Anda di halaman 1dari 20

Kelompok 4

Ranggita Helvita Sari M . Jaw w


a d S y ih a b
Fitria Handayani (1234070026) (12 3 4 0 7 0
057)
(1234070036) M. Rizki Roihan
(1234070050)
Apa itu al-qur'an

Bagaimana kehujjahan al-qur'an

Bagaimana posisi as-sunnah


dalam al-qur'an
Secara bahasa al-qur'an diambil dari kata ‫وقرانا‬- ‫قراة‬- ‫يقرا‬- ‫قرا‬
Artinya sesuatu yang dibaca. Al-qur'an juga bentuk masdar dari ‫القراة‬
yang berarti menghimpun atau mengumpulkan.
Alquran menurut istilah adalah firman Allah SWT Yang disampaikan
oleh Malaikat Jibril dengan redaksi langsung dari Allah SWT. Kepada
Nabi Muhammad SAW, dan yang diterima oleh umat Islam dari
generasi ke generasi tanpa ada perubahan.
pada suatu malam di akhir Ramadhan tahun 610 Masehi saat itu, Jibril
datang kepada Nabi Muhammad saw menyampaikan wahyu pertama,
yakni awal surat Al 'Alaq ayat 1 sampai dengan 5 sebagai berikut:
‫ِذ‬‫ اَّل‬٣ ‫ ِاْق َرْأ َو َرُّبَك اَاْلْك َرُۙم‬٢ ‫ َخَلَق اِاْلْنَس اَن ِم ْن َع َلٍۚق‬١ ‫ِاْق َرْأ ِباْس ِم َرِّبَك اَّلِذ َخَلَۚق‬
‫ْي‬ ‫ْي‬
٥ ‫ َع َّلَم اِاْلْنَس اَن َم ا َلْم َيْع َلْۗم‬٤ ‫َع َّلَم ِباْلَق َلِۙم‬

Artinya Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha
Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam Dia mengajarkan
kepada manusia apa yang tidak diketahuinya
Alasan bahwa al Quran adalah hujjah bagi umat manusia dan bahwa hukum yang dikandungnya adalah
undang-undang yang harus ditaati karena al Quran diturunkan langsung dari Allah dan diterima oleh manusia
dengan cara yang pasti, tidak diragukan lagi kebenarannya. Para Ulama Ushul Fiqh dan lainnya sepakat
menyatakan bahwa Al-Qur'an itu merupakan sumber utama hukum Islam yang diturunkan Allah dan wajib
diamalkan, dan seorang mujtahid tidak dibenarkan menjadikan dalil lain sebagai hujjah sebelum membahas
dan meneliti ayat-ayat Al- Qur'an. Apabila hukum permasalahan yang ia cari tidak ditemukan dalam Al-
Qur'an, maka Ada beberapa alasan yang dikemukakan ulama Ushul Fiqh tentang kewajiban berhujjah
dengan Al-Qur'an diantaranya adalah

a. Al-Qur'an itu diturunkan kepada Rasulullah saw. Diketahui secara mutawatir, dan ini memberi keyakinan
bahwa Al-Qur'an itu benar-benar datang dari Allah melalui malaikat Jibril kepada Muhammad saw. Yang
dikenal sebagai orang yang paling dipercaya.
b. Banyak ayat yang menyatakan bahwa Al-Qur'an itu datangnya dari Allah
c. Mukjizat Al-Qur'an juga merupakan dalil yang pasti akan kebenaran al-Qur'an itu datangnya dari Allah
swt. Mukjizat Al-Qur'an bertujuan untuk menjelaskan kebenaran Nabi saw yang membawa risalah dengan
suatu perrbuatan yang di luar kebiasaan umat manusia
1. MAKNA I'JAZ DAN SYARATNYA
Secara etimologis kata I'jaz berasal dari kata ‫ عجز‬artinya tidak mampu atau kuasa, Kata ‫عجز‬
adalah jeenis kata yang pasif. Kemudian kata ini dapat berkembang menjadi kata kerja wajan
(fa'ala) ‫يعجز‬-‫ اعجز‬berarti melemahkan.
Dengan demikian, Al-Quran sebagai mukjizat bermakna bahwa Al-Qur'an merupakan sesuatu
yang mampu melemahkan tentang menciptakan karya yang serupa dengannya. I'jaz tidak
dapat berpengaruh artinya tidak dapat melemahkan kepada yang lain kecuali memenuhi tiga
syarat.
a. Tantangan, artinya menuntut adanya tandingan, aduan atau perlawanan
b. Adanya ungkapan yang mendorong penantang untuk mengadakan tantangan
c. Tidak ada penghalang untuk melakukan perlawanan
Ijaz sesungguhnya menetapkan kelemahan ketika mukjizat telah terbukti, maka yang nampak
kemudian adalah kemampuan atau "mu jiz" [yang melemahkan], oleh sebab itu ijaz Al-Qur'an
menampakan kebenaran Muhammad SAW dalam pengakuannya sebagai rosul yang memperlihatkan
kelemahan manusia dalam menandingi mukjizatnya.
Kemukjizatan menurut persepsi ulama harus memenuhi keriteria 5 syarat sebagai berikut:

1. Mukjizat harus berupa sesuatu yang tidak di sanggupi oleh makhluk sekalian alam
2. Tidak sesuai dengan kebiasaan dan tidak berlawanan dengan hukum islam
3. Mukjizat harus berupa hal yang dijadikan saksi oleh seorang mengakumembawa risalah ilahi
sebagai bukti atas kebenaran dan kebesarannya.
4. Terjadi bertepatan dengan penagakuan nabi yang mengajak bertanding menggunakan mukjizat
tersebut
5. Tidak ada seorang pun yang dapat membuktikan dan membandingkan dalam pertandingan
tersebut
a. Aspek indrawi
Mukjizat para nabi terdahulu sebelum Nabi Muhammad saw. semuanya merupakan jenis
"Mukjizat material inderawi". Mukjizat yang dimiliki oleh para nabi tersebut, dapat langsung
disaksikan oleh mata telanjang atau dapat ditangkap oleh indera mata, tanpa perlu dianalisa
Namun peristiwa tersebut hanya ada dan terbatas pada kaum (masyarakat) di mana seorang
nabi tersebut diutus.

b. Aspek logis
Mukjizat yang diberikan kepada Nabi Muhammad Saw yaitu mu'jizat yang bersifat immaterial
logis dan kekal, yaitu berupa al-Qur'an Hal ini dimaksudkan bahwa Nabi Muhammad diutus
kepada seluruh umat manusia hingga akhir zaman. Al-Qur'an sebagai bukti kebenaran
ajarannya, ia harus siap untuk disajikan kepada semua orang, kapanpun tanpa mengenal batas
waktu, situasi, dan kondisi apapun
Hal ini seiring dengan berjalannya waktu setiap manusia mengalami perkembangan dalam pemikirannya.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Auguste Comte yang dikutip oleh Quraish Shihab tentang fase-fase
perkembangan pikiran manusia, yaitu
a Fase keagamaan, karena keterbatasan pengetahuan manusia tentang menafsirkan tentang semua gejala
yang terjadi, dikembalikan kepada kekuasaan Tuhan atau jiwa yang tercipta dalam pikirannya masing-
masing
b. Fase metafisika, semua fenomena atau kejadian dikembalikan pada awal kejadian, misalnya manu.sia
pada awal kejadiannya
c. Fase ilmiah, manusia dalam menafsirkan fenomena melalui pengamatan yang teliti dan penelitian
sehingga didapat sebuah kesimpulan tentang hukum alam yang mengatur semua fenomena alam ini.

c. Aspek bahasa
Al-Qur'an muncul dengan bahasa yang begitu indah. Bahasa Al-Qur'an jauh lebih tinggi kualitasnya bila di
bandingkan dengan lainnya. Dalam Al- Qur'an, banyak ayat yang mengandung tasybih (penyerupaan) yang
di susun dalam bentuk bahasa yang sangat indah lagi mempesona, jauh lebih indah dari pada apa yang di
buat oleh penyair dan sastrawan
Dalam kajian terhadap al-Qur'an, ada dua hal penting yang mutlak diperhatikan, yaitu al-tsubut
(kebenaran sumber) dan al-dalalah (kandungan makna). Dari sisi al-subut al-Qur'an, tidak ada
perbedaan pandangan di kalangan umat Islam tentang kebenaran sumbernya (qath'i tsubut),
Sementara dari sisi dalalah atau kandungan redaksi ayat-ayat al-Qur'an yang berkaitan dengan
hukum, dapat dibedakan atas ayat-ayat yang qath'i dan zhonni. Kajian mendalam terhadap ayat-
ayat al-Qur'an menunjukan bahwa adanya ayat-ayat yang qathi'i dan zhonni merupakan ciri al-
Qur'an tersendiri dalam menjelaskan hukum (ahkam).

Ulama Ushul al-Fiqh ada yang menegaskan bahwa sifat dalil itu adalah menunjukkan kepada hukum
syar'i secara konklusif (qath'i), kalau tidak menunjukkan kepada hukum syar'i secara konklusif
(qath'i), melainkan hanya dugaan kuat (zhanni) maka disebut dengan amarah (tanda-tanda hukum).
Akan tetapi pengertian yang umum di kalangan ulama Ushul al-Fiqh adalah bahwa dalildalil itu
meliputi semua sumber hukum (mashadir al-ahkam) yang menunjukkan kepada hukum syar'i, baik
secara qath'i maupun secara zhonni Jadi dalam makalah ini pembahasan mengenai Ad dalalah lebih
diperdalam kembali.
a. Qoth'i al dalalah
Al-Qur'an dari sisi al-tsubut-nya adalah qath'i Pengingkaran qathi' altsubut-nya al-Qur'an akan membawa
sejumlah konsekuensi teologis. Namun demikian, dari sisi al-dalalah, ayat al-Qu'an ada yang qath'i dan ada
pula yang zhanni Berkenaan dengan hal ini, Abdul Wahhab Khallaf berpendapat bahwa nash al-Qur'an dan
Hadis yang bersifat qath'i al-dalalah adalah nash yang menunjuk pada makna tertentu yang tidak
mengandung kemungkinan untuk dita wil (dipalingkan dari makna asalnya) dan tidak ada celah atau peluang
untuk memahaminya selain makna tersebut.

Asy-Syathibi dalam kitabnya al-muwafaqat menyatakan bahwa dalil qathi adalah suatu dalil yang asal-usul
historisnya (al-wurud), penunjukkan kepada makna (al-dalalah) atau kekuatan argumentatif maknanya itu
sendiri (al- hujjiyah) bersifat pasti dan meyakinkan. Lebih lanjut Asy-Syathibi menyatakan dalam kitabnya
al-wafaqat, sebagaimana dikutip M. Quraish Shihab, tidak ada atau jarang sekali ditemukan sesuatu yang
bersifat qath'i dalam dalil-dalil syara, jika pandangan hanya ditujukan kepada teks secara berdiri sendiri. Ini
karena untuk menarik kesimpulan yang pasti dibutuhkan premis-premis (muqaddimat) yang tentunya harus
bersifat pasti pula, sedangkan hal yang demikian tidak mudah ditemukan. Kenyataan menunjukkan bahwa
muqaddimat itu kesemuanya atau sebagian besar darinya, tidak bersifat pasti, sedangkan sesuatu yang
bersandar pada yang tidak bersifat pasti, tentulah tidak pasti pula.
b. Zanni al dalalah
Zhanni Al-Dalalah Berbeda dengan qath i al-dalalah, sesuatu yang pasti dan meyakinkan sehingga
tidak ada lagi kemungkinan lain, zhanni al-dalalah adalah yang masih mengandung dua atau lebih
kemungkinan Asy-Syathibi mendefinisan zhanni al-dalalah adalah suatu dalil yang asalusul historisnya
(al-wurud), penunjukkan kepada maknanya (al-dalalah), atau kekuatan argumentatif maknanya itu
sendiri (al-hujjiyah) diduga kuat sebagai benar, seperti keputusan hakim yang didasarkan atas
keterangan para saksi yang tidak mustahil melakukan kekeliruan.
Selanjutnya asy-Syathibi membagi zhanni al-dalalah menjadi tiga, yaitu, pertama, zhanni al-dalalah
yang dinaungi oleh suatu prinsip universal yang qath'i (ashl qath'i). Dalil ini tidak diragukan lagi
keabsahannya. Kedua, zhanni aldalalah yang bertentangan dengan suatu prinsip yang qath'i. Dalil im
secara umum ditolak, karena segala yang bertentangan dengan dasar-dasar syari'ah adalah tidak sah
dan tidak dapat dipegangi.
Allah SWT telah menurunkan syariat-syariat kepada umat manusia dengan diturunkan
secara berangsur-angsur supaya menjadi pedoman hidup agar selamat baik di dunia
maupun di akhirat. Syariatnya yang terakhir diturunkan bersamaan dengan Rasulnya
yang terakhir pula, yaitu Nabi Muhamad Saw, terhimpun dalam sebuah kitab yang
kemudian disebut Al Quran sebagai kitab suci Umat Islam. Sebagai syarat yang
terakhir, maka di al Quran telah menghimpun syarat yang diturunkan Allah SWT
sebelumnya untuk memperbaiki dan menyempurnakannya. Sejalan dengan fungsi
kerasulan Nabi Muhammad Saw Maka jumhur muslimin meyakini bahwa segala
keterangan rasulullah yang bertalian dengan syariat Allah SWT yang diriwayatkan
secara shahih dai-Nya, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapannya
adalah hujjah sumber hukum dan pedoman pengamalan umat Islam. Beberapa alasan
yang lontarkan oleh jumhur muslimin diantaranya
1. Menerima sunnah merupakan konsekuensi iman. Iman kepada kerasulan Muhammad SAW adalah salah
satu bagian dari bangunan aqidah Islam Perintah Allah SWT mengenai keimanan kepada kerasulan
Muhammad tersurat secara berulang dalam al Quran seperti dalam an Nisa"/4: 136. Dalam menjelaskan
fungsi kerasulannya, Nabi Muhammad SAW mendapatkan pemeliharaan Allah SWT dari kesalahan-
kesalahan dan kealpaan-kealpaannya serta memperoleh jaminan bimbingan dan petunjuknya. Keimanan
pada kerasulan Muhammad menuntut kepada Itiqad terhadap keberadaan sunnah rasul dan
menjadikannya hujjah dandasar dalam memenuhi dan memanifestasikan syariat Nabi dalam kehidupan
nyata
2. Adanya keterangan-keterangan yang jelas dan tegas dalam al Quran tentang kedudukan Rasululah
dalam syan"at Islam. Allah SWT menegaskan tugas kerasulan Muhammad sebagai juru baca dan
pengajar al Kitab, seperti dalam QS. Ali Imran ayat 164.
‫لَق ْد َم ْن هَّللا َع ىل الُم ْؤ ِم ِنيَن إذ بعث ِفيِه ْم َرُس وًال من أنفسهم يتلوا عليهم عالية وُيَزِّكيِه ْم َو ُيَع ِّلُم ُه ُم اْلِك َت ُب َو اْلِح ْك َم َة‬
‫َو ِإن َك اُنوا ِم ن َق ْب ُل َلِف ي َس اٍل ُّم ِب يٍن‬

Artinya: "Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang- orang yang beriman ketika Allah mengutus
diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat
Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab dan Al hikmah dan
Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata."
(QS. Ali Imron: 164)
3. Keterangan dari Rasulullah SAW sendiri tentang keharusan kaum muslimin untuk mengikuti sunnahnya,
Rasulullah SAW memberikan nasehat kepada kita yang menggetarkan hati dan mencucurkan air mata, Nabi
berkata yang artinya "Aku nasehatkan kepada kalian semua agar kalian bertaqwa kepada Allah, taat dan
patuh, biarpun seorang hamba sahaya memerintahkan kamu. Sesungguhnya orang yang hidup lama (panjang
umur) di antara kannu bakal mengetahui adanya pertentangan-pertentangan yang hebat. Oleh sebab itu
hendaklah kamu berpegang teguh kepada sunnahku, sunnah khulafa'ur rasyiddin yang mendapatkan
petunjuk. Gigitlah sunnah dengan taringmu, jauhilah mengada-ada perkara, sebab perkara yang diada-
adakan itu adalah bid'ah, dan setiap bid'ah itu adalah tersesat dan setiap yang sesat itu neraka (tempatya)"
4. Ijma" sahabat tentang keharusan berpijak kepada Sunnah Rasul Para sahabat
melaksanakan syariat Islam dengan penuh kesunggguhan, kataatan dan keikhlasan tanpa
membedakan antara hukum yang datang dari al Quran dan yang datang dari Rasul Selain itu,
para sahabat yang menjadikan sunnah rasul sebagai pijakan untuk memperoleh kejelasan dan
perincian hukum dari nash- nash al Quran yang berifat ijmali atau umum, sertamenjadikan
sunnah sebagai rujukan dalam menyelesaikan hurus yang hukumnya tidak tersirat dalam al
Quran secara jelas.
5. Keberadaan Al Quran menjadi petunjuk kepada pentingnya kedudukan sunnah rasulullah SAW.
Sebagian besar syariat Islam yang diturunkan oleh Allah SWT melalui wahyu al Quran adalah bersifat
global, seperti tentang kewajiban ibadah shalat, puasa, zakat dan haji yang diungkapkan dalam
bentukk perintah yang bersifat ijma. Kalaupun ada penjelasan disana sini, keseluruhan hukum-hukum
yang tersurat dalam nash-nash al Quran masih cukup menggambarkan persamaan dari ibadah-ibadah
secara sempurna Dengan demikian, maka ibadah-ibadah tadi tentunya tidak mungkin dapat
dilaksanakan oleh kaum muslimin dengan benar tanpa merujuk pada sunnah rasul yang berfungsi
sebagai bayan syariat Allah SWT.
‫وقرانا‬- ‫قراة‬- ‫يقرا‬- ‫ قرا‬Secara bahasa al-qur'an diambil dari kata
Artinya sesuatu yang dibaca. Al-qur'an juga bentuk masdar dari ‫ القراة‬yang berarti menghimpun atau mengumpulkan.
Alquran menurut istilah adalah firman Allah SWT Yang disampaikan oleh Malaikat Jibril dengan redaksi langsung dari Allah
SWT. Kepada Nabi Muhammad SAW, dan yang diterima oleh umat Islam dari generasi ke generasi tanpa ada perubahan.
Apabila hukum permasalahan yang ia cari tidak ditemukan dalam Al-Quran, maka Para Ulama Ushul Fiqh dan lainnya sepakat
menyatakan bahwa Al-Quran itu merupakan sumber utama hukum Islam yang diturunkan Allah dan wajib diamalkan, dan
seorang mujtahid tidak dibenarkan menjadikan dalil lain sebagai hujjah sebelum membahas dan meneliti ayat-ayat Al-Quran.
Konsep QothI dan Zanni Dalam kajian terhadap al-Quran, ada dua hal penting yang mutlak diperhatikan, yaitu al-tsubut
kebenaran sumber dan al-dalalah kandungan makna. Dari sisi al-subut al-Quran, tidak ada perbedaan pandangan di kalangan
umat Islam tentang kebenaran sumbernya qathi tsubut, Sementara dari sisi dalalah atau kandungan redaksi ayat-ayat al-
Quran yang berkaitan dengan hukum, dapat dibedakan atas ayat-ayat yang qathi dan zhonni. Kajian mendalam terhadap
ayat-ayat al-Quran menunjukan bahwa adanya ayat-ayat yang qathii dan zhonni merupakan ciri al-Quran tersendiri dalam
menjelaskan hukum ahkam.
jumhur muslimin meyakini bahwa segala keterangan rasulullah yang bertalian dengan syariat Allah SWT yang diriwayatkan
secara shahih dai-Nya, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapannya adalah hujjah sumber hukum dan pedoman
pengamalan umat islam.

Anda mungkin juga menyukai