ISLAM
Disusun Oleh:
Kelompok 9
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktu yang telah ditentukan.Kami
berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Dalam hal ini kami selaku penyusun menyadari masih banyak kesulitan dan kendala
dalam membuat makalah ini, untuk itu kami meminta maaf atas segala kekurangan kami
dalam menyelesaikan makalah ini.
DAFTAR ISI
Salah satu permasalahan yang cukup serius di jaman modern ini adalah korupsi.
Korupsi sudah terjadi di semua negara, baik negara maju maupun negara berkembang, baik
negara sekuler maupun di negara-negara Islam, Tetapi negara berkembang yang dilanda
korupsi lebih parah akibatnya, karena dana pembangunan yang jumlahnya terbatas apabila
dikorupsi mengakibatkan terhambatnya pembangunan, lain halnya dengan negara maju
seperti Jepang yang dana pembangunannya cukup, korupsi relatif tidak begitu terasa
akibatnya.
B.Rumusan Masalah
1.Pengertian Korupsi.
C.Tujuan
PEMBAHASAN
A.Pengertian Korupsi
Islam adalah agama yang menjunjung tinggi akan arti kesucian, sehingga sangatlah
rasional jika memelihara keselamatan (kesucian) harta termasuk menjadi tujuan pokok
hukum (pidana) islam. Karena mengingat harta mempunyai dua dimensi, yakni dimensi halal
dan dimensi haram. Perilaku korupsi adalah masuk pada dimensi haram Karena korupsi
menghalalkan sesuatu yang haram, dan korupsi merupakan wujud manusia yang tidak
memanfaatkan keluasan dalam memperoleh rezeki Allah SWT.
Dan islam membagi istilah korupsi kedalam beberapa dimensi. Yaitu risywah (suap),
saraqah (pencurian) al gasysy (penipuan) dan khianat (penghianatan). Yang pertama, korupsi
dalam dimensi suap (risywah) dalam pandangan hukum islam merupakan perbuatan tercela
dan juga merupakan dosa besar serta Allah sangat melaknatnya. Islam tidak menentukan apa
hukuman bagi pelaku suap, akan tetapi menurut fuquha bagi pelaku suap-menyuap ancaman
hukumannya berupa hukuman ta’zir yang disesuikan dengan peran masing-masing dalam
kejahatan.yang kedua, korupsi dalam dimensi pencurian (saraqah), yang berarti mengambil
harta orang lain dalam keadaan sembunyi-sembunyi, artinya mengambil tanpa sepengetahuan
pemiliknya, jadi saraqah adalah mengambil barang orang lain dengan cara melawan hukum
atau melawan hak dan tanpa sepengetahuan pemiliknya.
Korupsi dalam islam terdapat pengungkapan “ghulul” dan “akhdul amwal bil bathil”,
sebagaimana disebutkan oleh al-qur’an dalam surat al-baqarah:188.
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara
kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada
hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan
(jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui (QS Al-Baqarah ; 188).”
Dalam hadist ubadah bin ash shamit radhiyallahu anhu, bahwa nabi SAW bersabda
yang artinya: “……(karena) sesunggunhya ghulul (korupsi) itu adalah kehinaan, aib dan api
neraka bagi pelakunya”
Sedangkan dalam hadist lebih kongret lagi, dinyatakan bahwa rasulullah SAW
bersabda: “Allah melaknat penyuap, penerima suap dalam proses hukum.”
Korupsi menurut pengertian hukum adalah sebuah tindakan oleh pejabat publik, baik
politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara
tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada
mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.
Dalam arti yang luas, korupsi diartikan sebagai sebuah penyalahgunaan jabatan resmi
oleh pejabat publik untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintahan di
seluruh dunia ini memang sangat rentan korupsi dalam praktiknya.
Meskipun terjadinya praktek korupsi di berbagai sektor tidak serta merta berdampak
langsung kepada kehidupan kita, namun jika kita semua tidak peduli dan turut serta pada
upaya pemberantasan tindak pidana korupsi maka lambat laun kita semua akan hancur
berantakan. Hal ini diibaratkan sebagai sebuah kapal besar yang bernama Indonesia, berlayar
menyeberangi samudera nan luas dan mengangkut sarat penumpang dengan berbagai
kepentingan. Agar tujuan dapat dicapai dengan selamat maka kapten kapal harus menegakkan
aturan main seperti yang telah mereka sepakati.
Peristiwa demikian telah di jelaskan dalam salah satu hadist sebagai berikut:
Telah menceritakan kepada kami Abu Nu’aim telah menceritakan kepada kami
Zakariyya’ berkata, aku mendengar ‘Amir berkata, aku mendengar An-Nu’man bin Basyir
radliallahu ‘anhuma dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Perumpamaan orang yang menegakkan hukum Allah dan orang yang diam terhadapnya
seperti sekelompok orang yang berlayar dengan sebuah kapal, lalu sebagian dari mereka ada
yang mendapat tempat di atas dan sebagian lagi di bagian bawah perahu. Lalu orang yang
berada di bawah perahu bila mereka mencari air untuk minum mereka harus melewati orang-
orang yang berada di bagian atas seraya berkata;
“Seandainya boleh kami lubangi saja perahu ini untuk mendapatkan bagian kami sehingga
kami tidak mengganggu orang yang berada di atas kami”. Bila orang yang berada di atas
membiarkan saja apa yang diinginkan orang-orang yang di bawah itu maka mereka akan
binasa semuanya. Namun bila mereka mencegah dengan tangan mereka maka mereka akan
selamat semuanya.”(HR. Bukhari).
Korupsi dalam syariat Islam diatur dalam fiqh Jinayah. Jinayah adalah sebuah
tindakan atau perbuatan seseorang yang mengancam keselamatan fisik dan tubuh manusia
serta berpotensi menimbulkan kerugian pada harga diri dan harta kekayaan manusia sehingga
tindakan atau perbuatan itu dianggap haram untuk dilakukan bahkan pelakunya harus dikenai
sanksi hukum, baik diberikan di dunia maupun hukuman Allah kelak di akhirat.
Menggelapkan uang Negara dalam Syari’at Islam disebut Al-ghulul, yakni mencuri
ghanimah (harta rampasan perang) atau menyembunyikan sebagiannya (untuk dimiliki)
sebelum menyampaikannya ke tempat pembagian, meskipun yang diambilnya sesuatu yang
nilainya relatif kecil bahkan hanya seutas benang dan jarum.
Adapun dasar hukum dari Al-ghulul, adalah dalil-dalil baik yang terdapat dalam Al-
Quran maupun Hadits sebagai berikut:
“Tidak mungkin seorang nabi berkhianat (dalam urusan harta rampasan perang). Barang
siapa yang berkhianat (dalam urusan rampasan perang) maka pada hari kiamat ia akan datang
membawa apa yang dikhianatkannya itu; kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan
tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya”.
(QS. Ali-Imran ayat 161)
Mencuri atau menggelapkan uang dari baitul maal (kas Negara) dan zakat dari kaum
muslimin juga disebut dengan Al-ghulul. Berdasarkan hadits-hadits dari Rasulullah maka
yang termasuk Al-ghulul, adalah sebagai berikut:
a. Larangan Mengambil yang bukan haknya meskipun seutas benang dan sebuah jarum
Nabi Muhammad Saw pernah bersabda,”Serahkanlah benang dan jarum. Hindarilah
Al-ghulul, sebab ia akan mempermalukan orang yang melakukannya pada hari kiamat kelak”.
Beginilah anjuran dari Rasulullah, melarang mengambil sesuatu yang bukan haknya
walaupun hanya seutas benang dan sebuah jarum.
Dari Ibnu Jarir dari Al-Dahhak, bahwa nabi mengirimkan beberapa orang pengintai
kepada suatu daerah musuh. Kemudian daerah itu diperangi dan dikalahkan serta harta
rampasan dibagi-bagi. Tetapi para pengintai tidak hadir ketika rampasan itu dibagi-bagi. Lalu
ada diantara mereka menyangka, bahwa mereka tidak akan dapat bagian. Kemudian setelah
mereka datang ternyata bagian untuk mereka telah disediakan. Maka turunlah ayat ini yang
menegur sangkaan mereka yang buruk, sekaligus menyatakan bahwa nabi tidaklah berbuat
curang dengan pembagian harta rampasan perang dan sekali-kali tidaklah nabi akan
menyembunyikan sesuatu untuk kepentingan diri beliau sendiri.
Bersumber dari Mu’adz bin Jabal yang berkata, “Rasulullah Saw telah mengutus saya
ke Negeri Yaman. Ketika saya baru berangkat, ia mengirim seseorang untuk memanggil saya
kembali, maka saya pun kembali.” Nabi bersabda, “Apakah engkau mengetahui mengapa
saya mengirim orang untuk menyuruhmu kembali? Janganlah kamu mengambil sesuatu apa
pun tanpa izin saya, karena hal itu adalah Ghulul (korupsi). Barang siapa melakukan ghulul,
ia akan membawa barang ghulul itu pada hari kiamat. Untuk itu saya memanggilmu, dan
sekarang berangkatlah untuk tugasmu.” (HR. At-Tirmidzi).
d. Pada hari kiamat orang akan memikul terhadap barang yang diambil secara tidak sah
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah berkata, “Suatu hari Rasulullah saw
berdiri ditengah-tengah kami. Beliau menyebut tentang ghulul, menganggapnya sebagai
sesuatu yang sangat besar. Lalu beliau bersabda, “Sungguh aku akan mendapati seseorang di
antara kalian pada hari kiamat datang dengan memikul unta yang melenguh-lenguh. “ Ia
berkata, “Wahai Rasulullah tolonglah aku. “Maka aku menjawab, “Aku tidak memiliki
sesuatupun dari Allah untuk itu. Sungguh aku telah menyampaikan semuanya kepadamu.
Aku juga mendapati seseorang di antara kalian pada hari kiamat datang dengan memikul
kambing yang mengembik-embik. “Ia berkata, ‘Wahai Rasulullah tolonglah aku.’ Maka aku
menjawab, ‘Aku tidak memiliki sesuatupun dari Allah untuk itu. Sungguh aku telah
menyampaikan semuanya. Aku juga mendapati seseorang di antara lain pada hari kiamat
datang dengan memikul binatang yang mengeluarakan suara-suara keras. Ia berkata, ‘Wahai
Rasulullah tolonglah aku.’ Maka aku menjawab, ‘ Aku tidak memiliki sesuatupun dari Allah
untuk itu. Sungguh aku telah menyampaikan semuanya kepadamu. Aku juga akan mendapati
seseorang di antara kalian pada hari kiamat datang dengan memikul kain dan baju-baju yang
berkibar-kibar.’ Ia berkata, ‘Wahai Rasulullah tolonglah aku.’ Maka aku menjawab, ‘Aku
tidak memiliki sesuatupun dari Allah untuk itu. Sungguh aku telah menyampaikan semuanya
kepadamu. Aku mendapati seseorang di antara kalian pada hari kiamat datang dengan
memikul barang-barang yang berharga.’ Ia berkata, ‘Wahai Rasulullah tolonglah aku.’ Maka
aku menjawab, ‘aku tidak memiliki sesuatu apapun dari Allah untuk itu. Sungguh aku telah
menyampaikan semuanya kepadamu.’” (HR. Bukhari)
e. Larangan Pejabat Publik untuk mengambil semua kekayaan publik secara tidak sah
Hadits ini menunjukkan bahwa pengertian ghulul tidak terbatas pada lingkup korupsi
harta rampasan perang saja, melainkan mencakup semua kekayaan publik, yang diambil
seorang pejabat secara tidak sah. Seperti tertuang dalam peringatan Rasulullah Saw kepada
Mu’adz yang diangkat menjadi Gubernur Yaman, agar tidak mengambil sesuatu apa pun dari
kekayaan negara yang ada di bawah kekuasaannya tanpa izin Rasulullah. Jika hal ini tetap
dilakukan maka ia melakukan tindakan korupsi.
Jika korupsi dalam suatu masyarakat telah merajalela dan menjadi makanan
masyarakat setiap hari, maka akibatnya akan menjadikan masyarakat tersebut sebagai
masyarakat yang kacau, tidak ada sistem sosial yang dapat berlaku dengan baik. Setiap
individu dalam masyarakat hanya akan mementingkan diri sendiri. Tidak akan ada kerja sama
dan persaudaraan yang tulus.
PENUTUP
A.Kesimpulan
Tidak ada satu dalil pun yang membenarkan perilaku korupsi dalam Islam. Bahkan,
Islam sangat melarang tindakan korupsi karena mengandung unsur pencurian, penggunaan
hak orang lain tanpa izin/penyalahgunaan jabatan, penyelewengan harta negara, suap/suap,
pengkhianatan, dan perampasan/perampokan.
Untuk itu diperlukan langkah dan strategi yang tepat, salah satunya dengan
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan dan penanaman pendidikan anti
korupsi sejak dini bagi generasi penerus bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
http://ganimeda.wordpress.com/2010/12/07/perspektif-islam-terhadap-korupsi/
http://hukum.kompasiana.com/2012/04/23/filsafat-pemidanaan-islam-dalam-pemberian-
hukuman-bagi-koruptor/
http://jurnalnasional.ump.ac.id/index.php/KOSMIK/article/view/3447
https://www.zonareferensi.com/pengertian-korupsi/
http://abfa.sch.id/pandangan-agama-islam-terhadap-korupsi/http://abfa.sch.id/pandangan-
agama-islam-terhadap-korupsi/