DISUSUN OLEH
KELOMPOK 4
GRUP C
Sartika Br Ginting
Astari Armaya
Aulia
Diana Panjaitan
Azansyah Hanif
1
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum.wr.wb
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya
yang dengan ini kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah tanpa ada halangan apapun.
Shalawat beriring salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad
SAW. Beserta sahabat-sahabat dan para pengikutnya, yang telah berjuang untuk menegakkan
ajaran islam .
Makalah yang kami susun ini tentang Korupsi Dalam Pandangan Islam. Dalam
penyajian makalah ini mungkin masih banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran
yang sifatnya membangun sangat kami harapkan.
Wassalamualaikum wr.wb
Penyusun
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana korupsi menurut pandangan Islam?
2. Bagaimana hukum dan syariat korupsi?
3. Apa saja bahaya korupsi?
BAB II
PEMAHASAN
Islam adalah agama yang sangat menjujung tinggi akan arti kesucian, sehingga
sangatlah rasional jika memelihara keselamatan (kesucian) harta termasuk menjadi tujuan
pokok hukum (pidana) Islam, karena mengingat harta mempunyai dua dimensi, yakni dimensi
halal dan dimensi haram. Perilaku korupsi adalah harta berdimensi haram karena morupsi
menghalalkan sesuatu yang diharamkan, dan korupsi merupakan wujud manusia yang tidak
memanfaatkan keluasan dalam memproleh rezeki Allah. Secara teoritis kedudukan korupsi
merupakan tindakan kriminal (jinayah atau jarimah) dimana bagi pelakunya diancam dengan
hukuman hudud (had) dan juga hukuman tazir.
Islam membagi Istilah Korupsi kedalam beberapa Dimensi. Yaitu risywah (suap),
saraqah (pencurian) al gasysy (penipuan) dan khianat (penghianatan). Yang pertama, korupsi
dalam dimensi suap (risywah) dalam pandangan hukum Islam merupakan perbuatan yang
tercela dan juga merupakan dosa besar serta Allah sangat melaknatnya. Islam tidak menentukan
apa hukuman bagi pelaku suap, akan tetapi menurut fuquha bagi pelaku suap-menyuap
ancaman hukumanya berupa hukuman tazir (jarimah tazir) yang disesuaikan dengan peran
5
masing-masing dalam kejahatan. Suap adalah memberikan sesuatu kepada orang penguasa atau
pegawai dengan tujuan supaya yang menyuap mendapat keuntungan dari itu atau
dipermudahkan urusanya.
Yang kedua, Korupsi dalam dimensi pencurian (saraqah). Saraqah (pencurian) menurut
etimologinya berarti melakukan sesuatu tindakan terhadap orang lain secara
tersembunyi.Sedangkan menurut Abdul Qadir Awdah pencurian didefinisikan sebagai suatu
indakan yang mengambil harta orang lain dalam keadaan sembunyi-sembunyi, artinya
mengambil tanpa sepengetahuan pemiliknya. Jadi sariqah adalah mengambil barang milik
orang lain dengan cara melawan hokum atau melawan hak dan tanpa sepengetahuan
pemiliknya.
Dalam hadits Ubadah bin ash Shamit radhiyallhu anhu, bahwa Nabi shallallhu alaihi wa
sallam bersabda : (
)
(karena) sesungguhnya ghulul (korupsi) itu adalah kehinaan, aib dan api neraka bagi
pelakunya(H.R. Ibnu Majah)
Selanjutnya, dalam beberapa hadits, Rasulullah SAW bersabda :
1. Barangsiapa yang kami pekerjakan pada suatu jabatan, kemudian kami beri gaji, malahan
diambilnya lebih dari itu, berarti penipuan (HR Abu Daud)
2. Allah SWT melaknat orang yang menyuap, menerima suap, dan yang jadi perantara(HR
Ahmad Hakim).
3. Terlaknatlah orang yang disuap dan yang menyuap(HR Ahmad).
4. Jika amanah disia-siakan, maka tunggulah kehancuran. Kemudian dinyatakan : bagaimana
maksud amanah disia-siakan itu? Rasul menjawab : Jika suatu perkara (amanat/pekerjaan)
6
diserahkan pada orang yang tidak ahli (profesional, maka tunggulah saat kehancuran (HR
Bukhori)
5. :Barangsiapa di antara kalian yang kami tugaskan untuk suatu pekerjaan (urusan), lalu dia
menyembunyikan dari kami sebatang jarum atau lebih dari itu, maka itu adalah ghulul
(belenggu, harta korupsi) yang akan dia bawa pada hari kiamat (HR Adiy bin Amirah Al
Kindi)
Sangat jelas, perbuatan korupsi dilarang oleh syariat, baik dalam Kitabullah (al
Qur`an) maupun hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang shahih.
Di dalam Kitabullah, di antaranya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
"Tidak mungkin seorang nabi berkhianat (dalam urusan harta rampasan perang).
Barangsiapa yang berkhianat (dalam urusan rampasan perang itu), maka pada hari Kiamat
ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu " [Ali Imran: 161].
Dalam ayat tersebut Allah SWT mengeluarkan pernyataan bahwa, semua nabi Allah
terbebas dari sifat khianat, di antaranya dalam urusan rampasan perang.
Menurut penjelasan Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma, ayat ini diturunkan pada saat
(setelah) perang Badar, orang-orang kehilangan sepotong kain tebal hasil rampasan perang.
Lalu sebagian mereka, yakni kaum munafik mengatakan, bahwa mungkin Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengambilnya. Maka Allah Subhanahu wa Ta'ala
menurunkan ayat ini untuk menunjukkan jika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam terbebas
dari tuduhan tersebut.
Ibnu Katsir menambahkan, pernyataan dalam ayat tersebut merupakan pensucian diri
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dari segala bentuk khianat dalam penunaian amanah,
7
pembagian rampasan perang, maupun dalam urusan lainnya. Hal itu, karena berkhianat dalam
urusan apapun merupakan perbuatan dosa besar. Semua nabi Allah mashum (terjaga) dari
perbuatan seperti itu.
Mengenai besarnya dosa perbuatan ini, dapat kita pahami dari ancaman yang terdapat
dalam ayat di atas, yaitu ketika Allah mengatakan : Barangsiapa yang berkhianat (dalam
urusan rampasan perang itu), maka pada hari Kiamat ia akan datang membawa apa yang
dikhianatkannya itu
Ibnu Katsir mengatakan,"Di dalamnya terdapat ancaman yang amat keras.
Selain itu, perbuatan korupsi (ghulul) ini termasuk dalam kategori memakan harta
manusia dengan cara batil yang diharamkan Allah Subhanahu wa Ta'ala, sesuai yang telah
Allah firmankan dalam surat al Baqarah/2:188.
Allah Juga firman:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil" [an Nisaa`/4 : 29].
Adapun larangan berbuat ghulul (korupsi) yang datang dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam, maka hadits-hadits yang menunjukkan larangan ini sangat banyak, di antaranya hadits
dari Adiy bin Amirah Radhiyallahu 'anhu dan hadits Buraidah Radhiyallahu 'anhu di atas.
Dalam sejarah, baik para sahabat Nabi, generasi sesudahnya (tabi'in), maupun para
ulama periode sesudahnya, semuanya bersepakat tanpa khilaf atas keharaman korupsi, baik
bagi penyuap, penerima suap maupun perantaranya.
Tidaklah Allah melarang sesuatu, melainkan di balik itu terkandung keburukan dan
mudharat (bahaya) bagi pelakunya. Begitu pula dengan perbuatan korupsi (ghulul), tidak
luput dari keburukan dan mudharat tersebut. Diantaranya :
1. Pelaku ghulul (korupsi) akan dibelenggu, atau ia akan membawa hasil korupsinya
pada hari Kiamat, sebagaimana ditunjukkan dalam ayat ke-161 surat Ali Imran dan hadits
Adiy bin Amirah Radhiyallahu 'anhu di atas. Dan dalam hadits Abu Humaid as Saidi
Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda
"Demi (Allah), yang jiwaku berada di tanganNya. Tidaklah seseorang mengambil sesuatu
daripadanya (harta zakat), melainkan dia akan datang pada hari Kiamat membawanya di
lehernya. Jika (yang dia ambil) seekor unta, maka (unta itu) bersuara. Jika (yang dia ambil)
8
seekor sapi, maka (sapi itu pun) bersuara. Atau jika (yang dia ambil) seekor kambing, maka
(kambing itu pun) bersuara
2. Perbuatan korupsi menjadi penyebab kehinaan dan siksa api neraka pada hari
Kiamat.
Dalam hadits Ubadah bin ash Shamit Radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda yang artinya:
"(karena) sesungguhnya ghulul (korupsi) itu adalah kehinaan, aib dan api neraka bagi
pelakunya". (H.R. Ibnu Majah)
3. Orang yang mati dalam keadaan membawa harta ghulul (korupsi), ia tidak
mendapat jaminan atau terhalang masuk surga. Hal itu dapat dipahami dari sabda Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam :
"Barangsiapa berpisah ruh dari jasadnya (mati) dalam keadaan terbebas dari tiga perkara,
maka ia (dijamin) masuk surga. Yaitu kesombongan, ghulul (korupsi) dan hutang". (H.R.
Muslim)
4. Allah tidak menerima shadaqah seseorang dari harta ghulul (korupsi), sebagaimana dalam
sabda Nabi Saw yang artinya
"Shalat tidak akan diterima tanpa bersuci, dan shadaqah tidak diterima dari harta ghulul
(korupsi)". (H.R. Tirmidzi )
5. Harta hasil korupsi adalah haram, sehingga ia menjadi salah satu penyebab yang dapat
menghalangi terkabulnya doa, sebagaimana dipahami dari sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam :
9
{
} } {
Dari Abu Hurairah semoga Allah meridlainya- beliau berkata: Rasulullah shollallaahu
alaihi wasallam bersabda: Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah adalah baik
dan tidaklah menerima kecuali yang baik. Sesungguhnya Allah memerintahkan
kepada kaum mukminin sebagaimana perintah kepada para Rasul :
Wahai sekalian para Rasul, makanlah yang baik-baik dan beramal sholihlah,
sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan (Q.S al-Mukminun:51)
Wahai orang-orang yang beriman, makanlah makanan yang baik dari rezeki yang
Kami berikan kepada kalian (Q.S Al Baqoroh:172).
10
pakaiannya haram, diberi asupan gizi dari yang haram, maka bagaimana bisa diterima
doanya?! (H.R Muslim)
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Korupsi adalah sebuah kata yang mempunyai banyak arti. Arti kata korupsi secara
harfiah ialah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral,
penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah.1 Korupsi
dalam Undang-Undang RI No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan Undang-Undang No. 20
Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bahwa yang dimaksud dengan
korupsi adalah usaha memperkaya diri atau orang lain atau suatu korporasi dengan cara
melawan hukum yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Dalam
undang-undang korupsi yang berlaku di Malaysia korupsi diartikan sebagai reswah yang dalam
bahasa Arab bermakna suap.
Merangkai kata untuk perubahan memang mudah. Namun, melaksanakan rangkaian
kata dalam bentuk gerakan terkadang teramat sulit. Dibutuhkan kecerdasan dan keberanian
untuk mendobrak dan merobohkan pilar-pilar korupsi yang menjadi penghambat utama
lambatnya pembangunan ekonomi nan paripurna di Indonesia. Korupsi yang telah terlalu lama
menjadi wabah yang tidak pernah kunjung selesai, karena pembunuhan terhadap wabah
tersebut tidak pernah tepat sasaran ibarat yang sakit kepala, kok yang diobati tangan .
Pemberantasan korupsi seakan hanya menjadi komoditas politik, bahan retorika ampuh
menarik simpati. Oleh sebab itu dibutuhkan kecerdasan masyarakat sipil untuk mengawasi dan
11
membuat keputusan politik mencegah makin mewabahnya penyakit kotor korupsi di Indonesia.
Tidak mudah memang.
Sebagai pembawa amanat Allah, amanat keadilan dan kemaslahatan segenap rakyat,
pemerintah berkewajiban untuk menegakkan ketertiban umum, melindungi keamanan seluruh
rakyat, dan menegakkan keadilan begi kemaslahatan semua pihak, tanpa membedakan warna
kulit, suku bangsa, golongan maupun keyakinan agamanya.
DAFTAR PUSTAKA
Munawar Fuad Noeh, Islam dan Gerakan Moral Anti Korupsi, Jakarta, Zikrul Hakim, 1997.
Wahab Afif, Hukum Pidana Islam, Banten ,Yayasan Ulumul Quran, 1988.
Saleh, Wantjik. 1978. Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia . Jakarta : Ghalia Indonesia
http://kumpulanmakalah-cncnets.blogspot.com/2012/02/makalah-korupsi.html
12