. Laporan bulanan BLUD Puskesmas diselesaikan dengan menggunakan


Standar Akuntansi Keuangan

Sebagian Seluruhnya

TERIMA KASIH ATAS KESEDIAAN ANADA DALAM


MELUANGKAN WAKTU UNTUK MENGISI KUISIONER INI
DENGAN SEBENAR-BENARNYA

Anda mungkin juga menyukai