PENDAHULUAN
B. Perumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
2
3
BAB II
1
Departemen Agama RI, Al-Qur`an dan Tafisrnya, Jilid 6, (Jakarta: Lembaga Percetakan Al-
Qur`an Departemen Agama, 2009), Cet. ke-4, h. 594
2
Muhammad Ali Ash-Shabuni, Shafwatut Tafâsir, jilid 3, terj. KH. Yasin, (Jakarta: Pustaka
al-Kautsar, 2011), Cet. ke-1, h. 608
3
Departemen Agama RI, Al-Qur`an dan Tafisrnya, h. 594
4
Muhammad Ali Ash-Shabuni, Shafwatut Tafâsir, h. 608
5
4. Tafsir Ayat
QS. An-Nûr [24]: 30
5
Muhammad Ali Ash-Shabuni, Shafwatut Tafâsir, h. 608
6
Muhammad Ali Ash-Shabuni, Shafwatut Tafâsir, h. 608
7
Jalaluddin as-Suyuthi, Sebab Turunnya Ayat Al-Qur`an, h. 402-403
6
Adapun kata من ا ص ر مyang mana huruf منpada kalimat ini adalah huruf
tambahan. Menurut salah satu pendapat, huruf tambahan tersebut adalah mîn li
at-tab‟îdh (mîn yang menunjukkan makna sebagian), sebab ada sebagian
pandangan yang dibolehkan. Meski demikian, dikatakan bahwa penglihatan
adalah pintu terbesar menuju hati dan indera tercepat untuk menuju ke sana.
Oleh karena itu, banyak terjadi kesalahan akibat dari penglihatan ini. Selain
itu, penglihatan harus diwaspadai dan menahannya dari hal-hal yang
diharamkan dan dikhawatirkan menimbulkan fitnah.11
8
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah; Pesan Kesan, dan Keserasian Al-Qur`an, Volume
VIII, (Jakarta: Lentera Hati, 2009), Cet. ke-1, h. 524
9
Al-Qurthubi, Al-Jâmi‟ li Ahkâm Al-Qur`ân, terj. Ahmad Khotib, jilid XII, (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2009), Cet. Ke-1, h. 561
10
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah; Pesan Kesan, dan Keserasian Al-Qur`an, Volume
VIII, h. 524
11
Al-Qurthubi, Al-Jâmi‟ li Ahkâm Al-Qur`ân, terj. Ahmad Khotib, jilid XII, (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2009), Cet. Ke-1, h. 561-563
7
12
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah; Pesan Kesan, dan Keserasian Al-Qur`an, Volume
VIII, h. 526
13
Al-Qurthubi, Al-Jâmi‟ li Ahkâm Al-Qur`ân, terj. Ahmad Khotib, jilid XII, h. 577-578
8
14
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah; Pesan Kesan, dan Keserasian Al-Qur`an, Volume
VIII, h. 534
15
Al-Qurthubi, Al-Jâmi‟ li Ahkâm Al-Qur`ân, terj. Ahmad Khotib, jilid XII, h. 580
16
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah; Pesan Kesan, dan Keserasian Al-Qur`an, Volume
VIII, h. 534
9
17
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah; Pesan Kesan, dan Keserasian Al-Qur`an, Volume
VIII, h. 526-527
10
“Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan
istri-istri orang mukmin, “Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk
dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah maha pengampun,
maha penyayang.”
جل ي ن: الجا يadalah jamak dari kata جل, yakni baju kurung yang
meliputi seluruh tubuh wanita, lebih dari sekedar baju biasa dan kerudung.19
Pujangga berkata:
ا نى ث ك على ج ك
“Ulurkanlah kainmu pada wajahmu.”21
ا نى: lebih dekat.22
18
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah; Pesan Kesan, dan Keserasian Al-Qur`an, Volume
VIII, h. 527
19
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsîr al-Marâghi, juz, 22, terj. Bahrun Abu Bakar, Lc. dkk.,
(Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang, 1992), Cet. ke-2, h. 61
20
Ibnu Manzhûr, Lisân al-„Arab
21
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsîr al-Marâghi, h. 61
22
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsîr al-Marâghi, h. 61
11
4. Tafsir Ayat
Ibn „Asyûr memahami kata jilbâb dalam arti pakaian yang lebih kecil dari
jubah tetapi lebih besar dari kerudung atau penutup wajah. Ini diletakkan
wanita di atas kepala dan terulur kedua sisi kerudung itu melalui pipi hingga
ke seluruh bahu dan belakangnya. Ia menambahkan bahwa model jilbab bisa
bermacam-macam sesuai perbedaan keadaan (selera) wanita dan diarahkan
oleh adat kebiasaan.
26
Al-Qurthubi, Al-Jâmi‟ li Ahkâm Al-Qur`ân, terj. Ahmad Khotib, jilid XIV, h. 584
27
Al-Qurthubi, Al-Jâmi‟ li Ahkâm Al-Qur`ân, terj. Ahmad Khotib, jilid XIV, h. 587
13
Potongan terakhir dari ayat ini memberi penghibur hati bagi para wanita
yang tidak mengenakan jilbab sebelum diturunkannya ayat ini, dimana Allah
swt. akan mengampuni ketidaktahuan mereka dan akan tetap menyayangi
mereka.30 Dapat juga dikatakan bahwa kalimat itu sebagai isyarat untuk
mengampuni wanita-wanita masa kini yang pernah terbuka auratnya apabila
mereka segera menutup auratnya, atau Allah mengampuni mereka yang tidak
sepenuhnya melaksanakan tuntunan Allah dan nabi selama mereka sadar akan
kesalahannya dan berusaha sekuat tenaga untuk menyesuaikan diri dengan
petunjuk-petunjuk-Nya.31
C. Istimbath Hukum
28
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah; Pesan Kesan, dan Keserasian Al-Qur`an, Volume
X, h. 533
29
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah; Pesan Kesan, dan Keserasian Al-Qur`an, Volume
X, h. 533-534
30
Al-Qurthubi, Al-Jâmi‟ li Ahkâm Al-Qur`ân, terj. Ahmad Khotib, jilid XIV, h. 588
31
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah; Pesan Kesan, dan Keserasian Al-Qur`an, Volume
X, h. 534
14
2. Batas Aurat
32
Khuzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, (Jakarta: Penerbit Ghalia
Indonesia, 2010), Cet. Ke-1, h. 14-15
15
Islam tidak menentukan model pakaian untuk wanita. Islam sebagai agama
yang sesuai untuk setiap masa dan berkembang di setiap tempat, memberikan
sebuah kebebasan seluas-luasnya untuk merancang mode pakaian yang sesuai
dengan selera masing-masing, asalkan saja tidak keluar dari kriteria berikut
ini:
33
Departemen Agama RI, Kedudukan dan Peran Perempuan, (Jakarta: Lajnah Penshihan
Mushaf Al-Qur`an, 2009), Cet. Ke-1, h. 165-167
16
Seorang mukmin wajib baginya untuk percaya bahwa apa yang Allah
perintahkan dan larang terhadap suatu perbuatan pasti memiliki hikmah, termasuk
perintah menutup aurat ini. Antara lain hikmah yang dikandungnya adalah sebagai
berikut:
34
Departemen Agama RI, Kedudukan dan Peran Perempuan, h. 181-183
17
35
Khuzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, h. 15-16
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan