Anda di halaman 1dari 8

DI SUSUN OLEH:

SHAKILA DWI
BAHTIAR

UNIVERSITAS GARUT
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
MENUTUP AURAT

A. Aurat

1. Pengertian Aurat

Menurut bahasa “aurat” berarti malu, aib dan buruk. Kata aurat berasal dari bahasa arab
yaitu: “’awira" ( َ‫ ِر َوع‬,(artinya hilang perasaan, kalau dipakai untuk mata, maka mata itu hilang
cahayanya dan lenyap pandangannya. Pada umumnya kata ini memberi arti yang tidak baik
dipandang, memalukan dan mengecewakan.

Selain daripada itu kata aurat berasal dari kata “’ āra” ( َ‫ ا َر ع‬,(artinya menutup dan
menimbun seperti menutup mata air dan menimbunnya. Ini berarti, bahwa aurat itu adalah
sesuatu yang ditutup sehingga tidak dapat dilihat dan dipandang.

Selanjutnya kata aurat berasal dari kata “a’wara” ( َ‫ َر وْ َعا‬,(artinya, sesuatu yang jika dilihat,
akan mencemarkan. Jadi, aurat adalah suatu anggota badan yang harus ditutup dan dijaga hingga
tidak menimbulkan kekecewaan dan malu.

Menurut istilah, dalam pandangan pakar hukum Islam, aurat adalah bagian dari tubuh
manusia yang pada prinsipnya tidak boleh kelihatan, kecuali dalam keadaan darurat atau
kebutuhan yang mendesak.

Menutup aurat dalam pengertian hukum Islam berarti menutup dari batas minimal anggota
tubuh manusia yang wajib ditutupinya karena adanya perintah dari Allah SWT. Adanya perintah
menutup aurat ini karena aurat adalah anggota atau bagian dari tubuh manusia yang dapat
menimbulkan birahi atau syahwat dan nafsu bila dibiarkan terbuka. Bagian atau anggota tubuh
manusia tersebut harus ditutupi dan dijaga karena ia (aurat) merupakan bagian dari kehormatan
manusia.

Dengan demikian, pengertian aurat adalah anggota atau bagian dari tubuh manusia yang
apabila terbuka atau tampak akan menimbulkan rasa malu, aib, dan keburukan-keburukan
lainnya.
Berdasarkan pengertian di atas, juga dapat disimpulkan bahwa menutup aurat atau
menutupi anggota tubuh tertentu bukan beralasan karena anggota tubuh tersebut kurang bagus
atau jelek, namun lebih mengarah pada alasan lain, yaitu jika tidak ditutupi maka akan dapat
menimbulkan malu, aib, dan keburukan. Oleh sebab itu hendaknya manusia menutup bagian
tersebut sehingga tidak dapat dilihat oleh orang lain.

Menutup aurat adalah tanda atas kesucian jiwa dan baiknya kepribadian seseorang.
Jika ia diperlihatkan maka itu bukti atas hilangnya rasa malu dan matinya kepribadian. Sudah
menjadi tugas setan beserta sekutu-sekutunya dari jin dan manusia, membujuk umat muslimin
laki-laki maupun perempuan agar sudi kiranya menanggalkan pakaian-pakaian suci serta
selendang pembalut kehormatan mereka.

Aurat yang terbuka akan memberi dan juga mendatangkan dampak negatif bagi yang
bersangkutan dan terutama bagi yang melihat. Seseorang yang tidak berperasaan malu apabila
terbuka auratnya, atau bahkan merasa senang dan bangga apabila auratnya dipandang dan
dinikmati oleh orang lain, hal ini pertanda bahwa sudah hilang atau berkurang tingkat
keimanannya.

2. Batasan-batasan Aurat

Allah telah membatasi gerak langkah dan kebebasan kita dalam melakukan berbagai hal,
untuk memberikan kita hal-hal yang baik dan mencegah kita dari hal-hal yang buruk karena
Allah lebih mengetahui mana hal-hal yang bermanfaat bagi hamba-Nya dan mana yang
membahayakan hamba-Nya.6 Termasuk dalam hal ini yaitu hal yang berkaitan dengan perintah
menutup aurat. Perintah menutup aurat ini merupakan hukum yang sengaja Allah perintahkan
kepada manusia agar mereka menutupi tubuhnya agar tidak timbul hal-hal yang buruk.

Mengenai batas anggota tubuh yang dianggap aurat, para ulama membedakan antara aurat
laki-laki dan perempuan. Untuk aurat laki-laki, walaupun ada perbedaan, secara umum mayoritas
ulama berpendapat bahwa laki-laki semestinya menutup bagian anggota tubuh antara pusar dan
kedua lutut kaki. Sedangkan untuk aurat perempuan, ulama fiqh juga berbeda pendapat, tetapi
secara umum perempuan lebih tertutup dari laki-laki.

Perbedaan pendapat ini terjadi karena al-Qur’an tidak menentukan secara jelas dan rinci
mengenai batas-batas aurat. Seandainya ada ketentuan yang pasti dan batas yang jelas, maka
dapat dipastikan pula bahwa kaum muslimin termasuk ulama-ulamanya sejak dahulu hingga kini
tidak akan berbeda pendapat.

Berikut adalah pendapat para ulama mengenai aurat perempuan:


a) Wajah dan kedua telapak tangan, bukan aurat. Ini adalah pendapat mayoritas madzhab,
antara lain: Imam Malik, Ibn Hazm dari golongan Zhahiriyah dan sebagian Syi’ah
Zaidiyah, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad dalam riwayat yang masyhur dari keduanya,
Hanafiyah dan Syi’ah Imamiyah dalam satu riwayat, para sahabat Nabi dan Tabi’in (Ali,
Ibn Abbas, Aisyah, ‘Atha, Mujahid, Al-Hasan, dll.).
b) Wajah, kedua telapak tangan dan kedua telapak kaki, tidak termasuk aurat. Ini adalah
pendapat Ats-Tsauri dan Al-Muzani, Al-Hanafiah, dan Syi’ah Imamiah menurut riwayat
yang shahih.
c) Seluruh tubuh perempuan adalah aurat. Ini adalah pendapat Imam Ahmad dalam salah
satu riwayat, pendapat Abu Bakar dan Abd Rahman dari kalangan Tabi’in.
d) Seluruh tubuh perempuan kecuali wajah adalah aurat. Ini juga pendapat Imam Ahmad
dalam satu riwayat dan pendapat Daud Al-Zhahiri serta sebagian Syi’ah Zaidah

Adapun Jumhur Ulama sepakat bahwa aurat wanita yang wajib ditutup ketika bershalat
adalah segenap anggota tubuhnya, secuali muka dan telapak tangan nya. Muka dan dua telapak
tangan itu, menurut Sayyid Sabiq adalah bahagian tubuh yang dibolehkan tampak sesuai dengan
kalimat illaa mââ zâhâ minhââ dalam QS An-Nur (24): 31.

Ibnu Taimiyah menjelaskan bahawa Abu Hanifah membolehkan telapak kaki wanita
tanpak dalam shalat, dan ini adalah pendapat yang paling kuat, berdasarkan riwayat dari

Aisyah yang memasukkan dua telapak kaki itu kedalam kategori tubuh yang boleh tanpak
sesuai dengan potongan ayat tersebut.5 Dua telapak kaki tidak termasuk punggung. Hal ini
berdasarkan riwayat dari Ummi Salmah yang menanyakan kepada Rasul tentang bolehnya
melaksanakan shalat dengan hanya menggunakan baju dan kudung, maka Rasulullah SAW.
Bersabda Izââ kâânâ al dâr’a sââigân yaguzzu zuhüüri qâdâmâih (Jika baju itu cukup menutupi
punggung dua telapak kakimu).6 Pendapat ini berbeda dengan pendapat al-Syafi‟i yang tidak
membolehkan dua telapak kaki itu tampak dalam shalat.

Batas „aurat wanita di luar shalat, harus dibedakan antara dua keadaan, yakni ketika
berhadapan dengan muhrimnya sendiri atau yang disamakan dengan itu, dan ketika berhadapan
dengan orang yang bukan muhrimnya.

Ulama berbeda pendapat mengenai batas aurat wanita di depan muhrimnya. Al-Syafi‟iyah
mengatakan bahwa „aurat wanita ketika berhadapan dengan muhrimnya adalah antara pusat
dengan lutut. Selain batas tersebut, dapat dilihat oleh muhrimnya dan oleh sesamanya wanita.
Pendapat lain mengatakan bahwa segenap badan wanita adalah „aurat di hadapan muhrimnya,
kecuali kepala (termasuk muka dan rambut), leher, kedua tangan sampai siku dan kedua kaki
sampai lutut, karena semua anggota badan tersebut digunakan dalam pekerjaan sehari-hari

Adapun yang dimaksud dengan mâhrâm atau yang disamakan dengan itu sebagai yang
tercantum dalam surah AnNur ayat 31. adalah; suami, ayah, ayah suami, putra laki-laki, putra
suami, saudara, putra saudara laki-laki, putra saudara perempuan, wanita, budaknya, pelayan
laki-laki yang tak bersyahwat, atau anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Selain itu,
dalam surat An-Nisâ disebutkan pula saudara bapak dan saudara ibu.

3. KEWAJIBAN MENUTUP AURAT

Pada dasarnya tidak ada perselisihan pendapat mengenai kewajiban menutup aurat.
Yandiperselisihkan adalah batasbatas aurat wanita dan bagian-bagian tubuh yang boleh
kelihatan. Al-Qurtubi mengatakan bahwa menurut kebiasaan adat dan ibdah dalam Islam,
wajah dan dua telapak tangan itulah yang biasanya kelihatan, sehingga pengecualian dalam
ayat 31 Surah An-Nur merujuk kepada dua bahagian tubuh tersebut. Selain dari itu wajib
ditutup, berdasarkan pula satu riwayat dari Asma binti Abu bakar bahwa ia pernah ditegur
oleh Rasulullah SAW; “Hai Asma‟, sesungguhnya wanita yang sudah balig tidak boleh
tanpak dari badannya kecuali ini, lalu Rasul menunjuk wajah dan dua telapak tangannya”

Tujuan menutup „aurat adalah untuk menghindari fitnah. Karena itu, sebahagian
ulama, diantaranya Ibnu Khuwayziy Mandad, menegaskan berdasarkan ijtihadnya bahwa
bagi wanita yang sangat cantik, wajah dan telapak tangannya pun dapat menimbulkan fitnah,
sehingga wajib pula menutup wajah dan telapak tangannya itu.15 Berdasarkan pendapat
inilah sehingga kebanyakan wanita Arab memakai cadar penutup muka

Kewajiban menutup aurat adalah juga dimaksudkan untuk membedakan antara wanita
terhormat dan wanita jalanan. Hal ini berdasarkan sebab turunnya ayat tersebut. Menurut Al
Qurthubiy, ayat 59 dari Surat Al-Ahzab turun sebagai teguran atas kebiasaan wanita-wanita
Arab yang keluar rumah tanpa mengenakkan jilbab. Karena tidak la memakai jilbab, kaum
lakilaki sering mengganggu mereka, dan diperlakukan seperti budak. Untuk mencegah hal
itu, maka turunlah ayat tersebut.

Kewajiban menututp aurat dalam shalat merupakan kewajiban yang sifatnya mutlak.
Artinya, hal itu tidak tergantung pada keadaan apakah orang tersebut shalat tanpa ada orang
melihatnya, atau shalat dalam gelap gulita, sefatnya sama saja.

Adapun menutup „aurat di luar shalat, dalam batas-batas tertentu ada yang sifatnya
mutlak dan ada yang sifatnya tidak mutlak. Artinya, terdapat „aurat yang secara mutlak wajib
ditutup, baik ketika berhadapan dengan muhrimnya (selain suaminya) lebih-lebih lagi ketika
berhadapan dengan orang lain. Di samping itu, terdapat pula „aurat yang wajib ditutup pada
saat berhadapan dengan orang lain, tetapi ketika berhadapan dengan muhrimnya tidak lagi
wajib ditutup.
4. HIKAMAH MENUTUP AURA
Setiap ajaran dalam Islam mempunyai tujuan tertentu, termasuk ajaran menutup „aurat.
Diantara hikmahnya yang terpenting adalah agar wanita muslimah terhindar dari fitnah
kehidupan. Fitnah yang langsung mengenai „aurat ini ialah pelecehan seksual di luar nikah, yang
tentu saja merusak martabat wanita dan merusak kemurnian keturunan yang timbulkannya.
Bahkan ada ulama yang berpendapat bahwa untuk menghindari kasus seksual secara mutlak,
maka diharamkan atas siapa pun laki-laki (termasuk muhrim) untuk melihat segenap bahagian
tubuh wanita, kecuali suaminya sendiri

Disamping itu, menutup „aurat juga memberi nilai tambah bagi kehormatan wanita. Dengan
pakaian yang menutup „aurat, kita dapat menilai pribadi wanita yang terhormat dan wanita yang
tidak terhormat. Salah satu riwayat yang menyebutkan bahwa ketika Nabi Saw., mengawini
Shafiyah, para sahabat berkata: jika Nabi memerintahkan dia menutup „aurat, maka ia tergolong
ummahat al-mukminin, tetapi jika Nabi tidak

5. MODEL BUSANA
Pertanyaan yang muncul ialah bagaimana model busana yang diajarkan oleh Islam untuk
menutup „aurat itu? Sebenarnya Islam tidak pernah menetapkan suatu model busana untuk
menutup „aurat. Islam hanya menentukan prinsipnya, yakni pakaian itu harus menutup bahagian-
bahagian tubuh yang masuk kategori „aurat. Untuk memenuhi fungsinta sebagai penutup „aurat,
hendaknya pakaian itu tidak ketat atau tipis sehingga dapat memperlihatkan bentuk atau warna
„aurat yang ditutupinya. Yang penting menurut Sayyid Sabiq ialah tertutupnya „aurat itu,
meskipun ukuran pakaian itu hanya hanya sampai menutup batas-batas „aurat saja

Sehubungan dengan hal di atas, perlu pula diperhatikan anjuran Rasulullah Saw. untuk
menghindari kesamaan antara pakaian wanita dan pakaian laki-laki, 22 dan menghindari model
atau warna pakaian yang mencolok mata dan memberi kesan membanggakan diri.

Uraian di atas mengandung arti bahwa seorang wanita bebas menentukan model pakaiannya
menurut kebudayaan dan tingkat peradaban masyarakatnya, sepanjang tidak menyimpang dari
prinsip pokok yang telah ditetapkan syariat. Dengan demikian, wanita muslimah Indonesia
dapat saja merancang model busana yang sesuai dengan budaya dan tradisi Indonesia.
Tanpa meninggalkan prinsip menutup „aurat, sehingga busana yang dikenakkan memberi
kesan keislaman dan keindonesiaan. Busana muslimah tidak identik model busana Arab, sebab
yang penting menurut Islam ialah tertutupnya „aurat.

10 cara wanita muslim berpakaian


1. Menutup aurat
2. Tidak transparan
3. Menggunakan pakaian yang longgar
4. Menghindari pakaian yang syuhro
5. Menggunakan pakaian yang sederhana
6. Menghindari pakaian yang menyerupai laki-laki
7. Menghindari pakaian yang menyerupai kafir
8. Tidak menggunakan wangi-wangian yang berlebihan
9. Menghindari pakaian yang berhias
10.Menghindari bertabarruj

Anda mungkin juga menyukai