Anda di halaman 1dari 17

MEMELIHARA PANDANGAN DAN KEHORMATAN

“Tafsir Tarbawi: Surat An Nuur Ayat 30-31 ”

Makalah ini diajukan sebagai persyaratan untuk


memenuhi tugas mata kuliah Ayat-Ayat
Pendidikan

Dosen Pembimbing:
DR. KH. Ahmad Munif Suratmaputra, MA.

Oleh:
SAKIM MUSLIM

KONSENTRASI ILMU TARBIYAH


PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER STUDI AGAMA ISLAM

INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ)


JAKARTA
1436 H./2015 M
MEMELIHARA PANDANGAN DAN KEHORMATAN
(TAFSIR AYAT PENDIDIKAN AL QURAN SURAT AN NUUR 30-31)
A. PENDAHULUAN

Menundukkan pandangan atau memelihara pandangan merupakan


akhlak seorang mukmin dan mukminah yang sejati.Tujuan Islam ialah
membangun masyarakat Islam yang bersih sesudah terbangun rumah tangga
yang bersih.Setelah memahami perintah-perintah Allah dan Rasul-Nya,
seorang Islam itu hanya mempunyai dua pilihan.Pertama, dia mengamalkan
semua perintah-perintah dalam kehidupannya dan mensucikan dirinya,
keluarganya dan masyarakat dari keruntuhan akhlak.Pilihan kedua, seorang
Islam yang mempunyai beberapa kelemahan, akan melanggar satu atau dua
perintah perintah Allah bahkan lebih. Sepatutnva dia hendaklah sadar bahwa
dia telah melakukan dosa dan menghindarkan diri dari salah faham dengan
menganggap perbuatannya sebagai satu perbuatan yang baik.

Manusia laki-laki dan perempuan diberi hawa nafsu atau syahwat


supayamereka tidak punah dan musnah dari muka bumi ini. Laki-laki
memerlukan perempuan dan perempuan memerlukan laki-laki.Tetapi
manusia diberi akal, dan akal sendiri menghendaki hubungan-hubungan yang
teratur dan bersih.Syahwat adalah keperluan hidup. Tetapi jika syahwat tidak
terkendali maka kebobrokan dan kekotoranlah yang akan timbul .Kekotoran
dan kebobrokan yang amat sukar diselesaikan.
Maka dari itu kepada laki-laki yang beriman, diperingatkan agar menjaga
penglihatannya bila melihat wanita cantik , atau memandang bentuk
badannya yang memancing hawa nafsu. Sekali memuaskan kehendak
syahwat , artinya ialah permulaan dari penyakit tidak akan puas Selama-
lamanya, sampai hancur pribadi dan hilang kendali atas diri sehingga
menjadi orang yang kotor. . Namun orang yang beriman tidaklah menuruti
hawa dan nafsu. Mereka masih bisa memelihara kemaluan atau kehormatan
diri . Karena itu adalah amanat Allah yang disadari oleh manusia yang
berakal apa akan gunanya .Menahan penglihatan mata itu adalah menjamin
kebersihan dan ketentraman jiwa.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana penjelasan ayat yang terkait tentang memelihara
pandangan dan kehormatan?
2. Bagaimana Asbabun Nuzul QS. An-Nur ayat 30-31?
3. Apa munasabah QS. An-Nur ayat 30-31?
4. Nilai-nilai pendidikan Islam apa saja yang terdapat dalam QS. An
Nuur: 30-31

C. PEMBAHASAN
1. Ayat tentang memelihara pandangan dan kehormatan,
QS. An-Nur ayat 30-31

‫ﮋ ﮌ ﮍ ﮎ ﮏ ﮐ ﮑ‬ ‫ﮀ ﮁ ﮂ ﮃ ﮄﮅ ﮆ ﮇ ﮈﮉ ﮊ‬ ‫ﭧﭨﭽﭾ ﭿ‬
‫ﮝﮞ ﮟ ﮠ ﮡ ﭨ ﮣ ﮤ ﮥ ﮦ‬ ‫ﮙ ﮚ ﮛ ﮜ‬ ‫ﮖ ﮗ ﮘ‬ ‫ﮒ ﮓ ﮔ ﮕ‬
‫ﯗ ﯘ ﯙ ﯚ ﯛ‬ ‫ﯕ ﯖ‬ ‫ﮪ ﮭ ﮮ ﮯ ﮰ ﮱ ﯓ ﯔ‬ ‫ﮧ ﮨ ﮩ ﮪ ﮫ‬
‫ﯪ‬ ‫ﯠ ﯡ ﯢ ﯣ ﯤ ﯥ ﯦ ﯧ ﯨ ﯨ‬ ‫ﯜ ﯝ ﯞ ﯟ‬
‫ﯽ ﯾ‬ ‫ﯹﯺ ﯻ ﯼ‬ ‫ﯶ ﯷ ﯸ‬ ‫ﯫ ﯬ ﯭ ﯮ ﯯ ﯰﯱ ﯲ ﯳ ﯴ ﯵ‬
‫ﯿ ﰀ ﰀ ﰀ ﰀ‬

Artinya: Katakanlah kepada laki-laki yang beriman"Agar mereka


menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu
lebih suci bagi mereka. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka
perbuat.” Dan katakanlah kepada perempuan yang beriman, "Agar mereka
menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah
menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan
hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah
menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau
ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-
putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-
putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan
mereka, atau para perempuan (sesama Islam) mereka, atau hamba sahaya
yang mereka miliki, atau para pelayan laki-laki yang tidak mempunyai
keinginan (terhadap perempuan), atau anak-anak yang belum mengerti
tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya
agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu
semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman agar kamu
beruntung.

3. Sekilas Tentang Surat al-Nur


Surat an-Nur adalah surat yang tergolong pada Madaniyah yakni
surat yang turun setelah Hijrah ke Madinah1[3]. Jumlah ayatnya berjumlah
64 ayat. diambil dari kata An Nuur yang terdapat pada ayat ke 35. Dalam
ayat ini, Allah s.w.t. menjelaskan tentang Nuur Ilahi, yakni Al Quran yang
mengandung petunjuk-petunjuk. Petunjuk-petunjuk Allah itu, merupakan
cahaya yang terang benderang menerangi alam semesta. Surat ini sebagian
besar isinya memuat petunjuk- petunjuk Allah yang berhubungan dengan
soal kemasyarakatan dan rumah tangga2[4].

2. Uraian Kata (al-Tahlil al-Lafdzi)

1 Mengikuti pendapat Jumhurul Ulama’, lihat Jalaluddin al-Suyuthy, “al-Itqan”


2008. Cet I (Lebanon; Muassasah Risalah Nasyirun). 32
2[4] Al-Quran Digital v. 2.1, 2004
a. ‫يَ ْغضوا‬ kata ini berasal dari kata ‫غض يغض‬ yang berarti
menundukkan, memejamkan, mengurangi 3 [5], mempertemukan dua
kelopak mata sehingga mencegah pengelihatan 4 [6] sedangkan yang
dimaksud dalam ayat tersebut adalah menundukkan / memalingkan
pengelihatan kepada hal yang tidak diharamkan.

b. ‫ظوا فُ ُرو َج ُه ْم‬


ُ َ‫ َويَحْ ف‬, sebagaian ulama tafsir mengatakan yang
dimaksud lafadz ini adalah menutup aurat agar tidak terlihat, dan
sebagian lagi mengatakan, maksud lafadz ini adalah mencegah dari
zina5[7]. Sementara ini Imam al-Qurthubi mengatakan bahwa kedua
maksud ini dapat dibenarkan melihat teks yang umum (memiliki
intrepretasi bermacam-macam)6[8]

c. ‫أ َ ْزكَى‬, berasal dari kata‫زكاة‬yang berarti suci secara batin. Sehingga

maksudnya adalah, lebih mensucikan hati dan agama7[9].

d. ‫ َخبِير‬,asal kata dari‫الخبرة‬yang berati pengalaman, pengetahuan8[10],


pemahaman yang mendalam sampai pada hakikat sesuatu.

e. ‫زينَت َ ُهن‬,.
ِ Kata ‫الزﯾنة‬ berarti sesuatu yang digunakan perempuan
untuk berhias, baik berupa baju, atau perhiasan lain. Bentuk
aktualisasinya pada zaman saat ini biasanya diistilahkan dengan

3[5]Op.Cit. Ahmad Warson 1008


4[6] Muhammad Ali al-Shabuni “Rawai’u al-Bayan Tafsiru Ayati al-Ahkam Min
al-Quran” 1981(Bairut; Maktabah al-Ghazali) 143
5[7] Abu al-Fida’ Ismail ibnu Katsir Op.Cit. 42
6[8] Muhammad Ali al-Shabuni Op.Cit. 143
7[9] Abu al-Fida’ Ismail ibnu Katsir Op.Cit. 43
8[10] Ahmad Warson Op.Cit. 318
‫(التجمل‬bersolek). Menurut al-Qurthubi, Perhiasan terbagi menjadi dua,
Khalqiyah dan Muktasabah.
Khalqiyah : adalah hiasan yang sudah ada sejak penciptaan
Muktasabah : merupakan hiasan yang timbul setelah proses
usaha, seperti baju, perhiasan yang digunakan, celak, bedak dan lain
sebagainya9[11].

f. َ ‫ ِإَّل َما‬,
‫ظ َه َر ِم ْن َها‬ sebagian Ulama berpendapat, bahwa yang
dimaksud dengan redaksi ini adalah sesuatu yang dibutuhkan untuk
diperlihatkan, seperti pakaian, kutek, cincin, atau berupa hal yang
tidak mungkin untuk ditutup. Sementara itu, pendapat sebagian yang
lain, menegaskan bahwa redaksi tersebut memberi pengertian,
“kecuali hal yang tanpa sengaja terlihat”. Namun, terdapat pendapat
lain, yang menegaskan bahwa maksud redaksi ini adalah “wajah, dua
telapa tangan, dan gigi perempuan. Perbedaan ini akan memberikan
implikasi terhadap hukum.

g. ‫بِ ُخ ُم ِر ِهن‬, Ibnu Katsir menegaskan bahwa yang dimaksud dengan

‫الخمر‬merupakan bentuk dari kata mufrad ‫الخمار‬ yang berarti

tudung, tutup kepala wanita, tutup10[12], alat untuk menutup kepala,


atau yang pada saat ini disebut dengan “al-Maqani’ “, sementara itu

dalam Lisanu al-‘Arab, disebutkan “‫ الخمر‬merupakan bentuk kata


mufrad‫الخمار‬, merupakan alat yang digunakan untuk menutup
kepala perempuan, sehingga apapun yang menutup kepala perempuan
bisa dikatakan “Khimar” secara bahasa.

9[11] Muhammad Ali al-Shabuni Op.Cit. 144


10[12] Ahmad Warson Op.Cit. 368
h. ‫ ُجيُو ِب ِهن‬,‫الجيوب‬ jama’ dari kata “‫“الجيب‬, al-Imam al-Alusi

mengatakan bahwa “‫“الجيب‬, pada umumnya bermakna “saku” yang


berada pada baju. Namun yang dimaksud dalam ayat ini adalah,
“Allah swt. Memerintahkan para wanita menutup bagian atas dada
mereka, sekiranya tidak dilihat”11[13]

i. ‫بُعُولَتِ ِهن‬, Kata ‫بعولة‬ adalah bentuk jama’ dari kata ‫بعل‬dalam
masyarakat arab kata ini berarti “Suami atau Majikan/ Sayyid”.

j. ‫أ َ ْي َمانُ ُهن‬, Berarti budak, baik laki-laki maupun perempuan.


k. ‫“غير أولى اإلربة‬kebutuhan”, maksud dari redaksi ini adalah orang
yang tidak memiliki nafsu birahi kepada perempuan, seperti orang
yang bodoh, atau siapapun yang memang tidak memiliki hasrat
kepada lawan jenis.

l. ‫الطفل‬Berarti anak kecil, kata ini bisa menunjukkan Jama’, hal ini
terbukti dengan redaksi selanjutnya yang menunjukkan jama’.

m. ‫يظهروا‬ ‫لم‬ maksudnya adalah “tidak memahami”, sehingga maksud

dari redaksi “‫يظهروا‬ ‫” لم‬ ialah anak kecil yang belum memahami

pengaruh relasi antar lawan jenis12[14].

3. Asbabun Nuzul
Ayat ini di turun Madinah yang merupakan ayat dari surat An Nur yaitu
surat yang keseratus, termasuk golongan Madaniyah. Diriwayatkan oleh Ibnu
Katsir dari Muqatil bin Hayyan dari Jabir bin Abdillah Al Anshary berkata
bahwa Asma binti Murtsid, pemilik kebun kurma, sering dikunjungi wanita-

11[13] Muhammad Ali al-Shabuni Op.Cit. 145


12[14]Ibid. 146
wanita yang bermain-main di kebunnya tanpa berkain panjang sehingga
kelihatan gelang-gelang kakinya. Demikian juga dada dan sanggul mereka
kelihatan, maka Asma berkata : “ Alangkah buruknya pemandangan ini
“ maka turunlah ayat ini yang berkenaan dengan perintah bagi kaum
mukminat untuk menutup aurat mereka. Hal yang serupa juga diriwayatkan
oleh Ibnu Abi Hatim dari Jabir. Dari Ali Karromallahu Wajhah berkata,
bahwa : pada masa Rasulullah ada seorang laki-laki berjalan-jalan di
Madinah, dia melihat seorang wanita dan wanita itupun melihatnya, maka
syetan menggoda keduanya, mereka sama-sama kagum, lalu ketika lelaki itu
berjalan ke arah tembok ia tidak melihatnya sehingga ia terbentur tembok
tersebut dan hidungnya berdarah, sebab ia hanya disibukkan oleh wanita itu.
Maka ia berkata bahwa ia tidak akan mengusap darah itu sehingga ia
bertemu Rasulullah dan menceritakan perihal keadaannya. Maka ketika
bertemu Rasulullah, beliau berkata kepadanya : “Ini adalah akibat dosamu”,
kemudian turunlah ayat ini. Mengenai riwayat yang bersumber dari Ali
ra.erat kaitannya dengan ayat sebelumnya. Akan tetapi dua riwayat yang
lainnya lebih menekankan pada perilaku muslimah dan keharusan seorang
muslimah untuk menutup auratnya.Jadi ketiga riwayat tersebut tidak ada
yang bertentangan hanya saja redaksi penyampaiannya berbeda. Bisa jadi
sebab yang lebih khusus itu diutamakan untuk perempuan sedangkan sebab
yang sama dengan perintah untuk laki-laki itu dikarenakan korelasinya
dengan ayat tersebut.13

13
Qamaruddin Sholeh, dkk,Asbabun Nuzul, Bandung: Diponegoro, 1997, hal. 356
3. Munasabah Ayat
َ‫اء ْال ُمؤْ ِمنِﯿن‬
ِ ‫س‬َ ِ‫اج َك َو َبنَاتِ َك َون‬ِ ‫ي قُ ْل ِِل َ ْز َو‬ ُّ ‫ أَﯾُّ َﮭا النَّ ِب‬: ‫قال هللا تعالى‬
َّ َ‫ﯾُ ْدنِﯿنَ َعلَ ْﯿ ِﮭ َّن ِم ْن َج ََلبِﯿبِ ِﮭ َّن ذَ ِل َك أ َ ْدنَى أ َ ْن ﯾُ ْع َر ْفنَ فَ ََل ﯾُؤْ ذَﯾْنَ َو َكان‬
ُ‫َّللا‬
)59 : ‫ورا َر ِحﯿ ًما (اِلحزاب‬ ً ُ‫َغف‬

Artinya: Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak


perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu supaya
mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan
Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Ahzab:59)
Mengenai aspek historis (Asbabun Nuzul) dari ayat di atas, secara umum
ulama sepakat dalam satu peristiwa meskipun dari segi redaksi matan
terdapat perbedaan. Peristiwa yang menjadi sebab turunnya ayat di atas
bermula dari kebiasaan orang-orang fasiq penduduk madinah yang selalu
keluar (begadang) di kegelapan malam. Mereka selalu menggoda
perempuan-perempuan Madinah yang sedang keluar malam untuk memenuhi
hajatnya. Ketika mereka ditanya mengapa mengganggu wanita-wanita
tersebut, mereka menjawab, “kami kira mereka itu wanita budak”. Kemudian
turunlah surat al-Ahzab:59 sebagai respon atas kejadian itu.14

Ayat 59 dari surat al-Ahzab ini sangat berkaitan erat dengan surat an-Nur
ayat 31 yang menjelaskan tentang wajibnya menutup aurat. Maka, dalam
penafsirannya pun para ulama selalu menghubungkan kedua ayat tersebut.
Surat al-Ahzab 59 merupakan pelengkap syari’at dari surat an-Nur ayat
31.Zhahir dari surat al-Ahzab:59, telah dengan sangat jelas memberikan

Ali as-Shabuni, Rawa’i al-Bayan fi Tafsir ayat al-Ahkam II, Beirut: Dar al-Fikr,
14

2000, hal. 305


indikasi bahwa pemakaian jilbab bagi wanita adalah sesuatu yang
wajib.Permasalahan yang kemudian muncul adalah tentang tata cara
pemakaian jilbab. Ibnu Jarir at-Thabari, sebagaimana dikutip as-Shabuni,
berpendapat bahwa seorang wanita selain diharuskan menutup rambut dan
kepalanya, ia juga harus menutup wajahnya dan hanya boleh menampakkan
mata sebelah kiri saja. 15 Sedangkan Abu Hayyan meriwayatkan dari Ibnu
Abbas dan Qatadah, bahwa seorang wanita harus mengulurkan jilbabnya
sampai di atas dahi kemudian mengaitkannya ke hidung. Wanita boleh
menampakkan kedua matanya, namun harus menutupi dada dan sebagian
besar wajahnya.16

5. Penafsiran Surat An-Nur ayat 30-31

Yakni bimbinglah orang-orang yang beriman, dan katakanlah kepada


mereka yang memiliki iman agar iman mereka terpelihara dan sempurna.
Dari melihat yang haram dilihat, seperti memandang wanita-wanita asing,
memandang sesuatu yang dikhawatirkan timbul fitnah dan memandang
perhiasan dunia yang dapat menggoda hatinya. Dari yang haram, seperti
zina.Yakni menjaga pandangan dan kemaluannya. Syaikh As Sa’diy berkata,
“(Yakni) lebih suci, lebih baik dan lebih mengembangkan amal mereka,
karena barang siapa yang menjaga kemaluan dan pandangannya, maka ia
akan bersih dari kotoran yang menodai para pelaku perbuatan keji, dan
amalnya pun akan bersih disebabkan meninggalkan hal yang haram yang
diiinginkan hawa nafsu dan didorong olehnya. Barang siapa yang

15
Ibid, hal. 309
16
Abu Hayyan al-Andalusi, Al-Bahr al-Muhith VII, Beirut: Dar al-Kutub Ilmiah,1993,
hal. 240
meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah akan menggantinya dengan
yang lebih baik darinya. Oleh karena itu, barang siapa yang menundukkan
pandangannya dari yang haram, maka Allah akan menyinari bashirahnya
(mata hatinya), dan lagi karena seorang hamba apabila menjaga kemaluan
dan pandangannya dari yang haram serta pengantarnya meskipun ada
dorongan syahwat kepadanya, maka tentu ia dapat menjaga yang lain. Oleh
karena itulah Allah sebut sebagai penjagaan.17

Sesuatu yang dijaga jika penjaganya tidak berusaha mengawasi dan


memeliharanya dan tidak melakukan sebab yang dapat membuatnya terjaga,
maka sesuatu itu tidak akan terjaga. Demikian pula pandangan dan kemaluan,
jika seorang hamba tidak berusaha menjaga keduanya, maka keduanya dapat
menjatuhkannya ke dalam cobaan dan ujian. Perhatikanlah bagaimana Allah
memerintahkan menjaga kemaluan secara mutlak, karena ia tidak
diperbolehkan dalam salah satu di antara sekian keadaan, adapun pandangan,
Dia berfirman, “Yaghuddhuu min abshaarihim (Agar mereka menundukkan
pandangan).” Barang siapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, maka
Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik darinya. Oleh karena itu,
barang siapa yang menundukkan pandangannya dari yang haram, maka
Allah akan menyinari bashirahnya (mata hatinya), dan lagi karena seorang
hamba apabila menjaga kemaluan dan pandangannya dari yang haram serta
pengantarnya meskipun ada dorongan syahwat kepadanya, maka tentu ia
dapat menjaga yang lain. Oleh karena itulah Allah sebut sebagai penjagaan.18

Selanjutnya, Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengingatkan kepada mereka


pengetahuan-Nya terhadap amal mereka agar mereka berusaha menjaga diri

17
Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, op.cit, hal. 285
18
Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, op.cit, hal. 285
mereka dari hal-hal yang diharamkan.” Oleh karena itu, Dia akan
memberikan balasan terhadapnya. Setelah Allah memerintahkan kaum
mukmin menjaga pandangan dan kemaluan, maka Dia memerintahkan kaum
mukminat menjaga pula pandangan dan kemaluannya.Dari yang haram
dilihat, seperti memandang laki-laki dengan syahwat.

Menurut Syaikh As Sa’diy, seperti pakaian yang indah, perhiasan dan


semua badan. Ulama memiliki beberapa penafsiran tentang ayat “kecuali
yang (biasa) terlihat”, sebagai berikut ;

1. Ada yang menafsirkan “kecuali perhiasan yang tampak tanpa


disengaja”
2. Ada juga yang menafsirkan bahwa perhiasan yang tampak itu adalah
pakaian.
3. Ada juga yang menafsirkan perhiasan yang biasa tampak itu adalah
celak, cincin, pacar di jari tangan dsb., yakni yang tidak mungkin
ditutupi.
4. Ada pula yang menafsirkan dengan, muka dan telapak tangannya
jika tidak dikhawatirkan fitnah menurut salah satu di antara dua
pendapat ulama, sedangkan menurut pendapat yang lain, bahwa muka
haram dibuka karena ia tempat fitnah.19

Sehingga menutupi kepala, leher dan dada.Yang tersembunyi, yaitu


selain muka dan telapak tangan.Dan seterusnya ke atas.Dan seterusnya ke
bawah.Sekandung, sebapak atau seibu. Ini semua adalah mahram wanita,
boleh bagi wanita menampakkan perhiasannya,akan tetapi tanpa bertabarruj.
(Mahram bagi wanita adalah laki-laki yang boleh memandangnya, berduaan
dan bepergian bersamanya).

19
Ali As-Shabuni, op.cit, hal. 306
Tidak disebutkan paman dari pihak bapak (‘amm) juga dari pihak ibu
(khaal) karena bila wanita terbuka di hadapan mereka dikhawatirkan mereka
mensifatinya kepada anak-anaknya.Namun jumhur ulama berpendapat
bahwa paman (baik dari pihak ayah maupun ibu) termasuk mahram seperti
mahram lainnya meskipun tidak disebutkan pada ayat di atas.Termasuk juga
mahram dari sepersusuan.

Al Qurthubiy berkata, “Tingkatan para mahram berbeda-beda satu sama


lain ditinjau dari segi pribadi secara manusiawi. Tidak diragukan lagi,
keterbukaan seorang wanita di hadapan bapak dan saudara laki-lakinya lebih
terjamin atau terpelihara daripada keterbukaannya di hadapan anak suami
(anak tiri).Karena itu batas aurat yang boleh terbuka di hadapan masing-
masing mahram berbeda-beda pula.”Ada yang berpendapat bahwa mahram
boleh melihat anggota-anggota tubuh wanita yang biasa tampak seperti
anggota tubuh yang dibasuh ketika berwudhu’.Madzhab Maliki berpendapat
bahwa aurat wanita di hadapan laki-laki mahram adalah sekujur tubuhnya
kecuali muka dan ujung-ujung anggota tubuh seperti kepala, kuduk, dua
tangan dan dua kaki.Adapun madzhab Hanbali, mereka berpendapat bahwa
aurat wanita di hadapan laki-laki mahram adalah sekujur tubuhnya kecuali
muka, kuduk, kepala, dua tangan, kaki dan betis.20

Namun perlu diingat bahwa kebolehan melihat bagi mahram adalah


bukan untuk bersenang-senang dan memuaskan nafsu. Sedangkan kepada
suami maka tidak ada batasan aurat sama sekali, baik suami maupun isteri
boleh melihat seluruh tubuh pasangannya. Ulama tidak berbeda pendapat
tentang aurat wanita di hadapan sesama wanita, yakni tidak haram bagi
wanita muslimah tubuhnya terbuka di hadapan sesamanya kecuali bagian
antara pusat dan lutut.Wanita di ayat tersebut adalah wanita muslimah,

20
Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, op.cit, hal. 287
adapun wanita kafir tidak termasuk, karena mereka tidak memiliki aturan
haramnya mensifati wanita kepada laki-laki mereka. Sedangkan wanita
muslimah mengetahui bahwa mensifati wanita muslimah lainke laki-laki
adalah haram.21 Oleh karena itu, budak apabila seluruh dirinya adalah milik
seorang wanita, maka ia boleh melihat tuan putrinya itu selama tuan putrinya
memiliki dirinya semua, jika kepemilikan hilang atau hanya sebagian saja,
maka tidak boleh dilihat, demikian menurut Syaikh As Sa’diy.

Di mana ia tidak berhasrat kepada wanita baik di hatinya maupun di


farjinya, disebabkan cacat akal atau fisik seperti karena tua, banci maupun
impotensi (lemah syahwat). 22 Adapun jika anak-anak itu sudah mendekati
baligh, di mana ia sudah bisa membedakan antara wanita jelek dengan
wanita cantik, maka hendaklah wanita tidak terbuka di hadapannya. Ke tanah
atau lantai.Seperti gelang-gelang kaki. Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala
memerintahkan perintah-perintah yang bijaksana ini, dan sudah pasti seorang
mukmin memiliki kekurangan sehingga tidak dapat melaksanakannya secara
maksimal, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan mereka
bertobat.

Dari melihat sesuatu yang diharamkan dan dari dosa-dosa lainnya. Oleh
karena itu, tidak ada cara lain agar seseorang dapat beruntung kecuali dengan
tobat. Ayat ini menunjukkan bahwa setiap mukmin butuh bertobat, karena
firman-Nya ini tertuju kepada semua mukmin, demikian pula terdapat
anjuran agar ikhlas dalam bertobat, bukan karena riya’, sum’ah dan maksud-
maksud duniawi lainnya.

21
Asy Syaukani, Fathul-Qadir Jilid IV, Beirut: Dar El Fikr T th, hal.22
22
Abu Malik Kamal,Ensiklopedi Fiqh Wanita, Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir, 2001, hal.
165
5. Analisa
Tantangan kita dalam menjaga pandangan dan kehormatan
Menjaga pandangan bukanlah hal yang mudah dilakukan, apalagi bagi
kita yang hidup di zaman modern seperti ini. Lihatlah ke samping kiri, kanan,
depan dan belakang kita, lawan jenis yang bukan mahram senantiasa
mengelilingi! Tidak hanya di pusat-pusat keramaian, di dalam mobil
angkutan umum saja, campur baur dengan lawan jenis pun tak dapat
dihindarkan. Bahkan ketika berdiam dirumah saja, menahan pandangan tidak
kalah susahnya. Koran, majalah dan televisi menyuguhkan pemandangan
yang dapat membuat hati tergelincir karenanya.Tak heran, ibadah kita sering
berantakan. Berdoa pun sulit sekali khusyu apalagi sampai dapat
mengeluarkan air mata penyesalan karena tidak mentaati perintah-Nya.
Alhasil andai pun pada awalnya hal ini amat sulit kita lakukan, namun
yakinlah bahwa barangsiapa yang bersungguh-sungguh ingin menempuh
jalan Allah, maka Allah akan lebih bersungguh-sungguh lagi membimbing
jalannya.
Manfaat memelihara pandangan dan kehormatan
Menjadikan hati lebih tenang. Mewariskan hati kegembiraan, kelapangan
jiwa lebih hebat daripada keindahan dan kegembiraan yang terhasil daripada
pandangan. Kegembiraan ini adalah atas kejayaan memerangi hawa nafsu
yang selalu mengajak kepada kejahatan, membebaskan hati dari
tawananhawa nafsu, menjadi benteng penghalang dari kemaksiatan,
menyucikan hati dari hawa nafsu dan kelalaian daripada mengingat Allah
dan hari akhirat.

D. PENUTUP
Barang siapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah akan
menggantinya dengan yang lebih baik darinya. Oleh karena itu, barang siapa
yang menundukkan pandangannya dari yang haram, maka Allah akan
menyinari bashirahnya (mata hatinya), dan lagi karena seorang hamba
apabila menjaga kemaluan dan pandangannya dari yang haram serta
pengantarnya meskipun ada dorongan syahwat kepadanya, maka tentu ia
dapat menjaga yang lain. Oleh karena itulah Allah sebut sebagai penjagaan.

Selanjutnya, Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengingatkan kepada mereka


pengetahuan-Nya terhadap amal mereka agar mereka berusaha menjaga diri
mereka dari hal-hal yang diharamkan.” Oleh karena itu, Dia akan
memberikan balasan terhadapnya. Setelah Allah memerintahkan kaum
mukmin menjaga pandangan dan kemaluan, maka Dia memerintahkan kaum
mukminat menjaga pula pandangan dan kemaluannya.Dari yang haram
dilihat, seperti memandang laki-laki dengan syahwat.

REFERENSI
Abu Hayyan al-Andalusi, Al-Bahr al-Muhith VII, Beirut: Dar al-
Kutub Ilmiah,1993

Abu Malik Kamal,Ensiklopedi Fiqh Wanita, Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir,


2001

Ali as-Shabuni, Rawa’i al-Bayan fi Tafsir ayat al-Ahkam II, Beirut:


Dar al-Fikr, 2000

Asy Syaukani, Fathul-Qadir Jilid IV, Beirut: Dar El Fikr T th

Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Tafsir Ibnu Katsir jilid 3, Jakarta:


Gema Insani, 1999
Qamaruddin Sholeh, dkk,Asbabun Nuzul, Bandung: Diponegoro,
1997

Anda mungkin juga menyukai