Anda di halaman 1dari 11

HADIST

“Larangan Korupsi Dan Korupsi”


Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hadist

Disusun Oleh: Kelompok 13


Manajemen Dakwah/2.B

Agung Maulana 11220530000072


Achmad Annefri 11220530000048
Salma Aidah 11220530000062
Gunawan

Dosen Pengampu:
Khoerun Sirin M.A.
JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
2023 M/1444 H
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah swt. Karena telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Larangan Korupsi dan Kolusi”.
Makalah ini merupakan tugas mata kuliah “HADIST” untuk penyelesaian absensi kelas.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Khoerun Sirin M.A. sebagai dosen mata
kuliah “HADIST” atas pengarahan dan bimbingannya selama penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,kami
sangat mengharapkan kritik dan saran agar kedepannya kami bisa menyusun makalah yang jauh
lebih baik

Tangerang Selatan, 15 Maret 2023

Penyusun

1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masalah korupsi bukan lagi sebagai masalah baru dalam persoalan hukum dan
ekonomi bagi suatu negara, karena masalah korupsi telah ada sejak ratusan tahun yang
lalu baik di negara maju maupun di negara berkembang termasuk di Indonesia. Korupsi di
Indonesia saat ini sudah demikian parah ibarat sebuah lingkaran setan yang tidak diketahui
ujung pangkalnya dari mana menguraikan dan mencegahnya serta menjadi masalah yang
luar biasa karena telah berjangkit ke seluruh lapisan masyarakat sehingga sudah
merupakan bagian kebudayaan masyarakat.
Ibarat penyakit, korupsi di Indonesia telah berkembang dalam tiga tahap, yaitu elitis,
endemic, dan sistemic. Pada tahap elitis korupsi masih menjadi
patologi/gangguan/penyimpangan sosial yang khas dilingkungan para elit/pejabat. Dalam
tahap endemic, korupsi mewabah menjangkau lapisan masyarakat luas. Lalu ditahap yang
kritis, ketika korupsi menjadi systemic, setiap setiap individu terjangkit penyakit yang
serupa. Boleh jadi penyakit korupsi di bangsa ini telah sampai pada tahap sistemik.
Korupsi merupakan perbuatan seseorang atau sekelompok orang, menyuap orang atau
kelompok lain untuk mempermudah keinginannya dan mempengaruhi si penerima untuk
memberikan pertimbangan khusus guna mengabulkan permohonannya. Dari sudut
pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur
perbuatan melawan hukum, penyalah gunaan kewenangan, kesempatan atau sarana.
Memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dan merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara.

2
PEMBAHASAN
A. Larangan Menyuap

‫َّاشي َو ْال ُمرْ تَش‬


ِ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم لَ ْعنَةُ هَّللا ِ َعلَى الر‬
َ ِ ‫َع ْب ِد هَّللا ِ ْب ِن َع ْم ٍرو قَا َل قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬

Artinya: Dari ‘Abdillah bin ‘Amr bin ‘As ra. berkata “ Rasulullah saw. telah
melaknat bagi penyuap dan penerima suap. (HR. Abu Daud dan al-Tirmizi)

Syarah Hadist
Kata ‫ لعن‬dalam hadis bermakna jauh dari rahmat Allah. Sedangkan kata ‫الراشي‬
orang yang memberikan suap atau sogokan kepada seseorang untuk meluruskan urusan
atau untuk maksud mengabulkan putusan hakim. Dengan ungkapan lain, orang yang
memberikan suatu hadiah untuk menjadikan yang salah tidak salah, yang tidak berhak
jadi berhak.1
Sedangkan kata ‫ امل``رتش‬dalam hadis berarti orang yang mengambil sogokan.
Secara tegas dalam hadis ada larangan memberikan sogok atau menerima sogok. Di
dalam alQur’an surah al-Baqarah ayat 188 Allah dengan tegas melarang seseorang
memakan sesuatu yang bukan haknya dengan cara yang batil tidak benar) dan melarang
orang membawa perkara kepada hakim dengan tujuan untuk mendapatkan harta orang
lain
dengan jalan berbuat dosa. Risywah salah satu cara pemberian yang tidak
dilandasi oleh keikhlasan untuk mencari kerelaan Allah. Melainkan untuk tujuan yang
bertentangan dengan tuntunan atau tuntutan syari’at Allah.
Oleh sebab itulah didalam hadis ini dinyatakan bahwa orang yang memberi dan
menerima suap mendapat laknat dari Allah dan Rasulnya. Hal ini disebabkan karena
pemberi suap mendorong penerima melalaikan tugasnya sebagai penegak kebenaran,
memudahkannya memakan sesuatu yang bukan miliknya secara batil.

1. Definisi Risywah
Riswah merupakan kejahatan publik (jarimatul „aamah) yang telah membudaya
dan biasa di negeri kita. Membudaya karena menjadi suatu hal yang biasa di banyak lini
kehidupan masyarakat dari kelas pejabat sampai kelas rakyat. Selain itu risywah dianggap
lumrah karenabanyak orang yang melakukukannya.

a. Definisi Riswah secara etimologi


Suap-menyuap dalam bahasa Arab disebut dengan risywah. Sedangkan risywah
dalam bahasa Arab berasal dari kata kerja/ fi‟il (Roosya) dan masdhar dari kata kerja
1
Abu al-Thayyib Muhammad Syamsul Haq al-Azim Abadi, ‘Aun al-Ma’bud Syarah Sunan Abu
Daud 417.

3
tersebut adalah ( Ar-Rosywatu).

b. Definisi Risywah secara terminologi


Di dalam al Mu’jam al Wasith disebutkan bahwa makna risywah adalah: “Apa
saja yang diberikan (baik uang maupun hadiah) untuk mendapatkan suatu manfaat
atau segala pemberian yang bertujuan untuk mengukuhkan sesuatu yang batil dan
membatilkan suatu yang haq.”

Ibnu Hajar al „Asqalani di dalam kitabnya Fath al Baari telah menukil perkataan
Ibnu al „Arabi ketika menjelaskan tentang makna risywah sebagai berikut: “Risywah
atau suap-menyuap yaitu suatu harta yang diberikan untuk membeli
kehormatan/kekuasaan bagi yang memilikinya guna menolong/melegalkan sesuatu
yang sebenarnya tidak halal.”

Menurut Abdullah Ibn Abdul Muhsin risywah ialah sesuatu yang diberikan
kepada hakim atau orang yang mempunyai wewenang memutuskan sesuatu supaya
orang yang memberi mendapatkan kepastian hukum mendapatkan keinginannya .
Risywah juga dipahami oleh ulama sebagai pemberian sesuatu yang menjadi alat
bujukan untuk mencapai tujuan tertentu2

Jadi, dari berbagai definisi diatas dapat kita simpulkan tentang definisi risywah
secara terminologis yaitu: Suatu pemberian baik berupa harta maupun benda lainnya
kepada pemilik jabatan atau pemegang kebijakan/kekuasaan guna menghalalkan (atau
melancarkan) yang batil dan membatilkan yang hak atau mendapatkan manfaat dari
jalan yang tidak ilegal.

2. Pandangan Al-Qur’an Tentang Risywah


Risywah merupakan kejahatan yang dilarang dalam Islam begitu juga tindakan
tercela dalam kehidupan manusia. Dikatakan kejahatan karena memang di dalam
prakteknya sarat dengan manipulasi dan kezhaliman terhadap sesama. Di dalam al
Qur‟an terdapat empat ayat yang berkaitan langsung dengan risywah. Rincian dari ayat
tersebut yaitu satu ayat terdapat di surat Al-Baqarah dan tiga ayat terdapat di surat
AlMaidah. Berikut ini adalah ayatayat tentang risywah beserta penjelasannya.
a. Surat al Baqarah ayat ke-188.

ِ ‫َواَل تَْأ ُكلُ ْٓوا اَ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالبَا ِط ِل َوتُ ْدلُوْ ا بِهَٓا اِلَى ْال ُح َّك ِام لِتَْأ ُكلُوْ ا فَ ِر ْيقًا ِّم ْن اَ ْم َو‬
‫ال‬

2
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Ichtiar Baru Van Hoeve,Jakarta, Jilid
V ,1998
4
‫اس بِااْل ِ ْث ِم َواَ ْنتُ ْم تَ ْعلَ ُموْ ن‬
ِ َّ‫الن‬

“Janganlah sebagian kalian memakan harta sebahagian yang lain di antara kalian
dengan jalan yang batil dan janganlah kalian membawa urusan harta itu kepada
hakim, supaya kalian dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu
dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kalian mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 188)

b. b. Surat al Maidah ayat ke-42.

‫ك َش ْيـًٔا ۗ َواِ ْن‬ َ ْ‫ْرضْ َع ْنهُ ْم فَلَ ْن يَّضُرُّ و‬ ِ ‫ك فَاحْ ُك ْم بَ ْينَهُ ْم اَوْ اَ ْع ِرضْ َع ْنهُ ْم ۚ َواِ ْن تُع‬ ِ ۗ ْ‫ب اَ ٰ ّكلُوْ نَ لِلسُّح‬
َ ْ‫ت فَا ِ ْن َج ۤاءُو‬ ِ ‫َس ٰ ّمعُوْ نَ لِ ْل َك ِذ‬
َ‫َح َك ْمتَ فَاحْ ُك ْم بَ ْينَهُ ْم بِ ْالقِ ْس ِۗط اِ َّن هّٰللا َ ي ُِحبُّ ْال ُم ْق ِس ِط ْين‬

“Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak
memakan yang haram. Jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta
putusan), Maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka, atau berpalinglah dari
mereka; jika kamu berpaling dari mereka maka mereka tidak akan memberi mudharat
kepadamu sedikitpun. Jika kamu memutuskan perkara mereka, Maka putuskanlah
(perkara itu) diantara mereka dengan adil, Sesungguhnya Allah menyukai orang-
orang yang adil. (QS. al Maidah: 42

3. Pandangan Hadist Tentang Risywah

Banyak sekali hadits-hadits yang menjelaskan tentang keharaman risywah. Imam


at Tirmidzi meriwayatkan dalam Sunannya.3
“Dari Abu Hurairoh radhiyallahu anhu berkata; Rosululloh saw melaknat orang yang
menyuap dan yang menerimanya dalam masalah hukum.”

Hadits tersebut juga dinukil oleh Imam al Hakim dalam kitab beliau al Mustadrak dengan
tanpa menyebutkan lafadz (‫ )فِي ال ُح ْك ِم‬4

Adapun Imam Ahmad dalam Musnadnya menyebutkan hadits yang senada dengan hadits
diatas . Namun, setelah diteliti para ulama hadits derajat hadits tersebut dhaif (lemah)5
“Dari Abu Zur‟ah dari Tsauban berkata: Rosululloh saw melaknat orang yang
menyuap dan yang menerima suap serta perantara keduanya.‟

3
Muhammad Isa at Tirmidzi,Sunan at Tirmidzi, Dar al Gorb al Islami, Beirut, 1998, Juz
3 hlm. 15.hadits hasan no. 1336
4
Muhammad bin Abdulloh al hakim,Mustadrok „Ala Sohihain (tahqiq Musthofa Abdul
Qodir „Atho), Dar al Kutub al Ilmiah, Beirut, 1990, Juz 4 hlm. 115.hadits no. 7066.
5
Ahmad bin Muhammad bin Hambal, Musnad Imam Ahmad Hambal (tahqiq Syu‟aib Arnauth
dkk), Muasasah al Risalah, 2001, Juz 37 hlm 85. Hadits no 22399. Hadits ini dhoif karena dalam sanadnya
terdapat Laits bin Abi Salim.

5
Dari hadits-hadits tersebut jelas sekali bahwa Rosulullah saw tidak hanya melaknat orang
yang melakukan risywah atau suap saja. Celaan juga dialamatkan bagi orang yang
menerima risywah. Jadi, jelas sekali bahwa hokum risywah adalah haram baik bagi orang
yang memberikan maupun menerimanya.

B. Larangan Pejabat Menerima Hadiah


Hadiah (Gratifikasi) seringkali terjadi dari kebiasaan yang tidak disadari oleh
semua manusia yang ada di muka bumi yang fana ini, baik dikalangan pegawai sipil,
pejabat sampai ke rakyat jelata penyelenggara negara, misalnya penerimaan hadiah
(Gratifikasi) oleh pejabat penyelenggara pegawai negeri dan keluarganya dalam suatu
acara pribadi, atau menerima pemberian suatu fasilitas tertentu yang tidak wajar. Hal
semacam ini semakin lama akan menjadi kebiasaan yang cepat atau lambat akan
memengaruhi pengambilan keputusan oleh pegawai negeri atau pejabat penyelenggara
negara yang bersangkutan. Kata-kata suap sekarang memang seakan tidak lagi tahu untuk
diperbincangkan dan didengarkan. Penyebabnya karena mungkin kasus ini sudah terlalu
sering terjadi di negeri ini, bahkan mungkin sudah menyebar dimana-mana, dan dalam
berbagai jabatan dan tingkatan.6

Hadiah (Gratifikasi) adalah uang yang diberikan pada hakim atau pegawai di luar
gaji yang telah ditentukan. Di dalam undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
perubahan atas undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang pemberantasan Tindak
pidana korupsi. Dalam penjelasan Pasal 12 B ayat (1) gratifikasi adalah pemberian uang,
barang, rabat (discount), komisi pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas
penginapan, perjalanan parawisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.7
Memberi dan menerima suap adalah haram berdasarkan Alquran dan Hadis Nabi
SAW, serta ijma’. Ditinjau menurut Al-quran surat Al-baqarah ayat 188, Allah
berfirman:

‫۝‬١٨٨ َ‫اس بِااْل ِ ْث ِم َواَ ْنتُ ْم تَ ْعلَ ُموْ ن‬ ِ ‫َواَل تَْأ ُكلُ ْٓوا اَ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالبَا ِط ِل َوتُ ْدلُوْ ا بِهَٓا اِلَى ْال ُح َّك ِام لِتَْأ ُكلُوْ ا فَ ِر ْيقًا ِّم ْن اَ ْم َو‬
ِ َّ‫ال الن‬
Artinya: “Dan janganlah sebagian dari kamu memakan harta sebagian yang lain
diantara kamu dengan jalan yang bathil dan janganlah kamu memberi urusan harta itu
kepda hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari pada harta benda orang lain
itu dengan jalan berbuat dosa, padahal kamu mengetahui”. (al-Baqarah: 188).8

Dalam ayat diatas, ada larangan untuk memakan harta dengan cara bathil
6
Rasyidin, R. (2017). GRATIFIKASI KEPADA PEJABAT DALAM TINJAUAN
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM. Hal 22
7
Lihat Undang-Undang No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak pidana
Korupsi,Pasal B Ayat 1.
8
Lihat QS. Al-Baqarah: 188
6
walaupun diberikan dengan sukarela oleh pemberinya seperti menerima suap.
Al-baghawi berkata, “Artinya (ayat di atas tadi), jangan kalian berikan harta itu kepada
hakim dengan cara suap agar dia mengubah hukum untuk kalian.”
Adapun hasil dari sunnah, diriwayatkan dari Syauban r.a, beliau berkata:
“Rasulullah SAW melaknat tukang beri suap, menerima suap, dan menjadi perantara
diantaranya.” Dalam hadits di atas mengandung keterangan bahwa suap adalah bagian
dari dosa besar, karena laknat yang berarti diusir dari rahmat Allah hanya berlaku untuk
dosa besar. Dan laknat itu mencakup seluruh komponen yang terlibat dalam suap, yaitu:
pemberi, penerima, dan perantara di antara keduanya.

Dan para ulama telah berijma’ untuk menyatakan haramnya suap secara umum,
karena banyaknya nash yang melarang dan memperingatkan, dan bahayanya dalam
kehidupan individu dan masyarakat, serta pengrusakan di atas muka bumi.

Suap sendiri dalam makna yang kedua ini tidak ditemukan di dalam kamus bahasa
Indonesia, yang ditemukan adalah yang sepadan dengannya yaitu sogok yang diartikan
sebagai : ”dana yang sangat besar yang digunakan untuk menyogok para petugas”
Sungguh pengertian yang kurang sempurna, karena apabila pengertiannya seperti ini
maka tentunya dana-dana kecil tidak termasuk sebagai kategori sogok atau suap.
Suap sendiri dalam makna yang kedua ini tidak ditemukan di dalam kamus bahasa
Indonesia, yang ditemukan adalah yang sepadan dengannya yaitu sogok yang diartikan
sebagai : ”dana yang sangat besar yang digunakan untuk menyogok para petugas”
Sungguh pengertian yang kurang sempurna, karena apabila pengertiannya seperti ini
maka tentunya dana-dana kecil tidak termasuk sebagai kategori sogok atau suap.
Adapun dalam bahasa arab, gratifikasi dikenal dengan istilah riswah, menurut
bahasa riswah berarti upah, hadiah, komisi atau suap. Sedangkan menurut istilah riswah
berarti sesuatu yang diberikan dalam rangka mewujudkan kemaslahatan atau sesuatu
yang diberikan dalam rangka membenarkan yang batil/salah atau menyalahkan yang
benar.9

َ‫`ريِّ ع َْن عُ`رْ َوة‬ ُّ ‫َح َّدثَنَا َأبُو بَ ْك ِر بْنُ َأبِي َش ْيبَةَ َو َع ْمرٌو النَّاقِ ُد َوابْنُ َأبِي ُع َم َر َواللَّ ْفظُ َأِلبِي بَ ْك ٍر قَ`الُوا َح` َّدثَنَا ُس` ْفيَانُ بْنُ ُعيَ ْينَ`ةَ ع َْن‬
ِ ‫الز ْه‬
‫`ر‬ َ `‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َر ُجاًل ِم ْن اَأْل ْس ِد يُقَا ُل لَهُ ابْنُ اللُّ ْتبِيَّ ِة قَا َل َع ْمرٌو َوابْنُ َأبِي ُع َم‬ َ ِ ‫ي قَا َل ا ْستَ ْع َم َل َرسُو ُل هَّللا‬ ِّ ‫ع َْن َأبِي ُح َم ْي ٍد السَّا ِع ِد‬
ْ ‫َأ‬
‫`ر فَ َح ِم` َد هَّللا َ َو ثنَى َعلَ ْي` ِه‬ ْ ‫ُأ‬
ِ `َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي` ِه َو َس`لَّ َم َعلَى ال ِم ْنب‬َ ِ ‫ي لِي قَا َل فَقَا َم َرسُو ُل هَّللا‬ َ ‫ص َدقَ ِة فَلَ َّما قَ ِد َم قَا َل هَ َذا لَ ُك ْم َوهَ َذا لِي ْه ِد‬ َّ ‫َعلَى ال‬
َّ ‫َأ‬
‫`ر يُ ْه`دَى ِإلَ ْي` ِه ْم اَل َوال ِذي‬ ‫َأ‬ َ `ُ‫ت ِّم ِه َحتَّى يَ ْنظ‬‫ُأ‬ ‫َأ‬
ِ ‫ت بِي` ِه وْ فِي بَ ْي‬ ‫َأ‬ ‫َأ‬
ِ ‫ي لِي فَاَل قَ َع` َد فِي بَ ْي‬ ‫ُأ‬ ‫َأ‬
َ ‫َوقَا َل َما بَا ُل عَا ِم ٍل ْب َعثُهُ فَيَقُو ُل هَ َذا لَ ُك ْم َوهَ َذا ْه` ِد‬
‫نَ ْفسُ ُم َح َّم ٍد بِيَ ِد ِه اَل يَنَا ُل َأ َح ٌد ِم ْن ُك ْم ِم ْنهَا َش ْيًئا ِإاَّل َجا َء بِ ِه يَوْ َم القِيَا َم ِة يَحْ ِملهُ َعلَى ُعنُقِ ِه بَ ِعي ٌر لَهُ رُ غَا ٌء وْ بَقَ َرةٌ لَهَا ُخ` َوا ٌر وْ َش`اةٌ تَي ِْع` ُر‬
‫َأ‬ ‫َأ‬ ُ ْ
‫ق بْنُ ِإ ْب` َرا ِهي َم َو َع ْب` ُد بْنُ ُح َم ْي` ٍد قَ`ااَل َأ ْخبَ َرنَ``ا َع ْب` ُد‬ ُ ‫ت َم` َّرتَ ْي ِن َح` َّدثَنَا ِإ ْس` َح‬ ُ ‫ثُ َّم َرفَ َع يَ َد ْي ِه َحتَّى َرَأ ْينَا ُع ْف َرت َْي ِإ ْبطَ ْي ِه ثُ َّم قَ`ا َل اللَّهُ َّم هَ``لْ بَلَّ ْغ‬
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي` ِه َو َس`لَّ َم ا ْبنَ اللُّ ْتبِيَّ ِة َر ُجاًل ِم ْن‬ َ ‫ي قَا َل ا ْستَ ْع َم َل النَّبِ ُّي‬ ِّ ‫ي ع َْن عُرْ َوةَ ع َْن َأبِي ُح َم ْي ٍد السَّا ِع ِد‬ ُّ ‫اق َح َّدثَنَا َم ْع َم ٌر ع َْن‬
ِّ ‫الز ْه ِر‬ ِ ‫ال َّر َّز‬
‫هَّللا‬
ُ ‫صلى‬ َّ َ ‫ت لِي فَقَا َل لَهُ النَّبِ ُّي‬ ‫ُأ‬ ٌ ُ َّ
ْ َ‫صلى ُ َعلَ ْي ِه َو َسل َم فَقَا َل هَ َذا َمال ُك ْم َوهَ ِذ ِه هَ ِديَّة ْه ِدي‬ ‫هَّللا‬ َّ ْ
َ ‫ص َدقَ ِة فَ َجا َء بِال َما ِل فَ َدفَ َعهُ ِإلَى النَّبِ ِّي‬ َّ ‫اَأْل ْز ِد َعلَى ال‬

Muhammad Nur Irfan, Tindak Pidana Korupsi di Indonesia dalam Perspektif Fiqih
9

Jinayah, (Badan Litbang dan DiklatDepartemen AgamaRI2009), h. 106.


7
َ ‫ك َأ ْم اَل ثُ َّم قَا َم النَّبِ ُّي‬
ِ ‫ص`لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي` ِه َو َس`لَّ َم خَ ِطيبً``ا ثُ َّم َذ َك` َر نَحْ` َو َح` ِدي‬
‫ث‬ َ ‫ك َوُأ ِّم‬
َ ‫ك فَتَ ْنظُ َر َأيُ ْهدَى ِإلَ ْي‬ َ ‫ت َأبِي‬
ِ ‫َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َأفَاَل قَ َعدْتَ فِي بَ ْي‬
َ‫ُس ْفيَان‬

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah dan
'Amru An Naqid serta Ibnu Abi Umar sedangkan lafadznya dari Abu Bakar, mereka
berkata; telah menceritakan kepada kami Sufyan bin Uyainah dari Az Zuhri dari 'Urwah
dari Abu Humaid As Sa'idi dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
memperkerjakan seorang laki-laki dari suku Al Asad bernama Ibnu Luthbiyah -Amru
dan Ibnu Abu 'Umar berkata- untuk mengumpulkan harta sedekat (zakat). Ketika
menyetorkan zakat yang dipungutnya, dia berkata, "Zakat ini kuserahkan kepada anda,
dan ini pemberian orang kepadaku." Abu Humaid berkata, "Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam lalu berpidato di atas mimbar, setelah beliau memuji dan menyanjung
Allah, beliau sampaikan: "Ada seorang petugas yang aku tugaskan memungut zakat, dia
berkata, 'Zakat ini yang kuberikan (setorkan) kepada anda, dan ini pemberian orang
kepadaku.' Mengapa dia tidak duduk saja di rumah ibu bapaknya menunggu orang
mengantarkan hadiah kepadanya? Demi Allah yang jiwa Muhammad berada di
tangannya, tidak ada seorangpun di antara kalian yang menggelapkan zakat ketika ia
ditugaskan untuk memungutnya, melainkan pada hari kiamat kelak dia akan memikul
unta yang digelapkannya itu melenguh-lenguh di lehernya, atau sapi (lembu) yang
melenguh, atau kambing yang mengembek-embek." Kemudian beliau mengangkat kedua
tangannya sehingga kami melihat putih kedua ketiaknya, kemudian beliau bersabda: 'Ya
Allah, telah aku sampaikan.' Beliau mengatakannya dua kali." Telah menceritakan
kepada kami Ishaq bin Ibrahim dan Abd bin Humaid keduanya berkata; telah
mengabarkan kepada kami Abdurrazaq telah menceritakan kepada kami Ma'mar dari Az
Zuhri dari 'Urwah dari Abu Humaid As Sa'idi dia berkata, "Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam pernah mengangkat Ibnu Lutbiyah, yaitu seorang laki-laki dari Asd (menjadi
seorang pegawai), untuk memungut zakat, kemudian dia datang kepada Nabi shallallahu
'alaihi wasallam dan menyerahkan zakat yang di pungutnya, lalu dia berkata, "Ini
adalah zakat yang aku setorkan kepada anda, dan ini adalah pemberian orang
kepadaku." Kemudian beliau bersabda: "Mengapa dia tidak duduk saja di rumah ibu
bapaknya sambil menunggu apakah ada orang yang hendak mengantarkan hadiah
kepadanya ataukah tidak." Setelah itu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berdiri
berkhutbah." Kemudian dia menyebutkan hadits seperti Sufyan.".”10

10
https://www.hadits.id/hadits/muslim/3413
8
PENUTUPAN
A. Kesimpulan

Dapat kita simpulkan tentang definisi risywah secara terminologis yaitu: Suatu
pemberian baik berupa harta maupun benda lainnya kepada pemilik jabatan atau
pemegang kebijakan/kekuasaan guna menghalalkan (atau melancarkan) yang batil dan
membatilkan yang hak atau mendapatkan manfaat dari jalan yang tidak ilegal.
Hadiah (Gratifikasi) adalah uang yang diberikan pada hakim atau pegawai di luar
gaji yang telah ditentukan. gratifikasi adalah pemberian uang, barang, rabat (discount),
komisi pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan
parawisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Memberi dan menerima suap
adalah haram berdasarkan Alquran dan Hadis Nabi SAW, serta ijma.

9
DAFTAR PUSTAKA

Rasyidin, R. 2017. GRATIFIKASI KEPADA PEJABAT DALAM TINJAUAN PERSPEKTIF


HUKUM ISLAM. Legalite : Jurnal Perundang Undangan Dan Hukum Pidana Islam,
https://doi.org/10.32505/legalite.v1i2.263

Undang-Undang No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi,Pasal B


Ayat 1.
QS. Al-Baqarah Ayat 188

Irfan, Muhammad Nur. 2009. Tindak Pidana Korupsi di Indonesia dalam Perspektif Fiqih
Jinayah. Jakarta: Djambatan

https://www.hadits.id/hadits/muslim/3413. Diakses pada 17 Maret 2023 pukul 09.20

Abdul Aziz. (1998). Ensiklopedia Hukum Islam. Ikhtiar Baru Van Hoeve Jakarta

Muhammad Isa at Tirmidza. (1998). Hadist Hasan no 1336. Beirut: Dar al Gorb al Islami.

10

Anda mungkin juga menyukai