Makalah :
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Studi Tafsir Klasik bi al-Ra’yi
Dosen Pengampu:
Islamiyah, M. Th.I
Disusun Oleh:
Al farisi
Ahmad kholil
Selanjutnya ribuan maaf kami haturkan apabila ada kesalahan karena itu
bukanla sebuah kesengajaan melainkan murni ketidak tahuan kami dan keritik
serta saran yang membangun sangat kami harapkan demi kebaikan dan perbaikan
untuk selanjutnya.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Allah swt menurunkan al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia (hudan li
al-na>s)1 dan sebagai pemberi jalan keluar dari kegelapan menuju cahaya. 2 Dan
juga al-Qur’an merupakan kitab petunjuk bagi Umat Islam. Di dalamnya berisi
pedoman dan tuntunan dalam menjalankan kehidupan di Dunia,3 maka dari itu,
jelas bahwa ayat-ayat al-Qur’an merupakan petunjuk untuk kehidupan umat
manusia untuk mendapatkan kebahagiaan di Dunia dan Akhirat.
Untuk memahami al-Qur’an yang sebagian besar yang ayat-ayatnya masih
bersifat global (Ijmali>), maka dari itu untuk mewujudkan fungsinya sebagai
petunjuk dan pedoman bagi umat manusia maka dibutuhkan upaya pemahaman
yang lebih yang disebut dengan tafsir.4
Tujuan syariat Islam adalah untuk merealisasikan maslahat dengan berusaha
mangambil manfaat dan menolak mudarat. Dasar kemaslahatan yang akan
diwujudkan oleh syariat Islam adalah bermaksud untuk memelihara eksistensi
manusia dengan menjaga agama, akal, jiwa, keturunan, dan harta yang lebih
dikenal dengan istilah Maqa>shid al-Shar’i>ah. Berkaitan dengan harta, ajaran
Islam melarang umatnya untuk memperoleh dan memanfaatkan harta dengan cara
yang haram. Hal ini, misalnya, bisa dilihat dalam hal mencuri. Al-Qur’an dengan
tegas menjelaskan hukum dan sanksinya (QS. al-Ma>’idah: 38). Sedangkan
hukum islam yang berkaitan dengan nasab, yaitu surah al-Nu>r: 2 yang
menerangkan akan keharaman zina.
1
(QS. al-Baqarah: 185; QS. ‘a>li-‘Imra>n: 4; QS. Yu>nus: 57)
2
(QS. al-Ma>’idah: 16; QS. Ibra>him: 1; QS. al-Hadi>d: 9)
3
(QS. al-Isra: 9)
4
Muhammad ‘Abd al-Az}i>m al-Zarqani>, Mana>hil al-‘Irfa>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n, Juz II
(Mesir: Must}afa> Bab al-Halabi>, t.th), hal, 8
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Pengertian al-Sa>riq (pencuri) dan Zina
2. Apa Dasar Hukum Bagi Pelaku Pencuri dan Zina
3. Bagaimana Munasabah QS. al-Ma>’idah: 38 dan QS. al-Nu>r: 2
C. TUJUAN MASALAH
1. Untuk Mengetahui Pengertian al-Sa>riq (pencuri) dan Zina
2. Untuk Mengetahui Dasar Hukum Bagi Pelaku Pencuri dan Zina
3. Untuk Mengetahui Munasabah QS. al-Ma>’idah: 38 dan QS. al-Nu>r: 2
BAB II
PEMBAHASAN
5
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab Indo, (Surabaya: Pustaka Progressif,
1997)
6
Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag, Masyrofah, S. Ag., M.Si, Fiqih Jinayah, Jakarta, Amzah, 2015,
99-100
7
Ibn Manẓur, Lisa>n Al-‘Ara>b (Kairo: Dār Al-Ma’ārif), 1998.
8
Nailul Rahmi, “Hukuman Potong Tangan Perspektif Al-Quran Dan Hadis”, Jurnal Ulunnuha,
vol. 7, no. 2 (2018), 55.
Dari beberapa pengertian yang dipaparkan ulama di atas dapat
disimpulkan bahwasanya al-sa>riq adalah mengambil sesuatu yang
dipelihara yang nilainya sama dengan sepuluh dirham, dan ada di tempat
penyimpanan atau dalam penjagaan dan dilakukan oleh seorang mukallaf
secara sembunyi-sembunyi.
2. Pengrtian zina
Menurut kamus besar bahasa Indonesia zina adalah perbuatan
bersanggama antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat oleh
hubungan pernikahan, atau seorang perempuan yang bukan istrinya dengan
seorang laki-laki yang bukan suaminya.9
Kata zina ( )زنىsecara etimologi berasal dari akar kata yang terdiri dari
huruf za>’, nu>n, dan ya>’ yang berarti “berbuat zina” atau melakukan
hubungan badan tanpa ikatan yang sah menurut agama (hukum Islam). Dalam
bahasa Arab, terdapat dua versi mengenai penulisan kata zina. Pertama, kata
zina> ( )زناdengan alif mamdudah. Kedua ( )زنىzina> dengan alif layyinah.10
Menurut Al-Lihyani, penulisan dengan alif layyinah, seperti ()زنى
berasal dari penduduk Hijaz, sedangkan penulisan dengan alif mamdudah
seperti zina’a ( ) زناءadalah dari Bani Tamim. Akan tetapi di dalam kitab Aṣ-
َّ )الdijelaskan bahwa ( )زناdengan alif tegak berasal dari
Ṣah}ḥa>ḥ (حَّا ُحW ص
penduduk Najed.11
Sedangkan secara terminologi zina berarti melakukan hubungan seksual
antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang tidak atau belum diikat
oleh suatu pernikahan.12
Dan adapun menurut para ulama dalam pengertian zina sebagai berikut.
Menurut Hamka, zina yaitu segala persetubuhan yang tidak disahkan dengan
nikah, atau yang tidak sah nikahnya. 13 Sedangkan menurut Quresh shihabzina
9
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2008), 1571.
10
M Quraish Shihab, Ensiklopedia al-Qur’an: Kajian Kosakata, (Jakarta: Lentera Hati, 2007),
1135
11
M Quraish Shihab, Ensiklopedia al-Qur’an: Kajian Kosakata, (Jakarta: Lentera Hati, 2007),
1135
12
Nurul Irfan, Nasab dan Status Anak dalam Hukum Islam, (Jakarta: Amzah, 2015), 34
13
Hamka, Tafsir Al-Azhar, cet.2 (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), 50
adalah persentuhan dua alat kelamin dari jenis yang berbeda yang tidak
terkait oleh akad nikah atau kepemilikan, dan tidak juga disebabkan oleh
syubhat (kesamaran).14
Pada umumnya, pangkal dari perbuatan zina adalah dari pandangan
mata, dari itu Allah memprioritaskan perintah untuk memalingkan pandangan
mata sebelum perintah untuk menjaga kemaluan, karena banyak musibah
besar yang asalnya dari pandangan, kemudian khayalan, berlanjut pada
langkah nyata, kemudian terjadilah musibah yang merupakan kesalahan besar
yaitu zina.15
........................
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: Hendaklah mereka
menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu
adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa
yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah
mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka
Menampakkan perhiasannya”16
21
Al-Qurt}ubi>, Tafsi>r al-Qurt}ubi>, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), 415-416
22
Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshary al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, (Dar al-
Fikr, Beirut, tt.) juz 5, . 111.
23
Al-Qurt}ubi>, Tafsi>r al-Qurt}ubi>,..........................., 400.
24
Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshari> al-Qurt}ubi>, Al-Jami’ li Ahka>m al-Qur’a>n,
(Bairu>t: Dar al-Fikr, tt). juz 5, hal, 111.
diamalkan. Tapi jika dia mencuri untuk yang keduakalinya maka dipotong
tangannya yang kiri berdasarkan ittifaq para fuqaha.25
At-T{abari> menjelaskan bahwa potong tangan adalah balasan terhadap
perbuatan mencuri yang dilakukan keduanya dari Allah. At-T{abari juga
menjelaskan bahwa Umar bin Khatab menyuruh agar memberikan hukuman
yang keras (berat) kepada pencuri dalam kasus pencurian.Umar mengatakan
“potonglah tangan-tangan mereka lalu kai-kaki mereka”. وهلل عزيز خكيم
maksud firman Allah ini menurut at-Thabari adalah bahwa Allah maha
Perkasa dalam memberikan hukuman kepada laki-laki atau perempuan yang
melakukan pencurian serta selain mereka berdua yang melakukan
kedurhakaan kepada Allah, sesungguhnya Allah maha bijaksana dalam
memberikan keputusan dan hukuman kepada mereka. Ayat ini juga bermakna
“oleh karena itu janganlah kamu berlebih-lebihan dalam memberikan
hukuman , hai orang-orang mukmin, terhadap orang pencuri dan selain
mereka dari orang-orang yang melakukan kejahatan yang wajib diberikan
hukuman. Karena sesungguhnya Allah dengan hikmah-Nya memutuskan
keputusan untuk mereka dan pengetahuan Allah menunjukkan kebaikan
kepada mereka dan kepadamu.26
2. Dasar Hukum Cabuk Bagi Pelaku Zina
Dasar hukum cambuk bagi pelaku zina yang masih bujang adalah surah al-
Nu>r ayat 2:
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap
seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada
keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman
kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka
disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.”27
25
Muhammad ‘Ali> al-S{s}a>buni>, Tafsi>r ‘A<ya>t al-‘Ahka>m min al-Qur’a> al-Kari>m,
Juz II, (Bairu>t: Da>r Ibnu ‘As}s}a> s}ah, 2004), 440
26
Al-T{abari>, Tafsi>r al- T{abari, Juz 3, (Bairu>t: Mu’assah al-Risa>lah, 1994), 90
27
(QS. al-Nu>r: 2)
Wahbah al-Zuhhaili> menafsirkan, ayat ini menjadi titik awal penjelasan
tentang sejumlah hukum yang disyariatkan dalam ayat sebelumnya, yaitu ayat
pertama di atas. Ayat ini menjelaskan hukum hadd perbuatan zina. Makna ayat ini
adalah, bahwa hukum bagi perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina
status merdeka, baligh, berakal, belum berstatus muh}s}a>n (belum pernah
menikah) yaitu hukum dera sebanyak seratus kali.28 Menurut al-Tabari>
rahimahullah dan mufassir lainnya menafsirkan bahwa yang dimaksud pezina
dalam ayat ini adalah pezina ghairu muh}s}an (belum menikah). Sedangkan untuk
pezina muh}s}an (sudah menikah) maka hukumannya adalah had ranjam. 29
‘Abu> Ja’far Muhammad bin Jarir al-T{abari> menafsirkan, “Bagi laki-laki
atau perempuan yang berzina, dan keduanya adalah merdeka, gadis atau jejaka,
hendaknya kamu cambuk mereka 100 kali cambukan, sebagai hukuman atas
perbuatan dan kemaksiatan mereka.” Firman-Nya: “Dan janganlah belaskasihan
kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah.”
Maksudnya adalah, wahai orang-orang yang beriman, janganlah rasa kasihanmu
(rasa lembut-lembut dan kasih sayang) terhadap laki-laki dan perempuan yang
berzina, mencegahmu. Firma-nya: “Untuk (menjalankan) agama Allah.”
Maksudnya adalah dalam hal ketaatan kalian kepada Allah, terhadap perintah-Nya
kepada kalian, yaitu menegakkan hukum Allah yang telah ditetapkannya kepada
kalian.30
Menurut al-Qurt}ubi>, Allah swt. sebenarnya cukup menyebutkan al-
Za>ni>, tetapi dalam ayat tersebut disebutkan laki-laki dan perempuan yang
berzina sehingga menjadi, الزانية والزاني. Menyikapi hal tersebut ada ulama yang
mengatakan bahwa penyebutan kedua lafad ini untuk ta'kid (menguatkan).
Penyebutan kedua itu dijelaskan untuk menghilangkan prasangka bahwa hanya
pihak laki-laki yang menyetubuhi (aktif), sementara perempuan hanya
menerimanya (pasif) sehingga ia bisa terhindar dari hukuman hadd. Dengan
28
Wahbah al-Zuhaili>, Tafsi>r al-Muni>r fiy’ al-‘Aqidah wash-Sharii’ah wal Manhaj jilid 9,
(Darul Fikr, Damaskus, 2005), cet, 8, 407.
29
Muhammad bin Jarir At-T{{abari>, Jami’u al-Baya>n fi> Ta’wil al-Qur’a>n, (Kairo: Dar Al-
Hadits, 2010), jz:VIII, 337-338.
30
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir al-T{abari>. Tafsir Al-T{abari>,(Jakarta: Pustaka Azzam,
2009). Jilid 18, 872.
demikian gaya bahasa seperti ini memang ditujukan untuk menghilangkan
keraguan-keraguan, bahkan dikalangan ulama sekalipun, khususnya Imam ash-
Sha>fi’i> sebab mereka berpendapat, tidak ada kafarat bagi istri yang disegamai
(suaminya) di bulan Ramadan.31
Selanjutnya Allah swt. memerintahkan kepada pelaku zina agar dicambuk,
dengan menggunakan kata (دواWWW )فجلdan tidak menggunakan kata (ربواWWW)فض
“pukullah” itu memberi isyarat bahwa tujuan hukum ini adalah untuk memukul
hingga rasa sakitnya sampai ke kulit. Hal tersebut disebabkan, disamping karena
dosanya yang besar, deraan juga ditujukan untuk menjerakan. Dan diantara ulama
ada yang berpendapat bahwa orang yang berzina ketika dicambuk bajunya harus
dilepas, kecuali pakaian yang menutupi auratnya.32
Menurut al-Qurt}ubi> pukulan yang harus dilaksanakan adalah pukulan
yang menyakitkan, tetapi tidak melukai dan mengelupas kulit, sementara
pemukulny atidak boleh mengangkat tangannya hingga ketiaknya. ‘Umar pernah
menghadiri pelaksanaan hukum dera lalu ia berkata kepada pemukulnya, pukullah
ia, sementara ketikmu tidak kelihatan dan berilah tiap anggota haknya.33
Secara z}a>hir, ayat ini menjelaskan bahwa hukuman hadd bagi pelaku
perzinaan secara mutlak adalah dera seratus kali. Akan tetapi, dalam as-Sunnah
terdapat keterangan yang qat}’i>, dan mutawati>r yang membedakan antara
pelaku perzinaan yang berstatus muh}s}a>n dan yang belum berstaus muh}s}a>n.
34
Adapun hukuman bagi pelaku perzinaan yang telah menikah. Hal ini ditetapkan
oleh sunnah Nabi saw yang diriwayatkan secara mutawati>r dan diikuti oleh
sahabat setelah beliau. Dan juga dalam riwayat yang sahih Rasulullah pernah
pernah menerrapkan hukum ranjam kepada Ma’iz dan Ghamidiyah.35
31
Muhammad bin ‘Ubay al-Qurt}ubi>, Al-Jami’ li ‘Ahka>m al-Qur’a>n al-‘Az}i>m, Jil, 22,
(Bairu>t: Mu’assasah al-Risalah, 2006), 160
32
Muhammad ‘Ali> al-S{s}a>buni>, Tafsi>r ‘A<ya>t al-‘Ahka>m min al-Qur’a> al-Kari>m,
Juz II, (Bairu>t: Da>r Ibnu ‘As}s}a> s}ah, 2004)
33
al-Qurt}ubi>, Al-Jami’ li Ahka>m al-Qur’a>n(Bairu>t: Dar al-Fikr, tt). juz 12, 163
34
al-Zuhaili>, Tafsi>r al-Muni>r,..........................................., 407
35
Muhammad ‘Ali> al-S{s}a>buni>, Tafsi>r ‘A<ya>t al-‘Ahka>m min al-Qur’a> al-Kari>m,
Juz II, (Bairu>t: Da>r Ibnu ‘As}s}a> s}ah, 2004), 12
Salah satu Hadis yang membedakan antara hukuman pezina yang belum
menikah dengan yang sudah menikah yaitu hadis yang diriwayatkan oleh ‘Ubadah
bin alS{a>mit, Rasulullah bersabda:
خذوا عين خذوا عين قد جعل اهلل هلن سبيال البكر بالبكر جلد مائة ونفي سنة والثيب بالثيب
جلت مائة والرجم
“Ambillah hukum dariku, ambillah hukum dariku, sesungguhnya Allah telah
memberi jalan kepda mereka: bujang yang berzina dengan lajang hukumannya
cambuk seratus kali dan diasingkan setahun, dan yang telah menikah yang berzina
dengan yang telah nikah hukumannya cambuk seratus kali dan ranjam”.36
DAFTAR PUSTAKA
Al-Zarqani>, Mana>hil al-‘Irfa>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n, Juz II. Mesir:
Must}afa> Bab al-Halabi>, t.th.
Ababil Jundulloh, (2013). Zina Penyebab Melarat. Jawa Timur: Yayasan PP Al-
Furqon.
Al-Jashsh, Ahkam al-Qur’an. T.t: Dar al-Fkri, Mesir t.t. juz, II.
Al-Qurt}ubi>, (2008).Tafsi>r al-Qurt}ubi>, Jakarta: Pustaka Azzam.
Al-Qurt}ubi>, (2014). al-Jami’ li Ahkam al-Qura’n, Voll. XXI. Kairo: Dar al-
Ghad al-jadid.
Al-Qurt}ubi>, Al-Jami’ li Ahka>m al-Qur’a>n. Bairu>t: Dar al-Fikr, tt. juz 5.
Al-Razi>, (1981). Mafa>tih} al-Ghaib Jil, XI. Bairu>t: Da>r al-Fikr.
Al-S{s}a>buni>, Muhammad ‘Ali>. (2004). Tafsi>r ‘A<ya>t al-‘Ahka>m min
al-Qur’a> al-Kari>m, Juz II. Bairu>t: Da>r Ibnu ‘As}s}a> s}ah.
Al-T{{abari>. (2010), Jami’u al-Baya>n fi> Ta’wil al-Qur’a>n, Kairo: Dar Al-
Hadits, juz:VIII.
Al-T{abari>, (1994). Tafsi>r al- T{abari, Juz 3. Bairu>t: Mu’assah al-Risa>lah.
Al-T{abari>. (2009). Tafsir Al-T{abari>. Jakarta: Pustaka Azzam, Jilid 18.
Al-Wahidi, (1991). Asba>b Nuzul Al-Qur’a>n. Beirut: Dār Al-Kutub
Al-‘Ilmiyah.
Audah Abdul Qadir, (2009). At-Tasyri’ Al-Jana’i al-Islami Muqaranan bi al-
Qanun al-Wadh’i. Kairo: Al-Maktabah At-Taufiqiyah, Jz.I.
Departemen Pendidikan Nasional, (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
Hamka, (1983). Tafsir Al-Azhar, cet.2 Jakarta: Pustaka Panjimas.
Ibn Manẓur, (1998). Lisa>n al-‘Arab. Kairo: Dār Al-Ma’ārif.
Irfan Nurul, (2015). Nasab dan Status Anak dalam Hukum Islam, Jakarta: Amzah.
Munawwir Warson Ahmad, (1997). Al-Munawwir Kamus Arab Indo, Surabaya:
Pustaka Progressif.
Nailul Rahmi, (2018). “Hukuman Potong Tangan Perspektif Al-Quran Dan
Hadis”, Jurnal Ulunnuha, vol. 7, no. 2
Al-Qurt}ubi>, Al-Jami’ li ‘Ahka>m al-Qur’a>n al-‘Az}i>m, Jil, 22. Bairu>t:
Mu’assasah al-Risalah, 2006).
Shihab Quraish, (2007). Ensiklopedia al-Qur’an: Kajian Kosakata, Jakarta:
Lentera Hati,
Shihab Quraish. (2002). Tafsir al-Misbah pesan, Kesan Dan Keserasian Al-
Quran, Jakarta: Lentera hati, Jilid 9
Zuhaili> (Al) Wahbah. (2005).Tafsi>r al-Muni>r fiy’ al-‘Aqidah wash-Sharii’ah
wal Manhaj jilid 9. Darul Fikr, Damaskus.